cor pulmonale ec komplikasi tb

Upload: gusna-ridha

Post on 12-Oct-2015

66 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

blok occupational medicine

TRANSCRIPT

TINJAUAN PUSTAKA

Occupational Medicine:Cor Pulmonale ec komplikasi TB yang diperberat oleh Pekerjaan

Gusna Ridha*Fakultas kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Abstrak: Penyakit Akibat Kerja (PAK), menurut KEPPRES RI No. 22 Tahun 1993, adalah penyakit yang disebabkan pekerjaan atau lingkungan kerja. Penyakit akibat kerja terjadi sebagai pajanan faktor fisik, kimia, biologi, ataupun psikologi di tempat kerja. Tidak selalu pekerjaan merupakan penyebab langsung suatu penyakit, kadang-kadang pekerjaan hanya memperberat suatu kondisi yang telah ada sebelumnya. Hal ini perlu dibedakan pada waktu menegakkan diagnosis. Suatu pekerjaan/pajanan dinyatakan sebagai penyebab suatu penyakit apabila tanpa melakukan pekerjaan atau tanpa adanya pajanan tertentu, pasien tidak akan menderita penyakit tersebut pada saat ini. Sedangkan pekerjaan dinyatakan memperberat suatu keadaan apabila penyakit telah ada atau timbul pada waktu yang sama tanpa tergantung pekerjaannya, tetapi pekerjaannya/pajanannya memperberat/mempercepat timbulnya penyakit.

Effect of Hypertension on Stroke Gusna RidhaMedicine Faculty of Kristen Krida Wacana University Abstract: Occupational Diseases (PAK), according to Presidential Decree No. RI. 22 of 1993, is a disease caused by a job or work environment. Occupational disease occurs as exposure to physical factors, chemistry, biology, or psychology in the workplace. Does not always work is a direct cause of a disease, sometimes work only aggravate a pre-existing condition. This needs to be distinguished at the time of diagnosis. A job / exposure expressed as the cause of an illness if without doing the work or in the absence of specific exposures, the patient will not suffer from the disease at this time. While work is stated to aggravate an existing condition or disease if raised at the same time without depending on his job, but his job / exposure to exacerbate / accelerate the onset of disease.Pendahuluan

Cor pulmonale kronis didefinisikan sebagai kelainan sirkulasi yang berlangsung lama dengan hambatan pembuluh paru yang terjadi intermiten atau permanen disebabkan oleh penyakit fungsional maupun struktural pada paru dan rongga toraks. Tekanan pada pembuluh nadi paru mula-mula meningkat hanya pada pergerakan, namun belakangan pada saat sedang beristirahat pun meningkat.1Bentuk kronik cor pulmonale (dengan atau tanpa gagal jantung) ditandai dengan hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan karena meningkatnya tekanan dalam sirkulasi pulmonal. Ini mungkin disebabkan oleh gangguan vaskular paru dalam perjalanan reaksi fibrotik terhadap debu seperti silika, asbes, batubara dan bahan-bahan organik. Juga dapat disebabkan hipoventilasi pada penderita bronkitis kronik atau emfisema dengan atau tanpa kelainan paru akibat kerja lainnya.2Pembahasan

1. AnamnesisAnamnesis merupakan wawancara medis yang merupakan tahap awal dari rangkaian pemeriksaan pasien, baik secara langsung pada pasien atau secara tidak langsung. Tujuan dari anamnesis adalah mendapatkan informasi menyeluruh dari pasien yang bersangkutan. Informasi yang dimaksud adalah data medis organobiologis, psikososial, dan lingkungan pasien, selain itu tujuan yang tidak kalah penting adalah membina hubungan dokter pasien yang profesional dan optimal.3Anamnesis terdiri dari identitas, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat keluarga dan sosial ekonomi.3,41. Mengidentifikasi Data Pribadi Pasien4Nama: Tn. IMUsia: 46 tahunJenis kelamin: laki-lakiStatus pernikahan: menikahTempat tinggal: Cililitan Status pendidikan: - Pekerjaan: pedagang baksoAgama: Islam

2. Keluhan Utama dan Riwayat Penyakit Sekarang5Keluhan utama yang sering dirasakan pada gangguan kardiovaskular berupa nyeri dada, berdebar-debar dan sesak napas. Keluhan-keluhan lainnya mungkin menyertai keluhan utama, ialah perasaan cepat lelah, kemampuan fisik menurun, dan badan sering berasa lemas, sinkope, kaki berasa berat atau bengkak, perut kembung atau buncit, kencing berkurang, cyanotic spells, batuk, hemoptisis, keringat dingin dan tidak enak pada perut bagian atas.Perlu ditanyakan pula secara terperinci menganai keluhan-keluhan yang ada, yaitu kapan keluhan itu terjadi, apakah bersifat hilang timbul, jika keluhannya hilang timbul berapa lama terjadinya, adakah pencetus, apakah ada keluhan penyerta yang lain, berapa berat keluhannya dirasakan, dan apakah keadaan yang dapat mengurangi keluhan.1.2.1 Nyeri dada5Dalam pengertian umum, nyeri dada ialah perasaan nyeri atau tidak enak yang menganggu di daerah dada dan seringkali merupakan rasa nyeri yang diprojeksikan pada dinding dada.Nyeri yang diproyeksikan pada dinding dada ialah rasa sakit yang berasal dari serangan alat viseral dalam rongga dada yang disalurkan melalui saraf pusat ke dinding dada.Informasi penting yang perlu diketahui mengenai nyeri dada koroner, antara lain: (1) Lokasi nyeri: umumnya nyeri dada koroner mulai di daerah sternal dan menjalar ke leher terus ke dagu atau menjalar ke bahu sampai lengan kiri bagian ulnar; (2)Sifat nyeri: berupa rasa penuh, rasa berat, rasa seperti kejang, meremas, menususk, mencekik, atau rasa terbakar, dan lain-lain; (3) Ciri rasa nyeri: perlu diketahui derajat nyeri dan lamanya serta berapa kali serangan timbul dalam jangka waktu tertentu; (4)Kronologis nyeri: awal timbulnya nyeri serta perkembangannya secara berurutan, perubahan yang terjadi pada waktu tertentu, baik yang mengenai derajat atau lama, maupun frekuensi serangan; (5)Keadaan pada saat serangan: apakah serangan timbul pada waktu atau kondisi tertentu dari pasien; (6)Faktor pemberat; dan (7)Gejala lain yang mungkin ada.1.2.2 Sesak Napas5Sesak napas adalah perasaan tidak enak yang berhubungan dengan kesulitan pernapasan yang disadari dan dirasakan perlu upaya tambahan bernapas dalam mengatasi kekurangan udara.Pada kerja fisis, kebutuhan metabolisme jaringan badan akan meningkat disertai peningkatan kebutuhan oksigen, sehingga jantung dirangsang untuk bekerja lebih berat dalam memenuhi suplai kebutuhan metabolisme tesebut. Keadaan ini diikuti oleh peningkatan reflek pernapasan agar dapat menangkap oksigen lebih banyak. Bila ada gangguan atau hambatan sirkulasi paru akibat gagal jantung, jantung kurang mampu untuk memenuhi kebutuhan metabolisme, terjadilah kesukaran bernapas dengan tanda-tanda dispnoe.Tanda-tanda objektif, ialah cuping hidung kembang kempis, otot pernapasan pembantu turut berkontraksi frekuensi pernapasan meningkat 24 kali permenit dalam keadaan sukar bernapas, serta tidal volume atau amplitudo pernapasan bertambah.

