cemaran pseudomonas spp pada bahan pangan terpakai

37
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup. Pangan yang sehat berasal dari bahan pangan yang baik, yaitu bahan pangan yang tidak tercemar, baik oleh kimiawi maupun agen biologis. Bahan pangan dapat berasal dari hewan maupun tumbuhan. Bahan pangan mengandung komponen gizi yang tinggi dan dibutuhkan untuk pertumbuhan manusia. Akan tetapi, komponen gizi tinggi terkandung dalam bahan pangan juga dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroba. Hal ini mengakibatkan bahan makanan umumnya mudah rusak oleh mikroba. Mikroorganisme tersebar luas di alam lingkungan, dan sebagai akibatnya produk pangan jarang sekali yang steril dan umumnya tercemar oleh berbagai jenis mikroorganisme. Pencemaran bahan pangan oleh bakteri dapat terjadi pada saat proses di peternakan, pengolahan, penanganan, penyimpanan, pengepakan, dan transportasi. Sumber kontaminasi dapat berupa kontaminasi primer yaitu kontaminasi yang disebabkan oleh perlakuan sebelum panen atau diptong misalnya berasal dari makanan ternak, pupuk kandang,, penyiraman dengan air tercemar dan lain-lain. Serta kontaminasi skunder dapat terjadi 1

Upload: aqwam05

Post on 18-Jan-2016

124 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: CEMARAN Pseudomonas Spp Pada Bahan Pangan TERPAKAI

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia untuk pertumbuhan

dan kelangsungan hidup. Pangan yang sehat berasal dari bahan pangan yang baik,

yaitu bahan pangan yang tidak tercemar, baik oleh kimiawi maupun agen biologis.

Bahan pangan dapat berasal dari hewan maupun tumbuhan. Bahan pangan

mengandung komponen gizi yang tinggi dan dibutuhkan untuk pertumbuhan

manusia. Akan tetapi, komponen gizi tinggi terkandung dalam bahan pangan juga

dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroba. Hal ini mengakibatkan bahan makanan

umumnya mudah rusak oleh mikroba. Mikroorganisme tersebar luas di alam

lingkungan, dan sebagai akibatnya produk pangan jarang sekali yang steril dan

umumnya tercemar oleh berbagai jenis mikroorganisme.

Pencemaran bahan pangan oleh bakteri dapat terjadi pada saat proses di

peternakan, pengolahan, penanganan, penyimpanan, pengepakan, dan transportasi.

Sumber kontaminasi dapat berupa kontaminasi primer yaitu kontaminasi yang

disebabkan oleh perlakuan sebelum panen atau diptong misalnya berasal dari

makanan ternak, pupuk kandang,, penyiraman dengan air tercemar dan lain-lain.

Serta kontaminasi skunder dapat terjadi pada beberapa tahapan setelah bahan

pangan di panen atau dipotong misalnya selama pengolahan, penyimpanan,

pendistribusian dan persiapan serta penyajian oleh konsumen.

Cemaran bakteri pada makanan dapat mengakibatkan berbagai perubahan

fisik maupun kimiawi yang tidak diinginkan, sehingga bahan pangan tersebut

tidak layak untuk dikonsumsi lagi. Apabila hal ini terjadi, produk pangan tersebut

dinyatakan bahan pangan yang busuk dan dapat menganggu kesehatan bila

dokonsumsi. Pembusukan bahan pangan oleh bakteri terjadi sebagai konsekuensi

pertumbuhan bakteri pada makanan atau pelepasan enzim intra dan ekstra seluler

(mengikuti kerusakan sel) pada lingkungan makanan. Kerusakan yang timbul

menyebabkan perubahan organoleptik seperti perubahan bau dan cita rasa yang

tidak diinginkan.

1

Page 2: CEMARAN Pseudomonas Spp Pada Bahan Pangan TERPAKAI

Salah satu bakteri yang sering mencemari bahan pangan dan menyebabkan

pembusukan pada bahan pangan adalah pseudomonas spp. Bakteri ini merupakan

penyebab berbagai kerusakan pada bahan pangan karena dapat memproduksi

enzim yang dapat memecah baik komponen lemak maupun protein dari bahan

pangan. Kerusakan yang dapat ditimbulkan seperti pembentukan lendir dan

pigmen pada daging pada suhu lemari es, menyebabkan noda dan bercak pada

mentega, serta menyebabkan bau busuk, dan ketengikan pada bahan pangan.

1.2. Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk membahas tentang zoonosis

foodborne disease pseudomonas spp pada bahan pangan, keberadaanya,

karateristik, gejala, epideiologi, cara kerja, kerusakan yang ditimbulkan terhadap

bahan pangan maupun kesehatan masyarakat, serta cara penanggulangannya.

.

2

Page 3: CEMARAN Pseudomonas Spp Pada Bahan Pangan TERPAKAI

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Morfologi dan keberadaan Pseudomonas spp.

Pseudomonas spp. merupakan mikroflora normal yang tersebar luas

dialam. Pseudomonas spp. banyak terdapat di air, tanah (Adelson dan Putra

2008), udara dan tumbuhan dan dapat menghasilkan enzim tahan panas yaitu

lipase dan protease (Lukman, dkk 2009). Pseudomonas spp. secara umum aktif

melakukan dekomposisi aerobik dan biodegradasi, dan memegang peran penting

dalam keseimbangan alam dan berpengaruh secara ekonomi bagi kepentingan

manusia. Pseudomonas spp termasuk bakteri aerob tetapi dapat mempergunakan

nitrat dan arginin sebagai bahan elektron dan tumbuh sebagai anaerob yang

berbentuk batang. Beberapa galur memproduksi pigmen larut air, tumbuh baik

pada 37O C – 42oC (Grahatika 2009).

Bakteri genus Pseudomonas spp termasuk dalam kelompok gram negatif

yang tidak menghasilkan spora, berbentuk batang hampir semuanya bersifat

aerobic dan bergerak menggunakan flagella kutub. Anggota genus Pseudomonas

spp. bersifat Fluorescent, bergerak dan mudah beradaptasi secara nutrisional.

Menurut Bergey’s Manual Systematic Bacteriology genus ini memiliki lebih dari

40 spesies diantaranya : P.aeruginosa, P.fluorescen, P.putida, P.chlororaphis,

P.cichoril, P.viridiflava, dan P. Syringae (Buckle et al. 1987). Sedangkan lainnya

disesuaikan untuk pertumbuhan pada suhu kamar. Empat spesies pseudomonas

(P.fluorescens, P.fragi, P.Iundenss, P.viridiflava), putrefacient Shewanella, dan

Xanthomonas campestris adalah organisme pembusukan makanan utama dalam

kelompok ini (Doyle 2007).

