case peritonitis

37
LAPORAN KASUS PERITONITIS Dokter Pembimbing : Dr. Hj. Endang Marsiti, Sp. B Disusun oleh : Devita Friska Santy (030.09.066) KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BEKASI PERIODE 4 NOVEMBER 2013 – 11 JANUARI 2014 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI BEKASI, 28 DESEMBER 2013 Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Bekasi – FK Trisakti Page 1

Upload: ayu-rahmi-amy

Post on 03-Jun-2017

233 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Case Peritonitis

LAPORAN KASUS

PERITONITIS

Dokter Pembimbing :

Dr. Hj. Endang Marsiti, Sp. B

Disusun oleh :

Devita Friska Santy (030.09.066)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BEKASI

PERIODE 4 NOVEMBER 2013 – 11 JANUARI 2014

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

BEKASI, 28 DESEMBER 2013

Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahRumah Sakit Umum Daerah Bekasi – FK Trisakti Page 1

Page 2: Case Peritonitis

LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Devita Friska Santy

NIM : 030.09.066

Fakultas : Kedokteran

Universitas : Trisakti

Tingkat : Studi Profesi Dokter

Bidang Pendidikan : S1

Periode Kepaniteraan Klinik : 4 November 2013 – 11 Januari 2014

Judul Laporan Kasus : Peritonitis

Diajukan : 28 Desember 2013

Pembimbing : Dr. Hj. Endang Marsiti, Sp. B

Telah Diperiksa dan Disahkan Tanggal :

Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahRumah Sakit Umum Daerah Bekasi – FK Trisakti Page 2

Page 3: Case Peritonitis

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, sehingga saya dapat

memperoleh kesempatan dan kemampuan untuk menyelesaikan laporan kasus yang berjudul

Peritonitis. Kasus ini diajukan untuk melengkapi tugas bimbingan dan persyaratan dalam

menyelesaikan Program Pendidikan Profesi Dokter di bagian Ilmu Kepaniteraan

Klinik Bagian/SMF Ilmu Bedah di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bekasi.

Dengan segala kerendahan hati penulis mengakui bahwa laporan kasus ini masih jauh

dari sempurna, masih banyak kekurangan sehingga penulis membuka hati untuk menerima

segala bentuk kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan

laporan kasus ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga laporan kasus ini dapat memberikan manfaat

berupa tambahan ilmu pengetahuan bagi seluruh pembaca, khususnya untuk mahasiswa

kedokteran dan masyarakat pada umumnya.

Jakarta, 28 Desember 2013

Penulis

Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahRumah Sakit Umum Daerah Bekasi – FK Trisakti Page 3

Page 4: Case Peritonitis

I. IDENTITAS

Nama : Sdr. Y

Usia : 16 tahun

Pekerjaan : Pelajar

Alamat : Kranji, Bekasi

Agama : Islam

Status : Belum menikah

No.Rekam Medis : 03402753

Tanggal kontrol : 22 November 2013

II. KELUHAN UTAMA

Nyeri perut sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit

III. ANAMNESIS

a) Riwayat Penyakit Sekarang

OS datang ke Instalasi Gawat Darurat RSUD Kota Bekasi dengan keluhan

nyeri perut sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyerinya terasa tajam, hilang

timbul, dan terus bertambah nyeri. Nyeri perut lebih terasa ketika pasien tidur

telentang atau berubah posisi dari duduk ke posisi tidur dan hilang apabila posisi

pasien berubah ke duduk atau bila menekukkan kaki. Awalnya pasien hanya

merasakan nyeri pada ulu hati, kemudian nyerinya tersebut berpindah ke perut

kanan bawah. Namun pada 1 hari sebelum masuk rumah sakit nyeri juga dirasakan

di bagian perut yang lain.

Keluhan disertai adanya demam, nyeri kepala terutama saat bangun tidur,

mual, muntah, penurunan nafsu makan, dan susah BAB namun masih dapat buang

angin. Pasien mempunyai riwayat tidak suka makan sayur, menyukai makanan

yang pedas, dan sering makan tidak teratur. Pasien menyangkal adanya gangguan

dalam buang air kecil (BAK) dan riwayat demam sebelumnya.

b) Riwayat Penyakit Dahulu

Os tidak pernah mengalami hal yang sama sebelumnya. Pasien memiliki riwayat

gastritis. Riwayat darah tinggi, kencing manis, asma, alergi, atau riwayat operasi

sebelumnya disangkal oleh OS.

Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahRumah Sakit Umum Daerah Bekasi – FK Trisakti Page 4

Page 5: Case Peritonitis

c) Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga pasien yang mengalami hal serupa dengan OS.

d) Riwayat Kebiasaan

OS mempunyai riwayat tidak suka makan sayur, menyukai makanan yang pedas,

dan sering makan tidak teratur.