3. Riwayat Penyakit DahuluBertujuan untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan adanya hubungan antara penyakit yang pernah di derita dengan penyakitnya sekarang. Tanyakan pula apakah pasien pernah mengalami kecelakaan, menderita penyakit yang berat dan menjalani operasi tertentu, riwayat alergi obat dan makanan, lama perawatan, apakah sembuh sempurna atau tidak. Obat-obatan yang pernah diminum pasien dan bila pasien pernah melakukan berbagai pemeriksaan, termasuk hasilnya, maka harus di catat dengan seksama.64. Riwayat Penyakit Keluarga dan Riwayat SosialRiwayat keluarga sangat penting pada anamnesa penyakit jantung karena berbagai penyakit jantung mempunyai predisposisi genetik (mis, hiperlipidemia). Tanyakan apakah orang tua masih hidup, dan bila sudah meninggal, tanyakan penyebab kematiannya. Misalnya kematian karena stroke mendadak menunjukkan adanya hipertensi dalam keluarga. Pekerjaan pasien juga dapat berhubungan dengan penyakit jantung: misalnya bila timbul aritmia atau penyakit jantung koroner, maka pasien tidak dapat bekerja sebagai pilot atau sopir truk. Jangan lupa menanyakan kebiasaan merokok, minum alkohol dan obat-obat yang sekarang dikonsumsi.75. Riwayat PekerjaanPengetahuan mengenai pajanan yang dialami oleh seorang tenaga kerja adalah esensial untuk dapat menghubungkan suatu penyakit dengan pekerjaannya. Untuk ini perlu dilakukan anamnesis mengenai riwayat pekerjaannya secara cermat dan teliti, yang mencakup: penjelasan mengenai semua pekerjaan yang telah dilakukan oleh penderita secara kronologis, lamanya melakukan masing-masing pekerjaan, bahan yang diproduksi, materi (bahan baku) yang digunakan, jumlah pajanannya, pemakaian APD, pola waktu terjadinya gejala, informasi mengenai tenaga kerja lain yang mengalami gejala serupa, informasi tertulis yang ada mengenai bahan-bahan yang digunakan (MSDS, label, dan sebagainya).8

2. Pemeriksaan Fisik92.1 Tanda-tanda Vital:3Tekanan darah: 140/90 mmHgDenyut nadi: 88x/menitFrekuensi nafas: 28x/menitSuhu : 36,4oC2.2 Jantung2.2.1 Inspeksi dan Palpasi Jantung9Posisi dan karakteristik denyut apeks jantung harus diperhatikan. Posisi denyut apeks biasanya berada pada bagian terbawah dan terluar denyutan yang mudah diraba. Pada pasien dengan bentuk dada normal dan dalam posisi duduk 45o, denyut apeks jantung biasanya teraba pada ruang interkostalis ke lima pada garis midklavikula. Denyut apeks jantung yang normal sebaiknya dirasakan oleh jari.2.2.2 Palpasi Denyut Jantung9Untuk melakukan palpasi denyut jantung, jari tangan kanan pemeriksa seharusnya menekan dengan ringan dinding dada pasien sepanjang sumbu iga, dengan bantalan jari tengah yang berada lebih lateral dan inferior dari ruang interkostalis ke lima pada garis midaksilaris. Jari secara perlahan digeser ke arah medial untuk mencapai posisi yang diinginkan. Bantalan jari tengah digunakan untuk menentukan bagian denyut apeks terluar dan terbawah, sedangkan jari telunjuk dapat digunakan untuk memastikan apakah denyut yang lebih jelas tidak teraba diatasnya. Jari manis dan kelingking dapat digunakan untuk memastikan bahwa denyut apeks yang lebih jelas tidak teraba di sebelah lateral atau inferior dari denyut apeks yang teraba oleh jari tengah.Denyut apeks seharusnya teraba lebih ke arah dalam dari apeks jantung yang diperkirakan karena jantung merupakan tempat masuknya pembuluh-pembuluh besar dari bagian atas mediatinum, tetapi pada kenyataannya denyut apeks bergerak ke arah luar karena jantung mengalami rotasi ke arah anterior pada saat sistol ventrikel.Getaran (murmur yang teraba) yang dirasakan tangan yang sedang melakukan palpasi terutama menunjukkan adanya turbulensi aliran darah. Getaran sistolik biasanya berhubungan dengan adanya kelainan pada bagian kiri jantung karena tekanan yang terbentuk lebih besar. Getaran yang dirasakan di atas jantung dapat disebabkan oleh stenosis aorta, VSD, atau mitral insufisiensi. Kadang-kadang, murmur diastolic pada stenosis mitral dapat teraba.

