chapter ii hhh

13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan Uraian tumbuhan meliputi habitat dan daerah tumbuh, morfologi tumbuhan, sistematika tumbuhan, nama asing, kandungan kimia dan kegunaan tumbuhan. 2.1.1 Habitat dan daerah tumbuh Jahe merah merupakan tanaman obat dan rempah berupa tumbuhan rumpun berbatang semu yang berasal dari India sampai Cina dan tersebar di daerah tropis seperti benua Asia dan Kepulauan Pasifik (Hasanah, dkk., 2004). Tanaman ini dapat tumbuh sampai pada ketinggian 900 m dari permukaan laut, tetapi akan lebih baik tumbuhnya pada ketinggian 200-600 m dari permukaan laut (Paiman, 1991). Daerah utama produsen jahe merah di Indonesia adalah Jawa Barat (Sukabumi, Sumedang, Majalengka, Cianjur, Garut, Ciamis, dan Subang), Banten (Lebak dan Pandeglang), Jawa Tengah (Magelang, Boyolali, Salatiga), Jawa Timur (Malang Probolinggo, Pacitan), Sumatera Utara (Simalungun), Bengkulu, dan lain-lain (Hasanah, dkk., 2004). 2.1.2 Morfologi tumbuhan Tanaman jahe merah tergolong terna, berbatang semu, beralur, tinggi sekitar 30-60 cm. Rimpangnya bercabang-cabang, agak melebar, bagian dalamnya berwarna kuning muda dengan ujung merah muda. Rimpang jahe berkulit agak tebal, berwarna coklat, membungkus daging umbi yang berserat, beraroma khas, dan rasanya pedas menyegarkan (Matondang, 2006).

Upload: iir-irma-suryani

Post on 25-Jan-2016

243 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

tugas

TRANSCRIPT

Page 1: Chapter II Hhh

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

Uraian tumbuhan meliputi habitat dan daerah tumbuh, morfologi

tumbuhan, sistematika tumbuhan, nama asing, kandungan kimia dan kegunaan

tumbuhan.

2.1.1 Habitat dan daerah tumbuh

Jahe merah merupakan tanaman obat dan rempah berupa tumbuhan

rumpun berbatang semu yang berasal dari India sampai Cina dan tersebar di

daerah tropis seperti benua Asia dan Kepulauan Pasifik (Hasanah, dkk., 2004).

Tanaman ini dapat tumbuh sampai pada ketinggian 900 m dari permukaan

laut, tetapi akan lebih baik tumbuhnya pada ketinggian 200-600 m dari permukaan

laut (Paiman, 1991).

Daerah utama produsen jahe merah di Indonesia adalah Jawa Barat

(Sukabumi, Sumedang, Majalengka, Cianjur, Garut, Ciamis, dan Subang), Banten

(Lebak dan Pandeglang), Jawa Tengah (Magelang, Boyolali, Salatiga), Jawa

Timur (Malang Probolinggo, Pacitan), Sumatera Utara (Simalungun), Bengkulu,

dan lain-lain (Hasanah, dkk., 2004).

2.1.2 Morfologi tumbuhan

Tanaman jahe merah tergolong terna, berbatang semu, beralur, tinggi

sekitar 30-60 cm. Rimpangnya bercabang-cabang, agak melebar, bagian dalamnya

berwarna kuning muda dengan ujung merah muda. Rimpang jahe berkulit agak

tebal, berwarna coklat, membungkus daging umbi yang berserat, beraroma khas,

dan rasanya pedas menyegarkan (Matondang, 2006).

Page 2: Chapter II Hhh

Bentuk daun bulat panjang dan tidak lebar. Berdaun tunggal, berbentuk

lanset dengan panjang 15-23 mm, lebar 8-15 mm; tangkai daun berbulu, panjang

2-4 mm; bentuk lidah daun memanjang, panjang 7,5-10 mm, dan tidak berbulu.

