case- tb paru

77
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis merupakan infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosa dan ditandai oleh pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi dan oleh hipersensitivitas yang diperantarai sel (cell- mediated hypersensitivity). Penyakit ini biasanya terletak di paru tetapi dapat juga mengenai organ lain. 1 Insidensi tuberculosis (TBC) dilaporkan meningkat secara drastis pada dekade terakhir ini di seluruh dunia termasuk juga di Indonesia. Penyakit ini biasanya banyak terjadi pada negara berkembang atau yang mempunyai tingkat sosial ekonomi menengah ke bawah. Tuberculosis (TBC) merupakan penyakit infeksi penyebab kematian dengan urutan atas atau angka kematian (mortalitas) tinggi, angka kejadian penyakit (morbiditas), diagnosis dan terapi yang cukup lama. 2 Laporan WHO pada tahun 2009, mencatat peringkat Indonesia menurun ke posisi lima dengan jumlah penderita TBC sebesar 429 ribu orang. Lima negara dengan jumlah terbesar kasus insiden pada tahun 2009 adalah India, Cina, Afrika Selatan, Nigeria dan Indonesia. Indonesia sekarang berada pada ranking kelima negara dengan beban TB tertinggi di dunia. 1

Upload: karina-ibnu

Post on 19-Jan-2016

95 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Laporan kasus Home Visite

TRANSCRIPT

Page 1: Case- Tb Paru

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tuberkulosis merupakan infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosa dan ditandai oleh pembentukan granuloma pada

jaringan yang terinfeksi dan oleh hipersensitivitas yang diperantarai sel (cell-

mediated hypersensitivity). Penyakit ini biasanya terletak di paru tetapi dapat juga

mengenai organ lain.1

Insidensi tuberculosis (TBC) dilaporkan meningkat secara drastis pada

dekade terakhir ini di seluruh dunia termasuk juga di Indonesia. Penyakit ini

biasanya banyak terjadi pada negara berkembang atau yang mempunyai tingkat

sosial ekonomi menengah ke bawah. Tuberculosis (TBC) merupakan penyakit

infeksi penyebab kematian dengan urutan atas atau angka kematian (mortalitas)

tinggi, angka kejadian penyakit (morbiditas), diagnosis dan terapi yang cukup

lama.2

Laporan WHO pada tahun 2009, mencatat peringkat Indonesia menurun ke

posisi lima dengan jumlah penderita TBC sebesar 429 ribu orang. Lima negara

dengan jumlah terbesar kasus insiden pada tahun 2009 adalah India, Cina, Afrika

Selatan, Nigeria dan Indonesia. Indonesia sekarang berada pada ranking kelima

negara dengan beban TB tertinggi di dunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus

adalah sebesar 660,000 (WHO, 2010) dan estimasi insidensi berjumlah 430,000

kasus baru per tahun. Jumlah kematian akibat TB diperkirakan 61,000 kematian

per tahunnya.1

Menurut Survey Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan tahun 2009 per

kabupaten/ Kota dapat dilihat menunjukkan bahwa dibandingkan tahun 2008,

pada tahun 2009 Terjadi penurunan CDR TB paru BTA+ diprovinsi Sumatera

Selatan dari 46,57% menjadi 44,62%, dan CDR TB paru BTA+ belum mencapai

target (70%). Hal ini disebabkan karena belum semua RS dan DPS melaksanakan

strategi DOTS. penjaringan suspek di sebagian kab/kota masih ketat, dan mutasi

petugas masih tinggi. Oleh sebab itu maka diperlukan pelatihan P2TB bagi tim

1

Page 2: Case- Tb Paru

2

DOTS di rumah sakit, memperluas jejaring untuk menemukan dan mengobati os

TB dengan ekspansi ke rumah sakit dan lapas/ rutan serta meningkatkan

kemitraan dengan Lembaga Sosial Masyarakat.2 Baik di Indonesia maupun di

dunia, TB masih tetap menjadi problem kesehatan dunia yang utama, Di

Indonesia, angka morbiditas dan mortalitas tuberkulosis masih begitu tinggi.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka penulis berkeinginan menyajikan

masalah ini dalam bentuk sebuah laporan kasus TB Paru yang didapatkan melalui

hasil kunjungan rumah agar dapat menjadi bahan masukan kepada diri penulis dan

petugas kesehatan dalam memberantas penyakit Tuberkulosis paru.

1.2. Tujuan Penulisan

A. Tujuan Umum

Laporan ini disusun untuk memenuhi sebagian syarat mengikuti

Kepanitraan Klinik bagian Kedokteran Keluarga Fakultas Kedokteran

Universitas Muhammadiyah Palembang.

B. Tujuan Khusus

Mahasiswa belajar menerapkan prinsip-prinsip pelayanan kedokteran

keluarga dalam mengatasi masalah tidak hanya pada penyakit pasien,

tetapi juga faktor psikososial dari keluarga yang mempengaruhi

timbulnya penyakit serta peran serta keluarga dalam mengatasi masalah

kesehatan.

1.3. Manfaat Penulisan

A. Manfaat untuk Puskesmas

Sebagai sarana kerjasama yang saling menguntungkan untuk dapat

meningkatkan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat dan

mendapatkan umpan balik dari hasil evaluasi koasisten dalam rangka

mengoptimalisasi peran puskesmas.

B. Manfaat untuk Mahasiswa

Sebagai sarana keterampilan dan pengalaman dalam upaya pelayanan

kesehatan dengan menerapkan prinsip-prinsip kedokteran keluarga.

Page 3: Case- Tb Paru

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman

Mycobacterium tuberculosis yang ditandai dengan pembentukan granuloma pada

jaringan yang terinfeksi. Penyakit tuberkulosis ini biasanya menyerang paru tetapi

dapat menyebar ke hampir seluruh bagian tubuh termasuk meningeal, ginjal,

tulang, kelenjar limfe.3

2.2. Epidemiologi

Sepertiga populasi di dunia terinfeksi dengan Mycobacterium tuberculosis,

terdapat 30 juta kasus TB aktif di dunia, dengan 10 juta kasus baru terjadi setiap

tahun dan 3 juta orang meninggal akibat TB setiap tahun. TB menyebabkan

kematian 6% dari seluruh kematian di dunia.2

Berdasarkan Global Tuberculosis Control Tahun 2009 (data tahun 2007)

angka prevalensi semua tipe kasus TB, insidensi semua tipe kasus TB dan Kasus

baru TB Paru BTA Positif dan kematian kasus TB dapat dilihat di tabel 1.

Tabel 2.1. Angka Prevalensi, Insidensi dan Kematian, Indonesia tahun 1990 dan 2009

Page 4: Case- Tb Paru

4

Sumber: Global Report TB, WHO, 2009 (data tahun 2007)2.3. Etiologi

Penyebab penyakit ini adalah Mycobacterium tuberculosis, berbentuk

batang, dengan panjang bervariasi antara 1 – 4 mikron dan diameter 0,3 – 0,6

mikron, bentuknya sering agak melengkung dan kelihatan seperti manik – manik

atau bersegmen. tidak membentuk spora dan basil yang bersifat parasit

intraselular, tahan terhadap asam (BTA), hidup pada udara kering maupun dalam

keadaan dingin, aerob, tetapi tidak tahan terhadap sinar ultraviolet.4

Sebagian besar dinding kuman terdiri atas asam lemak (lipid), kemudian

peptidoglikan dan arabinoman. Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan

terhadap asam (asam alkohol) sehingga pada saat diberikan pewarnaan gram,

maka warna tersebut tidak dapat dihilangkan oleh asam. Oleh karena itu, maka

mikobakteria disebut sebagai Basil Tahan Asam atau BTA. Kuman batang tahan

asam ini merupakan organisme pathogen maupun saprofit. Basil tuberkel ini

berukuran 0,3 x 2 sampai 4 µm, ukuran ini lebih kecil dari satu sel darah merah.4

Mycobacterium tuberculosis juga bersifat aerob, berarti kuman ini lebih

menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya, yaitu bagian apikal

paru-paru, sehingga bagian apikal merupakan tempat predileksi penyakit

tuberkulosis. Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraselular yaitu

dalam sitoplasma makrofag. Makrofag semula yang memfagositosis malah

kemudian ditempati karena banyak mengandung lipid.4

2.4. Faktor Resiko

Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak.

Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan

lebih besar dari pasien TB paru dengan BTA negatif.2

Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of

Tuberculosis (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko terinfeksi TB selama

satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 orang diantara 1000 penduduk terinfeksi

setiap tahun. Berarti sebagian besar dari orang yang terinfeksi tidak akan menjadi

penderita TB, hanya sekitar 10% dari yang terinfeksi yang akan menjadi penderita

TB. 2

Page 5: Case- Tb Paru

5

ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%. Maka diantara 100.000

penduduk rata-rata menjadi 1000 terinfeksi TB dan 10% diantaranya (100 orang)

akan menjadi sakit TB (BTA positif) setiap tahun. Faktor yang mempengaruhi

kemungkinan seseorang menjadi Pasien TB daya tahan tubuh yang rendah,

diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi.5

Teori John Gordon mengemukakan bahwa timbulnya suatu penyakit sangat

dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu bibit penyakit (agent), pejamu (host), dan

lingkungan (environment).6

A. Agent

Agent (A) adalah penyebab yang esensial yang harus ada. Agent

memerlukan dukungan faktor penentu agar penyakit dapat manifest. Agent

yang mempengaruhi penularan penyakit tuberkulosis adalah kuman

Mycobacterium tuberculosis. Agent ini dipengaruhi oleh beberapa faktor

diantaranya pathogenitas, infektifitas dan virulensi. Pathogenitas adalah

daya suatu mikroorganisme untuk menimbulkan penyakit pada host.

Pathogenitas kuman tuberkulosis paru termasuk pada tingkat rendah.

Infektifitas adalah kemampuan mikroba untuk masuk ke dalam tubuh host

dan berkembangbiak di dalmnya. Berdasarkan sumber yang sama

infektifitas kuman tuberkulosis paru termasuk pada tingkat menengah.

Virulensi adalah keganasan suatu mikroba bagi host. Berdasarkan sumber

yang sama virulensi kuman tuberkulosis termasuk tingkat tinggi.

B. Host

Host atau pejamu adalah manusia atau hewan hidup. Beberapa faktor

host yang mempengaruhi penularan penyakit tuberkulosis paru adalah :

1. Usia

Berdasarkan hasil penelitian WHO, penyakit tuberkulosis paru paling

sering ditemukan pada usia produktif (15-50 tahun) (Suswati, 2007).

