case stroke infark

41
STATUS NEUROLOGIS RSPAU DR. ESNAWAN ANTARIKSA I. IDENTITAS PASIEN Nama : Ny. H Umur : 69 tahun Alamat : Jalan Nusa Indah no. 5, Duren Sawit Agama : Islam Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Status : Menikah Suku Bangsa : Jawa Tgl. Masuk RS : 27 Juli 2012 II. RIWAYAT PENYAKIT Anamnesis Autoanamnesis dan alloanamnesis (anak pasien), tanggal 31 Juli 2012, jam 15.00 WIB Keluhan utama : Lengan dan tungkai kanan terasa lemas sejak pagi SMRS Keluhan tambahan : Mulut terasa kaku, bicara pelo, sulit menelan saat makan atau minum Riwayat Perjalanan Penyakit Sekarang 4 tahun SMRS pasien mengeluh tiba-tiba lengan dan tungkai kanan terasa lemas saat sedang mencuci piring. Keesokan harinya lengan dan tungkai kanan tidak bisa digerakkan. Os juga mengaku bicaranya menjadi pelo. Os langsung dibawa ke 1

Upload: ajeng-kamila

Post on 05-Aug-2015

109 views

Category:

Documents


17 download

TRANSCRIPT

Page 1: Case Stroke Infark

STATUS NEUROLOGIS

RSPAU DR. ESNAWAN ANTARIKSA

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. H

Umur : 69 tahun

Alamat : Jalan Nusa Indah no. 5, Duren Sawit

Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Status : Menikah

Suku Bangsa : Jawa

Tgl. Masuk RS : 27 Juli 2012

II. RIWAYAT PENYAKIT

Anamnesis

Autoanamnesis dan alloanamnesis (anak pasien), tanggal 31 Juli 2012, jam 15.00 WIB

Keluhan utama : Lengan dan tungkai kanan terasa lemas sejak pagi SMRS

Keluhan tambahan : Mulut terasa kaku, bicara pelo, sulit menelan saat makan atau

minum

Riwayat Perjalanan Penyakit Sekarang

4 tahun SMRS pasien mengeluh tiba-tiba lengan dan tungkai kanan terasa lemas saat

sedang mencuci piring. Keesokan harinya lengan dan tungkai kanan tidak bisa

digerakkan. Os juga mengaku bicaranya menjadi pelo. Os langsung dibawa ke rumah

sakit dan di diagnosis stroke. Os rutin minum obat dan fisioterapi selama 2 tahun. Os

mengaku dengan rutin berobat dan fisioterapi tersebut ada perubahan namun minimal.

Tangan sudah bisa digerakkan sedikit. Os mulai bias berjalan menggunakan tongkat.

3 tahun SMRS Os mulai jarang berobat dan fisioterapi. Kondisi Os berangsur –

angsur memburuk. Os sering dirawat di rumah sakit.

1 bulan SMRS Os terjatuh, kepalanya terbentur lantai, sisi kiri daerah wajah dan leher

Os memar. Memar berangsur – angsur meluas di kedua sisi daerah bawah mata. Setelah

jatuh Os sempat tidak sadarkan diri, dan mengeluh sakit kepala setelah sadar. Os

kemudian dibawa ke rumah sakit, dirawat, dan setelah keluhan sudah tidak ada lagi Os

pulang.

1

Page 2: Case Stroke Infark

1 hari SMRS kondisi Os kembali drop. Os merasa lemas pada lengan dan tungkai

sebelah kanan. Os juga mengeluh mulutnya menjadi kaku, bicaranya menjadi pelo, dan

mengalami sulit menelan saat makan atau minum. Esok harinya Os langsung dibawa ke

rumah sakit.

Riwayat Penyakit Dahulu

Os pernah mengalami penyakit seperti ini 4 tahun yang lalu. Os memiliki riwayat

penyakit darah tinggi. Riwayat penyakit kencing manis, alergi obat dan alergi makanan

disangkal. Riwayat operasi sebelumnya juga disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada riwayat penyakit seperti Os dalam keluarga. Ayah Os memilii riwayat penyakit

darah tinggi. Riwayat penyakit kencing manis, alergi obat dan alergi makanan tidak

diketahui.

Riwayat Kebiasaan

Os gemar mengkonsumsi makanan berlemak. Os tidak memiliki riwayat kebiasaan

merokok.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

GCS : 15 (E4M6V5)

E4 = membuka mata secara spontan

M6 = mengikuti perintah

V5 = orientasi baik dengan disatria

Vital sign :

Tekanan darah : 180 / 100 mmHg

Nadi : 84 x/menit

RR : 20 x/menit

Suhu : 36,5 oC

2

Page 3: Case Stroke Infark

Status Generalis

Kepala : Normocephalic

Rambut : Putih, lurus, tidak mudah dicabut

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), palpebra udema

(-/-)

Telinga : Liang lapang, serumen (-/-)

Hidung : Septum tidak deviasi, sekret (-/-), pernafasan cuping hidung(-)

Mulut : bibir tidak kering, sianosis (-)

Leher :

Pembesaran KGB : (-)

Trakhea : Sentral

Pembesaran tiroid : (-)

JVP : Tidak meningkat

Toraks :

Cor :

Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : Iktus kordis teraba

Perkusi : Batas atas : intercostal II garis parasternal kiri

Batas kanan : garis parasternal kanan IV

Batas kiri : intercostal V garis midklavikula kiri

Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (+)

Pulmo

Inspeksi : Pergerakan pernafasan kanan-kiri simetris

Palpasi : Fremitus taktil kanan = kiri

Perkusi : Sonor pada seluruh lapangan paru

Auskultasi : Suara nafas vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi (-/-)

Abdomen

Inspeksi : Permukaan datar dan simetris

Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-)

Perkusi : Timpani, nyeri ketok (-)

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Extremitas :

Superior : oedem (-/-), sianosis (-/-), turgor kulit baik

Inferior : oedem (-/-), sianosis(-/-), turgor kulit baik

3

Page 4: Case Stroke Infark

IV. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS

Saraf cranialis (Kanan/kiri)

