conroh lapsus itp

33
Laporan Kasus Purpura Trombositopenia Idiopatik Akut Oleh : Bayu Zeva Wirasakti S.Ked Pembimbing dr. Erna Fitrisia K., Sp.PD BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM FK UII RSI KLATEN KLATEN Februari, 2013

Upload: rinda-andreandita

Post on 27-Nov-2015

47 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Conroh Lapsus Itp

1

Laporan Kasus

Purpura Trombositopenia Idiopatik Akut

Oleh :

Bayu Zeva Wirasakti S.Ked

Pembimbing

dr. Erna Fitrisia K., Sp.PD

BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM

FK UII – RSI KLATEN

KLATEN

Februari, 2013

Page 2: Conroh Lapsus Itp

2

BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS

1. Identitas penderita

Nama penderita : Nn. AW

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 17 tahun

Alamat : Banyu RT1/3., Rejosari, Semin, Gunung Kidul

Pekerjaan : Pelajar (SMA)

II. ANAMNESIS

Kiriman dari : Sendiri

Dengan diagnosa :-

Cara pengkajian : Autoanamnesis dan Alloanamnesis dengan orang tua OS

Tempat pengkajian Bangsal Rawat Inap Namiroh

Tanggal : 28 Januari – 1 Februari 2013

1. Keluhan Utama : Demam Tinggi

2. Riwayat penyakit sekarang :

Sejak ± 1 hari sebelum masuk rumah sakit, muncul demam tinggi pada malam

hari pada pasien. pasien juga mengeluhkan adanya pembengkakan di kedua leher

atas, susah menelan, dan ada bercak merah kebiruan di pelupuk mata, daerah siku

Page 3: Conroh Lapsus Itp

3

dan kaki, serta ada beberapa bintik merah yang ditemukan di tangan dan kaki,

lidah terasa tebal dan ada gusi berdarah. Pasien mengatakan beberapa hari ini

kurang bisa istirahat dikarenakan banyak tetangga dan teman yg datang

menjenguk kerumah dikarenakan pasien baru beberapa hari sebelumnya pulang

mondok dari RSI Klaten. Oleh orang tua, Nn. AW kemudian langsung dibawa ke

IGD RSI Klaten

3. Riwayat penyakit dahulu :

Pasien mengatakan tanggal 12-19 Januari baru saja dirawat di RSI Klaten. Dokter

yang merawat mengatakan kemungkinan besar pasien mengalami gangguan atau

penyakit yang di sebut dengan idiopatik trombositopenia purpura.

4. Riwayat Keluarga:

Keluarga tidak ada yang memiliki keluhan serupa

Ikhtisar keturunan

Ket : Laki-laki

Perempuan

Sakit

Page 4: Conroh Lapsus Itp

4

Susunan keluarga :

No Nama Umur L/P Keterangan

1 Tn. S 47 tahun L Sehat

2 Ny. N 44 tahun P Sehat

3 Tn. A 26 tahun L Sehat

4 Nn. A 17 tahun P Sakit

5. Riwayat Sosial Lingkungan :

Anak tinggal bersama ibu di sebuah rumah berukuran ± 15x15 m2 terletak di

pinggir jalan dengan 3 kamar, dapur, wc, dan ruang tamu. Ventilasi udara dan

cahaya cukup. Jarak rumah dengan tetangga + 2 meter. Keperluan mandi,

mencuci, BAK, BAB, memasak dan minum menggunakan air PDAM.

Pembuangan sampah di tempat sampah.

Kesimpulan : kualitas lingkungan cukup baik

III. PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan umum : Tampak lemas

Kesadaran : Komposmentis

GCS : 4 – 5 – 6

Page 5: Conroh Lapsus Itp

5

2. Pengukuran

Tanda vital : Tekanan darah : 130/90

Nadi : 76 kali/menit

Suhu : 38 ° C

Respirasi : 20 kali/menit

Berat badan : 43 kg

Tinggi badan : 158 cm

3. Kepala : Bentuk : mesosefali

Lain-lain : -

Rambut : Warna : hitam

Tebal/tipis : tipis

Jarang/tidak (distribusi) : merata

Alopesia : tidak ada

Lain-lain : tidak ada

Mata : Palpebra : edem (-/-), hematom (+/-)

Alis & bulu mata : tidak mudah dicabut

Konjungtiva : anemis (-/-)

Sklera : ikterik (-/-)

Produksi air mata : cukup

Page 6: Conroh Lapsus Itp

6

Pupil : Diameter : 1 mm/1 mm

Simetris : isokor, normal

Reflek cahaya : (+/+)

Kornea : jernih/jernih

Telinga : Bentuk : simetris

Sekret : tidak ada

Serumen : minimal

Nyeri : tidak ada

Hidung : Bentuk : simetris

Pernafasan cuping hidung : tidak ada

Epistaksis : tidak ada

Sekret : tidak ada

Mulut : Bentuk : simetris

Bibir : mukosa bibir kering

Gusi : mudah berdarah

- pembengkakan tidak ada

Gigi-geligi : ada beberapa gigi yg keropos

Lidah : Bentuk : normal

Pucat/tidak : tidak pucat

Kotor/tidak : tidak kotor

Warna : kemerahan

Lain-lain : lidah gosong

Page 7: Conroh Lapsus Itp

7

Faring : Hiperemi : tidak ada

Edema : tidak ada

Membran/pseudomembran : (-)