Sebagian besar dari kasus TB (98%) terjadi di Negara-negara yang

sedang berkembang. Diantara mereka 75% berada pada usia produktif

yaitu 20-49 tahun (Ilmu Penyakit Dalam FK UI). Dewasa ini, dengan

terjadinya transisi demografi menyebabkan usia harapan hidup lansia

Page 6: Case- Tb Paru

6

menjadi lebih tinggi. Pada usia lanjut, lebih dari 55 tahun system

imunologis seseorang menurun, sehingga sangat rentan terhadap berbagai

penyakit, termasuk penyakit TB paru.5

2. Jenis Kelamin

Penyakit TB paru cenderung lebih tinggi pada jenis kelamin laki-laki

dibandingkan perempuan. Data dari India (2008) penemuan pasien laki-

laki 3x lebih banyak dari pasien perempuan TB. Di Indonesia, tahun

2007 ditemukan 94.614 os laki-laki dan 65.642 os TB perempuan dengan

BTA (+). Untuk pasien dengan BTA (-) jumlah yang ditemukan tahun

2007 di negara kita 56.758 pasien laki-laki dan 45.572 pasien perempuan

(Yoga, 2008). Sedangkan hasil penelitian yang dilaksanakan di Surakarta

menyatakan bahwa proporsi kasus pada laki-laki sedikit lebih banyak

dibandingkan dengan perempuan tetapi tidak ada perbedaan yang

bermakna. Kenyataan ini menunjukkan bahwa penyakit TB paru tidak

memilih jenis kelamin tertentu.5

3. Parut BCG (Bacillis Calmette Guerin)

Tidak ada parut BCG pada lengan penderita merupakan tanda bahwa

penderita belum atau tidak pernah mendapatkan vaksin BCG yang

merupakan pencegahan penyakit TB sehingga kemungkinan untuk

tertular TB paru lebih besar dibandingkan kelompok masyarakat yang

pernah divaksinasi.6

Hasil penelitian dalam jurnal kesehatan masyarakat menunjukkan bahwa

risiko orang yang tidak mendapat imunisasi BCG untuk terjadinya TB

paru sebesar 2.855 kali lebih besar dibandingkan orang yang mendapat

imunisasi BCG.6

4. Tingkat pendidikan

WHO (1999) menyatakan bahwa selain menyerang pada kelompok

usia produktif, tuberkulosis juga menyerang pada masyarakat

berpendidikan rendah. Hal ini disebabkan karena tingkat pendidikan ini

memungkinkan menjadi salah satu faktor yang berpengaruh terhadap

tingkat pengetahuan seseorang terhadap segala sesuatu yang berkaitan

Page 7: Case- Tb Paru

7

dengan tuberkulosis. Penelitian yang dilakukan di Kabupaten Jember

menyatakan bahwa tingkat pendidikan paling banyak pada penderita TB

adalah Sekolah Dasar (43%).4

5. Pekerjaan

Penelitian WHO menyatakan bahwa penyakit TB paru mudah

menyerang pada kelompok masyarakat dengan status sosial ekonomi

rendah. Kemungkinan berhubungan dengan status gizi, imun, hygiene

sanitasi dan kemampuan menjalani pengobatan dengan benar. Penelitian

yang dilakukan H.A Gani di Surakarta yang menyatakan bahwa

pekerjaan penderita tuberkulosis paru terbanyak adalah buruh tani.3

Penderita TB paru sebagian besar adalah kelompok usia produktif dan

sebagian besar sosial ekonomi lemah (Ditjen PPM & PLP, 1999).

Dengan makin memburuknya keadaan ekonomi Indonesia, kelompok

miskin bertambah banyak, daya beli menurun, dan dikhawatirkan

keadaan ini akan memperburuk kondisi kesehatan masyarakat khususnya

penderita TB paru. disamping program pemerintah untuk mengentaskan

kemiskinan, penderita TB paru juga perlu disembuhkan.3

6. Kebiasaan Merokok

Merokok diketahui mempunyai hubungan dengan meningkatkan

resiko untuk mendapatkan kanker paru-paru, penyakit jantung koroner,

bronchitis kronik dan kanker kandung kemih. Kebiasaan merokok

meningkatkan resiko untuk terkena TB paru sebanyak 2,2 kali. Prevalensi

merokok pada hampir semua Negara berkembang lebih dari 50% terjadi

pada laki-laki dewasa, sedangkan wanita perokok kurang dari 5%.

Dengan adanya kebiasaan merokok akan mempermudah untuk terjadinya

infeksi TB paru.5

7. Status Gizi

Penelitian Etjang (1991) bahwa penyakit tuberkulosis disebabkan oleh

adanya sumber penularan (penderita) dan adanya orang-orang yang

rentan dalam masyarakat. Kerentanan akan tuberkulosis ini terjadi karena

daya tahan tubuh yang rendah yang disebabkan oleh gizi yang buruk,

Page 8: Case- Tb Paru

8

terlalu lelah, kedinginan, dan cara hidup yang tidak teratur. Gizi buruk

akan menyebabkan daya tahan tubuh seseorang menjadi rendah sehingga

rentan terhadap penularan penyakit.6

Menurut David Ovedoff (1991), yang dapat mencegah terjadinya

peyakit TB adalah perbaikan gizi dan lingkungan rumah untuk

mengurangi insidensi dan prevalensi penyakit TB.6

8. Infeksi HIV

Sekitar 10% individu yang terinfeksi Mycobacterium tuberculosis

akan berkembang menjadi TB klinis seumur hidup mereka. Namun,

resiko yang lebih besar adalah pada individu yang imunosupresif,

khususnya bagi mereka yang terkena infeksi HIV. HIV akan merusak

limfosit dan monosit, yang keduanya merupakan sel pertahanan primer

untuk melawan infeksi TB.4

Gledovic, dkk menyampaikan beberapa masalah yang membuat TB

masih sulit dieradikasi, meliputi kurangnya perhatian pada tuberkulosis dari

berbagai pihak terkait, adanya resistensi terhadap obat TB, migrasi

penduduk dan daerah berprevalensi tinggi serta epidemi infeksi human

immunodeficiency virus (HIV).4

C. Environment (Lingkungan)

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di luar diri host (pejamu).

1. Kepadatan penghuni dalam satu rumah

Seorang penderita rata-rata dapat menularkan kepada 2-3 orang

anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah. Mengurangi kepadatan

penghuni dalam satu rumah merupakan salah satu tindakan yang dapat

menurunkan risiko penularan tuberkulosis paru yang berkaitan dengan

hygiene dan sanitasi lingkungan. Menurut APHA (American Public

Health Assosiation), salah satu syarat lingkungan rumah yang sehat yaitu

jumlah kamar tidur dan pengaturannya disesuaikan dengan umur dan

jenis kelaminnya. Ukuran ruang tidur anak yang berumur kurang dari

lima tahun minimal 4,5 m³, artinya dalam satu ruangan anak yang

berumur lima tahun ke bawah diberi kebebasan menggunakan volume

Page 9: Case- Tb Paru

9

ruangan 4,5 m³ (1,5 x 1 x3 m³) dan diatas lima tahun menggunakan

ruangan 9 m³ (3 x 1 x 3 m³). Untuk kamar tidur diperlukan minimum 3

m²/orang. Kamar tidur sebaiknya tidak dihuni > 2 orang, kecuali untuk

suami istri dan anak dibawah dua tahun. Apabila ada anggota keluarga

yang menjadi penderita penyakit tuberkulosis sebaiknya tidak tidur

dengan anggota keluarga lainnya.5

2. Pencahayaan

Kuman tuberkulosis cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi

dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab.

Dengan begitu cahaya matahari perlu dapat masuk ke dalam ruangan.

Untuk mendapatkan cahaya matahari pagi secara optimal, sebaiknya

jendela kamar menghadap ke cahaya matahari terbit dan luas jendela

paling sedikit 10-20% dari luas lantai. Kebutuhan standar cahaya alam

yang memenuhi syarat kesehatan untuk berbagai keperluan menurut

Depkes RI khusus untuk pencahayaan dalam rumah adalah 60-120 Lux.5

Menurut Atmosukarto dan Soeswati (2000), kuman mycobacterium

tuberculosa akan mati dalam waktu 2 jam oleh sinar matahari; oleh

tinctura iodii selama 5 menit dan juga oleh ethanol 80% dalam waktu 2-

10 menit serta mati oleh fenol 5% dalam waktu 24 jam. Rumah yang

tidak masuk sinar matahari mempunyai resiko menderita tuberkulosis 3-7

kali dibandingkan dengan rumah yang dimasuki sinar matahari.3

3. Ventilasi

Ventilasi rumah merupakan sarana untuk menjaga agar udara ruangan

selalu segar dengan mengganti udara yang sudah terpakai dengan udara

baru dari luar. Luas ventilasi yang memenuhi syarat kesehatan adalah

10% dari luas lantai ruangan dan tetap ditambah 5% dari ventilasi yang

dibuka dan ditutup (jendela). Menurut Sanropie, kelembaban udara agar

dipertahankan antara 40-60%.5

4. Jenis Lantai

Page 10: Case- Tb Paru

10

Lantai rumah merupakan faktor risiko terjadinya penyakit TB Paru.

Risiko untuk menderita TB Paru 3 - 4 kali lebih tinggi pada penduduk

yang tinggal pada rumah yang lantainya tidak memenuhi syarat

kesehatan. Lantai dari tanah perlu dilapisi dengan satu lapisan semen

yang kedap air. Rumah dengan lantai tanah akan menyebabkan kondisi

lembab, pengap, yang akan memperpanjang masa viabilitas atau daya

tahan hidup kuman TBC dalam lingkungan. Pada akhirnya akan

meyebabkan potensi penularan TBC menjadi lebih besar.6

5. Jenis Dinding

Dinding rumah merupakan faktor risiko terjadinya penyakit TB.

Risiko untuk menderita TB Paru 6 - 7 kali lebih tinggi pada penduduk

yang tinggal pada rumah yang dindingnya tidak memenuhi syarat

kesehatan. Hal ini sesuai dengan hasil survei kesehatan lingkungan Dinas

Kesehatan Kabupaten Gunung kidul tahun 2004 yang menyatakan bahwa

dinding rumah yang tidak memenuhi syarat 70,65%. Dinding rumah

sebaiknya kering agar ruangan tidak menjadi lembab.6

6. Kelembaban udara

Menurut Sanropie, kelembaban udara agar dapat dipertahankan antara

40-60% dengan temperature kamar 22o -30o C. kuman TB paru akan cepat

mati bila terkena sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup

selama beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab.5

Bakteri mycobacterium tuberculosa seperti halnya bakteri lain, akan

tumbuh dengan subur pada lingkungan dengan kelembaban tinggi karena

air membentuk lebih dari 80 % volume sel bakteri dan merupakan hal

yang essensial untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup sel bakteri.