2.2.3 Keadaan dan Karakteristik Denyut Apeks Tidak Normal9Jika denyut apeks bergeser ke arah bawah atau luar, keadaan ini menunjukkan adanya deformitas dada, pergeseran mediastinum, kelainan pleura atau paru-paru, atau perbesaran jantung.Heaves (pengangkatan) adalah terangkatnya jemari pemeriksa yang sedang meraba apeks jantung. Pengangkatan atau pendorong denyut apeks ini bersifat terus-menerus dan kuat serta mengangkat jari pemeriksa yang sedang meraba. Keadaan ini dapat ditemukan (terutama pada perbesaran ventrikel kiri) akibat hipertrofi otot jantung atau dilatasi jantung. Denyut apeks yang tidak teraba bisa diakibatkan karena: obesitas, dinding dada yang tebal, emfisema, dan perikarditis konstriktif.2.2.4 Perkusi9Perkusi jantung jarang memberikan informasi yang bermanfaat. Kadang-kadang efusi pericardial yang besar atau atrium kiri yang besar, dapat diperkusi (pada stenosis mitral yang lama dan berat).2.2.5 Auskultasi9Diafragma dan sungkup stetoskop harus digunakan untuk mendengar bunyi jantung, yaitu bagian diafragma untuk mendengar murmur bernada tinggi dan sungkup untuk mendengar murmur bernada rendah. Sebelum mengenal bunyi jantung klinis akibat berbagai lesi katup, bunyi jantung utama, dan kedua sebaiknya dikenali terlebih dahulu, bunyi jantung ketiga dan keempat dicari secara mendalam, dan murmur (jika ada) dikenali.2.2.6 JVP9,10Tekanan vena sentral (JVP= Jugularis Vein Pressure) yang sama dengan tekanan atrium kanan, tanda penting yang menggambarkan fungsi kardiovaskular. TVS (tekanan vena sentral) dapat diperkirakan dengna melihat puksasi vena jugularis. Biasanya yang dipergunakan vena jugularis interna kanan. Tetapi dapat pula vena jugularis interna kiri atau vena jugularis eksterna kanan atau kiri. Tekanan atrium kanan normal sekitar 5mmHg atau sama dengan kolom darah setinggi 7 cm, batas distensi vena jugularis terlihat apabila posisi setengah duduk 30O- 45O dengan garis horizontal.

Peningkatan TVS dapat disebabkan oleh beberapa keadaan yaitu:1. Payah jantung kanan apapun sebabnya. Yaitu jantung sebelah kanan tidak mampu mengatasi darah vena yang kembali ke jantung sehingga darah kembali masuk ke dalam vena jugularis. Peningkatan vena jugularis ini akan memperbesar tekanan pengisian jantung yang dapat menyebabkan kegagalan jantung. 2. Beban cairan berlebihan (fluid / overload)3. Obstruksi inflow atrium kanan: vena cava superior sindrom4. Obstruksi inflow ventrikel kanan:Perikarditis konstriktifa dan tamponade pericardialPneumothoraks atau efusi pleura yang massifTricuspid stenosis5. Veno konstriksi oleh karena aktivitas simpatis yang berlebihan.TVS dikatakan meningkat apabila lebih dari 8-9 cm atau lebih 3-4 cm diatas angulus ludovici. Test lain untuk mengetahui adanya payah jantung kanan adalah hepatojugular refluks. Posisi penderita sedemikian rupa sehingga batas pulsasi jelas terlihat. Kemudian dilakukan penekanan dengan tangan pada hipokondrium kanan selama 30 60 detik. Apabila terdapat kenaikan TVS lebih dari 1cm meninjukkan adanya payah jantung kanan meskipun TVS normal.

