case gct dini

29
BAB I LAPORAN KASUS I. IDENTIFIKASI Nama : Nn. P Umur : 15 tahun Alamat : Kel. Tanah Priuk Linggau Selatan 2 Agama : Islam Suku bangsa : Indonesia Tanggal masuk : 11 Januari 2011 No. Rekam Medis : 460207 II. ANAMNESIS Keluhan Utama : benjolan pada bahu kiri Riwayat Perjalanan Penyakit : ± 3 bulan SMRS, penderita mengeluh timbul benjolan di bahu kiri. Nyeri (+) hilang timbul yang menjalar ke leher atas. Tangan kiri sulit digerakkan (+). Demam (-). Nafsu makan baik. Penurunan berat badan (-). ± 1 bulan SMRS, penderita berobat ke dokter umum, dan disuntik namun bahu penderita tidak mengalami perbaikan. ± 1 hari SMRS, penderita berobat ke RS umum di Linggau, dan penderita dikatakan menderita tumor dan dirujuk ke RSMH Palembang. 1

Upload: cacarican

Post on 26-Jul-2015

116 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Case Gct Dini

BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTIFIKASI

Nama : Nn. P

Umur : 15 tahun

Alamat : Kel. Tanah Priuk Linggau Selatan 2

Agama : Islam

Suku bangsa : Indonesia

Tanggal masuk : 11 Januari 2011

No. Rekam Medis : 460207

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama : benjolan pada bahu kiri

Riwayat Perjalanan Penyakit :

± 3 bulan SMRS, penderita mengeluh timbul benjolan di bahu kiri.

Nyeri (+) hilang timbul yang menjalar ke leher atas. Tangan kiri sulit

digerakkan (+). Demam (-). Nafsu makan baik. Penurunan berat badan (-).

± 1 bulan SMRS, penderita berobat ke dokter umum, dan disuntik

namun bahu penderita tidak mengalami perbaikan.

± 1 hari SMRS, penderita berobat ke RS umum di Linggau, dan

penderita dikatakan menderita tumor dan dirujuk ke RSMH Palembang.

Riwayat Penyakit Dahulu : - . R/ trauma (+) ± 1 tahun yang lalu.

Riwayat Penyakit dalam Keluarga : -

III. PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis :

Keadaan umum : baik

Kesadaran : compos mentis

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Nadi : 80x/menit

Pernapasan : 20x/menit

1

Page 2: Case Gct Dini

Suhu : 36.60C

Pupil : isokor, refleks cahaya (+/+)

Mata : eksophthalmus (-)

Kepala : konjuctiva pucat -/-

Kulit : tidak ada kelainan

KGB : tidak ada pembesaran

Leher : tidak ada kelainan

Paru-paru : tidak ada kelainan

Jantung : tidak ada kelainan

Abdomen : tidak ada kelainan

Genitalia Eksterna : tidak ada kelainan

Ekstremitas Superior : lihat Status Lokalis

Ekstremitas Inferior : tidak ada kelainan

Status Lokalis :

Regio brachii sinistra:

Look : Tampak benjolan

Feel : Teraba massa soliter ukuran 12x12 cm, permukaan rata,

konsistensi kenyal, terfiksir, nyeri tekan (-), warna kulit sama

dengan kulit sekitar

Move : ROM aktif pasif terbatas

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

- Laboratorium (24 Januari 2011) :

Darah rutin : Hb : 10.5 gr/dl Eritrosit : 4.660.000 Hematokrit : 32 vol % Leukosit : 13.200 LED : 117 Trombosit : 415.000 Hitung jenis : 0/1/3/60/29/7

Kimia klinik : BSS : 117 gr/dl Ureum/Creatinin : 16/0.9 mg/dl Protein total : 8.0 gr/dl Albumin/Globulin : 3.9/4.1 gr/dl SGOT/SGPT : 54/16 U/I Na/K : 130/3.9 mmol/l

- Radiologi (28 Januari 2011) : lesi litik dan reaksi periosteal pada

proksimal humerus sinistra

2

Page 3: Case Gct Dini

- Biopsi : FNAB (30 Desember 2010)

Mikroskopis : sediaan sitologi FNAC dari regio shoulder joint sinistra

dengan populasi yang cukup terdiri dari giant cell dengan populasi yang

banyak tersebar dengan sitoplasma tidak berbatas tegas, inti >50,

diantaranya tampak sel-sel yang tersebar satu-satu dengan inti yang sama

dengan inti giant cell.