Selain itu menurut Notoatmodjo (2003), kelembaban udara yang

meningkat merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri patogen

termasuk bakteri tuberculosis.3

2.5. Cara Penularan

Page 11: Case- Tb Paru

11

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh

kuman tuberkulosis. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif. Pasien ini

disebut BTA positif bila pada tiga kali pemeriksaan sputum dengan pewarnaan

asam, menghasilkan sedikitnya dua sediaan yang terlihat BTA nya.

Pada waktu batuk atau bersin, os menyebarkan kuman ke udara dalam

bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Jumlah nuclei dapat mencapai 3000 buah

tiap kali batuk, dengan jumlah basil dapat mencapai 100.000 kuman/ml sputum.

Droplet yang besar segera jatuh ke tanah, basil yang ada dapat berpindah ke debu

rumah, tetapi secara umum tidak dianggap sebagai sumber penularan. Droplet

berukuran medium bila diinhalasi akan terjebak dalam saluran pernafasan atas,

dan akan dibersihkan tanpa menyebabkan infeksi. Droplet kecil dengan diameter

kurang dari 25 mikron, langsung menguap, meninggalkan intinya yang disebut

droplet nucleus yang berisi basil. Droplet nucleus yang berukuran 1-5 mikron ini

bila diinhalasi akan melewati atau menembus system mukosilier saluran nafas,

sehingga dapat mencapai dan bersarang dibronkiolus dan alveolus, dimana satu

organisme saja dapat menyebabkan infeksi. Umumnya penularan terjadi dalam

ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat

mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh

kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap

dan lembab.5

2.6. Gambaran Klinis Penderita Tuberkulosis Paru

Tuberkulosis sering dijuluki “The Great Imitator” yaitu suatu penyakit

yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan

gejala umum seperti demam dan lemah. Gejala-gejala pada tuberkulosis paru

datang perlahan selama beberapa minggu/bulan, khususnya pada gejala sistemik.2

A. Gejala Respiratorik, meliputi:

1. Batuk > 3 minggu / batuk darah

Batuk dapat terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini

diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Sifat batuk

mulai dari kering (non produktif) kemudian setelah timbul peradangan

Page 12: Case- Tb Paru

12

menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan lebih lanjut adalah

batuk darah (hemoptysis) karena terdapat pembuluh darah yang pecah.

Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi

dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.

2. Sesak nafas

Pada tahap awal belum dirasakan sesak nafas. Sesak nafas akan

ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, dimana infiltrasinya sudah

setengah bagian paru-paru. TB paru dengan efusi pleura yang massif atau

TB paru dengan penyakit kardiopulmoner yang mendasarinya.

3. Nyeri dada

Gejala ini jarang ditemukan. Adanya nyeri menggambarkan keterlibatan

pleura yang kaya akan persarafan. Nyeri dada timbul apabila infiltrasi

sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan

kedua pleura saat inspirasi/ekspirasi.

B. Gejala Sistemik

1. Demam

Biasanya subfebris dan menyerupai demam influenza, tetapi kadang-

kadang panas badan dapat mencapai 40-410. Serangan demam pertama

dapat sembuh kembali. Begitulah seterusnya hilang timbulnya demam

ini, sehingga penderita merasa tidak pernah terbebas dari serangan

demam influenza.

2. Keringat di malam hari

Penderita TB paru berkeringat pada waktu malam hari tanpa disertai

aktivitas.

2.7. Patogenesis

A. Tuberkulosis Primer

Port de’entri kuman M.Tuberkulosis adalah saluran pernafasan, saluran

pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi tuberkulosis

terjadi melalui udara, yaitu inhalasi droplet nuclei berukuran 1-5 mikron

yang mengandung basil-basil tuberkel yang berasal dari orang yang

terinfeksi saat orang tersebut batuk atau bersin. Penyakit dapat menyebar

Page 13: Case- Tb Paru

13

melalui kelenjar getah bening atau pembuluh darah. Partikel dapat masuk ke

alveolar bila ukuran partikel <5 mikrometer, basil yang lebih besar tertahan

di saluran pernapasan atas atau jatuh ke tanah. Pada partikel yang berukuran

lebih besar, kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh

makrofag keluar dari percabangan trakeobronkial bersama gerakan silia

dengan sekretnya. Namun, pada partikel kecil, karena ukuran yang sangat

kecil menyebabkan mudahnya melewati atau menembus system mukosilier,

akhirnya basil tuberkel mencapai dan bersarang di bronkiolus dan alveolus.3

Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya di bagian

bawah lobus atas paru-paru atau bagian atas lobus bawah basil tuberkel ini

membangkitkan reaksi peradangan. Kuman akan dihadapi pertama kali oleh

neutrofil, kemudian baru makrofag, kemudian makrofag akan melakukan 3

fungsi penting:

1. Menghasilkan enzim proteolitik dan metabolit lain yang mempunyai efek

mikrobakterisidal

2. Menghasilkan mediator terlarut (sitokin) sebagai respon terhadap

M.tuberkulosis berupa IL-1, IL-6, TNF-α (Tumor Necrosis Faktor Alfa),

TGF-β (Transforming Growth Factor Beta)

3. Memproses dan mempresentasikan antigen mikobakteri pada limfosit T.

Sitokin yang dihasilkan makrofag mempunyai potensi untuk menekan

efek imunoregulator dan menyebabkan manifestasi klinis terhadap

tuberkulosis. IL-1 merupakan pirogen endogen menyebabkan demam. IL-6

akan meningkatkan produksi immunoglobulin oleh sel B yang teraktivasi,

menyebabkan hiperglobulinemia yang banyak dijumpai pada pasien

tuberkulosis. TGF berfungsi sama dengan IFN untuk meningkatkan

metabolit nitrit oksida dan membunuh bakteri serta diperlukan untuk

pembentukan granuloma untuk mengatasi infeksi mikobakteri. Selain itu,

TNF dapat menyebabkan efek pathogenesis seperti demam dan nekrosis

jaringan yang merupakan ciri khas tuberkulosis. Sedangkan TGF menekan

proliferasi sel T dan menghambat fungsi efektor makrofag (Martin, 2008).

Page 14: Case- Tb Paru

14

Karbohidrat dan komponen glikolipid pada dinding sel mikobakteri sama

fungsinya dengan protein yang disekresikan yaitu akan meningkatkan efek

imunosupresi makrofag pada pasien TB. Lipoarabinoman, suatu kompleks

heteropolisakarida yang terletak didalam membrane sel mikobakteri akan

menekan respon proliferasi terhadap M.tuberkulosis melalui rangsangan

terhadap makrofag oleh IFN dan akan mengambil radikal bebas oksigen

serta menghambat kerusakan oleh pathogen intraseluler. Dengan

menghindari aktivasi makrofag, lipoarabinoman yang berasal dari strain

M.tuberkulosis virulen berperan sebagai faktor virulen yang menyebabkan

organism terlepas dari mekanisme eliminasi sitokin.5

Kuman yang bersarang di jaringan paru akan membentuk sarang

tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau sarang (focus)

Ghon. Dimana alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan akan

mengalami gejala pneumonia akut. Semua proses ini berjalan 3-8 minggu.

Kompleks primer ini dapat sembuh dengan sendirinya sehingga tidak ada

sisa yang tertinggal dan pada orang dengan system imun baik, bentuk

dormant akan akan tetap sepanjang hidup.5

B. Tuberkulosis Sekunder

Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-

tahun sebagai infeksi endogen. Mayoritas reinfeksi mencapai 90%.

Tuberkulosis sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti malnutrisi,

alkohol, diabetes, AIDS, gagal ginjal. Tuberkulosis sekunder ini dimulai

dengan sarang dini yang berlokasi di regio atas paru (bagian apikal-posterior

lobus superior atau inferior). Invasinya adalah ke daerah parenkim paru.

Pada orang dengan system imun yang buruk, bakteri terus berkembang biak

sehingga tuberkel bertambah banyak. Makrofag yang mengadakan infiltrasi

menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel

tuberkel epiteloid, yang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini biasanya

membutuhkan waktu 10-20 hari.4

Page 15: Case- Tb Paru

15

Sarang dini yang meluas sebagai granuloma berkembang menghancurkan

jaringan ikat sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami nekrosis, menjadi

lembek membentuk seperti keju disebut nekrosis kaseosa. Bila jaringan keju

dibatukkan keluar akan terjadilah kavitas. Kavitas ini mula-mula berdinding

tipis, lama-lama dindingnya menebal karena infiltrasi jaringan fibroblast

dalam jumlah besar, sehingga menjadi kavitas sklerotik. Terjadinya

perkejuan dan kavitas adalah karena hidrolisis protein lipid dan asam

nukleat oleh enzim yang diproduksi makrofag, dan proses yang berlebihan

oleh sitokin dengan TNF-nya.2

2.8. Penegakan Diagnosis TB

A. Diagnosis TB paru1

1. Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari,

yaitu sewaktu - pagi -sewaktu (SPS).

2. Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan

ditemukannya kuman TB (BTA) pada pemeriksaan dahak secara

mikroskopik. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya

2 dari 3 spesimen SPS BTA hasilnya positif.

B. Diagnosis TB ekstra paru.

Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk

pada Meningitis, TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran

kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB.

Page 16: Case- Tb Paru

16

Gambar 2.1. Alur Diagnosis TB paru

Sumber : Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis (2006)

1. Reaksi Hipersensitivitas

Uji ini menggunakan dasar hipersensitivitas untuk menilai pajanan

pathogen TB. Respon peradangan itu ditimbulkan oleh Tuberkuloprotein

yang berasal dari basil (Derivat protein tuberkulin yang telah dimurnikan

(PPD) disuntikkan ke dalam kulit individu yang limfositnya sensitive

akan mengadakan reaksi dengan ekstrak tersebut dan menarik makrofag

ke daerah tersebut), beberapa tes yang menggunakan dasar reaksi

hipersensitivitas.2

Page 17: Case- Tb Paru

17

2. Tes Tuberkulin Intradermal (Tes Mantoux)

Teknik dasar Mantoux adalah dengan menyuntikkan Tuberkulin

(PPD) sebanyak 0,1 ml yang mengandung 5 unit T.U.(Intermediate

strength) tuberkulin secara intrakutan. Setelah 48-72 jam tuberkulin

disuntikkan, akan timbul reaksi berupa indurasi kemerahan berdiameter

6-10 mm, seperti gigitan nyamuk yakni merupakan reaksi antara antibodi

selular dan antigen tuberkulin yang juga dipengaruhi antibodi humoral.