2.3 Paru2.3.1 Inspeksi11Pertama, tentukan dimensi statik dada (diameter lateral dan AP), kemudian kesimetrisannya. Dada yang asimetris dapat disebabkan oleh kelainan pada sruktur tulang atau isi thoraks. Perhatikan apakah sela iga sama lebar satu dengan yang lainnya pada kedua sisi, lalu perhatikan kesimetrisan ruang supraklavikula.Kemudian periksa dinamika pernafasan. Inspirasi biasanya dilakukan secara aktif, sedangkan ekspirasi pasif. Inspirasi maksimum yang dilakukan oleh orang normal mempergunakan otot-otot tambahan di leher yang mengangkat iga pertama dan kedua dan, sedikit mengangkat klavikula.Dengarkanlah suara pasien. Pasien dengan paralisis pita suara mungkin datang dengan suaara mendesah. Pasien dengan kapasitas vital yang sangat berkurang mungkin berhenti beberapa kali selama mengucapkan suatu kalimat. Jika pasien mengeluarkan sputum, periksalah secara makroskopis dan kemudian mikroskopis.2.3.2 Palpasi11Rabalah bentuk yang asimetris dan kontur abnormal untuk menilai kontur dan konsistensinya yang tepat.Lalu palpasilah peristiwa dinamik pada proses pernafasan. Letakkan satu tangan pada tiap sisi dada dan minta pasien untuk bernapas dalam-dalam. Apakah gerakan tiap sisi berjalan secara sinkron baik dari segi waktu maupun perluasannya? Ulangilah di bagian posterior dan superior.Suara tambahan bernada rendah dapat diperiksa secara lebih baik dengan palpasi ketimbang dengan auskultasi. Suara yang diucapkan secara normal menimbulkan resonansi yang dapat dipalpasi fremitus raba. Pakailah sisi ulnar jari ke lima atau telapak tangan pada tempat yang sama di atas tiap paru dan mintalah pasien untuk mengucapkan sembilan puluh sembilan. Penyimpangan dari suara-suara ini mengikuti prinsip-prinsip yang sama seperti saat auskultasi. Fremitus lebih jelas pada pria ketimbang pada wanita karena suara bernada rendah lebih mendekati resonansi alamiah dada. Fremitus pada anak menonjol karena dada anak-anak mempunyai frekuensi alamiah yang lebih tinggi, mendekati suara anak-anak yang berfrekuensi lebih tinggi.Kini palpasilah trakea selama inspirasi dalam. Trakea dapat mengalami deviasi yang terus-menerus atau hanya selama inspirasi. Kalau perlu, ukurlah pengembangan dada dengan pita pengukur pada inspirasi dan ekspirasi penuh.2.3.3 Perkusi11Tujuan perkusi adalah untuk memperlihatkan keadaan pekak pada tempat-tempat dimana seharusnya ada resonansi. Jaringan yang mengandung udara lebih resonan ketimbang jaringan padat. Nada resonansi harus sama di kedua sisi dada dari seorang pasien. Nada perkusi menjadi pekak jika ruang pleura berisi cairan.2.3.4 Auskultasi11Pada dinding dada dapat terdengar suara yang berasal dari berbagai macam sumber. Gerakan udara melalui bronkus dan alveolus menimbulkan getaran suara. Adanya kelainan di dalam paru mengubah suara-suara yang timbul secara alamiah atau penghantaran suara-suara yang diucapkan.Dalam melakukan auskultasi pada dada pakailah diafragma stetoskop, dan mintalah pasien untuk menarik napas dan mengeluarkan napas secara perlahan-lahan melalui mulutnya. Pernafasan melalui mulut sangat meningkatkan intensitas suara yang akan terdengar. Mulailah di bagian anterior dan di bagian atas dada. Bandingkanlah satu sisi dengan sisi lainnya sambil bergerak turun. Lakukanlah auskultasi di bagian posterior dada dan terutama perhatikanlah basis paru. Basis paru merupakan tempat yang paling mungkin untuk timbulnya akumulasi cairan dalam jumlah kecil di dalam alveolus. Pada pasien geriatrik tidak jarang ditemukan beberapa ronki basah di tempat ini.Biasanya terdengar tiga bunyi pernafasan normal. Bunyi pernafasan vesikuler timbul karena berpusarnya udara di dalam alveolus dan merupakan bunyi pernafasan normal. Bunyi ini terdengar pada waktu inspirasi, bernada rendah, halus, dan terdengar paling jelas di bagian perifer paru.Bunyi pernafasan bronkial timbul karena turbulensi udara di dalam bronkus kartilaginosa. Bunyi ini lebih kasar dan nadanya lebih tinggi daripada bunyi vesikuler dan tidak dapat didengar di bagian perifer paru normal. Bunyi ini dapat mempunyai komponen inspirasi dan ekspirasi.Bunyi pernafasan bronkovesikuler merupakan campuran kedua unsur ini. Bunyi ini dapat didengar pada tempat-tempat dimana ada bronkiolus besar yang ditutupi oleh satu lapisan tipis alveolus, misalnya di daerah infraklavikuler kanan dekat sternum.Fremitus vokal dipakai untuk memastikan terjadinya perubahan dalam densitas paru. Untuk memeriksa paru dengarkanlah suara yang diucapkan dan dibisikkan. Mintalah pasien untuk membisikkan berulang-ulang sembilan puluh sembilan ketika anda sedang mendengarkan. Suara yang diucapkan menjadi tidak jelas dan melemah pada saat ia mencapai bagian perifer paru. Biasanya, suara yang dibisikkan tidak dapat didengar di bagian perifer.Faktor tunggal terpenting yang menimbulkan bunyi abnormal di dalam paru adalah cairan. Cairannya dapat berupa transudat edema, eksudat purulen, atau mukus dalam jumlah abnormal.

3. Pemeriksaan Penunjang3.1 Elektrokardiogram (EKG)Alat ini merekam aktivitas listrik sel di atrium dan ventrikel serta mernbentuk gelombang dan kompleks yang spesik. Aktivitas listrik tersebut didapat dengan menggunakan elektroda di kulit yang dihubungkan dengan kabel ke mesin EKG. Jadi EKG merupakan voltmeter yang merekarn aktivitas listrik akibat depolarisasi sel otot jantung.12Pada EKG terdapat tanda-tanda hipertrofi ventrikel kanan dan pembesaran atrium kanan, P pulmonal, aksis QRS ke kanan, atau RBBB, voltase rendah karena hiperinflasi, RS-T sagging II, III, aVF, tetapi kadang-kadang EKG masih normal. Gelombang S yang dalam pada V6. EKG sering menyerupai infark miokard yaitu adanya gelombang Q pada II, III, aVF namun jarang dalam dan lebar seperti pada infark miokard inferior.13

3.2 Film PolosFilm polos dapat rnengevaluasi ukuran jantung dan pembesaran ruang jantung. Pada proyeksi Foto PA dada standar, rasio diameter jantung dengan diameter interna maksimal dari dada harus tidak lebih besar dari 50% pada lm dengan inspirasi penuh. Film saat ekspirasi dapat memberikan kesan yang salah tentang adanya kardiomegali dan kongesti pulmonal. Film pada posisi supine juga memberikan gambaran yang serupa.14Pada cor pulmonale, tampak kelainan paru disertai pembesaran ventrikel kanan, dilatasi arteri pulmonal, dan atrium kanan yang menonjol. Kardiomegali sering tertutup oleh hiperinflasi paru yang menekan diafragma sehingga jantung tampaknya normal. Pembesaran ventrikel kanan lebih jelas pada posisi oblik atau lateral. Harus diteliti adanya kelainan parenkim paru, pleura atau dinding, dan rongga toraks.13

3.3 Ekokardiografi15Ekokardiografi memanfaatkan gelombang ultrasonografi yang diarahkan ke dinding dada kemudian dianalisis oleh komputer saat gelombang dikembalikan dari dada. Komputer menghasilkan gambaran yang digunakan utnuk menghitung ukuran dan pergerakan ruang jantung, performa katup, dan aliran darah yang melewati jantung. Pemeriksaan ini memiliki sensitivitas tinggi dan tidak invasif, serta memberi gambaran visual denyut jantung.

