contoh proposal usulan penelitian fakultas pertanian

44
CONTOH PROPOSAL USULAN PENELITIAN FAKULTAS PERTANIAN USULAN PENELITIAN APLIKASI BEBERAPA DOSIS KOMPOS LEGUMINOSA DENGAN PENGGUNAAN BIO-AKTIVATOR Trichoderma sp. TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN CABAI (Capsicum annuum L) Oleh : REFLI JUNAIDI NIM : 1006121470 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI JURUSAN AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU 2014 USULAN PENELITIAN APLIKASI BEBERAPA DOSIS KOMPOS LEGUMINOSA DENGAN PENGGUNAAN BIO-AKTIVATOR Trichoderma sp. TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN CABAI (Capsicum annuum L)

Upload: kioko-maruko

Post on 09-Nov-2015

260 views

Category:

Documents


20 download

DESCRIPTION

proposal

TRANSCRIPT

CONTOH PROPOSAL USULAN PENELITIAN FAKULTAS PERTANIAN USULAN PENELITIAN

APLIKASI BEBERAPA DOSIS KOMPOS LEGUMINOSA DENGAN PENGGUNAAN BIO-AKTIVATOR Trichoderma sp. TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN CABAI (Capsicum annuum L)

Oleh :

REFLI JUNAIDINIM : 1006121470

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGIJURUSAN AGROTEKNOLOGIFAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS RIAUPEKANBARU2014

USULAN PENELITIAN

APLIKASI BEBERAPA DOSIS KOMPOS LEGUMINOSA DENGAN PENGGUNAAN BIO-AKTIVATOR Trichoderma sp. TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN CABAI (Capsicum annuum L)

Oleh :

REFLI JUNAIDINIM : 1006121470

Diajukan sebagai salah satu syaratuntuk melaksanakan penelitian

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGIJURUSAN AGROTEKNOLOGIFAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS RIAUPEKANBARU2014

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kesehatan dan keselamatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan usulan penelitian dengan judul Aplikasi Beberapa Dosis Kompos Leguminosa dengan Penggunaan Bio-Aktivator Trichoderma sp. Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Cabai (Capsicum Annuum L). Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Fifi Puspita, MP sebagai dosen pembimbing I dan Ir. Armaini, M.Si sebagai dosen pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan, petunjuk dan motivasi sampai selesainya usulan penelitian ini. Tidak lupa pula buat seluruh rekan-rekan yang telah banyak membantu penulis di dalam penyelesaian usulan penelitian ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. Tidak ada yang pantas diberikan, selain balasan dari Tuhan Yang Maha Esa untuk kemajuan kita semua dalam menghadapi masa depan nanti. Akhirnya penulis sangat mengharapkan agar usulan penelitian ini bermanfaat bagi kita semua dan dapat menjadi acuan dalam pelaksanaan penelitian.

Pekanbaru, Januari 2014

Refli Junaidi

DAFTAR ISI

HalamanKATA PENGANTAR....................................................................................... iiiDAFTAR ISI....................................................................................................... ivDAFTAR LAMPIRAN...................................................................................... vI....... PENDAHULUAN..................................................................................... 1....... 1.1. Latar Belakang..................................................................................... 1......... 1.2. Tujuan Penelitian................................................................................. 3......... 1.3. Hipotesis.............................................................................................. 3II...... TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 4......... 2.1. Tanaman Cabai......................................................................... ........... 4......... 2.2. Syarat Tumbuh..................................................................................... 6......... 2.3. Trichoderma sp.................................................................................... 7......... 2.4. Kompos Leguminosa........................................................................... 8III.... BAHAN DAN METODE......................................................................... 11......... 3.1. Tempat dan Waktu.............................................................................. 11......... 3.2. Bahan dan Alat.................................................................................... 11......... 3.3. Rancangan Penelitian........................................................................... 11......... 3.4. Pelaksanaan Penelitian......................................................................... 12......... 3.5. Pengamatan.......................................................................................... 16DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 19LAMPIRAN........................................................................................................ 22

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman1. .. Jadwal rencana kegiatan penelitian................................................................ 222.... Deskripsi tanaman cabai varietas SSP IPB......................................... ........... 233.... Denah penelitian Rancangan Acak Lengkap (RAL)...................................... 244.... Perhitungan perlakuan dosis kompos leguminosa.......................................... 255.... Cara pembuatan kompos leguminosa............................................................. 266.... Cara pembuatan pestisida nabati.................................................................... 27

