cleft palate
TRANSCRIPT
CLEFT PALATE
Orofacial Cleft (celah bibir & celah palatum)
OROFACIAL CLEFT
(CLEFT LIP AND CLEFT PALATE)
PENDAHULUAN
Celah pada bibir, alveolus dan palatum lunak (molle) dan palatum keras (durum) adalah kelainan
kongenital paling sering pada struktur orofasial. Mereka seringnya muncul sebagai deformitas
terpisah namun dapat dihubungkan dengan kondisi medis lainnya, khususnya penyakit jantung
kongenital. Kelainan ini juga sebagai temuan yang dihubungkan pada > 300 sindroma yang
diketahui.1
Semua anak yang lahir dengan celah bibir dan palatum membutuhkan penilaian pediatrik untuk
mengesampingkan kelainan kongenital lainnya. Pada keadaan khusus, konseling genetik harus
dicari jika diduga terdapat sebuah sindroma.1
INSIDEN
Insiden celah bibir dan palatum adalah 1 dari 600 kelahiran hidup, dan secara terpisah celah
palatum muncul pada 1 dari 1000 kelahiran hidup. Insiden ini meningkat pada kelompok Asia
(1:500) dan menurun pada populasi Negro (1:2000). Insiden tertinggi yang dilaporkan terjadi
pada celah bibir dan palatum muncul pada suku-suku Indian di Montana (1:276).1
Walaupun celah bibir dan palatum adalah kelainan kongenital yang sangat beragam dan berubah-
ubah, muncul beberapa subgrup berbeda, yang dinamakan celah bibir dengan/tanpa celah
palatum (CL/P), celah palatum (CP) sendiri dan celah palatum submukosa (submucous cleft
palate/SMCP).1
Distribusi tipikal dari tipe-tipe celah adalah:1
1. Celah bibir saja 15%
2. Celah bibir dan palatum 45%
3. Celah palatum tersendiri 40%
Celah bibir/palatum predominan pada pria, dimana celah palatum saja muncul lebih sering pada
wanita. Pada celah bibir unilateral, deformitasnya mempengaruhi sisi kiri pada 60% kasus.1
ETIOLOGI
Pendapat saat ini terhadap etiologi dari celah bibir dan palatum adalah bahwa celah bibir dan
palatum (CL/P) dan celah palatum tersendiri memiliki predisposisi genetik dan kontribusi
komponen lingkungan. Sejarah keluarga dengan celah bibir dan palatum dimana hubungan
keluarga derajat pertama berpengaruh pada peningkatan resiko menjadi 1 dalam 25 kelahiran
hidup. Pengaruh genetik lebih penting pada celah bibir/palatum dibandingkan celah palatum
sendiri, dimana faktor lingkungan menggunakan pengaruh lebih besar.1
Faktor lingkungan terlibat dalam ‘clefting’ (proses terbentuknya celah) termasuk epilepsi ibu
hamil dan obat-obatan, sebagai contoh steroid, diazepam dan fenitoin, walaupun keuntungan
suplemen asam folat antenatal adalah untuk mencegah celah bibir dan palatum tetap samar.1
Walaupun kebanyakan celah bibir dan palatum muncul sebagai deformitas tersendiri, rangkaian
Pierre Robin tetap merupakan sindroma yang paling sering. Sindroma ini terdiri dari celah
palatum tersendiri, retrognathia dan glossoptosis (lidah displasia posterior), yang dihubungkan
dengan kesulitan pernapasan awal dan pemberian makanan.1
Celah palatum tersendiri lebih sering dihubungkan dengan sindroma dibandingkan dengan celah
bibir/palatum dan celah bibir tersendiri. Lebih dari 150 sindroma dihubungkan dengan celah
bibir dan palatum, walaupun Stickler (kelainan oftalmik dan muskuloskeletal), Shprintzen
(anomali jantung), Down, Apert dan Treacher Collins adalah yang paling sering dijumpai.1
EMBRIOLOGI
Bibir dan palatum berkembang terpisah, namun keduanya terbentuk sangat awal dalam
perkembangan janin. Celah orofasial muncul 5-9 minggu setelah konsepsi jika jaringan pada
mulut yang sedang berkembang gagal bergabung bersama dan menyatu sepenuhnya.2
Penyebab celah orofasial diduga multifaktor disebabkan gen juga faktor-faktor lingkungan.
Celah orofasial selalu dihubungkan dengan defek kelahiran lainnya sebagai bagian dari sebuah
sindroma. Lebih dari 200 sindroma dihubungkan dengan celah orofasial termasuk sindroma
Stickler, sindroma delesi 22q11, sindroma Van der Woude. Sindroma yang dihubungkan dengan
celah orofasial sering dikenal sebagai sebab kromosomal atau genetik.2
Terkadang celah palatum adalah bagian dari rangkaian Pierre-Robin. Rangkaian Pierre-Robin
ditandai dengan kombinasi tiga ciri-ciri yang diduga saling berhubungan: kelainan rahang bawah
kecil yang secara abnormal mengecil (micrognathia), perpindahan lidah kebawah (glossoptosis)
dan celah palatum.2
DEFINISI
Celah bibir dan celah palatum berada diantara defek lahir yang paling sering, mempengaruhi
sekitar 1 dari 700 bayi per tahun di Amerika Serikat. Celah adalah sebuah pembukaan atau
belahan pada bibir atas, atap mulut (palatum) atau keduanya.3
Celah bibir dapat mempengaruhi satu atau kedua sisi bibir atas. Celah bibir dan celah palatum
seringnya muncul sebagai defek lahir tersendiri, namun celah bibir dan celah palatum juga
dihubungkan dengan banyak kondisi genetik.3
ANATOMI
Celah Palatum
Celah palatum muncul ketika atap (langit-langit) mulut tidak menutup sempurna, meninggalkan
celah yang dapat meluas kedalam rongga hidung. Celah dapat melibatkan sisi lain palatum.
