case report cor pulmonale chronic

57
MAKALAH COR PULMONALE CHRONIC Oleh : Jeffri Syahputra 090100322 Gusda Aqrram 090100087 Chairunisa Oktavira 090100226 Abdul Razak Haidzir 090100436

Upload: abdul-razak-haidzir

Post on 20-Jan-2016

438 views

Category:

Documents


32 download

DESCRIPTION

cor pulmonale chronic

TRANSCRIPT

Page 1: Case report Cor pulmonale chronic

MAKALAH

COR PULMONALE CHRONIC

Oleh :

Jeffri Syahputra 090100322

Gusda Aqrram 090100087

Chairunisa Oktavira 090100226

Abdul Razak Haidzir 090100436

Indah Fadilla Rianda 090100309

Departemen Ilmu Penyakit Dalam

RSUD Dr. Pirngadi Medan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan

2014

Page 2: Case report Cor pulmonale chronic

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan

makalah ini, yang merupakan tugas dalam Kepaniteraan Klinik Senior (KKS)

Pendidikan Dokter, Departemen ilmu penyakit dalam, Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara. Makalah ini berjudul COR PULMONALE

CHRONIC. Terima kasih kepada COW RSUD. Dr. Pirngadi atas bimbingannya

dalam pembuatan makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu

kami mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun demi

kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat berguna bagi kita semua.

Page 3: Case report Cor pulmonale chronic

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………… i

DAFTAR ISI ……………………………………………………… ii

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA …………………………………. 3

2.1. Definisi ……………………………………………… 3

2.2. Etiologi dan epidemiologi ….........…………………. 3

2.3. Patogenesis .........…………………………………… 4

2.4. Diagnosis ...........……………………………………. 11

2.5. Penatalaksanaan ....………………………………….. 15

2.6. Komplikasi .............………………………………… 17

2.7. Prognosa. ......................…………………………….. 13

BAB III LAPORAN KASUS ……….……………………………… 24

BAB IV KESIMPULAN ………………………………………… 41

DAFTAR PUSTAKA

Page 4: Case report Cor pulmonale chronic

BAB I

PENDAHULUAN

Kor pulmonal merupakan suatu keadaan timbulnya hipertrofi dan dilatasi

ventrikel kanan akibat hipertensi pulmonal yang disebabkan oleh penyakit yang

menyerang struktur, fungsi paru, atau pembuluh darah pulmonal yang dapat

berlanjut menjadi gagal jantung kanan.1,2 Menurut World Health Organization

(WHO), definisi kor pulmonal adalah keadaan patologis dengan hipertrofi

ventrikel kanan yang disebabkan oleh kelainan fungsional dan struktur paru.

Tidak termasuk kelainan karena penyakit jantung primer pada jantung kiri dan

penyakit jantung kongenital (bawaan).3 Istilah hipertrofi yang bermakna

sebaiknya diganti menjadi perubahan struktur dan fungsi ventrikel kanan.

Dikarenakan paru berkorelasi dalam sirkuit kardiovaskuler antara ventrikel

kanan dengan bagian kiri jantung, perubahan pada struktur atau fungsi paru akan

mempengaruhi secara selektif jantung kanan. Patofisiologi akhir yang umum yang

menyebabkan kor pulmonal adalah peningkatan dari resistensi aliran darah

melalui sirkulasi paru dan mengarah pada hipertensi arteri pulmonal.4

Kor pulmonal dapat terjadi secara akut maupun kronik. Penyebab kor

pulmonal akut tersering adalah emboli paru masif sedangkan kor pulmonal kronik

sering disebabkan oleh penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Pada kor

pulmonal kronik umumnya terjadi hipertrofi ventrikel kanan sedangkan pada kor-

pulmonal akut terjadi dilatasi ventrikel kanan.1

Insidens yang tepat dari kor pulmonal tidak diketahui karena seringkali

terjadi tanpa dapat dikenali secara klinis. Diperkirakan insidens kor pulmonal

adalah 6% sampai 7% dari seluruh penyakit jantung.4 Di Inggris terdapat

sedikitnya 0,3% populasi dengan resiko terjadinya kor pulmonal pada populasi

usia lebih dari 45 tahun dan sekitar 60.000 populasi telah mengalami hipertensi

pulmonal yang membutuhkan terapi oksigen jangka panjang.5

Penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan kor pulmonal adalah penyakit

yang secara primer menyerang pembuluh darah paru dan penyakit yang

mengganggu aliran darah paru.6 Berdasarkan penelitian lain di Ethiopia,

Page 5: Case report Cor pulmonale chronic

menemukan penyebab terbanyak kor pulmonal berturut-turut adalah asma

bronkial, tuberkulosis paru, bronkitis kronik, emfisema, penyakit interstisial paru,

bronkiektasis, obesitas, dan kifoskoliosis. Menurut penelitian sekitar 80-90%

pasien kor pulmonal mempunyai PPOK dan 25 % pasien dengan PPOK akan

berkembang menjadi kor pulmonal.5

Kor pulmonal terjadi ketika hipertensi pulmonal menimbulkan tekanan

berlebihan pada ventrikel kanan. Tekanan yang berlebihan ini meningkatkan kerja

ventrikel kanan yang menyebabkan hipertrofi otot jantung yang normalnya

berdinding tipis, yang akhirnya dapat menyebabkan disfungsi ventrikel dan

berlanjut kepada gagal jantung.3

BAB II

KOR PULMONAL

2.1. Definisi

Kor pulmonal sering disebut sebagai penyakit jantung paru,

didefinisikan sebagai dilatasi dan hipertrofi ventrikel kanan akibat adanya

penyakit parenkim paru atau pembuluh darah paru.1,2

Menurut WHO, definisi kor pulmonal adalah keadaan patologis dengan

ditemukannya hipertrofi ventrikel kanan yang disebabkan oleh kelainan

Page 6: Case report Cor pulmonale chronic

fungsional dan struktur paru, tidak termasuk kelainan karena penyakit jantung

primer pada jantung kiri dan penyakit jantung kongenital (bawaan).3

Menurut Braunwahl, kor pulmonal adalah keadaan patologis akibat

hipertrofi atau dilatasi ventrikel kanan yang disebabkan oleh hipertensi

pulmonal. Penyebabnya antara lain penyakit parenkim paru, kelainan

vaskuler paru, dan gangguan fungsi paru karena kelainan thoraks, tidak

termasuk kelainan vaskuler paru yang disebabkan kelainan ventrikel kiri,

penyakit jantung bawaan, penyakit jantung iskemik, dan infark miokard akut.7

2.2. Etiologi dan Epidemiologi

Kor pulmonal terjadi akibat adanya perubahan akut atau kronis pada

pembuluh darah paru dan atau parenkim paru yang dapat menyebabkan

terjadinya hipertensi pulmonal.8

Prevalensi pasti kor pulmonal sulit dipastikan karena dua alasan.