BAB.I PENDAHULUAN1.1. Latar BelakangCabai (Capsicum annuum L) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi penting di Indonesia dan dibutuhkan oleh hampir seluruh lapisan masyarakat, sehingga volume peredarannya di pasaran sangat besar. Secara umum cabai memiliki banyak kandungan gizi dan vitamin, diantaranya Kalori, Protein, Lemak, Kabohidrat, Kalsium, Vitamin A, B1 dan Vitamin C (Rukmana, 1995).Menurut Badan Pusat Statistik (2012) produksi cabai merah di Provinsi Riau pada tahun 2011 adalah 15.909 ton dengan luas areal panen 3.488 hektar dan produktivitas rata-rata 4,56 ton/hektar. Produktivitas cabai di Riau ini masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan provinsi-provinsi yang ada di Indonesia pada umumnya seperti Sumatera Barat yang mencapai 65.108 ton dengan luas areal panen 8.196 hektar dengan produktivitas rata-rata 7,94 ton/hektar, sedangkan Sumatera Utara 245.773 ton dengan luas areal panen 22.129 hektar dan produktivitas rata-rata 11,11 ton/hektar.Rendahnya produktivitas cabai di Riau salah satunya disebabkan petani cabai yang belum menggunakan benih cabai varietas unggul, padahal dengan penggunaan varietas unggul tanaman cabai produksinya bisa mencapai 15-20 ton/ha (Suseno, 2002). Varietas cabai SSP IPB yang digunakan dalam penelitian ini merupakan salah satu varietas cabai yang dikeluarkan oleh Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB yang memiliki rasa pedas (kandungan kapsaicin 967 ppm) dengan panjang buah 12-15 cm, bobot per buah 8-10 gram, produktivitas 700-800 gram/tanaman dan umur panen 72-78 hari setelah tanam, dimana untuk umur panen varietas ini lebih cepat dibandingkan dengan varietas cabai pada umumnya.Selain itu, rendahnya produktivitas cabai di Riau juga disebabkan penggunaan pupuk anorganik ( Urea, TSP, KCL ) secara terus menerus yang tidak di imbangi dengan pupuk organik, sehingga dapat merusak tanah (Suseno, 2002). Pupuk anorganik sangat sedikit ataupun hampir tidak mengandung unsur hara mikro, oleh sebab itu perlu di imbangi dengan penggunaan pupuk organik atau kompos yang banyak mengandung hara mikro terutama kompos yang berasal dari daun-daunan seperti kompos leguminosa (Pracaya, 2001) Kompos leguminosa ialah kompos yang paling praktis yang dapat digunakan oleh petani cabai, karna bahan dasar kompos ini mudah didapatkan serta tidak banyak mengeluarkan biaya, sehingga kompos leguminosa dapat menjadi salah satu sumber hara organik alternatif yang dapat digunakan oleh petani cabai secara langsung (Krishnawati, 2003).Kompos Leguminosa adalah peruraian bahan organik dari tanaman leguminosa oleh jasad renik (mikrobia) yang dalam penelitian ini menggunakan Bio-Aktivator Trichoderma sp. Pemberian kompos leguminosa ini tidak hanya memperkaya unsur hara bagi tanaman, namun juga berperan dalam memperbaiki struktur tanah, tata udara dan air dalam tanah, mengikat unsur hara dan memberikan makanan bagi jasad renik yang ada dalam tanah, sehingga meningkatkan peran mikrobia dalam menjaga kesuburan tanah. Selain itu, pembuatan kompos leguminosa ini juga relatif mudah. Keunggulan lainnya adalah mudah terurai di dalam tanah sehingga mempercepat penyiapan unsur hara bagi tanaman. Oleh sebab itu penggunaan kompos leguminosa diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman cabai (Kartini, 2007).Berdasarkan uraian dapat di identifikasi beberapa permasalahan rendahnya produktivitas cabai di Riau, disebabkan karena petani cabai yang belum menggunakan benih cabai varietas unggul, penggunaan pupuk anorganik ( Urea, TSP, KCL ) secara terus menerus yang tidak di imbangi dengan pupuk organik, sehingga di asumsikan penggunaan kompos leguminosa yang memanfaatkan bioaktivator Trichoderma sp. dengan penggunaan varietas cabai SSP IPB, menjadi salah satu alternatif dalam mengatasi permasalahan rendahnya produktivitas cabai di Riau.Berdasarkan dari penjelasan dan uraian di atas, maka penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul Aplikasi Beberapa Dosis Kompos Leguminosa dengan Penggunaan Bio-Aktivator Trichoderma sp. Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Cabai (Capsicum Annuum L).

1.2. Tujuan PenelitianTujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh aplikasi beberapa dosis kompos leguminosa yang memanfaatkan bioaktivator Trichoderma sp. dan mendapatkan dosis kompos leguminosa yang terbaik dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman cabai (Capsicum Annuum L).

1.3. HipotesisPemberian kompos leguminosa dengan dosis 150 gram/tanaman atau setara dengan 30 ton/ha merupakan pemberian dosis terbaik terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman cabai (Capsicum Annuum L).

BAB.II TINJAUAN PUSTAKA2.1. Tanaman Cabai Tanaman cabai merupakan tanaman perdu dari famili terong-terongan (solanaceae) yang memiliki nama ilmiah Capsicum sp. Cabai berasal dari benua Amerika tepatnya daerah Peru dan menyebar ke negara-negara benua Amerika, Eropa dan Asia termasuk Negara Indonesia, mereka memanfaatkan tanaman berbuah pedas tersebut sebagai bumbu penyedap masakan (Prajnanta, 1999).Dari masa ke masa, tanaman cabai mengalami perkembangan. Perkembangan ini bisa dikatakan sejalan dengan perkembangan penduduk, kemajuan teknologi dan kemampuan berevolusi dan beradaptasi dari tanaman itu sendiri. Perkembangan penduduk antara lain menyebabkan peningkatan permintaan akan cabai. Kemajuan teknologi yang ditopang oleh kemajuan berevolusi dan beradaptasi, antara lain berhasil memurnikan varietas cabai yang ada (Pracaya, 2001). Di Indonesia sendiri, penanaman cabai bermacam-macam tergantung daerahnya. Cabai sering disebut dengan berbagai nama lain, misalnya, lombok, cengis, cengek, dan masih banyak lagi sebutan lainnya (Prajnanta, 1999). Dalam tata nama ilmiah, menurut Suseno (2002) tanaman cabai termasuk dalam genus Capsicum, dengan klasifikasi lengkap sebagai berikut : Kingdom :Plantae, Divisi :Magnolioyt, Kelas :Magnoliopsida, Sub kelas :Asteridae, Ordo :Solanales, Famili :Solanaceae, Genus :Capsicum.