Celah ini dapat meluas dari bagian depan mulut (palatum durum/keras) ke arah tenggorokan
(palatum molle/lunak). Seringkali celah juga melibatkan bibir. Celah palatum tidak terlihat
sejelas celah bibir karena berada di dalam mulut. Celah palatum bisa saja merupakan satu-
satunya kelainan pada seorang anak, atau bisa saja berhubungan dengan celah bibir atau
sindroma lainnya. Pada kebanyakan kasus, anggota keluarga lain juga memiliki celah palatum
ketika lahir.4
Secara embriologis, palatum utama terdiri dari semua struktur anatomi anterior ke foramen
incisivus, disebut alveolus dan bibir atas. Palatum sekunder didefinisikan sebagai sisa palatum di
belakang foramen incisivus, dibagi kedalam palatum durum (keras), dan lebih ke belakang lagi,
palatum molle (lunak).1
Celah palatum adalah hasil dari kegagalan menyatunya dua lempeng palatina. Kegagalan ini
mungkin terbatas pada palatum molle saja atau melibatkan kedua palatum durum dan palatum
molle. Ketika celah palatum menempel pada septum nasi dan vomer, celah disebut inkomplit.
Jika septum nasi dan vomer terpisah secara total dari prosesus palatina, celah palatum disebut
komplit.1
Palatum Molle/Lunak
Pada palatum molle normal, penutupan velofaring, yang penting untuk bicara normal, dicapai
oleh 5 otot berbeda yang berfungsi dalam sebuah cara yang komplit dan terkoordinasi.
Umumnya serat otot palatum molle berorientasi secara melintang tanpa tambahan berarti ke
palatum durum.1
Pada celah palatum molle, serat otot berorientasi pada arah anteroposterior, masuk ke dalam
batas posterior palatum durum.1
Palatum Durum/Keras
Palatum durum normal dapat dibagi kedalam tiga zona anatomis dan fisiologis. Pusat
fibromukosa palatum sangat tipis dan terletak secara langsung dibawah lantai/dasar hidung.
Fibromukosa maksilaris tebal dan terdiri dari berkas neurovaskular palatina mayor. Fibromukosa
ginggiva terletak lebih lateral dan berbatasan dengan gigi.1
Dalam melakukan penutupan secara bedah pada celah palatum, perubahannya yang dihubungkan
dengan celah harus dipahami untuk memperoleh perbaikan anatomis dan fungsional. Dalam
celah palatum komplit bagian tengah kubah palatum tidak dijumpai dan fibromukosa palatum
berkurang ukurannya. Fibromukosa maksila dan ginggiva tidak dimodifikasi ketebalannya,
lebarnya atau posisinya.1
Celah Bibir
Celah bibir adalah kelainan dimana bibir tidak sepenuhnya terbentuk selama perkembangan
janin. Derajat celah bibir dapat sangat bervariasi, dari ringan (takik pada bibir) sampai yang berat
(celah lebar dari bibir ke hidung).4
Terdapat beberapa nama berbeda yang diberikan pada celah bibir berdasarkan pada lokasinya
dan seberapa banyak bibir terlibat. Celah pada satu sisi bibir yang tidak meluas ke hidung disebut
inkomplit unilateral. Celah pada satu sisi bibir yang meluas kedalam hidung disebut komplit
unilateral. Celah yang melibatkan kedua sisi bibir dan meluas kedalam dan melibatkan hidung
disebut komplit bilateral.4
Celah Bibir Unilateral
Pada celah bibir unilateral, cincin otot nasolabial dan bilabial terganggu pada satu sisi,
menghasilkan deformitas asimetris yang melibatkan kartilago nasi eksternal, septum nasi dan
maksila anterior (premaksila). Deformitas ini mempengaruhi jaringan mukokutan, menyebabkan
perpindahan kulit hidung kedalam bibir dan retraksi kulit labia, juga perubahan ke merah terang
dan mukosa bibir. Semua perubahan ini harus diperhatikan dalam perencanaan perbaikan bedah
pada celah bibir unilateral.1
Celah Bibir Bilateral
Pada celah bibir bilateral, deformitasnya lebih dalam namun simetris. Kedua cincin otot superior
terganggu pada kedua sisinya, menghasilkan hidung yang mengembang (akibat kurangnya
kontinuitas otot nasolabial), penonjolan premaksila dan area kulit di depan premaksila, dikenal
sebagai prolabium, ketiadaan otot. Sebagaimana celah bibir unilateral, deformitas otot, kartilago
dan skeletal mempengaruhi jaringan mukokutan, yang harus dihargai dalam perencanaan
perbaikan celah bibir bilateral.1
FAKTOR RESIKO
Demografi dan Faktor Reproduksi
Beberapa studi melaporkan peningkatan resiko celah oral dengan peningkatan usia maternal
(Shaw 1991). Bagaimanapun, studi yang lebih besar gagal mengidentifikasi kenaikan usia
maternal sebagai faktor resiko untuk celah oral (Abramowicz 2003, Baird 1994, Viera 2002,
Vallino-Napoli 2004). Sebaliknya, studi lainnya menemukan resiko lebih besar untuk terjadinya
celah bibir diantara ibu-ibu lebih muda (DeRoo 2003, Reefhuis 2004).5
Ada perbedaan ras/etnik pada resiko untuk terjadinya celah oral. Orang Asia memiliki resiko
tertinggi (14:10.000 kelahiran), diikuti orang-orang kulit putih (10:10.000 kelahiran), dan Afro-
Amerika (4:10.000 kelahiran) (Das 1995). Diantara orang-orang Asia sendiri, resiko untuk celah
oral lebih tinggi diantara orang-orang Asia Timur Jauh (Jepang, Cina, Korea) dan Filipina
dibandingkan orang-orang Kepulauan Pasifik (Yoon 1997). Populasi Indian Amerika di Amerika
Utara telah ditemukan memiliki angka lebih tinggi dibandingkan populasi “campuran” lainnya
(Vieira 2002).5
Faktor Genetik diyakini diperhitungkan pada beberapa kelainan, seringnya dalam kombinasi
dengan satu atau lebih faktor-faktor lingkungan. Beberapa loci telah diidentifikasi untuk celah
bibir dengan atau tanpa celah palatum, dan, pada satu kasus, sebuah gen khusus telah ditemukan.
Pada celah palatum saja, sebuah gen telah diidentifikasi, namun banyak lainnya yang mungkin
terlibat (Carinci 2003). Ada bukti dua tipe utama dari celah bibir dan palatum pada orang-orang
kulit putih (Ardinger 1989, Chung 1986, Chung 1987, Johnston 1989). Tipe pertama dikontrol
oleh gen tunggal, yang dapat mengkode untuk varian transforming growth factor-alpha (TGF-α).