Kesan : giant cell tumor pada shoulder joint sinistra

V. DIAGNOSIS BANDING

1. Giant cell tumor regio brachii sinistra

2. Brown tumor of hyperparathyroidism regio brachii sinistra

3. Kondroblastoma regio brachii sinistra

VI. DIAGNOSIS KERJA

Giant cell tumor regio brachii sinistra

VII. PENATALAKSANAAN

- Terapi konservatif : Analgetik

- Terapi operatif : reseksi, bone cement

VIII.PROGNOSIS

Quo ad vitam : bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam

3

Page 4: Case Gct Dini

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI

Tumor tulang merupakan kelainan pada sistem muskuloskeletal yang

bersifat neoplastik. Tumor dapat bersifat jinak dan ganas. Tumor ganas

tulang dapat bersifat primer yang berasal dari unsur-unsur tulang itu sendiri

atau sekunder dari metastasis (infiltrasi) tumor-tumor ganas organ lain ke

dalam tulang.

Osteoklastoma (giant cell tumor = tumor sel raksasa) merupakan

tumor tulang yang mempunyai sifat dan kecenderungan untuk berubah

menjadi ganas dan agresif.

II. ANATOMI

Ujung atas humerus mempunyai caput yang membentuk sekitar

duapertiga kepala sendi dan bersendi dengan cavitas glenoidalis scapula.

Tepat dibawah caput humeri terdapat collum anatomicum. Dibawah collum

terdapat sulcus bicipitalis. Pada pertemuan ujung atas humerus dan corpus

humeri terdapat penyempitan collum chirurgicum. Sekitar pertengahan

permukaan lateral corpus humeri terdapat peninggian kasar yang dinamakan

tuberositas deltoidea. Dibelakang dan bawah tuberositas terdapat sulcus

spiralis yang ditempati n. radialis.

Ujung bawah humerus mempunyai epicondylus medialis dan lateralis

untuk perlekatan otot dan ligamentum: capitulum humeri yang bulat

bersendi dengan caput radii: dan trochlear yang berbentuk katrol bersendi

dengan incisura trochlearis ulnae. Diatas capitulum terdapat fossa radii yang

menerima caput radii waktu siku fleksio. Diatas trochlear, dianterior terdapat

fossa coronoidea yang selama pergerakan yang sama menerima processus

coronoideus ulna. Diatas trochlear, di posterior terdapat fossa olecranii, yang

menerima olecranon tulang ulna sewaktu art.cubiti dalam keadaan ekstensio.

4

Page 5: Case Gct Dini

III. KLASIFIKASI TUMOR TULANG

Tumor tulang diklasifikasikan berdasarkan kriteria histologik tumor tulang

(WHO Tahun 1972)

ASAL SEL JINAK GANAS

Osteogenik

Osteoblastoma

Osteoma

Osteoid osteoma

Osteoblastoma

Osteosarkoma

Parosteal osteosarkoma

Kondrogenik

Fibroma

kondromiksoid

Kondroma

Osteokondroma

Kondroblastoma

Fibroma

kondromiksoid

Kondrosarkoma

Kondrosarkoma juksta

kortikal

Kondrosarkoma

mesenkim

Giant cell tumor Osteoklastoma

Mielogenik Sarkoma Ewing

Sarkoma retikulum

Limfosarkoma

Mieloma

Vaskuler

Intermediate:

Hemangioma-

endotelioma

Hemangioma-

perisitoma

Hemangioma

Limfangioma

Tumor glomus

Angiosarkoma

Jaringan lunak Fibroma

desmoplastik

Lipoma

Fibrosarkoma

Liposarkoma

Mesenkimoma ganas

Sarkoma tak

berdiferensiasi

Tumor lain Neurinoma

Neurofibroma

Kordoma

Adamantinoma

5

Page 6: Case Gct Dini

Tumor tanpa klasifikasi Kista soliter

Kista aneurisma

Kista juksta-artikuler

Defek metafisis

Granuloma eosinofil

Displasia fibrosa

Miositis osifikans

Tumor Brown

Hiperparatiroidisme

Tabel 1. Klasifikasi berdasarkan kriteria histologik tumor tulang (WHO Tahun 1972)

IV. EPIDEMIOLOGI

Tumor sel raksasa menempati urutan kedua (17,5%) dari seluruh tumor

ganas tulang, terutama ditemukan pada umur 20-40 tahun dan jarang sekali

dibawah umur 20 tahun dan lebih sering pada wanita dibanding pria.

