case report session - bronkiolitis

21
BRONKIOLITIS Definisi 1,2 Bronkiolitis adalah suatu peradangan pada bronkiolus (saluran udara yang merupakan percabangan dari saluran udara utama/bronkus), yang biasanya disebabkan oleh infeksi virus. Bronkiolitis biasanya menyerang anak yang berumur di bawah 2 tahun. 1,2 Epidemiologi 1,2,3 Bronkiolitis sering mengenai anak usia dibawah 2 tahun, paling sering terjadi pada usia 2-8 bulan. Insiden tertinggi pada bayi usia 6 bulan. Sembilan puluh lima persen kasus terjadi pada anak berusia di bawah 2 tahun dan 75% di antara nya terjadi pada anak berusia di bawah 1 tahun. Pada daerah yang penduduknya padat insiden bronkiolitis oleh karena Respiratory Syncitial Virus (RSV) terbanyak pada usia 2 bulan. Makin muda umur bayi menderita bronkiolitis biasanya akan makin berat penyakitnya. Bayi yang menderita bronkiolitis berat mungkin oleh karena kadar antibodi maternal (maternal neutralizing antibody) yang rendah. Insiden infeksi RSV sama pada laki-Iaki dan wanita. Louden menyatakan bahwa bronkiolitis terjadi 1.25 kali lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Bronkiolitis berat lebih sering terjadi pada laki-Iaki. Selain itu bronkiolitis juga merupakan penyebab tersering perawatan rumah sakit pada bayi di bawah usia 1 tahun, terutama pada bayi usia antara 2 sampai 6 bulan. 1

Upload: luki-ertandri

Post on 21-Dec-2015

17 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

case for inship

TRANSCRIPT

Page 1: Case Report Session - Bronkiolitis

BRONKIOLITIS

Definisi1,2

Bronkiolitis adalah suatu peradangan pada bronkiolus (saluran udara yang

merupakan percabangan dari saluran udara utama/bronkus), yang biasanya disebabkan

oleh infeksi virus. Bronkiolitis biasanya menyerang anak yang berumur di bawah 2

tahun. 1,2

Epidemiologi1,2,3

Bronkiolitis sering mengenai anak usia dibawah 2 tahun, paling sering terjadi

pada usia 2-8 bulan. Insiden tertinggi pada bayi usia 6 bulan. Sembilan puluh lima persen

kasus terjadi pada anak berusia di bawah 2 tahun dan 75% di antara nya terjadi pada

anak berusia di bawah 1 tahun. Pada daerah yang penduduknya padat insiden bronkiolitis

oleh karena Respiratory Syncitial Virus (RSV) terbanyak pada usia 2 bulan. Makin muda

umur bayi menderita bronkiolitis biasanya akan makin berat penyakitnya. Bayi yang

menderita bronkiolitis berat mungkin oleh karena kadar antibodi maternal (maternal

neutralizing antibody) yang rendah. Insiden infeksi RSV sama pada laki-Iaki dan wanita.

Louden menyatakan bahwa bronkiolitis terjadi 1.25 kali lebih banyak pada anak laki-laki

daripada anak perempuan. Bronkiolitis berat lebih sering terjadi pada laki-Iaki. Selain itu

bronkiolitis juga merupakan penyebab tersering perawatan rumah sakit pada bayi di

bawah usia 1 tahun, terutama pada bayi usia antara 2 sampai 6 bulan. Bronkiolitis

merupakan 17% dari semua kasus perawatan di rumah sakit pada bayi.

Etiologi1

Bronkiolitis terutama disebabkan oleh Respiratory Syncitial Virus (RSV), 60–

90% dari kasus, dan sisanya disebabkan oleh virus Parainfluenzae tipe 1,2, dan 3,

Influenzae B, Adenovirus tipe 1,2, dan 5, atau Mycoplasma. RSV adalah penyebab

utama bronkiolitis dan merupakan satu-satunya penyebab yang dapat menimbulkan

epidemi. Infeksi RSV menyebabkan bronkiolitis sebanyak 45%-90% dan menyebabkan

pneumonia sebanyak 40%.