Tonsil : Warna : kemerahan

Pembesaran : tidak ada

Abses/tidak : tidak ada

Membran/pseudomembran : (-)

4. Leher :

Vena Jugularis : Pulsasi : tidak terlihat

Tekanan : tidak meningkat

Pembesaran kelenjar leher : tidak ada

Kaku kuduk : tidak ada

Masa : tidak ada

Tortikolis : tidak ada

5. Toraks :

a. Dinding dada/paru :

Inspeksi : Bentuk : simetris

Retraksi : tidak ada

Dispnea : tidak ada

Pernafasan : abdominal

Page 8: Conroh Lapsus Itp

8

Palpasi : Fremitus fokal : simetris

Perkusi : sonor/sonor

Auskultasi : Suara Napas Dasar : vesikuler

Suara Napas Tambahan : Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

b. Jantung :

Inspeksi : Iktus : tidak terlihat

Palpasi : Apeks : tidak teraba

Thrill : tidak ada

Perkusi : kesan kardiomegali (-)

Auskultasi :

Frekuensi : 80 x/menit

Suara dasar : S1 dan S2 tunggal

Bising : tidak ada Derajat : (-)

Lokasi : (-)

Punctum max : (-)

Penyebaran : (-)

6. Abdomen :

Inspeksi : Bentuk : supel

Palpasi : Hati : tidak teraba

Lien : tidak teraba

Ginjal : tidak teraba

Masa : tidak ada

Page 9: Conroh Lapsus Itp

9

Perkusi : Timpani/pekak : timpani

Asites : tidak ada

Auskultasi : bising usus (+) normal

7. Ekstremitas :

- Umum : akral hangat, edem tidak ada, parese tidak ada,

8. Genitalia : Perempuan, tidak ada kelainan

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Hasil 23/1/2013 24/11/10 25/1/2013 28/1/2013 31/1/2013 Rujukan Satuan

HEMATOLOGI

Hemoglobin 10,8 8,9 8,4 8,5 7,5 11,0-14,0 g/dl

Leukosit 18,7 - - - 35,0 4,0-10,5 rb /ul

Eritrosit 3,80 - - - 2,82 4,5-6,00 Juta/ul

Hematokrit 32,4 28 25,8 27,4 24,8 35,0-47,0 Vol%

Trombosit 11,0 13 19 14,0 20,0 150-450 Ribu/ul

LED 65 - - - 0-20 mm/jam

MCV,MCH,MCHC

MCV 85,2 - - - 88,0 80-97 Fl

MCH 28,5 - - - 26,6 27-32 Pg

MCHC 33,4 - - - 30,2 32-38 %

HITUNG JENIS

- Basofil 0,6 - - - 0-1 %

- Eosinofil 0,1 - - - 1-4 %

- Netrofil 72,7 - - - 78,1 36,0-66,0 %

- Limfosit 23,8 - - - 16,4 25-40 %

- Monosit 2,8 - - - 2-8 %

HEMOSTASIS

PT 13 - - - 10-15 Detik

APTT 25 - - - 24-36 Detik

Page 10: Conroh Lapsus Itp

10

V. FOLLOW UP

Hari

Perawatan

Perawatan ( I

II III IV V VI VII

Pemeriksaan

Subyektif

Demam + + - - - - -

Leher bengkak + + + + + + -

Nyeri telan + + + + + - -

Lemas + + + - - - -

Lidah gosong + + + + + + -

Batuk - - - - + + +

Makan/Minum sedikit/+ sedikit/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+

BAB - - + + + + +

BAK + + + + + + +

Warna BAB

hitam

coklat Normal

,

Sedikit

ada

bercak

darah

Normal,

sedikit

gumpala

n darah

Objekif

Tanda vital

HR 130/90 120/70 110/70 110/70 110/80 120/80 120/70

RR (x/menit) 16 16 19 19 20 17 19

Nadi (x/menit) 80 78 80 80 76 78 80

T (oC) 38 36,2 36,0 36,7 36,8 36,3 36,5

Pemeriksaan

Fisik

Kulit

Bintik Merah + + < < < <

hematoma + + + < < <

Kepala

Konjungtiva

anemis - - - -

- - -

Sklera ikterik - - - - - - -

Thorax

Retraksi - - - - - - -

Rhonki -/- -/- -/- -/- -/- -/- -/-

Page 11: Conroh Lapsus Itp

11

Wheezing -/- -/- -/- -/- -/- -/- -/-

Cor

Bising - - - - - - -

Abdomen

H/L/M (-)

teraba (-) teraba

(-)

teraba (-) teraba

(-) teraba (-)

teraba

(-) teraba

Ekstremitas

Edema - - - - - - -

Parese - - - - - - -

Assesment ITP akut

ITP akut

ITP

akut

ITP akut

ITP akut

ITP

akut

ITP akut

Planning

Hari I Inf. RL 20tpm

Analgin Inj. (Novalgin) 1amp/12jam

Antb. Sefalosporin Inj. (Ceftriaxon) 1gram/12jam.