N. Olfactorius (N.I)

Daya penciuman hidung : Tidak dilakukan

N. Opticus (N.II)

Tajam penglihatan : 0/ >1/60

Lapang penglihatan : Tidak dapat dilakukan (pasien tidak kooperatif)

Tes warna : Tidak dilakukan

Fundus oculi : Tidak dilakukan

N. Occulomotorius, N.Trochlearis, N.Abdusen (N.III – N.IV – N.VI)

Kelopak mata

Ptosis : (-/-)

Lagoftalmus : (+/-)

Endophtalmus : (-/-)

Exopthalmus : (-/-)

Pupil

Ukuran : (3 mm / 3 mm)

Bentuk : (Bulat / Bulat)

Isokor/anisokor : (Isokor)

Posisi : (Sentral / Sentral)

Refleks cahaya langsung : (-/+)

Refleks cahaya tidak langsung : (-/-)

Gerakan bola mata

Medial, lateral : (+/+)

Superior, inferior : (+/+)

Obliqus, superior : (+/+)

Obliqus, inferior : (+/+)

N. Trigeminus (N.V)

Sensibilitas

Ramus oftalmikus : Kurang / Normal

Ramus maksilaris : Kurang / Normal

4

Page 5: Case Stroke Infark

Ramus mandibularis : Kurang / Normal

Motorik

M.maseter : Kurang/Baik

M.tempolaris : Kurang/Baik

N. Fascialis (N.VII)

Inspeksi wajah sewaktu diam

Kerutan dahi : Simetris

Tinggi alis : Simetris

Sudut mata : Simetris

Lipatan nasolabial : Sisi kanan menghilang

Sudut mulut : Sudut bibir kanan tertinggal

Inspeksi wajah sewaktu gerak

Mengerutkan dahi : (-)

Menutup mata kuat-kuat : (-/+)

Meringis : Sudut bibir kanan tertinggal

Bersiul : Tidak dilakukan

Mengembungkan pipi : Kanan lebih lemah

Sensoris

Pengecapan 2/3 depan lidah : Tidak dilakukan

N. Acusticus (N.VIII)

N.vestibularis

Test vertigo : Tidak dilakukan

Nistagmus : (-/-)

Tinitus : (-/-)

N.cochlearis

Weber : Tidak dilakukan

Rinne : Tidak dilakukan

Schwabach : Tidak dilakukan

N. Glossopharingeus dan N.Vagus (N.IX dan N.X)

Suara bindeng/nasal : (-)

Disfonia : (-)

5

Page 6: Case Stroke Infark

Disartria : (+)

Disfagia : (+)

Posisi uvula : Sulit dilihat

Palatum mole : Istirahat : Sulit dilihat

Bersuara : Tidak dilakukan

Arcus palatoglossus : Istirahat : Sulit dilihat

Bersuara : Tidak dilakukan

Arcus palatoparingeus : Istirahat : Sulit dilihat

Bersuara : Tidak dilakukan

Refleks batuk : (+)

Refleks muntah : (+)

Pengecapan 1/3 belakang lidah : Tidak dilakukan

Peristaltik usus : Bising usus (+) normal

Denyut jantung : Reguler

N. Accesorius (N.XI)

M.Sternocleidomastoideus : Tidak dapat dilakukan (pasien tidak kooperatif)

M.Trapezius : Tidak dapat dilakukan (pasien tidak kooperatif)

N. Hipoglossus (N.XII)

Atropi : (-)

Fasikulasi : (-)

Deviasi : (-)

Disartria : (+)

Kekuatan otot lidah menekan bagian dalam pipi: Tidak dapat dilakukan (pasien tidak

kooperatif)

Tanda perangsangan selaput otak

Kaku kuduk : (-)

Kernig test : (-)

Lasseque test : (-)

Brudzinsky I : (-)

Brudzinsky II : (-)

6

Page 7: Case Stroke Infark

Sistem motorik Superior kanan/kiri Inferior kanan/kiri

Gerak : (hipoaktif/aktif) (hipoaktif/aktif)

Kekuatan otot : (2/5) (2/5)

Tonus : (Normal/Normal) (Normal/Normal)

Klonus : (Normal/Normal) (Normal/Normal)

Tropi : (Normal/Normal) (Normal/Normal)

Refleks fisiologis : Biceps (hiperrefleks/+) Pattela (hiperrefleks/+)

Triceps (hiperrefleks/+) Achiles (hiperrefleks/+)

Refleks patologis : Hoffman trommer (+/-)

Babinsky (+/-)

Chaddock (+/-)

Oppenheim (+/-)

Schaefer (+/-)

Gordon (+/-)

Gonda (+/-)

Sensibilitas

Eksteroseptif / rasa permukaan (Superior/Inferior)

Rasa raba : (+/+)

Rasa nyeri : (+/+)

Rasa suhu panas : Tidak dilakukan

Rasa suhu dingin : Tidak dilakukan

Proprioseptif / rasa dalam

Rasa sikap : Tidak dilakukan

Rasa getar : Tidak dilakukan

Rasa nyeri dalam : (+/+)

Fungsi kortikal untuk sensibilitas

Asteriognosis/taktil : (-)

Grafognosis : (-)

Two point discrimination : Tidak dilakukan.

Koordinasi

Tes telunjuk hidung : (-/-)

Tes pronasi supinasi : (-/-)

7

Page 8: Case Stroke Infark

Susunan saraf otonom

Miksi : Inkontinensia uri

Defekasi : Tidak ada keluhan

Salivasi : Normal

Fungsi luhur

Fungsi bahasa : Disartria

Fungsi orientasi : Kurang

Fungsi memori : Kurang

Fungsi emosi : Baik

Score Siriradge

a. Kesadaran : Tidak ada gangguan

= 0

b. Muntah : Tidak ada

= 0

c. Sakit kepala : Tidak ada

= 0

d. TD sistole : Waktu MRS ( 180/90)

= 9

e. Tanda aterome : Tidak ada

= 0

Jumlah = 9 – 12

= -3

Total Score :

> 1 : Stroke Hemoragic

< -2 : Stroke Non Hemoragic / infark cerebri

V. RESUME

Pasien perempuan umur 69 tahun, MRS RSPAU DR. ESNAWAN ANTARIKSA 27 Juli

2012 datang dengan lengan dan tungkai kanan terasa lemas,mulut kaku, disartria (+),

disfagia (+).