Klasifikasi peusedomonas spp. menurut Migula (1894), adalah sebagai

berikut :

Kingdom : Bacteria

Phylum : Proteobacteria

3

Page 4: CEMARAN Pseudomonas Spp Pada Bahan Pangan TERPAKAI

Class : Gamma Proteobacteria

Order : Pseudomonadaceae

Genus : Pseudomonas spp

Bakteri pseudomonas spp. biasanya terdapat dalam air susu mentah yang

belum dipasteurisasi (Volk dan Wheeler 1993, dalam grahatika 2009). Selain itu

juga sebagai sumber kontamiasi pada puting susu secara langsung oleh manusia

(Supardi dan Sukamto, 1999 diacu dalam Grahatika 2009). Pseudomonas spp.

juga terdapat dalam flora usus normal dan kulit manusia dalam jumlah kecil.

Pseudomonas spp. juga ditemukan pada beberapa jenis pangan yang berbeda,

termasuk susu, daging, daging unggas, dan ikan. Distribusi bakteri Pseudomonas

spp. yang diisolasi dari sampel telur sebesar 5% (Macovec et al diacu dalam

bintoro 2009) dan diisolasi dari daging yaitu 4% (Khatun et al diacu dalam

Bintoro 2009). Jika bakteri ini berada dalam bahan pangan dalam jumlah yang

besar, maka dapat memproduksi enzim protease ekstraselular dan lipase, lendir

eksopolisakarida serta menyebabkan fruity off-odor. spesies dari genus

Pseudomonas spp. juga ditemukan dalam tempe bongkrek, Pseudomonas

cocovenenans merupakan spesies Pseudomonas spp. yang dapat menghasilkan

racun, bakteri tersebut pertama kali ditemukan oleh Martens dan Van Veen dari

institut Eijkman dalam tempe bongkrek. (Anonim 2009)

Pseudomonas spp. juga sering dikaitkan dengan injeksi Nasokomial disease

yaitu infeksi yang sering terjadi di rumah sakit akibat kurang bersih dalam

penanganan makanan (Susdarwanto 2011), bakteri ini dapat menyebabkan infeksi

pada orang yang memiliki ketahanan tubuh yang menurun, yaitu penderita luka

bakar, orang yang sakit berat atau dengan penyakit metabolik atau orang yang

sebelumnya memakai alat-alat bantu kedokteran seperti kateter (pada penderita

infeksi saluran kemih) dan respirator (pada penderita pneumonia) (Grahatika

2009).

2.2. Karakteristik Bakteri Pseudomonas spp.

Karakteristik spesies utama Pseudomonas yang paling sering dikaitkan

memiliki peran penting dalam pembusukan makanan asal tumbuhan maupun

hewan menurut Harsono (2009) adalah sebagai berikut :

4

Page 5: CEMARAN Pseudomonas Spp Pada Bahan Pangan TERPAKAI

2.2.1. Suhu

Pseudomonas spp. yang berhubungan dengan pembusukan makanan pada

suhu refrigerator bersifat psikrotrofik dan termasuk dalam golongan bakteri

psikrofilik. Pseudomonas mampu membentuk koloni pada suhu 0-70C.

Pseudomonas fluorescens dan Pseudomonas viridiflava pektolitikyang

berhubungan dengan pembusukan produk segar dapat tumbuh pada produk segar

yang biasanya disimpan pada suhu 10oC atau lebih rendah. Pada suhu dingin

dalam kondisi aerob, flora pembusuk daging didominasi oleh Pseudomonas spp.

(Soeparno 1998).

Pseudomonas tumbuh pada bahan pangan dengan suhu antara 5-10oC.

Spesies dari Pseudomonas dan Shewanella dapat menyebabkan kebusukan pada

pangan suhu dingin. Pseudomonas spp. yang bersifat mesofilik seperti

Pseudomonas aeruginosa dan Pseudomonas corrugata tidak dapat tumbuh pada

suhu 10oC atau lebih namun dapat tumbuh pada suhu 41oC. Sementara itu.

Pseudomonas yang bersifat psikotrofik dan Shewanella putrefaciens sensitif

terhadap suhu kamar dan tidak dapat tumbuh pada suhu diatas 37oC.

2.2.2. Komposisi atmosfer

Pertumbuhan dan daya tahan mikroba pembusuk sangat dipengaruhi oleh

komposisi gas atmosfer di lingkungan makanan. Konsentrasi CO2 yang tinggi

(sampai 10%) menghambat pertumbuhan Pseudomonas fluorescens dan

Pseudomonas fragi pada daging merah, karkas ayam dan filet ikan, dan juga

menghambat pertumbuhan. Pengemasan daun bayam pada kantung yang

mengandung CO2 konsentrasi tinggi atau O2 konsentrasi rendah dilaporkan dapat

menurunkan jumlah Pseudomonas spp. Efek penghambatan CO2 konsentrasi

tinggi pada pertumbuhan Pseudomonas spp. di brokoli terjadi pada suhu 4oC

tetapi tidak pada suhu 10oC

2.2.3. Aktivitas air / water activity (aw)

Aktivitas air merupakan faktor penting yang membatasi daya tahan dan

pertumbuhan bakteri pembusuk dan patogen di makanan atau di lingkungan.

5

Page 6: CEMARAN Pseudomonas Spp Pada Bahan Pangan TERPAKAI

Bakteri yang berhubungan dengan pangan umumnya lebih peka terhadap aw

rendah dibandingkan dengan aw tinggi. Pseudomonas spp. lebih sering dijumpai

pada permukaan daging segar, ikan dan sayuran dengan aw tinggi, begitu pula

pada susu. Bakteri ini umumnya membutuhkan aktivitas air yang tinggi (0,99 atau

lebih) untuk pertumbuhan. Nilai aw minimal yang diperlukan untuk pertumbuhan

Pseudomonas spp. berkisar 0,91 – 0,95. (Doyle 2007).

2.2.4. pH

pH akan menentukan jenis mikroba apa yang berpotensi untuk tumbuh di

dalam bahan pangan dan setiap mikroba masing-masing mempunyai pH optimum,

pH minimum dan pH maksimum untuk pertumbuhannya. Bakteri paling baik

tumbuh pada pH netral, beberapa suka dengan suasana asam, sedikit asam atau

basa. Sebagian besar bahan pangan mempunyai pH 5-7 yang cocok untuk

pertumbuhan bakteri pembusuk maupun patogen. Nilai pH minimum untuk

pertumbuhan Pseudomonas fragi adalah 5,0. Pseudomonas spp. peka terhadap pH

rendah, pertumbuhannya dapat ditekan pada pH kurang dari 5,4 (Doyle 2007).