Perbungaan berupa malai tersembul di permukaan tanah, berbentuk tongkat atau

bundar telur yang sempit, 2,75-3 kali lebarnya; panjang malai 3,5-5 cm, lebar 1,5-

1,75 cm; gagang bunga hampir tidak berbulu, panjang 25 cm; sisik pada gagang

terdapat 5-7 buah, berbentuk lanset, letaknya berdekatan atau rapat, panjang sisik

3-5 cm. Bunga memiliki 2 kelamin dengan 1 benang sari dan 3 putik bunga daun

pelindung, bundar pada ujungnya, tidak berbulu, berwarna hijau cerah, panjang

2,5 cm, lebar 1-1,75 cm; mahkota bunga berbentuk tabung 2-2,5 cm, helainya

agak sempit, berbentuk tajam, berwarna kuning kehijauan, panjang 1,5-2,5 mm,

lebar 3-3,5 mm, bibir berwarna ungu, gelap berbintik-bintik berwarna putih

kekuningan, panjang 12-15 mm; kepala sari berwarna ungu, panjang 9 mm;

tangkai putik ada 2 (Hapsoh, dkk., 2008).

2.1.3 Sistematika tumbuhan

Sistematika tanaman jahe merah menurut Tjitrosupomo (1991) adalah

sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae

Ordo : Zingiberales

Famili : Zingiberaceae

Marga : Zingiberis

Spesies : Zingiber officinale Roscoe

Varietas : Zingiber officinale Roscoe var. amarum

Page 3: Chapter II Hhh

2.1.4 Nama Asing

Nama asing tanaman jahe merah adalah halia, haliya padi, haliya udang

(Malaysia); luya, allam (Filipina); adu, ale, ada (India); sanyabil (Arab); chiang

p’I, khan ciang, kiang, sheng chiang (Cina); gember (Belanda); ginger (Inggris);

gingembre, herbe au giingimbre (Perancis) (Hapsoh, dkk., 2008).

2.1.5 Kandungan kimia

Komposisi kimia jahe merah terdiri dari minyak atsiri 2-4% yang

menyebabkan bau harum, dimana komponen utamanya adalah zingiberen (35%),

kurkumin (18%), farnesene (10%), serta bisabolene dan b-sesquiphellandrene

dalam jumlah kecil, 40 hidrokarbon monoterpenoid yang berbeda seperti 1,8-

cineole, linalool, borneol, neral, dan geraniol. Di samping itu, rimpang jahe merah

juga mengandung lemak, lilin, karbohidrat, vitamin A, B, dan C, mineral

senyawa-senyawa flavonoid, enzim proteolitik yang disebut zingibain, kamfena,

limonene, sineol, zingiberal, gingerin, kavikol, zingiberin, zingiberol, minyak

damar, pati, asam malat, asam oksalat (Govindarajan, 1982).

Rimpang jahe merah juga mengandung minyak tidak menguap yaitu

oleoresin sampai 3%, merupakan senyawa fenol dengan rantai karbon samping

yang terdiri dari tujuh atau lebih atom karbon. Komponen ini merupakan

pembentuk rasa pedas yang tidak menguap pada jahe. Komponen dalam oleoresin

jahe terdiri atas gingerol, gingerdiols, gingerdiones, dihidrogingerdiones, shagaol,

paradols, dan zingerone (Govindarajan, 1982).

2.1.6 Kegunaan

Rimpang jahe merah biasa digunakan sebagai obat masuk angin, obat

gosok pada pengobatan penyakit encok dan sakit kepala, bahan obat, bumbu

masak, penghangat tubuh, menghilangkan flu, mengatasi keracunan, gangguan

Page 4: Chapter II Hhh

pencernaan, sebagai antioksidan, antitusif, analgesik, antipiretik, antiinflamasi,

menurunkan kadar kolesterol, mencegah depresi, impotensi, dan lain-lain

(Hapsoh, dkk., 2010).