Faktor Resiko1,2,4

Faktor resiko terjadinya bronkiolitis adalah usia kurang dari 6 bulan, prematur,

jenis kelamin laki-laki, status sosial ekonomi rendah, jumlah anggota keluarga yang

1

Page 2: Case Report Session - Bronkiolitis

besar, perokok pasif, berada pada tempat penitipan anak atau ke tempat-tempat umum

yang ramai, rendahnya antibodi maternal terhadap RSV, dan bayi yang tidak

mendapatkan air susu ibu. RSV menyebar melalui droplet dan inokulasi/kontak

langsung, seseorang biasanya aman apabila berjarak lebih 2 meter dari seseorang yang

menderita infeksi RSV. Droplet yang besar dapat bertahan di udara bebas selama 6 jam,

dan seorang penderita dapat menularkan virus tersebut selama 10 hari. Di negara dengan

4 musim, bronkiolitis banyak terdapat pada musim dingin sampai awal musim semi, di

negara tropis pada musim hujan.

Patogenesis dan Patofisiologi1,2

RSV adalah single stranded RNA virus yang berukuran sedang (80-350nm),

termasuk paramyxovirus. Terdapat dua glikoprotein permukaan yang merupakan bagian

penting dari RSV untuk menginfeksi sel, yaitu protein G (attachment protein )yang

mengikat sel dan protein F (fusion protein) yang menghubungkan partikel virus dengan

sel target dan sel tetangganya. Kedua protein ini merangsang antibodi neutralisasi

protektif pada host. Terdapat dua macam strain antigen RSV yaitu A dan B. RSV strain

A menyebabkan gejala pernapasan yang lebih berat dan menimbulkan sekuele. Masa

inkubasi RSV 2 - 5 hari. Virus bereplikasi di dalam nasofaring kemudian menyebar dari

saluran nafas atas ke saluran nafas bawah melalui penyebaran langsung pada epitel

saluran nafas dan melalui aspirasi sekresi nasofaring. RSV mempengaruhi sistem saluran

napas melalui kolonisasi dan replikasi virus pada mukosa bronkus dan bronkiolus yang

memberi gambaran patologi awal berupa nekrosis sel epitel silia. Nekrosis sel epitel

saluran napas menyebabkan terjadi edema submukosa dan pelepasan debris dan fibrin

kedalam lumen bronkiolus. 1

2

Page 3: Case Report Session - Bronkiolitis

Virus yang merusak epitel bersilia juga mengganggu gerakan mukosilier, mukus

tertimbun di dalam bronkiolus . Kerusakan sel epitel saluran napas juga mengakibatkan

saraf aferen lebih terpapar terhadap alergen/iritan, sehingga dilepaskan beberapa

neuropeptida (neurokinin, substance P) yang menyebabkan kontraksi otot polos saluran

napas. Pada akhirnya kerusakan epitel saluran napas juga meningkatkan ekpresi

Intercellular Adhesion Molecule-1 (ICAM-1) dan produksi sitokin yang akan menarik

eosinofil dan sel-sel inflamasi. Jadi, bronkiolus menjadi sempit karena kombinasi dari

proses inflamasi, edema saluran nafas, akumulasi sel-sel debris dan mukus serta spasme

otot polos saluran napas. Adapun respon paru ialah dengan meningkatkan kapasitas

fungsi residu, menurunkan compliance, meningkatkan tahanan saluran napas, dead space

serta meningkatkan shunt. Semua faktor-faktor tersebut menyebabkan peningkatan kerja

sistem pernapasan, batuk, wheezing, obstruksi saluran napas, hiperaerasi, atelektasis,

hipoksia, hiperkapnea, asidosis metabolik sampai gagal napas. Karena resistensi aliran

udara saluran nafas berbanding terbalik dengan diameter saluran napas pangkat 4, maka

penebalan dinding bronkiolus sedikit saja sudah memberikan akibat cukup besar pada

aliran udara. Apalagi diameter saluran napas bayi dan anak kecil lebih sempit. Resistensi

aliran udara saluran nafas meningkat pada fase inspirasi maupun pada fase ekspirasi. 1

