cogito ergo sum

24
COGITO ERGO SUM MAKALAH FILSAFAT SAINS DAN TEKNOLOGI Disusun oleh : Antonia Adega (100904145) Elise Dwi Ratnasari (100904155) PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Upload: 06101992

Post on 29-Jun-2015

264 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: COGITO ERGO SUM

COGITO ERGO SUMMAKALAH FILSAFAT SAINS DAN TEKNOLOGI

Disusun oleh :

Antonia Adega (100904145)

Elise Dwi Ratnasari (100904155)

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA

2010

Page 2: COGITO ERGO SUM

PENDAHULUAN

“Cogito Ergo Sum” merupakan suatu makalah bertemakan seorang tokoh filsafat

ternama, Rene Descartes. Rene Descartes merupakan bapak filsuf besar pertama di

era modern yang melakukan upaya serius mengalahkan skeptisisme. Penulis juga

menyertakan tulisan tentang para tokoh yang terpengaruh pemikiran Descartes seperti

Baruch de Spinoza, Leibneiz, dan Blaise Pascal.

Penulis tertarik akan semboyan melegenda yang diungkapkan oleh tokoh tersebut.

Penulis ingin mengkritisi Cogito Ergo Sum sekaligus mengaitkannya dengan

kenyataan yang terjadi di Indonesia sekarang ini, tentang bagaimana jika semboyan

tersebut sungguh-sungguh mendarah daging dalam kehidupan masyarakat Indonesia.

Makalah ini terbagi atas tiga bab. Bab II berisi tentang biografi Descartes dan tokoh-

tokoh lain yang terkena pengaruh ajarannya, dari mereka lahir, menempuh

pendidikan, hingga meninggalnya. Sedangkan Bab III berisi tentang analisis

semboyan Cogito Ergo Sum, di mana penulis akan memaparkan analisis semboyan ini

dan kaitannya dengan kehidupan masyarakat Indonesia. Yang terakhir adalah Bab IV

yang merupakan bab penutup berisi kesimpulan.

BAB II

Page 3: COGITO ERGO SUM

BIOGRAFI

RENE DESCARTES

Descartes lahir pada tanggal 31 Maret 1596 di La Haye-Touraine (sekarang La Haye-

Descartes). Ayahnya merupakan seorang anggota Parlemen Bretagne yang berasal

dari kalangan ningrat golongan bawah. Saat menginjak usia satu tahun, ibunya

meninggal dunia. Kehilangan ini sangat membekas pada sifatnya yang selalu khawatir

di kemudian hari.

Pada tahun 1604 sampai 1612, ia memperoleh pendidikan pertamanya di Collège des

Jèsuites de la Flèche. Saat itu Descartes menyukai guru-gurunya tetapi di sisi lain dia

kecewa dengan sistem pengajaran yang diperolehnya dan ia merasa prihatin melihat

keadaan ilmu pengetahuan waktu itu yang meliputi matematika, fisika, pengetahuan

tentang manusia, dan lain-lain. Tema kewaspadaan, ketakutan ditipu, keragu-raguan,

dan pencarian keyakinan merupakan pokok-pokok bahasan yang selalu menjadi topik

utama dalam filsafat Descartes.

Descartes mendapat ijazah Licence dari Fakultas Hukum Universitas Poitiers pada

tahun 1616. Dua tahun berikutnya, Descartes mengikuti latihan kemiliteran di

Belanda dan menjadi anggota pasukan Duc de Bavière hingga tahun 1628. Ia mulai

mengembara di beberapa negara Eropa serta memanfaatkan pengembaraannya untuk

belajar dari “buku besar alam raya” sambil berusaha berperan sebagai penonton dan

bukan sebagai aktor dalam semua komedi kehidupan.

Pengalaman “perangnya” tidak berarti, namun ia mendapat banyak kesempatan yntuk

bertemu dengan para tokoh cendikiawan masa itu. Ia sedang berada di Jerman ketika

Kaisar Ferdinand II dinobatkan. Musim dingin tahun itu dilewatkannya dekat Ulm,

tempat ia merenungkan berbagai gagasan.