Pertama, tidak semua kasus penyakit paru kronis menjadi kor pulmonal, dan

kedua, kemampuan kita untuk mendiagnosa hipertensi pulmonal dan kor

pulmonal dengan pemeriksaan fisik dan hasil laboratorium tidaklah sensitif.

Namun, kemajuan terbaru dalam 2-D echo/Doppler memberikan kemudahan

untuk mendeteksi dan mendiagnosis suatu kor pulmonal.2 Diperkirakan

prevalensi kor pulmonal adalah 6% sampai 7% dari seluruh penyakit jantung

berdasarkan hasil penyelidikan yang memakai kriteria ketebalan dinding

ventrikel post mortem.6

Penyakit yang mendasari terjadinya kor pulmonal dapat digolongkan

menjadi 4 kelompok :

1. Penyakit pembuluh darah paru.

2. Penekanan pada arteri pulmonal oleh tumor mediastinum, aneurisma,

granuloma atau fibrosis.

3. Penyakit neuro muskular dan dinding dada.

4. Penyakit yang mengenai aliran udara paru, alveoli, termasuk Penyakit

Paru Obstruktif Kronis (PPOK), penyakit paru interstisial dan gangguan

pernafasaan saat tidur.

Page 7: Case report Cor pulmonale chronic

Penyakit yang menjadi penyebab utama dari kor pulmonal kronis adalah

PPOK, diperkirakan 80-90% kasus.1

2.3. Patogenesis

Penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan kor pulmonal adalah

penyakit yang secara primer menyerang pembuluh darah paru-paru, seperti

emboli paru-paru berulang, dan penyakit yang mengganggu aliran darah paru-

paru akibat penyakit pernapasan obstruktif atau restriktif.6

Apapun penyakit awalnya, sebelum timbul kor pulmonal biasanya

terjadi peningkatan resistensi vaskuler paru dan hipertensi pulmonal.

Hipertensi pulmonal pada akhirnya meningkatkan beban kerja dari ventrikel

kanan, sehingga mengakibatkan hipertrofi dan kemudian gagal jantung. Titik

kritis dari rangkaian kejadian ini nampaknya terletak pada peningkatan

resistensi vaskuler paru pada arteri dan arteriola kecil.6

Dua mekanisme dasar yang mengakibatkan peningkatan resistensi

vaskuler paru adalah: (1) vasokontriksi dari pembuluh darah pulmonal akibat

adanya hipoksia dan (2) obstruksi dan/atau obliterasi jaringan vaskular paru-

paru. Hipoksia alveolar (jaringan) memberikan rangsangan yang kuat untuk

menimbulkan vasokontriksi pulmonal daripada hipoksemia. Selain itu,

hipoksia alveolar kronik memudahkan terjadinya hipertrofi otot polos

arteriola paru-paru, sehingga timbul respon yang lebih kuat terhadap hipoksia

akut. Asidosis, hiperkapnia, dan hipoksemia bekerja secara sinergistik dalam

menimbulkan vasokontriksi. Viskositas (kekentalan) darah yang meningkat

akibat polisitemia dan peningkatan curah jantung yang dirangsang oleh

hipoksia kronik dan hiperkapnia, juga ikut meningkatkan tekanan arteri paru.6

Mekanisme kedua  yang turut meningkatkan resistensi vaskuler dan

tekanan arteri paru adalah bentuk anatomisnya. Emfisema ditandai oleh

kerusakan bertahap dari struktur alveolar dengan pembentukan bula dan

obliterasi total dari kapiler-kapiler disekitarnya. Hilangnya pembuluh darah

secara permanen menyebabkan berkurangnya anyaman vaskuler. Selain itu,

pada penyakit obstruktif, pembuluh darah paru juga tertekan dari luar karena

Page 8: Case report Cor pulmonale chronic

efek mekanik dari volume paru yang besar. Tetapi, peranan obstruksi dan

obliterasi anatomik terhadap anyaman vaskuler diperkirakan tidak sepenting

vasokontriksi hipoksik dalam patogenesis kor pulmonal. Kira-kira duapertiga

sampai tigaperempat dari anyaman vaskuler harus mengalami obstruksi atau

rusak sebelum terjadi peningkatan tekanan arteri paru yang bermakna.

Asidosis respiratorik kronik terjadi pada beberapa penyakit pernapasan dan

penyakit obstruktif sebagai akibat hipoventilasi alveolar umum atau akibat

kelainan perfusi-ventilasi.6 Setiap penyakit paru memengaruhi pertukaran gas,

mekanisme ventilasi, atau jaringan vaskular paru dapat mengakibatkan kor

pulmonal.4,6,9

Patogenesis kor pulmonal sangat erat kaitannya dengan hipertensi

pulmonal dan tidak bisa dipisahkan satu dengan lainnya. Adanya gangguan

pada parenkim paru, kinerja paru, maupun sistem peredaran darah paru secara

akut maupun kronik dapat menyebabkan terjadinya hipertensi pulmonal.9

Hipertensi pulmonal dapat diartikan sebagai penyakit arteri kecil pada

paru yang ditandai dengan proliferasi vaskuler dan remodeling. Hal ini pada

akhirnya dapat menyebabkan meningkatnya resistensi pembuluh darah paru

yang mengakibatkan terjadinya gagal ventrikel kanan dan kematian.