Pemeriksaan fisik ditemukan kesadaran Compas Mentis, GCS E4M6V5 TD = 180/100

mmHg, nadi 84 x/menit, respirasi 20 x/menit, suhu 36,5o C.

8

Page 9: Case Stroke Infark

Pemeriksaan neurologis ditemukan : hemiparese dextra, parese N. II dan N. III dextra,

parese N.V dextra, parese N.VII dextra tipe central, parese N.IX dan X dextra, parese

N.XII dextra tipe central

Refleks patologis : Babinsky (+/-), Chaddock (+/-), Oppenheim (+/-), Schaefer (+/-),

Gordon (+/-), Gonda (+/-).

Algoritma stroke Siriradge : penurunan kesadaran (-), muntah (-), sakit kepala (-), 1/10

TD diastol awal=9, tanda aterome: tidak ada

Ciriradge score : -3 (< -1 = Stroke Non Hemoragic)

VI. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

27 Juli 2012

Hematologi:

Hb : 15,3g/dl

Leukosit : 7.000/mm3

Trombosit : 325.000/mm3

Hematokrit : 34%

Kimia darah:

Ureum : 62 mg/dl (N: 10-50 mg/dl)

Creatinin : 1,33 mg/dl (N: 0,6-1,2 mg/dl)

Gula darah nuchter : 177 mg/dL (N : 80-100 mg/dL)

30 Juli 2012

Hematologi:

Hb : 12 g/dl

Leukosit : 5.400/mm3

Trombosit : 110.000/mm3

Hematokrit : 32%

Kimia darah:

Bilirubin total : 0,80 mg/dl

Bilirubin direk : 0,27 mg/dl

Bilirubin indirek : 0,53 mg/dl

Protein total : 7,8 g/dl

Albumin : 3,9 g/dl

9

Page 10: Case Stroke Infark

Globulin : 3,9 g/dl

SGOT : 25 u/L

SGPT : 47 u/L

Cholesterol : 288 mg/dl

Triglyceride : 139 mg/dl

Ureum : 52 mg/dl (N: 10-50 mg/dl)

Creatinin : 1,17 mg/dl (N: 0,6-1,2 mg/dl)

Asam urat : 4,1 mg/dl

Gula darah nuchter : 175 mg/dL (N : 80-100 mg/dL)

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG (27 Juli 2012)

1. Thoraks foto AP

Kesan : Cor: Kardiomegali

Pulmo: dbn

2. CT – Scan

Kesan : Infark temporoparietal kiri dan capsula interna kiri

Atrofi cerebri terutama hemisfer kiri

VI. DIAGNOSIS KERJA

Klinis : Hemiparese dextra, parese N. II dan N. III dextra, parese N.V dextra , parese

N.VII dextra tipe central, parese N.IX dan X dextra, parese N.XII dextra tipe

central

Topis : Infark temporoparietal sinistra dan capsula interna sinistra

Etiologi : Stroke non haemoragik

Faktor resiko: Hipertensi

Usia

IX. PENATALAKSANAAN

Umum

Tirah baring

Konsul Sp.S dan Sp.PD

Dietetik : makanan bubur saring rendah (garam, lemak)

10

Page 11: Case Stroke Infark

Therapi medikamentosa

- IVFD Asering 20 tpm

- Oksigen 2 liter/menit

- Douer cateter

- Aspilet 1x1

- Clopidogrel 1x1

- Captopril 25 mg 2x1

- Neurodek inj 1 amp/12 jam

- Piracetam inj 3 gr / 8 jam

Rehabilitasi

- Nursing rehabilitasi : pindah posisi (alih baring) tiap 2 jam

- Speech therapy

- Mobilisasi pasif

- Ocupasi

- Psikologi

X. PROGNOSA

- Quo ad vitam = Dubia ad bonam

- Quo ad Sanationam = Dubia ad malam

- Quo ad Fungsionam = Dubia ad malam

11

Page 12: Case Stroke Infark

FOLLOW UP

Tanggal Perjalanan Penyakit Terapi

1-08-2012 Lengan kanan dan tungkai kanan

lemas sulit digerakkan. Bicara pelo.

Sulit menelan.

TD: 180/10 mmHg

N: 86x/menit

S: 36,5⁰ C

P: 24x/menit

Infus RL 20 tts/mnt

Aspilet 1x1

Ranitidin 2x1

Neurodex 2x1

Captopril 25mg 2x1

22-08-2008 Lengan kanan dan tungkai kanan

lemas sulit digerakkan. Bicara pelo.

Sukit menelan.

TD: 160/100 mmHg

N: 86x/menit

S: 36,7⁰ C

P: 20x/menit

Kekuatan otot:

2 5

2 5

Infus RL 20 tetes/menit

Aspilet 1x1

Ranitidin 2x1

Neurodex 2x1

Captopril 25mg 2x1

12

Page 13: Case Stroke Infark

TINJAUAN PUSTAKA

STROKE

1. Definisi

Stroke adalah sindroma klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi otak secara fokal

maupun global yang dapat menimbulkan kematian atau kecacatan yang menetap lebih dari 24

jam, tanpa penyebab lain kecuali gangguan vaskular (WHO 1983). Stroke pada prinsipnya

terjadi secara tiba-tiba karena gangguan pembuluh darah otak (perdarahan atau iskemik), bila

karena trauma maka tak dimasukkan dalam kategori stroke, tapi bila gangguan pembuluh

darah otak disebabkan karena hipertensi, maka dapat disebut stroke.