2.1.7 Penggolongan tumbuhan

Berdasarkan ukuran, bentuk, dan warna rimpangnya dikenal 3 jenis jahe,

yaitu jahe putih/kuning besar atau sering disebut jahe gajah, jahe putih kecil/jahe

emprit, dan jahe merah. Berikut dijelaskan gambaran umum ketiga jenis jahe

tersebut.

a. Jahe putih/kuning besar/jahe gajah/jahe badak (Zingiber officinale var.

officinale)

Batang berbentuk bulat, hijau muda, diselubungi pelepah daun sehingga

agak keras. Tinggi tanaman 55,88-88,38 cm. Daun tersusun berselang-seling dan

teratur, permukaan daun bagian atas hijau muda jika dibandingkan dengan

bagian bawah. Ukuran daun yaitu panjang 17,42-21,99 cm, lebar 2,00-2,45 cm,

lebar tajuk 41,05-53,81 cm dan jumlahnya dalam satu tanaman mencapai 25-31

lembar.

Ukuran rimpangnya lebih besar dan gemuk, ruas rimpang lebih

menggembung jika dibandingkan jenis jahe lainnya. Jika diiris rimpang

berwarna putih kekuningan. Berat rimpang 0,18-1,04 kg dengan panjang 15,83-

32,75 cm. Jenis jahe ini bisa dikonsumsi baik saat berumur muda maupun

berumur tua, baik sebagai jahe segar maupun jahe olahan.

Rimpang memiliki aroma yang kurang tajam dan rasanya kurang pedas.

Kandungan minyak atsiri 0,82-1,66%, kadar pati 55,10%, dan kadar serat 6,89%.

Jahe gajah diperdagangkan sebagai rimpang segar setelah dipanen pada umur 8-9

bulan. Rimpang tua ini padat berisi. Ukuran rimpangnya 150-200 gram/rumpun.

Page 5: Chapter II Hhh

Ruasnya utuh, daging rimpangnya cerah, bebas luka dan bersih dari batang semu

dan akar.

b. Jahe putih/kuning kecil/jahe sunti/jahe emprit (Zingiber officinale var. rubrum)

Memiliki rimpang dengan bobot 0,5-0,7 kg/rumpun. Struktur rimpang

kecil-kecil dan berlapis, berwarna putih kekuningan, dengan tinggi rimpangnya 11

cm, panjang 6-30 cm, dan diameter 3,27-4,05 cm. Ruasnya kecil, agak rata sampai

agak sedikit menggembung. Jahe ini selalu dipanen setelah berumur tua.

Tinggi tanaman sekitar 40-60 cm, sedikit lebih pendek dari jahe besar.

Bentuk batang bulat, hijau muda, hampir sama dengan jahe besar, hanya lebih

ramping dan jumlahnya lebih banyak.

Daunnya berselang-seling dengan teratur, hijau muda, dan berbentuk

lancet. Jumlah daun dalam satu batang 20-30 helai, panjang daun 20 cm dengan

lebar daun 25 cm.

Kandungan minyak atsiri 1,5-3,5%, kadar pati 54,70%, dan kadar serat

6,59%. Kandungan minyak atsirinya lebih besar daripada jahe gajah, sehingga

rasanya lebih pedas, di samping seratnya tinggi.

c. Jahe merah atau jahe sunti (Zingiber officinale var. amarum)

Memiliki rimpang dengan bobot 0,5-0,7 kg/rumpun. Struktur rimpang

kecil berlapis-lapis, daging rimpang merah jingga sampai merah, ukuran lebih

kecil dari jahe kecil. Diameter rimpang 4 cm, tinggi 5,26-10,40 cm, dan panjang

12,50 cm. Jahe merah selalu dipanen setelah tua, dan juga memiliki kandungan

minyak atsiri yang paling tinggi dibandingkan dengan jahe jenis lain sehingga

cocok untuk ramuan obat-obatan.

Daun terletak berselang-seling teratur, lancet, dan berwarna hijau muda

hingga hijau tua. Panjang daun 25 cm dan lebar 27-31 cm. Kandungan minyak

Page 6: Chapter II Hhh

atsiri 2,58-3,90%, dan kadar pati 44,99%. Jahe merah memiliki kegunaan yang

paling banyak jika dibandingkan jenis jahe yang lain. Jahe ini merupakan bahan

penting dalam industri jamu tradisional (Hapsoh, dkk., 2008).