Tahun 1621, Descartes berkelana ke Moravia, Silesia, Brandebourg, Belanda, Swiss,

Tyrolia, Italia. Empat tahun kemudian ia tinggal di Prancis dan berpartisipasi pada

pertemuan-pertemuan ilmiah.

Page 4: COGITO ERGO SUM

Kardinal Bèrulle memintanya untuk mengadakan reformasi di bidang filsafat.

Karyanya yang berjudul Les Règles pour la Direction de l’Esprit atau dalam Bahasa

Indonesia yaitu Kaidah-kaidah untuk Pengarahan Penalaran, ditulis pada tahun 1628

tetapi baru diterbitkan setelah ia meninggal dunia.

Pada tahun yang sama, Descartes pindah ke Belanda untuk dapat bekerja dengan

tenang. Ia berkorespondensi dengan ilmuwan masa itu.

Tahun 1633, Descartes membatalkan penerbitan karyanya yang berjudul Traitè du

Monde yang berisi hipotesis-hipotesis yang sama dengan karya Galileo Galilei,

Dialodo sopra i Due Massimi Sistemi del mondo Ptolemaico e Copernico (Dialog

tentang Dua Sistem Dunia Ptolomaian dan Copernican). Hal ini disebabkan karena

Descartes mendengar kabar bahwa Galileo Galilei dijatuhi hukuman oleh gereja

sehubungan dengan karyanya itu.

Discours de la Mèthode atau dalam Bahasa Indonesia, Risalah tentang Metode,

diterbitkan sebagai pengantar untuk ketiga eseinya, yaitu: (1) Dioptrique, (2)

Mètèores, dan (3) Gèomètrie (bagian dari Traitè du Monde) pada tahun 1637. Tiga

tahun setelah penerbitan pengantar tersebut, puterinya yang bernama Francine dan

ayahnya, Joachim Descartes, meninggal dunia.

Tahun 1641, ia menerbitkan suatu karya dalam bahasa latin, Mèditations

Mètaphysiques, di Paris. Karya inilah yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa

Prancis oleh Duc de Luynes, dengan koreksi Descartes, pada tahun 1647.

Penerbitan Principes de la Philosophie yang juga dalam bahasa latin pada tahun 1644,

dipersembahkan untuk sahabat penanya Puteri Elizabeth de Bohème. Lima tahun

kemudian, karyanya yang berjudul Traitè des Passions de l’Ame, diterbitkan dalam

bahasa Prancis.

Pada tahun yang sama, yaitu tahun 1649, Descartes diundang oleh Ratu Christine dari

Swedia, yang ingin mempelajari filsafat Descartes. Hal ini kemudian menimbulkan

rasa iri hati di kalangan cendikiawan istana. Jam belajar dimulai pukul lima pagi.

Page 5: COGITO ERGO SUM

Hal ini menyebabkan Descartes yang kesehatannya selalu jelek, jatuh sakit, namun ia

menolak pertolongan yang datang dari dokter Swedia. 11 Februari 1650, Descartes

meninggal dunia pada usianya yang ke-54 tahun. Jenazahnya dipindahkan ke Prancis

pada tahun 1667 dan tengkoraknya kemudian disimpan di Museum d’Histoire

Naturlle di Paris.

Berikut merupakan tokoh-tokoh lain yang mendapat pengaruh Descartes...

Baruch de Spinoza

”Apa yang kalian sebut kebenaran?

Kesesatan yang berabad-abad usianya.

Apa itu kesesatan?

Kebenaran yang dialami hanya semenit.”

Ketika memasuki abad ke-16, banyak keturunan Yahudi dari Portugal yang

beremigrasi ke Belanda. Tidak sedikit dari mereka yang mengaku Kristen dengan

tujuan agar tidak diusir dari negeri mereka. Tetapi di Belanda mereka bisa mengakui

secara terang-terangan bahwa mereka adalah Yahudi. Baruch de Spinoza, filsuf yang

akan penulis bicarakan pada bagian ini adalah juga merupakan keturunan Yahudi dari

keluarga yang beremigrasi ke Belanda. Pikiran-pikirannya melekat dalam tradisi

filsafat Yahudi yang dirintis sejak Philo yang menggabungkan agama Yahudi dengan

Filsafat Yunani, Moses Maimonides (1135-1204) yang menyelaraskan ajaran Musa

dengan Aristoteles. Ciri pokok pemikiran Yahudi adalah tentang usaha memadukan

ilmu pengetahuan dan mistik. Usaha tersebut tidak jarang menemui rintangan

terutama dari kalangan mereka sendiri.