Tanaman cabai mempunyai akar tunggang yang terdiri atas akar utama dan akar lateral, akar lateral mengeluarkan serabut, mampu menembus kedalaman tanah sampai 50 cm dan melebar sampai 45 cm (Prihmantoro, 2001). Tanaman cabai merupakan tanaman perdu dengan batang berkayu, batang akan tumbuh sampai ketinggian 120 cm, kemudian membentuk banyak percabangan, dengan lebar tajuk tanam sampai 90 cm (Suseno, 2002).Batang tanaman cabai berwarna hijau, hijau tua, atau hijau muda. Pada batang-batang yang telah tua (biasanya batang paling bawah), akan muncul warna coklat seperti kayu, ini merupakan kayu semu, yang diperoleh dari pengerasan jaringan parenkim (Prajnanta, 1999).Daun tanaman cabai bervariasi menurut spesies dan varietasnya. Ada daun yang berbentuk oval dan ada juga yang berbentuk lonjong. Warna permukaan daun bagian atas biasanya hijau muda, hijau, hijau tua, bahkan hijau kebiruan (Prihmantoro, 2001). Permukaan daun pada bagian bawah umumnya berwarna hijau muda, hijau pucat atau hijau. Permukaan daun cabai ada yang halus dan ada pula yang berkerut-kerut. Ukuran panjang daun cabai antara 3-11 cm, dengan lebar antara 1-5 cm berbentuk lonjong (Pracaya, 2001).Bunga tanaman cabai juga bervariasi, namun memiliki bentuk yang sama, yaitu berbentuk bintang. Ini menunjukkan tanaman cabai termasuk dalam sub kelas Asteridae (berbunga bintang). Bunga biasanya tumbuh pada ketiak daun, dalam keadaan tunggal atau bergerombol dalam tandan. Dalam satu tandan biasanya terdapat 2-3 bunga saja. Mahkota bunga tanaman cabai warnanya bermacam-macam, ada yang putih, putih kehijauan dan ungu. Diameter bunga antara 5-20 mm (Panah Merah, 1999).Bunga tanaman cabai merupakan bunga sempurna, artinya dalam satu tanaman terdapat bunga jantan dan bunga betina. Pemasakan bunga jantan dan bunga betina dalam waktu yang sama (atau hampir sama), sehingga tanaman dapat melakukan penyerbukan sendiri. Namun untuk mendapatkan hasil buah yang lebih baik, penyerbukan silang lebih diutamakan. Karena itu, tanaman cabai yang ditanam dalam jumlah yang banyak, hasilnya lebih baik dibandingkan tanaman cabai yang ditanam sendirian (Prajnanta, 1999).Buah cabai merupakan bagian tanaman cabai yang paling banyak dikenal dan memiliki banyak variasi. Menurut Sutedjo (2002) varietas dengan tipe elongate memiliki rasa yang sangat pedas, serta memiliki ukuran buah 12x0,8 cm, dan memiliki berat 5-6 gram.

2.2. Syarat Tumbuh

Cabai dapat tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian 200 m dpl. Tetapi bila udara sangat dingin sampai embun membeku (frost) mungkin tanaman akan mati (Prihmantoro, 2001). Penanaman cabai pada waktu musim kemarau dapat tumbuh dengan baik, asal mendapat penyiraman yang cukup, temperatur yang baik untuk cabai adalah sekitar 200-250C.Bila temperatur sampai 350C maka pertumbuhan kurang baik, sebaliknya bila temperatur di bawah 100C, pertumbuhan kurang baik bahkan dapat mematikan (Suseno, 2002).Curah hujan pada waktu pertumbuhan tanaman sampai akhir pertumbuhan yang baik sekitar 600-1250 mm/tahun. Bila curah hujan berlebihan dapat menimbulkan penyakit, terbentuknya buah kurang dan banyak buah yang rontok (Prihmantoro, 2001). Tanah yang tergenang air walaupun dalam waktu yang tidak terlalu lama dapat menyebabkan rontoknya buah. Kekurangan hujan dan tidak ada pengairan juga dapat membuat tanaman cabai menjadi kerdil. Kelembaban yang rendah dan temperatur yang tinggi menyebabkan penguapan tinggi, sehingga tanaman akan kekurangan air. Akibatnya kuncup bunga dan buah yang masih kecil banyak yang rontok (Suseno, 2002). Tanah yang asam kurang baik untuk pertumbuhan cabai, maka perlu ditaburi kapur dan pupuk organik, tanah yang baik bila mempunyai (pH) sekitar 6,5 (Wirakusumah, 1999).