Tipe kedua sifatnya multifaktorial. Orang Asia, bagaimanapun, tidak terlihat memiliki etiologi
gen utama untuk celah oral (Ardinger 1989, Chung 1986, Chung 1987, Johnston 1989). Juga
terdapat beberapa bukti bahwa variasi gen maternal dan/atau janin bersama dengan maternal
yang merokok dapat mengarah pada celah oral pada janin (Hwang 1995, Shaw 1996, Fallin
2003, Lammer 2004). Sebagai tambahan bagi faktor-faktor ini, elemen tertentu dapat juga
menjadi faktor pendukung dalam menghasilkan anak-anak yang terpengaruh (Prescott 2002, van
Rooj 2003). Dalam hal ini, hadirnya sebuah gen yang diidentifikasi sebagai MTHFR 677TT
bersama dengan diet asam folat rendah dapat mengarah pada peningkatan celah orofasial (van
Rooj 2003). Juga terdapat indikasi bahwa bahkan dengan asupan asam folat yang sesuai, celah-
celah ini masih akan muncul pada beberapa kasus (Lammer 2004, Prescott 2002). Faktor genetik
lainnya yang dapat mempengaruhi munculnya celah orofasial termasuk kemampuan maternal
untuk mempertahankan konsentrasi zinc sel darah merah dan konsentrasi mio-inositol (sebuah
gula alkohol heksahidrosisikloheksan) (Krapels 2004). Kemampuan maternal untuk
mempertahankan tingkat vitamin B6 dan B12 yang sesuai dan kemampuan fetus untuk
memanfaatkan nutrien ini juga dilihat sebagai faktor dalam perkembangan celah oral (van Rooj
2004). Ketika nutrien-nutrien ini tidak dimetabolisme dengan tepat, kerusakan pada sintesis dan
transkipsi DNA dapat muncul (van Rooj 2004).5
Faktor demografi tidak dianggap mempengaruhi resiko untuk celah oral termasuk musim, lokasi
geografis (Christensen 1995), kelas sosial, paritas (Shaw 1991), dan usia paternal.
Bagaimanapun, kelahiran yang lebih tinggi telah dihubungkan dengan meningkatnya resiko
(Vieira 2002).5
Status sosioekonomi rendah, ketika mengatur pengaturan untuk ras-etnik, asupan suplemen
multivitamin/mineral, merokok dan pesta minuman, tidak dihubungkan dengan peningkatan
resiko celah orofasial (Carmichael 2003). Bagaimanapun, studi Scottish benar-benar menemukan
hubungan dengan kerugian sosioekonomi (tidak biasa untuk faktor lainnya) (Clark 2003).5
Jenis kelamin janin mempengaruhi resiko celah oral. Pria lebih sering dibanding wanita untuk
mendapat celah bibir dengan atau tanpa celah palatum, dimana wanita berada pada resiko lebih
besar untuk celah palatum sendiri (Blanco-Davila 2003, Das 1995, Owens 1985, Shaw 1991).
Sebuah studi mengindikasikan bahwa riwayat keluarga untuk kasus celah, urutan kelahiran, usia
maternal saat kelahiran, maternal yang merokok pada trimester pertama dan konsumsi alkohol
selama kehamilan tidak menjelaskan perbedaan jenis kelamin (Abramowicz 2003). Janin yang
lahir dengan malformasi lainnya seperti keterlibatan sistem pernapasan, mata, telinga, traktus
pencernaan bagian atas dan anomali muskuloskeletal lainnya berada pada peningkatan resiko
untuk mendapatkan celah bibir dan/atau celah palatum (Shaw 2002). Sebagai tambahan, janin
dengan celah oral lebih mungkin terkena penyakit jantung kongenital; bagaimanapun penyakit-
penyakit ini lebih mungkin dihubungkan dengan sebuah sindroma dibadingkan dengan celah
tersendiri (Barbosa 2003). Malformasi lainnya yang dihubungkan dengan celah termasuk defek
sistem pernapasan (Shaw 2003).5
Faktor dalam Gaya Hidup atau Lingkungan
Secara keseluruhan, faktor lingkungan dianggap kurang penting dibandingkan faktor genetik
dalam etiologi celah oral (Christensen 1995, Fraser 1970).5
Asupan maternal dari obat-obatan vasoaktif, termasuk pseudoefedrin, aspirin, ibuprofen,
amfetamin, kokain atau ekstasi, juga merokok, telah dihubungkan dengan resiko lebih tinggi
untuk celah oral (Beaty 1997, Erikson 1979, Khaoury 1989, Lammer 2004, Munger 1996,
Rosenburg 1982). Pengobatan antikonvulsi seperti fenobarbital, trimetadion, valproat, dan
dilantin telah tercatat meningkatkan insiden celah bibir dan/atau celah palatum (Ardinger 1988,
Feldman 1977, Hanson 1976, Hanson 1984, Holmes 2004, Kallen 2003, Meadow 1970,
Wyszynski 1996, Zackai 1975). Bagaimanapun, terdapat beberapa pertanyaan apakah
peningkatan ini akibat pengobatan epilepsi yang diderita (Wyszynski 1996). Isotretionin
(Accutane) telah diidentifikasi sebagai faktor penyebab potensial untuk celah oral (Benke 1984,
Lammer 1985). Diazepam (Valium) dan Bendektin tidak ditemukan dapat meningkatkan angka
kejadian celah oral (Mitchell 1981, Rosenberg 1983). Hubungan antara asupan maternal berupa