Spinoza hidup dalam sebuah masyarakat yang masih mempercayai takhayul dan tabu-

tabu religius dan ia berusaha melepaskan diri dari teror mitologis tersebut dengan

kebebasan berpikir. Demi kebebasan berpikir itu dia dikucilkan dari kalangannya

sendiri. Filsafat Descartes ternyata memiliki pengaruh yang besar dalam

pemikirannya.

Page 6: COGITO ERGO SUM

Baruch de Spinoza lahir di Amsterdam pada tanggal 24 Novenber 1632. Ayahnya

merupakan seorang pedagang yang kaya raya. Sejak kecil dia telah menunjukkan

kecerdasannya sehingga banyak rabinya yang berharap kelak Spinoza dapat menjadi

seorang rabi. Yang ia pelajari tidak hanya Matematika dan Ilmu Alam saja tetapi juga

bahasa Latin, Yunani, Belanda, Perancis, Spanyol, Jerman, Yahudi dan Italia. Spinoza

seakan tidak puas dengan ajaran-ajaran kuno yang terdapat di dalam agamanya.

Lambat laun dia memihak cara berpikir modern yang banyak dipengaruhi oleh

Descartes. Dia mendiskusikan masalah-masalah agama secara terbuka dan gagasan-

gagasannya benar-benar mengejutkan teman-teman dan para tokoh agama pada saat

itu. Salah satu pendapatnya adalah tentang malaikat yang menurutnya hanyalah fiksi

atau imajinasi belaka. Dia juga mengatakan bahwa Allah bersikap material. Pendapat

lainnya adalah tentang Taurat. Ia mengatakan bahwa Taurat tidak mungkin ditulis

oleh Musa dan mujizat hanyalah merupakan kesalahan dalam menafsirkan hukum-

hukum alam. Pandangan-pandangan semacam ini sudah banyak diterima secara

ilmiah pada abad ke-20, tetapi di zaman Spinoza gagasan-gagsannya tersebut benar-

benar menggoyahkan kemapanan dogma agama baik di kalangan Yahudi maupun

Kristen.

Para tokoh agama Yahudi saat itu menjadi gelisah dengan ajaran Spinoza. Mereka

berusaha memakksanya untuk kembali ke ortodoksi agama dengan berbagai cara

tetapi gagal. Di tahun 1656, Spinoza dikucilkan dari Sinagoga. Dia dianggap mati

oleh komunitasnnya dan keluarganya juga memutuskan hubungan dengannya.

Kehidupannya mulai terasing mula-mula dekat Amsterdam lalu di sekitar Den Haag.

Berikut merupakan teks kutukan atas Spinoza oleh Sinagoga, 27 Juli 1656:

”Sesuai dengan keputusan para malaikat dan pernyataan para kudus, kami

mengucilkan, mengutuk, melaknatkan dan menghukum Baruch d’Espinosa...

Terkutuklah dia di siang hari dan malam hari, terkutuklah saat dia berbaring maupun

berjaga, ketika dia pergi maupun datang... Jagalah diri kalian sehingga tak seorang

pun berhubungan dengannya baik secar tertulis maupun lisan, tak seorangpun

menunjukkan itikad baik sedikit pun kepadanya, tak seorang pun tinggal satu atap

dengannya,... tak seorang pun membaca tulisan-tulisannya.”

Page 7: COGITO ERGO SUM

Dia menghadapi semua ini dengan tenang dan mengganti namanya menjadi

Benedictus de Spinoza, sebagai tanda kehidupan barunya.

Dia menghidupi dirinya dengan mengasah lensa sambil terus menulis pikiran-

pikirannya. Di tahun 1673, dia sempat diundang untuk mengajar di Universitas

Heidelberg, namun dia menolak dan memilih terus hidup sebagai pengasah lensa.