Selama fase ekspirasi terdapat mekanisme klep hingga udara akan terperangkap

dan menimbulkan overinflasi dada. Volume dada pada akhir ekspirasi meningkat hampir

2 kali di atas normal. Atelektasis dapat terjadi bila obstruksi total. Anak besar dan orang

dewasa jarang mengalami bronkiolitis bila terserang infeksi virus. Perbedaan anatomi

antara paru-paru bayi muda dan anak yang lebih besar mungkin merupakan kontribusi

terhadap hal ini. Respon proteksi imunologi terhadap RSV bersifat transien dan tidak

lengkap. Infeksi yang berulang pada saluran napas bawah akan meningkatkan cumulatif

immunity sehingga pada anak yang lebih besar dan orang dewasa cenderung lebih tahan

terhadap infeksi bronkiolitis dan pneumonia karena RSV. 1

Penyembuhan bronkiolitis akut diawali dengan regenerasi epitel bronkus dalam

3-4 hari, sedangkan regenerasi dari silia berlangsung lebih lama dapat sampai 15 hari.

Jaringan mati (debris) akan dibersihkan oleh makrofag. 1,2

Gambaran Klinis dan Pemeriksaan Fisik1,2,3,4

Mula-mula bayi menderita gejala ISPA atas ringan berupa pilek yang encer dan

bersin. Gejala ini berlangsung beberapa hari, kadang-kadang disertai demam dan nafsu

3

Page 4: Case Report Session - Bronkiolitis

makan berkurang. 1-2 hari kemudian timbul distres nafas yang ditandai oleh batuk

paroksismal, wheezing, sesak napas. Bayi-bayi akan menjadi rewel, muntah serta sulit

makan dan minum. Bronkiolitis biasanya terjadi setelah kontak dengan orang dewasa

atau anak besar yang menderita infeksi saluran nafas atas yang ringan. Bayi mengalami

demam ringan atau tidak demam sama sekali dan bahkan ada yang mengalami hipotermi. 1,2,3

Pemeriksaan fisik pada anak yang mengarah ke diagnosis bronkiolitis adalah

takipnea, takikardi, peningkatan suhu di atas 38,5C. Terjadi distres nafas dengan

frekuensi nafas lebih dari 60 kali per menit, kadang-kadang disertai sianosis. Terdapat

nafas cuping hidung, penggunaan otot bantu pernafasan dan retraksi. Retraksi biasanya

tidak dalam karena adanya hiperinflasi paru (terperangkapnya udara dalam paru).

Obstruksi saluran respirasi bawah akibat respon inflamasi akut akan menimbulkan gejala

ekspirasi yang memanjang, wheezing yang dapat terdengar dengan ataupun tanpa

stetoskop, serta terdapat ronkhi basah halus/crackles yang terdengar pada akhir atau

permulaan ekspirasi. Pada keadaan yang berat sekali, suara pernafasan hampir tidak

terdengar karena kemungkinan obstruksi hampir seluruh bronkiolus. Hepar dan lien

teraba akibat pendorongan diafragma karena tertekan oleh paru yang hiperinflasi. Pada

beberapa pasien dengan bronkiolitis didapatkan konjungtivitis ringan, otitis media serta

faringitis.Ada bentuk kronis bronkiolitis, biasanya disebabkan oleh karena adenovirus

atau inhalasi zat toksis (hydrochloric, nitric acids ,sulfur dioxide). 1,2,3,4

Pemeriksaan Penunjang1,2

Gambaran radiologik mungkin masih normal bila bronkiolitis ringan. Rontgen

foto toraks AP (anteroposterior) dan lateral menunjukkan hiperinflasi paru, diameter

