case tonsil it is kronis mila_doddy

Download Case Tonsil It Is Kronis Mila_Doddy

If you can't read please download the document

Upload: quamila-fahrizani-afdi

Post on 03-Jul-2015

413 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Anatomi dan Fisiologi Tonsil

Gambar 1. Anatomi Tonsil 1 Tonsil adalah salah satu struktur yang terdapat di rongga orofaring. Tonsil merupakan massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat dengan kriptus di dalamnya. Cincin Waldeyer merupakan susunan tonsil pada orofaring seperti yang terlihat pada gambar 1, terdiri dari tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina (tonsil faucial), tonsil lingualis (tonsil pangkal lidah) dan tonsil tuba Eustachius (lateral band dinding faring/Gerlahs tonsil).2,3 Fossa tonsilaris dibentuk oleh tiga otot, yaitu m. palatoglossus, m. palatofaringeal dan m. konstriktor superior. Perdarahan tonsil berasal dari percabangan a. lingual dorsalis, a. palatina dan a. fasialis sedangkan aliran venanya berujung pada plexus peritonsilar yang selanjutnya dialirkan ke v. faringeal dan kemudian masuk ke v. jugularis interna. Aliran limfe tonsil dialirkan ke limfe nodus servikal. Persarafan tonsil didapatkan dari n. glossofaringeus, hal ini yang mengakibatkan adanya gejala otalgia saat tonsillitis.4 Tonsil memiliki peranan penting dalam sistim imunitas tubuh, dimana puncaknya pada usia empat hingga sepuluh tahun, selanjutnya tonsil akan mengalami involusi. Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit, 0,1-0,2% dari keseluruhan limfosit tubuh pada orang dewasa. Proporsi limfosit B d T pada an tonsil adalah 50%:50% sedangkan di darah 55-57%:15-30%. Pada tonsil terdapat sistem imun kompleks yang terdiri atas sel M (sel membran), makrofag, sel dendrit dan APCs (Antigen Presenting Cells) yang berperan dalam proses transportasi antigen ke sel 1

limfosit sehingga terjadi sintesis imunoglobulin spesifik. Juga terdapat sel limfosit B, limfosit T, sel plasma dan sel pembawa Ig G. Tonsil akan menghasilkan imunoglobulin jika terdapat antigen yang masuk melalui reaksi radang pada saluran nafas dan saluran cerna atas.2,4

1.2 Definisi Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina. Tonsilitis kronis merupakan peradangan menahun pada tonsil palatina. Peradangan menahun disebabkan oleh beberapa faktor antara lain higiene mulut yang buruk, cuaca, rangsangan asap rokok atau pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.2

1.3 Etiopatogenesis Kuman penyebab tonsilitis kronis sama dengan kuman yang menyebabkan terjadinya tonsilitis akut yaitu Streptococcus hemoliticus (50%), Streptococcus viridians dan sisanya disebabkan virus. Penyebarannya melalui percikan ludah (droplet infection). Penyakit ini ada kecenderungan bersifat residif secara periodik. Mula-mula terjadi infiltrasi pada lapisan epitel. Bila epitel terkikis, maka jaringan limfoid superfisial mengadakan reaksi kemudian terjadi peradangan dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Proses ini secara klinis tampak pada kriptus tonsil yang berisi bercak kuning yang disebut detritus. Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri dan epitel yang terlepas. Tonsilitis kronis merupakan kelanjutan dari infeksi akut berulang atau infeksi subklinik pada tonsil. Biasanya terjadi pembesaran tonsil sebagai akibat hipertrofi folikel-folikel kalenjar limfe.3 Pada radang kronis tonsil terdapat 2 bentuk, yaitu hipertrofi tonsil dan atrofi tonsil. Terjadinya proses radang berulang mengakibatkan epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti oleh jaringan ikat fibrosa. Jaringan ikat ini sesuai dengan sifatnya akan mengalami pengerutan, sehingga ruang antar kelompok jaringan limfoid melebar. Hal ini secara klinik tampak sebagai pelebaran kriptus, dan kriptus ini diisi oleh detritus. Proses berjalan terus sehingga terbentuk kapsul, akhirnya timbul perlengketan dengan jaringan di sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan proses pembesaran kalenjar limfe submandibularis.3 Gangguan tonsilitis kronis dapat menyebar dan menimbulkan komplikasi melalui perkontinuitatum, hematogen atau limfogen. Penyebaran perkontinuitatum dapat 2