IV. PEMERIKSAAN FISIK

A. Keadaan Umum

Tingkat kesadaran : Compos mentis

Kesan sakit : Tampak sakit berat

Tanda vital

o Tekanan darah : 110/60 mmHg

o Nadi : 112 x/menit

o Pernapasan : 24 x/menit

o Suhu : 38,7 ºC

B. Status generalis

Kepala

o Wajah simetris

o Rambut hitam dan distribusi merata

Mata

CA +/+, SI -/-, reflex cahaya langsung+/+, reflex cahaya tidak langsung +/+,

pupil isokor

Leher : KGB tidak teraba membesar

Thoraks : Bentuk dada dan pergerakan dada simetris

o Jantung : Bunyi jantung I & II regular, murmur (-), gallop (-)

o Paru-paru : Suara nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-

Abdomen (Status Lokalis)

Ekstremitas

Akral hangat (+), edema (-)

Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahRumah Sakit Umum Daerah Bekasi – FK Trisakti Page 5

Page 6: Case Peritonitis

C. Status Lokalis

Regio Abdomen

Inspeksi

- Datar

- Tidak terdapat luka bekas operasi

Palpasi

- Teraba tegang

- Defence muscular (+)

- Massa (-)

- Nyeri tekan pada seluruh lapang abdomen

Perkusi

Tidak dilakukan karena OS merasa sangat nyeri

Auskultasi

Bising usus menurun (+)

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium

Hematologi

Hemoglobin : 14,9 gr/dl (13 - 17,5 gr/dl)

Hematokrit : 42,6 % (40 - 54 %)

Leukosit : 16.000/µl (5.000 - 10.000/µl)

Trombosit : 255.000/µl (150.000 - 400.000/µl)

Kimia darah

- Fungsi Ginjal

Ureum : 44 mg/dl (20 - 40 mg/dl)

Kreatinin : 1,25 mg/dl (0,5 - 1,5 mg/dl)

- Elektrolit

Natrium : 132 mmol/L (135 - 145 mmol/L)

Kalium : 3,8 mmol/L (3,5 - 5 mmol/L)

Chlorida : 92 mmol/L (94-111 mmol/L)

Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahRumah Sakit Umum Daerah Bekasi – FK Trisakti Page 6

Page 7: Case Peritonitis

VI. RESUME

Seorang laki-laki, usia 16 tahun datang ke Instalasi Gawat Darurat RSUD

Kota Bekasi dengan keluhan benjolan keluhan nyeri perut sejak 1 hari sebelum

masuk rumah sakit. Nyeri perut lebih terasa ketika pasien tidur telentang atau

berubah posisi dari duduk ke posisi tidur dan hilang apabila posisi pasien berubah

ke duduk atau bila menekukkan kaki. Keluhan disertai adanya demam, nyeri kepala

terutama saat bangun tidur, mual, muntah, penurunan nafsu makan, dan susah BAB

namun masih dapat buang angin. Pasien mempunyai riwayat tidak suka makan

sayur, menyukai makanan yang pedas, dan sering makan tidak teratur.

Pada pemeriksaan fisik region abdomen didapatkan abdomen teraba tegang /

keras, defence muscular (+), nyeri tekan pada seluruh lapang abdomen, dan bising

usus menurun. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis.

VII. DIAGNOSIS

Peritonitis ec Appendisitis Perforasi

VIII. PEMERIKSAAN ANJURAN

Foto polos abdomen 3 posisi

USG abdomen

IX. RENCANA PENGOBATAN

Konservatif

- Informasikan kepada pasien mengenai penyakitnya dan tatalaksana

selanjutnya yang harus diambil (informed consent)

- Rawat inap

- Tirah baring

- Puasa

- Pemasangan pipa nasogastrik & kateter untuk dekompresi

- Infus RL makro 20 tpm

- Ceftriaxone IV 2 x 1 gr

- Metronidazole IV 2 x 500 mg

- Ranitidine IV 2 x 50 mg

- Ondansetron IV 2 x 4 mg

Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahRumah Sakit Umum Daerah Bekasi – FK Trisakti Page 7

Page 8: Case Peritonitis

- Paracetamol tab 500 mg 3 x 1 tab

Operatif

Laparotomy + Appendictomy

X. PROGNOSIS

Ad vitam : Dubia ad bonam

Ad functionam : Ad bonam

Ad sanationam : Dubia ad bonam

Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahRumah Sakit Umum Daerah Bekasi – FK Trisakti Page 8

Page 9: Case Peritonitis

BAB I

PENDAHULUAN

Gawat abdomen menggambarkan keadaan klinik akibat kegawatan di rongga perut

yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama. Keadaan ini

memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa tindakan bedah, misalnya pada

perforasi, perdarahan intraabdomen, infeksi, obstruksi dan strangulasi jalan cerna dapat

menyebabkan perforasi yang mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna

sehingga terjadilah peritonitis.1

Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat

penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis, salpingitis, perforasi

ulkus gastroduodenal), ruptura saluran cerna, komplikasi post operasi, iritasi kimiawi, atau

dari luka tembus abdomen.