Suatu ketika dia mengatakan bahwa tak ada yang lebih mengerikan daripada

kenyataan bahwa orang-orang dihukum mati karena berpikir bebas.

Buku-bukunya banyak dilarang dan setelah diterjemahkan ke dalam bahasa asing,

buku-buku itu malah terkenal di luar negeri. Beberapa karyanya yang terkenal adalah

Renati Descartes Principiorum Philosophiae (Prinsip Filsafat Descartes, 1663),

Tractatus de intellectus emendatione (Traktat tentang Perbaikan Pemahaman, 1677),

Tractatus Theologico-Politicus (Traktat Politis-Teologis, 1670), dan yang paling

penting adalah Ethica more geometrico demonstrata (Etika Dibuktikan secara

Geometris, 1677). Karya-karyanya menimbulkan reaksi yang keras dari pada pendeta

Belanda dan dengan cara ini Spinoza menjadi salah seorang pendobrak dogmatisme.

Di abad ke-18 dan ke-19 para kritikus sastra seperti Lessing dan Goethe

merehabilitasi nama baik Spinoza.

Spinoza meninggal dalam kesepian pada tanggal 21 Februari 1677 pada usia 44 tahun

setelah lama menderita TBC.

Descartes cukup memberi pengaruh dalam pemikiran Spinoza yang tampak dalam hal

penggunaan ilmu pasti sebagai contoh dalam demonstrasi filsafati. Namun Spinoza

juga mempunyai perbedaan dengan Descartes. Ia berpendapat bahwa hanya ada satu

substansi yaitu Allah dan ini meliputi dunia maupun manusia. Itulah sebabnya

pendirian Spinoza ini disebut panteisme: Allah disamakan dengan segala sesuatu yang

ada (Bertens, 1976:46). Berdasarkan keyakinan ini, dunia dan segala isinya tidak

dapat berdiri sendiri, namun bergantung pada substansi itu yaitu Allah. Bagi

Descartes, Allah adalah pribadi yang menciptakan dunia. Bagi Spinoza, Allah adalah

satu kesatuan umum, segala sesuatu yang ada adalah Allah, segala sesuatu ada karena

Allah dan tidak ada sesuatupun yang tidak tercakup dalam Allah. Substansi ini

Page 8: COGITO ERGO SUM

mempunyai ciri-ciri tak terhingga, namun kita hanya mengenal dua ciri-ciri yaitu,

keluasan dan pemikiran, dan dua hal ini ada dalam diri manusia.

Gottfried Wilhelm von Leibniz

“Barangsiapa mencari kebenaran, janganlah menghitung suara.”

Leibniz lahir pada tanggal 1 Juli 1646 di Leipzig, dua tahun sebelum berakhirnya

perang tiga puluh tahun antara golongan Protestan dan Katolik di Jerman. Ayahnya

yang merupakan seorang profesor, meninggal ketika Leibniz masih kecil. Sejak muda

Leibniz gemar membaca karya-karya klasik terutama filsafat skolasik dan puisi-puisi

kuno.

Kepalanya penuh dengan banyak ide dan cara berpikirnya rigorus. “Saat terjaga, aku

telah memiliki banyak ilham, sehingga tidak cukup menulis semuanya dalam sehari.”

Pada usianya yang kedua puluh tahun dia sudah meraih gelar doktor. Spinoza juga

menaruh minatnya pada Matematika, Fisika, Astronomi dan Hukum.

Dia juga menjalin relasi dengan beberapa tokoh penting. Suatu ketika dia

mengunjungi Spinoza di Belanda. Pada awalnya, Spinoza mencurigai Leibniz tetapi

kemudian tokoh yang terkucil ini malah menunjukkan manuskrip dari bukunya yang

berjudul Ethica. Meskipun tidak pernah mengakui secara terang-terangan, karena

tidak mau dicap subversif (merujuk kepada salah satu upaya pemberontakan dalam

merobohkan struktur kekuasaan termasuk negara) sesungguhnya Leibniz banyak

menimba inspirasi dari pemikiran Spinoza.