sulfasalazin, naproksen, dan glukokortikoid selama trimester pertama telah diperkirakan (Kallen
2003). Aminopterin (obat kanker) juga telah dihubungkan pada perkembangan celah oral
(Warkany 1978).5
Anak yang lahir dari ibu dengan kolitis ulseratif tidak dijumpai berada pada resiko yang lebih
tinggi untuk celah oral (Norgard 2003).5
Maternal yang merokok telah dihubungkan dengan celah bibir dan palatum pada keturunannya
(Little 2004, Lorente 2000, Christianson 1980, Erikson 1979, Higgins 2002, Khoury 1987,
Khoury 1989, Lieff 1999, Shiono 1986, Van Den Eaden 1990, van Rooj 2003, Werler 1990,
Werler 1997, Wyszynski 2002). Studi berbeda mengindikasikan bahwa merokok selama
kehamilan merupakan faktor resiko minor dalam pembentukan celah oral, dan tergantung dosis
(Wyszynski 2002). Penelitian lainnya mengindikasikan hubungan antara maternal yang merokok
dan celah palatum, namun bukan maternal yang merokok dan celah bibir, dengan atau tanpa
celah palatum (Meyer 2004). Sebagai tambahan, terdapat bukti bahwa mungkin saja ada interaksi
kuat antara variasi gen tertentu maternal dan/atau janin dengan merokok yang dapat
menyebabkan celah oral pada janin (Hwang 1995, Shaw 1996, Fallin 2003, Lammer 2004).5
Alkohol dapat meningkatkan resiko celah oral (Lorente 2000, Clarren 1978, Hassler 1986,
Munger 1996, Shaw 1999, Streissguth 1980, Werler 1991). Bagaimanapun peneliti lainnya tidak
menemukan adanya hubungan ini (Meyer 2003).5
Kortikosteroid, baik digunakan secara topikal maupun sistemik memiliki hubungan dengan
peningkatan resiko pembentukan celah orofasial (Edwards 2003, Pradat 2003).5
Sebuah studi menemukan bahwa penggunaan dimenhidrinat (sebuah obat anti mual atau muntah)
lebih sering terjadi diantara subjek ibu-ibu dengan celah palatum, dimana besi kelihatannya
memiliki efek proteksi melawan kondisi ini (Czeizel 2003). Sebuah studi menemukan angka
kejadian celah oral lebih rendah diantara keturunan wanita yang pernah mengalami hiperemesis
gravidarum (“morning sickness” berat dengan muntah) (Czeizel 2003).5
Kafein tidak dihubungkan dengan kejadian celah oral (Rosenberg 1982).5
Pemaparan pekerjaan maternal terhadap glikol-eter, sebuah bahan kimia yang ditemukan dalam
beragam produk domestik dan industri, telah dilaporkan meningkatkan angka kejadian celah
bibir (Cordier 1997). Pemaparan terhadap larutan organik seperti xylen, toluen dan aseton juga
telah dilaporkan meningkatkan angka kejadian defek ini (Holmberg 1982, Wyszynski 1996).
Pekerjaan maternal termasuk bagian pelayanan seperti pekerja salon, pertanian, dan perusahaan
kulit atau sepatu, begitu juga pemaparan terhadap pestisida, timah, dan asam alifatik telah
dilaporkan meningkatkan angka kejadian celah mulut (Bianchi 1997, Garcia 1998, Lorente 2000,
Wyszynski 1996); bagaimanapun, studi lainnya gagal menemukan hubungan antara pestisida
dengan resiko terjadinya celah oral (Shaw 1995, Wyszynski 1996). Satu studi gagal menemukan
hubungan antara pemaparan pekerjaan orangtua terhadap timah dengan resiko celah oral.
Bagaimanapun, jumlah kasus dalam studi tersebut kecil, dan pengukuran terhadap pemaparan
timah hanya berdasarkan catatan sensus (Irgens 1998). Pemaparan maternal terhadap bahan
kimia laboratorium umumnya tidak dilihat sebagai sesuatu yang penting, namun pemaparan
terhadap larutan organik, khususnya benzen, dilihat sebagai faktor pendukung untuk peningkatan
malformasi puncak neuron pada keturunan, termasuk pembentukan celah orofasial (Wennborg
2005).5
Tinggal dekat dengan tempat limbah berbahaya tidak terlihat meningkatkan resiko untuk
kejadian celah bibir dan palatum (Croen 1997), tidak juga pemaparan pekerjaan orangtua
terhadap daerah magnetik 50 Hz (Blaasaas 2002). Beberapa studi tidak mampu menemukan
bukti meyakinkan efek pemaparan klorinasi air dan klorinasi hasil tambahan (Hwang 2002 and
2003).5
Sebuah studi (Shaw 1999b) menemukan gambaran penggunaan alat pemanas tempat tidur
elektrik (selimut elektrik, penghangat tempat tidur, dan tempat tidur air yang dipanaskan) tidak
terlihat mempengaruh resiko untuk celah oral. Demam pada maternal dihubungkan dengan
resiko yang meningkat, namun suplemen multivitamin tampaknya menurunkan resiko ini (Botto
2002).5
Telah diduga bahwa nutrisi memainkan peranan dalam manifestasi celah oral. Gambaran
penggunaan asam folat oleh maternal telah ditemukan mengurangi resiko defek pembuluh saraf.