Sedikit perbedaan pH pada pangan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan

dan pembusukan bakteri

2.3. Cara Kerja dan Kerusakan yang Ditimbulkan Pseudomonas spp.

Pseudomonas spp. merupakan penyebab berbagai jenis kerusakan pada

bahan pangan yang sebahagian besar berhubungan dengan kemampuan spesies ini

dalam memproduksi enzim (proteolitik dan lipolitik) yang dapat memecah baik

komponen lemak maupun protein dari bahan pangan (Lukman dkk 2009). Banyak

organisme dari spesies Pseudomonas spp. yang dapat berkembang dengan cepat

pada suhu lemari es dan sering menyebabkan terbentuknya bau busuk, lendir dan

pigmen pada permukaan bahan pangan yang didinginkan. Bau busuk tersebut

dihasilkan dari emisi gas etil/metil ester, komponen sulfida, pemecahan asam

lemak rantai pendek, dan protein oleh lipase dan protease yang dihasilkan

sehingga mengakibatkan terbentuknya amonia, H2S, indol dan senyawa-senyawa

amin seperti diamin kadaverin dan prutesin (Siagian 2002 : Doyle 2007) serat

beberapa volatile sulfide [misalnya, metilmerkaptan (CH3SH) dan dimetil sulfida

6

Page 7: CEMARAN Pseudomonas Spp Pada Bahan Pangan TERPAKAI

(CH3)2S], keton, ester dan aldehida (Jean, diacu dalam Heredia et al. 2009).

Pembentukan lendir disebabkan karena pembentukan biofilm pada permukaan

pangan serta adanya akumulasi eksopolisakarida dari dinding pangan yang

melunak akibat adanya proses degradasi dari enzim protease dan lipase yang

dihasilkan oleh Pseudomonas spp. (Doyle 2007). Perubahan warna terjadi karena

adanya pembentukan hidrogen sulfida (H2S) dan trimethylamine (TMA) serta

disebabkan karena fosforensensi yaitu timbulnya warna karena adanya pigmen

yang dihasilkan oleh mikroba (Balia 2010).

Spesies utama genus Pseudomonas spp. yang berperan dalam pembusukan

makanan antara lain Pseudomonas fluorescens, Pseudomonas putida,

Pseudomonas viridiflava, Pseudomonas fragi dan Pseudomonas Iundensis. Strain

pektolitik dari Pseudomonas fluorescens, Pseudomonas viridiflava, dan

Pseudomonas marginalis berhubungan dengan pembusukan buah-buahan dan

sayuran (Siagian 2002; Balia 2010). Sedangkan strain proteolitik dan lipolitik dari

Pseudomonas fluorescens, Pseudomonas fragi, Pseudomonas Iundensis,

Pseudomonas putida berhubungan dengan pembusukan produk hewan seperti

daging, susu dan ikan. Pseudomonas nigrificans membentuk pigmen hitam pada

makanan yang mengandung protein (Hariyati 2010). Pembusukan yang

disebabkan oleh bakteri ini ditandai dengan penampakan berlendir atau tampak

lembek, berbau serta kerusakan sebagian dan menyeluruh jaringan tumbuhan atau

hewan.

Pada daging setelah proses pengeluaran tulang (deboing), daging segar

dapat mengandung mikroba yang berasal dari karkas, peralatan pengolahan,

pekerja dan air. Jika produk disimpan pada kondisi aerob, maka bakteri

psikrotrofikaerob terutama Gram negatif berbentuk batang seperti Pseudomonas

spp. akan tumbuh dengan cepat. Menutut Soeparno (1998) pada suhu dingin

dalam kondisi aerob, flora pembusuk daging didominasi oleh Pseudomonas spp.

Bakteri ini akan menghasilkan bau busuk ketika jumlah populasi bakteri ini

mencapai 107 cfu/cm2 dari permukaan daging, dan akan menimbulkan slime

(lendir) pada permukaan daging setelah mencapai 108 cfu/cm2 (Doyle 2007).

Strain Pseudomonas fragi akan menghasilkan aroma yang menyerupai buah, bau

7

Page 8: CEMARAN Pseudomonas Spp Pada Bahan Pangan TERPAKAI

amis pada daging sapi dan memiliki efek yang merusak pada warna daging

dengan membentuk hidrogen sulfisa (H2S) yang disimpan pada suhu 1oC,

sehingga mengakibatkan warna hijau dan berlendir pada daging (lebert et al.

1997; Siagian 2002; Gustiani 2009). Pseudomonas syncyanea menyebabkan

warna biru pada permukaan daging pigmen yang dihasilkan (fosforesensi) (Balia

2010). Pseudomonas fluorescens¸ Pseudomonas fragi, Pseudomonas Iundensis,

Pseudomonas putida dapat menyebabkan kerusakan pada daging, susu, daging

unggas dan produk hasil laut disebabkan karena kemampuan mereka dalam

menghasilkan enzim protease dan lipase untuk mendegradasi komponen dari lipid

dan protein menjadi senyawa yang berbau busuk sedap akibat diproduksinya

hydrogen sulfide (H2S) dan trimethylamine (off-flavor) dan membentuk bioflm

(lendir) pada permukaan (Doyle 2007).

Pseudomonas spp. pada susu akan menguraikan protein menjadi asam

amino dan merombak lemak dengan enzim lipase sehingga susu menjadi asam

dan berlendir. Pseudomonas spp. juga dapat menyebabkan keju menjadi lembut.

Produksi enzim protease dan lipase dalam jumlah besar oleh Pseudomonas

fluorescens dapat menyebabkan kebusukan pada susu. Enzim protease dan lipase

tersebut dibutuhkan untuk mendegradasi lemak dan protein dari susu.

Pseudomonas fluorescens juga dapat memproduksi protease yang stabil pada

panas (heat-stable protease), yang dapat menyebabkan gelatin pada susu mentah

namun tidak dapat menyebabkan kebusukan pada jaringan tumbuhan. Enzim

lipase yang diproduksi oleh Pseudomonas fluorescens dan Pseudomonas fragi

merupakan penyebab dari rasa tengik (rancid) dan pahit (bitter) pada susu mentah,

keju dan produk hasil lemak lainnya (Suwito 2010). Pseudomonas putrefaciens

juga merupakan bakteri penyebab noda atau bercak pada permukaan mentega

yang berasal dari air (Adelson dan Putra 2008).

Pada telur Pseudomonas spp. dapat menyebabkan beberapa kerusakan

seperti warna hijau (green rot) dan pink rot (Winarno 2003; Jean, diacu dalam

Heredia et al. 2009). Pseudomonas spp. dapat menimbulkan pembusukan

disebabkan kerena kemampuannya dalam menembus cangkang telur dan untuk

memetabolisme komponen cairan dalam telur (Jean, diacu dalam Heredia et al.

8

Page 9: CEMARAN Pseudomonas Spp Pada Bahan Pangan TERPAKAI

2009). Masuknya mikroba ke dalam telur ditunjang jika kutikula rusak, kulit telur

retak, permukaan telur basah dan kotor, kelembaban udara sekitar telur relatif

tinggi, umur telur tua dan penurunan suhu telur yang mendadak (Lukman dkk.

2009).

Pseudomonas spp. juga sering dikaitkan sebagai pembuat masalah di rumah

sakit (Nosokomial disease) seperti Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri

pembuat nanah (hijau biru) dapat menyebabkan diare karena makanan.