Leibniz aktif dalam bidang politik. Pada usia dua puluh tahun dia ikut merevisi

hukum kota Mainz. Di samping itu dia juga sempat diutus ke Paris sebagai diplomat

untuk mengadakan wawancara dengan Raja Louis XIV. Leibniz juga memiliki

kesempatan untuk menjalin kontak dengan dua orang fisikus termasyur yaitu Boyle

dan Isaac Newton di kota London. Leibniz memiliki sumbangan yang besar dalam

bidang Matematika dan Fisika, dia mendirikan Academy of Science, sebuah organisasi

yang sama hebatnya dengan Royal Society di Inggris. Leibniz juga ikut

mempengaruhi perkembangan ilmu pengetahuan di Rusia.

Page 9: COGITO ERGO SUM

Karya-karya Leibniz dapat dilihat dari dua sisi. Ada karya-karya yang bersifat populer

dan ada yang diperuntukkan bagi kalangan terbatas. Bukunya yang paling terkenal

adalah La Monadologie (Monadologi 1714). Di samping itu dia juga menulis sebuah

buku teologis dengan judul Discours de Metaphysique (Wacana tentang Metafisika

1686). Banyak karya-karya Leibniz yang diterbitkan anumerta. Tulisan-tulisannya di

bidang keagamaan berusaha menemukan keselarasan antara ajaran Protestan dan

Katolik. Di bidang ilmu dia berusaha mencari keselarasan antara teologi dan ilmu

pengetahuan.

Berbeda dengan Descartes maupun Spinoza, Leibniz berpendapat bahwa ada banyak

substansi, jumlahnya pun tak terhingga. Ia menamakan substansi itu monade. Dengan

ajarannya tentang monade, ia berhasil memecahkan masalah hubungan antara tubuh

dan jiwa. Jiwa merupakan suatu monade dan tubuh merupakan banyak monade. Satu

monade tidak dapat mempengaruhi monade lain karena sifatnya yang tertutup. Lalu

bagaimana tubuh dan jiwa dapat saling mempengaruhi? Jawabannya sederhana, yaitu

Allah mengadakan suatu preestablished harmony antar monade, yaitu keselarasan

yang ditentukan sebelumnya.

Blaise Pascal

”Dalam cinta seringkali kebungkaman lebih berlaku daripada percakapan”

Diantara para filsuf rasionalis, Pascal paling berbeda dari teman sezamannya, dia

menekankan iman melebihi rasio. Di sini Pascal lebih tampil sebagai seorang apologet

kristiani, daripada seorang pendobrak filosofis. Pascal merintis sebuah cara berfilsafat

yang di kemudian hari juga dilakukan oleh Kierkegaard dan para filsuf eksisensialis

abad ke-20.

Pascal lahir pada tanggal 19 Juni 1623 di Clermont-Ferrand, Prancis. Ayahnya yang

adalah seorang ketua Cour des Aides di Clermont, juga merupakan seorang penarik

pajak di wilayah Auvergne, Prancis. Sejak kecil, dia sudah menunjukkan

kecerdesannya. Walaupun dia tidak mengenyam bangku sekolah, dia dididik ayahnya

secara ketat. Dia berminat pada Fisika dan Matematika. Di dua bidang hidup yang

berlainan itu, dia tidak memandang kegiatan ilmiah sebagai kegiatan “duniawi”,

melainkan sebagai pengabdian kepada Allah.

Page 10: COGITO ERGO SUM

Saat dewasa, dia menjalin hubungan dengan biara Port Royal, tempat saudarinya,

Jacqueline, menjadi seorang biarawati di sana. Biara tersebut terkenal sebagai

pengikut Jansenisme, sebuah aliran yang dianggap bidaah dalam agama Katolik.

Memang ada beberapa gagasannya yang bersimpati terhadap jansenisme, namun dia

tetap berpihak pada gereja Katolik. Dalam kumpulan suratnya, Lettres Provinciales”,

Pascal menyerang para Yesuit yang menurutnya terlalu longgar dalam moralitas

sehingga membuat agama Kristen duniawi. Buku itu kemudian dimasukkan daftar

buku subversif dalam gereja. Karyanya yang terkenal adalah Pensee sur la religion

(Pemikiran-pemikiran tentang Agama).