anteroposterior membesar pada foto lateral, dapat terlihat bercak konsolidasi yang

tersebar dan paru-paru dalam keadaan hiperaerasi (mengembang). Dikatakan hiperaerasi

apabila kita mendapatkan siluet jantung yang menyempit, jantung terangkat, diafragma

lebih rendah dan mendatar, diameter anteroposterior dada bertambah, ruang retrosternal

lebih lusen, iga horisontal, pembuluh darah paru tampak tersebar. Bisa juga didapatkan

bercak-bercak yang tersebar, mungkin atelektasis (patchy atelectasis ) atau pneumonia

(patchy infiltrates). 1,2

4

Page 5: Case Report Session - Bronkiolitis

Tes laboratorium rutin tidak spesifik. Hitung lekosit biasanya normal. Jumlah

leukosit yang berkisar antara 5.000-24.000.Pada pasien dengan peningkatan lekosit

biasanya didominasi oleh PMN dan bentuk batang. Ada subgrup penderita bronkiolitis

dengan eosinofilia. 1

Analisa gas darah menunjukkan gambaran asidosis respiratorik maupun

metabolik. 1

Untuk menentukan penyebab bronkiolitis, dibutuhkan pemeriksaan aspirasi atau

bilasan nasofaring. Pada bahan ini dapat dilakukan kultur virus tetapi memerlukan waktu

yang lama, dan hanya memberikan hasil positif pada 50% kasus. Ada cara lain yaitu

dengan melakukan pemeriksaan antigen RSV dengan menggunakan cara imunofluoresen

atau ELISA. Sensitifitas pemeriksaan ini adalah 80-90%. Uasapan nasofaring

menunjukkan flora normal. 1

Diagnosis Banding2,3,5

Diagnosis banding bronkiolitis yang paling sering adalah asma bronkiale dan

bronkopneumonia. Diagnosis banding bronkiolitis yang lain adalah aspirasi benda asing,

refluks gastroesophageal, sistik fibrosis, gagal jantung, miokarditis2,5

Keadaan bronkiolitis harus dibedakan dengan asma yang kadang-kadang juga

timbul pada usia muda. Meskipun asma lebih sering terjadi pada anak yang berusia lebih

dari 2 tahun. Bayi-bayi dengan bronkiolitis mengalami wheezing untuk pertama kalinya,

berbeda dengan asma yang mengalami wheezing berulang. Anak dengan asma akan

memberikan respon terhadap pengobatan dengan bronkodilator, sedangkan anak dengan

bronkiolitis tidak . 3,5

Anak yang menderita pneumonia juga terdapat batuk dengan nafas cepat, retraksi

dinding dada bagian bawah, demam, nafas cuping hidung dan ronkhi basah halus, tetapi

tidak ditemukan wheezing sedangkan pada bronkiolitis ditemukan wheezing. 3,5

Penatalaksanaan1,2,3,4,5

Penderita resiko tinggi harus dirawat inap, diantaranya: berusia kurang dari 3

bulan, prematur, kelainan jantung, kelainan neurologi, penyakit paru kronis, defisiensi

5

Page 6: Case Report Session - Bronkiolitis

imun, distres napas. Tujuan perawatan di rumah sakit adalah terapi suportif, mencegah

dan mengatasi komplikasi, atau bila diperlukan pemberian antivirus. 1,2,3

Prinsip dasar penanganan bronkiolitis adalah terapi suportif, yaitu :

1. Oksigenasi

Terapi oksigen harus diberikan kepada semua penderita kecuali untuk kasus-

kasus yang sangat ringan. Saturasi oksigen menggambarkan kejenuhan afinitas

hemoglobin terhadap oksigen di dalam darah. Oksigen dapat diberikan melalui nasal

prongs (2 liter/menit), masker (minimum 4 liter/menit) atau head box.