Pada keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi bakteri (secara inokulasi

kecil-kecilan). Kontaminasi yang terus menerus, bakteri yang virulen, resistensi yang

menurun, dan adanya benda asing atau enzim pencerna aktif, merupakan faktor-faktor yang

memudahkan terjadinya peritonitis.

Peritonitis merupakan salah satu penyebab kematian tersering pada penderita bedah

dengan mortalitas sebesar 10-40%. Beberapa peneliti mendapatkan angka ini mencapai 60%

bahkan lebih dari 60%.

Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena setiap

keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatkan morbiditas dan

mortalitas. Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya tergantung dari kemampuan

melakukan analisis pada data anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahRumah Sakit Umum Daerah Bekasi – FK Trisakti Page 9

Page 10: Case Peritonitis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

APPENDISITIS

1. Definisi

Peradangan dari apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen

akut yang paling sering.

2. Epidemiologi

- Pria dibanding wanita = 3:1

- Appendisitis dapat ditemukan pada semua usia.

- Insidensi tertinggi pada kelompok usia 20 hingga 30 tahun

3. Etiologi

Peranan lingkungan

Asupan rendah serat akan berkontribusi pada perubahan motilitas, flora

normal, dan kondisi lumen, yangselanjutnya menjadi predisposisi

terbentuknya fecalith

Peranan Obstruksi (faktor dominan)

Closed-loop obstruction, dimana fecalith menjadi penyebab tersering.

Penyebab obstruksi lainnya ialah hiperplasia jaringan limfoid pada mukosa dan

Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahRumah Sakit Umum Daerah Bekasi – FK Trisakti Page 10

Page 11: Case Peritonitis

submukosa, biji-bijian, neoplasma seperti karsinoma dan tumor karsinoid

terjadi pada sekitar 2% kasus, atau oleh benda asing, yang sangat jarang terjadi

serta bola cacing(Ascaris).

Peranan dari Flora Kolonik Normal

Aspirasi pada apendiks yang inflamasi sekitar 60% adalah anaerob,

berbeda dengan apendiks normal yang hanya sebesar 25%. Spesimen jaringan

dari apendiks yang inflamasi semua memperlihatkan hasil kultur E. coli dan

spesies Bacteroides. Koloni flora normal berperan dalam perkembangan

appendisitis akut menjadi gangren dan perforasi.

4. Patofisiologi

Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahRumah Sakit Umum Daerah Bekasi – FK Trisakti Page 11

Page 12: Case Peritonitis

5. Manifestasi Klinis

Anamnesis

- Bermula dari nyeri di daerah umbilikus atau periumbilikus (nyeri bersifat

severe) beralih ke kuadran kanan bawah.

- Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise, dan demam yang tidak terlalu

tinggi.

- Biasanya juga terdapat konstipasi, tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual,

dan muntah.

- Bertambah nyeri pada pergerakan, berjalan, atau batuk

Pemeriksaan Fisik

- Tanda vital tidak terlalu berubah (bila berubah : tanda-tanda komplikasi)

- Demam ringan (37,5-38o C)

- Peristaltik normal atau sedikit menurun

- Nyeri yang menunjukan tanda rangsang peritoneum lokal di Mc Burney

(Nyeri tekan, nyeri lepas, dapat terdapat defence muscular)

Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung

- Rovsing sign

Nyeri kanan bawah pada tekanan kiri

- Blumberg sign

Nyeri kanan bawah bila tekanan kiri dilepaskan

- Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti nafas dalam, berjalan,

batuk, mengedan

6. Pemeriksaan Fisik

- Rovsings sign

- Blumberg sign

- Obturator sign

- Psoas sign

- Rectal toucher

Nyeri tekan pada jam 9

7. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium

- Leukosit rata-rata10.000 - 18.000/µl, >20.000/µl mungkin menunjukan

perforasi

- Shift to the left, dominan PMN

Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahRumah Sakit Umum Daerah Bekasi – FK Trisakti Page 12

Page 13: Case Peritonitis

8. Imaging

- USG

Gambaran: dilatasi lumen, dinding tebal

*Gambaran Appendisitis Perforasi

9. Penatalaksanaan

Terapi pilihan satu-satunya adalah pembedahan (appendictomy)

Operasi tergantung waktu :

- Appendisitis akut

Segera, dilakukan persiapan operasi

- Appendisitis perforasi (cito)

Lokal atau difus, segera lakukan laparotomi.

Perbaikan KU dengan infus, pemberian antibiotik untuk gram (-) dan (+)

serta kuman anaerob dan pemasangan NGT dilakukan sebelum operasi

10. Prognosis

Mortalitas

- 0,1% pada appendisitis akut

- 3% bila ruptur

- 15% bila ruptur pada geriatri

11. Komplikasi

Akut: infeksi luka operasi

Kronis: perlengketan, ileus obstruksi

PERITONITIS

Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahRumah Sakit Umum Daerah Bekasi – FK Trisakti Page 13

Page 14: Case Peritonitis

1. Definisi

Peritonitis adalah peradangan peritoneum (membran serosa yang melapisi rongga

abdomen dan menutupi visera abdomen) merupakan penyulit berbahaya yang dapat

terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Keadaan ini biasanya terjadi akibat penyebaran

infeksi dari organ abdomen, perforasi saluran cerna, atau dari luka tembus abdomen.