3.4 Kateterisasi JantungPada kateterisasi jantung, yang juga dikenal coronary angiogram, selang yang bersifat fleksibel (kateter) dimasukkan melalui vena perifer (femoralis atau brakialis) ke dalam sisi kanan jantung, atau melalui arteri perifer (femoralis atau brakialis) ke dalam sisi kiri jantung. Melalui kateter tersebut, ruangan jantung dapat divisualisasikan, serta dapat mengukur tekanan ruang dan kandungan oksigen jantung. Pewarna radioaktif mungkin diinjeksikan melalui kateter dan kemampuan zat warna untuk bergerak melewati ruang jantung dan pembuluh darah dapat diamati dengan menggunakan teknik sinar X. Gerakan katup dapat diamati. Karena kateterisasi jantung merupakan prosedur invasive, komplikasi mungkin saja terjadi. Termasuk robeknya dinding pembuluh darah. Setelah selesai prosedur, pasien harus tetap berbaring selama 4-6 jam sampai pembuluh darah tungkai menutup (merapat kembali).15Pada kateterisasi jantung ditemukan peningkatan tekanan jantung kanan dan tahanan pembuluh paru. Tekanan atrium kiri dan tekanan baji kapiler paru normal, menandakan bahwa hipertensi pulmonal berasal dari prakapiler dan bukan berasal dari jantung kiri.13

3.5 Tes Fungsi Paru1Evaluasi fungsi paru memberikan informasi tentang status fungsional yang membantu menetapkan derajat kebugaran atau kelemahan. Hal yang paling mendasar pada tes ini adalah kapasitas vital (FVC), volume ekspirasi paksa detik pertama (FEV1), dan perbandingan kedua hasil tersebut (FEV1/FVC). FVC adalah seluruh volume udara yang bisa dikeluarkan secara paksa dari paru setelah dilakukan ekspirasi maksimum dan FEV1 adalah volume udara yang dikeluarkan pada detik pertama manuver tersebut.Nilai tes ini memberikan hasil yang berbeda menurut jenis kelamin, umur, tinggi badan, dan ras. Umumnya, FEV1 bertambah dengan pertumbuhan paru sampai dengan usia 20-25 tahun, selanjutnya menurun 25-30 ml/tahun. Perokok dan kelompok pekerja terpajan iritan debu atau gas tertentu menunjukkan adanya percepatan penurunan FEV1. Nilai FVC atau FEV1 sebesar 80% atau melebihi nilai yang diperkirakan biasanya dianggap normal.Penyakit yang menyebabkan inflamasi dan penebalan dinding alveoli, seperti pada alveolitis fibrosis, asbestosis, dan pneumonia hipersensitif menyebabkan paru menjadi kaku dengan terganggunya proses transfer udara. Pada paru yang bertambah kaku, volume udara yang bisa dimasukkan ke dalam paru akan berkurang tapi bukan kecepatan udara yang dapat dikeluarkan. Tentu saja rasio FEV1/FVC sering lebih dari normal (>90%), karena FVC berkurang lebih banyak dibandingkan FEV1. Aliran maksimal pada volume paru yang kecil juga bertambah. Kecepatan aliran yang berada di atas nilai normal mungkin disebabkan oleh bertambahnya daya elastisitas pengembangan paru yang merupakan ciri penyakit paru interstitialis. Gangguan proses transfer udara yang terkait dapat ditunjukkan oleh berkurangnya pengambilan karbonmonoksida dari udara yang dihirup.

3.6 Analisa Gas Darah Arteri (AGD)16Pemeriksaan ini digunakan untuk mengukur tekanan parsial oksigen arteri (Pa O2), tekanan parsial karbondioksida (Pa CO2), dan pH dari sampel arteri. Nilai kandungan oksigen (O2CT), saturasi oksigen arteri (SA O2), dan bikarbonat (HCO3-) juga diukur. Sampel darah untuk pemeriksaan ini dapat diambil dari pungsi arteri perkutan atau dari jalur arteri.Tujuan: Untuk menilai efisisensi pertukaran gas paru Menilai integritas system pengendalian ventilasi Menentukan kadar asam basa darah Memantau terapi pernapasan. Nilai Rujukan:Nilai GDA yang normal berkisar sebagai berikut: Pa O2:80-100 mmHg (SI 10,6-13,3 kPa) Pa CO2: 35-45 mmHg (SI 4,7- 5,3 kPa) pH: 7,35-7,45 O2CT: 15-23% (SI 0,15-0,23) SaO2: 94-100% (SI 0,94-100) HCO3-: 22-25 mEq/L (SI, 22-25 mmol/L)

3.7 Hitung Sel Darah Putih16Hitung sel darah putih (SDP) menunjukkan jumlah sel darah putih dalam mikroliter dari keseluruhan darah. Hitung SDP mungkin bervariasi sebanyak 2000 sel/l setiap hari akibat olahraga berat, stres, atau pencernaan.Hitung SDP mungkin meningkat atau menurun secara bermakna pada penyakit tertentu, tapi secara diagnostik berguna hanya apabila hitung jenis SDP dan status klinis dipertimbangkan juga.Nilai Rujukan: Hitung SDP berkisar dari 4.000 sampai 10.000/l.Temuan Abnormal:Hitung SDP yang tinggi (leukositosis) seringkali menandakan adanya infeksi, seperti suatu abses, meningitis, apendisitis, atau tonsilitis. Hitung yang tinggi juga diakibatkan oleh leukimia dan nekrosis jaringan pada luka bakar, infark miokard, atau gangren.Hitung SDP yang rendah (leukopenia) menunjukkan depresi sumsum tulang yang mungkin diakibatkan oleh infeksi virus atau reaksi toksik. Seperti halnya pengobatan dengan antineoplastik, menelan air raksa atau logam berat lainnya, juga pajanan dengan benzena atau arsenik. Leukopenia secara khas menyertai influenza, demam tifoid, campak, hepatitis infeksiosa, mononukleosis, dan rubela.