Hari II Terapi Lanjut

Hari III Terapi lanjut+

metilperdnisolon inj. (Metilon 125) 1/12jam

Ranitidin HCL Inj. 1amp/12jam

Imunosupresan Tab. (Celcef) 2x1

Hari IV Terapi lanjut+

Tranexamic acid Inj. (Kalnex 500) 1x1

Hari V Terapi Lanjut+

Digestan (Enzyplex Tab.) 3x1

N-acetylcystein (Nytex syr.) 2x1

Page 12: Conroh Lapsus Itp

12

Hari VI Terapi lanjut+

Tranfusi Packed Red Cell 2 kantong

Hari VII Terapi Lanjut

Evaluasi Px darah rutin

VI. PROGNOSIS

Quo ad vitam : Dubia ad bonam

Quo ad functionam : Dubia ad bonam

Quo ad sanationam : Dubia ad Bonam

VII. PENCEGAHAN

- Bed rest hingga kondisi stabil

- Asupan makanan dan minuman yg cukup

- Edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai kondisi pasien

Page 13: Conroh Lapsus Itp

13

BAB IV

PEMBAHASAN

Diagnosis ITP akut didasarkan atas anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan

penunjang. Pada kasus ini diagnosa ITP akut, ditegakkan berdasarkan:

1. Anamnesis

Onsetnya akut, Hal ini sesuai dengan anamnesis (9). Kelainan yang paling sering

ditemukan ialah petekie dan kemudian ekimosis yang dapat tersebar di seluruh tubuh.

Keadaan ini kadang-kadang dapat dijumpai pada selaput lender terutama hidung dan mulut

sehingga dapat terjadi epistaksis dan perdarahan gusi dan bahkan dapat timbul tanpa

kelainan kulit (5).

Dari hasil anamnesis pada kasus ini, ditemukan gejala yang mendukung diagnosis

ITP akut, yaitu:

Terdapat petekie di seluruh tubuh tanpa disertai manifestasi perdarahan lain.

Riwayat Mondok karena ITP beberapa hari sebelumnya

2. Pemeriksaan Fisik

Pada ITP akut dan berat dapat timbul pula pada selaput lender yang berisi darah

(bula hemoragik). Gejala lainnya ialah perdarahan traktus genitourinarius (menoragia,

hematuria); traktus digestivus (hematemesis, melena), pada mata (konjungtiva, retina) dan

Page 14: Conroh Lapsus Itp

14

yang terberat namun agak jarang terjadi ialah perdarahan pada SSP (perdarahan subdural

dan lain-lain). Pada pemeriksaan fisis umumnya tidak banyak dijumpai kelainan kecuali

adanya petekie dan ekimosis. Pada kira-kira seperlima kasus dapat dijumpai splenomegali

ringan (terutama pada hipersplenisme). Akan tetapi, pada kasus ini tidak ditemukan

splenomegali. Mungkin pula ditemukan demam ringan bila terdapat perdarahan berat atau

perdarahan traktus gastrointestinalis. Renjatan (shock) dapat terjadi bila kehilangan darah

banyak (5).

Secara klinis ITP dapat dibagi dalam 3 tingkat (9)

Ringan : hanya petekia.

Sedang : ekimosis, epistaksis dan gross hematuria.

Berat : purpura berat, atau perdarahan retina.

Pada pasien ini tergolong ITP ringan.

3. Pemeriksaan Penunjang

Pada ITP dapat dijumpai kelainan laboratorium berupa :

- Darah tepi : trombosit paling sering antara 10.000/50.000/mm3 (1)

- Sumsum tulang: jumlah megakariosit meningkat disertai inti banyak

(multinuclearity) disertai lobulasi (1)

- Imunologi: adanya antiplatelet Ig G pada permukaan trombosit atau dalam

serum. Yang lebih spesifik adalah antibodi terhadap gpHb/IIIa atau gpIb (1)

- anemia normositik, bila lama dapat berjenis mikrositik hipokromik (7).

Page 15: Conroh Lapsus Itp

15

Pemeriksaan laboratorium yang khas pada ITP ialah trombositopenia. Jumlah

trombosit dapat mencapai nol. Anemia biasanya normositik dan sesuai dengan jumlah

darah yang hilang. Bila telah berlangsung lama maka dapat berjenis mikrositik hipokromik.

Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan laboratorium menunjukkan trombositopenia (19.000

ribu/ul) yang mendukung diagnosis. Hasil laboratorium juga menunjukkan anemia

normositik normokromik sesuai teori. Pemeriksaan punksi sumsum tulang merupakan

pemeriksaan yang penting untuk membedakan dengan penyebab trombositopenia lain,

seperti Anemia Aplastik, Leukemia Limfatik Akut, dan Purpura Trombositopenik

Trombotik (6). Oleh karena itu, pada pasien ini direncanakan untuk dilakukan BMP. Akan

tetapi, jawaban konsulen dari spesialis patologi klinik menyatakan pasien belum ada

indikasi BMP dan mengingat risiko infeksi cukup besar.

