cekungan sumatera tengah

Upload: renato-simanjuntak

Post on 13-Oct-2015

119 views

Category:

Documents


14 download

DESCRIPTION

Geology

TRANSCRIPT

4. CEKUNGAN SUMATERA TENGAH

4.1 REGIONALNama cekungan polyhistory: Paleogene Neogene Back Arc BasinKlasifikasi cekungan

: Cekungan Sedimen Dengan Produksi Hidrokarbon4.1.1 Geometri Cekungan

Cekungan Sumatera Tengah memiliki luas sekitar 103.500 km2, yang sebagian besar terdiri dari area berupa daratan (Gambar 4.1). Secara geografis cekungan ini terletak antara 900 - 1030 BT dan 10 LS - 40 LU. Pada bagian utara, Cekuingan Sumatera Tengah dipisahkan dari Cekungan Sumatera Utara oleh Tinggian Asahan, sedangkan di bagian selatannya dipisahkan dari Cekungan Sumatera Selatan oleh Pegunungan Tigapuluh.

Gambar 4.1 Peta lokasi Cekungan Sumatera Tengah.

4.1.2 Sejarah Eksplorasi

Eksplorasi paling awal yang pernah dilakukan di Cekungan Sumatera Tengah dipandu oleh penemuan rembesan minyak pada struktur antiklin yang kemudian memicu penemuan Lapangan Minyak Kampung pada tahun 1896 (Macgregor, 1995). Lapangan minyak ini dilaporkan memiliki cadangan sebesar 31,3 MMBOE, berada pada endapan delta Formasi Muara Enim berumur Pliosen (Zeliff dkk., 1985). Beberapa struktur antiklin yang teridentifikasi di permukaan telah dipetakan pada cekungan ini. Secara umum, struktur antiklin yang berkembang di daerah ini memiliki kecenderungan berarah baratlaut-tenggara, perlipatan semakin intensif di utara dibandingkan selatan (van Bemmelen, 1949). Hingga 1921, target eksplorasi Cekungan Sumatera Tengah ditujukan pada batupasir Formasi Air Benakat dan penetrasi target terdalam adalah pada Formasi Gumai (Zeliff dkk., 1985).

Tahun 1921 Nederlandsche Koloniale Petroleum Maatschappij (NKPM), perusahaan yang dibentuk oleh Standard of New Jersey (SONJ), menemukan Lapangan Minyak Pendopo/Talang Akar (Zeliff dkk., 1985). Penemuan minyak pada batupasir Formasi Talang Akar merupakan penemuan lapangan minyak terbesar di selatan Pulau Sumatera dengan perkiraan cadangan sebesar 360 MMBOE (Zeliff dkk,, 1985). Perhitungan cadangan pada tahun 1996 menunjukan bahwa cadangan minyak di Cekungan Sumatera Tengah telah meningkat sebesar 15% (Petroconsultants, 1996).

Tahun 1968, PT.CPI (Caltex Pacific Indonesia) melakukan 270 pemboran sumur wildcat di Cekungan Sumatera Tengah, 107 diantaranya ditemukan minyak dan gas, dan mendeliniasi 98 lapangan minyak baru. Kegiatan eksplorasi PT.CPI berlangsung gencar dari tahun 1970-an hingga 1980-an, meliputi kegiatan akuisisi seismik dan pemboran wildcat. Operator-operator lain yang beroperasi di Cekungan Sumatera Tengah antara lain, Royal Dutch Shell, Stanvac, Pan American Oil (Amoco), Union Oil, Arco, Mobil, Amoco, Conoco dan Total.

Pada Cekungan Sumatera Tengah, minyak diproduksi dari reservoir post rift berumur Miosen Awal dari Grup Sihapas. Sebagian kecil produksi dihasilkan dari reservoir klastik Grup Pematang (endapan syn-rift). Karakter spesifik Cekungan Sumatera Tengah adalah ketidakhadiran reservoir karbonat, seperti di Cekungan Sumatera Utara, Sumatera Selatan, dan Jawa Timur Utara.