Giant Cells Tumor of The Bone atau disebut juga sebagai

osteoklastoma adalah tumor yang relatif jarang ditemukan, dengan

prevalensi di Negara Barat sekitar 4-5% dari tumor primer tulang,

sedangkan di Cina mencapai 20% dari seluruh tumor primer tulang. Tumor

sel raksasa merupakan 18,2% dari tumor tulang jinak. Hampir sebagian

besar tumor sel raksasa adalah jinak, hanya 5-10% yang merupakan suatu

tumor ganas. Tumor sel raksasa yang ganas biasanya berasal dari perubahan

maligna sekunder setelah terapi radiasi. Insidens tertinggi ditemukan pada

dekade ke tiga dengan 70% terjadi pada usia antara 20-40 tahun.

Gambar 1. Insidens giant cells tumor berdasarkan usia

6

Page 7: Case Gct Dini

Giant Cell Tumor (GCT) tulang merupakan sebuah lesi yang bersifat

jinak tetapi secara lokal dapat bersifat agresif dan destruktif yang ditandai

dengan adanya vaskularisasi yang banyak pada jaringan penyambung

termasuk proliferasi sel-sel mononuklear pada stroma dan banyaknya sel

datia yang tersebar serupa osteoklas. Cooper merupakan orang yang pertama

kali melaporkan kasus GCT pada abad kedelapan belas. GCT pada tulang

sangat jarang terjadi, biasanya berbentuk jinak, angka kejadian baik jinak

maupun ganas hanya 4,5% dari seluruh tumor tulang pada penelitian di

Mayo Clinic. Tumor ini dapat terjadi pada seluruh ras, namun angka

kejadian yang tertinggi didapatkan di Cina, di mana angka kejadiannya

sekitar 20% dari seluruh tumor tulang. Tumor ini sering terjadi pada wanita

dibandingkan pria dengan perbandingan 2:1. Biasanya tumor ini terjadi pada

pasien dengan usia 20–40 tahun, karena tumor ini terjadi pada tulang yang

sudah matur. GCT jarang terjadi pada anak, yaitu hanya 5,7% pada tulang

yang immatur.

Di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo

(RSUPNCM) dalam kurun waktu 1990 -1997 tercatat angka kejadian GCT

dari keseluruhan tumor tulang baik jinak maupun ganas sebesar 13%,

dengan penderita pria lebih banyak dibandingkan wanita dengan

perbandingan 5:3. Usia yang paling banyak didapat pada golongan umur 21–

40 tahun. Pasien GCT yang datang ke RSUPNCM (1990 – 1997) sering

pada stadium ke-2 dengan keluhan di daerah lesi. Rekurensi GCT biasanya

dalam kurun waktu 3 tahun setelah tindakan terapi.

GCT diidentifikasikan sebagai suatu komponen histologis dari

adanya reaksi tubuh akibat rangsangan benda asing, materi kristalin (seperti

monosodium urat), agen penyebab infeksi (bakteri dan jamur),

ketidakseimbangan hormonal (hiperparathyroidisme), dan neoplasma;

namun penyebabnya belum dapat ditentukan. Menurut pendapat yang baru,

GCT berasal dari unsur selular sumsum tulang, di mana sel raksasanya

merupakan fusi dari sel mononuklear.

7

Page 8: Case Gct Dini

V. ETIOLOGI

Giant cell tumor terjadi secara spontan. Tidak diketahui kaitannya dengan

trauma, faktor lingkungan, atau makanan.

VI. LOKASI

Osteoklastoma terutama ditemukan pada daerah epifisis tulang panjang

(75%), khususnya pada daerah lutut yaitu pada daerah tibia proksimal,

femur distal, humerus proksimal, radius distal. Sisanya dapat ditemukan

pada daerah pelvis dan sakrum.

VII. DIAGNOSIS

Untuk menetapkan diagnosis tumor tulang diperlukan beberapa hal, yaitu :

Anamnesis :

Anamnesis penting artinya untuk mengetahui riwayat kelaiann atau trauma

sebelumnya. Perlu pula ditanyakan riwayat keluarga apakah ada yang

menderita penyakit yang sejenis.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam anamnesis adalah:

1. Umur

Umur penderita sangat penting untuk diketahui karena banyak tumor

tulang yang mempunyai kekhasan dalam umur terjadinya

2. Lama dan perkembangan (progresifitas) tumor

Tumor jinak biasanya berkembang secara perlahan dan bila terjadi

perkembangan yang cepat dalam waktu singkat atau suatu tumor yang

jinak tiba-tiba menjadi besar perlu dicurigai adanya keganasan.