Makin besar pengaruh antibodi humoral, makin kecil indurasi yang

ditimbulkan.

3. Tes Anergi

Tes Anergi dapat dilakukan bila penderita TB suspect memberikan

hasil (-) atau hasil yang tidak seharusnya dalam tes Mantoux. Anergi

adalah tidak adanya respon hipersensitivitas tipe lambat terhadap pajanan

antigen dahulu, seperti tuberkulin. Anergi spesifik adalah tidak adanya

reaksi antigen seseorang; anergi nonspesifik secara keseluruhan adalah

ketidakmampuan untuk bereaksi terhadap berbagai antigen.

Penyebab Anergi dapat berasal dari infeksi HIV, sakit berat atau

demam, campak, dan pemberian obat kortikosteroid atau obat

immunosupresive. Tidak adanya standarisasi dari hasil data, membatasi

evaluasi keefektifan tes anergi. Karena alasan ini CDC (2000) tidak lagi

menyarankan tes anergi untuk penapisan rutin TB diantara penderita

AIDS.

4. Pemeriksaan Bakteriologik

Pemeriksaan bakteriologik yang paling penting untuk diagnosis TB

adalah pemeriksaan sputum untuk menentukan BTA +/-. Kriteria sputum

BTA+ adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA

pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5000 kuman dalam 1 ml

sputum. Sediaan yang telah difiksasi diwarnai dengan larutan pewarna

Ziehl Neelson. Basil Tahan Asam (BTA) yang ditemukan pada

pemeriksaan mikroskopis yaitu berbentuk batang berwarna merah.

Page 18: Case- Tb Paru

18

Kultur merupakan golden diagnostic untuk kasus TB, hanya saja

peralatan yang dibutuhkan sangat mahal jika dibandingkan dengan CXR,

dibutuhkan keterampilan tinggi dari praktisi yang melakukan, serta

dibutuhkan waktu yang sangat lama untuk mendapatkan hasil (1-2

bulan).5

5. Gambaran foto Thoraks

Pemeriksaan foto thoraks standar untuk menilai kelainan pada paru

ialah foto thoraks PA dan Lateral.1

Crofton mengemukakan beberapa karakteristik radiologik pada TB paru:

Bayangan lesi terutama pada lapangan atas paru

Bayangan berawan atau berbercak

Terdapat kavitas tunggal atau banyak

Terdapat kalsifikasi

Lesi bilateral terutama bila terdapat pada lapangan atas paru

Letak lesi pada orang dewasa biasanya pada segmen apikal dan

posterior lobus atas, segmen posterior lobus bawah, meskipun juga dapat

mengenai semua segmen.

2.9. Klasifikasi Penyakit dan Tipe Os dalam Pedoman Penanggulangan

Tuberkulosis Nasional

A. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:

1. Tuberkulosis paru

Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan

(parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru).

2. Tuberkulosis ekstra paru.

Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya

pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe,

tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin,

dan lain-lain.

Page 19: Case- Tb Paru

19

B. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis

1. Tuberkulosis paru BTA positif.

Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA

positif.

1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada

menunjukkan gambaran tuberkulosis.

1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen

dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif

dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

2. Tuberkulosis paru BTA negatif

Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif.

Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:

Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif

Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.

Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

Tabel 2.2. Klasifikasi TB berdasarkan aspek kesehatan masyarakat Klasifikasi 0 Tidak pernah terpajan, dan tidak terinfeksi, riwayat

kontak (-), tes tuberkulin (-)

Klasifikasi I Terpajan, tapi tidak terbukti ada infeksi. Ada riwayat

kontak (+), tes tuberkulin (-)

Klasifikasi II Terinfeksi TBC, tapi tidak sakit. Tes tuberkulin (+),

radiologis dan sputum (-).

Klasifikasi III Terinfeksi TBC dan sakit

Sumber: Perhimpunan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Dalam Indonesia, 2006.

C. Tipe Pasien

Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada

beberapa tipe os yaitu:4

1. Kasus baru

Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah

pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).

Page 20: Case- Tb Paru

20

2. Kasus kambuh (Relaps)

Adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan TB

dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis

kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).

3. Kasus setelah putus berobat (Default )

Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih

dengan BTA positif.

4. Kasus setelah gagal (failure)

Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau

kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

5. Kasus Pindahan (Transfer In)

Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB

lain untuk melanjutkan pengobatannya.

6. Kasus Kronik

Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah

menyelesaikan pengobatan ulangan dibawah pengawasan.

2.10. Prinsip Dasar Tatalaksana Pasien Tuberkulosis

Penatalaksanaan TB meliputi penemuan os dan pengobatan yang dikelola

dengan menggunakan strategi DOTS.5

A. Penemuan Pasien TB

Kegiatan penemuan os terdiri dari penjaringan suspek, diagnosis,

penentuan klasifikasi penyakit dan tipe os. Penemuan os merupakan langkah

pertama dalam kegiatan program penanggulangan TB.

B. Strategi penemuan

1. Penemuan os TB dilakukan secara pasif dengan promosi aktif yang

dilakukan di unit pelayanan kesehatan; didukung dengan penyuluhan

secara aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat.

2. Pemeriksaan terhadap kontak os TB, terutama mereka yang BTA

positif, yang menunjukkan gejala sama, harus diperiksa dahaknya.

Page 21: Case- Tb Paru

21

C. Gejala klinis Pasien TB

Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu

atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak

bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan

menurun, berat badan menurun, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik,

demam meriang lebih dari satu bulan.6

Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru

selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan

lain-lain. Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka

setiap orang yang datang ke Unit Pelayanan Kesehatan (UPK) dengan gejala

tersebut diatas, dianggap sebagai seorang “Suspek tuberkulosis” atau

tersangka penderita TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara

mikroskopis langsung.

D. Pemeriksaan dahak mikroskopis

Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan

mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari

kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS). Sewaktu

yaitu dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama

kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk

mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua. Dahak pagi dikumpulkan di

rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dibawa dan

diserahkan sendiri kepada petugas di UPK. Dahak sewaktu berikutnya

dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi.

2.11. Pengobatan

Tujuan Pengobatan6

1. untuk menyembuhkan os,

2. mencegah kematian

3. mencegah kekambuhan atau timbulnya resistensi terhadap OAT

4. memutuskan rantai penularan

Page 22: Case- Tb Paru

22

Tabel 2.3. Jenis, Sifat dan Dosis Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

Jenis OAT Sifat Sediaan DosisDosis yang

direkomendasikan (mg/kg)

Harian 3x semingguIsoniazid

(H)Bakterisid Tablet

100 mg, 300 mg

5(4-6)

10( 8-12)

Rifampicin (R)

Bakterisid Tablet/Kapsul150 mg, 300

mg10

(8-12)10

(8-12)

Pyrazinamide (Z)

Bakterisid Tablet 400 mg25

(20-30)35

(30-40)

Streptomisin (S)

BakterisidPowder dalam

vial1 g

15(12-18)

15(12-18)

Ethambutol (E)

Bakteriostatik Tablet100 mg, 400

mg15

(15-20)30

(20-35)

Sumber: Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis (2006)

A. Prinsip pengobatan

Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:

1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam

jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan.

2. Untuk menjamin kepatuhan os menelan obat, dilakukan pengawasan

langsung (DOT= Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas

Menelan Obat (PMO).

3. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan

lanjutan.

a. Tahap awal (intensif)

Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan

perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi

obat.

Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,

biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun

waktu 2 minggu.

Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif

(konversi) dalam 2 bulan.

Page 23: Case- Tb Paru

23

b. Tahap Lanjutan

Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit,

namun dalam jangka waktu yang lebih lama

Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten sehingga

mencegah terjadinya kekambuhan.

B. Paduan OAT yang digunakan di Indonesia

Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan

Tuberkulosis di Indonesia (WHO):

1. Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:

a. Pasien baru TB paru BTA (+)

b. Pasien TB paru BTA negatif foto toraks (+)

c. Pasien TB ekstra paru

2. Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati

sebelumnya:

a. Pasien kambuh

b. Pasien gagal

c. Pasien dengan pengobatan setelah default (terputus)

3. Kategori -3 ( 2H3R3Z3/ 2H3R3)

Panduan OAT ini diberikan kepada:

a. Pasien TB paru BTA (-)

b. Pasien TB ekstra paru

2.12. Komplikasi

A. Komplikasi dini: Pleuritis, efusi pleura, empiema, laryngitis.

B. Komplikasi lanjut: obstruksi jalan nafasSOFT (Sindrom Obstruksi

Pasca Tuberkulosis), kerusakan parenkim beratSOPT/Fibrosis paru,

kor pulmonal,amilodosis, karsinoma paru.

Page 24: Case- Tb Paru

24

2.13. Prognosis

Prognosis jangka panjang buruk. Akan tetapi, pengobatan untuk

tuberkulosis pada pasien tersebut biasanya memberikan perbaikan kesehatan

kepadanya untuk waktu yang lebih lama dan cukup bermanfaat. Selain itu,

pengobatan akan menghentikan penyebaran tuberkulosis kepada orang lain.5

Pasien yang tidak diobati setelah 5 tahun akan:

1. 50% Pasien meninggal

2. 25% sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi

3. 25% menjadi kasus kronik yang tetap menular

2.14. Pencegahan

a. Program-program kesehatan masyarakat serta penyuluhan dari UPK

sengaja dirancang untuk deteksi dini dan pengobatan kasus dan sumber

infeksi secara dini. Tujuannya untuk mendeteksi dini seseorang dengan

infeksi TB adalah untuk mengidentifikasi siapa saja yang harus

mendapat terapi pengobatan terutama bagi populasi yang berisiko

tinggi sekaligus untuk memutuskan rantai penyebaran TB.

b. Meningkatkan daya tahan tubuh

c. Memperbaiki standar hidup

d. Mendapatkan imunisasi BCG yang diberikan dibawah usia 2 bulan,

jika baru diberikan setelah usia 2 bulan, disarankan tes mantoux

dahulu. Vaksinasi dilakukan bila hasil tes tersebut negatif.