Hipertensi pulmonal dibagi menjadi primer dan sekunder. Hipertensi

pulmonal primer adalah hipertensi pulmonal yang tidak disebabkan oleh

adanya penyakit jantung, parenkim paru, maupun penyakit sistemik yang

melatarbelakanginya. Hipertensi pulmonal lain selain kriteria tersebut disebut

hipertensi pulmonal sekunder.10 Hipertensi pulmonal akibat komplikasi kronis

paru (sekunder) didefinisikan sebagai peningkatan rata-rata tekanan arteri

pulmonal (TAP) istirahat, yakni >20 mmHg. Pada hipertensi pulmonal primer

angka ini lebih tinggi yakni >25 mmHg. Pada pasien muda (<50 tahun) TAP

normalnya berada pada kisaran 10-15 mmHg. Dengan bertambahnya usia

TAP akan meningkat kurang lebih 1 mmHg setiap 10 tahun. Selain

dipengaruhi usia TAP juga dipengaruhi oleh aktivitas. Semakin berat aktivitas

maka TAP akan semakin meningkat. Pada aktivitas ringan TAP dapat

Page 9: Case report Cor pulmonale chronic

meningkat >30 mmHg. Melihat hal tersebut maka pemeriksaan TAP harus

dilakukan saat pasien dalam keadaan istirahat dan rileks.2

Terdapat tiga faktor yang telah diketahui dalam mekanisme terjadinya

hipertensi pulmonal yang menyebabkan meningkatnya resistensi vaskular.

Ketiganya adalah mekanisme vasokonstriksi, remodeling dinding pembuluh

darah pulmonal, dan trombosis in situ. Ketiga mekanisme ini terjadi akibat

adanya dua faktor yakni gangguan produksi zat-zat vasoaktif seperti, nitric

oxide dan prostacyclin, serta akibat ekspresi berlebihan secara kronis dari

mediator vasokonstriktor seperti, endothelin- 1. Dengan diketahuinya

mekanisme tersebut maka pengobatan terhadap hipertensi pulmonal menjadi

lebih terang yakni dengan pemberian preparat nitric oxide, derivat

prostacyclin, antagonis reseptor endothelin-1, dan inhibitor

phosphodiesterase-5.4,10

Hipertensi pulmonal menyebabkan meningkatnya kinerja ventrikel

kanan dan dapat mengakibatkan dilatasi atau hipertropi bilik kanan jantung.

Timbulnya keadaan ini diperberat dengan adanya polisitemia akibat hipoksia

jaringan, hipervolemia akibat adanya retensi air dan natrium, serta

meningkatnya cardiac output. Ketika jantung kanan tidak lagi dapat

melakukan adaptasi dan kompensasi maka akhirnya timbul kegagalan jantung

kanan yang ditandai dengan adanya edema perifer. Jangka waktu terjadinya

hipertropi atau dilatasi ventrikel kanan maupun gagal jantung kanan pada

masing-masing orang berbeda-beda.4,6

Berdasarkan perjalanan penyakitnya, kor pulmonal dibagi menjadi 5

fase (tabel 1).11

Tabel 1. Fase perjalanan penyakit kor pulmonal

Fase Deskripsi

Fase 1 Pada fase ini belum nampak gejala

klinis yang jelas, selain

ditemukannya gejala awal penyakit

paru obstruktif kronis (PPOK),

Page 10: Case report Cor pulmonale chronic

Fase 2

Fase 3

bronkitis kronis, tuberkulosis paru,

bronkiektasis dan sejenisnya.

Anamnesa pada pasien 50 tahun

biasanya didapatkan kebiasaan

banyak merokok.

Pada fase ini mulai ditemukan

tanda-tanda berkurangnya ventilasi

paru. Gejalanya antara lain, batuk

lama yang berdahak (terutama

bronkiektasis), sesak napas, mengi,

sesak napas ketika berjalan

menanjak atau setelah banyak

bicara. Sedangkan sianosis masih

belum nampak. Pemeriksaan fisik

ditemukan kelainan berupa,

hipersonor, suara napas berkurang,

ekspirasi memanjang, ronki basah

dan kering, mengi. Letak

diafragma rendah dan denyut

jantung lebih redup. Pemeriksaan

radiologi menunjukkan

berkurangnya corakan

bronkovaskular, letak diafragma

rendah dan mendatar, posisi

jantung vertikal.

Pada fase ini nampak gejala

hipoksemia yang lebih jelas.

Didapatkan pula berkurangnya

nafsu makan, berat badan

Page 11: Case report Cor pulmonale chronic

Penyakit paru kronis

Kerusakan paru & semakin terdesaknya pembuluh darah

oleh paru yang mengembang

Hipoksia alveolar

Asidosis dan hiperkapnia

Berkurangnya vascular bed paru

Vasokonstriksi

Polisitemia dan hiperviskositas

darah

Fase 4

Fase 5

berkurang, cepat lelah.

Pemeriksaan fisik nampak sianotik,

disertai sesak dan tanda-tanda

emfisema yang lebih nyata.

Ditandai dengan hiperkapnia,

gelisah, mudah tersinggung kadang

somnolen. Pada keadaan yang berat

dapat terjadi koma dan kehilangan

kesadaran.

Pada fase ini nampak kelainan

jantung, dan tekanan arteri

pulmonal meningkat. Tanda-tanda

peningkatan kerja ventrikel, namun

fungsi ventrikel kanan masih dapat

kompensasi. Selanjutnya terjadi

hipertrofi ventrikel kanan

kemudian terjadi gagal jantung

kanan. Pemeriksaan fisik nampak

sianotik, bendungan vena jugularis,

hepatomegali, edema tungkai dan

kadang asites.

Untuk mempermudah pemahaman mengenai patogenesis kor pulmonal,

disediakan ringkasan pada gambar 1.

Page 12: Case report Cor pulmonale chronic

Gambar 1. Patogenesis Kor Pulmonal

2.4. Diagnosis

Diagnosis kor pulmonal dapat ditegakkan jika terbukti terdapat adanya

hipertensi pulmonal akibat dari kelainan fungsi dan atau struktural paru. Untuk

menegakkan diagnosis kor pulmonal secara pasti maka dilakukan prosedur

anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang secara tepat. Pada

anamnesis dan pemeriksaan fisik pemeriksa dapat menemukan data-data yang

mendukung ke arah adanya kelainan paru baik secara struktural maupun

fungsional. Adanya hipertensi pulmonal tidak dapat ditegakkan secara pasti

dengan hanya pemeriksaan fisik dan anamnesis tetapi membutuhkan pemeriksaan

penunjang.

2.4.1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

Page 13: Case report Cor pulmonale chronic

Perlu dilakukan anamnesis yang teliti ada tidaknya penyakit paru yang

mendasari dan jenis kelainan paru seperti batuk kronik yang produktif, sesak

nafas waktu beraktifitas, nafas yang berbunyi, mudah lelah. Pada fase awal

berupa pembesaran ventrikel kanan, tidak menimbulkan keluhan jadi lebih

banyak keluhan akibat penyakit parunya. Keluhan akibat pembesaran

ventrikel kanan baru timbul bila sudah ada gagal jantung kanan misalnya

edema dan nyeri parut kanan atas. Infeksi paru sering mencetuskan gagal

jantung, hipersekresi branchus, edema alveolar, serta bronkospasme yang

menurunkan ventilasi paru lalu timbul gagal jantung kanan.