Diagnosis banding disingkirkan berdasarkan anamnesa. Dari anamnesa pasien tidak

ada demam dan gejala prodromal lain yang menyingkirkan DBD yang berdasarkan kriteria

WHO 1997 harus memenuhi kriteria dibawah ini (10):

- Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.

- Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut: uji bendung positif,

petekie, ekimosis, atau purpura, perdarahan mukosa (tersering epistaksis

atauperdarahan gusi), atau perdarahan dari tempat lain, hematemesis atau

melena.

- Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/ml)

- Terdapat minimal satu tanda-tansa plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai

berikut: peningkatan hematokrit > 20 % dibandingkan standar sesuai dengan

Page 16: Conroh Lapsus Itp

16

umur dan jenis kelamin, penurunanhematokrit > 20 % setelah mendapat terapi

cairan, dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya, tanda kebocoran

plasma seperti : efusi pleura, ascites, hipoproteinemia, atau hiponatremia.

Pada kasus, kriteria WHO hanya terpenuhi dua yaitu manifestasi perdarahan

berupa petekie dan trombositopenia.

Untuk diagnosis varicella disingkirkan dengan tidak adanya gejala prodromal 1 hari

sebelum ruam muncul dan sebaran lesi yang tidak menyebar secara sentrifugal dari muka,

kulit kepala, menyebar ke badan dan ekstremitas. Pada pasien ini ruam tersebar dimulai

dari tangan .

Untuk diagnosis morbili disingkirkan karena tidak ada manifestasi prodromal

selama tiga hari pertama berupa batuk, pilek, dan konjungtivitis. Pada morbili, ruam

dimulai dari kepala, (sering di atas garis rambut), dan menyebar ke seluruh bagian tubuh

dalam 24 jam secara menurun, pada pasien ini muncul petekie pertama kali di tangan (10).

Pemeriksaan punksi sumsum tulang merupakan pemeriksaan yang penting untuk

membedakan dengan penyebab trombositopenia lain, seperti Anemia Aplastik, Leukemia

Limfatik Akut, dan Purpura Trombositopenik Trombotik (11). Oleh karena itu, pada pasien

ini direncanakan untuk dilakukan BMP.

Page 17: Conroh Lapsus Itp

17

BAB II

Selayang Pandang

ITP (idiophatic thrombocytopenic purpura) adalah kelainan akibat trombositopenia

yang tidak diketahui penyebabnya (idiopatik), tetapi sekarang diketahui bahwa sebagian

besar kelainan ini disebabkan oleh proses imun karena itu disebut juga sebagai autoimmune

thrombocytopenic purpura (1,2). The American Society of Hematology 2011

mendefinisikan ITP sebagai kelainan autoimun yang dicirikan dengan destruksi

immunologis terhadap trombosit normal yang biasanya terjadi terhadap stimulus yang tidak

diketahui (2). ITP dicirikan dengan trombositopenia persisten (trombosit < 150 x 109/ L)

(4). Kelainan ini dahulu dianggap merupakan suatu golongan penyakit dan disebut dengan

berbagai nama misalnya morbus makulosus Werlhofi, sindrom hemogenik, purpura

trombositolitik. Disebut idiopatik ialah untuk membedakan dengan kelainan hematologis

lain seperti misalnya anemia, kelainan leukosit. Pada ITP biasanya tidak disertai anemia

atau kelainan lainnya kecuali bila banyak darah yang hilang karena perdarahan (5).

ITP lebih sering dijumpai pada anak dan dewasa muda. Pada anak yang tersering

ialah di antara umur 2-8 tahun. Lebih sering terjadi pada wanita daripada laki-laki

(perbandingan berkisar di antara 4:3 dan 2:1 serta akan menjadi lebih nyata setelah pubertas

(5).

Etilologi ITP belum diketahui secara pasti, tetapi ditemukan berbagai kemungkinan

di antaranya ialah hipersplenisme, infeksi virus (demam berdarah, morbili, varisela, dan

sebagainya), intoksikasi makanan atau obat (asetosal, PAS, fenilbutazon, diamox, kina,

Page 18: Conroh Lapsus Itp

18

sedormid) atau bahan kimia, pengaruh fisis (radiasi, panas), kekurangan faktor pematangan

(misalnya malnutrisi), DIC (misalnya pada DSS, leukimia, ARDS pada bayi) (5).

Awitan PTI biasanya akut dengan gambaran ekimosis, petekie, epistaksis, atau

gejala perdarahan lain. Biasanya secara klinis tidak dijumpai kelainan lain (6). Sering

terjadi 1-3 minggu setelah infeksi saluran nafas atas. Timbul becak petekie yang tersebar

luas, kemudian berkembang menjadi titik-titik purpura kecil. Mungkin terdapat perdarahan

dari hidung atau dalam membran mukosa. Jarang didapatkan perdarahan intrakranial yang

serius (7). Kelainan pada kulit tidak disertai eritema, pembengkakan, atau peradangan (5).