menimbulkan rinitis kronis, sinusitis dan otitis media. Penyebaran hematogen atau limfogen dapat menyebabkan endokarditis, artritis, miositis, nefritis, uveitis, iridosiklitis, dermatitis, urtikaria, furunkulosis dan pruritus.3

1.4 Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pada anamnesis biasanya terdapat riwayat infeksi berulang, riwayat nyeri menelan atau rasa mengganjal di tenggorokan, keluhan nafas berbau, tidur yang mendengkur, riwayat infeksi telinga tengah berulang.4 Gejala tonsilits kronis menurut Mawson (1977): 1) gejala lokal, bervariasi dari rasa tidak enak di tenggorok, sakit tenggorok, sulit sampai sakit menelan, 2) gejala sistemis, rasa tidak enak badan atau malaise, nyeri kepala, demam subfebris, nyeri otot dan persendian, 3) gejala klinis tonsil dengan debris di kriptenya (tonsilitis folikularis kronis), udem atau hipertrofi tonsil (tonsilitis parenkimatosa kronis), tonsil fibrotik dan kecil (tonsilitis fibrotik kronis), plika tonsilaris anterior hiperemis dan pembengkakan kelenjar limfe regional.10 Boies (1978) dan Paparella (1980), mengemukakan gejala tonsilitis kronis antara lain: 1) gejala klinis, rasa nyeri di tenggorok disertai demam ringan, nyeri sendi, 2) gejala lokal, hipertrofi tonsil, permukaan berbenjolbenjol, kripte melebar dan jika kripte ditekan keluar massa seperti keju. Kadangkadang tonsil atrofi atau degenerasi fibrotik dan terlihat dalam fossa tonsilaris, jika ditekan terdapat discharge purulen, dan pembesaran kelenjar limfe regional.10

Pada pemeriksaan fisik tampak adanya pembesaran tonsil dengan permukaan tidak rata, pelebaran kriptus dan sebagian kripti terisi oleh detritus seperti yang terlihat pada gambar 2. Gambar 2 memperlihatkan pembesaran tonsil yang terkadang juga disertai dengan pembesaran KGB submandibula.3

3

Gambar 2. Grade T T1 : berada di dalam fossa tonsilaris

il6

T2 : telah melewati fossa tonsilaris, tetapi belummelewati garis paramedian T3 : telah melewati garis paramedian, tetapi belum mencapai garis median T4 : telah mencapai garis median6

1.5 Penatalaksanaan Penatalaksanaan tonsilitis kronis terdiri dari terapi lokal dan terapi radikal Terapi lokal ditujukan pada higiene mulut, dengan menggunakan obat kumur atau obat hisap. Antibiotik dapat diberikan bila penyebab adalah bakteri. Terapi radika ialah dengan l melakukan operasi tonsilektomi setelah tanda-tanda infeksi hilang.2,7 Indikasi tonsilektomi menurut The Ameri Neck Surgery : 1. Indikasi absolut:

Academy of Otolaryngology, Head and

4

- Pembesaran tonsil yang menyebabkan sumbatan jalan nafas atas, disfagia menetap, gangguan tidur atau komplikasi kardiopulmonal - Abses peritonsil yang tidak respon terhadap pengobatan medis - Tonsilitis yang menimbulkan febris dan konvulsi - Biopsi untuk menentukan jaringan yang patologis (dicurigai keganasan) 2. Indikasi relatif : - Penderita dengan infeksi tonsil yang kambuh 3 kali atau lebih dalam setahun meskipun dengan terapi yang adekuat - Bau mulut atau bau nafas yang menetap yang menandakan tonsilitis kronis tidak responsif terhadap terapi media - Tonsilitis kronis atau rekuren yang disebabkan kuman Streptococus yang resisten terhadap antibiotik betalaktamase - Pembesaran tonsil unilateral yang diperkirakan neoplasma2,7 Kontra indikasi :y y