Dispnea merupakan gejala yang paling umum terjadi, biasanya karena

adanya peningkatan kerja pernapasan akibat adanya perubahan dalam

elastisitas paru-paru (fibrosis penyakit paru) atau adanya over inflasi pada

penyakit PPOK). Nyeri dada atau angina juga dapat terjadi. Hal ini terjadi

disebabkan oleh iskemia pada ventrikel kanan atau teregangnya arteri

pulmonalis. Hemoptisis, karena rupturnya arteri pulmonalis yang sudah

mengalami arteroslerotik atau terdilatasi akibat hipertensi pulmonal juga

dapat terjadi. Bisa juga ditemukan variasi gejala-gejala neurologis, akibat

menurunnya curah jantung dan hipoksemia.12

Selanjutnya pada pemeriksaan fisik, kita bisa mendapatkan keadaan

sianosis, suara P2 yang mengeras, ventrikel kanan dapat teraba di parasternal

kanan. Terdapatnya murmur pada daerah pulmonal dan triskuspid dan

terabanya ventrikel kanan merupakan tanda yang lebih lanjut. Bila sudah

terjadi fase dekompensasi, maka gallop (S3) mulai terdengar dan selain itu

juga dapat ditemukan murmur akibat insufisiensi trikuspid. Dilatasi vena

jugularis, hepatomegali, splenomegali, asites dan efusi pleura merupakan

tanda-tanda terjadinya overload pada ventrikel kanan.2

2.4.2. Pemeriksaan Penunjang

Radiologi

Etiologi kor pulmonal kronis amat banyak dan semua etiologi itu

akan menyebabkan berbagai gambaran parenkim dan pleura yang

Page 14: Case report Cor pulmonale chronic

mungkin dapat menunjukkan penyakit primernya. Gambaran radiologi

hipertensi pulmonal adalah dilatasi arteri pulmonalis utama dan cabang-

cabangnya, meruncing ke perifer, dan lapang paru perifer tampak relatif

oligemia. Pada hipertensi pulmonal, diameter arteri pulmonalis kanan

>16mm dan diameter arteri pulmonalis kiri >18mm pada 93%

penderita. Hipertrofi ventrikel kanan terlihat pada rontgen thoraks PA

sebagai pembesaran batas kanan jantung, pergeseran kearah lateral

batas jantung kiri dan pembesaran bayangan jantung ke anterior, ke

daerah retrosternal pada foto dada lateral.3

Gambar 2. Foto thoraks anteroposterior dan lateral kor pulmonal

Elektrokardiogram

Gambaran abnormal kor pulmonal pada pemeriksaan EKG dapat

berupa:

a. Deviasi sumbu ke kanan. Sumbu gelombang p + 900 atau lebih.

b. Terdapat pola S1 S2 S3

c. Rasio amplitude R/S di V1 lebih besar dari sadapan 1

d. Rasio amplitude R/S di V6 lebih kecil dari sadapan 1

e. Terdapat pola p pulmonal di sadapan 2,3, dan aVF

Page 15: Case report Cor pulmonale chronic

f. Terdapat pola S1 Q3 T3 dan right bundle branch block komplet

atau inkomplet.

g. Terdapat gelombang T terbalik, mendatar, atau bifasik pada

sadapan prekordial.

h. Gelombang QRS dengan voltase lebih rendah terutama pada PPOK

karena adanya hiperinflasi.

i. Hipertrofi ventrikel kanan yang sudah lanjut dapat memberikan

gambaran gelombang Q di sadapan prekordial yang dapat

membingungkan dengan infark miokard.

j. Kadang dijumpai kelainan irama jantung mulai dari depolarisasi

prematur atrium terisolasi hingga supraventrikuler takikardi,

termasuk takikardi atrial paroksismal, takikardi atrial multifokal,

fibrilasi atrium, dan atrial flutter. Disritmia ini dapat dicetuskan

karena keadaan penyakit yang mendasari (kecemasan, hipoksemia,

gangguan keseimbangan asam- basa, gangguan elektrolit, serta

penggunaan bronkodilator berlebihan).13

Ekokardiografi

Salah satu pencitraan yang bisa digunakan untuk melakukan

penegakan diagnosis kor pulmonal adalah dengan ekokardiografi. Dari

Gambar 3. Elektrokardiografi Kor Pulmonal

Page 16: Case report Cor pulmonale chronic

hasil ekokardiografi dapat ditemukan dimensi ruang ventrikel kanan

yang membesar, tapi struktur dan dimensi ventrikel kiri normal. Pada

gambaran ekokardiografi katup pulmonal, gelombang “a” hilang,

menunjukkan hipertensi pulmonal. Kadang-kadang dengan

pemeriksaan ekokardiografi susah terlihat katup pulmonal karena

“accoustic window” sempit akibat penyakit paru.14

Gambar 4. Ekokardiografi Kor Pulmonal (Dilatasi atrium dan ventrikel kanan)

2.5. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan kor pulmonal dari aspek jantung bertujuan untuk

menurunkan hipertensi pulmonal, mengobati gagal jantung kanan,

meningkatkan kelangsungan hidup, dan mengobati penyakit dasar dan

komplikasinya.1

Tirah Baring dan Pembatasan Garam

Tirah baring sangat penting untuk mencegah memburuknya

hipoksemia, yang nantinya akan lebih menaikkan lagi tekanan arteri

pulmonalis. Garam perlu dibatasi tetapi tidak secara berlebihan karena

Page 17: Case report Cor pulmonale chronic

klorida serum yang rendah akan menghalangi usaha untuk menurunkan

hiperkapnia.12

Terapi Oksigen

Mekanisme bagaimana terapi oksigen dapat menigkatkan

kelangsungan hidup belum diketahui pasti, namun ada 2 hipotesis: (1)

terapi oksigen mengurangi vasokontriksi dan menurunkan resistensi

vaskuler paru yang kemudian meningkatkan isi sekuncup ventrikel

kanan, (2) terapi oksigen meningkatkan kadar oksigen arteri dan

meningkatkan hantaran oksigen ke jantung, otak, dan organ vital

lainnya.