Perjalanan penyakit ITP dapat bersifat akut dan kemudian menghilang sendiri (self

limited) atau menahun dengan atau tanpa remisi dan kambuh (5). Umumnya penyembuhan

penyakit ini baik. Tujuh puluh lima persen anak mengalami penyembuhan sempurna dalam

satu bulan. Transfusi trombosit dan darah jarang diperlukan. Kortikosteroid mengurangi

risiko perdarahan masif. Splenektomi dilakukan pada sejumlah kecil anak yang mengalami

trombositopenia persisten atau berulang (7).

Page 19: Conroh Lapsus Itp

19

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

I. ITP

Definisi

Purpura trombositopenia idiopatik ialah suatu keadaan perdarahan berupa petekie

atau ekimosis di kulit ataupun selaput lendir dan berbagai jaringan dengan penurunan

jumlah trombosit karena sebab yang tidak diketahui. PTI pada anak yang tersering terjadi

antara umur 2-8 tahun, lebih sering pada wanita (7). Kelainan ini dahulu dianggap

merupakan suatu golongan penyakit dan disebut dengan berbagai nama misalnya morbus

makulosus Werlhofi, sindrom hemogenik, purpura trombositolitik. Disebut idiopatik ialah

untuk membedakan dengan kelainan hematologis lain seperti misalnya anemia, kelainan

leukosit. Pada ITP biasanya tidak disertai anemia atau kelainan lainnya kecuali bila banyak

darah yang hilang karena perdarahan (5).

ITP lebih sering dijumpai pada anak dan dewasa muda. Pada anak yang tersering

ialah di antara umur 2-8 tahun. Lebih sering terjadi pada wanita daripada laki-laki

(perbandingan berkisar di antara 4:3 dan 2:1 serta akan menjadi lebih nyata setelah pubertas

(5).

Etiologi

Etilologi ITP belum diketahui secara pasti, tetapi ditemukan berbagai kemungkinan

di antaranya ialah hipersplenisme, infeksi virus (demam berdarah, morbili, varisela, dan

Page 20: Conroh Lapsus Itp

20

sebagainya), intoksikasi makanan atau obat (asetosal, PAS, fenilbutazon, diamox, kina,

sedormid) atau bahan kimia, pengaruh fisis (radiasi, panas), kekurangan faktor pematangan

(misalnya malnutrisi), DIC (misalnya pada DSS, leukimia, ARDS pada bayi) (5).

Hal ini diketahui dengan ditemukannya zat anti terhadap trombosit dalam darah

penderita. Pada neonates kadang-kadang ditemukan trombositopenia neonatal yang

disebabkan inkompatibilitas golongan darah trombosit antara ibu dan bayi (isoimunisasi).

Prinsip patogenesisnya sama dengan inkompatibilitas rhesus atau ABO (5).

Jenis antibodi trombosit yang sering ditemukan pada kasus yang mempunyai dasar

imunologis ialah anti P1E1 dan anti P1E2. Mencari kemungkinan penyebab ITP ini penting

untuk menentukan pengobatan, penilaian pengobatan dan prognosis (5).

Dalam Guidline 2011 dari American Society of Hematology disebutkan (4):

Klasifikasi

Secara klinik dibagi menjadi 2 kelompok berdasarkan durasi trombositopenia, yaitu

(1, 2):

Page 21: Conroh Lapsus Itp

21

- ITP akut

ITP akut jika tidak lebih dari enam bulan (2). ITP akut lebih sering terjadi pada

anak, setelah infeksi virus akut atau vaksinasi, sebagian besar sembuh spontan,

tetapi 5-10 % berkembang menjadi kronik (berlangsung lebih dari 6 bulan).

Diagnosis sebagian besar melalui ekslusi. Jika trombosit lebih dari 20 x 109/l tidak

diperlukan terapi khusus. Jika trombosit kurang dari 20 x 109/l dapat diberikan

steroid atau immunoglobulin intravena.

- ITP kronik

ITP kronik terutama dijumpai pada wanita umur 15-50 tahun. Perjalanan penyakit

bersifat kronik, hilang timbul berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Jarang

mengalami kesembuhan spontan.

Distribusi

Lebih sering dijumpai pada anak dan dewasa muda. Pada anak yang tersering ialah

di antara umur 2-8 tahun. Lebih sering terjadi pada wanita daripada laki-laki (perbandingan

berkisar di antara 4:3 dan 2:1 serta akan menjadi lebih nyata setelah pubertas) (5).