Pascal memang sepakat dengan Descates dalam mementingkan ilmu pasti, namun ia

tidak setuju dengan Descartes dalam menempatkan ilmu sebagai model dalm filsafat.

Dalam filsafat Pascal, manusia selalu dianggap sebagai misteri. Hati (coeur) lebih

penting daripada rasio (raison). Rasio hanya menghasilkan pengetahuan yang dingin,

sedangkan hati memberikan pengetahuan di mana cinta juga mempunyai peranan.

Dengan rasio kita mempelajari ilmu pasti dan ilmu alam, namun dengan hati kita

dapat mencapai kebenaran-kebenaran yang lebih tinggi, terutama Allah. Pascal

mengatakan: “The heart has its reasons which the reason does not understand.”

Page 11: COGITO ERGO SUM

BAB III

ANALISIS “COGITO ERGO SUM”

Rene Descartes adalah seorang Bapak Filsafat Modern. Waktu itu ia mendapat wahyu

ilahi, bahwa ilmu pengetahuan adalah satu, tidak ada pembandingnya dan hanya ada

satu orang yang menyusunnya serta merupakan satu bangunan yang berdiri sendiri

menurut suatu metode yang umum. Metode ilmiahlah yang dipandang lebih umum.

Kebenaran memang ada asal jiwa kita membebaskan diri dari isinya yang semula.

Dengan kata lain, sesuatu yang benar merupakan apa yang jelas dan terpilah-pilah

(clear and distincly), artinya gagasan-gagasan itu dapat dibedakan dari gagasan yang

lain. Hadiwijono (1980:19) memberi contoh sebagai berikut, coba kita perhatikan lilin

(Jawa: malam) dan sarang madu (Jawa: tala). Jikalau kita mengamati sebuah sarang

madu ada beberapa hal yang tampak pada indera kita: lidah kita merasakan madunya,

hidung kita mencium bau bunganya, mata kita melihat rupa dan warnanya, jari kita

merasakan keras dan dinginnya. Akan tetapi jikalau sarang madu itu kita letakkan di

atas suatu wadah yang berada di atas api, sifat-sifatnya berubah, sekalipun lilinnya

masih ada. Lilin tadi tidak dapat ketahui dari wahyu ataupun khayalan, melainkan dari

rasio atau akal. Jadi, lilin tadi dipisahkan dari segala sesuatu yang melekat dengannya

dengan cara dipanaskan, begitu pula gagasan-gagasan dapat dibedakan dari gagasan-

gagasan yang lain. Pengetahuan yang berasal dari indera merupakan suatu kekaburan,

dan atas kuasa rasio atau akal kita kita dapat mengetahui hal itu. Di sini Descartes

menekankan bahwa kita seharusnya meragukan segala sesuatu, dengan kata lain

bahwa kita menganggap segala sesuatu itu tidaklah pasti.

Di zaman Descartes, orang-orang masih dipengaruhi oleh khayalan-khayalan. Maka ia

ingin membebaskan diri dari semuanya itu dan ingin memulai sesuatu yang baru.

Sesuatu yang baru itu haruslah berpangkal dari sesuatu yang pasti, dan pangkal yang

pasti itu adalah melalui keragu-raguan. Ia bermaksud bahwa kesangsian ini dijalankan

seradikal mungkin (Bertens, 1976:43). Ia ingin menjalankan secara keseluruhan pada

semua pengetahuan yang ia miliki, termasuk yang sudah pasti. Menurutnya, hanya

ada satu hal yang tidak dapat diragukan, yaitu bahwa aku ragu-ragu. Aku ragu-ragu

atau aku berpikir, maka aku ada (cogito ergo sum). Apa yang dipikirkan mungkin

suatu khayalan, namun bahwa aku berpikir bukanlah suatu kahyalan. Jadi yang dapat

Page 12: COGITO ERGO SUM

dimengerti secara jelas dan terpilah-pilah merupakan hal yang benar. Ini adalah apa

yang disebut kebenaran filsafat yang pertama (primum philosophicum). Pengamatan

inderawi tidak memberikan keterangan kepada kita tentang hakekat dan sifat-sifat

dunia di luar kita. Supaya hakekat segala sesuatu dapt ditentukan, digunakan

penertian-pengertian tertentu, yaitu: substansi, atribut atau sifat dasar dan modus.