2.15. Dokter Keluarga

Dokter keluarga adalah dokter yang mengutamakan penyediaan pelayanan

komprehensif bagi semua orang yang mencari pelayanan kedokteran dan

mengatur pelayanan oleh provider lain bila diperlukan. Dokter ini adalah seorang

generalis yang menerima semua orang yang membutuhkan pelayanan kedokteran

tanpa adanya pembatasan usia, gender, ataupun jenis penyakit. Dikatakan pula

bahwa dokter keluarga adalah dokter yang mengasuh individu sebagai bagian dari

keluarga dan dalam lingkup komunitas dari individu tersebut. Tanpa membedakan

Page 25: Case- Tb Paru

25

ras, budaya, dan tingkatan sosial. Secara klinis, dokter ini berkompeten untuk

menyediakan pelayanan dengan sangat mempertimbangkan dan memerhatikan

latar belakang budaya, sosioekonomi, dan psikologis pasien. Dokter ini

bertanggung jawab atas berlangsungnya pelayanan yang komprehensif dan

berkesinambungan bagi pasiennya7.

Pelayanan dokter keluarga adalah pelayanan kedokteran yang menyeluruh

yang memusatkan pelayanannya kepada keluarga sebagai suatu unit, di mana

tanggung jawab dokter terhadap pelayanan kesehatan tidak dibatasi oleh golongan

umur atau jenis kelamin pasien, juga tidak boleh oleh organ tubuh atau jenis

penyakit tertentu saja7.

Adapun ciri – ciri profesi dokter keluarga sebagai berikut.8

a. Mengikuti pendidikan dokter sesuai standar nasional;

b. pekerjaannya berlandaskan etik profesi;

c. mengutamakan panggilan kemanusiaan daripada keuntungan;

d. pekerjaannya legal melalui perizinan;

e. anggota – anggotanya belajar sepanjang hayat;

f. anggota – anggotanya bergabung dalam suatu organisasi profesi;

g. melayani penderita tidak hanya sebagai orang perorang, melainkan sebagai

anggota satu keluarga dan bahkan sebagai anggota masyarakat sekitarnya;

h. memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan memberikan

perhatian kepada penderita secara lengkap dan sempurna, jauh melebihi jumlah

keseluruhan keluhan yang di sampaikan;

i. mengutamakan pelayanan kesehatan guna meningkatkan derajat seoptimal

mungkin, mencegah timbulnya penyakit dan mengenal serta mengobati sedini

mungkin;

j. mengutamakan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan dan berusaha

memenuhi kebutuhan tersebut sebaik-baiknya; dan

k. menyediakan dirinya sebagai tempat pelayanan kesehatan tingkat pertama dan

bertanggung jawab pada pelayanan kesehatan lanjutan.

Kompetensi sebagai dokter layanan primer sebatas yang diperoleh selama

pendidikan, terbatas pada kedokteran dasar (basic medical knowledge and skills)

Page 26: Case- Tb Paru

26

artinya belum seluruh cakupan ilmu dan keterampilan dokter layanan primer

dikuasai dan dimahir. Gelar profesional yang dapat digunakan adalah “dokter”

sesuai dengan peringkat kompetensi, kewenangan, dan cakupan layanannya.

Dokter keluarga juga merupakan dokter yang melayani masyarakat sebagai

kontak pertama yang merupakan pintu masuk ke sistem pelayanan kesehatan,

menilai kebutuhan kesehatan total os dan menyelenggarakan pelayanan

kedokteran perseorangan dalam satu atau beberapa cabang ilmu kedokteran serta

merujuk os ke tempat pelayanan lain yang tersedia sementara tetap menjaga

kesinambungan pelayanan, mengembangkan tanggung jawab untuk pelayanan

kesehatan menyeluruh dan berkesinambungan serta bertindak sebagai koordinator

pelayanan kesehatan, menerima tanggung jawab untuk perawatan total os

termasuk konsultasi sesuai dengan keadaan lingkungan os yakni keluarga serta

masyarakat.9

Dalam penyelenggaraan praktik dokter keluarga, biasanya dokter keluarga

memiliki Klinik Dokter Keluarga (KDK) yang merupaka klinik yang

menyelenggarkan Sistem Pelayanan Dokter Keluarga (SPDK). Sebuah klinik

dokter keluarga layaknya memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut.

a. Mudah untuk dicapai dengan kendaraan umum atau berada di tempat yang

strategis;

b. memiliki bangunan yang memadai, dilengkapi dengan sarana komunikasi;

c. memiliki sejumlah tenaga dokter yang telah lulus pelatihan DK;

d. mempunyai sejumlah tenaga pembantu klinik dan paramedis yang lulus dengan

pelatihan khusus pembantu KDK;

e. bentuk praktik mandiri atau berkelompok;

f. memiliki izin berorientasi wilayah;

g. penyelenggaraan berupa pelayanan bersifat paripurna, holistik, terpadu, dan

berkesinambungan;

h. melayanai semua jenis penyakit dan golongan umur; dan

i. mempunyai sarana medis yang memadai sesuai dengan peringkat klinik yang

bersangkutan.

Page 27: Case- Tb Paru

27

A. Hak dan Kewajiban Dokter Keluarga

1. Hak Dokter Keluarga

Dokter keluarga memiliki hak atau wewenang dalam menjalankan

praktik kedokterannya. Adapun hak atau wewenang dokter keluarga sebagai

berikut.9

a. Menyelenggarakan rekam medis yang memenuhi standard;

b. melaksanakan pendidikan kesehatan bagi masyarakat;

c. melaksanakan tindakan pencegahan penyakit;

d. mengobati penyakit akut dan kronik di tingkat primer;

e. mengatasi keadaan gawat darurat pada tingkat awal;

f. melakukan tindakan prabedah, bedah minor, rawat pascabedah di unit

pelayanan primer;

g. melakukan perawatan sementara;

h. menerbitkan surat keterangan medis;

i. memberikan masukan untuk keperluan os rawat inap; dan

j. memberikan perawatan di rumah untuk keadaan khusus.

2. Kewajiban Dokter Keluarga

Di samping hak atau wewenang yang dimiliki oleh dokter keluarga,

seorang dokter keluarga juga memiliki kewajiban yang harus

diselenggarakan dengan baik. Adapun kewajiban dokter keluarga sebagai

berikut.9

a. Menyelenggarakan pelayanan primer secara paripurna, menyeluruh, dan

bermutu guna penampisan untuk pelayanan spesialistik yang diperlukan;

b. mendiagnosis secara cepat dan memberikan terapi secara cepat dan tepat;

c. memberikan pelayanan kedokteran secara aktif kepada os pada saat sehat

dan sakit;

d. memberikan pelayanan kedokteran kepada individu dan keluarganya;

e. membina keluarga os untuk berpartisipasi dalam upaya peningkatan taraf

kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan, dan rehabilitasi;

f. menangangi penyakit akut dan kronik

Page 28: Case- Tb Paru

28

g. melakukan tindakan tahap awal kasus berat agar siap dikirim ke rumah

sakit;

h. tetap bertanggungjawab atas os yang dirujuk ke dokter spesialis atau di

rawat di rumah sakit;

i. memantau os yang telah dirujuk atau dikonsultasikan;

j. bertindak sebagai mitra, penasikat, dan konsultan bagi osnya;

k. mengkoordinasikan pelayanan yang diperlukan untuk kepentingan osnya;

l. menyelenggarakan rekam medis yang memenuhi standard; dan

m. melakukan penelitian untuk mengembangkan ilmu kedokteran secara

umum dan ilmu kedokteran keluarga secara khusus.

B. Jenis Pelayanan Dokter Keluarga

Pelayan kedokteran keluarga adalah pelayanan dengan pendekatan

menyeluruh (holistik), terpadu dan berkesinambungan. Batasan pelayanan

dokter keluarga (lebih menunjukkan kepada ciri pelayanan) adalah pelayanan

kedokteran yang menyeluruh yang memusatkan pelayanannya kepada keluarga

sebagai suatu unit, tanggung jawab dokter terhadap pelayanan kesehatan tidak

dibatasi oleh golongan umur atau jenis kelamin os, juga tidak oleh organ tubuh

atau jenis penyakit tertentu saja.8

Adapun 9 prinsip pelayanan kesehatan oleh dokter keluarga, yaitu :

1. Pelayanan yang holistik dan komprehensif;

2. pelayanan yang kontinyu;

3. pelayanan yang mengutamakan pencegahan;

4. pelayanan yang koordinatif dan kolaboratif;

5. penanganan personal bagi setiap pasien sebagai bagian integral dari

keluarganya;

6. pelayanan yang mempertimbangkan keluarga, lingkungan kerja, dan

lingkungan tempat tinggalnya;

7. pelayanan yang menjunjung tinggi etika dan hukum;

8. pelayanan yang sadar biaya dan sadar mutu; dan

9. pelayanan yang dapat diaudit dan dapat dipertangungjawabkan.

Page 29: Case- Tb Paru

29

C. Kompetensi Dokter Keluarga

Dokter keluarga harus mempunyai kompetensi khusus yang lebih dari

lulusan fakultas kedokteran pada umumnya. Kompetensi inilah yang perlu

dilatihkan melalui program pelatihan. Secara garis besar, kompetensi yang

harus dimiliki oleh dokter keluarga adalah sebagai berikut.9

1. Menguasai dan mampu menerapkan konsep operasional kedokteran

keluarga.

2. Menguasai pengetahuan dan mampu menerapkan keterampilan klinik dalam

pelayanan kedokteran keluarga.

3. Menguasai keterampilan berkomunikasi.

4. Menyelenggarakan hubungan profesional dokter-pasien yang berguna untuk

sebagai berikut.

a. Secara efektif berkomunikasi dengan os dan semua anggota keluarga

dengan perhatian khusus terhadap peran dan risiko kesehatan keluarga;

b. secara efektif memanfaatkan kemampuan keluarga untuk bekerja sama

menyelesaikan masalah kesehatan, peningkatan kesehatan, pencegahan

dan penyembuhan penyakit serta pengawasan dan pemantauan risiko

kesehatan keluarga; dan

c. dapat bekerja sama secara profesional secara harmonis dalam satu tim

pada penyelenggaraan pelayanan kedokteran/kesehatan.

5. Memiliki keterampilan manajemen pelayanan klinis.

6. Memberikan pelayanan kedokteran berdasarkan etika moral dan spiritual.

a. Dapat memanfaatkan sumber pelayanan primer dengan

memperhitungkan potensi yang dimiliki pengguna jasa pelayanan untuk

menyelesaikan masalahnya; dan

b. Menyelenggarakan pelayanan kedokteran keluarga yang bermutu sesuai

dengan standard yang ditetapkan.

7. Memiliki pengetahuan dan keterampilan di bidang pengelolaan pelayanan

kesehatan termasuk sistem pembiayaan (asuransi kesehatan atau Jaminan

Pelayanan Kesehatan Masyarakat/JPKM).