Pemakaian oksigen secara kontinyu selama 12 jam (National

Institute of Health, USA); 15 jam (British Medical Research Counsil) ,

dan 24 jam (NIH) meningkatkan kelangsungan hidup dibanding kan

dengan pasien tanpa terapi oksigen.

Indikasi terapi oksigen adalah PaO2 ≤ 55 mmHg atau SaO2 ≤

88%, PaO2 55-59 mmHg, dan disertai salah satu dari tanda seperti,

edema yang disebabkan  gagal jantung kanan, P pulmonal pada EKG,

dan eritrositosis hematokrit > 56%.1

Diuretika

Diuretika diberikan untuk mengurangi tanda-tanda gagal jantung

kanan. Namun harus dingat, pemberian diuretika yang berlebihan

dapat menimbulkan alkalosis metabolik yang bisa memicu

peningkatan hiperkapnia. Disamping itu, dengan terapi diuretika dapat

terjadi kekurangan cairan yang mengakibatkan preload ventrikel

kanan dan curah jantung menurun.1,3,8

Vasodilator

Pemakaian vasodilator seperti nitrat, hidralazin, antagonis

kalsium, agonis alfa adrenergik, ACE-I, dan postaglandin belum

direkomendasikan pemakaiannya secara rutin. Vasodilator dapat

menurunkan tekanan pulmonal pada kor pulmonal kronik, meskipun

efisiensinya lebih baik pada hipertensi pulmonal yang primer.1

Page 18: Case report Cor pulmonale chronic

Digitalis

Digitalis hnya digunakan pada pasien kor pulmonal bila disertai

gagal jantung kiri. Digitalis tidak terbukti meningkatkan fungsi

ventrikel kanan pada pasien kor pulmonal dengan fungsi ventrikel

normal, hanya pada pasien kor pulmonal dengan fungsi ventrikel kiri

yang menurun, digoksin bisa meningkatkan fungsi ventrikel kanan.

Pada pemberian digitalis perlu diwaspadai resiko aritmia.1,3

Antikoagulan

Diberikan untuk menurunkan resiko terjadinya tromboemboli

akibat disfungsi dan pembesaran ventrikel kanan dan adanya faktor

imobilisasi pada pasien.1

2.6. Komplikasi

Komplikasi dari cor pulmonale adalah bisa terjadi syncope, hypoxia, pedal

edema, passive hepatic congestion dan kematian.

2.7. Prognosis

Prognosis kor pulmonal yang disebabkan oleh PPOK lebih baik dari

prognosis kor pulmonal yang disebabkan oleh penyakit paru lain seperti

"restrictive pulmonary disease", dan kelainan pembuluh darah paru. Forrer

mengatakan penderita kor pulmonal masih dapat hidup antara 5 sampai 17

tahun setelah serangan pertama kegagalan jantung kanan, asalkan mendapat

pengobatan yang baik. Padmavati dkk di India mendapatkan angka antara 14

tahun. Sadouls di Perancis mendapatkan angka 10 sampai 12 tahun.3

Page 19: Case report Cor pulmonale chronic

BAB 3

LAPORAN KASUS

3.1. Rekam Medis Pasien

ANAMNESE PRIBADI

Nama : Yunizar

Umur : 48 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Status Perkawinan : Menikah

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Suku : Jawa

Agama : Islam

Alamat : Kuala Tiga Binanga, Medan.

ANAMNESE PENYAKIT

Keluhan Utama : Kuning pada mata

Telaah : Hal ini dialami OS sejak ± 2 minggu ini, mulanya kuning

pada bagian mata lalu diikuti kuning pada seluruh tubuh. Gatal-gatal pada tubuh

(-), Mual (+), muntah (+), frekuensi muntah 3-4 kali /hari, isi apa yang dimakan

dan minum, nyeri ulu hati (+), nyeri pada perut kanan atas juga (+), nyeri

dirasakan kapan-kapan saja, timbul secara tiba-tiba, tidak bergantung pada rasa

lapar, nyeri bila ditekan (-). Batuk (+) dialami OS ±4 hari ini, dahak berwarna

putih.. Demam (-), menggigil (-), badan terasa lemas (+), nyeri kepala (-), mata

kemerahan (-), bintik-bintik pada kulit (-), nyeri otot (-). Penurunan BB (+),

Page 20: Case report Cor pulmonale chronic

Penurunan nafsu makan (+). Riwayat BAK teh pekat (+), BAK tersendat-sendat

(-), nyeri saat BAK (-), BAK berwarna seperti cucian daging (-), BAK berpasir

(-), BAK berbatu (-). Riwayat BAB warna pucat seperti dempul (-), BAB normal.

OS baru pertama kali mengalami mata kuning. Riwayat kontak dengan penderita

sakit kuning sebelumnya (+) yaitu suami OS sendiri. Riwayat mendapat transfusi

darah (-). OS sempat meminum obat untuk mengurangi frekuensi muntahnya yang

dia beli di warung. Riwayat minum jamu-jamuan (+).

RPT : -

RPO : tidak jelas

ANAMNESE ORGAN

Jantung Sesak nafas : -

Angina pektoris : -

Edema : -

Palpitasi : -

Lain-lain : -

Sal. Pernafasan Batuk-batuk : +

Dahak : +, putih

Asma, bronkitis : -

Lain-lain : -

Sal. Pencernaan Nafsu makan : +, menurun

Keluhan menelan : -

Keluhan perut : -

Penurunan BB : +

Keluhan defekasi : -

Lain-lain : -

Sal. Urogenital Sakit BAK : -

Mengandung batu : -

BAK tersendat : -

Keadaan urin : +, spt

teh pekat

Lain-lain : -

Sendi dan tulang Sakit pinggang : -

Kel. Persendiaan : -

Keterbatasan gerak : -

Lain-lain : -

Endokrin Haus/polidipsi : -

Poliuri : -

Polifagi : -

Gugup : -

Perubahan suara : -

Lain-lain : -

Syaraf Pusat Sakit kepala : - Hoyong : -

Lain-lain : -

Darah dan P. Pucat : - Perdarahan : -

Page 21: Case report Cor pulmonale chronic

darah Petechie : - Purpura : -

Lain-lain : -

Sirkulasi Claudicatio intermitten : -

ANAMNESE FAMILI : Suami os pernah menderita keluhan yang serupa 6

bulan lalu dan telah sembuh dirawat di RSPM.

PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK

STATUS PRESENS :

Keadaan Umum Keadaan Penyakit

Sensorium : CM

Tekanan darah: 120/80 mmHg

Nadi : 78 x/i reg t/v : cukup

Pernafasan : 20 x/i

Temperatur : 36.8oC

Pancaran Wajah : lemah

Sikap paksa : -

Refleks fisiologis : +

Refleks patologis : -

Keadaan Gizi :

TB : 155cm ; BB : 45 kg

IMT : 18.75

Kesan : Normoweight

Anemia (-). Ikterus (+). Dispnoe (-).

Sianosis (-). Udem (-). Purpura (-).

Turgor kulit : baik

KEPALA

Mata : konjungtiva palpebra pucat (-), ikterus (+/+), pupil : isokor, ukuran

Ø 3mm.

Refleks cahaya direk (+) / indirek (+), kesan : normal

Lain-lain : -

Telinga : dalam batas normal

Hidung : dalam batas normal

Mulut : Lidah : dalam batas normal

Gigi/geligi : dalam batas normal

Tonsil/faring : dalam batas normal

Page 22: Case report Cor pulmonale chronic

LEHER

Struma: tidak membesar, tingkat : -

Pembesaran kelenjar limfe (-)

Posisi trakea : Medial. TVJ : R-2 cmH2O

Kaku kuduk : (-), lain-lain : -

TORAKS DEPAN

Inspeksi : venektasi (-), vena kolateral (-), ikterik (-)

Bentuk : simetris fusiformis

Pergerakan : simetris kanan dan kiri

Palpasi

Nyeri tekan : tidak dijumpai

Fremitus suara : SF kiri = kanan, kesan : Normal

Iktus : -

Perkusi

Paru

Batas Paru – Hati R/A : R : ICS V ; A : ICS VI

Peranjakan : 1 cm

Jantung

Batas atas jantung : ICR II linea parastrernal sinistra

Batas kiri jantung : ICR IV linea midclavicula sinistra

Batas kanan jantung : ICR II-IV lateral linea parasternalis dextra

Auskultasi

Paru

Suara pernafasan : Vesikuler pada kedua lapangan paru

Suara tambahan : (-)

Jantung

M1 > M2, P2 > P1, A2 > A1, T2 > T1, desah sistolik (-), tingkat : (-) desah

diastolik (-), lain-lain : -

HR : 78 x/i, reguler, intensitas : cukup.

Page 23: Case report Cor pulmonale chronic

TORAKS BELAKANG

Inspeksi : Simetris fusiformis

Palpasi : SF kiri dan kanan, kesan : Normal

Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru belakang

Auskultasi : Suara pernafasan : Vesikuler pada kedua lapangan paru.

Suara tambahan : (-)

ABDOMEN

Inspeksi

Bentuk : Simetris, ascites (-)

Gerakan lambung/usus : Tidak tampak

Vena kolateral : (-)

Caput medusae : (-)

Palpasi

Dinding abdomen : Soepel, L/R: tidak teraba, Hepar teraba membesar.

Hati

Pembesaran : 3 cm BAC dan 2cm BPX

Permukaan : Licin

Pinggir : Tajam

Nyeri tekan : (-)

Limpa

Pembesaran : (-)

Ginjal

Ballotement : (-) Lain-lain : (-)

Tumor : (-)

Perkusi

Pekak Hati : (+)

Pekak beralih : (-)

Page 24: Case report Cor pulmonale chronic

Auskultasi

Peristaltik usus : Peristaltik (+), kesan : normal

Lain-lain : (-)

Pinggang

Nyeri ketok sudut kostovertebra : (-)

INGUINAL : Normal

GENITALIA LUAR : Perempuan, normal.

PEMERIKSAAN COLOK DUBUR (RT) : tidak dilakukan pemeriksaan

ANGGOTA GERAK ATAS ANGGOTA GERAK BAWAH

Deformitas sendi : -

Lokasi : -

Jari tabuh : -

Tremor ujung jari : -

Telapak tgn sembab : -

Sianosis : -

Eritema palmaris : -

Lain-lain : -

Udem

A. femoralis

A. tibialis posterior

A. dorsalis pedis

Refleks APR

Refleks KPR

Refleks fisiologis

Refleks patologis

Lain-lain

Kiri

-

+ =

+ =

+ =

+

+

+

-

-

Kanan

-

+

+

+

+

+

+

-

-

PEMERIKSAAN LABORATORIUM RUTIN

Darah Kemih Tinja

Hb : 11,90 g%

Lekosit : 8,7 x

103 /mm3

LED : -

Eritrosit : 4,77 x 106/ mm3

Warna : kuning jernih

Reduksi : -

Protein : -

Bilirubin : -

Urobilinogen : +

Warna :-

Konsistensi : -

Eritrosit : -

Lekosit : -

Amuba/kista : -

Page 25: Case report Cor pulmonale chronic

Ht : 35,30%

Hitung Jenis:

Neu/Lim/M/E/B

49.8/3.6/8/0/0

Trombosit : 137.000/

mm3

Sedimen

Eritrosit : 0- 1 /lpb

Lekosit : 0 – 1 /lpb

Silinder : -

Epitel : 0- 1 /lpb

Telur cacing

Askaris : -

Ankilostoma : -

Trichuris : -

Kremi : -

RESUME

ANAMNESE

KU : ikterik, jaundice seluruh tubuh

Telaah : Hal ini dialami os sejak ± 2 minggu ini, mulanya ikterik pada

kedua mata lalu diikuti jaundice seluruh tubuh. Nausea (+), Vomitting

(+), frekuensi 3-4 kali /hari, isi apa yang dimakan dan minum, nyeri ulu

hati (+). Batuk (+) dialami OS ±4 hari ini, dahak berwarna putih..

Demam (-). Penurunan BB (+), anorexia (+). Riwayat BAK teh pekat

(+), Riwayat BAB warna pucat seperti dempul (-), BAB normal.

STATUS

PRESENS

Keadaan Umum : Baik / Sedang / Buruk

Keadaan Penyakit : Ringan / Sedang / Berat

Keadaan Gizi : Kurang / Normal / Berlebih

PEMERIKSAAN

FISIK

Kepala : mata : ikterik (+/+)

Abdomen :

I : dalam batas normal

P : soepel, hepar teraba 3cm BAC 2cm BPX, permukaan licin,

pinggir tajam.