Pseudomonas aeruginosa menyebar melalui makanan yang kontak dengan

pekerja dirumah sakit yang kurang bersih dalam penanganan makanan

(Sudarwanto 2011). Pseudomonas aeruginosa merupakan patogen utama bagi

manusia. Bakteri ini kadang-kadang mengkoloni pada manusia dan menimbulkan

infeksi apabila fungsi pertahanan inang abnormal. Oleh karena itu, Pseudomonas

aeruginosa disebut patogen oportunistik, yaitu memanfaatkan kerusakan pada

mekanisme pertahanan inang untuk memulai suatu infeksi. Bakteri ini dapat

ditinggalkan pada manusia yang normal dan berlaku sebagai saprofit pada usus

normal dan pada kulit manusia (Natalia 2011).

Pseudomonas aeruginosa adalah bakteri gram negatif aerob obligat,

berkapsul, mempunyai flagella polar sehingga bakteri ini bersifat motil, berukuran

sekitar 0,5-1,0 µm. Bakteri ini tidak menghasilkan spora dan tidak dapat

menfermentasikan karbohidrat. Pada uji biokimia, bakteri ini menghasilkan hasil

negatif, pada uji lndo, Merah Metil, dan Voges-Proskauer. Bakteri ini secara luas

dapat ditemukan di alam, contohnya di tanah, air, tanaman, dan hewan. P.

aeruginosa adalah patogen oportunistik. Bakteri ini merupakan penyebab utama

infeksi pneumonia nosokomial.

Ketika bakteri ini ditumbuhkan pada media yang sesuai, bakteri ini akan

menghasilkan pigmen nonfluoresen berwarna kebiruan, piosianin. Beberapa strain

Pseudomonas juga mampu menghasilkan pigmen fluoresen berwarna hijau, yaitu

pioverdin. Pseudomonas aeruginosa memproduksi katalase, oksidase, dan amonia

dari arginin. Bakteri ini dapat menggunakan sitrat sebagai sumber karbonnya.

Pseudomonas aeruginosa menyebabkan penyakit terlokalisasi dan sistemik

yang sangat serius dan tidak jarang berakibat fatal. Penyakit karena Pseudomonas

9

Page 10: CEMARAN Pseudomonas Spp Pada Bahan Pangan TERPAKAI

aeruginosa dimulai dengan penempelan dan kolonisasi bakteri ini pada jaringan

inang. Bakteri ini menggunakan fili untuk penempelan sel bakteri pada

permukaan inang. Selain itu, Pseudomonas aeruginosa juga dapat membentuk

biofilm yang terbuat dari kapsul glikokalis untuk mengurangi keefektifan

mekanisme sistem imun inang. Jaringan inang akan mencoba merusak

penempelan dan kolonisasi bakteri. Selanjutnya, Pseudomonas aeruginosa

memproduksi sejumlah endotoksin dan produk ekstaseluler yang menunjang

invasi local dan penyebaran mikroorganisme. Toksin dan produk ekstraseluler ini

mencakup protease ekstraseluler, sitotoksin, hemolisin, dan piosianin. Untuk

penyakit sistemik, produk yang menunjang invasi mencakup kapsul antifagositas,

endotoksin, eksotoksin A, dan eksotoksin S.

Infeksi yang ditimbulkan oleh Pseudomonas aeruginosa dapat berupa

Infeksi lokal. Infeksi ini dapat terjadi di mata, telinga, kulit, saluran urin, saluran

pernapasan, saluran pencernaan, dan pada system saraf pusat dan Infeksi Sistemik

karena P. aeruginosa mencakup bakteremia, pneumonia sekunder, infeksi tulang

dan otot, endokarditis, infeksi system saraf pusat, dan infeksi jaringan kulit.

2.4. GEJALA

Gejalanya tergantung bagian tubuh yang terkena, tetapi infeksi ini cenderung

berat:

Otitis eksterna maligna, suatu infeksi telinga, bisa menyebabkan nyeri

telinga hebat dan kerusakan saraf dan sering terjadi pada penderita kencing

manis.

Setelah masuk melalui luka di mata, Pseudomonas bisa menyebabkan

koreng pada mata, mencemari lensa mata dan cairan lensa.

Infeksi Pseudomonas bisa ditemukan pada luka tusuk yang dalam,

terutama luka tusuk di kaki anak-anak.

Pseudomonas bisa menyebabkan pneumonia berat pada pasien yang

dirawat di rumah sakit, terutama di ruang perawatan intensif. Bakteri jenis

10

Page 11: CEMARAN Pseudomonas Spp Pada Bahan Pangan TERPAKAI

ini juga merupakan penyebab dari infeksi saluran kemih, pada orang yang

menjalani prosedur urologis atau penderita sumbatan pada saluran kemih.

Pada penderita luka bakar dan kanker, bakteri sering masuk ke dalam

darah. Tanpa pengobatan, infeksi yang berat bisa menyebabkan syok dan

kematian. Infeksi ini sering menyebabkan daerah ruam berwarna hitam

keunguan dengan diameter sekitar 1 cm, dengan koreng di tengahnya yang

dikelilingi daerah kemerahan dan pembengkakan. Ruam ini sering timbul

di ketiak dan lipat paha.

Walaupun jarang, Pseudomonas bisa menginfeksi katup jantung, terutama

pada katup jantung buatan. Tetapi katup jantung asli juga bisa terinfeksi, terutama

pada pemakai obat-obatan yang disuntikkan.

Selain dari itu spesies Pseudomonas spp. juga dapat menghasilkan racun

yang berbahaya yaitu Pseudomonas cocovenenans. Bakteri ini hanya dapat

tumbuh pada tempe bongkrek dan membentuk racun jika bahan dasar tempe

adalah kelapa parut, ampas kelapa atau bungkil kelapa, sedangkan tempe dari

kedele atau oncom dari bungkil kacang tanah tidak beracun walaupun ditulari

bakteri ini, namun bungkil kacang tanah yang belum diberi ragi oncom, bisa

beracun jika ditulari bakteri ini. Bakteri Pseudomonas cocovenenans bila tumbuh

pada ampas kelapa akan memproduksi racun toxoflavin dan asam bongkrek.

Toxoflavin berwarna kuning, tampak jelas jika tempe bongkrek terkontaminasi

racun ini, sedangkan asam bongkrek merupakan racun yang tidak berwarna.

Toksisitas asam bongkrek lebih tinggi dibandingkan toxoflavin. (Anonim 2009).