Page 30: Case- Tb Paru

30

Untuk semua memiliki kompetensi tersebut, dokter keluarga setidaknya

telah menjalani standard pendidikan dokter keluarga sebagai berikut.

a. Paket A : konsep kedokteran keluarga;

b. Paket B : manajemen klinik DK;

c. Paket C : keterampilan klinis; dan

d. Paket D : keluasan wawasan ilmu dan penerapannya.

D. Pola Pikir dan Pola Tindak Dokter Keluarga / Dokter Layanan Primer

Dokter keluarga bertanggung jawab meningkatkan derajat kesehatan

mitranya, dan ia berhubungan dengan mitranya di kala sehat maupun di kala

sakit. Tanggung jawab ini mengharuskan dokter keluarga menyediakan

program pemeliharaan kesehatan bagi mitranya yang sehat, dan program

pengobatan atau pemulihan bagi mitranya yang sedang jatuh sakit. Program ini

harus spesifik dan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan setiap mitranya. Hal

ini dapat dipenuhi bila pola pikir dan pola tindaknya mengacu pada pendekatan

Medifa yang menata alur pelayanan dokter keluarga dalam 4 kegiatan

(assessment – targeting – intervention – monitoring) yang membentuk satu

siklus pelayanan terpadu7.

1) Penilaian profil kesehatan pribadi (Assessment)

Dokter keluarga mengawali upaya pemeliharaan mitranya dengan

melakukan penilaian komprehensif terhadap faktor risiko dan kodisi

kesehatan dengan tujuan memperoleh profil kesehatan pribadi dari

mitranya.7

2) Penyusunan program kesehatan spesifik (Targeting)

Tersedianya profil kesehatan ini memberi kesempatan kepada dokter

keluarga untuk mempelajari masalah kesehatan yang dimiliki mitranya,

sehingga dokter keluarga dapat menyusun program kesehatan yang sesuai

dengan kebutuhan spesifik setiap mitra.7

3) Intervensi proaktif (Intervention)

Dengan demikian setiap mitra, apakah ia dalam kondisi sehat,

menyandang faktor risiko atau sakit, secara proaktif akan diajak mengikuti

Page 31: Case- Tb Paru

31

program pemeliharaan kesehatan yang sepesifik dengan kebutuhannya.

Melalui program proaktif ini diharapkan mitra yang sehat dapat tetap sehat,

yang saat ini menyandang faktor risiko dapat dikurangi kemungkinan jatuh

sakit berat di kemudian hari, dan yang saat ini menderita suatu penyakit

dapat segera pulih, dicegah terjadinya komplikasi, atau diupayakan agar

kecacatan seminimal mungkin. Bila diperlukan si mitra akan dirujuk ke

spesialis7

4) Pemantauan kondisi kesehatan (Monitoring)

Selanjutnya pelaksanaan program dan hasilnya akan dipantau dan

dievaluasi terus menerus dan menjadi masukan bagi dokter keluarga untuk

meningkatkan kualitas program dan memotivasi mitranya (monitoring).7

Tabel 2.4. Monitoring

Page 32: Case- Tb Paru

32

Upaya pemeliharaan yang sinambung ini dapat dilakukan berkat

penerapan teknologi informasi yang tepat sebagai alat kerja dokter

keluarga.7

2.16. Bentuk dan Fungsi Keluarga

Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami-sitri,

atau suami-istri dan anak, atau ayah dengan anak atau ibu dengan anak7. Bentuk

keluarga dibagi menjadi 9 macam menurut Goldenberg (1980) sebagai berikut8.

a) Keluarga inti (nuclear family)

Keluarga yang terdiri dari suami, istri, serta anak-anak kandung.

b) Keluarga besar (extended family)

Keluarga yang disamping terdiri dari suami, istri, dan anak-anak kandung,

juga terdiri dari sanak saudara lainnya, baik menurut garis vertikal (ibu,

bapak, kakek, nenek, mantu, cucu, cicit) dan ataupun menurut garis

horizontal (kakak, adik, ipar) yang dapat berasal dari pihak suami atau istri.

c) Keluarga campuran (blended family)

Keluarga yang terdiri dari suami, istri, anak-anak kandung serta anak tiri.

d) Keluarga menurut hukum umum (common law family)

Keluarga yang terdiri dari pria dan wanita yang tidak terikat dalam

perkawinan sah serta anak-anak mereka yang tinggal bersama.

e) Keluarga orang tua tunggal (single parent family)

Keluarga yang terdiri dari pria atau wanita, mungkin karena telah bercerai,

berpisah, ditinggal mati atau mungkin tidak pernah menikah, serta anak-

anak mereka tinggal bersama.

f) Keluarga hidup bersama (commune family)

Keluarga yang terdiri dari pria, wanita, dan anak-anak yang tinggal bersama,

berbagi hal dan tanggung jawab serta memiliki kekayaan bersama.

g) Keluarga serial (serial family)

Page 33: Case- Tb Paru

33

Keluarga yang terdiri dari pria dan wanita yang telah menikah dan mungkin

telah mempunyai anak, tetapi kemudian bercerai dan masing-masing

menikah lagi serta memiliki anak-anak dengan pasangan masing-masing,

semuanya mengganggap sebagai satu keluarga.

h) Keluarga gabungan (composite family)

Keluarga yang terdiri dari suami dengan beberapa istri dan anak-anaknya

atau istri dengan beberapa suami dan anak-anaknya yang hidup bersama.

i) Keluarga tinggal bersama (whabilation family)

Pria dan wanita yang hidup bersama tanpa ada ikatan perkawinan.

Sedangkan Sussman (1970) membagi bentuk keluarga menjadi 2, yaitu

keluarga tradisional dan keluarga non tradisional. Bentuk keluarga yang dimiliki

seseorang dapat mempengaruhi keadaan kesehatannya, sebaliknya bentuk

keluarga juga dapat dipengaruhi oleh keadaan kesehatan anggota keluarganya8.

Fungsi keluarga harus dipahami oleh dokter keluarga untuk membantu

menegakkan diagnosis masalah kesehatan yang dihadapi oleh para anggota

keluarga dan juga dalam mengatasi masalah kesehatan setiap anggota keluarga

tersebut. Fungsi keluarga di Indonesia menurut PP No. 21 tahun 1994 sebagai

berikut9ungsi keagamaan :

a. Fungsi budaya

b. Fungsi cinta kasih

c. Fungsi melindungi

d. Fungsi reproduksi

e. Fungsi sosialisasi dan pendidikan

f. Fungsi ekonomi

g. Fungsi pembinaan lingkungan

Klasifikasi Tingkat Kesejahteraan Keluarga

Tahapan keluarga sejahtera dibedakan atas 5 tingkatan menurut BKKBN

(2011) sebagai berikut.

A. Keluarga pra sejahtera

Page 34: Case- Tb Paru

34

Keluarga-keluarga yang belum dapat memenui kebutuhan dasarnya secara

minimal, seperti kebutuhan agama, pangan, sandang, papan, kesehatan, dan

keluarga berencana.

B. Keluarga sejahtera tahap I

Keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara

minimal tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal

tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan sosial psikologisnya,

seperti kebutuhan akan pendidikan, interaksi dalam keluarga, interaksi

dengan lingkungan tempat tinggal, dan transportasi.

C. Keluarga sejahtera tahap II

Keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan fisik dan sosial-

psikologisnya, akan tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan

pengembangannya, seperti kebutuhan untuk menabung dan informasi.

D. Keluarga sejahtera tahap III

Keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebuthan fisik,

sosial-psikologis, dan pengembangan, namun belum dapat memberikan

sumbangan secara teratur kepada masyarakat sekitarnya, misalnya dalam

bentuk sumbangan materil dan keuangan, serta secara aktif menjadi

pengurus lembaga di masyarakat yang ada.

E. Keluarga sejahtera tahap III plus

Keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhannya serta

memiliki kepedulian dan kesertaan yang tinggi dalam meningkatkan

kesejahteraan keluarga disekitarnya.

Penentuan Sehat/Tidaknya Keluarga (APGAR)

Tingkat kepuasan anggota keluar dapat dinilai dengan APGAR keluarga.

APGAR keluarga merupakan salah satu cara yang digunakan untuk mengukur

sehat tidaknya suatu keluarga yang dikembangkan oleh Rosen, Geyman, dan

Leyton. Lima fungsi pokok yang dinilai dalam tingkat kesehatan keluarga sebagai

berikut8.

a. Adaptasi (Adaptation)

Dinilai tingkat kepuasan anggota keluarga dalam menerima bantuan yang

diperlukannya dan anggota keluarga lainnya.

b. Kemitraan (Partnership)

Page 35: Case- Tb Paru

35

Dinilai tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap berkomunikasi, turun

rembuk dalam mengambil keputusan dan atau menyelesaikan suatu masalah

yang sedang dihadapi dengan anggota keluarga lainnya.

c. Pertumbuhan (Growth)

Dinilai tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebebasan yang

diberikan keluarga dalam mematangkan pertumbuhan dan atau kedewasaan

setiap anggota keluarga.

d. Kasih sayang (Affection)

Dinilai tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kasih sayang serta

interaksi emosional yang berlangsung dalam keluarga.

e. Kebersamaan (Resolve)

Dinilai tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebersamaan dalam

membagi waktu, kekayaan, dan ruang antar keluarga.

Keluarga dan Kesehatan

Kesehatan dan penyakit selalu berhubungan dengan keempat hal berikut8.

a. Kepribadian

b. Gaya hidup

c. Lingkungan fisik

d. Hubungan antar manusia

Dalam hal ini, keluarga adalah tempat pembentukan individu,

sehingga keempat hal tersebut dimulai dalam keluarga. Menurut Freeman

(1970), arti dan kedudukan keluarga sebagai berikut8.

a. Merupakan unit terkecil dalam masyarakat.

b. Sebagai suatu kelompok yang berperan penting dalam masalah

kesehatan.

c. Masalah kesehatan keluarga paling terkait dengan berbagai masalah

keluarga lainnya.

d. Sebagai pusat pengambilan keputusan kesehatan yang terpenting.

e. Sebagai wadah paling efektif untuk berbagai upaya atau penyampaian

pesan-pesan kesehatan.

Page 36: Case- Tb Paru

36

Arti dan kedudukan keluarga adalah sebagai tempat bertanya pertama

(reference group) dan mempunyai pengaruh yang amat besar dalam

berbagai tindakan kedokteran seperti diagnosis, pencegahan, pengobatan,

dan perawatan8.

Pengaruh Keluarga Terhadap Kesehatan

A. Penyakit keturunan

1. Interaksi antara faktor genetik (fungsi reproduksi) dan faktor lingkungan

(fungsi-fungsi keluarga lainnya).