Sebagai hasilnya, pertanyaan telah diajukan tentang apakah ada efek proteksi yang sama untuk
defek lahir lainnya, termasuk celah oral. Penggunaan multivitamin pada maternal telah
menemukan pengurangan yang bermakna dalam resiko celah palatum dan pengurangan yang
tidak bermakna untuk resiko celah bibir (Werler 1999). Beberapa studi telah melaporkan
penurunan angka kejadian celah bibir dan palatum dengan penggunaan asam folat (Czeizel 1996,
Malek 2003, Mulinare 1995, Munger 1997, Shaw 1995, Shaw 2002, Tolarova 1995), dimana
studi lain gagal menemukan efek seperti itu (Hays 1996). Beberapa ambigu studi-studi tersebut
mungkin menjelaskan oleh studi baru-baru ini yang menemukan bahwa resiko celah oral dapat
dikurangi hanya dengan dosis tinggi konsumsi asam folat pada waktu pembentukan bibir dan
palatum (Czeizel 1999). Vitamin B dan zinc juga telah dilaporkan mengurangi resiko celah oral
(Munger 1997, Munger 2004, Krapels 2004), juga vitamin A (Mitchell 2003). Sebagai tambahan,
ibu-ibu dengan genotipe MTHFR 677TT atau MTHFR 1298CC dan asupan folat rendah ternyata
meningkatkan resiko untuk celah bibir dengan atau tanpa celah palatum diantara keturunan
mereka (Jugessur 2003, van Rooj 2003).5
GEJALA
Biasanya, sebuah celah – atau takik – di bibir atau palatum segera dapat diidentifikasi ketika
lahir. Celah dapat muncul sebagai takik kecil pada bibir atau dapat meluas dari bibir melewati
gusi atas dan palatum.3
Lebih jarang lagi, celah muncul hanya pada otot palatum molle (celah submukosa), yang terletak
di belakang mulut dan ditutupi oleh garis mulut. Karena letaknya yang tersembunyi, tipe celah
seperti ini hanya dapat didiagnosa setelah beberapa saat lamanya.3
TES DAN DIAGNOSA
Terbentuknya celah pada bibir dan palatum biasanya terlihat selama pemeriksaan bayi pertama
kali. Satu pengecualian adalah celah submukosa dimana terdapat celah pada palatum, namun
tertutupi oleh garis mulut yang lembut dan kokoh.6
Beberapa celah orofasial dapat terdiagnosa dengan USG prenatal, namun tidak terdapat skrining
sistemik untuk celah orofasial. Diagnosa antenatal untuk celah bibir, baik unilateral maupun
bilateral, memungkinkan dengan USG pada usia gestasi 18 minggu. Celah palatum tersendiri
tidak dapat didiagnosa pada pemeriksaan USG antenatal. Ketika diagnosa antenatal dipastikan,
rujukan kepada ahli bedah plastik tepat untuk konseling dalam usaha menghilangkan
ketakutan.1,2
Setelah lahir, tes genetik mungkin membantu menentukan perawatan terbaik untuk seorang anak,
khususnya jika celah tersebut dihubungkan dengan kondisi genetik. Pemeriksaan genetik juga
memberi informasi pada orangtua tentang resiko mereka untuk mendapat anak lain dengan celah
bibir atau celah palatum.3
KOMPLIKASI
Bayi dan anak-anak dengan celah oral mungkin memiliki:
Kesulitan makan
Infeksi telinga berulang dan hilangnya pendengaran (yang sering ditangani dengan
pengobatan)
Kesulitan berbicara
Masalah gigi
Anak-anak dengan celah orofasial biasanya ditangani oleh tim spesialis agar semua aspek
pengobatan dapat terkoordinasi. Kebanyakan timnya terdiri dari dokter anak, dokter bedah
plastik, dokter gigi, dokter THT, ahli bahasa-berbicara, ahli audiologi, konselor genetik, dan
pekerja sosial.7
Jalan Nafas
Obstruksi pernafasan primer jarang dan muncul secara khusus pada bayi dengan rangkaian
Pierre-Robin. Episode hipoksia sewaktu tidur dan pemberian minum dapat membahayakan.
Obstruksi jalan nafas intermiten lebih sering terjadi dan ditangani dengan merawat bayi dengan
kecenderungan tersebut. Kasus yang lebih berat dan bahaya saluran nafas persisten dapat
ditangani dengan “tetap memakai intubasi nasofaring” untuk mempertahankan jalan nafas.
Pelekatan lidah ke bibir bawah dengan cara bedah (labioglosopeksi) dalam beberapa hari
pertama setelah kelahiran merupakan sebuah alternatif namun jarang dipraktekkan metode
manajemen seperti itu.1
Kesulitan Makan
Bayi dengan celah bibir saja biasanya tidak memiliki banyak masalah dengan makan.
Bagaimanapun, bayi dengan celah bibir/palatum dan bayi dengan celah palatum tersendiri
biasanya memiliki masalah. Celah pada atap mulut membuat bayi kesulitan menghisap cukup
susu melalui puting. Beberapa bayi juga memiliki masalah dengan tersumbat, tercekik atau susu
keluar dari hidung ketika diberi makan. Ada dot dan botol dan yang khusus dibuat untuk
mempermudah pemberian makan pada bayi dengan celah.7
ASI adalah makanan terbaik untuk semua bayi. ASI berisi substansi untuk melawan penyakit
yang membantu melindungi bayi dari infeksi. Bayi dengan celah bibir saja biasanya dapat
berhasil diberi ASI, namun bayi dengan celah palatum biasanya tidak mampu. Namun, mereka
masih bisa mendapatkan manfaat ASI jika mereka diberi minum ASI dari botol. Masih
memungkinkan untuk memberi ASI pada beberapa bayi dengan celah palatum yang tidak begitu
berat, walaupun ini nantinya menuntut kesabaran lebih dan modifikasi teknik pemberian ASI.7
Masalah Pendengaran
Bayi dengan celah palatum (apakah merupakan bagian dari celah bibir/palatum ataupun
tersendiri) lebih sering memiliki infeksi telinga berulang dibanding anak-anak lainnya. Masalah
anatomi yang dihubungkan dengan celah dapat menambah cairan didalam telinga tengah. Jika
cairan terinfeksi, bayi menjadi demam dan telinganya sakit. Cairan yang bertambah di dalam
telinga tengah juga dapat menyebabkan kehilangan pendengaran ringan sampai sedang.7
Jika diterapi dengan tepat pada masa bayi dan anak-anak, kehilangan pendengaran tidak perlu
menjadi permanen. Jika tidak ditangani dengan baik, perkembangan berbicara mungkin
dipengaruhi oleh hilangnya pendengaran, dan kehilangan pendengaran dapat menjadi permanen.7
Semua anak dengan celah palatum seharusnya memeriksakan telinga mereka setidaknya setahun
sekali. Jika cairan di telinga terdeteksi, selalu dapat diterapi dengan obat-obatan atau, pada
beberapa kasus, dengan prosedur bedah minor untuk mengalirkan cairan keluar. Pada kasus yang
persisten, dokter dapat memasukkan tabung kecil kedalam gendang telinga untuk mengalirkan
cairan dan membantu mencegah infeksi. Kebanyakan anak-anak dengan celah palatum
membutuhkan tabung telinga.7
Kesulitan Berbicara
Anak-anak dengan celah bibir umumnya dapat berbicara normal atau mendekati normal.