2. Jenis stroke

Berdasar penyebabnya stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu stroke iskemik maupun stroke

hemorragik.

a. stroke iskemik

yaitu penderita dengan gangguan neurologik fokal yang mendadak karena obstruksi

atau penyempitan pembuluh darah arteri otak dan menunjukkan gambaran infark pada

CT-Scan kepala. Aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerosis (penumpukan

kolesterol pada dinding pembuluh darah) atau bekuan darah yang telah menyumbat

suatu pembuluh darah ke otak. Hampir sebagian besar pasien atau sebesar 83%

mengalami stroke jenis ini. Penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh

darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua arteria karotis

interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan cabang dari lengkung

aorta jantung.

Penyumbatan ini dapat disebabkan oleh :

Suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam pembuluh darah arteri karotis

sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah. Keadaan ini sangat serius karena

setiap pembuluh darah arteri karotis dalam keadaan normal memberikan darah ke

sebagian besar otak. Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan

mengalir di dalam darah, kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil.

Pembuluh darah arteri karotis dan arteri vertebralis beserta percabangannya bisa juga

tersumbat karena adanya bekuan darah yang berasal dari tempat lain, misalnya dari

jantung atau satu katupnya. Stroke semacam ini disebut emboli serebral (emboli =

sumbatan, serebral = pembuluh darah otak) yang paling sering terjadi pada penderita

13

Page 14: Case Stroke Infark

yang baru menjalani pembedahan jantung dan penderita kelainan katup jantung atau

gangguan irama jantung (terutama fibrilasi atrium).

Emboli lemak jarang menyebabkan stroke. Emboli lemak terbentuk jika lemak dari

sumsum tulang yang pecah dilepaskan ke dalam aliran darah dan akhirnya bergabung

di dalam sebuah arteri.

Peradangan atau infeksi menyebabkan penyempitan pembuluh darah yang menuju ke

otak.

Obat-obatan (misalnya kokain dan amfetamin) juga bisa mempersempit pembuluh

darah di otak dan menyebabkan stroke.

Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya aliran darah

ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Stroke bisa terjadi jika

tekanan darah rendahnya sangat berat dan menahun. Hal ini terjadi jika seseorang

mengalami kehilangan darah yang banyak karena cedera atau pembedahan, serangan

jantung atau irama jantung yang abnormal.

Macam – macam stroke iskemik :

i. TIA

Didefinisikan sebagai episode singkat disfungsi neurologis yang disebabkan

gangguan setempat pada otak atau iskemi retina yang terjadi dalam waktu kurang

dari 24 jam, tanpa adanya infark, serta meningkatkan resiko terjadinya stroke di

masa depan.

ii. RIND

Defisit neurologis lebih dari 24 jam namun kurang dari 72 jam

iii. Progressive stroke

iv. Complete stroke

v. Silent stroke

b. Stroke hemorragik

Pembuluh darah pecah sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah

merembes ke dalam suatu daerah di otak dan merusaknya contoh perdarahan

intraserebral, perdarahan subarachnoid, perdarahan intrakranial et causa AVM.

Hampir 70 persen kasus stroke hemorrhagik terjadi pada penderita hipertensi.

14

Page 15: Case Stroke Infark

 

   

3. Faktor Resiko

suku bangsa (negro/spanyol)

jenis kelamin (pria)

kurang olah raga.

usia lanjut

Obesitas

Diabetes mellitus

Hipertensi

Penyakit jantung

Merokok

Alkohol

Diet

Riwayat keluarga

Usia merupakan faktor risiko stroke, semakin tua usia maka risiko terkena strokenya pun

semakin tinggi. Namun, sekarang kaum usia produktif perlu waspada terhadap ancaman

stroke. Pada usia produktif, stroke dapat menyerang terutama pada mereka yang gemar

mengkonsumsi makanan berlemak dan narkoba (walau belum memiliki angka yang pasti).

Gaya hidup selalu menjadi kambing hitam berbagai penyakit yang menyerang usia produktif.

15

Page 16: Case Stroke Infark

Generasi muda sering menerapkan pola makan yang tidak sehat dengan seringnya

mengkonsumsi makanan siap saji yang sarat dengan lemak dan kolesterol tapi rendah serat.

4. Gejala stroke

Sebagian besar kasus stroke terjadi secara mendadak, sangat cepat dan menyebabkan

kerusakan otak dalam beberapa menit (completed stroke). Kemudian stroke menjadi

bertambah buruk dalam beberapa jam sampai 1-2 hari akibat bertambah luasnya jaringan otak

yang mati (stroke in evolution). Perkembangan penyakit biasanya (tetapi tidak selalu)

diselingi dengan periode stabil, dimana perluasan jaringan yang mati berhenti sementara atau

terjadi beberapa perbaikan. Gejala stroke yang muncul pun tergantung dari bagian otak yang

terkena.

Membaca isyarat stroke dapat dilakukan dengan mengamati beberapa gejala stroke

berikut:

1. Kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh.

2. Hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran.

3. Penglihatan ganda.

4. Pusing.

5. Bicara tidak jelas (pelo).

6. Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat.

7. Tidak mampu mengenali bagian dari tubuh.

8. Pergerakan yang tidak biasa.

9. Hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih.

10. Ketidakseimbangan dan terjatuh.

11. Pingsan.

Kelainan neurologis yang terjadi akibat serangan stroke bisa lebih berat atau lebih luas,

berhubungan dengan koma atau stupor dan sifatnya menetap. Selain itu, stroke bisa

menyebabkan depresi atau ketidakmampuan untuk mengendalikan emosi.

Stroke juga bisa menyebabkan edema atau pembengkakan otak. Hal ini berbahaya karena

ruang dalam tengkorak sangat terbatas. Tekanan yang timbul bisa lebih jauh merusak

jaringan otak dan memperburuk kelainan neurologis, meskipun strokenya sendiri tidak

bertambah luas.