Diskrasia darah kecuali di bawah pengawasan ahli hematologi Usia di bawah 2 tahun bila tim anestesi dan ahli bedah fasilitasnya tidak mempunyai pengalaman khusus terhadap bayi

y y y

Infeksi saluran nafas atas yang berulang Perdarahan atau penderita dengan penyakit sistemik yang tidak terkontrol. Celah pada palatum2,7

Terdapat beberapa teknik operasi tonsilektomi, antara lain cara guillotine, diseksi electrosurgery, radiofrekuensi, skalpel harmonik, coblation, tonsilektomi parsial intraskapular, dan teknik laser (CO2-KTP). Teknik tersering yang dilakukan di Indonesia adalah teknik guillotine dan diseksi. Teknik guillotine dilakukan dengan mengangkat tonsil dan memotong uvula yang edematosa atau elongasi dengan menggunakan tonsilotomi atau guillotine. Teknik ini merupakan teknik tonsilektomi tertua dan aman. Teknik diseksi memiliki prinsip yang sama, meliputi fiksasi tonsil, membawanya ke garis tengah, insisi membran mukosa, mencari kapsul tonsil, mengangkat dasar tonsil dan mengangkatnya dari fossa dengan manipulasi hati hati. Lalu dilakukan hemostasis dengan elektokauter atau ikatan. Selanjutnya dilakukan irigasi pada daerah tersebut dengan salin. Teknik electrosurgery, radiofrekuensi, scalpel

5

harmonik, coblation, tonsilektomi parsial intraskapular, dan teknik laser merupakan modifikasi lain dari teknik diseksi.7

Gambar 3. Tonsilektomi 5

1. Komplikasi Komplikasi tonsilektomi dapat terjadi saat pembedahan atau pasca bedah. Komplikasi saat pembedahan dapat berupa perdarahan dan trauma akibat alat. Jumlah perdarahan selama pembedahan tergantung pada keadaan pasien dan faktor operatornya sendiri. Perdarahan mungkin lebih banyak bila terdapat jaringan parut yang berlebihan atau adanya infeksi akut seperti tonsilitis akut atau abses peritonsil. Pada operator yang lebih berpengalaman dan terampil, kemungkinan terjadi manipulasi trauma dan kerusakan jaringan lebih sedikit sehingga perdarahan juga akan sedikit. Perdarahan yang terjadi karena pembuluh darah kapiler atau vena kecil yang robek umumnya berhenti spontan atau dibantu dengan tampon tekan. Pendarahan yang tidak berhenti spontan atau berasal dari pembuluh darah yang lebih besar, dihentikan dengan pengikatan atau dengan kauterisasi. Bila dengan cara di atas tidak menolong, maka pada fosa tonsil diletakkan tampon atau gelfoam kemudian pilar anterior dan pilar posterior dijahit. Bila masih juga gagal, dapat dilakukan ligasi arteri karotis eksterna. Dari laporan berbagai kepustakaan, umumnya perdarahan yang terjadi pada cara guillotine lebih sedikit dari cara diseksi. Trauma akibat alat umumnya berupa kerusakan jaringan di sekitarnya seperti kerusakan jaringan dinding belakang faring, bibir terjepit, gigi patah atau dislokasi sendi temporomandibula saat pemasangan alat pembuka mulut.7,8 6

Komplikasi pasca bedah dapat digolongkan berdasarkan waktu terjadinya yaitu immediate, intermediate dan late complication.y