Organisme yang sering menginfeksi adalah organisme yang hidup dalam kolon (pada

kasus ruptura appendik) yang mencakup Eschericia coli atau Bacteroides. Sedangkan

Staphylococcus atau Streptococcus seringkali masuk dari luar.1,2

Reaksi awal peritoneum terhadap invasi bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa.

Terbentuk kantong-kantong nanah (abses) di antara perlekatan fibrinosa yang menempel

menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan

biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita

fibrosa yang kelak dapat menyebabkan terjadinya obstruksi usus.

Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila

infeksi menyebar akan menyebabkan timbulnya peritonitis generalisata. Dengan

timbulnya peritonitis generalisata, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus

paralitik, usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang ke

dalam lumen usus, menyebabkan terjadinya dehidrasi, gangguan sirkulasi, oliguria, dan

mungkin shock.

2. Anatomi dan Fisiologi

Dinding perut mengandung struktur muskulo-aponeurosis yang kompleks. Di bagian

belakang struktur ini melekat pada tulang belakang sebelah atas pada iga, dan di bagian

bawah pada tulang panggul. Dinding perut ini terdiri dari berbagai lapis, yaitu dari luar

ke dalam, lapis kulit yang terdiri dari kutis dan subkutis, lemak subkutan dan facies

superfisial (facies skarpa), kemudian ketiga otot dinding perut M. Obliquus abdominis

eksterna, M. Obliquus abdominis internus dan M. Transversus abdominis, dan akhirnya

lapis preperitoneum dan peritoneum, yaitu fascia transversalis, lemak preperitoneal dan

peritoneum. Otot di bagian depan tengah terdiri dari sepasang otot rektus abdominis

dengan fascianya yang di garis tengah dipisahkan oleh linea alba.1,2

Dinding perut membentuk rongga perut yang melindungi isi rongga perut. Lapisan

muskulo-aponeurosis dinding perut sangat penting untuk mencegah terjadinya hernia.

Fungsi lain otot dinding perut adalah pada pernafasan juga pada proses berkemih dan

buang air besar dengan meninggikan tekanan intra abdominal.

Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahRumah Sakit Umum Daerah Bekasi – FK Trisakti Page 14

Page 15: Case Peritonitis

Peritoneum adalah membran serosa rangkap yang terbesar di dalam tubuh.

Peritoneum terdiri atas dua bagian utama, yaitu peritoneum parietal, yang melapisi

dinding rongga abdominal dan berhubungan dengan fascia muscular, dan peritoneum

visceral, yang menyelaputi semua organ yang berada di dalm rongga itu. Peritoneum

parietale mempunyai komponen somatic dan visceral yang memungkinkan lokalisasi

yang berbahaya dan menimbulkan defence muscular dan nyeri lepas. Ruang yang bisa

terdapat di antara dua lapis ini disebut ruang peritoneal atau cavitas peritonealis. Ruang

di luarnya disebut Spatium Extraperitoneale. Di dalam cavitas peritonealis terdapat

cairan peritoneum yang berfungsi sebagai pelumas sehingga alat-alat dapat bergerak

tanpa menimbulkan gesekan yang berarti. Cairan peritoneum yang diproduksi berlebihan

pada kelainan tertentu disebut sebagai asites (hydroperitoneum).

Luas peritoneum kira-kira 1,8 meter, sama dengan luas permukaan kulit orang

dewasa. Fungsi peritoneum adalah setengah bagiannya memiliki membran basal

semipermeabel yang berguna untuk difusi air, elektrolit, makro, maupun mikro sel. Oleh

karena itu peritoneum punya kemampuan untuk digunakan sebagai media cuci darah

yaitu peritoneal dialisis dan menyerap cairan otak pada operasi ventrikulo peritoneal

shunting dalam kasus hidrochepalus.

Lapisan peritoneum dibagi menjadi 3, yaitu :

Lembaran yang menutupi dinding usus, disebut lamina visceralis (tunika serosa).

Lembaran yang melapisi dinding dalam abdomen disebut lamina parietalis.

Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina parietalis.