Patogenesis

Purpura trombositopenik autoimun masa kanak-kanak (ITP masa kanak-kanak)

merupakan kelainan yang lazim pada anak yang biasanya menyertai infeksi virus akut. ITP

pada masa kanak-kanak disebabkan oleh antibodi (IgG atau IgM) yang melekat pada

membran trombosit. Keadaan ini menyebabkan destruksi trombosit yang diselubungi

Page 22: Conroh Lapsus Itp

22

antibodi dalam limpa. Kadang-kadang, ITP dapat merupakan gejala yang muncul pada

penyakit autoimun seperti SLE. Sekitar 80% anak mengalami penyembuhan ITP secara

spontan dalam 6 bulan sesudah diagnosis. Anak kecil secara khas menunjukkan keadaan ini

dalam 1-4 minggu sesudah penyakit virus, dengan petekie, purpura, dan epistaksis yang

mulai mendadak. Trombositopenia biasanya berat. Adenopati atau hepatosplenomegali

yang bermakna tidak biasa terjadi, dan jumlah eritrosit serta leukosit tetap normal.

Diagnosis ITP biasanya tidak memerlukan pemeriksaan sumsum tulang. Namun, jika

terdapat temuan-temuan atipik, pemeriksaan sumsum tulang diindikasikan untuk

mengesampingkan kelainan infiltrat (misalnya, leukemia) atau proses aplastik (misalnya,

anemia aplastik). Pada ITP, pemeriksaan sumsum tulang menunjukkan peningkatan

megakariosit dengan elemen eritroid serta mieloid normal (6).

Perdarahan serius, terutama perdarahan intracranial, terjadi pada kurang dari 1%

pasien dengan ITP. Tetapi jarang diindikasikan untuk hitung trombosit diatas 30.000/mm3.

Tetapi tidak memengaruhi keluaran ITP jangka panjang, tetapi dimaksudkan untuk

meningkatkan jumlah trombosit secara cepat. Untuk perdarahan klinis atau trombositopenia

berat (hitung trombosit <20.000/mm3), pilihan terapeutik adalah prednisone 2-4 mg/kg/24

jam selama 2 minggu, IVIG 1 g/kg/24 jam selama 1-2 hari, atau anti-D IV (WinRho-SD)

50 µg/kg/dosis untuk individu Rh-positif. Semua pendekatan ini tampak bekerja dengan

mengurangi laju pembersihan trombosit yang tersensitisasi bukannya penurunan produksi

antibodi. Pilihan terapi yang optimal adalah kontroversial. Spelenektomi diindikasikan pada

ITP akut yang hanya untuk perdarahan yang mengancam jiwa (6).

Page 23: Conroh Lapsus Itp

23

Pada ITP jumlah trombosit menurun disebabkan oleh trombosit diikat oleh antibodi,

terutama IgG. Antibodi terutama ditujukan terhadap gpIIb-IIIa atau Ib. Trombosit yang

diselimuti antibodi kemudian difagositir oleh makrofag dalam RES terutama lien, akibatnya

akan terjadi trombositopenia. Keadaan ini menyebabkan kompensasi dalam bentuk

peningkatan megakariosit dalam sumsum tulang (1).

Anemia hemolitik mikroangiopati (microangiopathic hemolytic anemia [MAHA])

biasanya dikaitkan dengan trombositopenia, anemia sekunder akibat destruksi eritrosit

intravascular, dan pengosongan faktor pembekuan. Anak dengan MAHA biasanya cukup

parah. Pada anak dengan DIC, endapan benang-benang fibrin dalam pembuluh darah dan

aktivasi thrombin maupun plasmin menyebabkan kelainan hemostasis dalam cakupan-luas

disertai aktivasi dan pembersihan trombosit. Sindrom hemolitik-uremik terjadi akibat

pemajanan terhadap toksin yang merangsang terjadinya jejas endotel, pengendapan fibrin,

dan aktivasi serta pembersihan trombosit. Pada purpura trombositopenik trombotik,

konsumsi trombosit yang dipercepat atau diperberat oleh faktor plasma atau kekurangan

faktor penghambat muncul sebagai proses primer, dengan endapan fibrin sedang dan

destruksi eritrosit (6).

Telah lama diduga bahwa ITP diperantarai oleh autoantibodi, sejak trombositopenia

transien terjadi pada neonatus mempengaruhi wanita, kecurigaan ini dikonfirmasi8 dengan

perkembanagn dasar trombositopenia transien pada resipien sehat setelah transfer plasma

pasif, termasuk fraksi kaya-IgG, dari pasien dengan ITP. Trombosit dilingkupi dengan

autoantibodi Ig-G sepanjang reseptor Fc ¥ yang diekspresikan oleh jaringan makrofag,

umumnya paling banyak di hati dan lien. Sebagai kompensasi terjadi peningkatan jumlah

Page 24: Conroh Lapsus Itp

24

trombosit yang terjadi pad sebagian besar pasien. Produksi trombosit muncul sebagai hasil

destruksi intrameduller trombosit yang dilingkupi antibodi oleh makrofag atau inhibisi

megakariositpoesis. Jumlah trombopoetin tidak meningkat, gambaran dari megakariosit

normal (8).

Metode yang digunakan sebelumnya untuk menterapi ITP ditinjau dari berbagai

aspek berbeda pada siklus produksi antibodi dan sensitisasi trombosit, pemebersihan, dan

produksi. Skema patogenesis dan titik tangkap masing-masing terapi pada ITP dapat dilihat

pada skema berikut (8).