Komplikasi segera (immediate complication) pasca bedah dapat berupa perdarahan dan komplikasi yang berhubungan dengan anestesi. Perdarahan segera atau disebut juga perdarahan primer adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama pasca bedah. Keadaan ini cukup berbahaya karena pasien masih dipengaruhi obat bius dan refleks batuk belum sempurna sehingga darah dapat menyumbat jalan napas menyebabkan asfiksi. Asfiksi ini dapat membuat komplikasi yang berat dan mengancam jiwa. Penyebabnya diduga karena hemostasis yang tidak cermat atau terlepasnya ikatan. 7,8 Yang penting pada perawatan pasca tonsilektomi adalah 1. Baringkan pasien pada satu sisi tanpa bantal 2. Ukur nadi dan tekanan darah secara teratur 3. Awasi adanya gerakan menelan karena pasien mungkin menelan darah yang terkumpul di faring 4. Napas yang berbunyi menunjukkan adanya lendir atau darah di tenggorok. Bila diduga ada perdarahan, periksa fosa tonsil. Bekuan darah di fosa tonsil diangkat, karena tindakan ini dapat menyebabkan jaringan berkontraksi dan perdarahan berhenti spontan. Bila perdarahan belum berhenti, dapat dilakukan penekanan dengan tampon yang mengandung adrenalin 1:1000. Selanjutnya bila masih gagal dapat dicoba dengan pemberian hemostatik topikal di fosa tonsil dan hemostatik parenteral dapat diberikan. Bila dengan cara di atas perdarahan belum berhasil dihentikan, pasien dibawa ke kamar operasi dan dilakukan perawatan perdarahan seperti saat operasi. Mengenai hubungan perdarahan primer dengan cara operasi, laporan di berbagai kepustakaan menunjukkan hasil yang berbeda-beda, tetapi umumnya perdarahan primer lebih sering dijumpai pada cara guillotine. Komplikasi yang berhubungan dengan tindakan anestesi segera pasca bedah umumnya dikaitkan dengan perawatan terhadap jalan napas. Lendir, bekuan darah atau kadang-kadang tampon yang tertinggal dapat menyebabkan asfiksi.7,8

y

Komplikasi yang terjadi kemudian (interme-diate complication) dapat berupa perdarahan sekunder, hematom dan edem uvula, infeksi, komplikasi paru dan 7

otalgia. Perdarahan sekunder adalah perdarahan yang terjadi setelah 24 jam pasca bedah. Umumnya terjadi pada hari ke 5-10. Perdarahan ini jarang terjadi dan penyebab tersering adalah infeksi serta trauma akibat makanan, dapat juga oleh karena ikatan jahitan yang terlepas, jaringan granulasi yang menutupi fosa tonsil terlalu cepat terlepas sebelum luka sembuh sehingga pembuluh darah di bawahnya terbuka dan terjadi perdarahan. Perdarahan hebat jarang terjadi karena umumnya berasal dari pembuluh darah permukaan.7,8 Cara penanganannya sama dengan perdarahan primer. Pada pengamatan pasca tonsilektomi, pada hari ke dua uvula mengalami edem. Nekrosis uvula jarang terjadi, dan bila dijumpai biasanya akibat kerusakan bilateral pembuluh darah yang mendarahi uvula. Meskipun jarang terjadi, komplikasi infeksi melalui bakteremia dapat mengenai organ-organ lain seperti ginjal dan sendi atau mungkin dapat terjadi endokarditis. Gejala otalgia biasanya merupakan nyeri alih dari fosa tonsil, tetapi kadang- kadang merupakan gejala otitis media akut karena penjalaran infeksi melalui tuba Eustachius. Abses parafaring akib at tonsilektomi mungkin terjadi karena secara anatomik fosa tonsil berhubungan dengan ruang parafaring. Dengan kemajuan teknik anestesi, komplikasi paru jarang terjadi dan biasanya akibat aspirasi darah atau potongan jaringan tonsil.7,8y