Beberapa anak dengan celah palatum (tersendiri atau sebagai bagian dari celah bibir/palatum)
mengalami perkembangan berbicara lebih lambat dibandingkan anak-anak lainnya. Kata-kata
mereka mungkin terdengar sengau, dan mereka mungkin kesulitan menghasilkan beberapa suara
konsonan. Bagaimanapun, setelah perbaikan celah palatum, kebanyakan anak-anak biasanya
mengejar dan mengembangkan kemampuan berbicara yang mendekati normal, walaupun
beberapa dari mereka membutuhkan terapi berbicara atau pembedahan tambahan nantinya.7
Masalah Gigi
Anak-anak yang celah bibir/palatumnya meluas ke gusi bagian atas (yang terdiri dari gigi)
memiliki masalah gigi khusus. Beberapa dari gigi utama dan permanen mungkin menghilang,
berbentuk tidak normal atau diluar posisinya di sekitar celah. Beberapa anak dengan celah
palatum tersendiri juga kehilangan gigi.7
Untungnya, dokter gigi umumnya dapat mengatasi masalah ini dengan sukses. Anak biasanya
akan menerima perawatan berkelanjutan dari tim ahli, termasuk dokter gigi anak (untuk
perawatan rutin), spesialis ortodonti (untuk reposisi gigi menggunakan pesawat gigi) dan seorang
bedah mulut (untuk mereposisi segmen rahang atas, jika dibutuhkan, dan memperbaiki celah
pada gusi).7
PENGOBATAN
Bedah rekonstruktif dapat memperbaiki celah bibir dan palatum, dan dalam kasus yang lebih
berat, bedah plastik dapat memperlihatkan gambaran khusus sehubungan dengan keprihatinan.
Anak dengan celah oral akan menjumpai beragam spesialis yang akan bekerja sebagai tim untuk
menangani kondisi tersebut. Pengobatan biasanya dimulai dalam beberapa bulan pertama
kehidupan, bergantung pada kesehatan bayi dan luasnya celah.
Anggota tim pengobatan celah bibir dan palatum biasanya terdiri dari:
Ahli genetik
Dokter bedah plastik
Dokter THT
Dokter bedah mulut
Dokter gigi spesialis ortodonti
Dokter gigi
Ahli terapi bicara
Ahli audiologi
Koordinator perawat
Pekerja sosial dan atau psikolog
Para ahli akan mengevaluasi kemajuan anak secara teratur, dan mengamati pendengaran,
berbicara, nutrisi, gigi dan status emosional.8
PEMBEDAHAN UNTUK CELAH ORAL
Pembedahan biasanya dilakukan selama 3-6 bulan pertama untuk memperbaiki celah bibir dan
antara 9-14 bulan untuk memperbaiki celah palatum. Kedua tipe pembedahan dilakukan di
rumah sakit dibawah anestesi umum.8
Celah bibir biasanya hanya membutuhkan sebuah pembedahan rekonstruktif, khususnya jika
celah tersebut unilateral. Dokter bedah akan membuat sebuah insisi pada masing-masing sisi
celah dari bibir ke lubang hidung. Dua sisi bibir kemudian disatukan. Celah bibir bilateral
mungkin diperbaiki dalam dua pembedahan, dengan jarak 1 bulan, yang biasanya membutuhkan
rawat inap singkat di rumah sakit.8
Pembedahan celah palatum melibatkan penarikan jaringan dari tiap sisi mulut untuk membentuk
ulang palatum. Proses ini mungkin membutuhkan rawat inap 2 atau 3 malam di rumah sakit,
dengan malam pertama berada di ICU. Pembedahan pertama dimaksudkan untuk membentuk
palatum fungsional, mengurangi kemungkinan cairan yang terbentuk dalam telinga tengah, dan
membantu gigi dan tulang wajah berkembang dengan tepat. Sebagai tambahan, palatum
fungsional ini akan membantu perkembangan berbicara dan kemampuan dalam pemberian
makanan.8
Kebutuhan operasi lainnya bergantung pada kemampuan ahli bedah dan juga keparahan celah,
bentuknya dan ketebalan jaringan yang tersedia yang dapat digunakan untuk membentuk
palatum. Beberapa anak akan membutuhkan pembedahan lebih untuk membantu memperbaiki
cara berbicara mereka.8
Pembedahan tambahan juga mungkin memperbaiki gambaran bibir dan hidung, menutup celah
antara hidung dan mulut, membantu pernafasan dan menstabilkan dan meluruskan kembali
rahang. Pembedahan berikutnya biasanya dijadwalkan sekurangnya dalam jarak 6 bulan untuk
memberi waktu penyembuhan dan mengurangi kemungkinan parut yang serius. Perbaikan
terakhir untuk parut mungkin ditinggalkan dan tidak dilakukan sampai usia remaja, dimana
struktur wajah sudah lengkap perkembangannya.8
Tabel berikut ini memberikan urutan intervensi kunci untuk perawatan berdasarkan usia.9
Usia Intervensi
Prenatal Rujukan kepada tim yang menangani celah bibir dan palatum
Diagnosis dan konseling genetik
Memperlihatkan masalah psikososial
Mempersiapkan instruksi pemberian makan
Membuat rencana pemberian makan
Lahir – 1 bulan Rujukan kepada tim yang menangani celah bibir dan palatum
Diagnosis dan konseling genetik
Memperlihatkan masalah psikososial
Sediakan instruksi pemberian makan dan periksa pertumbuhan
1 – 4 bulan Periksa pemberian makan dan pertumbuhan
Perbaikan celah bibir
Periksa telinga dan pendengaran
5 – 15 bulan Periksa pemberian makan, pertumbuhan dan perkembangan
Periksa telinga dan pendengaran; pertimbangkan tabung telinga
Perbaikan celah palatum
Sediakan instruksi kebersihan oral
16 – 24 bulan Nilai telinga dan pendengaran
Nilai bicara dan bahasa
Periksa perkembangan
2 – 5 tahun Nilai bicara dan bahasa; tangani insufisiensi velofaringeal
Periksa telinga dan pendengaran
Pertimbangkan perbaikan bibir/hidung sebelum mulai sekolah
Nilai perkembangan dan penyesuaian psikososial
6 – 11 tahun Nilai bicara dan bahasa; tangani insufisiensi velofaringeal
Intervensi ortodonti
Cangkok tulang alveolar
Nilai sekolah/penyesuaian psikososial
12 – 21 tahun Pembedahan rahang, rinoplasti jika dibutuhkan
Alat ortodonti, implan jika dibutuhkan
Konseling genetik
Nilai sekolah/penyesuaian psikososial
Tabel perencanaan prosedur pembedahan celah bibir dan palatum.1
Celah bibir saja (cleft lip alone)
Unilateral (satu sisi) Satu kali operasi pada usia 5 – 6 bulan
Bilateral (dua sisi) Satu kali operasi pada usia 4 – 5 bulan
Celah palatum saja (cleft palate alone)
Palatum molle saja Satu kali operasi pada usia 6 bulan
Palatum durum dan molle Dua kali operasi
- Palatum molle pada usia 6 bulan
- Palatum durum pada usia 15 – 18 bulan
Celah bibir dan palatum (cleft lip and palate)
Unilateral Dua kali operasi
- Celah bibir dan palatum molle pada usia 5 – 6 bulan
- Palatum durum dan bantalan gusi dengan atau tanpa perbaikan bibir pada usia 15 -18 bulan
Bilateral Dua kali operasi
- Celah bibir dan palatum molle pada usia 4 – 5 bulan
- Palatum durum dan bantalan gusi dengan atau tanpa perbaikan bibir pada usia 15 – 18 bulan
Referensi
1. ̂ Tessier P (Juni 1976). "Klasifikasi anatomi wajah, cranio-wajah dan latero-wajah
celah" J Surg Maxillofac 4 (2):. 69-92. DOI : 10.1016/S0301-0503 (76) 80013-6 . PMID
820824 .