Substansi merupakan apa yang berada sedemikian rupa, sehingga tidak memerluka

sesuatu yang lain untuk berada. Substansi yang dipikiran sebenarnya hanya satu saja

yaitu Allah. Atribut merupakan sifat asasi, dan tiap substansi memiliki sifat asasinya

sendiri yang menentukan hakekat substansi tersebut. Sifat asasi ini mutlak perlu dan

tidak dapat ditiadakan. Yang disebut modus adalah segala sifat substansi yang tidak

mutlak perlu dan yang dapat berubah. Maka dalam hal ini, segala sesuatu yang

duniawi itu pada hakekatnya adalah sama. Mengapa? Karena, segala substansi

bendawi memiliki atribut yaitu keluasan (extentio) dan memiliki bentuk serta besar

yang lahiriah. Substansi bendawi tidak memiliki ketentuan yang kualitatif yang

menunjukkan kualitas dan mutunya. Roh atau jiwa juga memiliki sifat asasi yaitu

pemikiran (cogitatio) dan memiliki pemikiran individual, gagasan-gagasan dan

gejala-gejala yang lain. Roh dapat dipikirkan secara jelas dan terpilah-pilah tanpa

memerlukan sifat asasi benda.

Jiwa adalah substansi yang tunggal, tidak bersifat duniawi dan tidak dapat mati. Jiwa

memiliki pemikiran sebagai sifat asasinya. Pemikiran adalah segala sesuatu yang

terjadi di dalam diri manusia dengan sepengetahuannya, yaitu segala perbuatan

pengenalan inderawi, khayalan, kehendak. Sifat hakiki pemikiran adalah kesadaran.

Tubuh adalah substansi bendawi, berarti tubuh memiliki sifat asasi keluasan. Tubuh

dan jiwa adalah dua hal yang saling bertentangan dan tidak dapat dijembatani. Jiwa

dapat mempengaruhi tubuh, namun keduanya bisa juga saling mempengaruhi. Jiwa

berada dalam sebuah kelenjar kecil yang letaknya di bawah otak kecil (glandula

pinealis). Dalam hal ini, maka subyek hanya dipandang sebagai jiwa semata.

Pemikian merupaan perbuatan jiwa dan bebas dari pengaruh tubuh. Tubuh pada

hakekatnya tidaklah bebas, pemiiranlah yang memilii kebebasan itu. Yang ditekankan

Descartes dalam hal ini adalah penakhlukan diri pada pimpinan akal dan menganggap

remeh kepad hidup duniawi dengan kebaikan dan kejahatannya.

Page 13: COGITO ERGO SUM

Lalu bagaimana bila “Cogito Ergo Sum” benar-benar diterapkan dalam kehidupan

masyarakat Indonesia?

Pertanyaan inilah yang sebenarnya menjadi inti dari tulisan ini. Dari sini kita bisa

melihat dari dua sisi, yaitu apabila dipandang dari segi individual dan dari segi

kehidupan bermasyarakat.

Penulis berpendapat bila semboyan ini benar-benar diterapkan dan menjadi pedoman

hidup bagi bangsa ini khususnya, maka setiap inividu akan memiliki kualitas diri yang

tinggi, dengan kata lain memiliki sumber daya manusia yang baik dan berkualitas.

Bagaimana tidak? Jika seseorang meragukan segala sesuatu, maka ia akan terus

mencari dan benar-benar menggunakan akalnya untuk melihat segala sesuatu secara

jelas dan terpilah-pilah seperti apa yang diajarkan Descartes, yaitu nantinya akan

ditemukan suatu kebenaran. Orang akan berpikir terlebih dahulu sebelum mengambil

keputusan dan tidak mudah terpengaruh oleh segaal sesuatu yang berada di luar diri

kita. Seperti kita ketahui, masyarakat Indonesia masih memiliki gengsi yang tinggi.