16

Page 17: Case Stroke Infark

5. Diagnosis Stroke

Diagnosis stroke adalah secara klinis beserta pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang

yang dapat dilakukan antara lain CT scan kepala, MRI. Untuk menilai kesadaran penderita

stroke dapat digunakan Skala Koma Glasgow. Untuk membedakan jenis stroke dapat

digunakan berbagai sistem skor, seperti Skor Strok Siriraj, Algoritma Stroke Gajah Mada,

atau Algoritma Junaedi

Diagnosis stroke biasanya ditegakkan berdasarkan perjalanan penyakit dan hasil

pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik dapat membantu menentukan lokasi kerusakan pada

otak. Ada dua jenis teknik pemeriksaan imaging (pencitraan) untuk mengevaluasi kasus

stroke atau penyakit pembuluh darah otak (Cerebrovascular Disease/CVD), yaitu Computed

Tomography (CT scan) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI).

CT scan diketahui sebagai pendeteksi imaging yang paling mudah, cepat dan relatif

murah untuk kasus stroke. Namun dalam beberapa hal, CT scan kurang sensitif dibanding

dengan MRI, misalnya pada kasus stroke hiperakut.

Untuk memperkuat diagnosis biasanya dilakukan pemeriksaan CT scan atau MRI. Kedua

pemeriksaan tersebut juga bisa membantu menentukan penyebab dari stroke, apakah

perdarahan atau tumor otak. Kadang dilakukan angiografi yaitu penentuan susunan pembuluh

darah/getah bening melalui kapilaroskopi atau fluoroskopi.

6. Jenis Patologi Stroke

Stroke didiagnosis berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik neurologis. Berikut ini

contoh skor dan algoritma untuk membedakan jenis patologi stroke berupa stroke infark dan

stroke perdarahan:

a. Rumus skor Stroke Siriraj:

(2,5 x derajat kesadaran) + (2 x vomitus) + (2 x nyeri kepala) + (0,1 x tekanan

diastolik) - (3 x petanda ateroma) – 12

Derajat kesadaran :

0=kompos mentis;

1=somnolen;

2=sopor/koma

Vomitus:

0=tidak ada; 1= 0=tidak ada; 1=ada

Nyeri kepala:

0=tidak ada; 1=ada

17

Page 18: Case Stroke Infark

Ateroma:

0=tidak ada;

1= salah satu atau lebih: diabetes, angina, penyakit pembuluh darah

Hasil skor Stroke Siriraj :

Skor >1 : perdarahan supratentorial

Skor -1 s.d. 1 : perlu CT Scan

Skor <-2 : infark cerebri

b. Algoritma Stroke Gadjah Mada

Untuk menegakkan diagnosis dan menentukan jenis patologi stroke di RS Dr. Sardjito

digunakan Algoritma Stroke Gadjah Mada.

18

Page 19: Case Stroke Infark

c. Skor Stroke Djoenaedi

Gejala klinis Onset Nilai

1. TIA sebelum serangan   1

2. Permulaan serangan Sangat mendadak(1-2 menit) 6,5

 

 

Mendadak (menit- 1 jam) 6,5

Pelan-pelan (beberapa jam) 1

3. Waktu serangan Bekerja (aktivitas) 6,5

 

 

Istirahat/duduk/tidur 1

Bangun tidur 1

4. Sakit kepala Sangat hebat 10

 

 

 

Hebat 7,5

Ringan 1

Tidak ada 0

5. Muntah Langsung sehabis serangan 10

 

 

Mendadak (menit-jam) 7,5

Pelan-pelan (1 hari / >) 1

Tidak ada 0

6. Kesadaran Menurun langsung waktu serangan 10

 

 

 

 

Menurun mendadak (menit-jam) 10

Menurun pelan-pelan (1 hari/ >) 1

Menurun sementara lalu sadar lagi 1

Tidak ada gangguan 0

7. Tekanan darah sistolik Waktu serangan sangat tinggi (>200/110) 7,5

 

 

 

Waktu MRS sangat tinggi (>200/110) 7,5

Waktu serangan tinggi (>140/100) 1

Waktu MRS tinggi (>140/100) 1

8.Tanda rangsangan selaput Otak Kaku kuduk hebat 10

 

 

Kaku kuduk ringan 5

Kaku kuduk tidak ada 0

19

Page 20: Case Stroke Infark

9. Pupil Isokor 5

 

 

 

 

 

Anisokor 10

Pinpoint kanan/kiri 10

Midriasis kanan/kiri 10

Kecil dan reaksi lambat 10

Kecil dan reaktif 10

10. Fundus okuli Perdarahan subhialoid 10

 

 

Perdarahan retina(flame shaped) 7,5

Normal 0

 

TOTAL SKOR :       > 20 : Stroke Hemoragik

                                    < 20 : Stroke Non hemoragik

7. Penanganan Stroke

Penderita stroke biasanya diberikan oksigen, dipasang infus untuk memasukkan cairan dan

zat makanan, diberikan manitol atau kortikosteroid untuk mengurangi pembengkakan dan

tekanan di dalam otak pada penderita stroke akut

Jika mengalami serangan stroke, segera dilakukan pemeriksaan untuk menentukan apakah

penyebabnya bekuan darah atau perdarahan yang tidak bisa diatasi dengan obat penghancur

bekuan darah.

Penelitian terakhir menunjukkan bahwa kelumpuhan dan gejala lainnya bisa dicegah atau

dipulihkan jika recombinant tissue plasminogen activator (RTPA) atau streptokinase yang

berfungsi menghancurkan bekuan darah diberikan dalam waktu 3 jam setelah timbulnya

stroke.

Antikoagulan juga biasanya tidak diberikan kepada penderita tekanan darah tinggi dan tidak

pernah diberikan kepada penderita dengan perdarahan otak karena akan menambah risiko

terjadinya perdarahan ke dalam otak.

Penderita stroke biasanya diberikan oksigen dan dipasang infus untuk memasukkan cairan

dan zat makanan. Pada stroke in evolution diberikan antikoagulan (misalnya heparin), tetapi

obat ini tidak diberikan jika telah terjadi completed stroke.