2. Muncul dalam perkawinan (tahap awal dan siklus kehidupan keluarga).

3. Perlu marriage counseling dan screening

B. Perkembangan bayi dan anak

Jika dibesarkan dalam lingkungan keluarga dengan fungsi-fungsi yang sakit

akan mengganggu perkembangan fisik dan perilaku.

C. Penyebaran penyakit

1. Penyakit infeksi

2. Penyakit neurosis

D. Pola penyakit dan kematian

Hidup membujang atau bercerai mempengaruhi angka kesakitan dan

kematian.

E. Proses penyembuhan penyakit

Penyembuhan penyakit kronis pada anak-anak pada keluarga dengan fungsi

keluarga yang sehat lebih baik dibandingkan pada keluarga dengan fungsi

keluarga sakit.

Page 37: Case- Tb Paru

37

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1. Identitas

Nama : Usman Sidin

Umur : 36 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Swasta

Status Perkawinan : Menikah

Nama KK : Usman Sidin

Nomor KK : 1671032509060011

Alamat : JL. Telaga Swidak Lrng.Rukun 4 , No.963 A

RT/RW 032/006 14 ULU. Plaju

Tanggal berobat : 10 Oktober 2013

Tanggal kunjungan : 12 Oktober 2013, 18 Oktober 2013 dan 25 0ktober

2013

3.2. Subjektif

Anamnesis dilakukan pada tanggal 10 Oktober 2013

Keluhan utama : Batuk berdahak sejak ± 2 bulan yang lalu.

Riwayat Perjalanan Penyakit :

± 2 bulan yang lalu, pasien mengeluh batuk berdahak, jumlah dahak ± 1

sendok makan tiap kali batuk, dahak berwarna putih, darah tidak ada. Sesak nafas

Page 38: Case- Tb Paru

38

disangkal. Demam terutama pada malam hari dan tidak terlalu tinggi. Menggigil

tidak ada. Keringat malam hari ada. Mual dan muntah tidak ada, nafsu makan

seperti biasa, BAK dan BAB seperti biasa.

± 1 bulan yang lalu, pasien mengeluh batuk berdahak dirasakan tidak

berkurang. Demam pada malam hari masih dirasakan. Menggigil tidak ada.

Keringat malam hari ada. Mual muntah tidak ada, nafsu makan seperti biasa, BAK

dan BAB seperti biasa. Terdapat benjolan pada bagian tubuh disangkal.

± 2 minggu yang lalu, pasien masih mengeluh batuk berdahak disertai lendir

bewarna merah. Sesak nafas disangkal. Demam terutama pada malam hari dan

tidak terlalu tinggi. Menggigil tidak ada. Keringat malam hari ada. Mual dan

muntah tidak ada, nafsu makan seperti biasa, BAK dan BAB seperti biasa. Pasien

tidak merasa kalau badannya semakin kurus. Kemudian pasien berobat ke Rumah

Sakit Khusus Paru dan dianjurkan untuk rontgen. Hasilnya menunjukkan TB Paru

dan disarankan untuk mengambil obat OAT di Puskesmas.

Pasien datang ke Puskesmas untuk pertama kalinya dan belum mendapatkan

OAT sebelumnya.

Riwayat Penyakit Dahulu

- Riwayat penyakit TB disangkal

- Riwayat minum obat yang diminum selama 6 bulan disangkal

- Riwayat kencing manis disangkal

- Riwayat penyakit kuning disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

- Riwayat penyakit paru dalam keluarga disangkal

- Riwayat penyakit kuning disangkal

- Riwayat penyakit jantung disangkal

- Riwayat penyakit darah tinggi disangkal

Riwayat Kebiasaan

Riwayat merokok disangkal

Page 39: Case- Tb Paru

39

Riwayat Nutrisi

Pasien biasa makan 3x sehari sebanyak ± 1 piring setiap kali makan. Ikan,

tahu, telur dan sayur merupakan lauk pauk yang paling sering dikonsumsi oleh

pasien dan keluarga. Pasien mengkonsumsi daging dan ayam kurang lebih setiap 1

minggu satu sampai dua kali.

Riwayat Sosioekonomi

Pasien merupakan kepala keluarga. Pasien merupakan pegawai swasta.

Istri pasien seorang ibu rumah tangga.

3.3. Objektif

Keadaan umum : tampak sakit ringan

Kesadaran : compos mentis

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 87 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup

Pernafasan : 24x/menit, thoracoabdominal, reguler

Suhu : 37,0° C

Gizi : cukup, BB = 55kg, TB=171 cm

Keadaan spesifik

1. Kulit

Warna sawo matang, turgor kembali cepat, ikterus pada kulit (-), sianosis

(-), scar (-), keringat umum(-), keringat setempat (-), pucat pada telapak

tangan dan kaki (-), pertumbuhan rambut normal.

2. KGB

Tidak ada pembesaran KGB pada daerah leher, axilla, leher, inguinal dan

submandibula serta tidak ada nyeri penekanan.

3. Kepala

Bentuk oval, simetris, deformasi (-).

4. Mata

Anophthalmia (+), edema palpebra (-), konjungtiva palpebra pucat (-).

Page 40: Case- Tb Paru

40

5. Hidung

Bagian luar tidak ada kelainan, septum dan tulang-tulang dalam perabaan

baik, tidak ditemukan penyumbatan maupun perdarahan, pernapasan

cuping hidung (-).

6. Telinga

Nyeri tekan processus mastoideus (-), pendengaran baik.

7. Mulut

Tonsil tidak ada pembesaran, pucat pada lidah (-), atrofi papil (-), gusi

berdarah (-), stomatitis (-), rhagaden (-), bau pernapasan khas (-), faring

tidak ada kelainan.

8. Leher

Pembesaran kelenjar tiroid tidak ada, JVP (5-2) cmH2O, kaku kuduk (-).

9. Dada

Bentuk dada simetris, nyeri tekan (-), nyeri ketok (-), krepitasi (-)

Paru-paru

I : Statis, dinamis simetris kanan = kiri.

P : Stem fremitus kanan normal, stemfremitus kiri melemah

P : Sonor pada kedua lapangan paru

A: Vesikuler (+) menurun pada paru kiri, vesikuler (+) normal pada

paru kanan, ronkhi basah sedang pada apex paru kiri, wheezing (-)

Jantung

I : ictus cordis tidak terlihat

P : ictus codis tidak teraba, thrill (-)

P : batas jantung atas ICS II, batas jantung kanan LS dextra, batas jantung

kiri LMC sinistra

A: HR = 87 x/menit, murmur (-), gallop (-)

10. Perut

Inspeksi : Datar

Palpasi : Lemas ,nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : timpani, nyeri ketok (-)

Auskultasi : BU(+) normal

Page 41: Case- Tb Paru

41

11. Genitalia

Tidak diperiksa

12. Extremitas atas

Eutoni, eutrophi, gerakan bebas, kekuatan +5, nyeri sendi (-), edema (-),

jaringan parut (-), pigmentasi normal, acral hangat, jari tabuh (-), turgor

kembali cepat, clubbing finger (-).

13. Extremitas bawah

Eutoni, eutrophi, gerakan bebas, kekuatan +5, nyeri sendi (-), edema

pretibial (-), jaringan parut (-), pigmentasi normal, akral hangat, clubbing

finger (-), turgor kembali cepat.

3.4. Diagnosis Banding

a. TB Paru Kasus Baru

b. Pneumonia

c. PPOK

3.5. Diagnosis Kerja

Tuberkulosis Paru Kasus Baru

3.6. Planning

Medikamentosa

A. OAT Kategori 1 (2HRZE/ 4H3R3)

Tahap intensif terdiri dari Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z)

dan Etambutol (E). Obat-obat tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan

(2HRZE). Klemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari

isoniasid (H) dan Rifampisin (R) diberikan tiga kali dalam seminggu selama

4 bulan (4 H3R3).

Obat ini diberikan untuk :

- Penderita baru TBC Paru BTA Positif

- Penderita TBC Paru BTA negatif Rontgen positif yang “ sakit berat “ dan

- Penderita TBC Ekstra Paru berat.

Page 42: Case- Tb Paru

42

Tabel 3.1. Dosis untuk paduan OAT KDT kategori 1

Tabel 3.2. Paduan OAT kategori 1

B. Nonmedikamentosa

Memberikan penjelasan kepada pasien mengenai penyakit yang

dideritanya merupakan penyakit yang menular sehingga pasien perlu

menjaga hubungan dengan keluarga serata masyarakat sekitar.

Memberikan penjelasan bahwa penyakit yang diderita bisa

disembuhkan dengan pengobatan yang lama (minum obat selama 6

bulan).

menjelaskan kepada pasien tentang efek samping dari obat OAT

seperti kencing bewarna kemerahan untuk menghindari ketakutan

pasien dalam mengkonsumsi obat OAT

Page 43: Case- Tb Paru

43

Menjelaskan efek dari pasien yang lupa minum obat ataupun lupa

mengambil obat ke puskesmas terdekat.

C. Promotif dan Preventif

a. Agar Penderita tidak menularkan kepada orang lain ;

Menutup mulut pada waktu batuk dan bersin dengan sapu tangan

atau tissu.

Tidak meludah di sembarang tempat, tetapi dalam wadah yang

kemudian dikubur ke dalam tanah.

Menjemur alat tidur secara teratur pada pagi hari.

Membuka jendela pada pagi hari, agar rumah mendapat udara

bersih dan cahaya matahari yang cukup sehingga kuman

tuberkulosis paru dapat mati.

Konsumsi makanan yang bergizi (4 sehat 5 sempurna)

Teratur dalam pengkonsumsian obat OAT sesuai dengan petunjuk

petugas dan rutin melakukan pengontrolan ke pusat pelayanan

kesehatan.

b. Keluarga dan masyarakat sekitar tidak tertular dari penderita

tuberkulosis paru ;

Meningkatkan daya tahan tubuh, antara lain dengan makan-

makanan yang bergizi (4 sehat 5 sempurna)

Tidur dan istirahat yang cukup

Tidak merokok dan tidak minum-minuman yang mengandung

alkohol.

Membuka jendela dan mengusahakan sinar matahari masuk ke

ruang tidur dan ruangan lainnya.

Imunisasi BCG pada bayi.

Segera periksa bila timbul batuk lebih dari tiga minggu.

Menjalankan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).