P : Timpani

A : Peristaltik (+) normal

Toraks :

I : Simetris fusiformis

P : SF kiri dan kanan, kesan normal

P : Sonor pada lapangan tengah paru kanan

A : Suara pernafasan : Vesikuler pada kedua lapangan paru

Page 26: Case report Cor pulmonale chronic

Suara tambahan : (-)

Ekstremitas : Inf: dalam batas normal

Sup: dalam batas normal

Laboratorium

Rutin

Darah : trombositopenia

Kemih : Kesan normal

Tinja : tidak dilakukan pemeriksaan

Diagnosa Banding

1. Hepatitis Viral Akut2. CBD stone3. Hepatomegali ec : - liver metastase

- hepatoma

Diagnosa

sementaraHep. Viral akut + hepatomegali ec liver metastase

Penatalaksanaan

Aktivitas : Tirah Baring

Diet : Diet Hati II

Tindakan supportif : - IVFD D5% 10 gtt/i

Medikamentosa : - inj Ranitidine 50mg/12jam

- inj. Metoclopramid 1amp /12jam

- OBH syrup 3x CI

Rencana Penjajakan diagnostik/tindakan lanjut :

1. LFT

2. Viral maker (IgM Anti-HBc, HCV RNA. IgM,Anti-HAV)

3. AFP

4. Protrombin time

5. USG abdomen

Page 27: Case report Cor pulmonale chronic
Page 28: Case report Cor pulmonale chronic

Follow Up Pasien

Follow Up Pasien Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Tanggal S O A P08/01/2014 Mata Kuning (+) Sensorium : CM

TD : 120/80 mmHgHR: 76 x/iRR: 20 x/iT : 36ºC

Kepala Mata : anemis (-), ikterik (+)Leher: TVJ R-2 cmH2O

Thoraks : Sp: VesikulerSt : (-)

Abdomen: Soepel, Hepar teraba 3 cm BAC 2 cm BPX

Ekstremitas: Akral hangat, Edema (-/-)

Hepatitis Viral Akut Ca caput pankreas dengan

Hepatomegali ec liver metastase

Ca ampula vateri dengan hepatomegali ec hepatoma

CBD stone dengan hepatomegali ec hepatoma

Tirah baring Diet Hati III IVFD D5% 20 gtt/i Inj. Ranitidine 50 mg / 12 jam IV Inj. Metoclopramide 1 amp /12

jam

R/- Urinalisa- Feses rutin- Viral marker- USG abdomen- Foto thoraks

Page 29: Case report Cor pulmonale chronic

HASIL PEMERIKSAAN LAB TANGGAL 8 JANUARI 2014

JENIS PEMERIKSAAN SATUAN HASIL RUJUKAN

HEMATOLOGI

DARAH LENGKAP (CBC) :

Hemoglobin (HGB) g% 11.9 11.7-15.5

Eritrosit (RBC) 10/mm 4.77 4.20-4.87

Leukosit (WBC) 10/mm 8.70 4.5-11.0

Hematokrit % 35.2 38-44

Trombosit (PLT) 10/mm 137 150-450

MCV fl 73.8 85-95

MCH pg 24.9 28-32

MCHC g% 33.8 33-35

RDW % 20.7 11.6-14.8

LED mm/jam 20 <20

Hitung Jenis :

Neutrofil % 50 - 70% 5.0 - 7.0 10^3/uL

Limfosit % 20 - 40% 1.0 - 4.0 10^3/uL

Page 30: Case report Cor pulmonale chronic

Monosit % 2.0 - 8.0% 0.10 - 0.80 10^3u/L

Eosinofil % 0.0 - 5.0% 0.00 - 0.50 10^3/uL

Basofil % 0.0 – 1.0% 0.0 – 0.10 10^3/uL

JENIS PEMERIKSAAN SATUAN HASIL RUJUKAN

FUNGSI GINJAL

Ureum 10 < 50

Kreatinin 0,55 0,70-1,20

KGD ad Random 47 100-200

KIMIA KLINIK

HATI

Bilirubin Total mg/dl 15.74 0.00 – 1.20

Bilirubin Direk mg/dl 9.7 0.05 – 0.3

Fosfatase Alkali (ALP) U/L 163 30 – 142

Page 31: Case report Cor pulmonale chronic

AST/SGOT U/L 643 0 – 40

ALT/SGPT U/L 745 0 – 40

Tanggal S O A P09/01/2014 Mata kuning (+) Sensorium : CM

TD : 100/70 mmHgHR: 72 x/iRR: 20 x/iT : 36.5ºC

Kepala Mata : anemis (-), ikterik (+)Leher: TVJ R-2 cmH2O

Thoraks : Sp: VeesikulerSt : -

Abdomen: soepel, Hepar teraba 3 cm BAC 2 cm BPX

CBD stone dengan hepatomegali ec liver metastase

CBD stone dengan hepatomegali ec hepatoma

Hepatitis viral akut dengan hepatomegali ec liver metastase

Hepatitis viral akut dengan hepatomegali ec hepatoma

Tirah baring Diet Hati III IVFD D5% 20 gtt/i Inj. Ranitidine 50 mg / 12 jam IV Inj. Metoclopramide 1 amp /12

jam

R/- Elektrolit ( HBSAG / anti

HCV)- USG abdomen- Foto Thoraks

Page 32: Case report Cor pulmonale chronic

Ekstremitas: Edema (-/-)

HASIL LABORATURIUM PATOLOGI KLINIK 9 JANUARI 2014

JENIS PEMERIKSAAN SATUAN HASIL RUJUKAN

IMUNOLOGI

HbsAg Kuantitatif Reactive Cut off 2 S / N

KIMIA KLINIK

ELEKTROLITNatrium (Na) mEq/L 148 135-155Kalium (K) mEq/L 3,2 3,6-5,5Klorida (Cl) mEq/L 108 96-106

Page 33: Case report Cor pulmonale chronic

Tanggal S O A P10/01/2014 Mata Kuning (+) Sensorium : CM

TD : 110/70 mmHgHR: 78 x/iRR: 20 x/iT : 35.6ºC

Kepala Mata : anemis (-), ikterik (+)Leher: TVJ R-2 cmH2O

Thoraks : Sp: VeesikulerSt : -

Abdomen:

CBD stone + Hepatitis B Tirah baring Diet Hati III IVFD D5% 20 gtt/i Inj. Ranitidin 50 mg / 12 jam IV Inj. Metoclopramide 1 amp /12

jam

R/ - Elektrolit ( HBSAG / anti

HCV)- USG abdomen- Foto Thoraks- Gastroskopi

Page 34: Case report Cor pulmonale chronic

soepel, Hepar teraba 3 cm BAC 2 cm BPX

Ekstremitas: Edema (-/-)