2.3. Trichoderma sp. Trichoderma sp. merupakan dekomposer yang mengandung enzim selulase, enzim (-Glukanase), proteinase dan enzim kitinase yang dapat bekerja secara sinergis sehingga mempercepat dalam proses pelapukan bahan organik. Jamur Trichoderma sp. dapat mengurangi bahan organik seperti karbohidrat terutama selulosa ( Dinas Tanaman Pangan Provinsi Riau, 2003). Trichoderma sp. merupakan salah satu jamur antagonis terhadap patogen tular tanah dan merupakan salah satu jamur tanah yang termasuk Divisi: Eumycota, Sub divisi: Deuteromycotina, Kelas: Ascomycetes, Sub kelas: Hypocreacea, Ordo: Moniliales, Genus: Trichoderma dan Spesies: Harzianum (Agrios, 1997). Trichoderma sp. secara alami merupakan parasit yang menyerang banyak jamur patogen tanaman dan merupakan jamur yang terlibat dalam kompetisi alami sesama jamur. Benang-benang hifa dari jamur patogenik akan terpotong-potong karna terlilit oleh hifa Trichoderma sp. (Novizan 2002). Menurut Rifai (1969) hifa Trichoderma sp. bercabang membentuk koloni yang berbentuk atau seperti kapas dan berhubungan dengan pertumbuhan dan struktur konidiofornya, sebagian koloni membentuk zona mirip dengan cincin yang khas dan jelas. Trichoderma sp. dapat hidup pada kisaran suhu yang cukup luas yaitu pada suhu 15C-37C (Hardar, Harman dan Taylor, 1984). Pertumbuhan optimum dari T.harzanium dan T.koningi adalah 25C - 30C. Pertumbuhan akan lambat pada pH 2-8 (Hardar, Harman dan Taylor, 1984). Menurut Rifai (1969) Trichoderma sp. berkembang secara optimal pada pH 4,5 dan suhu 25C. Selain itu jamur Trichoderma sp. mempunyai keunggulan diantaranya mudah dalam aplikasi, harga terjangkau, tidak menghasilkan racun (toksin), ramah lingkungan, tidak mengganggu organisme lain terutama yang berada di dalam tanah, serta tidak meninggalkan residu pada tanaman maupun di tanah (Mardiansyah dan Widyastuti, 2007). Trichoderma sp. ini dapat dimanfaatkan untuk pembuatan kompos, karna jamur ini dapat mempercepat proses dekomposisi bahan-bahan organik yang akan digunakan sebagai pembuatan kompos juga menjadikan kompos yang kaya unsur hara baik makro maupun mikro (Yulensri, Lucida dan Henny, 2007). Hasil penelitian Puspita, Elfina dan Imelda (2007) menunjukan bahwa perlakuan Tricho-kompos pada dosis 30 gram/polybag bibit kelapa sawit dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman kelapa sawit dan mengendalikan penyakit G.Boninense. Menurut Puspita dkk (2009) menyatakan bahwa aplikasi Trichoderma sp. pada dosis 50 gram/polybag ukuran 5 kg dapat menghambat intensitas serangan G.Boninense sebesar 77,19 % dan dapat meningkatkan pertumbuhan bibit kelapa sawit.

2.4. Kompos LeguminosaKompos leguminosa ialah kompos yang paling praktis yang dapat digunakan oleh petani cabai karna tanaman leguminosa mudah didapatkan serta tidak banyak mengeluarkan biaya sehingga kompos leguminosa dapat menjadi salah satu sumber hara organik alternatif yang dapat digunakan oleh petani cabai secara langsung (Krishnawati, 2003).Kompos leguminosa adalah peruraian bahan organik dari tanaman leguminosa oleh jasad renik (mikrobia) dengan menggunakan Bio-Aktivator Trichoderma sp. yaitu suatu jasad renik (mikrobia) dekomposer yang mengandung enzim selulase, enzim (-Glukanase), proteinase dan enzim kitinase yang dapat bekerja secara sinergis sehingga mempercepat dalam proses pelapukan bahan organik atau pengomposan (Dinas Tanaman Pangan Provinsi Riau, 2003).Pemberian kompos leguminosa ini tidak hanya memperkaya unsur hara bagi tanaman, namun juga berperan dalam memperbaiki struktur tanah, tata udara dan air dalam tanah, mengikat unsur hara dan memberikan makanan bagi jasad renik yang ada dalam tanah sehingga meningkatkan peran mikrobia dalam menjaga kesuburan tanah. Selain itu, pembuatan kompos leguminosa ini juga relatif mudah (Kartini, 2007).Kompos leguminosa mengandung nitrogen lebih tinggi dibandingkan dengan kompos non leguminosa karna tanaman leguminosa mempunyai bintil akar, dimana di dalam bintil akar ini hidup bakteri yang mampu menambat N2 dari udara. Karenanya bintil akar pada tanaman leguminosa dapat dipandang sebagai sumber hara nitrogen alami (Krishnawati, 2003).Dengan kemampuannya menambat nitrogen dari udara tersebut, kompos leguminosa menjadi sumber unsur hara nitrogen bagi ekosistem tanah. Keunggulan lainnya adalah mudah terurai di dalam tanah sehingga mempercepat penyiapan unsur hara bagi tanaman (Kartini, 2007).

BAB. III BAHAN DAN METODE

3.1. Tempat dan WaktuPenelitian ini dilaksanakan di rumah kassa Fakultas Pertanian Universitas Riau, Kampus Bina Widya km 12,5 Kelurahan Simpang Baru, Kecamatan Tampan, Pekanbaru. Waktu pelaksanaan penelitian ini berlangsung selama 4 bulan, dimulai dari bulan Januari sampai bulan April 2014. 3.2. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan antara lain Trichoderma sp, tanah topsoil inceptisol, bibit cabai Varietas SSP IPB, polybag berukuran 50 cm x 40 cm dan polybag berukuran 10 cm x 6 cm, kompos leguminosa, pestisida nabati, pupuk kandang sapi, pupuk Urea, pupuk SP36, pupuk TSP, pupuk KCL dan pupuk Dolomit. Alat yang digunakan adalah mesin pencincang atau pencacah leguminosa, cangkul, garu, parang, timbangan, timbangan digital, timbangan analitik, ayakan, ember plastik, gembor, seedbed, meteran dan alat tulis.