Peritoneum viscerale berhubungan dengan parietale pada dinding abdomen melalui

suatu duplikatur yang disebut mesenterium. Cavitas peritonealis pada laki-laki tertutup

seluruhnya tetapi pada perempuan mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui tuba

Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahRumah Sakit Umum Daerah Bekasi – FK Trisakti Page 15

Page 16: Case Peritonitis

uterina, uterus, dan vagina. Spatium Extraperitoneale dapat dibedakan menurut letaknya,

didepan (spatium praepitoneale), di belakang (spatium retroperitoneale) dan dibawah

(spatium subperitoneale). Alat yang terletak di dalam cavitas peritoneale disebut letak

intraperitoneale, seperti pada lambung, jejunum, ileum, dan limpa. Sedangkan yang

terletak di belakang peritoneum disebut retroperitoneale seperti pada ginjal dan

pankreas.1

Omentum adalah dua lapisan peritoneum yang menghubungkan lambung dengan alat

viscera lainnya seperti dengan hepar (omentum minus), dengan colon transversum

(omentum majus), dan dengan limpa (omentum gastrosplenicum). Peritoneum dari usus

kecil disebut mesenterium, dari appendik disebut mesoappendix dari colon transversum

dan sigmoideum disebut mesocolontransversum dan sigmoideum. Mesenterium dan

omentum berisi pembuluh darah dan limfe serta saraf untuk alat viscera yang

bersangkutan.

Peritoneum parietale sensitif terhadap nyeri, temperatur, perabaan dan tekanan dan

mendapat persarafan dari saraf-saraf segmental yang juga mempersarafi kulit dan otot

yang ada si sebelah luarnya. Iritasi pada peritoneum parietale memberikan rasa nyeri

lokal, namun insisi pada peritoneum visceral tidak memberikan rasa nyeri. Peritoneum

viscerale sensitif terhadap regangan dan sobekan tapi tidak sensitif untuk perabaan,

tekanan maupun temperature.

Vaskularisasi dinding perut berasal dari beberapa arah. Dari kraniodorsal diperoleh

dari cabang aa. Intercostalis VI – XII dan A. Epigastrika superior. Dari kaudal terdapat

A. Iliaca, A. Circumflexa superfisialis, A. Pudenda eksterna dan A. Epigastrika inferior.

Kekayaan vaskularisasi ini memungkinkan sayatan perut horizontal maupun vertikal

tanpa menimbulkan gangguan perdarahan. Persarafan dinding perut dipersarafi secara

segmental oleh N. Thorakalis VI – XII dan N. Lumbalis I.2

3. Etiologi

Peritonitis bakterial diklasifikasikan menjadi primer dan sekunder :

a) Peritonitis primer

Disebabkan oleh invasi hematogen dari organ peritoneal yang langsung dari

rongga peritoneum. Banyak terjadi pada penderita sirosis hepatis dengan

asites, SLE, bronkopnemonia dan TBC paru, pyelonefritis.

b) Peritonitis sekunder

Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahRumah Sakit Umum Daerah Bekasi – FK Trisakti Page 16

Page 17: Case Peritonitis

Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractus

gastrointestinal atau tractus urinarius. Pada umumnya organisme tunggal tidak

akan menyebabkan peritonitis yang fatal. Sinergisme dari multipel organisme

dapat memperberat terjadinya infeksi ini. Bakteri anaerob, khususnya spesies

Bacteroides, dapat memperbesar pengaruh bakteri aerob dalam menimbulkan

infeksi. Disebabkan oleh infeksi akut dari organ intraperitoneal seperti :

- Iritasi Kimiawi : Perforasi gaster, pankreas, kandung empedu, hepar, lien,

kehamilan extra tuba yang pecah

- Iritasi bakteri : Perforasi kolon, usus halus, appendix, kista ovarii pecah,

ruptur buli dan ginjal.

- Luka/trauma penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke dalam

cavum peritoneal.

c) Peritonitis Tersier

Peritonitis yang mendapat terapi tidak adekuat, superinfeksi kuman, dan akibat

tindakan operasi sebelumnya.3

4. Patofisiologi

Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat

fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa,

yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi

infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat

menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstuksi usus.

Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membrane

mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat maka dapat

menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya

interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga membawa ke

perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba

untuk mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk

buangan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tapi

ini segera gagal begitu terjadi hipovolemia.

Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen

mengalami oedem. Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler

organ-organ tersebut meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan

lumen-lumen usus serta oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedema dinding

Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahRumah Sakit Umum Daerah Bekasi – FK Trisakti Page 17

Page 18: Case Peritonitis

abdomen termasuk jaringan retroperitoneal menyebabkan hipovolemia. Hipovolemia

bertambah dengan adanya kenaikan suhu, masukan yang tidak ada, serta muntah.

Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut

meningkatkan tekanan intra abdomen, membuat usaha pernapasan penuh menjadi

sulit dan menimbulkan penurunan perfusi. Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas

pada permukaan peritoneum atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis

umum. Dengan perkembangan peritonitis umum, aktivitas peristaltic berkurang

sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan

elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan

sirkulasi dan oliguria. Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang

meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan

obstruksi usus.

Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan ileus

karena adanya gangguan mekanik (sumbatan) maka terjadi peningkatan peristaltik

usus sebagai usaha untuk mengatasi hambatan. Ileus ini dapat berupa ileus sederhana

yaitu obstruksi usus yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah dan dapat bersifat

total atau parsial, pada ileus stangulasi obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah

sehingga terjadi iskemi yang akan berakhir dengan nekrosis atau gangren dan

akhirnya terjadi perforasi usus dan karena penyebaran bakteri pada rongga abdomen

sehingga dapat terjadi peritonitis.