3. Nyeri

Nyeri merupakan keluhan utama pada tumor ganas. Adanya nyeri

menunjukkan tanda ekspansi tumor yang cepat dan penekanan ke

jaringan sekitarnya, perdarahan atau degenerasi.

4. Pembengkakan

Kadang-kadang penderita mengeluh adanya suatu pembengkakan, yang

timbul secara perlahan-lahan dalam jangka waktu yang lama atau secara

tiba-tiba.

8

Page 9: Case Gct Dini

Pemeriksaan klinik :

Hal yang penting dalam pemeriksaan klinik adalah :

1. Lokasi

Beberapa jenis tumor memeiliki lokasi yang klasik dan tempat predileksi

tertentu seperti daerah epifisis, metafisis tulang atau meyerang tulang-

tulang tertentu

2. Besar, bentuk, batas dan sifat tumor

Tumor yang kecil kemungkinana suatu tumor jinak, sedangkan tumor

yang besar kemungkinan adalah tumor ganas.

3. Gangguan pergerakan sendi

Pada tumor yang besar di sekitar sendi akan memberikan gangguan pada

pergerakan sendi

4. Spasme otot dan kekakuan tulang belakang

Apabila tumor berdekatan dengan tulang belakang, baik jinak atau

ganas, dapat memberikan spasme atau kekakuan tulang belakang

5. Fraktur patologis

Beberapa tumor ganas dapat emmberikan komplikasi fraktur patologis

oleh karen aterjadi kerapuhan pada tulang sehingga penderita akan

datang dengan keluhan fraktur.

Pemeriksaan radiologis :

Pemeriksaan radiologis merupakan salah satu pemeriksaan yang sangat

penting dalam menegakkan diagnosis tumor tulang. Dilakukan foto

polos lokal pada lokasi lesi atau foto survei seluruh tulang (bone survey)

apabila dicurigai tumor yang bersifat metastasis atau tumorprimer yang

dapat mengenai beberapa tulang.

CT-scan

Pemeriksaan CT scan dapat memberikan informasi tentang keberadaan

tumor apakah intraosseus atau ekstraosseus

MRI

MRI dapat memberikan informasi apakah tumor berada dalam tulang,

apakah tumor berekspansi ke dalam sendi atau ke jaringan lunak.

9

Page 10: Case Gct Dini

Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan biopsi

VIII. PENEGAKAN DIAGNOSIS GIANT CELL TUMOR

Ketepatan untuk diagnosis GCT pada tulang-tulang ekstremitas dengan

menggunakan foto polos sangat tinggi. Pemeriksaan penunjang lain yaitu,

pemeriksaan histopatologi yang merupakan gold standard diagnostic. GCT

tulang mempunyai gambaran yang khusus dengan mikroskopis, dan untuk

menegakkan diagnosis biasanya tidak sulit. Untuk menegakkan diagnosis

suatu tumor tulang diperlukan tiga hal yang meliputi pemeriksaan klinis,

radiologis, serta histopatologis sehingga akan didapatkan suatu diagnosis

yang akurat serta penatalaksanaan yang tepat

Histopatologi : stroma yang vaskuler dengan banyak sel-sel datia/giant cell.

Sel stroma dengan sel mononuclear yang homogen berbentuk melingkar,

berinti besar, dan nukleolus yang tidak jelas. Nukleus sel stroma identik

dengan nukleus sel raksasa (giant cell), suatu gambaran yang dapat

membedakan giant cell tumor dengan lesi lainnya yang juga memiliki giant

cell. Gambaran lain giant cell tumor adalah giant cell yang dimilikinya

memiliki nukleus yang sangat banyak, sekitar beberapa ratus. Pada beberapa

tumor, giant cell terlihat lebih banyak memiliki nukleus daripada stroma.

Gambar 2. Histologis tumor giant cell terdiri atas sel-sel raksasa multinuklear menyerupai osteoklas, dan sel-sel neoplastik mononuklear fusiformPemeriksaan radiologi : lesi eksentrik pada axis panjang tulang. Bagian

tengah tulang dengan gambaran radiolusen dengan peningkatan densitas di

perifer. Terdapat defek di metaphysis dan epiphysis, disertai destruksi

medula dan korteks di dekatnya. Tumor ini sering menyebabkan penipisan

10

Page 11: Case Gct Dini

korteks dan meluas hingga ke jaringan lunak sekitar tulang, atau dapat

menyebar di dalam tulang.