3.3. Rancangan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan secara eksperimen dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 5 perlakuan dengan 3 ulangan, pada setiap satuan percobaan terdiri dari 2 tanaman dan semua tanaman dijadikan sampel, sehingga diperoleh jumlah keseluruhan 30 satuan percobaan.Sebagai perlakuan yang diberikan adalah kompos leguminosa (K) yang terdiri dari 5 perlakuan : K0 = Tanpa pemberian tricho-kompos leguminosa.K1 = Pemberian tricho-kompos leguminosa dengan dosis 20 ton/ha setara dengan 100 gram/10 kg tanah (1 polybag).K2 = Pemberian tricho-kompos leguminosa dengan dosis 30 ton/ha setara dengan 150 gram/10 kg tanah (1 polybag).K3 = Pemberian tricho-kompos leguminosa dengan dosis 40 ton/ha setara dengan 200 gram/10 kg tanah (1 polybag).K4 = Pemberian tricho-kompos leguminosa dengan dosis 50 ton/ha setara dengan 250 gram/10 kg tanah (1 polybag).

Data yang diperoleh dianalisis secara statistik menggunakan analisis ragam dengan model linear sebagai berikut : Yij = + i + ij Keterangan :Yij = Hasil pengamatan perlakuan ke -i pada ulangan ke -j = Pengaruh nilai tengahi = Pengaruh tricho-kompos leguminosa pada perlakuan ke -iij = Pengaruh galat percobaan pada perlakuan ke -i pada ulangan ke j

Hasil data yang diperoleh setelah dianalisis secara statistik menggunakan analisis ragam dilanjutkan dengan uji Duncans New Multiple Range Test (DNMRT) pada taraf 5% (Steel and Torrie,1994).

3.4. Pelaksanaan Penelitian3.4.1. Persemaiaan dan Pemeliharaan Bibit Media persemaian merupakan campuran dari pupuk kandang sapi dan tanah topsoil inceptisol yang telah diayak dengan perbandingan 1 : 1. Benih yang telah disediakan direndam terlebih dahulu dalam air hangat dengan suhu 500C selama 10 menit guna untuk melihat biji yang bernas serta memecah dormansi benih, setelah itu lakukan seleksi benih, benih yang terapung tidak digunakan dan benih yang tenggelam ditiriskan untuk disemai kedalam media persemaian yang terbuat dari polybag kecil berukuran 10 cm x 6 cm, penyemaian dilakukan dengan menanam satu benih pada satu polybag. Bibit yang telah ditanam selanjutnya dilakukan pemeliharaan dengan melakukan penyiraman pada pagi dan sore hari secara rutin. Pemindahan bibit ke polybag berukuran 50 cm x 40 cm dilakukan setelah bibit tanaman cabai berumur 38 hari setelah semai dan ditandai dengan jumlah daun dewasa sebanyak 4-6 lembar.3.4.2. Persiapan Tempat PenelitianPersiapan tempat penelitian dilakukan setelah penyemaian benih, tempat penelitian ini menggunakan Rumah Kassa Fakultas Pertanian Universitas Riau, sebelum digunakan terlebih dahulu rumah kassa dibersihkan.3.4.3. Persiapan Medium Tanam Medium yang digunakan adalah tanah inceptisol yang diambil dari tanah kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Riau pada kedalaman 20 cm dari permukaan tanah, tanah yang diambil dimasukan kedalam polybag berukuran 50 cm x 40 cm, setelah itu polybag disusun di rumah kassa sesuai rancangan penelitian. 3.4.4. Pemberian PerlakuanPemberian perlakuan kompos leguminosa dalam medium tanam diberikan 7 hari sebelum tanam sebanyak 40% dari dosis perlakuan, 7 hari setelah tanam sebanyak 30% dari dosis perlakuan dan 35 hari setelah tanam sebanyak 30% dari dosis perlakuan. Pemberian dilakukan dengan mencampur ke lubang tanam pada medium tanam dalam polybag pada aplikasi pertama, untuk aplikasi selanjutnya diberikan dengan membuat lubang disekitar tanaman.3.4.5. PenanamanPenanaman dilakukan pada sore hari agar bibit tidak mengalami stres akibat suhu yang tinggi. Setiap satu lubang tanam pada polybag ditanami satu bibit cabai. Penanaman dilakukan dengan melepaskan medium dalam polybag pembibitan, bibit beserta tanah dalam polybag dimasukan kedalam lubang tanam diameter 6 cm dengan kedalaman 10 cm pada polybag berukuran 50 cm x 40 cm. Setelah dilakukan penanaman, selanjutnya dilakukan penyiraman dengan dosis penyiraman yang sama per polybag nya.3.4.6. Pemeliharaan3.4.6.1. Penyiraman Tanaman cabai membutuhkan pengairan yang cukup terutama pada saat fase pertumbuhan vegetatif dan pembesaran buah, oleh sebab itu dilakukan penyiraman secara rutin pada pagi dan sore hari dengan dosis penyiraman yang sama per polybag nya.3.4.6.2. PenyulamanPenyulaman dilakukan pada tanaman cabai apabila ada bibit yang mengalami pertumbuhan abnormal, layu dan terserang hama atau penyakit. Kegiatan ini dilakukan dengan cara mengganti tanaman tersebut dengan tanaman yang berumur sama serta memiliki perlakuan yang sama yang telah dipersiapkan sebelumnya. Waktu penyulaman adalah minggu pertama setelah pindah tanam dan dilakukan pada sore hari agar bibit tidak mengalami stres akibat suhu yang tinggi.3.4.6.3. PemupukanPada percobaan ini pupuk anorganik diberikan 14 hari setelah tanam yaitu sebanyak 50% dari rekomendasi yang dianjurkan, dimana pupuk Urea diberikan 2 gram/tanaman, SP36 5 gram/tanaman dan KCL 5 gram/tanaman (Pracaya, 2001).3.4.6.4.Penyiangan Pelaksanaan penyiangan disesuaikan dengan kondisi pertumbuhan gulma yang ada disekitar medium dalam Polybag. Penyiangan dilakukan dengan cara manual dengan mencabut gulma yang tumbuh di dalam polybag, dilakukan dengan hati-hati agar tidak merusak perakaran tanaman cabai.3.4.6.5. Perempelan Perempelan merupakan kegiatan pemeliharaan dengan membuang beberapa bagian tanaman muda. Apabila tidak dilakukan perempelan, tanaman akan mempunyai bentuk yang kurang baik dan mengurangi kemampuan produksi tanaman. Perempelan dilakukan terhadap tunas samping yang muncul sebelum pembungaan agar tanaman tumbuh besar terlebih dahulu. Perempelan dilakukan pada daun-daun tua, bunga pertama dan seluruh tunas yang keluar dari ketiak daun di bawah percabangan pertama. Perempelan dilakukan pada pagi hari karena tunas tersebut masih mudah dipotong.3.4.6.6. Pemasangan turus Pemasangan turus dilakukan setelah tanaman cabai berumur 30 hari setelah tanam, dengan jarak kira-kira 10 cm dari batang tanaman. Tanaman cabai memerlukan turus supaya tidak rebah karena tiupan angin.3.4.6.7.Pengendalian Hama Pengendalian hama dilakukan pada pagi hari dengan cara penyemprotan Insektisida nabati berbahan dasar daun tanaman nimba, dilakukan antara pukul 07001000. 3.4.7.Panen Panen dilakukan pada pagi hari terhadap buah cabai yang telah memenuhi kriteria panen. Adapun kriteria panen meliputi warna cabai sudah merah merata dengan bentuk buah padat atau tidak lunak. Pemanenan dilakukan dengan cara mendorong tangkai buah keatas atau kearah berlawanan dari tangkai buah. Pemanenan dilakukan 3 hari sekali sampai 6 kali panen.