4. Diagnosis Klinis: Cor Pulmonale13Cor pulmonal merupakan penyakit paru dengan hipertrofi dan atau dilatasi ventrikel kanan akibat gangguan fungsi dan atau struktur paru (setelah menyingkirkan penyakit jantung kongenital atau penyakit lain yang primernya pada jantung kiri).Etiologi13Penyakit ini disebabkan oleh: Penyakit paru obstruktif kronik. Emfisema. Obstruksi pembuluh darah: emboli paru, atau penyakit yang menyebabkan kompresi perivaskular atau destruksi jaringan pada fibrosis paru, granulomatosis, kanker paru. Hipertensi pulmonal primer. Vasokonstriksi pulmonal menyeluruh: dapat disebabkan oleh hipoksia, pirau intrapulmonal kanan ke kiri.PatofisiologiPada tuberculosis paru yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi dan retraksi otot-otot interkostal. Bagian paru yang sakit jadi menciut dan menarik isi mediastinum dan paru lainnya. Bila jaringan fibrotic amat luas yakni lebih dari setengah jumlah jaringan paru-paru, akan terjadi pengecilan daerah aliran darah paru dan selanjutnya meningkatkan tekanaan arteri pulmonalis (hipertensi pulmonal) diikuti terjadinya kor pulmonal dan gagal jantung kanan.17Manifestasi Klinis13Perlu dilakukan anamnesis yang teliti ada tidaknya penyakit paru yang mendasari dan jenis kelainan paru seperti batuk kronik yang produktif, sesak napas waktu beraktivitas, napas yang berbunyi, mudah lelah, dan kelemahan. Pada fase awal berupa pembesaran ventrikel kanan, tidak menimbulkan keluhan, jadi lebih banyak keluhan akibat penyakit parunya. Keluhan akibat pembesaran ventrikel kanan baru timbul bila sudah ada gagal jantung kanan; tekanan vena sentral meningkat tinggi sekali pada gagal jantung kanan, terlihat sebagai distensi vena jugularis, dan menyebabkan akumulasi cairan di jaringan perifer (edema perifer), peritoneum (asites) dan hepar, mengakibatkan hepatomegali. Pasien dapat mengalami edema pitting di kaki yang berkurang ketika berbaring.18 Infeksi paru sering mencetuskan gagal jantung, hipersekresi bronkus, edema alveolar, serta bronkospasme yang menurunkan ventilasi paru lalu timbul gagal jantung kanan.Pada pemeriksaan fisik ditemukan sianosis, jari tabuh, peningkatan tekanan vena jugularis, heaving ventrikel kanan atau gallop, pulsasi menonjol di sternum bagian bawah atau epigastrium (parasternal lift), pembesaran hepar dan nyeri tekan, asites, dan edema.

5. Pajanan yang DialamiUrutan kegiatanBahayaPotensial gangguan kesehatanResiko kesehatan kerja

FisikKimiaBiologiErgonomiPsikososial

Perjalanan rumah pasar-angin-hujan-gelap--kabut-Bakteri-Virus-serangga-Lama berdiri-jalan jauh-bawa banyak belanjaan-Stres-ngantuk

-gangguan pernafasan-kurang tidur

-kecelakaan lalulintas-tindakan kriminal-terpleset

Belanja di pasar(daging, sayur)-dingin-hujan-keramaian

-pestisida-gas

-bakteri-virus-lama berdiri-bawa banyak belanjaan-stres-ngantuk-duit kurang-barang yang lupa dibeli-muskuloskletal- low back pain-pernafasan-terjatuh , terpleset

Jualan keliling-panas-sinar terik matahari-kering-Tekanan udara rendah-hujan-debu beterbangan-asap kendaraan-bakteri-virus-lama berdiri-jalan jauh-bawa gerobak-jalanan naik turun-stres-sepi pembeli-hujan-muskuloskeletal-pernafasan-low back pain-luka potong-terjatuh , terpleset- terserempet kendaraan

6. Hubungan Pajanan dengan PenyakitApapun yang kita hirup akan selalu melewati sistem respirasi terlebih dahulu dan pada proses tersebut kontaminan dapat menyebabkan reaksi mendadak pada saluran udara atau alveoli sehingga menyebabkan inflamasi. Hal ini dapat memberikan manifestasi seperti asma atau alveolitis atau edema paru dengan mekanisme yang mungkin disebabkan oleh iritasi atau alergi. Mekanisme lain yang mungkin terjadi berupa tertinggalnya kontaminan dalam jaringan paru selama bertahun-tahun dan mengakibatkan fibrosis yang progresif atau bahkan perubahan karsinogenik.1 Pada kasus ini, fibrosis paru diperparah oleh gangguan vaskular paru dalam perjalanan reaksi fibrotik terhadap debu seperti silika, asbes, batubara dan bahan-bahan organik.2Dari factor fisiologis, jam kerja yang terlalu lama, dan kelelahan mempunyai hubungan dengan kumatnya penyakit yang berhubungna dengan tekanan darah dan jantung. kelelahan adalah kondisi tubuh akibat berkurangnya energi atau kekuatan akibat kerja yang berlebihan, kurang tidur, khawatir, kebosanan, olahraga terlalu keras atau kurangnya melakukan aktivitas fisik. Jika kondisi tubuh yang kelelahan ini diikuti dengan pola makan dan tidur yang buruk seperti merokok, begadang dan mengonsumsi kopi maka bisa semakin memperberat kerja dari jantung.Saat tubuh mengalami kelelahan maka tubuh akan bernapas lebih cepat dan lebih dalam untuk memasok oksigen lebih banyak. Kondisi ini tentu saja akan berpengaruh terhadap kerja jantung yang semakin berat. Kondisi ini bisa menyebabkan terjadinya kram otot dan kram jantung yang membuat seseorang terkena serangan jantung. Hal ini akan lebih berisiko pada orang yang sudah memiliki gangguan jantung sebelumnya serta memiliki pola hidup yang tidak sehat.Serangan jantung atau yang juga dikenal denganmyocardial infractionadalah kematian otot jantung mendadak karena halangan yang tiba-tiba pada arteri koroner akibat adanya pembekuan darah atau penyumbatan. Penyumbatan pada arteri ini mengambil darah dan oksigen dari otot jantung yang menyebabkan otot jantung mengalami cedera. Cedera pada jantung ini menimbulkan sakit dada dan sensasi yang menyakitkan. Jika aliran darah tidak dikembalikan ke otot jantung dalam 20-40 menit bisa menyebabkan kematian. 8