Pada apendisitis biasanya biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen

apendiks oleh hiperplasi folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis

dan neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa

mengalami bendungan, makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas

dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan

tekanan intralumen dan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan oedem,

diapedesis bakteri, ulserasi mukosa, dan obstruksi vena sehingga oedem bertambah

kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti

dengan nekrosis atau gangren dinding apendiks sehingga menimbulkan perforasi dan

akhirnya mengakibatkan peritonitis baik lokal maupun general.5

5. Manifestasi Klinis

Adanya darah atau cairan pada rongga peritoneum makan memberikan tanda-

tanda rangsangan peritoneum. Rangsangan peritoneum menimbulkan nyeri tekan dan

defence muskular, pekak hati bisa menghilang akibat udara bebas di bawah

Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahRumah Sakit Umum Daerah Bekasi – FK Trisakti Page 18

Page 19: Case Peritonitis

diafragma. Peristaltik usus menurun sampai hilang akibat kelumpuhan sementara

usus.1,4

Bila telah terjadi peritonitis bakterial, suhu badan penderita akan naik dan

terjadi takikardia, hipotensi dan penderita tampak letargik dan syok. Rangsangan ini

menimbulkan nyeri pada setiap gerakan yang menyebabkan pergeseran peritoneum

dengan peritoneum. Nyeri subjektif berupa nyeri waktu penderita bergerak seperti

jalan, bernafas, batuk, atau mengejan. Nyeri objektif berupa nyeri jika digerakkan

seperti palpasi, nyeri tekan lepas, tes psoas, atau tes lain.

6. Diagnosis

a) Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik, perlu diperhatikan kondisi umum, wajah,

denyut nadi, pernapasan, suhu badan, dan sikap baring pasien, sebelum

melakukan pemeriksaan abdomen. Gejala dan tanda dehidrasi, perdarahan,

syok, dan infeksi atau sepsis juga perlu diperhatikan.

Pada pemeriksaan fisik, pasien dengan peritonitis, keadaan umumnya

tidak baik. Demam dengan temperatur >38o C biasanya terjadi. Pasien dengan

sepsis hebat akan muncul gejala hipotermia. Takikardia disebabkan karena

dilepaskannya mediator inflamasi dan hipovolemia intravaskuler yang

disebabkan karena mual dan muntah, demam, kehilangan cairan yang banyak

dari rongga abdomen. Dengan adanya dehidrasi yang berlangsung secara

progresif, pasien bisa menjadi semakin hipotensi. Hal ini bisa menyebabkan

produksi urin berkurang, dan dengan adanya peritonitis hebat bisa berakhir

dengan keadaan syok sepsis.

- Inspeksi

Pemeriksa mengamati adakah jaringan parut bekas operasi

menunjukkan kemungkinan adanya adhesi, perut membuncit dengan

gambaran usus atau gerakan usus yang disebabkan oleh gangguan pasase.

Pada peritonitis biasanya akan ditemukan perut yang membuncit dan

tegang atau distended.

- Palpasi

Peritoneum parietal dipersarafi oleh nervus somatik dan visceral yang

sangat sensitif. Bagian anterior dari peritoneum parietale adalah yang

paling sensitif. Palpasi harus selalu dilakukan di bagian lain dari abdomen

yang tidak dikeluhkan nyeri. Hal ini berguna sebagai pembanding antara

Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahRumah Sakit Umum Daerah Bekasi – FK Trisakti Page 19

Page 20: Case Peritonitis

bagian yang tidak nyeri dengan bagian yang nyeri. Nyeri tekan dan

defence muskular (rigidity) menunjukkan adanya proses inflamasi yang

mengenai peritoneum parietale (nyeri somatik). Defence yang murni

adalah proses refleks otot akan dirasakan pada inspirasi dan ekspirasi

berupa reaksi kontraksi otot terhadap rangsangan tekanan. Pada saat

pemeriksaan penderita peritonitis, ditemukan nyeri tekan setempat. Otot

dinding perut menunjukkan defence muskular secara refleks untuk

melindungi bagian yang meradang dan menghindari gerakan atau tekanan

setempat.

- Perkusi

Nyeri ketok menunjukkan adanya iritasi pada peritoneum, adanya

udara bebas atau cairan bebas juga dapat ditentukan dengan perkusi

melalui pemeriksaan pekak hati dan shifting dullness. Pada pasien dengan

peritonitis, pekak hepar akan menghilang, dan perkusi abdomen

hipertimpani karena adanya udara bebas tadi.

Pada pasien dengan keluhan nyeri perut umumnya harus dilakukan

pemeriksaan colok dubur untuk membantu penegakan diagnosis. Nyeri

yang difus pada lipatan peritoneum di cavum Douglass kurang

memberikan informasi pada peritonitis murni. Nyeri pada satu sisi

menunjukkan adanya kelainan di daeah panggul seperti appendisitis, abses,

atau adneksitis. Nyeri pada semua arah menunjukkan general peritonitis.