3.5. PengamatanPengamatan dilakukan menggunakan standar Descriptors for Capsicum (IPGRI, 1995), parameter yang diamati sebagai berikut :3.5.1. Umur berbunga (HSS) Umur berbunga diamati dengan cara menghitung jumlah hari yang di butuhkan tanaman untuk berbunga, mulai dari persemaian hingga muncul nya bunga pertama. Tanaman cabai dikatakan sudah mencapai umur berbunga bila 50% dari seluruh sampel telah berbunga.

3.5.2. Umur panen (HSS) Pengamatan umur panen dilakukan dengan menghitung jumlah hari dari persemaian hingga mencapai panen pertama. Tanaman cabai dikatakan sudah mencapai umur panen bila 50% dari seluruh sampel telah memiliki buah masak pada percabangan pertama.3.5.3. Tinggi tanaman (cm) Pengamatan tinggi tanaman dilakukan dengan mengukur dari pangkal batang sampai titik tumbuh tertinggi tanaman. Pengamatan tinggi tanaman dilakukan setelah panen kedua.3.5.4. Tinggi dikotomus (cm) Dikotomus adalah percabangan pertama yang muncul dari batang utama. Pengamatan tinggi dikotomus diukur dari pangkal batang sampai cabang dikotomus. Pengamatan tinggi dikotomus dilakukan satu kali setelah panen kedua. 3.5.5. Diameter batang (mm) Pengamatan diameter batang dilakukan dengan menggunakan jangka sorong. Diameter batang diukur pada batang utama 5 cm diatas permukaan tanah. Pengamatan diameter batang dilakukan setelah panen kedua.3.5.6. Lebar tajuk (cm) Pengamatan lebar tajuk dilakukan dengan cara mengukur dari satu titik ke titik yang lain pada bagian tajuk terlebar dengan menggunakan meteran. Pengamatan lebar tajuk dilakukan setelah panen kedua.

3.5.7. Bobot per buah (g) Pengamatan bobot per buah dilakukan dengan cara menimbang bobot semua buah dan dibagi dengan jumlah buah dari tanaman sampel mulai dari panen pertama sampai panen terakhir.3.5.8. Panjang buah (cm) Pengamatan panjang buah dilakukan dengan cara mengukur dari pangkal buah sampai pada ujung buah pada 10 buah dari tanaman sampel yang diambil secara acak dari panen pertama sampai panen terakhir lalu dihitung rata-ratanya. Pengamatan panjang buah dilakukan setelah panen kedua.3.5.9. Diameter buah (mm) Pengamatan diameter buah dilakukan dengan menggunakan jangka sorong, dimana diameter buah diukur pada 10 buah dari tanaman sampel yang diambil secara acak dari panen pertama sampai panen terakhir lalu dihitung rata-ratanya. Pengamatan diameter buah dilakukan setelah panen kedua.3.5.10. Bobot buah per tanaman (g) Pengamatan bobot buah pertanaman dilakukan dengan menimbang buah dari panen pertama hingga panen terakhir. Nilai bobot buah per tanaman didapatkan dengan menjumlahkan bobot buah tiap panen dibagi dengan jumlah tanaman sampel.

DAFTAR PUSTAKA

Agrios, G.N. 1997. Ilmu Penyakit Tumbuhan (Terjemahan). Gadjah Mada Universitas Press. Yogyakarta.