20

Page 21: Case Stroke Infark

Pada completed stroke, beberapa jaringan otak telah mati. Memperbaiki aliran darah ke

daerah tersebut tidak akan dapat mengembalikan fungsinya. Karena itu biasanya tidak

dilakukan pembedahan.

Pengangkatan sumbatan pembuluh darah yang dilakukan setelah stroke ringan atau

transient ischemic attack, ternyata bisa mengurangi risiko terjadinya stroke di masa yang

akan datang. Sekitar 24,5% pasien mengalami stroke berulang.

Untuk mengurangi pembengkakan dan tekanan di dalam otak pada penderita stroke akut,

biasanya diberikan manitol atau kortikosteroid. Penderita stroke yang sangat berat mungkin

memerlukan respirator (alat bantu bernapas) untuk mempertahankan pernafasan yang

adekuat. Di samping itu, perlu perhatian khusus kepada fungsi kandung kemih, saluran

pencernaan dan kulit (untuk mencegah timbulnya luka di kulit karena penekanan).

Stroke biasanya tidak berdiri sendiri, sehingga bila ada kelainan fisiologis yang menyertai

harus diobati misalnya gagal jantung, irama jantung yang tidak teratur, tekanan darah tinggi

dan infeksi paru-paru. Setelah serangan stroke, biasanya terjadi perubahan suasana hati

(terutama depresi), yang bisa diatasi dengan obat-obatan atau terapi psikis.

21

Page 22: Case Stroke Infark

REHABILITASI MEDIK PENDERITA STROKE

Rehabilitasi medik adalah suatu program yang disusun untuk memberi kemampuan kepada

penderita yang mengalami disabilitas fisik dan atau penyakit kronis, agar mereka dapat hidup

atau bekerja sepenuhnya sesuai dengan kapasitasnya.

Pelayanan rehabilitasi medik berbeda dengan pelayanan kesehatan medik lainnya, yang

dilakukan oleh tim yang terdiri dari berbagai disiplin :

Dokter Rehabilitasi medik sebagai ketua tim.

Perawat rehabilitasi, melakukan positioning yang benar, latihan buang air besar /kecil,

mobilisasi bersama fisioterapi dan terapi okupasional yang benar dibangsal.

Fisioterapis, memeriksa dan mengevaluasi gangguan motorik dan sensorik yang

mempengaruhi fungsi dan menyesuaikan program fisioterapi secara individu sesuai

keadaan pasien.

22

Page 23: Case Stroke Infark

Terapi okupasional, dapat memberi alat penyesuaian, alat pelindung atau alat bantu yang

dibutuhkan.

Pekerja sosial medik (PSM) mengadakan penilaian terhadap kebutuhan penderita dan

keluarganya selama dirawat.

Speech Terapist atau terapi wicara, mengevaluasi problem komunikasi.

Psikolog, mengevaluasi keadaan psikologi penderita secara tuntas, termasuk keluarganya.

Penderita dan keluarganya, diskusi yang memadai mengenai penyakit dan defisit

neorologik adalah penting untuk mengetahui gangguan fungsional yang sebenarnya.

Rehabilitasi pada jangka pendek dikerjakan pada tahap akut dan awal, dengan tujuan agar

penderita secepat mungkin dapat bangkit dari tempat tidur dan bebas dari ketergantungan

pada pihak lain terutama dalam kegiatan hidup sehari-hari misalnya makan,minum, dan ganti

pakaian. Sementara, harapan rehabilitasi adalah percepatan pemulihan keadaan sekaligus

mengurangi derajat ketidakmampuan.

Untuk maksud tersebut dikenal empat macam pendekatan, ialah:

1. Memulihkan keterampilan lama, untuk anggota yang lumpuh

2. Memperkenalkan sekaligus melatih keterampilan baru, untuk anggota yang tidak lumpuh

3. Memperoleh kembali hal-hal atau kapasitas yang telah, hilang dan di luar kelumpuhan

4. Mempengaruhi sikap penderita, keluarga, dan therapeutic team.

Prinsip – prinsip rehabilitasi

1. Rehabilitasi dimulai sedini mungkin, bahkan dapat dimulai sejak dokter melihat penderita

untuk pertama kalinya. Lebih dari itu, sebelum diagnosis pasti dapat ditegakkan, maka

dokter harus segera mulai merancang program untuk mencegah komplikasi.

2. Tak ada penderita pun yang boleh berbaring satu hari lebih lama dari waktu yang

diperlukan. Istirahat baring pada awalnya memberi rasa tenteram kepada penderita

maupun kepada penderita maupun kepada pihak penolong, tetapi hal demikian ini

sebenarnya merupakan sumber timbulnya dekubitus, kontraktur, tromboplebitis,

bronkopneumonia, atrofi otot skelet, osteoporosis dengan batu ginjal, dan yang paling

mengancam adalah munculnya emboli paru-paru dan hilangnya kemauan penderita untuk

aktif bergerak

23

Page 24: Case Stroke Infark

3. Rehabilitasi merupakan terapi secara multidisipliner terhadap seorang penderita, dan

rehabilitasi merupakan terapi terhadap seorang penderita seutuhnya.

4. Salah satu factor yang paling penting dalam rehabilitasi adalah adanya kontinuitas

perawatan. Begitu rehabilitasi dimulai maka kemajuan penderita harus selalu dipantau

untuk mengetahui kapan dicapai suatu tahap plateau, apabila keadaan ini sudah dicapai

maka ada indikasi untuk mengubah metode terapi.

5. Perhatian untuk rehabilitasi tidak dikaitkan dengan sebab kerusakan jaringan

otak,melainkan lebih dikaitkan dengan sisa kemampuan fungsi neuromuskular yang

masih ada,atau dikaitkan dengan sisa kemampuan yang masih dapat diperbaikan dengan

latihan.

6. Program rehabilitasi harus bersifat individal, dan tidak ada atau tidak dapat diberlakukan

suatu standard hemiplegia regimen. Untuk beberapa penderita maka program rehabilitasi

dapat sedemikian sederhana sehingga tidak memerlukan tenaga atau personal rehabilitasi

sedemikian kompleks dan komprehensif yang melibatkan banyak tenaga yang terampil

dan berpengalaman.