2. Pemberian cairan untuk mencegah dehidrasi

Pada neonatus diberikan dekstrose 10% : NaCl 0,9% = 4 : 1, +KCl 1-2

mEq/kgBB/hari. Pada yang berusia lebih dari 1 bulan diberikan dekstrose 10% : NaCl

0,9% = 3 : 1, +KCl 10 mEq/500 ml cairan.

Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu dan status hidrasi. 1,4

3. Udara yang lembab

4. Drainase postural atau menepuk dada untuk mengeluarkan lendir

5. Istirahat yang cukup dan nutrisi yang adekuat.

Bronkiolitis ringan biasanya bisa rawat jalan dan perlu diberikan cairan peroral

yang adekuat. Bayi dengan bronkiolitis sedang sampai berat harus dirawat inap. 1,5

Keterlambatan dalam mengetahui virus RSV atau virus lain sebagai penyebab

bronkiolitis dan menyadari bahwa infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi

sekunder dapat menjadi alasan untuk memberikan antibiotika. Antibiotika diberikan

apabila terdapat perubahan pada kondisi umum penderita, peningkatan lekosit atau

pergeseran hitung jenis, atau tersangka sepsis maka diperiksa kultur darah, urine, feses

dan cairan serebrospinal, secepatnya diberikan antibiotika yang memiliki spektrum luas.

Pemberian antibiotik secara rutin tidak menunjukkan pengaruh terhadap perjalanan

bronkiolitis. 1

Apabila terdapat nafas cepat saja, pasien dapat rawat jalan dan diberikan

kotrimoksazol (4mgTMP/kgBB/kali) 2 kali sehari, atau amoksicilin (25mg/kgBB/kali) 2

kali sehari, selama 3 hari. 5

Apabila terdapat tanda distress pernafasan tanpa sianosis tetapi anak masih bisa

minum, rawat di rumah sakit dan beri ampisilin/amoksisilin (25-50 mg/kgBB/kali IV

atau IM setiap 6 jam), yang harus dipantau dalam 24 jam selama 72 jam pertama. Bila

anak memberi respon yang baik maka terapi dilanjutkan di rumah atau di rumah sakit

dengan amoksisilin oral (25 mg/kgBB/kali, 2 kali sehari) untuk 3 hari berikutnya. Bila

6

Page 7: Case Report Session - Bronkiolitis

keadaan klinis memburuk dalam 24 jam, atau terdapat keadaan yang berat (tidak dapat

menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan semuanya, kejang, letargis atau tidak

sadar, sianosis, distress pernafasan berat) maka ditambahan kloramfenikol (25

mg/kgBB/kali IM atau IV setiap 8 jam) sampai keadaan membaik, dilanjutkan per oral 4

kali sehari sampai total 10 hari. 5

Obat-obat beta2 agonis sangat berguna pada penyakit dengan penyempitan

saluran napas karena menyebabkan efek bronkodilatasi, mengurangi pelepasan mediator

dari sel mast, menurunkan tonus kolinergik, mengurangi sembab mukosa dan

meningkatkan pergerakan silia saluran napas sehingga efektivitas dari mukosilier akan

lebih baik. Nebulasi agonis beta2, misalnya salbutamol 0,1 mg/kg BB/dosis, diencerkan

dengan cairan normal saline, diberikan 4 – 6 kali per-hari. Tetapi pemakaiannya masih

kontroversial karena ada bronkiolitis selain terdapat proses inflamasi akibat infeksi virus

juga ada bronkospasme dibagian perifer saluran napas (bronkioli). Beta agonis dapat

meningkatkan mukosilier. Sering tidak mudah membedakan antara bronkiolitis dengan

serangan pertama asma. Efek samping nebulasi beta agonis yang minimal dibandingkan

epinefrin. 1

Schuh dkk (2002) yang melakukan penelitian pada penderita bronkiolitis yang

rawat jalan mendapatkan hasil bahwa dengan pemberian deksametason oral 1 mg/kg BB

mengurangi angka rawat inap penderita bronkiolitis. Penelitian meta-analisis tentang

penggunaan kortikosteroid sistemik pada bayi dengan bronkiolitis menunjukkan

perbaikan dalam hal gejala klinis, lama perawatan dan lama timbulnya gejala. Sedangkan