Page 35: Case report Cor pulmonale chronic

Tanggal S O A P11/01/2014 Mata Kuning (+) Sensorium : CM

TD : 110/70 mmHgHR: 75 x/iRR: 22 x/iT : 36ºC

Kepala Mata : anemis (-), ikterik (+)Leher: TVJ R-2 cmH2O

Thoraks : Sp: VesikulerSt : -

Abdomen: soepel, Hepar teraba 3 cm BAC 2 cm BPX

Ekstremitas: Akral hangat, Edema (-/-)

Hepatitis B akut Tirah baring Diet Hati III Ranitidin 2x150mg

R/- LFT- Anti HCV

PEMERIKSAAN USG :

Kesimpulan :

- Tidak tampak obstruksi bilier

- Suspek parenkimal liver disease

Page 36: Case report Cor pulmonale chronic

Tanggal S O A P12/01/2014 Mata Kuning (+) Sensorium : CM

TD : 100/70 mmHgHR: 72 x/iRR: 20 x/iT : 36.3ºC

Kepala Mata : anemis (-), ikterik (+)Leher: TVJ R-2 cmH2O

Thoraks : Sp: VesikulerSt : -

Abdomen: soepel, Hepar teraba 3 cm BAC 2 cm BPX

Ekstremitas: Akral hangat, Edema minimal (-/-)

Hepatitis B akut Tirah baring Diet Hati III Ranitidin 2x150mg

R/- LFT- Anti HCV

Page 37: Case report Cor pulmonale chronic

HASIL LABORATORIUM PATOLOGI KLINIK 12 JANUARI 2014

JENIS PEMERIKSAAN SATUAN HASIL RUJUKAN

IMUNOLOGI

ANTI HCV Non Reactive

KIMIA KLINIK

HATI

Bilirubin Total mg/dl 12.87 0.00 – 1.20

Bilirubin Direk mg/dl 10.19 0.05 – 0.3

Fosfatase Alkali (ALP) U/L 113 30 – 142

AST/SGOT U/L 144 0 – 40

ALT/SGPT U/L 203 0 – 40

Page 38: Case report Cor pulmonale chronic

BAB IV

KESIMPULAN

1. Hepatitis virus akut merupakan infeksi sistemik yang dominan menyerang

hati dan merupakan urutan pertama dari berbagai penyakit hati di seluruh

dunia.

2. Tingginya angka prevalens hepatitis B di Indonesia terkait dengan

terjadinya infeksi HBV pada masa dini kehidupan. Sebagian besar

pengidap VHB ini diduga mendapatka infeksi HBV melalui transmisi

vertical, sedangkan sebagian lainnya mendapatkan melalui transmisi

horizontal karena kontak erat pada usia dini.

3. Transmisi VHB terutama melalui darah atau cairan tubuh (jalur parenteral)

yang terdiri dari transmisi vertical (perinatal) dan horizontal.

4. Hepatitis B biasanya asimtomatik atau dengan gejala yang ringan saja,

hepatomegali merupakan satu-satunya kelainan yang ditemukan. Gejala

lain berupa anorexia, mual dan muntah, cepat lelah, nyeri abdomen,

ikterus, warna urin seperti teh.

5. Skrining untuk hepatitis B rutin memerlukan assay sekurang-kurangnya 2

pertanda serologis. HBsAg adalah pertanda serologis pertama infeksi yang

muncul dan terdapat pada hampir semua orang yang terinfeksi;

kenaikannya sangat bertepatan dengan mulainya gejala.

6. Tatalaksana hepatits B akut tidak membutuhkan terapi antiviral dan

prinsipnya adalah suportif. Pasien dianjurkan beristirahat cukup pada

periode simptomatis. Hepatitis B immunoglobulin (HBIg) dan

kortikosteroid tidak efektif. Lamivudin 100 mg/hari dilaporkan dapat

digunakan pada hepatitis fulminan akibat eksaserbasi akut HVB.

Page 39: Case report Cor pulmonale chronic

PERTANYAAN

1. Pada keadaan apa HBcAg anti HBC diperiksa? Dan apakah fungsinya?

2. Berapa lama dikatakan hepatitis akut?

3. Bagaimana kriteria diagnostik hepatitis viral akut?

4. Pada tatalaksana teori mengapa tidak diterapkan pada pasien?

5. Kapan hepatitis di treat dan kapan dikatakan self limited disease?

Page 40: Case report Cor pulmonale chronic

DAFTAR PUSTAKA

1. Dienstag, Jules L. Viral Hepatitis. Kasper, Braunwald, Fauci, et all. In

Harrison’s : Principles of Internal Medicine : 1822-37. McGraw-Hill,

Medical Publishing Division, 2005.

2. Isselbacher, Kurt. Hepatology. Thomas D Boyer MD, Teresa L Wright

MD, Michael P Manns MD A Textbook of Liver Disease. Fifth

Edition. Saunders Elsevier. Canada. 2006

3. Hanifah Oswari,Tinjauan Multi Aspek Hepatitis B pada Anak –

Tinjauan Komprehensif Hepatitis Virus pada Anak. Balai penerbit

FKUI, Jakarta, 2000

4. Lina Herlina Soemara, Vaksinasi Hepatitis B – Tinjauan

Komprehensif Hepatitis Virus pada Anak. Balai penerbit FKUI,

Jakarta, 2000

5. Julfina Bisanto. Hepatitis virus – Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit

Anak dengan Gejala Kuning. Departemen Ilmu Kesehatan Anak

FKUI-RSCM. Jakarta. 2007

6. Steffen R (Oktober 2005). "Changing travel-related global

epidemiology of hepatitis A". Am. J. Med. 118 Suppl 10A: 46S–49S.

doi:10.1016/j.amjmed.2005.07.016. PMID 16271541.

http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0002-9343(05)00609-1.

Diakses tanggal 11 Januari 2010

7. http://www.emedicinehealth.com/hepatitis_a/page2_em.htm . Diakses

tanggal 11 Januari 2010

8. Caruntu FA, Benea L (September 2006). "Acute hepatitis C virus

infection: Diagnosis, pathogenesis, treatment". Journal of

Gastrointestinal and Liver Diseases : JGLD 15 (3): 249–56. PMID

17013450. http://www.jgld.ro/32006/32006_7.html. Diakses tanggal

17 Januari 2010.