2. ̂ Kim EK, Khang SK, Lee TJ, Kim TG (Mei 2010). "fitur klinis dari bibir sumbing
Jakarta dan karakteristik ultra dari otot orbicularis oris" . Craniofac Cleft Palate. J. 47
(3):. 297-302 doi : 10.5555/08-270.1 . PMID 19860522 .
3. ̂ . Yuzuriha S, Mulliken JB (November 2008) "Kecil-bentuk, microform, dan mini-
microform bibir sumbing: fitur anatomi, teknik operasi, dan revisi" . Plast. Reconstr.
Surg 122 (5).:
4. ̂ Tosun Z, Hoşnuter M, S Senturk, Savaci N (2003). "Bibir sumbing Rekonstruksi
microform" Scand J Plast Surg Reconstr Tangan Surg 37 (4):.. 232-5 DOI :
10.1080/02844310310016412 . PMID 14582757 .
5. ̂ Tollefson TT, Humphrey CD, Larrabee WF, Adelson RT, Karimi K, Kriet JD (2011).
"Spektrum terisolasi cacat bawaan hidung menyerupai morfologi bibir sumbing hidung"
Arch Surg Facial Plast 13 (3).:
6. ̂ "Statistik berdasarkan negara untuk langit-langit sumbing" . . Diperoleh 2007/04/24.
7. ^ a b Sloan GM (2000). "Flap faring posterior dan pharyngoplasty sfingter: keadaan seni"
Craniofac Cleft Palate.. . J. 37 (2): 112-22 doi : 10.1597/1545-1569 (2000) 037 <0112:
PPFASP> 2.3.CO; 2 . PMID 10749049 .
8. ̂ Hill, JS (2001). "insufisiensi velopharyngeal: Sebuah update pada teknik diagnostik
dan bedah" . Curr Opin Otolaryngol Kepala Leher Surg 9 (6):
9. ̂ Kaplan EN (1975). "The Cleft Palate Okultisme dan submukosa" Cleft Palate Journal
12:. 356-68. PMID 1058746 .
10. ̂ Leonard BJ, Brust JD (1991). "Konsep diri anak-anak dan remaja dengan bibir
sumbing dan / atau langit-langit". Craniofac Cleft Palate. . J. 28 (4): 347-353 doi :
10.1597/1545-1569 (1991) 028 <0347: SCOCAA> 2.3.CO; 2 . PMID 1742302 .
11. ̂ Tobiasen JM (Juli 1984). "Psikososial berkorelasi sumbing bawaan: konseptualisasi
dan model" Langit-langit Mulut Sumbing J 21 (3):.. 131-9 PMID 6592056 .
12. ̂ Paus AW, Ward J (1997). "Self-dirasakan penampilan wajah dan penyesuaian
psikososial di preadolescents dengan anomali kraniofasial". Craniofac Celah Langit-
langit. . J. 34 (5): 396-401 doi : 10.1597/1545-1569 (1997) 034 <0396: SPFAAP>
2.3.CO; 2 . PMID 9345606 .
13. ̂ Bristow & Bristow 2007 , hlm 82-92
14. ̂ "Yayasan Cleft Palate" . Diperoleh 2007/07/01.
15. ̂ Snyder HT, Bilboul MJ, Paus AW (2005). "Penyesuaian psikososial pada remaja
dengan anomali kraniofasial: perbandingan induk dan laporan diri" Craniofac Cleft
Palate.. J. 42 (5):. 548-55 doi : 10.1597/04-078R.1 . PMID 16149838 .
16. ̂ Endriga MC, Kapp-Simon KA (1999). "Isu-isu psikologis dalam perawatan
kraniofasial: keadaan seni" Craniofac Cleft Palate.. . J. 36 (1): 3-11 doi : 10.1597/1545-
1569 (1999) 036 <0001: PIICCS> 2.3.CO; 2 . PMID 10067755 .
17. ^ a b Paus AW, Snyder HT (Juli 2005). "penyesuaian psikososial pada anak-anak dan
remaja dengan anomali kraniofasial: usia dan pola seks" . Craniofac Cleft Palate. J. 42
(4):. 349-54 doi : 10.1597/04-043R.1 . PMID 16001914 .
18. ̂ Prokhorov AV, Perry CL, Kelder SH, Klepp KI (1993). "Gaya hidup nilai-nilai remaja:
hasil dari Program Kesehatan Jantung Minnesota Pemuda" Remaja 28 (111):. 637-47.
PMID 8237549 .
19. ̂ Dudas M, Li WY, Kim J, Yang J, Kaartinen V (2007). "palatal fusi -? mana sel-sel
garis tengah pergi Sebuah ulasan tentang sumbing, cacat lahir utama manusia" . Acta
Histochem 109 (1). :
20. ̂ Dudas M, Li WY, Kim J, Yang J, Kaartinen V (2007). "Palatal fusi - di mana sel-sel
garis tengah pergi Sebuah ulasan tentang sumbing, cacat lahir utama manusia?" Acta
Histochem 109 (1): 1-14... DOI : 10.1016/j.acthis.2006.05.009 . PMID 16962647 .