American Academy of Pediatrics/AAP tidak merekomendasikan penggunaan

kortikosteroid pada bayi yang dirawat dirumah sakit dengan bronkiolitis. Pemberian

kortikosteroid oral 1mg/kgbb pada bayi usia 8 mgg-23 bulan dengan bronkiolitis sedang-

berat, terdapat perbaikan klinis pada 4 jam pertama dan penurunan jumlah pasien yang

dirawat pada kelompok studi. 1

Antivirus yang digunakan pada bronkiolitis adalah ribavirin. Ribavirin adalah

synthetic nucleoside analogue, menghambat aktivitas virus termasuk RSV. Ribavirin

menghambat translasi messenger RNA (mRNA) virus kedalam protein virus dan

menekan aktivitas polymerase RNA. Titer RSV meningkat dalam tiga hari setelah gejala

timbul atau sepuluh hari setelah terkena virus. 1

7

Page 8: Case Report Session - Bronkiolitis

Karena mekanisme ribavirin menghambat replikasi virus selama fase replikasi

aktif, maka pemberian ribavirin lebih bermanfaat pada fase awal infeksi. Efektivitas

ribavirin sampai saat ini masih kontroversi. Dapat terjadi perbaikan SaO2, penurunan

penggunaan ventilasi mekanik, lama perawatan dirumah sakit lebih singkat, dan

perbaikan fungsi paru. Tetapi pada penelitian lain penggunaan ribavirin tidak

memberikan efek perbaikan. 1

Kekurangan dari terapi ribavirin harganya yang mahal, resiko terjadi toksisitas

pada pekerja. Menurut AAP (1996), ribavirin hanya direkomendasikan pada bronkiolitis

dengan kondisi spesifik.Bronkodilator Penggunaan bronkodilator untuk terapi

bronkiolitis telah lama diperdebatkan selama hampir 40 tahun. Terapi farmakologis yang

paling sering diberikan untuk pengobatan bronkiolitis adalah bronkodilator dan

kortikosteroid. 1

Anak yang dirawat di rumah sakit seharusnya diperiksa sedikitnya setiap 3 jam

oleh perawat dan oleh seorang dokter minimal satu kali sehari. 5

Pencegahan dapat dilakukan dengan menghindari faktor paparan asap rokok dan

polusi udara, membatasi penularan terutama dirumah sakit misalnya dengan

membiasakan cuci tangan dan penggunaan sarung tangan dan masker, isolasi penderita,

menghindarkan bayi/anak kecil dari tempat keramaian umum, pemberian ASI,

menghindarkan bayi/anak kecil dari kontak dengan penderita ISPA. 1

1.1 Prognosis2,3

Setelah 1 minggu, biasanya infeksi akan mereda dan gangguan pernafasan akan

membaik pada hari ketiga. Angka kematian kurang dari 1%.

Masa paling kritis adalah 48-72 jam pertama. 3

Jarang terjadi bronkiolitis ulang. Mortalitas kurang dari 1%. Anak biasanya

meninggal karena jatuh dalam keadaan apnu yang lama, asidosis respiratorik yang tidak

terkoreksi atau karena dehidrasi yang disebabkan takipnu dan kurang makan dan minum. 3

Beberapa studi kohort menghubungkan infeksi bronkiolitis akut berat pada bayi

akan berkembang menjadi asma. Suatu studi kohort prospektif menemukan bahwa 23%

bayi dengan riwayat bronkiolitis akan berkembang menjadi asma pada usia 3 tahun,

dibandingkan dengan 1% pada kelompok kontrol. 2

8

Page 9: Case Report Session - Bronkiolitis

STATUS PASIEN

1. Identitas Pasien

a. Nama/Kelamin/Umur : Asyifa/Perempuan/17 bulan

b. Pekerjaan/pendidikan : Belum bekerja/Belum sekolah

c. Alamat : tanah garam solok.