Late complication pasca tonsilektomi dapat berupa jaringan parut di palatum mole. Bila komplikasi ini berat, gerakan palatum terbatas dan menimbulkan rinolalia. Komplikasi lain adalah adanya sisa jaringan tonsil. Bila sisa jaringan tonsil sedikit, umumnya tidak menimbulkan gejala tetapi bila cukup banyak dapat mengakibatkan tonsilitis akut atau abses peritonsil.7,8

1.7

Prognosis Sejumlah literatur menyatakan penururnan angka infeksi faring yang signifikan

setelah tonsilektomi. Pada pasien dengan Obstructive Sleep Apnea jalan nafas yang dapat kembali normal mencapai 25 %. 9

8

BAB II LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN Nama Umur : RP (no RM:718815) : 18 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan Suku Bangsa : Minang Alamat : Pauh

ANAMNESIS 9

Seorang pasien laki - laki dirawat di bangsal THT RSUP Dr. M. Djamil Padang sejak tanggal 10 Desember 2010 dengan : Keluhan Utama : Nyeri menelan yang bertambah sejak lebih kurang 2 minggu yang lalu Riwayat Penyakit Sekarang :y y y

Nyeri menelan yang bertambah sejak lebih kurang 2 minggu yang lalu. Riwayat nyeri menelan telah dirasakan sejak 7 tahun yang lalu, hilang timbul. Riwayat demam dan batuk pilek ada, frekuensi kurang lebih 3-4x per tahun dan disertai dengan keluhan nyeri menelan.

y y y y

Riwayat hidung tersumbat tidak ada. Pasien memiliki riwayat rasa mengganjal pada tenggorok. Riwayat mulut sukar dibuka tidak ada. Riwayat tidur mengorok ada (kapan waktu pasti pasien mulai mengorok tidak bisa diingat oleh orang tua)

y

Riwayat terasa tercekik saat tidur dan terbangun tiba-tiba karena sesak nafas tidak ada.

y y y y

Pasien tidak ada mengeluhkan adanya cairan mengalir di tenggorokan. Riwayat gigi berlubang dan sakit gigi yang lama tidak ada. Riwayat nafas bau (bau mulut tidak sedap) ada. Telinga terasa berdenging tidak ada, telinga terasa penuh ada (bersamaan dengen serangan batuk, pilek, dan nyeri menelan).

y y y

Riwayat keluar cairan dari telinga tidak ada, riwayat pusing berputar tidak ada. Riwayat nyeri pada wajah tidak ada. Riwayat sakit kepala berdenyut tidak ada, riwayat sakit kepala atau nyeri pada wajah ketika sujud tidak ada.

y y y

Suara serak tidak ada. Penurunan berat badan yang berarti dalam beberapa bulan terakhir tidak ada. Riwayat bersin-bersin pagi tidak ada, gatal-gatal/ bentol-bentol setelah makan makanan tertentu tidak ada.

y y

Riwayat nyeri-nyeri lutut tidak ada. Sebelumnya pasien sering berobat karena keluhan yang sama ke Puskesmas jika keluhan nyeri menelan timbul, diberikan beberapa jenis obat, pasien dan keluarganya tidak tahu nama obatnya, tetapi keluhan hanya hilang sementara 10

kemudian muncul kembali. Puskesmas mengatakan bahwa pasien memiliki sakit amandel. Dua minggu yang lalu pasien berobat ke RSUP Dr.M.Djamil dan dianjurkan untuk operasi. Pasien juga diberikan obat, namun pasien tidak tahu dan tidak ingat jenis obat yang diberikan.

Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien telah mengalami keluhan seperti ini sejak lebih kurang 7 tahun yang lalu, namun keluhannya hilang timbul.

Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama.

Riwayat Pekerjaan, Sosial, Ekonomi, dan Kebiasaan: Pasien merupakan seorang tamatan SMA yang belum kuliah. Pasien menggosok gigi 2x sehari, secara teratur.