2.2 Simplisia dan Ekstrak

2.2.1 Simplisia

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang

belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dikatakan lain, berupa

bahan yang telah dikeringkan. Simplisia dibedakan simplisia nabati, simplisia

hewani dan simplisia pelikan (mineral). Simplisia nabati adalah simplisia yang

berupa tumbuhan utuh, bagian tumbuhan atau eksudat tumbuhan (Depkes, 2000).

2.2.2 Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat

aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai,

kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang

tersisa diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang telah ditetapkan

(Depkes, 2000).

Pembuatan sediaan ekstrak dimaksudkan agar zat berkhasiat yang terdapat

di simplisia terdapat dalam bentuk yang mempunyai kadar yang tinggi dan hal ini

memudahkan zat berkhasiat dapat diatur dosisnya (Anief, 2000).

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut

sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan pelarut

cair yang sesuai. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat

digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid, dan lain-lain.

Page 7: Chapter II Hhh

Dengan diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan

mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (Depkes, 2000).

Menurut Departemen Kesehatan RI (2000), beberapa metode ekstraksi

yang sering digunakan dalam berbagai penelitian antara lain yaitu:

a. Cara dingin

1. Maserasi, adalah proses pengekstraksi simplisia dengan menggunakan

pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada

temperatur ruangan (kamar). Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan

prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi

kinetik berarti dilakukan pengadukan yang kontinu (terus-menerus).

Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah

dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya.

2. Perkolasi, adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai

sempurna (exhaustive extraction) yang umunya dilakukan pada temperatur

ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi

antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) terus

menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali.

b. Cara Panas

1. Refluks adalah ektraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,

selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan

dengan adanya pendingin balik. Umunya dilakukan pengulangan proses

pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses

ekstraksi sempurna.

Page 8: Chapter II Hhh

2. Soxhlet, adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang

umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu

dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

3. Digesti, adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada

temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara

umum dilakukan pada temperatur 40-50oC.

4. Infus, adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air

(bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur

96-98oC) selama waktu tertentu (15-20 menit).

5. Dekok, adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥30oC) dan temperatur

sampai titik didih air.

2.3 Kulit

Kulit merupakan suatu organ besar yang berlapis-lapis, menutupi

permukaan lebih dari 20.000 cm2 yang mempunyai bermacam-macam fungsi dan

kegunaan. Merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, melindungi

seluruh permukaan tubuh dan mempunyai berat 5% dari total berat badan

(Lachman, dkk., 1994).

2.3.1 Struktur kulit

Secara anatomi, kulit terdiri dari banyak lapisan jaringan, tetapi pada

umumnya kulit dibagi dalam tiga lapisan jaringan yaitu: epidermis, dermis dan

hipodermis (Lachman, dkk., 1994).

Lapisan Eidermis

Epidermis merupakan bagian terluar yang dibentuk oleh epitelium dan

terdiri dari sejumlah lapisan sel yang disusun atas dua lapisan yang jelas tampak,

Page 9: Chapter II Hhh

yaitu selapis lapisan tanduk dan selapis zona germinalis. Pada epidermis tidak

ditemukan pembuluh darah, sehingga nutrisi diperoleh dari transudasi cairan pada

dermis karena banyaknya jaringan kapiler pada papila (Lachman, dkk., 1994;

Junqueira dan Kelley, 1997).

Lapisan Dermis

Dermis atau korium tersusun atas jaringan fibrus dan jaringan ikat yang

elastik. Pada permukaan dermis tersusun papila-papila kecil yang berisi pembuluh

darah kapiler. Tebal lapisan dermis kira-kira 0,3-1,0 mm. Dermis merupakan

jaringan penyangga berserat yang berperan sebagai pemberi nutrisi pada

epidermis (Lachman, dkk., 1994; Junqueira dan Kelley, 1997).