2. Riwayat penyakit dahulu/penyakit keluarga (alloanamnesis dari ibu kandung)

Tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya. Tapi pasien

sering pilek dan kadang batuk sejak berusia 1 tahun. Biasanya berobat ke

bidan dan keluhan berkurang.

Tidak ada riwayat menderita galigato, mata merah dan gatal kena

debu/udara dingin, alergi makanan, bersin-bersin pagi hari hari

Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini.

Tidak ada anggota keluarga yang menderita batuk/pilek.

Tidak ada anggota keluarga yang menderita galigato, mata merah dan

gatal kena debu/udara dingin, alergi makanan, bersin-bersin pagi hari hari

3. Riwayat penyakit sekarang (alloanamnesis dari ibu kandung)

Keluhan Utama : sesak nafas meningkat sejak 10 jam yang lalu.

RPS :

- Sesak nafas sejak 1 hari yang lalu, tidak berbunyi menciut, tidak dipengaruhi

cuaca, makanan, ataupun minuman, bertambah sesak sejak 10 jam yang lalu.

- Demam sejak 2 hari yang lalu, tinggi, terus menerus, tidak menggigil, tidak

disertai kejang.

- Batuk sejak 2 hari yang lalu, berdahak, pilek ada, hidung tersumbat ada.

- Muntah tidak ada.

- Riwayat tersedak tidak ada.

- Riwayat biring susu tidak ada.

- Riwayat kontak dengan penderita batuk-batuk lama tidak ada.

- Riwayat kontak dengan binatang, unggas mati mendadak tidak ada.

- Buang air kecil jumlah dan warna biasa.

- Buang air besar jumlah dan konsistensi biasa.

- Keluhan ini belum pernah di obati.

9

Page 10: Case Report Session - Bronkiolitis

Riwayat Kelahiran

Lahir spontan ditolong bidan, langsung menangis, riwayat biru dan kuning sejak

lahir tidak ada. Berat badan lahir dan panjang dalam batas normal.

Riwayat makanan dan minuman

Bayi

ASI : sejak lahir sampai sekarang

Biscuit : umur 6 bulan

Nasi tim : umur 9 bulan

Anak

Makanan utama: 3x sehari

* Ikan : 2x seminggu

* Telur /tahu/tempe: 3x seminggu

* Sayur mayur : 5x seminggu

Kesan : Kuantitas dan kualitas kurang

Riwayat Imunisasi

- BCG : umur 2 bulan (scar (+))

- DPT-Hib : 3 kali, umur 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan.

- Polio : 3 kali, umur 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan.

- Campak : 1 kali umur 9 bulan.

Kesan : imunisasi dasar lengkap.

Riwayat Pertumbuhan Fisik Riwayat Perkembangan Mental

Ketawa : 2 bulan Isap jempol : tidak ada

Tengkurap : 5 bulan Gigit kuku : tidak ada

Duduk : 7 bulan Sering mimpi : tidak ada

Merangkak : 8 bulan Mengompol : ada

10

Page 11: Case Report Session - Bronkiolitis

Gigi pertama : 8 bulan Aktif sekali : tidak ada

Berdiri : 11 bulan Apati : tidak ada

Berjalan : 13 bulan

Bicara 1 suku kata : 11 bulan

Kesan : perkembangan fisik dan mental normal.