Page 25: Conroh Lapsus Itp

25

Page 26: Conroh Lapsus Itp

26

Gejala

Dapat timbul mendadak, terutama pada anak, tetapi dapat pula hanya berupa

kebiruan atau epistaksis selama jangka waktu yang berbeda-beda. Tidak jarang terjadi

gejala timbul setelah suatu peradangan atau infeksi saluran nafas bagian atas akut (5).

Kelainan yang paling sering ditemukan ialah petekie dan kemudian ekimosis yang

dapat tersebar di seluruh tubuh. Keadaan ini kadang-kadang dapat dijumpai pada selaput

lender terutama hidung dan mulut sehingga dapat terjadi epistaksis dan perdarahan gusi dan

bahkan dapat timbul tanpa kelainan kulit (5).

Pada ITP akut dan berat dapat timbul pula pada selaput lender yang berisi darah

(bula hemoragik). Gejala lainnya ialah perdarahan traktus genitourinarius (menoragia,

hematuria); traktus digestivus (hematemesis, melena), pada mata (konjungtiva, retina) dan

yang terberat namun agak jarang terjadi ialah perdarahan pada SSP (perdarahan subdural

dan lain-lain). Pada pemeriksaan fisis umumnya tidak banyak dijumpai kelainan kecuali

adanya petekie dan ekimosis. Pada kira-kira seperlima kasus dapat dijumpai splenomegali

ringan (terutama pada hipersplenisme). Mungkin pula ditemukan demam ringan bila

terdapat perdarahan berat atau perdarahan traktus gastrointestinalis. Renjatan (shock) dapat

terjadi bila kehilangan darah banyak (5).

Pada ITP menahun, umumnya hanya ditemukan kebiruan atau perdarahan abnormal

lain dengan remisi spontan dan eksaserbasi. Remisi yang terjadi umumnya tidaklah

sempurna. Harus waspada terhadap kemungkinan ITP menahun sebagai gejala stadium

praleukemia (5).

Page 27: Conroh Lapsus Itp

27

Pemeriksaan laboratorium

Yang khas ialah trombositopenia. Jumlah trombosit dapat mencapai nol. Anemia

biasanya normositik dan sesuai dengan jumlah darah yang hilang. Bila telah berlangsung

lama maka dapat berjenis mikrositik hipokromik. Bila sebelumnya terdapat perdarahan

yang cukup hebat, dapat terjadi anemia mikrositik. Leukosit biasanya normal, tetapi bila

terdapat perdarahan hebat dapat terjadi leukositosis ringan dengan pergeseran ke kiri. Pada

keadaan yang lama dapat ditemukan limfositosis relatif atau bahkan leucopenia ringan (5).

Sumsum tulang biasanya memberikan gambaran yang normal, tetapi jumlah dapat

pula bertambah, banyak dijumpai megakariosit muda berinti metamegalialuariosit satu,

sitoplasma lebar dan granulasi sedikit (megakariosit yang mengandung trombosit) jarang

ditemukan, sehingga terdapat maturation arrest pada stadium megakariosit (5).

Sistem lain biasanya normal, kecuali bila terdapat perdarahan hebat maka akan

ditemukan hiperaktif sistem eritropoetik. Beberapa penyelidik beranggapan bahwa

ditemukannya eosinofil dalam jumlah banyak (lebih dari normal) merupakan petunjuk

bahwa prognosis penyakit baik (5).

Selain kelainan hematologis di atas, mekanisme pembekuan memberikan kelainan

berupa masa perdarahan memanjang. Rumpel-Leede umumnya positif, tetapi masa

pembekuan normal, retraksi bekuan abnormal dan prothrombin consumption time

memendek. Pemeriksaan lainnya normal (5).

Page 28: Conroh Lapsus Itp

28

Pengobatan

1. ITP akut (5)

a. Tanpa pengobatan, karena dapat sembuh secara spontan.

b. Pada keadaan yang berat dapat diberikan kortikosteroid (prednisone) peroral

dengan atau tanpa transfusi darah.

Bila setelah 2 minggu tanpa pengobatan belum terlihat tanda kenaikan jumlah

trombosit, dapat dianjurkan pemberian kortikosteroid karena biasanya

perjalanan penyakit sudah menjurus kepada ITP menahun

c. Pada trombositopenia yang disebabkan oleh DIC, dapat diberikan heparin

intravena. Pada pemberian heparin ini sebaiknya selalu disiapkan antidotumnya

yakni protamin sulfat.

d. Bila keadaan sangat gawat (perdarahan otak) hendaknya diberikan transfuse

suspense trombosit.

2. ITP menahun (5)

a. Kortikosteroid, diberikan selama 6 bulan.

b. Obat imunosupresif (missal 6-merkaptopurin, azatioprin, siklofosfamid).