21. ̂ .. Beaty TH, Ruczinski saya, Murray JC, et al (Mei 2011) "Bukti untuk interaksi gen-
lingkungan dalam studi genom luas terisolasi langit-langit, non-sindromik sumbing" .
Genet Epidemiol 35 (6):
22. ̂ Kanno K, Suzuki Y, Yamada A, Y Aoki, Kure S, Matsubara Y (Mei 2004). "Asosiasi
antara bibir sumbing dengan atau tanpa nonsyndromic sumbing dan dekarboksilase asam
glutamat 67 gen dalam populasi Jepang". Am. J. Med. Genet. Sebuah 127A (1): 11-6.
DOI : 10.1002/ajmg.a.20649 . PMID 15103710 .
23. ̂ Dixon MJ, Marazita ML, Beaty TH, Murray JC (Maret 2011). "bibir sumbing dan
langit-langit: genetik dan lingkungan mempengaruhi sintesis" Nat.. Genet Rev 12 (3).:
24. ̂ Cokelat TM, Cooper ME, Maher BS, et al (Agustus 2004).. "Interferon faktor regulasi
6 (IRF6) varian gen dan risiko bibir sumbing atau langit-langit terisolasi" . N. Engl. J.
Med 351 (8).:
25. ̂ "langit-langit Sumbing petunjuk genetik ditemukan" . BBC News. . Diperoleh
2007/07/01.
26. ̂ Siderius LE, Hamel SM, van Bokhoven H, et al. (2000). "X-linked keterbelakangan
mental yang berkaitan dengan sumbing bibir / langit-langit peta untuk Xp11.3-q21.3".
Am. J. Med. .. Genet 85 (3): 216-220 DOI : 10,1002 / (SICI) 1096-8628 (19990730) 85:3
<216:: AID-AJMG6> 3.0.CO; 2-X . PMID 10398231 .
27. ̂ Kronwith SD, Quinn G, McDonald DM, et al. (1990). "Sindrom Stickler di Klinik
Cleft Palate" J Pediatr Ophthalmol Strabismus 27 (5):. 265-7. PMID 2246742 .
28. ̂ Mrugacz M, Sredzińska-Kita D, Bakunowicz-Lazarczyk A, Piszcz M (2005). .
"[Miopia tinggi sebagai tanda patognomonik pada sindrom Stickler itu]" (dalam bahasa
Polandia) Klin Oczna 107 (4-6): 369-71. PMID 16118961 .
29. ̂ Sousa SB, Lambot-Juhan K, Rio F, et al. (Mei 2011). "Memperluas kerangka fenotip
Loeys-Dietz sindrom". Am. J. Med. Genet. Sebuah 155A (5): 1178-83. DOI :
10.1002/ajmg.a.33813 . PMID 21484991 .
30. ̂ Hardikar sindrom gejala
31. ^ a b Cox, TC (2004). "Mengambil ke maks: Mekanisme genetik dan perkembangan
koordinasi morfogenesis midfacial dan dysmorphology" Clin.. Genet 65 (3):.. 163-176
DOI : 10.1111/j.0009-9163.2004.00225.x . PMID 14756664 .
32. ^ a b Loenarz, C.;. Ge W., Coleman ML, Rose NR, Cooper CDO, Klose RJ, PJ Ratcliffe,
Schofield, CJ (2009) "PHF8, sebuah gen yang terkait dengan keterbelakangan bibir /
langit-langit mulut sumbing dan mental, encode untuk N {} varepsilon-dimetil
demethylase lisin " . Hum. Mol.
33. ̂ Millicovsky, G.; Johnston, MC (1981). "Hyperoxia dan hipoksia pada kehamilan:
manipulasi eksperimental sederhana mengubah kejadian bibir sumbing dan langit-langit
di CL / Fr tikus" Proc.. Natl. Acad. Sci. USA 78 (9):
34. ̂ Shi, M.; Wehby, GL dan Murray, JC (2008). "Review Varian Genetik dan Ibu
Merokok di Etiologi celah Oral dan Cacat Lahir lain" Lahir Cacat Res, Bagian C 84 (1):..
35. ̂ Hurst, JA; Houlston, RS, Roberts, A., Gould, SJ dan Tingey, WG (1995). "Kekurangan
ekstremitas melintang, celah wajah dan kerusakan ginjal hipoksia: asosiasi dengan
pengobatan hipertensi ibu?" Clin.. . Dysmorphol 4 (4): 359-363. PMID 8574428 .
36. ̂ Boyles AL, Wilcox AJ, Taylor JA, et al. (Februari 2008). "Folat dan Satu-Karbon
Polimorfisme Gen Metabolisme dan Asosiasi mereka sumbing Lisan" . Am. J. Med.
Genet. Sebuah 146a (4):
37. ̂ Costello BJ, Edwards SP, Clemens M (Oktober 2008). "janin diagnosis dan pengobatan
anomali craniomaxillofacial" . J. Maxillofac oral. Surg 66 (10).:
38. ̂ Bristow, L; Bristow, S (2007) Membuat wajah: bibir sumbing Logan dan kisah langit-
langit.. Oakville, Ontaria, CA: Pulsus Group. hlm 1-92.
39. ̂ Lydiatt DD, Yonkers AJ, Ditjen Schall (November 1989). "Pengelolaan pasien bibir
sumbing dan langit-langit" Nebr Med J 74 (11):.. 325-8; diskusi 328-9 PMID 2586685 .
40. ̂ "Biografi dan Arsip Pribadi" . Diarsipkan dari yang asli pada Diperoleh 2007/07/01. di
miami.edu
41. ̂ Barillas Aku, Nov W, Warren SM, Cutting CB, Grayson BH (Maret 2009). "moulding
Nasoalveolar meningkatkan jangka panjang hidung simetri secara lengkap sepihak
sumbing bibir sumbing-pasien langit-langit" . Plast. Reconstr. Surg 123 (3).:
42. ̂ Fukuyama E, Omura S, Fujita K, Soma K, Torikai K (November 2006). "ekspansi
palatal berlebihan cepat dengan alat Latham untuk distal reposisi premaxilla menonjol di
bibir sumbing bilateral dan alveolus" . Craniofac Cleft Palate. J. 43 (6):. 673-7 doi :
10.1597/05-109 . PMID 17105324 .