Hipodermis

Hipodermis yaitu bukan merupakan bagian dari kulit, tetapi batasnya tidak

jelas. Kedalaman dari hipodermis akan mengatur kerutan-kerutan dari kulit

(Lachman, dkk., 1994; Junqueira dan Kelley, 1997).

2.3.2 Fungsi kulit

Kulit menutupi dan melindungi permukaan tubuh dan bersambung dengan

selaput lendir yang melapisi rongga-rongga dan lubang-lubang masuk. Kulit

mempunyai banyak fungsi yaitu di dalamnya terdapat ujung saraf peraba,

membantu mengatur suhu dan mengendalikan hilangnya air dari tubuh, juga

mempunyai sedikit kemampuan ekstori, sekretori dan absorbsi (Pearce, 2004).

2.4 Gel

Gel umumnya merupakan suatu sediaan semipadat yang jernih, tembus

cahaya dan mengandung zat aktif, merupakan dispersi koloid mempunyai

kekuatan yang disebabkan oleh jaringan yang saling berikatan pada fase

Page 10: Chapter II Hhh

terdispersi (Ansel, 1989). Zat-zat pembentuk gel digunakan sebagai pengikat

dalam granulasi, koloid pelindung dalam suspensi, pengental untuk sediaan oral

dan sebagai basis supositoria. Secara luas sediaan gel banyak digunakan pada

produk obat-obatan, kosmetik dan makanan juga pada beberapa proses industri

(Herdiana, 2007).

Makromolekul pada sediaan gel disebarkan keseluruh cairan sampai tidak

terlihat ada batas diantaranya, disebut dengan gel satu fase. Jika masa gel terdiri

dari kelompok-kelompok partikel kecil yang berbeda, maka gel ini

dikelompokkan dalam sistem dua fase (Ansel, 1989). Polimer-polimer yang biasa

digunakan untuk membuat gel-gel farmasetik meliputi gom alam tragakan, pektin,

karagen, agar, asam alginat, serta bahan-bahan sintetis dan semisintetis seperti

metil selulosa, hidroksietilselulosa, karboksimetilselulosa, dan karbopol yang

merupakan polimer vinil sintetis dengan gugus karboksil yang terionisasi. Gel

dibuat dengan proses peleburan, atau diperlukan suatu prosedur khusus berkenaan

dengan sifat mengembang dari gel (Lachman, dkk., 1994).

Dasar gel yang umum digunakan adalah gel hidrofobik dan gel hidrofilik.

1. Dasar gel hidrofobik

Dasar gel hidrofobik umumnya terdiri dari partikel-partikel anorganik, bila

ditambahkan ke dalam fase pendispersi, hanya sedikit sekali interaksi antara

kedua fase. Berbeda dengan bahan hidrofilik, bahan hidrofobik tidak secara

spontan menyebar, tetapi harus dirangsang dengan prosedur yang khusus (Ansel,

1989).

2. Dasar gel hidrofilik

Dasar gel hidrofilik umumnya terdiri dari molekul-molekul organik yang

besar dan dapat dilarutkan atau disatukan dengan molekul dari fase pendispersi.

Page 11: Chapter II Hhh

Istilah hidrofilik berarti suka pada air. Umumnya daya tarik menarik pada pelarut

dari bahan-bahan hidrofilik kebalikan dari tidak adanya daya tarik menarik dari

bahan hidrofobik. Sistem koloid hidrofilik biasanya lebih mudah untuk dibuat dan

memiliki stabilitas yang lebih besar (Ansel, 1989). Gel hidrofilik umumnya

mengandung komponen bahan pengembang, air, humektan dan bahan pengawet

(Voigt, 1994).