7. Dalam pelaksanaan rehabilitasi termasuk pula upaya pencegahan terjadinya serangan

ulang. Dalam hal ini perhatian ditujukan pada factor-foktor risiko yang mungkin ada pada

penderita yang bersangkutan.

8. Penderita GPDO lebih merupakan subyek rehabilitasi dan bukannya sekedar obyek

rehabilitasi. Pihak medik, peramedik, dan pihak lainnya termasuk keluarga penderita,

berperan untuk memberikan pengertian, petunjuk, bimbingan dan dorongan agar

penderita selalu mempunyai motivasi yang kuat untuk dapat segera memperoleh

pemulihan kesehatan dengan sebaik-baiknya. Lebih jauh penderita harus didorong dan

diberi keberanian untuk selalu aktif berpartisipasi dalam kegiatan hidup sehari-hari

ditengah-ditengah keluarganya.

Tahap-tahap rehabilitasi :

Tahap akut

Rehabilitasi harus segera dimulai begitu penderita masuk rumah sakit. Pada saat itu mungkin

saja penderita jatuh dalam keadaan koma atau renjatan, sehingga tatalaksana yang menonjol

adalah upaya yang bersifat life-saving. Bed positioning atau ubah baring merupakan suatu

tatalaksana yang mempunyai dua tujuan sekaligus ialah pencegahan terjadinya kontraktur dan

dekubitus.

24

Page 25: Case Stroke Infark

Tahap sub akut

Apabila penderita sudah sadar dan kembali sudah melewati tahap akut, maka tingkat

ketidakmampuan dan kemampuan yang tersisa harus segera dievaluasi. Lagkah-langkah

evaluasi adalah :

1. Pemeriksaan neurologik yang menyeluruh, meliputi penentuan letak lesi serebral dan

defisit neurologik yang terjadi.

2. Pemeriksaan medik yang lengkap untuk mengetahui ada atau tidaknya masalah medik

yang dapat menghalangi rehabilitasi. Penyakit jantung, diabetes melitus, penyakit

vaskular perifer simtomatik, hipertensi, gangguan miksi, kombinasi berbagai penyakit

tadi bila tidak diatasi akan menghalangi restorasi penderita.

3. Evaluasi psiko-sosiologik. Perencanaan program rehabilitasi memerlukan pengertian

tentang latarbelakang pendidikan penderita dan keluarga, tatacara kehidupan sehari-hari,

status emosional penderita perlu dipahami. Terutama yang hemiplegi, atau kehilangnya

kemampuan berkomunikasi secara wajar. Status mental penderita perlu pula dimengerti,

terutama yang berkaitan dengan kemampuan belajar atau bekerja, intelegensi, memori

orientasi waktu, dan ruang, serta persepsi dan adaptasi terhadap stres.

Latihan aktif dan pasif

Pada tahap awal rehabilitasi aktif dimulai dengan program mobilisasi yang terdiri dari

menggerakan semua sendi anggota tubuh yang lumpuh, apabila dipandang mempunyai cukup

kekuatan untuk menggerakan sendi sampai terjadi reng of motion (ROM) secara penuh. Bila

paralisis ataupun paresis yang berat maka diperlukan latihan gerakan sendi secara pasif oleh

perawat, fisioterapi, atau keluarga, sampai penderita mampu menggerakan sendinya.

Aktivasi elevasi

Untuk penderita yang terbaring lebih dari satu minggu maka ambulasi terhadapnya harus

dilakukan secara bertahap. Latihan dimulai dengan meninggikan letak kepala secara

bertahap, kemudian posisi setengah duduk dan posisi duduk. Setelah penderita mampu duduk

sendiri maka berikutnya adalah latihan duduk dengan kedua tungkai menjuntai di sisi tempat

tidur.

Latihan berdiri

Tekanan darah terlebih dahulu diukur secara seksama dalam posisi berbaring dan duduk

tegak untuk memastikan apakah terdapat hipotensi postural. Begitu penderita berdiri maka

25

Page 26: Case Stroke Infark

titik berat ditumpukan pada tungkai sehat dan penderita mencoba dari sedikit untuk membagi

titik berat tadi kepada tungkai yang lumpuh.

Latihan berjalan

Segera sesudah penderita mampu berdiri maka penderita melatih distribusi berat badan pada

kedua tungkai sekaligus melatih keseimbangan dalam berbagai posisi. Latihan ini dibantu

oleh fisioterapis ataupun oleh keluarga. Latihan berjalan dimulai dengan pararel bars,

kemudian diganti dengan walker atau tongkat kaki empat atau kaki tiga ( tripoid).

Fisoterapi

Selama latihan berpindah tempat ( berbaring – duduk – berdiri – berjalan ) dilaksanankan,

maka penderita juga mulai dengan program fisioterapi dan terapi okupasional.

Pada awalnya dilakukan latihan penguatan otot anggota yang sehat, yang terdiri dari

progressive resistance exercise terutama untuk otot-otot yang diperlukan untuk berdiri dan

berjalan. Otot – otot tersebut antaralain depresor bahu, ekstensor siku, fleksor dan ekstensor

pergelangan tangan, ekstensor dan abduktor sendi paha, dan ekstensor lutut. Pada anggota

yang lumpuh juga dikerjakan latihan penguatan otot untuk keperluan fungsional. Latihan

penguatan otot yang lumpuh bergantung pada derajad kelemahan yang terjadi, dan latihan

untuk sekelompok otot tertentu akan bervariasi dari yang bersifat aktive assisted, active

manual resistive, progresive active active exercise sampai pada progresive exercise.

Tahap lanjut

Apabila penderita sudah dapat berjalan, maka penderita segera diperkenalkan dengan

program ADL ( activity 0f daily living ). Dalam arti yang sempit ADL berkonotasi bebas

melakukan kegiatan kehidupan sehari – hari tanpa bantuan pihak lain, misalnya tidur,

higiene, makan, berpakaian. Dalam arti luas ADL berkaitan dengan aspek psikologik,

komunikasi, sosial, dan vokasional.