4. Pemeriksaan fisik

Status Generalis

Keadaan umum : Sakit sedang

Kesadaran : CMC

Nadi : 108 kali/menit

Nafas : 56 kali/menit

Suhu : 38,60 C

BB : 8,7 kg

TB : 86 cm

Status gizi : BB/U : 8,7 kg/11,6 kg x 100%= 75%

TB/U : 86cm/83cm x 100%= 103%

BB/TB : 8,7kg/12kg x100% = 72,5 %

Kesimpulan: gizi kurang

Pemeriksaan sistemik :

Kulit : teraba hangat

Kepala : ubun-ubun kecil menutup, bulat, simetris

Rambut : hitam dan tidak mudah di cabut

Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, refleks

cahaya +/+ ukuran pupil 2mm

Telinga : tidak ada kelainan

Hidung : nafas cuping hidung(+)

Mulut : mukosa mulut dan bibir basah

Ternggorok : tidak bisa diperiksa

Paru

11

Page 12: Case Report Session - Bronkiolitis

Inspeksi : normochest, simetris, tidak ada retraksi epigastrium

Palpasi : fremitus normal kiri=kanan

Perkusi : tidak dilakukan

Auskultasi : suara nafas bronkovesikuler, ronki basah halus nyaring (+/+),

wheezing (-)

Jantung

Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat

Palpasi : iktus cordis teraba 1 jari medial linea mid clavikula sinistra RIC

V

Perkusi : tidak dilakukan

Auskultasi : irama teratur, bising -/-

Abdomen

Inspeksi : distensi tidak ada

Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : timpani

Auskultasi : bising usus(+) normal

Ekstremitas : akral hangat, perfusi baik

5. Laboratorium anjuran: Darah rutin, roentgen toraks.

6. Diagnosis kerja : Bronkiolitis dan Gizi kurang

7. Diagnosis Banding : Asma bronkhial serangan pertama

Bronkopneumonia

8. Manajemen

Preventif :

- Hindari faktor paparan asap rokok, debu, dan polusi udara.

- Menghindarkan bayi/anak dari tempat keramaian umum dan kontak dengan

penderita ISPA.

- Menjaga kebersihan diri dan lingkungan.

- Melanjutkan pemberian ASI dan memberi susu tambahan.

- Menjaga dan meningkatkan daya tahan tubuh.

Promotif :

12

Page 13: Case Report Session - Bronkiolitis

- Memberi edukasi kepada keluarga tentang penyakit, penatalaksanaan penyakit

dan komplikasi.

- Edukasi kepada keluarga agar tidak merokok di dekat pasien.

- Edukasi pada keluarga untuk membawa anak ke posyandu setiap bulan untuk

memantau pertumbuhan dan perkembangan anak.

Kuratif (resep):

- Dumin supp 125 mg 1x pemberian

- Nebulisasi combivent 1x pemberian

- Kotrimoksazol sirup 240 mg 2x1 sendok the

- Pct syr 125 mg 3x cth 1

- Domperidon syr 3xcth1

- Puyer efed, ambroxol, salbutamol, ctm, prednison 3x pulv 1

Rehabilitatif :

- Konsul ke bagian gizi puskesmas

- Kontol teratur ke Puskesmas atau jika gejala bertambah berat (sesak nafas

hebat, ada tarikan dinding dada saat bernafas) segera bawa ke IGD

RS/spesialis Anak.

9. Prognosis

Quo ad vitam : bonam

Quo ad sanam : bonam

Quo ad functionam :bonam

13

Page 14: Case Report Session - Bronkiolitis

DAFTAR PUSTAKA

1. Anynomus. Bronkiolitis. Diakses dari www.cppdocter.com, 11 Oktober 2009.

2. Zain S. Bronkiolitis. Dalam: Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi Pertama.

Jakarta: IDAI: 2008: hal: 333-349.

3. Pusponegoro H, dkk. Bronkiolitis. Dalam: Standar Pelayanan Medis Kesehatan

Anak. Edisi I: Jakarta: IDAI: 2004: hal: 348-350.

4. Anynomous. Bronkiolitis. Diakses dari www.medicastore.com, 11 Oktober 2009.

5. Tim Adaptasi Indonesia. Bronkiolitis.Dalam : Pelayanan Kesehatan Anak di

Rumah Sakit. CetakanI: Jakarta : WHO: 2009: hal: 96-99.

14