4.2 TEKTONIK DAN STRUKTUR GEOLOGI REGIONAL

Pulau Sumatera merupakan bagian Daratan Sunda terletak dibagian tepi tenggara yang merupakan perluasan Lempeng Benua Asia. Daratan Sunda ditafsirkan oleh Pulunggono dan Cameron (1984) dan Suparka (1995) sebagai hasil penyatuan berbagai unsur kerak, sebagian berasal dari selatan, yang terjadi melalui benturan antara lempeng-lempeng litosfir dan busur kepulauan (Gambar 4.2). Metcalfe (1988) menafsirkan semua wilayah timur dan tenggara Lempeng Benua Asia berasal dari tepi Benua Gondwana. Menjelang Mesozoikum, suatu wilayah yang terdiri dari lempeng-lempeng yang berasal dari Gondwana tersebut membentuk inti Daratan Sunda, yang dikelilingi oleh jalur-jalur subduksi.

Gambar 4.2 Sebaran Daratan Sunda yang merupakan perluasan ke tenggara Benua Asia.

Gambar 4.3 Mekanisme tektonik ekstrusi Asia Tenggara (Tapponnier, 1986)

Kelompok batuan dengan ciri-ciri produk busur volkanik dapat dijumpai di sepanjang Pulau Sumatera, batuan ini ditafsirkan sebagai akibat terjadinya interaksi konvergen yang disertai subduksi Lempeng Asia sejak Permian (Katili, 1973 dan Katili, 1975). (1) interaksi konvergen yang disertai subduksi antara Lempeng Samudra Hindia-Australia dengan Lempeng Benua Eurasia, (2) benturan antara fragmen Lempeng Benua Hindia yang bergerak ke utara dengan Asia, dan (3) interaksi konvergen antara Lempeng Pasifik di timur yang bergerak ke barat dengan Lempeng Asia (Hall dan Blundell, 1996). Benturan antara Hindia dan Asia mengakibatkan terjadinya rotasi dan ekstrusi pecahan tepi timur Benua Asia ke arah tenggara melalui sesar-sesar mendatar, yang kemudian menjadi tipe mekanisme untuk deformasi wilayah Daratan Sunda (Tapponnier dkk., 1986) (Gambar 4.3).Packham (2006) membagi gerak-gerak tektonik di wilayah Asia Tenggara kedalam tiga fase: (1) Eosen hingga Oligosen,

(2) Oligosen hingga Miosen Tengah dan,

(3) Miosen Tengah hingga sekarang.

Daerah penelitian termasuk kedalam wilayah Cekungan Sumatera Tengah yang merupakan salah satu dari tiga cekungan penghasil minyak di Sumatera bagian timur yang berkembang sebagai cekungan-cekungan sedimentasi dibelakang busur volkanik. Geologi dan perkembangan tektonik wilayah ini telah banyak diteliti. Namun tulisan-tulisan yang umum berkembang cenderung mengungkapkan masalah-masalah dan informasi yang berkaitan dengan batuan sedimen yang mengisinya dan hanya sedikit sekali yang membahas mengenai perkembangan tektonik terutama yang berkaitan dengan cara pembentukan cekungan, proses deformasi yang mengubah sifat cekungan secara global, dan sifat-sifat batuan dasarnya. Struktur awal batuan dasar suatu cekungan akan menjadi faktor penting dalam perkembangan tektonik selanjutnya. Hal ini akan menentukan ukuran, arah dan sebaran daripada bentuk-bentuk tinggian (highs) dan dan rendahan (lows) yang akan berperan mengatur dan mempengaruhi proses sedimentasi dalam cekungan (Gambar 4.4, Gambar 4.5 dan Gambar 4.6).

Gambar 4.4 Struktur batuan dasar di Sumatera Selatan menentukan bentuk, arah dan ukuran daripada cekungan-cekungan di Sumatera Selatan (Pertamina-BEICIP, 1992).

Gambar 4.5 Pola struktur batuan dasar Cekungan Sumatera Tengah (Pertamina dan BPPKA, 1996).