Badan Pusat Statistik. 2012. Data Produksi Cabai Nasional. Jakarta

Damayanti, 1993. Manfaat dan Analisis Hara Pupuk Organik. Purwakarta Jakarta.

Dinas Tanaman Pangan Provinsi Riau. 2003. Sekilas Tentang Pengembangan Pupuk Hijau dengan Peggunaan Trichoderma sp. dalam Meningkatkan Produktivitas Tanaman Pangan. Pekanbaru.

Hardar, Y.G.E. Harman and A.G. Taylor. 1984. Evaluation Of Trichoderma Koningi and Trichoderma Harzianum From New York Soil Biological.

IPGRI. 1995. Descriptors for Capsicum (Capsicum spp.). International Plant Genetic Resources Institute 1995. Italia. 51 hal.

Krishnawati, D. 2003. Leguminosa Untuk Kesuburan Tanaman. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Kartini, N.L 2007. Pengaruh Pemberian Pupuk Kompos Terhadap Pertumbuhan Vegetative Tanaman Cabai Rawit. Skripsi. Fakultas pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.

Kalie, F. 1995. Bertanam Cabai Pada Musim Hujan. Penebar Swadaya. Jakarta.

Mardhiansyah, M dan S.M. Widyastuti. 2007. Potensi Trichoderma Spp. Pada Pengomposan Sampah Organik Sebagai Media Tumbuh dalam Mendukung Daya Hidup Semai Tusam (Pinus Merkusii Jung. Et de Vries). Sagu 1 (6):29-23.

Mulat, T. 2003. Membuat dan Memanfaatkan Kompos Pupuk Organik Berkualitas. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Masnur, 2001. Kompos sebagai sumber hara tanaman . Instalasi Pendidikan dan Pengkajian Teknologi Pertanian ( IPPTP ). Mataram.

Nick, 2010. Pupuk Kompos Mencegah Pencemaran. www. pupukkompos mencegahpencemaran.or.id/komposleguminosa.htm. Diakses pada tanggal 7 Desember 2013.

Novizan. 2002. Petunjuk Penggunaan Pupuk yang Efektif. Agro Media Pustaka. Jakarta

Prajnanta, F. 1999. Agribisnis Cabai Merah. Penebar Swadaya. Jakarta.

Prajnanta, F, 1999. Budidaya Cabai Rawit Hibrida. Panah Merah. Purwakarta. Jawa Barat.

Pracaya H, 2001. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Kanisius. Yogyakarta.

Prihmantoro, H. 2001. Hidroponik Tanaman Semusim untuk Bisnis dan Hoby. Penebar Swadaya. Jakarta.

Puspita, F.,Elfina Y. dan Imelda, R. 2007. Aplikasi Dregs dan Trichoderma Sp Terhadap Perkembangan Penyakit Kelapa Sawit dan Pada Medium Gambut di Pembibitan Utama. Laporan Penelitian (Tidak dipublikan)

Puspita, F.,Elfina Y. dan Imelda, R. 2007. Aplikasi Dregs dan Trichoderma Psiodokoningi. Untuk mengendalikan Ganoderma Boninense Penyebab Penyakit Busuk Pangkal Batang Pada Kelapa Sawit di Pembibitan Awal. Artikel Ilmiah sudah di Seminarkan ditingkat Nasional, Yogyakarta, 2008.

Rifai. M.A. 1969. A Revision Of The Ganus Trichoderma. Mycological Paper, No.16. Common Wealth Mycological Institute Kew, Surrew, England.56 Hal.

Rukmana, R. 1995. Budidaya Cabai Merah Hibrida. Penebar Swadaya. Jakarta.

Suseno, S. 2002. Cabai dan tingkat Produktivitas nya, Trubus No.319 Th XXVII. Jakarta.

Sutedjo, M,M. 2002. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rina Cipta. Jakarta.

Soepandji, 2002. Teknik Perawatan serta Pengendalian Hama dan Penyakit Cabai. Penebar Swadaya. Jakarta.

Steel, R.G.D., dan Torrie,J.H. 1994. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometik. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Tarmuzi, 1998. Tata Cara Pengolahan Lahan, Penyiapan Bibit, dan Pemanenan Cabai Hibrida. Penebar Swadaya. Jakarta

Wudianto, 2003. Petunjuk Penggunaan Pestisida. Penebar Swadaya. Jakarta.Wirakusumah, 1999. Teknik Budidaya Tanaman Cabai Beserta Pemeliharaanya. Penebar Swadaya. Jakarta.

Yulensri, lucida dan henny. 2007. Kesuburan Tanah. Tim Penulis BKPM Budidaya Tanaman Pangan. Politeknik Pertanian Payakumbuh. Payakumbuh.