7. Pajanan Cukup BesarPada kasus ini, pajanan yang dialami pasien tidak diketahui secara spesifik baik secara kualitatif maupun kuantitatif.

8. Faktor Individu dan Faktor Lain di Luar Pekerjaan8.1 Usia dan Jenis Kelamin19Pria di bawah usia 50 tahun memiliki resiko lebih tinggi dibandingkan dengan wanita pada kelompok usia yang sama. Setelah menopause, resiko seorang wanita bertambah karena penurunan yang tajam dari hormon estrogen yang bersifat melindungi.8.2 Keturunan dari Keluarga19Penelitian menunjukkan bahwa jika terdapat riwayat gangguan jantung dalam keluarga, keturunan mereka lebih cenderung mengembangkan problem yang serupa.8.3 Diabetes Mellitus19Penderita diabetes dapat mengalami penyakit jantung akibat komplikasi dari penyakit tersebut.8.4 Merokok (Terkena Asap Rokok)19Merokok secara langsung bertanggung jawab atas kira-kira 20 persen dari semua kematian karena penyakit jantung dan hampir 50 persen dari serangan jantung pada wanita berusia di bawah 55 tahun. Merokok meningkatkan tekanan darah dan memasukkan zat-zat kimia beracun, seperti nikotin dan karbon monoksida, ke dalam aliran darah. Selanjutnya, zat-zat kimia ini akan merusak arteri. Para perokok juga membuat mereka yang ikut menghirup asapnya beresiko mengalami masalah pada jantung. Penelitian menyingkapkan bahwa orang-orang yang tidak merokok yang tinggal dengan para perokok memiliki tambahan resiko serangan jantung. Oleh karena itu, dengan berhenti merokok seseorang dapat mengurangi resikonya sendiri dan bahkan dapat menyelamatkan kehidupan orang-orang tercinta yang tidak merokok.8.5 Hipertensi19Hipertensi dapat melukai dinding arteri dan memungkinkan kolesterol LDL memasuki saluran arteri dan meningkatkan penimbunan plak. Seraya timbunan plak meningkat, terjadi lebih banyak penghalang terhadap aliran darah dan dengan demikian terjadilah peningkatan tekanan darah yang meningkatkan resiko serangan jantung.8.6 Obesitas19Kelebihan berat meningkatkan tekanan darah tinggi dan ketidaknormalan jumlah lemak. Menghindari atau mengobati obesitas (kegemukan) adalah cara utama untuk menghindari diabetes. Diabetes kemudian akan meningkatkan resiko penyakit jantung koroner.

8.7 Gaya Hidup Kurang Gerak19Orang-orang yang tidak banyak bergerak memiliki resiko serangan jantung yang lebih tinggi. Mereka menghabiskan sebagian besar dari hari mereka tanpa aktif secara fisik dan tidak berolahraga dengan teratur. Serangan jantung sering kali terjadi pada orang-orang ini setelah kegiatan-kegiatan yang berat seperti bekerja keras di kebun,jogging, mengangkat beban berat, atau menyekop salju. Tetapi resikonya menurun di antara mereka yang berolahraga dengan teratur. Jalan-jalan santai selama 20 hingga 30 menit sebanyak tiga atau empat kali seminggu dapat menurunkan resiko serangan. Olahraga dengan teratur dapat meningkatkan kemampuan jantung untuk memompa dan dapat menurunkan kadar kolesterol serta menurunkan tekanan darah.8.8 Stress19Berdasarkan penelitian, stres dapat menyebabkan penyempitan arteri dan ini menurunkan aliran darah hingga 27 persen. Penyempitan yang berarti bahkan dapat terlihat pada arteri yang terkena penyakit ringan. Penelitian lain mengesankan bahwa stres berat dapat menyebabkan pecahnya dinding arteri yang memicu serangan jantung.

9. Diagnosis OkupasiCor pulmonale ec komplikasi TB yang diperberat oleh pekerjaan.10. PenatalaksanaanPada dasarnya adalah mengobati penyakit dasarnya. Pengobatan terdiri dari: tirah baring, diet rendah garam, dan medikamentosa berupa diuretik, digitalis, terapi oksigen, dan pemberian antikoagulan. Digitalis diberikan terutama bila terdapat gagal jantung kanan, tetapi yang paling penting adalah mengobati penyakit paru yang mendasarinya. Terapi oksigen sangat penting, bahkan kadang-kadang perlu ventilator mekanik bila terjadi retensi CO2 yang berbahaya (gagal napas). Pada kasus eksaserbasi akut insufisiensi paru, sering pasien perlu dirawat intensif untuk aspirasi sekret bronkus, pengobatan infeksi paru, bronkodilator, kortikosteroid, keseimbangan cairan, dan pengawasan penggunaan sedatif. Kadang-kadang diperlukan trakeostomi untuk membantu aspirasi sekret dan mengurangi ruang mati. Antikoagulan dapat mencegah trombosis yang memperberat penyakit paru obstruktif kronik.13