Gambar 4.6 Penampang seismik NE-SW dan B-B pada cekungan Sumatera Tengah, indeks penampang seismik dapat dilihat pada gambar 5 (Pertamina-BEICIP, 1992).

Pada umumnya, sebaran dan komposisi litologi batuan dasar kurang mendapatkan perhatian dalam penelitian sebuah cekungan yang disebabkan oleh kurangnya data bawah permukaan. Komposisi litologi batuan dasar ternyata sangat berperan dalam menentukan potensi hidrokarbon suatu cekungan. Secara umum dapat dikatakan bahwa cekungan-cekungan yang didasari oleh batuan dasar yang berasal dari kerak benua (granitis) akan memiliki potensi yang lebih besar dibandingkan dengan yang didasari oleh kerak samudra (basaltis). Komposisi tersebut akan menentukan susunan batuan sedimen diatasnya terutama terhadap sifat batuan reservoirnya. Struktur pada batuan dasar sebagai produk daripada deformasi, yang berlangsung baik selama maupun setelah pembentukannya, juga memungkinkan terbentuknya sifat fisik yang dapat mengubahnya sebagai batuan reservoir yang potensial.

Pembahasan perkembangan tektonik regional Cekungan Sumatera Tengah akan dimulai dari jaman Pra-Tersier dengan tujuan untuk mengungkap sifat-sifat dari batuan dasar yang melandasi cekungan, dan proses awal pembentukan dari cekungan.4.2.1 Episode Jura Akhir Awal Kapur (165 Ma 120 Ma)

Pembentukan Lempeng Mikro Sunda. Daratan Sunda diindikasikan terdiri dari unsur-unsur yang berasal dari Eurasia yang menyatu dengan lempengan-lempengan yang merupakan pecahan Gondwana di selatan yang bergeser ke utara sebagai akibat pemisahan disekitar Benua Australia. Daratan Sunda mulai lengkap terbentuk setelah secara bertahap fragmen-fragmen Gondwana tersebut menyatu dengan Eurasia yang ada di utara melalui pembentukan jalur-jalur sutura sejak Paleozoikum Akhir hingga Mesozoikum Akhir (Wakita dan Metcalfe, 1988) (Gambar 4.7).

Gambar 4.7 Rekonstruksi Jura akhir sampai Kapur Awal (Wakita dan Metcalfe, 2005).

Salah satu jalur sutura adalah jalur Raub-Bentong yang membentang utara-selatan mulai dari Semenanjung Malaya di utara, dan ditafsirkan berlanjut ke Sumatera di selatan. Meskipun hal ini masih diperdebatkan, sebagian besar peneliti dapat menerima pendapat mengenai keberadaannya di Sumatera (Hamilton 1979; Pulunggono dan Cameron, 1984) (Gambar 4.8). Keberadaan jalur sutura sebagai bagian dari tatanan geologi Pulau Sumatera mempunyai peranan yang penting, selain sebagai unsur satuan tektonik yang mempengaruhi pola struktur batuan dasar, juga sifat fisik dan petrologinya ternyata turut menentukan potensi hidrokarbon cekungan yang berada diatasnya. Di Cekungan Sumatera Tengah jalur ini dapat dikenali dari data beberapa pemboran dalam, dan dikenal sebagai jalur atau Komplek Mutus (Gambar 4.9).

Gambar 4.8 Jalur sutura yang diajukan oleh beberapa peneliti (Metcalfe, 1988).

Gambar 4.9 Sebaran jalur sutura atau Komplek Mutus di Cekungan Sumatera Tengah (Pulunggono dan Cameron, 1984).

Kompleks Mutus yang tersingkap di Semenanjung Malaya, dianggap sebagai batas tektonik antara mandala Sibumasu dan Indo-China/Malaya Timur. Jalur tersebut terdiri dari batuan melange, batuan sedimen laut (termasuk rijang berlapis), sekis, dan kepingan-kepingan berbentuk lonjong yang terpisah-pisah dari batuan ofiolit yang terserpentinkan (Tjia, 1987 dan Hutchinson, 1989) (Gambar 4.8). Berdasarkan komposisi dan sifat-sifat batuannya, jalur sutura tersebut diindikasikan sebagai jalur benturan antara dua kepingan lempeng litosfir (Metcalfe, 1989). Berdasarkan data umur batuan yang diperoleh dari batuan beku granit yang menyertai benturan tersebut, proses benturan ini berlangsung pada jaman Permian atau Trias.