Lampiran 1. Jadwal Rencana Kegiatan PenelitianKegiatanBulan

JanuariFebruariMaretApril

1234123412341234

Persemaiaan dan Pemeliharaan Bibit

Persiapan Tempat Penelitian

Persiapan Medium Tanam

Pemberian Perlakuan

Penanaman ke polybag

Penyisipan

Pemasangan turus

Pemupukan anorganik setengah dosis anjuran

Penyiramanvv

Penyiangan gulma

Pengendalian hama

Panen

Pengamatan tanaman

Pengolahan data

Lampiran 2. Deskripsi Tanaman Cabai Varietas SSP IPB (Terdaftar No. 65/PVHP/2012)

Asal Tanaman : Departemen Agronomi dan Hortikultura IPBProduktivitas : 700 800 g/tanamanRasa : Pedas (kandungan Kapsaicin 967 ppm)Panjang buah : 12 15 cmBobot per buah : 8 10 gWaktu tanam : Sepanjang tahunJarak tanam : 50 x 60 cmUmur pindah tanam : 5 6 minggu setelah semaiUmur panen : 70 80 hari setelah tanam% tumbuh : 85 %Umur berkecambah : 5 7 hariKebutuhan benih : 150 180 g/haJumlah tanam/ha : 20.000 - 25.000

Lampiran 3. Denah Penelitian Rancangan Acak Lengkap ( RAL )K2bI

K2aI

K2aII

K0bI

K2bII

K0aI

U K4bII

K4aII

K2bIII

K1aII

K1bII

K2aIII

K1bIII

K1aIII

K4bIII

K4aIII

K3bI

K3aI

60 cm

K3bIII

K3aIII

K1aI

K0bIII

K1bI

K0aIII

50 cm K0bII

K0aII

K4aI

K3bII

K4bI

K3aII

60 cm

Keterangan : K0, K1, K2, K3, K4 : Perlakuan I, II, III : UlanganJarak polybag di dalam unit percobaan : 50 cmJarak antar unit percobaan : 60 cm

Lampiran 4. Perhitungan Beberapa Dosis Kompos Leguminosa pada Unit Percobaan

1. Pupuk Leguminosa per hektar = 20 ton/haBerat tanah per hektar = 2x106 kg (2.000.000 kg)Berat tanah per polybag =10 kgPerhitungan dosis pupuk per polybag = 0.1 kg (100 gram)2. Pupuk Leguminosa per hektar = 30 ton/haBerat tanah per hektar = 2x106 kg (2.000.000 kg)Berat tanah per polybag =10 kgPerhitungan dosis pupuk per polybag = 0.15 kg (150 gram)3. Pupuk leguminosa per hektar = 40 ton/haBerat tanah per hektar = 2x106 kg (2.000.000 kg)Berat tanah per polybag =10 kgPerhitungan dosis pupuk per polybag = 0.2 kg (200 gram)4. Pupuk leguminosa per hektar = 50 ton/haBerat tanah per hektar = 2x106 kg (2.000.000 kg)Berat tanah per polybag =10 kgPerhitungan dosis pupuk per polybag = 0.25 kg (250 gram)

Lampiran 5. Cara pembuatan kompos leguminosa

Bahan dan Alat yang digunakan :Bahan yang digunakan adalah leguminosa sebanyak 40 kg ( netto), pupuk kandang sebanyak 16% dari 40 kg (6,4 kg), pupuk Urea sebanyak 1% dari 40 kg (0,4 kg), pupuk TSP sebanyak 1% dari 40 kg (0,4 kg), pupuk Dolomit sebanyak 1% dari 40 kg (0,4 kg), Trichoderma sp. sebanyak 5% dari 40 kg (2 kg) dan 3 liter air.Sedangkan alat yang digunakan adalah mesin pencincang leguminosa, ember, timbangan, garu, parang, gerobak sorong, terpal plastik ukuran 10x5, meter dan cangkul.Cara pembuatan :a) Sediakan leguminosa dengan mengambil dilapangan menggunakan parang dan diangkut menggunakan gerobak sorong, selanjutnya dibawa ketempat mesin pencincangan.b) Lakukan pencincangan leguminosa dengan menggunakan mesin pencincang atau pencacah leguminosa hingga empat kali pencincangan sampai leguminosa menjadi halus.c) Setelah dicincang, selanjutnya dilakukan pemilahan leguminosa dengan kotoran-kotoran yang menempel pada legum.d) Setelah dipilah, selanjutnya legum dicampur dengan pupuk kandang sebanyak 6,4 kg dan letakan campuran tersebut di atas terpal plastik yang telah disediakan, susun campuran tersebut berbentuk persegi sebanyak empat lapis.e) Lapisan pertama disusun sebanyak 10 kg leguminosa dan taburkan secara merata di atas permukaan leguminosa 1 kg trichoderma sp. dan 0,1 kg Urea, 0,1 kg TSP, 0,1 kg dolomit, begitu selanjut nya sampai lapisan keempat hingga ketebalan lapisan mencapai 30 cm.f) Setelah sampai pada lapisan keempat, taburi dengan bahan organik tipis di atas nya.g) Tutup lapisan tersebut dengan terpal plastik hingga rapat.h) Lakukan pengamatan seminggu sekali dengan mengaduk kompos setiap minggu nya.i) Pada minggu keempat kompos telah terdekomposisi secara sempurna sehingga sudah bisa untuk digunakan.

Lampiran 6. Cara pembuatan pestisida nabati berbahan dasar daun tanaman nimba

Bahan dan Alat yang digunakan :1) Air aquades1 liter, 2) Alcohol 70% 1 cc, 3) daun nimba 50 g, 4) Penumbuk/penghalus, 5) Baskom/ember, 6) Sprayer,7) Penyaring.

Cara pembuatan :a) Daun nimba sebanyak 50 g ditumbuk halus dan diaduk dengan alcohol 70 % sebanyak 1 cc,b) Setelah ditumbuk dan diaduk selanjutnya diencerkan dengan 1 liter air aquades,c) Endapkan larutan selama 12 jam dan lakukan penyaringan, d) Setelah dilakukan penyaringan, pestisida nabati telah siap di aplikasikan pada tanaman,e) Aplikasi mulai terlihat atau bekerja setelah 2 3 hari setelah aplikasi.