Asam bongkrek bekerja secara akumulatif dan akan menyebabkan kematian

mendadak setelah racunnya terkumpul didalam tubuh, racun itu tidak mudah

diinaktifkan atau didetoksifikasi maupun diekresi oleh tubuh. Didalam tubuh asam

bongkrek menyebabkan peningkatan kadar gula dalam darah akibat mobilisasi

glikogen dari hati dan otot. Asam bongkrek akan bekerja pada glikogen (otot dan

hati) membentuk toksin yang kuat. Toksin akan menghambat oksidasi fosfor,

sehingga mengakibatkan keracunan yang hebat (sudarwanto 2011). Setelah

glikogen dalam otot dan hati habis segera gula dalam darah dihabiskan juga

11

Page 12: CEMARAN Pseudomonas Spp Pada Bahan Pangan TERPAKAI

sampai yang keracunan meninggal (anonim 2009). Gejala ini tipikel dari

keracunan bongkrek setelah periode 4 – 6 jam adalah sakit perut, keringat

berlebihan, lelah dan mual, yang selanjutnya dapat menyebabkan koma yang

kadang-kadang mengakibatkan kematian. Beberapa gram tempe bongkrek

beracun bahkan setelah dimasak dalam sup atau digoreng dengan minyak, sudah

cukup membunuh manusia. Asam bongkrek (asam 3-karboksi-metil-1,7-metoksi-

6, 18, 21-trimetil-dokosa-2, 4, 8, 12, 14, 18, 20-heptana dioat) sangat tahan panas

bila dilarutkan dalam minyak kelapa dan lebih toksik dari toksoflavin. Asam ini

dapat mematikan pada dosis 2 mg/100 g berat badan dan dapat mempunyai

aktivitas kumulatif (hidayati 2010).

Asam bongkrek bersifat sangat fatal dan biasanya merupakan penyebab

kematian. Hal ini disebabkan toksin mengganggu metabolisme glikogen dengan

memobilisasi glikogen dari hati, sehingga terjadi hiperglikemia yang kemudian

berubah menjadi hipoglikemia. Penderita hipoglikemia biasanya meninggal empat

hari setelah mengonsumsi tempe bongkrek yang beracun.

2.5. Epidemiologi

Secara umum bahaya yang timbul dari pangan disebut foodborne disease

atau sering disebut keracunan pangan. Menurut World Health Organization

(WHO), kejadian luar biasa (KLB) keracunan pangan (foodborne disease

outbreak) didefinisikan sebagai suatu kejadian dimana terdapat dua orang atau

lebih yang menderita sakit setelah mengkonsumsi pangan yang secara

epidemiologi terbukti sebagai sumber penularan (Sparringa 2002). Foodborne

disease adalah penyakit yang disebabkan infeksi atau intoksikasi akibat

mengkonsumsi makanan, minuman atau air yang telah terkontaminasi (Sharp dan

Reilly 2000).

Penyakit yang timbul bila seseorang mengkonsumsi suatu pangan dapat

disebabkan oleh dua hal,yaitu pertama pangan tersebut mungkin mengandung

komponen beracun (komponen anorganik seperti sianida, gosipol, dsb). Kedua,

pangan mengandung mikroba dalam jumlah yang cukup untuk dapat

menimbulkan gejala sakit. Berdasarkan kedua hal tersebut, penyakit yang

12

Page 13: CEMARAN Pseudomonas Spp Pada Bahan Pangan TERPAKAI

ditimbulkan oleh pangan dapat digolongkan dalam dua kelompok besar menurut

penyebabnya yaitu (1) keracunan, dan (2) infeksi mikroba.

Istilah keracunan pangan digunakan secara umum untuk menyatakan semua

gejala penyakit yangditimbulkan sebagai akibat dari mengkonsumsi suatu pangan,

baik penyakit tersebut disebabkan oleh toksin maupun oleh mikroba penyebab

infeksi yang terdapat dalam pangan tersebut. Selain itu, keracunan pangan juga

dapat terjadi karena tertelannya toksin yang merupakan hasil metabolisme sel sel

mikroba tertentu. Gejala-gejala keracunan karena toksin tersebut diatas disebut

intoksikasi.

Gambaran penyakit yang dapat disebarkan melalui pangan adalah sebagai

berikut ini (Gambar 1.).

Gambar 1. Skema penyakit yang disebarkan oleh pangan (foodborne disease)

Infeksi mikroba adalah tertelannya atau masuknya mikroba ke dalam tubuh,

kemudian dapat menembus sistem pertahanan tubuh dan hidup serta berkembang

biak di dalam tubuh. Dengan kata lain infeksi merupakan proses ketika mikroba

yang patogen memasuki tubuh inangnya, mengadakan invasi, berkembang biak di

dalam tubuh inang, dan menimbulkan penyakit. Dalam menghadapi adanya

infeksi mikroba dan hasil-hasil metabolitnya, tubuh mengadakan suatu reaksi

13

Penyakit yang disebarkan melalui pangan

Keracunan Infeksi

IntoksikasiRacun anorganik

Toksin tanaman

Toksin hewan

Toksin mikroorganisme

Toksin Algae Mikotoksin Toksin bakteri

Enterotoksin Neurotoksin Menganggu metabolisme Karbohidrat

Enterotoksigenik Invasif

Sporulasi Tumbuh dan lisis

Mukosa Usus Sistemik (perut)

Tenunan lainnya

Otot Hati

Page 14: CEMARAN Pseudomonas Spp Pada Bahan Pangan TERPAKAI

perlawanan, yang ditandai oleh adanya gejala-gejala demam yang dialami oleh

penderita penyakit. Hal ini merupakan salah satu gejala penyakit yang

membedakan antara intoksikasi dengan infeksi mikroba, dimana penderita

intoksikasi biasanya tidak mengalami gejala demam.

Kemampuan suatu mikroba dalam menimbulkan penyakit biasanya

dinyatakan dengan istilah virulen. Mikroba yang terdapat dalam jumlah yang

sedikit tetapi sudah dapat menimbulkan gejala infeksi atau penyakit, dikatakan

mempunyai daya virulensi yang tinggi. Sedangkan mikroba yang menyebabkan

gejala penyakit yang ringan, atau yang harus terdapat dalam jumlah yang banyak

untuk dapat memulai infeksi atau menimbulkan penyakit, dikatakan mempunyai

daya virulensi yang rendah. Sifat virulensi juga dapat diartikan sebagai

keseluruhan sifat patogenik suatu mikroba yang merupakan perpaduan dari tiga

sifat kemampuan mikroba yaitu: (1) daya infeksi atau kemampuannya untuk

memulai suatu infeksi di dalam tubuh inangnya, (2) daya invasif atau kemampuan

suatu mikroba untuk menembus ke jaringan-jaringan yang lebih dalam, (3) daya

patogenik atau kemampuan suatu mikroba untuk merusak sel-sel jaringan tubuh

(Supardi dan Sukamto 1999).

Mikroba penyebab infeksi yang tumbuh pada pangan dapat dibedakan

menjadi dua kelompok yaitu: (1) mikroba patogen yang pertumbuhannya tidak

distimulir oleh pangan tempat mikroba tersebut hidup, dalam hal ini pangan hanya

sebagai perantara (pembawa). Misalnya mikroba patogen yang menyebabkan

hepatitis. (2) Mikroba patogen yang pertumbuhannya distimulir oleh pangan

tempat tumbuhnya sehingga jumlahnya akan bertambah banyak. Misalnya

Salmonella sp., EPEC, dan Vibrio parahaemolyticus.