Colok dubur dapat pula membedakan antara obstruksi usus dengan

paralisis usus, karena pada paralisis dijumpai ampula rekti yang melebar,

sedangkan pada obstruksi usus ampula biasanya kolaps.

- Auskultasi

Dilakukan untuk menilai apakah terjadi penurunan suara bising usus.

Pasien dengan peritonitis umum, bising usus akan melemah atau

menghilang sama sekali, hal ini disebabkan karena peritoneal yang lumpuh

sehingga menyebabkan usus ikut lumpuh/tidak bergerak (ileus paralitik).

Sedangkan pada peritonitis lokal bising usus dapat terdengar normal.

b) Gambaran Radiologis

Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahRumah Sakit Umum Daerah Bekasi – FK Trisakti Page 20

Page 21: Case Peritonitis

Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk

pertimbangan dalam memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Pada

peritonitis dilakukan foto polos abdomen 3 posisi, yaitu :6

- Tiduran telentang (supine)

Sinar dari arah vertikal dengan proyeksi anteroposterior (AP)

- Duduk atau setengah duduk atau berdiri jika memungkinkan, dengan sinar

horizontal proyeksi AP.

- Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar

horizontal, proyeksi AP.

Gambaran radiologis pada peritonitis yaitu : terlihat kekaburan pada

cavum abdomen, preperitonial fat dan psoas line menghilang, dan adanya

udara bebas subdiafragma atau intra peritoneal.

c) Pemeriksaan Laboratorium

Darah Lengkap

Biasanya ditemukan leukositosis, hematokrit yang meningkat.

Analisa Gas Darah

Menunjukkan asidosis metabolik, dimana terdapat kadar

karbondioksida yang disebabkan oleh hiperventilasi.

Pada peritonitis tuberculosa cairan peritoneal mengandung banyak

protein (lebih dari 3 gram/100 ml) dan banyak limfosit; basil tuberkel

diidentifikasi dengan kultur. Biopsi peritoneum per kutan atau secara

Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahRumah Sakit Umum Daerah Bekasi – FK Trisakti Page 21

Page 22: Case Peritonitis

laparoskopi memperlihatkan granuloma tuberkuloma yang khas, dan

merupakan dasar diagnosa sebelum hasil pembiakan didapat.

7. Differential Diagnosa

- Appendisitis

- Pankreatitis

- Gastroenteritis

- Cholesistitis

- Salphingitis

- Kehamilan ektopik terganggu

8. Penatalaksanaan

a) Konservatif

Prinsip umum pengobatan adalah mengistirahatkan saluran cerna dengan :

- Memuasakan pasien

- Dekompresi saluran cerna dengan pemasangan pipa nasogastrik atau

intestinal

- Pengganti cairan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena

- Pemberian antibiotik yang sesuai

- Pembuangan fokus septik (apendiks) atau penyebab radang lainnya

Pemberian oksigen

Vital untuk semua pasien dengan syok. Hipoksia dapat dimonitor oleh

pulse oximetri atau analisa gas darah.

Resusitasi cairan

Biasanya dengan kristaloid, volumenya berdasarkan derajat syok dan

dehidrasi. Penggantian elektrolit (biasanya potassium) biasanya

dibutuhkan. Pasien harus dikateterisasi untuk memonitor output urine

tiap jam. Monitoring tekanan venasentral dan penggunaan inotropik

sebaiknya digunakan pada pasien dengan sepsis atau pasien dengan

komorbid. Hipovolemi terjadi karena sejumlah besar cairandan

elektrolit bergerak dari lumen usus ke dalam rongga peritoneal dan

menurunkan caran ke dalam ruang vaskuler.

Analgetik

Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahRumah Sakit Umum Daerah Bekasi – FK Trisakti Page 22

Page 23: Case Peritonitis

Digunakan analgetik opiat intravena dan mungkin dibutuhkan

antiemetik.

Antibiotik

Harus spektrum luas, yang mengenai baik aerob dan anaerob,

diberikan intravena. Cefalosporin generasi III dan metronidazole

adalah strategi primer.7

b) Definitif

Pembedahan

1. Laparotomi

Biasanya dilakukan insisi upper atau lower midline tergantung dari

lokasi yang dikira. Tujuannya untuk :

- Menghilangkan kausa peritonitis

- Mengkontrol origin sepsis dengan membuang organ yang mengalami

inflamasi atau iskemik (atau penutupan viscus yang mengalami perforasi).