Gambar 4.10 Sebaran mandala-mandala tektonik dan jalur-jalur sutura di Wilayah Asia Tenggara, Tengah dan Timur (11: Raub-Bentong).Apabila dua lempeng saling berbenturan, seperti antara Sibumasu dan Malaya Timur, maka reaksi yang akan timbul adalah gaya tarikan dengan arah berlawanan terhadap arah benturan. Disamping rekahan-rekahan kompresi yang terbentuk, rekahan-rekahan ekstensional juga terbentuk dengan arah sejajar jalur sutua, atau dalam kedudukannya sekarang ini adalah arah utara-selatan. Arah inilah yang kemudian mendominasi di Cekungan Sumatera Tengah dan menentukan bentuk serta arah-arah cekungan khususnya di Sumatera Tengah (Gambar 4.10, dan Gambar 4.11).

Gambar 4.11 Penyebaran struktur pada jalur sutura.4.2.2 Episode Kapur Akhir (120-75 Ma)

Diperkirakan pada periode ini terjadi peubahan arah subduksi yang terjadi pada tepi Benua Asia dari high angle menjadi miring atau oblique yang berkaitan dengan peubahan pola pusat pemekaran samudra. Beberapa bagian lempeng benua, mulai menyatu dengan Daratan Sunda. Hal ini ditandai pula dengan terhentinya kegiatan magma pada kisaran waktu 75-60 jtl, yang ditafsirkan sebagai akibat deformasi yang terjadi pada Kapur Akhir (Coster, 1974; Hamilton 1979; Pulungono & Cameron, 1984) (Gambar 4.12).

Gambar 4.12 Rekonstruksi Kapur Awal sampai Eosen Tengah (Wakita dan Metcalfe, 2005).

4.2.3 Episode Awal Eosen (60 50 Ma)

Subduksi yang baru, dimulai lagi di bagian tepi benua Daratan Sunda sesudah terjadinya gejala deformasi. Subduksi yang berlangsung singkat kemudian terhenti setelah India mulai bersentuhan dengan Benua Asia pada 50 jtl, dan fragmen Woyla bertumbukan dengan Sumatera atau tepi Daratan Sunda (Court dkk., 1996) (Gambar 4.13). Terhentinya kegiatan magma Kapur Akhir ini diikuti dengan pengangkatan global di Sumatera, yang juga merupakan awal dari tektonik ekstensional.

Gambar 4.13 Posisi Tektonik Cekungan Sumatera Tengah pada Eosen Awal (Kingston dkk., 1983).

Gambar 4.13. Perkiraan kedudukan tektonik Pulau Sumatera sebelum terjadinya tumbukan antara India dengan Asia pada Eosen; jalur sutura menjadi pemisah antara Sibumasu dan Malaya Timur (McCourt dkk., 1996).

Tumbukan India dengan Asia, oleh sebagian ahli tektonik Asia, dianggap sebagai penyebab terjadinya tektonik ekstensi serta permulaan pembentukan cekungan-cekungan ekstensi (rift basins) di wilayah Asia Tenggara (Daratan Sunda), meskipun waktu tepat pembentukannya belum dapat ditentukan, namun pada periode inilah diperkirakan saat dimulainya pembentukan cekungan-cekungan di wilayah Asia Tenggara. Cekungan-cekungan ekstensional (rift basins) dengan arah mengikuti pola sesar pada batuan dasar (sejajar dengan Sutura Bentong-Raub) kemudian diisi oleh endapan-endapan terestris (Grup Pematang) hasil erosi bagian-bagian yang terangkat (Gambar 4.14 dan Gambar 4.15).

RIFT BASIN

KINGSTON CLASSIFICATION)

Gambar 4.14 Penampang seismik memperlihatkan bentuk rift basin (PERTAMINA & FIKTM ITB, 2005).

4-20