Pemeriksaan Fisik Status Generalis Keadaan Umum Kesadaran Tekanan darah Frekuensi nadi Frekuensi nafas Suhu Pemeriksaan sistemik Mata Leher Paru Jantung Abdomen Extremitas Status Lokalis THT Telinga : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik : Tidak ditemukan pembesaran KGB : Dalam batas Normal : Dalam batas normal : Dalam batas normal : Tidak ditemukan kelainan : sedang : CMC : 110/70 mmHg : 72x/menit : 18x/menit : 37 0C

11

Pemeriksaan

Kelainan Kel. Kongenital Trauma Radang

Dekstra Cukup lapang (N) -

Sinistra Cukup lapang (N) -

Daun Telinga

Kel. Metabolik Nyeri tarik Nyeri tekan tragus Cukup lapang (N) Sempit

Dinding Telinga

Liang Hiperemi Edema Massa Bau Warna

Sekret/serumen

Jumlah Jenis

Membran timpani Warna Reflex cahaya Utuh Bulging Retraksi Atrofi Jumlah perforasi Jenis Perforasi Kuadran Pinggir Gambar Putih mengkilat Arah jam 5 Putih mengkilat Arah jam 7 -

Tanda radang

-

-

12

Fistel Mastoid Sikatrik Nyeri tekan Nyeri ketok Rhine Schwabach Tes garpu tala Weber

+ Sama dengan pemeriksa Tidak ada lateralisasi

+ Sama dengan pemeriksa Tidak ada lateralisasi Normal

Kesimpulan Audiometri

Normal -

-

Hidung Pemeriksaan Kelainan Deformitas Kel. Kongenital Hidung luar Trauma Radang Massa Dekstra Sinistra -

Sinus paranasal : inspeksi : tanda radang/trauma/sikatrik/massa tidak ada Pemeriksaan Nyeri tekan Nyeri ketok Dekstra Sinistra -

Rinoskopi Anterior Vibrise Vestibulum Cavum nasi Radang Cukup lapang (N) Sempit Lapang Lokasi Ada Cukup lapang (N) Ada Cukup lapang (N) 13

Jenis Sekret Jumlah Bau Ukuran Warna Konka inferior Permukaan Edema Ukuran Warna Konka media Permukaan Edema Cukup lurus/deviasi Permukaan Warna Septum Spina Kripta Abses Perforasi Lokasi Bentuk Ukuran Permukaan Massa Warna Konsistensi Mudah digoyang Pengaruh vasokonstriktor Eutrofi Eutrofi

Eutrofi

-

Merah muda Licin -

Merah muda Licin Eutrofi Merah muda Licin

Merah muda Licin Cukup lurus Licin Merah muda -

Cukup lurus Licin Merah muda -

Rinoskopi Posterior Pemeriksaan Kelainan Cukup lapang (N) Koana Sempit Dekstra Cukup lapang (N) Sinistra Cukup lapang (N) 14

Lapang Warna Mukosa Edema Jaringan granulasi Konka inferior Ukuran Warna Permukaan Edema Adenoid Muara tuba eustachius Ada /tidak Tertutup sekret Edema mukosa Lokasi Ukuran Massa Bentuk Permukaan Post nasal drip Ada/tidak Jenis Gambar Eutrofi

Merah muda Eutrofi

Merah muda -

Merah muda Licin -

Merah muda Licin -

Orofaring dan Mulut Pemeriksaan Kelainan Simetris /tidak Palatum mole + Warna Edema Bercak /eksudat Dinding faring Warma Permukaan Ukuran Warna Tonsil Permukaan Dekstra Simetris Merah muda Merah muda Rata T2 Merah muda Tidak rata Sinistra Simetris Merah muda Merah muda Rata T3 Merah muda Tidak rata 15

arkus faring

Muara kripti Detritus Eksudat Perlengketan dengan pilar Warna Peritonsil Edema Abses Lokasi Bentuk Tumor Ukuran Permukaan Konsistensi Gigi Karies /radiks Kesan Lidah Warna Bentuk Deviasi Massa Gambar