Pemberian obat golongan ini didasarkan atas adanya peranan proses imunologis

pada ITP menahun.

c. Splenektomi dianjurkan bila tidak diperoleh hasil dengan penambahan obat

imunosupresif selama 2-3 bulan. Kasus seperti ini dianggap telah resisten

terhadap prednison dan obat imunosupresif, sebagai akibat produksi

antiboditerhadap trombosit yang berlebihan oleh limpa. Splenektomi seharusnya

Page 29: Conroh Lapsus Itp

29

dikerjakan dalam waktu 1 tahun sejak permulaan timbulnya penyakit, karena

akan memberikan angka remisi sebesar 60-80%. Splenektomi yang dilakukan

terlambat hanya memberikan angka remisi sebesar 50% (2).

Indikasi splenektomi (5):

- Resisten setelah pemberoan kombinasi kortikosteroid dan obat

imunosupresif selama 2-3 bulan.

- Remisis spontan tidak terjadi dalam waktu 6 bulan pemberian kortikosteroid

saja dengan gambaran klinis sedang sampai berat.

- Penderita yang menunjukkan respon terhadap kortikosteroid namun

memerlukan dosis yang tinggi untuk mempertahankan keadaan klinis yang

baik tanpa adanya perdarahan.

Indikasi kontra splenektomi (5)

Sebaiknya splenektomi dilakukan setelah anak berumur lebih dari 2

tahun, kerna sebelum umur 2 tahun fungsi limpa terhadap infeksi belum

dapat diambil alih oleh alat tubuh yang lain (hati, kelenjar getah bening,

timus). Hal ini hendaknya diperhatikan, terutama di negeri yang sedang

berkembang karena mortalitas dan morbiditas akibat infeksi masih tinggi.

Dosis obat yang dipakai

Prednison: 2-5 mg/kgBB/hari peroral. Hati-hati terhadap akibat samping karena

pemberian yang lama (tuberkulosis, penambahan kalium dan pengurangan natrium dalam

diet, pemberian ACTH pada waktu tertentu) (5).

Page 30: Conroh Lapsus Itp

30

- Merkaptopurin: 2,5-5 mg/kgBB/hari peroral

- Azatioprin (imuran): 2-4 mg/kgBB/hari peroral

- Siklofosfamid (Endoxan): 2 mg/kgBB/hari peroral

- Heparin: 1 mg/kgBB intravena, dilanjutkan dengan dosis 1 mg/kgBB perinfus setiap

4 jam sampai tercapai masa pembekuan lebih dari 30 menit (1 mg ekuivalen dengan

100 U).

- Protamin sulfat: dosis sama banyaknya dengan jumlah mg heparin yang telah

diberikan. Pemberiannya secara intravena.

- Transfusi darah: umumnya 10-15ml/kgBB/hari. Dapat diberikan lebih banyak pada

perdarahan yang massif.

Page 31: Conroh Lapsus Itp

31

Di bawah ini disajikan tabel ringkasan rekomendasi berdasarkan American

Society of Hematology 2011 (4):

Page 32: Conroh Lapsus Itp

32

Berikut ini respon pengobatan pada pasien ITP (4):

Prognosis

Pada ITP akut bergantung kepada penyakit primernya. Bila penyakit primernya

ringan, 90% akan sembuh secara spontan. Prognosis ITP menahun kurang baik, terutama

bila merupakan stadium praleukemia karena akan berakibat fatal. Pada ITP menahun yang

bukan merupakan stadium praleukemia, bila dilakukan splenektomi pada waktunya akan

didapatkan angka remisi sekitar 90% (5).

Page 33: Conroh Lapsus Itp

33

DAFTAR PUSTAKA

1. Bakta IM. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC, 2006.

2. Tepie MAF, Roux GL, Beach KJ, Bennett D, Robinson NJ. Comorbidities of

Idiopathic Thrombocytopenic Purpura: A Population-Based Study 2008;2009:1-12.

3. Neunert C, Lim W, Crowther M, Cohen A, Solberg L, Crowther MA. The

American Society of Hematology 2011 evidence-based practice guideline for

immune thrombocytopenia. Blood 2011 117: 4190-4207

4. BJH. Guidelines for the investigation and management of idiopathic

thrombocytopenic purpura in adults, children and in pregnancy. British Journal of

Haematology, 120: 574–596.

5. Tim Penyusun FK UI. Ilmu Kesehatan Anak Buku Kuliah 1. Jakarta : Bagian Ilmu

Kesehatan Anak, 2007.

6. Behrman RE, Kliegman RM.Esensi Pediatri Edisi 4.Jakarta:EGC, 2010.

7. Tim Penulis. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II. Jakarta : Media Aesculapius, 2000.

8. Cines DB, Blanchette VS. Immune thrombocytopenia purpura. N Engl J Med 2002;

346(13):995-1008

9. Siregar CD. Penggunaan Imunoglobulin Dosis Tinggi pada Purpura

Trombositopenik Idiopatik Khronik Anak. Cermin Dunia Kedokt. 1993; 86: 27–9.

10. Kementrian Kesehatan RI. Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial. Jakarta :

Depkes, 2010.

11. Meadow R, Newell S. Lecture Notes Pediatrica. Jakarta: Erlangga, 2005.