Keuntungan sediaan gel :

Beberapa keuntungan sediaan gel (Voigt, 1994) adalah sebagai berikut:

- kemampuan penyebarannya baik pada kulit

- efek dingin, yang dijelaskan melalui penguapan lambat dari kulit

- tidak ada penghambatan fungsi rambut secara fisiologis

- kemudahan pencuciannya dengan air yang baik

- pelepasan obatnya baik

Tingginya kandungan air dalam sediaan gel dapat menyebabkan terjadinya

kontaminasi mikrobial, yang secara efektif dapat dihindari dengan penambahan

bahan pengawet. Untuk upaya stabilisasi dari segi mikrobial di samping

penggunaan bahan-bahan pengawet seperti dalam balsam, khususnya untuk basis

ini sangat cocok pemakaian metil dan propil paraben yang umumnya disatukan

dalam bentuk larutan pengawet. Upaya lain yang diperlukan adalah perlindungan

terhadap penguapan yaitu untuk menghindari masalah pengeringan. Oleh karena

itu untuk menyimpannya lebih baik menggunakan tube. Pengisian ke dalam botol,

meskipun telah tertutup baik tetap tidak menjamin perlindungan yang memuaskan

(Voigt, 1994).

Page 12: Chapter II Hhh

2.5 Hidroksi propil metil selulosa (HPMC)

HPMC merupakan turunan dari metilselulosa yang memiliki ciri-ciri

serbuk atau butiran putih, tidak memiliki bau dan rasa. Sangat sukar larut dalam

eter, etanol atau aseton. Dapat mudah larut dalam air panas dan akan segera

menggumpal dan membentuk koloid. Mampu menjaga penguapan air sehingga

secara luas banyak digunakan dalam aplikasi produk kosmetik dan aplikasi

lainnya (Rowe, dkk., 2005; Anonim a., 2006).

HPMC digunakan sebagai agen pengemulsi, agen pengsuspensi, dan

sebagai agen penstabil pada sediaan topikal seperti gel dan salep. Sebagai koloid

pelindung yaitu dapat mencegah tetesan air dan partikel dari penggabungan atau

aglomerasi, sehingga menghambat pembentukan sedimen (Rowe, et al., 2005).

Metode melarutkan HPMC sebagai berikut (Anonim, 2006):

1) Sediakan air panas

2) Tambahkan air panas lebih dari 80oC sebanyak 1/3 atau 2/3 kali dari jumlah

HPMC, sebab HPMC mudah larut dalam air panas dan HPMC di sebar merata

pada permukaan air panas. Tambahkan sisa air dingin, aduk dan dinginkan

campuran.

3) Tambahkan pelarut organik seperti etanol, propilen glikol atau minyak sebagai

peningkat kelarutan, lalu tambahkan air dapat menyebabkan HPMC benar-benar

larut.

2.6 Krim

Krim adalah bentuk sediaan setengah padat berupa emulsi yang

mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam dasar krim

yang dimaksudkan untuk obat luar. Sediaan ini memiliki konsistensi relatif cair

Page 13: Chapter II Hhh

yang diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak (A/M) atau minyak dalam air

(M/A). Tipe A/M mudah kering dan rusak. Kandungan air dalam krim tidak

kurang dari 60%. Zat pengemulsi hampir sama dengan emulgator. Pemilihan

surfaktan berdasarkan jenis dan sifat krim yang dikehendaki.

Contoh zat pengemulsi adalah:

- Surfaktan anion, kation, dan non anion

- TEA dan asam stearat (tipe M/A)

- Gol. Sorbitan

- Poliglikol

- Sabun

- Adeps lanae untuk krim tipe A/M

- Setil alkohol

- Cetaceum dan emulgid

Zat pengemulsi (emulgator) merupakan komponen yang paling penting

agar emulsi stabil. Emulgator dapat bekerja dengan membentuk film (lapisan) di

sekeliling tetesan yang terdispersi dan film ini berfungsi agar mencegah terjadinya

koalesen dan terpisahnya cairan dispers sebagai fase terpisah (Anief, 2000).

Vanishing cream adalah dasar krim dengan tujuan pengobatan kulit,

maupun kosmetika. Kandungan asam stearat yang berlebihan dan merupakan

lapisan film asam stearat yang tinggal pada kulit bila krim digunakan dan airnya

akan menguap (Anief, 1994).