Mikroba lain yang menyebabkan infeksi antara lain: Clostridium

perfringens, Bacillus cereus, Shigella sp., Yersinia enterocolica dan sebagainya.

Clostridium perfringens dan Bacillus cereus adalah mikroba yang juga dapat

memproduksi enterotoksin (bersifat enterotoksigenik), sehingga kadang-kadang

digolongkan ke dalam kelompok mikroba penyebab intoksikasi. Clostridium

perfringens tipe A menghasilkan enterotoksin yang akan dilepaskan ke luar sel

14

Page 15: CEMARAN Pseudomonas Spp Pada Bahan Pangan TERPAKAI

sewaktu terjadi sporulasi di dalam saluran pencernaan atau di dalam pangan.

Bacillus cereus juga menghasilkan enterotoksin, tetapi toksin tersebut akan

dilepaskan ke luar sel sewaktu mengalami lisis atau pecah di dalam saluran

pencernaan atau di dalam pangan.

Jika toksin dan kedua mikroba itu dilepaskan oleh sel di dalam pangan dan

pangan tersebut tertelan masuk ke dalam tubuh, gejala yang ditimbulkannya

disebut sebagai gejala intoksikasi.Meskipun demikian, menunjukkan bahwa

penyakit yang disebabkan oleh kedua mikroba tersebut baru timbul jika mikroba

yang masih hidup tertelan dalam jumlah cukup tinggi. Hal ini menunjukkan

bahwa kondisi yang terbaik bagi kedua mikroba tersebut untuk melepaskan

toksinnya adalah di dalam saluran pencernaan. Oleh karena itu, kedua mikroba

tersebut dapat digolongkan ke dalam kelompok mikroba penyebab infeksi.

Toksin mikroba dapat dibedakan menjadi dua kelompok diantaranya (1)

eksotoksin yaitu toksin yang disintesis di dalam sel mikroba, kemudian ikeluarkan

ke substrat di sekelilingnya, dan (2) endotoksin yaitu toksin yang disintesis di

dalam sel mikroba, dan baru bersifat toksik bila sel mengalami lisis. Eksotoksin

yang dihasilkan oleh mikroba biasanya bekerja secara spesifik terhadap tenunan-

tenunan atau sel-sel tertentu. Misalnya sel-sel saraf, otot, sel-sel pada saluran

pencernaan, dan sebagainya.

Tidak semua mikroba yang masuk ke dalam tubuh dapat menimbulkan

penyakit. Untuk dapat menimbulkan penyakit, suatu mikroba harus dapat melalui

beberapa tahap penting yaitu: masuk ke dalam tubuh (jalan masuk untuk setiap

mikroba tidak sama), harus dapat berkembang biak, tahan terhadap sistem

pertahanan tubuh, dan melakukan invasi ke dalam tubuh inangnya, serta harus ada

jalan keluar penyebab penyakit.

Mikroba yang dapat menginfeksi dan dapat menimbulkan penyakit adalah

mikroba yang mempunyai daya patogenisitas yang tinggi, daya virulensi yang

kuat, dan daya invasi yang tinggi, sehingga dapat berkembang biak dan menyebar

ke dalam tubuh inang yang peka, serta mempunyai daya pertahanan dan daya

hinder yang baik terhadap serangan sel-sel fagosit di dalam tubuh inang. Proses

yang terjadi di setiap tahap sangat kompleks dan biasanya dipengaruhi oleh

15

Page 16: CEMARAN Pseudomonas Spp Pada Bahan Pangan TERPAKAI

beberapa faktor. Suatu mikroba dapat kehilangan sifat patogeniknya jika salah

satu dari faktor tersebut hilang. Substrat dan lingkungan tempat pertumbuhan

mikroba mempengaruhi hilangnya atau terbentuknya faktor patogenik tersebut.

Mikroba patogen yang terdapat di dalam pangan biasanya masuk ke dalam

tubuh melalui saluran pencernaan. Infeksi oleh mikroba tersebut dapat dimulai

dari membran mukosa pada dinding saluran pencernaan, terutama usus halus.

Meskipun demikian, tidak semua mikroba patogen masuk melalui saluran

pencernaan dapat menyebabkan infeksi pada membran mukosa tersebut, karena

sesungguhnya dinding saluran pencernaan dilindungi oleh lapisan lendir saluran

mukus, pergerakan isi saluran pencernaan, dan mikroba komensal yang hidup

berkembang biak tanpa merugikan di saluran pencernaan.

Berdasarkan cara penyebarannya dan daya penetrasinya di dalam tubuh,

mikroba patogen yang dapat menyebabkan infeksi melalui saluran pencernaan

dapat dibedakan atas tiga golongan yaitu: (1) mikroba yang berkembang biak pada

permukaan dinding saluran pencernaan, dan tidak menembus terlalu jauh ke

dalam sel-sel mukosa, (2) mikroba yang menembus sel-sel mukosa dan

berkembang biak di dalam sel-sel tersebut tetapi tidak menyebar ke jaringan-

jaringan yang lebih dalam, (3) mikroba yang menyebar ke jaringan-jaringan yang

lebih dalam baik dengan cara menembus sel-sel mukosa atau diantara sel-sel

mukosa misalnya Salmonella yang menyebabkan salmonellosis (Supardi

dan Sukamto 1999).

Enam mikroba patogen yang menjadi penyebab utama KLB keracunan

pangan di Amerika Serikat, yaitu Campylobacter jejuni, Clostridium perfringens,

Escherichia coli O157:H7, Lysteria monocytogenes, Salmonella, dan

Staphylococcus aureus (Doores 1999). Mikroba lain yang banyak menimbulkan

KLB keracunan pangan di Indonesia adalah Escherichia coli, Bacillus cereus,

Staphylococcus aureus, Clostridium perfringens, Salmonella, Vibrio cholera, dan

Pseudomonas cocovenenans (Badan POM RI 2002, 2003a, 2004). Gejala dan

akibat yang ditimbulkan, jumlah yang dapat menyebabkan keracunan pangan, dan

pencegahan mikroba patogen tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. berikut ini.

16

Page 17: CEMARAN Pseudomonas Spp Pada Bahan Pangan TERPAKAI

Tabel 1. Mikroba patogen penyebab keracunan pangan

Mikroba Jumlah Akibat Gejala Pencegahan

C. Jejuni 104 sel/ml Aborsi, infertilitas, enteridis

Sakit perut, demam kadang >40oC, diare, muntah

Pemasan (55-65oC

C. perfringens 5x105

sel/ml

Diare akut Diare Pendinginan cepat (5-15oC)

E. ColiEPEC

ETEC

EIEC

EHEC

106-109 sel

108-109 sel

106 sel

10-100 sel

Diare akutSampai diare berdarah

Diare berair, muntah, dan demamDiare berair, kejang perut, demamDiare, basiler (berlendir, berdarahDiare berdarah

Pemasakan (>70oC, 2 menit)

L.