Gambar 3. X-ray dari typical giant cell tumor pada ujung distal os. radius.

Gambaran radiologis dari GCT tulang pada foto polos menurut

Campanacci mempunyai gambaran yang sangat khas, yaitu:

(i) stadium I : lesi osteolitik berbatas tegas tanpa deformasi korteks

tulang dan dapat disertai reaksi sklerotik di sekitar lesi.

(ii) stadium II : lesi osteolitik berbatas tegas disertai gambaran

septa/trabekulasi di dalam tumor yang terlihat membagi lesi tumor

dalam beberapa kompartemen disertai deformitas korteks tulang

berupa bulging/ ekspansif dan penipisan/erosi korteks serta terlihat

perluasan lesi tumor ke subartikular dan ke metafisis.

(iii) stadium III : telah didapatkan adanya erosi dan destruksi korteks tulang

disertai perluasan tumor ke metafisis, subartikular dan keluar dari

tulang masuk ke jaringan lunak secara cepat yang terlihat sebagai soft

tissue mass (massa jaringan lunak). Dapat terlihat reaksi periosteal

berupa segitiga Codman bila terdapat fraktur patologis. Septa mungkin

dapat dilihat di lesi pada 33–57% pasien, sebenarnya septa ini

merupakan pertumbuhan nonuniform dari tumor tersebut. Tumor ini

biasanya sudah membesar pada waktu ditemukan, dengan diameter

kurang lebih 5–7 cm.

11

Page 12: Case Gct Dini

Sebanyak 85% GCT tulang yang didiagnosis melalui foto polos

terdapat di bagian akhir dari tulang panjang dan kurang lebih 50% terjadi

pada tulang sekitar lutut. Lokasi dari tumor ini sangat penting untuk

menegakkan diagnosis. Kebanyakan letaknya eksentrik dan biasanya sampai

ke subartikular. GCT yang didiagnosis pada vertebra sangatlah jarang terjadi

(5%). Sakrum adalah tulang belakang yang sering terkena. Tumor ini

biasanya sampai meliputi korpus vertebra. Pada foto polos daerah destruksi

GCT pada korpus vertebra terlihat di bagian posterior dan tumor ini dapat

menyebabkan hancurnya korpus vertebra dan kompresi saraf-saraf tulang

belakang.

Ketepatan untuk diagnosis GCT pada tulang-tulang ekstremitas dengan

menggunakan foto polos sangat tinggi. Pada tulang belakang ketepatan

diagnosis tidak terlalu tinggi karena GCT sulit dibedakan dengan tumor tipe

lain.

MRI dan CT scan juga dapat dilakukan untuk menentukan diagnosis.

Pemeriksaan ini dapat menunjukkan lebih jelas area yang terlibat.

Gambar 4. Gambar kiri dan tengah menunjukkan giant cell tumor di tibia proksimal. Gambar kanan menunjukkan hasil MRI mengenai gambaran tumor.

12

Page 13: Case Gct Dini

IX. MANIFESTASI KLINIS

Gejala utama yang ditemukan berupa nyeri serta pembengkakan terutama

pada lutut dan mungkin ditemukan efusi sendi serta gangguan gerakan pada

sendi.

1. Nyeri : tumor tumbuh pada daerah sendi, sehingga akan timbul nyeri

sendi

2. Pembengkakan : giant cell tumor menyebabkan pembesaran tulang dan

seiring pertumbuhannya, pasien akan mengeluh timbul pembengkakan

pada sisi tumor

3. Fraktur : giant cell tumor merusak sekitar tulang, dan tidak seperti

kanker tulang lainnya, fraktur sering terjadi sebagaimana pertumbuhan

tumor. Awalnya, pasien mengeluh nyeri sendi dan fraktur dapat

menyebabkan nyeri hebat secara tiba-tiba.

X. KLASIFIKASI

Enneking mengemukakan suatu sistem klasifikasi stadium GCT

berdasarkan klinis radiologis-histopatologis sebagai berikut:

1. Stage 1: Stage inaktif/laten:

(i) klinis, tidak memberikan keluhan, jadi ditemukan secara kebetulan,

bersifat menetap/tidak ada proses pertumbuhan;

(ii) radiologis, lesi berbatas tegas tanpa kelainan korteks tulang: dan

(iii) histopatologi, didapat gambaran sitologi yang jinak, rasio sel terhadap

matriks rendah.