3.7. Implementasi

Page 44: Case- Tb Paru

44

A. Prognosis

Ad vitam : bonam

Ad fungsionam : dubia

B. Faktor yang Mendukung Prognosis

1. Penderita berkeinginan untuk minum obat

2. Dukungan keluarga untuk kesembuhan penderita

3.8. Pemantauan dan Evaluasi

Pada tanggal 12 Oktober 2013, dilakukan home visite pertama ke rumah

pasien di Jl. Telaga Swidak Lrng.Rukun 4 , No.963 A RT/RW 032/006 14 ULU.

Plaju pada pukul 16.00 WIB. Pada saat home visite pertama, dilakukan pendataan

identitas dari pasien beserta pengisian well check up anggota keluarganya (well

check up dapat dilihat pada lampiran).

A. Karakteristik Demografi Keluarga

Nama Kepala Keluarga: Usman Sidin

Alamat Lengkap : JL. Telaga Swidak Lrng.Rukun 4, No.963 A

RT/RW 032/006 14 ULU. Plaju

Bentuk Keluarga : Nuclear Family (Keluarga Inti)

Tabel 3.3. Daftar nama anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumahNo. Nama Kedudukan L/P Umur

(Tahun)

Pendidikan Pekerjaan Ket.

1. Usman Sidin Kepala Keluarga

L 36 th Tamat SMP Pegawai Swasta

TB Paru

2. Dewi Arita Istri P 36 th Tamat SMP IRT -3. Novi Safitri Anak L 17 th SMP Pelajar -4. Novri Safitri Anak P 11 th SMP Pelajar -5. M.Melki

SaputraAnak L 6 th - Pelajar -

6. Ayu W Anak P 2 th - Pelajar -

B. Identifikasi Fungsi Keluarga

1. Fungsi fisiologis (APGAR) dalam keluarga

Tabel 3.4. APGAR Score Tn. Usman Sidin terhadap keluarga

Page 45: Case- Tb Paru

45

APGAR Score Tn. Usman Sidin terhadap keluargaSering/selalu

Kadang-kadang

Jarang/ tidak

ASaya puas dengan keluarga saya karena masing-masing anggota keluarga sudah menjalankan kewajiban sesuai dengan seharusnya.

PSaya puas dengan keluarga saya karena dapat membantu memberikan solusi terhadap permasalahan yang saya hadapi.

GSaya puas dengan kebebasan yang diberikan keluarga saya untuk mengembangkan kemampuan yang saya miliki.

ASaya puas dengan kehangatan / kasih sayang yang diberikan keluarga saya.

RSaya puas dengan waktu yang disediakan keluarga untuk menjalin kebersamaan

Total 8

Tabel 3.5. APGAR Score Ny. Dewi Arita terhadap keluarga

APGAR Score Ny. Dewi Arita terhadap keluargaSering/selalu

Kadang-kadang

Jarang/ tidak

ASaya puas dengan keluarga saya karena masing-masing anggota keluarga sudah menjalankan kewajiban sesuai dengan seharusnya.

PSaya puas dengan keluarga saya karena dapat membantu memberikan solusi terhadap permasalahan yang saya hadapi.

GSaya puas dengan kebebasan yang diberikan keluarga saya untuk mengembangkan kemampuan yang saya miliki.

ASaya puas dengan kehangatan / kasih sayang yang diberikan keluarga saya.

RSaya puas dengan waktu yang disediakan keluarga untuk menjalin kebersamaan

Total 8

APGAR SCORE Keluarga Tn. Usman Sidin dinilai dari 2 anggota keluarga,

Anggota keluarga yang lain tidak dapat dilakukan penilaian APGAR score karena

2 anggota keluarga tidak ada ditempat dan 2 anggota keluarga yang lain tidak

dapat dinilai .

Page 46: Case- Tb Paru

46

APGAR score keseluruhan = (8+8)

2=8

Kesimpulan : Keluarga dapat dinilai baik.

Fungsi fisiologis keluarga dapat dikatakan sehat. Walaupun waktu untuk

berkumpul dengan anggota keluarga lainnya masih kurang, akan tetapi

komunikasi tetap terjaga. Anggota keluarga lain juga siap untuk membantu

apabila salah satu dari anggota keluarga mengalami masalah.

2. Fungsi patologis (SCREEM) dalam keluarga

Tabel 3.6. SCREEM keluarga Tn. Usman Sidin

Sumber Patologis

Social

Membina hubungan yang baik dengan

tetangga sekitarnya. Keluarga Tn. Usman

Sidin aktif dalam kegiatan kemasyarakatan

seperti kerja bakti, dll.

-

Culture

Kepuasan atau kebanggaan terhadap budaya

baik, hal ini dapat dilihat dari pergaulan

sehari-hari baik dalam keluarga maupun di

lingkungan, banyak tradisi budaya yang masih

diikuti. Sering mengikuti acara-acara yang

bersifat kondangan, sunatan, dan lain-lain.

-

Religious

Dalam keluarga ini pemahaman agama baik.

Keluarga ini melakukan shalat 5 waktu dan

sering mengikuti pengajian.

-

Economic

Status ekonomi keluarga ini tergolong

menengah. Kebutuhan primer dan sekunder

dapat tercukupi.

-

Educational

Latar belakang pendidikan tergolong rerata.

Namun, keluarga tidak berlangganan koran,

biasanya melihat berita dari acara TV

maupun radio.

-

Medical Bila ada anggota keluarga yang sakit, segera -

Page 47: Case- Tb Paru

47

dibawa ke puskesmas. Keluarga

menggunakan Jamkesmas untuk pembiayaan

kesehatan.

Kesimpulan :

Keluarga Tn. Usman Sidin tidak memiliki fungsi patologis.

C. Identifikasi Lingkungan Rumah

1. Gambaran lingkungan rumah

Ukuran rumah keluarga Tn. Usman Sidin adalah 5 x 10 m2.

Lingkungan tempat tinggal merupakan suatu pemukiman padat dengan

jalan setapak di depan rumah dari aspal. Atap rumah terbuat dari seng,

dinding terbuat dari batu bata, dan lantai terbuat dari keramik. Ventilasi

rumah berukuran kurang dari 25% dari luas ruangan, pencahayaan yang

masuk ke dalam rumah dan tingkat kelembapannya cukup.

Rumah terdiri dari 2 kamar tidur, 1 ruang tamu, 1 ruang keluarga

sekaligus ruang makan, 1 dapur dan 1 kamar mandi yang berada di dalam

rumah. Pencahayaan matahari dan ventilasi udara cukup, sehingga udara

dapat mengalir cukup dan cahaya matahari masuk cukup banyak. Sumber

air bersih adalah PDAM dan sumur.

2. Denah Rumah

WCDapur

5 m

4 m

3m

K. Tidur

R.Keluarga/R.Makan

Page 48: Case- Tb Paru

Jln.Telaga Swidak

RSMP

Kuburan

Kuburan

Puskesmas

Dem

po

Ampera

SMP Daarul Aitam

48

Gambar 3.1. Skema gambar denah rumah keluarga Tn. Usman Sidin

Peta Petunjuk Rumah

Gambar 3.1. Skema gambar peta petunjuk rumah Tn. Usman Sidin

D. Rencana pembinaan keluarga

1. Edukasi terhadap pasien

a. Memberikan psikoterapi edukatif, yaitu memberikan informasi dan

edukasi tentang penyakit yang diderita, faktor risiko, gejala,

dampak, faktor penyebab, cara pengobatan, prognosis, dan risiko

kekambuhan agar pasien tetap taat meminum obat dan segera

R.Tamu3 m K. Tidur

Page 49: Case- Tb Paru

49

datang ke dokter bila timbul gejala serupa dikemudian hari. Selain

itu, harus dijelaskan pula bahwa pengobatan akan berlangsung

lama, adanya efek samping obat dan pengaturan dosis obat hanya

boleh diatur oleh dokter.

b. Memberikan psikoterapi suportif dengan memotivasi penderita

untuk terus minum obat secara teratur, serta memiliki semangat

untuk sembuh, sehingga pasien dapat kembali melakukan aktivitas

seperti biasa.

2. Terhadap keluarga

a. Informasi dan edukasi mengenai penyakit yang diderita pasien,

gejala, kemungkinan penyebab, dampak, faktor-faktor pemicu

kekambuhan, dan prognosis sehingga keluarga dapat memberikan

dukungan kepada penderita.

b. Meminta keluarga untuk mendukung penderita, mengajak penderita

berinteraksi dan beraktivitas serta membantu hubungan sosial

penderita.

c. Meminta keluarga untuk selalu mengingatkan penderita untuk

kontrol rutin dan minum obat secara teratur.

d. Menginformasikan bahwa penyakit ini bersifat jangka panjang

sehingga dibutuhkan kesabaran dan perhatian keluarga.

e. Memberikan pengertian pada keluarga agar menjaga suasana

hubungan sosial dan keluarga dalam suasana yang harmonis dan

mengurangi timbulnya konflik dengan penderita yang memacu

terjadinya stres pada penderita.

f. Ajarkan pada keluarga agar tetap memperhatikan penderita dan

membuat penderita tetap merasa dihargai dengan cara tetap

melibatkan penderita dalam kegiatan sehari-hari sesuai dengan

kemampuan.

g. Membina hubungan kasih sayang dan keharmonisan dalam

keluarga, sering mengajak penderita berbincang dan bersenda

gurau.

Page 50: Case- Tb Paru

50

E. Daftar Masalah dan Pembinaan Keluarga

1. Masalah organobiologik

Ditemukan faktor keturunan sama seperti penderita2. Masalah psikologik

Tidak ditemukan masalah psikologik pada penderita3. Masalah dalam keluarga

Tidak ditemukan masalah keluarga pada penderita

F. Saran dan masukan yang diberikan untuk pasien dan keluarga

1. Usahakan adanya pertukaran sirkulasi udara yang baik di dalam

rumah dengan cara membuka jedela dan juga dengan membuka pintu

rumah.

2. Usahakan matahari dapat masuk ke dalam rumah dan jangan

menjemur pakaian yang lembab di dalam rumah.

3. Menganjurkan untuk menjemur bantal dan kasur setiap pagi guna

membunuh kuman kuman yang menempel pada bantal dan kasur.

4. Makan yang teratur dan makan makanan yang bergizi 4 sehat 5

sempurna.

5. Periksakan anak dan keluarga segera jika mengalami gejala batuk

yang tidak sembuh sembuh > 3 minggu.

G. Evaluasi

Evaluasi dilakukan pada home visite ke 3 pada tanggal 25 Oktober 2013.

Pada saat kunjungan, kondisi rumah terlihat lebih rapi dan pasien lebih

bersemangat. Menurut penderita, penderita mulai merasa lebih baik dan

berkeinginan minum obat dengan teratur. Penderita mengaku ingin cepat

sembuh.