Dalam bidang ekonomi contohnya, Indonesia merupakan sasaran empuk bagi

pemasaran produk-produk asing. Masyarakat cepat terpengaruh untuk memiliki

produk tersebut tanpa memikirkan trelebih dahulu apakah barang atau produk tersebut

benar-benar diperlukan. Belum lagi bila melihat penghasilan sehari-hari. Di sini, rasa

gengsi yang tinggi mengalahkan rasio atau akal.

Maka, semboyan “Cogito Ergo Sum” sangat penting dalam artian bahwa suatu hal

memang perlu dipikirkan masak-masak dengan akal sehat jangan sampai termakan

rasa gengsi. Dalam bidang lain misalnya bidang pendidikan. Ilmu yang diterima

dalam bangku sekolah hendaknya tidak diterima begitu saja, namun setidaknya kita

kembangkan agar benar-benar sesuai dengan penerapan dalam hidup sehari-hari.

Walau ajaran Descartes adalah meragukan segala sesuatu, kita juga patut memilah-

milah apa-apa saja yang perlu diragukan. “Cogito Ergo Sum” mengajarkan kita untuk

benar-benar menggunakan akal sehat dalam melakukan segala sesuatu, jangan samapi

kita terjerumus dalam hal-hal di luar rasio yang bisa menyesatkan pemikiran kita.

Page 14: COGITO ERGO SUM

Bila “Cogito Ergo Sum” diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, hal ini akan menjadi

sulit. Pasalnya, orang akan menjadi individualis, hanya memikirka diri sendiri dengan

segala pemikiran dan akalnya tanpa mau mempertimbangkan apa yang menjadi saran

atau pemikiran orang lain. Orang akan menjadi anti kritikan karena menganggap

pemikirannya sudah benar karena seperti yang dikatakan di atas, bahwa hal tersebut

sudah dipikirkan secara jelas dan terpilah-pilah. Bisa dibayangkan efeknya apabila hal

ini terjadi. Indonesia dengan masyarakat majemuknya akan banyak menemui konflik

karena perbedaan pemikiran. Sulit dibayangkan bila kerusuhan-kerusuhan akan makin

marak dan korban pun berjatuhan.

Page 15: COGITO ERGO SUM

BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat penulis ambil adalah lahirnya filsafat modern berawal dari

latar belakang kehidupan para tokoh filsuf yang penuh dengan khayalan dan takhayul.

Mereka menjadi pendobrak hal-hal tabu itu dengan pemikiran rasionalismenya yaitu

sumber pengetahuan yang terpercaya adalah rasio atau akal. Dengan akal sehat

mereka mencoba menyadarkan orang akan realitas yang ada dan berusaha

membebaskannya dari khayalan-khayalan yang ada. Dari para tokoh yang penulis

bahas, hanya Pascal yang mengkritik rasionalisme Descartes, dan memang dialah

awal dari kritik terhadap rasionalisme.

Penerapan “Cogito Ergo Sum” memang baik dari segi individunya, namun tidak lebih

baik bila dilihat dari segi kehidupan sosialnya. Di satu sisi orang akan semakin

miningkat kualitas sumber daya manusianya, di sisi lain ia akan menjadi manusia

individualis yang tidak peduli dengan pemikiran dan pendapat orang lain.

Saran

“Cogito Ergo Sum” hendaknya tidak diterpkan dalam segala aspek kehidupan. Ada

kalanya kita mendengarkan saran, kritikan maupun pendapat orang lain demi

kemajuan bersama.

Page 16: COGITO ERGO SUM

DAFTAR PUSTAKA

Bertens, K.1976.Ringkasan Sejarah Filsafat.Yogyakarta: Yayasan KanisiusHadiwijono,Harun.1980.Sari Sejarah Filsafat Barat 2.Yogyakarta:Yayasan

Kanisius

Sumber Internet

http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en%7Cid&u=http://oregonstate.edu/instruct/phl302/philosophers/descartes.html