Perihal komunikasi juga perlu mendapat perhatian secara layak terutama untuk penderita

hemiplegi kanan yang juga mengalami afasia ataupun disfasia. Diperlukan bantuan speech

therapist.

Rehabilitasi vokasional pada penderita hemiplegi memang cukup sulit. Sebagian besar

penderita hemiplegi sudah masuk usia pensiun. Kesulitan ini akan bertambah rumit apabila

penderita kehilangan kemauan atau semangat untuk bekerja sesuai kemampuannya yang

masih dimiliki.

26

Page 27: Case Stroke Infark

Problem Khusus Dalam Rehabilitasi Stroke :

a. Spastisitas

Pada prinsipnya dalam menangani masalah spastisitas harus dikaitkan dengan tujuan

terapi yang akan ditetapkan. Fisioterapis akan mempertimbangkan kebutuhan

penderita, selain itu juga sosio budaya masyarakat dimana penderita tinggal.

b. Kelumpuhan sebelah kiri

Pasien dengan kelumpuhan sebelah kiri sering memperlihatkan ketidakmampuan

persepsi visuomotor, kehilangan memori visual dan ketidakacuhan sisi kiri.

Kemampuan verbal umumnya baik dan ini sering mengelabui kita menyangkut

pemahaman tentang contoh gerak yang kita uraikan dengan kata-kata. Penderita

biasanya sering mengalami jatuh, sulit belajar dari kesalahan yang dilkukannya.

Selain gangguan persepsi raba, propioseptif dan pendengaran, penderita ini mendapat

penawasan khusus. Jauhkan dari alat-alat yang dapat membahayakan fisik pasien

( api, benda tajam).

c. Kelumpuhan sebelah kanan

Penderita golongan ini biasanya mempunyai kekurangan dam kemampuan

komunikasi verbal. Namun pesepsi dan memori visuomotornya sangat baik, sehingga

dalam melatih perilaku tertentu harus dengan cermat diperlihatkan tahap demi tahap

secara visual.

d. Depresi

Depresi lebih banyak terdapat pada kerusakan otak sebelah kiri. Tanda-tanda depersi

dapat dilihat dari lamban dan tidak konsistennya proses pemulihan. Reaksi depresi ini

harus diatasi segera dengan medikamentosa dan dukungan psikologik, antara lain :

1. Sikap yang tegas tapi tampak penuh dengan kasih sayang terhadap pasien

2. Fisioterapi pasif sedini mungkin agar pasien merasa ada perlakuan khusus dan

segera terhadap kelumpuhannya.

3. Sebaiknya menggunakan kursi roda pada pennderita yang belum dapt berjalan,

agar tidak selalu terkurung dalam kamar.

4. Sedapat mungkin diuhakan agar pasien menerima kunjungan saudara atau

relasi diruang tamu denagn duduk dikursi roda.Ini membantu penderita merasa

hidup normal dan tidak terlalu merasa invalid.

7. Prognosis

27

Page 28: Case Stroke Infark

Ada sekitar 30%-40% penderita stroke yang masih dapat sembuh secara sempurna asalkan

ditangani dalam jangka waktu 6 jam atau kurang dari itu. Hal ini penting agar penderita tidak

mengalami kecacatan. Kalaupun ada gejala sisa seperti jalannya pincang atau berbicaranya

pelo, namun gejala sisa ini masih bisa disembuhkan.

Sayangnya, sebagian besar penderita stroke baru datang ke rumah sakit 48-72 jam setelah

terjadinya serangan. Bila demikian, tindakan yang perlu dilakukan adalah pemulihan.

Tindakan pemulihan ini penting untuk mengurangi komplikasi akibat stroke dan berupaya

mengembalikan keadaan penderita kembali normal seperti sebelum serangan stroke.

Upaya untuk memulihkan kondisi kesehatan penderita stroke sebaiknya dilakukan secepat

mungkin, idealnya dimulai 4-5 hari setelah kondisi pasien stabil. Tiap pasien membutuhkan

penanganan yang berbeda-beda, tergantung dari kebutuhan pasien. Proses ini membutuhkan

waktu sekitar 6-12 bulan.

DAFTAR PUSTAKA

1. American Heart Association, 1994, Family Guide to Stroke, Times Books

2. Artikel Kedokteran. 2008. Gejala, Diagnosa dan Terapi Stroke Non Hemoragik.

http://www.jevuska.com

3. Asviretty, Nuhoni, S.A., Tulaar, A., Idris, F.H., Handoyo, A.P., Suginarti, Ramli, H.,

Enizar, 2002, Standar Operasional Prosedur Rehabilitasi Medik di Rumah Sakit,

Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

28

Page 29: Case Stroke Infark

4. Lamsudin, R., 1997, Algoritma Stroke Gadjah Mada Penerapan Klinis Untuk

Membedakan Stroke Perdarahan Intraserebral dengan Stroke Iskemik Akut atau

Stroke Infark, Berkala Ilmu Kedokteran, vol.29, no.1: 11 – 16.

5. Mansjoer,  2001 , Stroke dalam Kapita Selekta Kedokteran, Ed 3, Media Aeuculapius,

Jakarta, hal : 17-26.

6. Medical Centre. 2008. Standar Pelayanan Minimal Tatalaksana Stroke Non

Hemoragik Fase Akut dan Prevensi Sekunder. http://farms-area.blog spot.com

7. Sidharta, 2005, Stroke dalam Neurologi Klinis dalam Praktek umum, ED 5, Dian

Rakyat, Jakarta, hal : 260-275.

8. Sylvia, 1995, Penyakit Serebrosvaskuler dan Nyeri Kepala dalam Patofisiologi

Konsep Klinis Proses-Prose Penyakit, Ed 4, EGC, Jakarta, hal : 964-968.

9. The Internet Stroke Center, 2005, http://www.strokecenter.org,

29