- Peritoneal lavage

Mengkontrol sumber primer dari sepsis adalah sangat penting. Re-

laparotomi mempunyai peran yang penting pada penanganan pasien

dengan peritonitis sekunder, dimana setelah laparotomi primer ber-efek

memburuk atau timbul sepsis. Re-operasi dapat dilakukan sesuai

kebutuhan. Re-laparotomi yang terencana biasanya dibuat dengan

membuka dinding abdomen dengan pisau bedah sintetik untuk mencegah

eviserasi

2. Laparoskopi

Laparoskopi efektif pada penanganan appendisitis akut dan

perforasi ulkus duodenum. Laparoskopi dapat digunakan pada kasus

perforasi kolon, tetapi angka konversi ke laparotomi lebih besar. Syok

dan ileus adalah kontraindikasi pada laparoskopi.

3. Drain

Efektif digunakan pada tempat yang terlokalisir, tetapi cepat

melekat pada dinding sehingga seringkali gagal untuk menjangkau

rongga peritoneum. Ada banyak kejadian yang memungkinkan

penggunaan drain sebagai profilaksis setelah laparotomi.7

Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahRumah Sakit Umum Daerah Bekasi – FK Trisakti Page 23

Page 24: Case Peritonitis

9. Komplikasi

a. Syok Sepsis

b. Abses intraabdominal atau sepsis abdominal persisten.

Pada tanda-tanda sepsis (pireksia, leukositosis), pemeriksaan harus

disertakan CT dengan kontras luminal. Re-laparotomi diperlukan apabila

terdapat peritonitis generalisata. Drainase perkutaneus dengan antobiotik

pilihan terbaik merupakan terapi pada tempat yang terlokalisir. Terapi

antibiotik disesuaikan dengan kultur yang diambil dari hasil drainase. Sepsis

abdominal mengakibatkan mortalitas sekitar 30-60%. Faktor yang

mempengaruhi tingkat mortalitas adalah usia, penyakit kronis, wanita, sepsis

pada daerah upper gastrointestinal, kegagalan menyingkirkan sumber sepsis.

c. Adhesi

Dapat menyebabkan obstruksi intestinal atau volvulus.

10. Prognosis

Prognosis untuk peritonitis lokal dan ringan adalah baik, sedangkan pada

peritonitis umum prognosisnya mematikan akibat organisme virulen.

BAB III

KESIMPULAN

Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahRumah Sakit Umum Daerah Bekasi – FK Trisakti Page 24

Page 25: Case Peritonitis

Peritonitis adalah peradangan peritoneum (membran serosa yang melapisi rongga

abdomen dan menutupi visera abdomen) merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi

dalam bentuk akut maupun kronis. Keadaan ini biasanya terjadi akibat penyebaran infeksi

dari organ abdomen, perforasi saluran cerna, atau dari luka tembus abdomen.

Adanya darah atau cairan dalam rongga peritonium akan memberikan tanda – tanda

rangsangan peritoneum. Rangsangan peritoneum menimbulkan nyeri tekan dan defence

muskular, pekak hati bisa menghilang akibat udara bebas di bawah diafragma. Peristaltik

usus menurun sampai hilang akibat kelumpuhan sementara usus.

Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena setiap

keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatkan morbiditas dan

mortalitas. Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya tergantung dari kemampuan

melakukan analisis pada data anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Penatalaksanaan dari peritonitis yaitu dekompresi saluran cerna dengan pemasangan pipa

nasogastrik atau intestinal, penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan

secara intravena, pemberian antibiotik yang sesuai, dan pembuangan dari fokus infeksi dari

organ abdomen. Prognosis untuk peritonitis lokal adalah baik, sedangkan untuk peritonitis

umum yaitu lebih buruk.

DAFTAR PUSTAKA

1) Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3: Gawat Abdomen. 2011.

Jakarta: EGC; p.406-13.

Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahRumah Sakit Umum Daerah Bekasi – FK Trisakti Page 25

Page 26: Case Peritonitis

2) Scwartz, Shires, Spencer. 2005. Peritonitis dan Abses Intraabdomen dalam Intisari

Prinsip – prinsip Ilmu Bedah. Jakarta : EGC. 489-493.

3) Schrock. TR. 2000. Peritonitis dan Massa Abdominal dalam Ilmu Bedah, Ed.7. alih

bahasa dr. Petrus Lukmato, Jakarta: EGC.

4) Arief M, Suprohaita, Wahyu IK, Wieiek S. 2000. Bedah Digestif dalam

Kapita Selekta Kedokteran, Ed:3; Jilid 2; p 302-321. Jakarta: Media Aesculapius

FKUI.

5) Price, Sylvia. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit. Ed 6.

Jakarta: EGC.

6) Rasad S, Kartoleksono S, Ekayuda I. 2006. Abdomen Akut dalam Radiologi

Diagnostik; p 256-7. Jakarta: Gaya Baru.

7) Rotstein OD, Simmins RL. 2006. Peritonitis dan Abses Intraabdomen dalam Terapi

Bedah Mutakhir, Jilid 2. Ed4. Alih bahasa dr. Widjaja Kusuma. Jakarta: Binarupa

Aksara.

Kepaniteraan Klinik Ilmu BedahRumah Sakit Umum Daerah Bekasi – FK Trisakti Page 26