Melebar -

Melebar -

Merah muda -

Merah muda -

Higiene gigi dan mulut cukup baik Merah muda N Merah muda N -

Laringoskopi Indirek Pemeriksaan Epiglotis Kelainan Bentuk Warna Edema Pinggir rata/tidak Massa Warna Edema Massa Gerakan Dekstra Seperti kubah Merah muda Rata Merah muda Simetris Sinistra Seperti kubah Merah muda Rata Merah muda Simetris 16

Ariteniod

Ventrikular band

Plica vokalis

Subglotis/trakea Sinus piriformis Valekula

Warna Edema Massa Warna Gerakan Pingir medial Massa Massa Sekret Massa Sekret Massa Sekret ( jenisnya )

Merah muda Putih Simetris Rata -

Merah muda Putih Simetri Rata -

Gambar

Pemeriksaan Kelenjar Getah Bening Leher Tidak terlihat dan tidak teraba pembesaran KGB leher.

Pemeriksaan Laboratorium: Laboratorium darah rutin (pre-op) Hb: 12,6 gr/dl Leukosit : 8700/mm3 Trombosit : 379.000/mm3 LED: 18 mm/jam Ht: 40%

17

RESUME (DASAR DIAGNOSIS)

ANAMNESISy y y

Nyeri menelan yang bertambah sejak lebih kurang 2 minggu yang lalu. Nyeri menelan telah dirasakan sejak 7 tahun yang lalu, hilang timbul. Pasien telah berobat ke Puskesmas untuk keluhannya ini, pihak Puskesmas mengatakan bahwa pasien mengalami sakit amandel kemudian diberi obat. Dari pengobatan tersebut, keluhan hanya hilang sementara dan timbul kembali. Dua minggu yang lalu pasien datang ke RSUP Dr. M. Djamil, kemudian diberi obat dan dianjurkan untuk tonsilektomi, gejala nyeri menelan kini tidak terlalu dirasakan pasien. Pasien tidak tahu dan tidak ingat obat apa yang diberikan oleh dokter.

y y

Riwayat rasa mengganjal ditenggorok ada. Riwayat demam dan batuk pilek ada, frekuensi kurang lebih 3-4x per tahun dan bersamaan dengan nyeri menelan

y

Riwayat tidur mengorok ada (kapan waktu pasti pasien mulai mengorok tidak bisa diingat oleh orang tua)

y y

Riwayat nafas bau (bau mulut tidak sedap) ada. Riwayat terasa tercekik saat tidur dan terbangun tiba-tiba karena sesak tidakada.

PEMERIKSAAN FISIK Status Lokalis Tonsil Ukuran T2-T3, merah muda, permukaan tidak rata Muara kripti melebar, detritus (-), eksudat (-). perlengketan dengan pilar (-)

Diagnosis Kerja

: Tonsilitis Kronis

Diagnosis Tambahan : Diagnosis Banding :-

Pemeriksaan penunjang : Pemeriksaan laboratorium darah rutin (pre-op) Hb: 12,6 gr/dl Leukosit : 8700/mm3 18

Trombosit : 379.000/mm3 LED: 18 mm/jam Ht: 40% PT : 10,4 (10,00 13,6) APTT : 37,2 (29,2 39,4)

Terapi: Betadine gurgle, tiap 4 jam, kumur selama 30 detik Terapi anjuran: Tonsilektomi Prognosisy y

Quo ad vitam : bonam Quo ad sanam : bonam

Nasehat:y

Jaga higiene rongga mulut dengan menggosok gigi secara teratur, minimal 2x sehari.

y

Hindari makan makanan yang merangsang tenggorok (terlalu panas/dingin)

FOLLOW UP 25 November 2010 Dilakukan tonsilektomi a.i tonsilitis kronis

2 November 2010 S/ : Demam (-) Nyeri menelan (+) Darah mengalir dari mulut (-) O/: KU: sedang Kes: CMC Nd: 83x/ Nf: 24x/ T: 36,7 C