Monocytogenes

103 sel Aborsi Demam, gangguan gastroenteritis, gejala mirip flu

Pemasakan medium atau pada suhu70oC

Salmonella sp 105-107 sel Salmonelosis Thypoid

Non-thypoid

Demam enterik (demam 39-40oC, kejang perut, sakit kepala,hilang nafsu makan), konstipasiSakit perut, diare, muntah dan demam

Pemasakan 70-75oC (3-7 menit), 66oC (12 menit), 60oC (78-83 menit)

S. Aureus 106 sel Diare Mual, muntah, kejang perut, diare

Pendinginan (-10oC)-0oC, pemanasan 66oC, 10 menit

Vibrio sp 105-107 sel Kolera Diare disertai serpihan mukus

Pemanasan (>70oC)

P.cocovenenans 2 mg/100g Keracunan asam bongkrek, toksoflavin

Sakit perut, keringat berlebihan, lelah, mual

pH <5,5 atau penambahan NaCL (2,75-3,0%)

17

Page 18: CEMARAN Pseudomonas Spp Pada Bahan Pangan TERPAKAI

Mikroba Jumlah Akibat Gejala Pencegahan

B. cereus 105 sel/g Diare Diare, kejang perut, muntah

Pendinginan (10oC), Pemanasan (60oC)

Morganella sp Keracunan histamin

Mual, muntah, diare, kejang perut, sakit kepala, rasa terbakar

Pembekuan, pendinginan (1oC)

Sumber Badan POM RI (2003b)

2.6. Penanagan dan penanggulangan kontaminasi Pseudomonas spp.

Pseudomonas spp. merupakan salah satu dari sekian banyak jenis mikroba

pembusuk yang tersebar luas di alam dan dapat ditemukan di air tanah, tanaman,

dan pekerja sehingga cemaran Pseudomonas spp. pada bahan pangan sangat

berhubungan dengan masalah higiene, maka tindakan penanganan untuk

mencegah kontaminasi pada bahan pangan dapat dilakukan dengan penerapan

praktek higiene pangan. Higiene pangan merupakan semua kondisi atau tindakan-

tindakan yang dapat dilakukan untuk menjamin keamanan dan kelayakan

makanan pada semua tahap dalam rantai makanan. Penerapan praktek higienis

seperti GHP (Good Hygienic Practices) yang terdiri dari GAP (Good Agriculture

Practices), GMP ( Good Manufacturing Practices), GHP/GSP (Good

Handlling/Slaughtering Practices), GDP (Good Distribution Practices), GTP

(Good Transportation Practices), GRP (Good Retailing Parctices), GCP (Good

Catering Practices) dengan maksud untuk memenuhi konsep “safe from farm to

table” sehingga diperoleh pangan yang aman dari cemaran Pseudomonas spp.

mulai dari pertanian/peternakan sampai makanan dikonsumsi (Gustiani 2009;

Lukman dkk, 2009).

Pengendalian dengan mengontrol faktor-faktor yang mempengaruhi

pertumbuhan Pseudomonas spp. juga dapat dilakukan seperti : pengendalian

terhadap temperatur, pH, aktivitas air, keadaan lingkungan atmosfir dan mikroba

kompetitor. pH minimum untuk pertumbuhan Pseudomonas spp. adalah 5,0 dan

5,3 sehingga dengan menurunkan pH pada bahan pangan maka dapat mereduksi

18

Page 19: CEMARAN Pseudomonas Spp Pada Bahan Pangan TERPAKAI

jumlah Pseudomonas spp. Menurut Doyle (2007) pertumbuhan Pseudomonas spp.

dapat ditekan pada pH kurang dari 5,4. Bakteri-bakteri dari genus Pseudomonas

spp. sensitif terhadap pH yang rendah. Sebagai contoh, Shewanella putrefuciens

gagal tumbuh pada susu yang telah diasamkan pada pH 5,3 (Suwito 2010).

Fermentasi dan penggunaan asam-asam organik seperti asam laktat, asetat, sitrat,

maleat, benzoat dan sorbet dapat dilakukan untuk menurunkan pH pada bahan

pangan. Asam organik tersebut telah banyak digunakan sebagai bahan pengawet

dan desinfeksi permukaan produk pangan. Tindakan penyemprotan karkas hewan

dengan asam laktat sebesar 6% dan asam asetat sebesar 3% diketahui efektif

mengurangi jumlah Pseudomonas spp. pembusuk dan bakteri patogen lain pada

permukaan karkas.

Temperatur merupakan faktor yang harus diperhatikan untuk mengatur

pertumbuhan bakteri. Banyak organisme dari spesies Pseudomonas spp. yang

dapat berkembang dengan cepat pada suhu lemari es (refrigerator). Pseudomonas

spp. mampu membentuk koloni pada suhu 0-7oC, sehingga merupakan mikroba

yang banyak menimbulkan masalah pembusukan pada bahan pangan yang

didinginkan. Untuk menekan pertumbuhan Pseudomonas spp. maka bahan pangan

sebaiknya disimpan pada suhu -18oC sampai -40oC, pembekuan cepat dapat

dilakukan dengan air-blast freezing (Lukman dkk 2009). Metode pembekuan

cepat biasanya dilakukan pada suhu -23,3oC sampai dengan -28,9oC atau -40oC

sampai -45oC. Pada kondisi beku tidak terjadi pertumbuhan bakteri dan proses

ketengikan akan menjadi lambat (oksidasi lemak). Kekurangan dari pembekuan

adalah dapat merusak tekstur dan penampakan dari produk setelah dilakukan

pelelehan (thawing) (Nurwanto dan Mulyani 2003). Daging yang beku-dicairkan-

dibekukan-dicairkan lagi akan banyak mengalami kehilangan cairan (drip) dan

penurunan bobot, hal ini merugikan karena karena cairan yang keluar dari daging

(drip) mengandung zat gizi (protein, vitamin dan mineral) (Lukman dkk, 2009).

Aktivitas air yang diperlukan untuk pertumbuhan Pseudomonas spp.

berkisar pada 0,91-0,95 (Doyle 2007). Pseudomonas spp. lebih sering dijumpai

pada permukaan daging segar, ikan dan sayuran dengan aw tinggi, begitu pula

pada susu. Bakteri umumnya membutuhkan aktivitas air yang tinggi (0,99 atau

19

Page 20: CEMARAN Pseudomonas Spp Pada Bahan Pangan TERPAKAI

lebih) untuk pertumbuhannya sehingga dengan menurunkan aw maka dapat

menurunkan jumlah kontaminasi Pseudomonas spp. pada bahan pangan.