11. Pencegahan1Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas dini dan sebagian besar dapat dicegah. Tempat kerja memberikan kesempatan unik untuk praktek meningkatkan kesehatan, termasuk mencegah penyakit tersebut. Agar efektif, upaya peningkatan kesehatan di tempat kerja membutuhkan komitmen sepenuh hati dari pimpinan. Manfaat kemajuan produktivitas dan peningkatan rasa sehat serta moral para pekerja dapat sangat memuaskan. Pada program peningkatan kesehatan, tekanan dapat diberikan pada hal berikut:11.1 Pengurangan atau Penghentian Kebiasaan Merokok1Kebiasaan merokok adalah faktor risiko utama penyakit jantung koroner, penyakit pembuluh darah perifer, dan stroke. Penyuluhan yang informatif serta dapat memotivasi oleh petugas kesehatan, konseling pribadi maupun kelompok, pembagian selebaran bagaimana cara untuk berhenti merokok, dapat sangat efektif. Pekerja yang tidak merokok harus dilindungi dengan peraturan seperti dilarang merokok di semua area bangunan atau hanya diperbolehkan merokok di area yang telah disediakan.11.2 Alkohol1Konsumsi alkohol dalam jumlah yang banyak meningkatkan risiko kardiovaskular. Pernyataan bahwa alkohol yang diminum dalam jumlah yang tidak terlalu banyak dapat mengurangi risiko penyakit jantung koroner, tidak dapat dibenarkan.11.3 Olah Raga dan Fitness1Bukti menyatakan bahwa kegiatan fisik yang dilakukan secara teratur dapat membantu proses penurunan berat badan, kadar lemak dalam darah, tekanan darah, dan faktor risiko penyakit kardiovaskular lainnya. Program untuk menganjurkan olah raga aerobik di tempat kerja, misalnya pada waktu istirahat makan siang, atau pada pagi hari sebelum memulai kerja, harus digalakkan.11.4 Program Penapisan1Program penapisan faktor risiko lain, seperti hiperlipidemia, tekanan darah tinggi dan diabetes mellitus, harus dianjurkan.11.5 Pengawasan Kantin Tempat Kerja1Tim kesehatan kerja harus aktif dan berminat menjamin bahwa makanan yang dijual di kantin tempat kerja bergizi dan tidak meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular, khususnya kandungan kalori dan lemak.

PenutupCor pulmonal terjadi karena hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan akibat fibrosis paru akibat komplikasi TBC. Keluhannya berupa nyeri dada, sesak nafas, mudah lelah,JVP yang meningkat. Hal ini dapat diperberat pada saat pasien sedang mengalami kelelahan dimana kebutuhan oksigen meningkat sehingga menambah beban kerja jantung. Prinsip penatalaksanaannya yaitu dengan mengobati penyakit dasarnya, terapi simptomatik sampai terapi pembedahan dan menghindari faktor pemberat misalnya kelelahan. Daftar Pustaka1. Jeyaratnam J, Koh D. Buku ajar praktik kedokteran kerja. Jakarta: EGC, 2009.h.59-63,70-4. 2. WHO. Deteksi dini penyakit akibat kerja. Jakarta: EGC, 1995.h.245-6.3. Soegondo S. Penuntun anamnesis dan pemeriksaan fisis. Jakarta: Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005.h.35-7.4. Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2002.h.27-33,362-3.5. Castellanos A, Kessler KM, Meyerburg RJ. The resting electrocardiogram. In: Hurst, The heart. 8th edition. McGraw-Hill Inc, 2003.p.321-52.6. Epi, Servasius. Anamnesis: cara melakukan wawancara untuk menegakkan diagnosis. Diunduh dari http://sikkahoder/2012/12/anamnesis-cara-melakukan-wawancara.html. Pada: Jumat, 4 oktober 2013. 22.59 WIB.7. Waskito, budi arief. Anamnesa dan Pemeriksaan fisik kardiovaskular. FK UWKS : 2008.8. Gray,Huon H,dkk.2005.Lecture Notes Kardiologi.Jakarta: Erlangga9. Welsby PD. Pemeriksaan Fisik dan Anamnesis Klinis. Jakarta: EGC, 2009.h.36-7,40-2, 53-4.10. Joewoni BS. Ilmu penyakit jantung. Surabaya: FK Airlangga, 2003.h.16-17.11. Burnside JW, McGlynn TJ. Adams diagnosis fisik. Edisi 17. Jakarta: EGC, 1995.h.195-207.12. Dharma S. Sistematika interpretasi EKG: Pedoman praktis. Edisi ke-1. Jakarta: EGC, 2010.h.7,11-8.13. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita selekta kedokteran. Edisi ke-3. Jilid 1. Jakarta: Media Aesculapius FKUI, 2008.h.453-4.14. Patel PR. Lecture notes: radiologi. Edisi ke-2. Jakarta: Penerbit Erlangga. 2007.h.66-70.15. Corwin, Elizabeth J. Patofisiologi : buku saku. Ed 3. Jakarta: EGC, 2009.h.468-70.16. Kowalak JP, Welsh W, editor. Buku pegangan uji diagnostik. Ed. 3. Jakarta: EGC, 2009.h.137-9,171-2,191-99. 17. Sudoyo AW, Setohadi B, Alwi I. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid III. Edisi V. Jakarta: Interna Publishing, 2009.h.2230-8.18. Aaronson PI, Ward JPT. The cardiovascular system at a glance. Third edition. UK: Blackwell Publishing, 2007.p.101.19. Magdalena, Maureen. Faktor faktor utama terkena resiko penyakit jantung. Diunduh dari: http://www.deherba.com. pada 5 oktober 2013, 00.07 WIB.1*Mahasiswi semester 7 fakultas kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJalan Arjuna Utara no.6, [email protected]