19

Kepala: Mata: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik Thorak: cor dan pulmo dalam batas normal Abdomen : dalam batas normal Status lokalis Tenggorok : arkus faring simetris, uvula ditengah, tonsil T0-T0, fibrin (+), cloting (+), darah mengalir (-), rest tonsil (-). A/ : Post tonsiloadenoidektomi a.i Tonsilitis Kronis (hari I) P/ : Diet Makanan Cair Th/: Clanexy forte 3x cth I Bufect forte 3x cth I

20

BAB III DISKUSI

Telah dilaporkan seorang pasien laki-laki, usia 8 tahun dengan diagnosis tonsillitis kronis. Diagnosis ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari anamnesis didapatkan keluhan utamanya nyeri menelan sejak 1 bulan yang lalu, nyeri menelan telah dirasakan sejak 2 tahun yang lalu, hilang timbul, terasa ada yang mengganjal pada tenggorokan kira-kira 1 minggu sebelum nyeri menelan, riwayat demam dan batuk pilek ada, frekuensi kurang lebih 10-12x per tahun, riwayat tidur ngorok sejak 2 tahun yang lalu dan adanya riwayat terasa tercekik saat tidur dan terbangun tiba-tiba karena sesak. Dari pemeriksaan mulut dan orofaring ditemukan kelainan pada tonsilnya yaitu ukurannya membesar (T3-T3), warna merah muda, permukaan tidak rata, muara kripti melebar, tidak ditemukan adanya detritus. Dari hasil anamnesis beserta pemeriksaan fisik ini, kita bisa menegakkan diagnosis kerja Tonsilitis . Terapi yang dianjurkan pada pasien ini adalah tonsiloadenoidektomi. Adapun indikasi dilakukannya tonsiloadenoidektomi pada pasien ini adalah adanya

pembengkakan tonsil yang menyebabkan obstruksi saluran napas, disfagia berat, gangguan tidur. Setelah dilakukan tonsiloadenoidektomi pada pasien diberikan diet makanan cair, antibiotik dan analgetik.

21

DAFTAR PUSTAKA

1. 2.

Tonsilitis. Diunduh dari : www.healthhype.com pada tanggal 10 Desember 2010. Soetirto I, Bashiruddin J. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi 6, Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007

3.

Swabawa IB.Tonsilitis Kronis Hipertrofi dan Obstructive Sleep Apnea (OSA) Pada Anak.

4.

Campisi P, Tewfik TL. Tonsillitis and Its Complications. The Canadian Journal; 2003

5.

Tonsils Removal. Diunduh dari: www.steadyhealth.com/4540/ pada tanggal 10 Desember 2010.

6.

DellAringa,

Alfredo

R.

Histological

Analysis

of

Tonsillectomy

and

Adenoidectomy Specimens January 2001 to May 2003. Original Article of Revista Brasiliera de Otorrinolaringologia. Volume 71. San Paulo; 2005 7. Drake AF, Carr MM. Tosillectomy. Emergency Medicine Texbook; 2010. Diakses dari: www.medsscape.com, pada tanggal 28 November 2010. 8. Werle AH, Nicklaus PJ, et al. A Retrospective Study of Tonsillectomy in the under 2-year old child: Indication, Perioperative Management and

Complications. International Journal of Pediatric Otorhinolaryngology; volume 67; 2003; 453-60 9. Nikakhlagh S, Rahim F et al. The Effect of Adenotonsillectomy on Quality of Life in Adult and Pediatric Patient. Medwell Journal; volume 4; 2009; 1259-61 10. Farokah, Suprihati, Slamet Suyitno. Hubungan Tonsilitis Kronik dengan Prestasi Belajar pada Siswa Kelas II Sekolah Dasar di Kota Semarang. Dalam Cermin Dunia Kedokteran No. 155, 2007. Hal 87-92

22