Penurunan aw dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti pengeringan,

penambahan gula dan garam. Pengeringan adalah suatu usaha pengawetan dengan

cara menurunkan aktivitas air produk melalui penghilangan air yang dikandung

produk dengan proses penguapan sehingga mikroorganisme tidak bisa tumbuh

berkembang. Pada kondisi ini, pangan tidak mengandung lagi air bebas dalam

bahan pangan disebabkan karena gula bersifat higroskopis yaitu mampu

membentuk ikatan hidrogen dengan air. Ikatan hidrogen antara air dan gula ini

menyebabkan penurunan air bebas dan penurunan nilai aw sehingga air tidak dapat

dimanfaatkan untuk pertumbuhan mikroba. Penambahan garam NaCl dapat

menurun aw karena garam dapat membentuk interaksi ionik dengan air, sehingga

air akan terikat menyebabkan penurunan jumlah air bebas dan aw. Penambahan

gula dan garam yang semakin tinggi akan menyebabkan penurunan nilai aw.

Produk pangan yang mengandung gula tinggi (misal: molases, sirup glukosa,

permen, dan madu) atau yang bergaram tinggi (misal ikan asin) realtif awet

(Kusnandar 2010).

Penggunaan mikroba-mikroba kompetitor seperti mikroba dari golongan

bakteri asam laktat (BAL) dapat menekan pertumbuhan Pseudomonas spp..

Dengan pemberian BAL pada bahan pangan maka akan mengasamkan bahan

pangan sehingga menurunkan pH asam sampai 4 mengakibatkan Pseudomonas

spp. tidak dapat berkembang. Bakteri-bakteri dari genus BAL memiliki sifat

antagonistic yang tinggi disamping itu organisme ini mampu memproduksi

senyawa antimikroba yang melawan flora kompetitornya termasuk bakteri

pembusuk dan patogen dalam bahan pangan. Nisin dan bakteriosin merupakan

antimikroba yang dihasilkan oleh lactococcus lactis subsp. lactis yang dapat

menekan bakteri Pseudomonas spp.. Nisin merupakan antimikroba alami yang

sudah lama digunakan untuk mengendalikan bakteri pembusuk dalam bahan

pangan (Suwito 2010). Mikroba kompetitor aktif terhadap bakteri pembusuk dan

patogen antara lain Enterobacteriaceae dan khamir.

20

Page 21: CEMARAN Pseudomonas Spp Pada Bahan Pangan TERPAKAI

Kontrol terhadap keadaan lingkungan atmosfir seperti komposisi O2 dan

CO2 juga dapat dilakukan untuk menekan pertumbuhan Pseudomonas spp.

Konsentrasi CO2 yang tinggi (sampai 10%) dapat mengahmbat pertumbuhan

Pseudomonas spp. penggunaan kemasan aktif (active packaging) seperti MAP

(Modified Atmosphere Packaging) dapat dilakukan. MAP adalah pengemasan

produk dengan menggunakan bahan kemasan yang dapat menahan keluar

masuknya gas sehingga konsentrasi gas di dalam kemasan berubah dan ini

menyebabkan laju respirasi produk menurun, mengurangi pertumbuhan mikrobia,

mengurangi kerusakan oleh enzim serta memperpanjang umur simpan. MAP

banyak digunakan dalam teknologi olah minimal buah-buahan dan sayuran segar

serta bahan-bahan pangan siap santap (ready-to eat) (Junlianti dan Nurminah

2006).

Penggunaan bahan-bahan pengawet alami pada bahan pangan untuk

menekan pertumbuhan Pseudomonas spp. juga telah dilakukan. Pemanfaatan

ekstrak etanol dari buah mengkudu (Morinda citrifolia) telah dilaporkan dapat

menghambat pertumbuhan Pseudomonas spp. dan bakteri-bakteri pembusuk

lainnya pada daging (Jayaraman et al. 2008). Penggunaan berbagai jenis madu

juga dilaporkan oleh Hariyati (2010) dapat menekan pertumbuhan Pseudomonas

fluorescens dan Pseudomonas putida.

Pada tempe bongkrek pertumbuhan bakteri Pseudomonas cocovenenans

dapat dicegah dengan beberapa cara. Penambahan antibiotik Aureomycin dan

Terramycin untuk mencegah pertumbuhan bakteri bongkrek, tapi karena mahal

sehingga tidak digunakan lagi. Penambahan daun calincing (Oxalis) sepium yang

sering digunakan untuk membuat sayur asam, daun calincing ini selain dapat

menghambat pertumbuhan bakteri bongkrek juga merupakan antidotum (penawar

racun) keracunan asam bongkrek, akan tetapi penambahan daun segar pada

pembuatan tempe bongkrek menyebabkan timbulnya warna hijau dan rasa yang

agak asam, sehingga kurang disukai. Dengan penambahan garam dapur (Nacl) 1,5

- 2% pada ampas kelapa, juga dapat menghambat pertumbuhan bakteri bongkrek,

sehingga bisa mencegah pembentukan asam bongkrek (Anonim 2009).

21

Page 22: CEMARAN Pseudomonas Spp Pada Bahan Pangan TERPAKAI

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Bahan pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia, akan tetapi

tingginya komnponen gizi dalam bahan pangan mengakibatkan bahan pangan

mudah rusak oleh mikroba. Salah satu jenis mikroba pencemar yang dapat

mengakibatkan kerusakan (pembusukan) pada bahan pangan yaitu dari genus

Pseudomonas spp. Banyak spesies dari bakteri ini yang dapat mengakibatkan

pembusukan pada makanan dan beberapa jenis spesies juga dapat menghasilkan

racun sehingga dapat mengakibatkan gangguan kesehatan masyarakat.

Penanganan dan pencegahan cemaran dari Pseudomonas spp. dapat dilakukan

dengan menerapkan praktek higienis ( GHP/GMP) untuk memenuhi konsep “safe

from farm to table” serta kontrol terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi

pertumbuhan (misal : pengendalian temperatur, pH, aktivitas air, keadaan

lingkungan atmosfir dan mikroba kompetitor).

22

Page 23: CEMARAN Pseudomonas Spp Pada Bahan Pangan TERPAKAI

DAFTAR PUSTAKA

Adelson, RE Putra 2008 Kontaminasi Mikroba Pada Bahan Pangan (makalah). padang Program studi Biologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan ilmu pengetahuan alam, Universitas Negeri Padang

Balia RL 2010 Kerusakan bahan pangan oleh mikrooragnisme Bandung Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran

Bintoro VP 2009 Peranan ilmu dan Teknologi dalam peningkatan keamanan pangan asal ternak. Pidato pengukuhan diucapkan pada peresmian guru besar Semarang Teknologi hasil ternak Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro

Buckle KA,RA Edwards, GH Fleet, M Wootton. 1987, Ilmu Pangan. Terjemahan Hari Purnomo dan Adiono. Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Hal 23,29

Doyle ME 2007 Microbila Food Spoilage-Looses and Control Strategies. A brief Review of the literature. Madison : Food Research Institute, University of Wiconsin.

Grahatika R 2009. Identifikasi dan Pemeriksaan Jumlah Total Bakteri pada Susu Sapi di Kabupaten Karanganyar (Skripsi). Surakarta : Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta. 0071dan Pseudomonas putida FNCC 0070) (skripsi), Surakarta: Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

23

Page 24: CEMARAN Pseudomonas Spp Pada Bahan Pangan TERPAKAI

24