2. Stage 2: stage aktif:

(i) klinis: didapat keluhan, ada proses pertumbuhan

(ii) radiologis: lesi berbatas tegas dengan tepi tidak teratur, ada gambaran

septa di dalam tumor. Didapati adanya bulging korteks tulang

(iii) histopatologis: gambaran sitologi jinak, rasio sel tehadap matriks

berimbang.

3. Stage 3: stage agresif:

(i) klinis: ada keluhan, dengan tumor yang tumbuh cepat

13

Page 14: Case Gct Dini

(ii) radiologis: didapatkan destruksi korteks tulang, sehingga tumor keluar

dari tulang dan tumbuh ke arah jaringan lunak secara cepat; didapati

reaksi periosteal segitiga Codman, kemungkinan ada fraktur patologis

(iii) histopatologis: gambaran sitologi jinak dengan rasio sel terhadap

matriks yang tinggi, bisa didapat nukleus yang hiperkromatik, kadang

didapat proses mitosis.

Adapun klasifikasi lainnya menurut the Netherlands Committee on Bone

Tumors.

Tabel 2. Grading of giant cell tumours according to the Netherlands Committee on Bone Tumors.

XI. DIAGNOSIS BANDING

1. Brown tumor of hyperparathyroidism

Hiperparatiroidisme menyebabkan gangguan metabolisme tulang dan

mineral. Lesi fokal dan multiple terlihat pada banyak tulang. Dampaknya

terhadap tulang meliputi resorpsi tulang massif, fraktur tulang, dan nyeri

tulang, osteopenia difus, atau lesi litik. Pada beberapa pasien dengan

hiperparatiroid yang tidak diketahui memberi gambaran lesi litik yang dapat

disalahartikan sebagai tumor. Lesi ini disebut “Brown Tumor”, akibat

perdarahan pada lesi.

14

Page 15: Case Gct Dini

Insiden dan demografik :

Lesi litik ditemukan lebih banyak pada wanita disbanding pria, dan insidensi

meningkat seiring bertambahnya umur.

Manifestasi klinis :

Batu ginjal rekuren

Lesi tulang

Gejala gastrointestinal seperti mual, muntah, ulkus peptikum dan

pankreatitis

Pemeriksaan :

Radiologi : difus osteopenia yang tampak sebagai area lusen.

Laboratorium : peningkatan produksi hormone paratiroid menyebabkan

hiperkalsemia karena peningkatan absorpsi kalsium di usus, peningkatan

resorpsi tubulus ginjal, dan peningkatan aktivitas osteoklas. Serum fosfat,

alkalin fosfatase meningkat.

Histopatologi :

Peningkatan resorpsi trabekula tampak sebagai gambaran ”tunneling” atau

”dissecting”. Terdapat peningkatan jumlah osteoklas pada permukaan tulang

dan resorpsi osteosit pada tulang periseluler. Resorpsi osteosit membentuk

lubang kecil yang bergabung dengan yang lainnya membentuk brown tumor.

Terapi :

Terapi tergantung pada penyebabnya. Hiperparatiroid primer diterapi

dengan operasi neplasma paratiroid. Paratiroid sekunder akibat gagal ginjal

kronik diterapi dengan dialysis, restriksi fosfat, dan pemberian 1,25(OH)2D

dan transplantasi ginjal.

15

Page 16: Case Gct Dini

2. Kondroblastoma

Merupakan tulang jinak yang jarang ditemukan dan sering pada umur

10-25 tahun, beberapa penulis menyatakan lebih sering ditemukan pada laki-

laki daripada wanita dengan perbandingan 2:1. Dan merupakan salah satu

dari dua neoplasma dengan deferensiasi inkomplit tulang lunak, noplasma

yang sejenis adalah chondromiksoid fibroma. insidensi kurang lebih 10 %

dari semua neoplasma tulang. Tahun 1931 Ladman mengklasifikasikan

kondroblastoma sebagai suatu variasi dari Giant cell tumor. Pertumbuhan

tumor ini sangat lambat. Gejala nyeri merupakan gejala gejala yang utama

khususnya pada sendi. Ada penulis yang menganggap bahwa 50% dari

tumor ini dapat menjadi ganas.

Lokasi : Kondroblastoma jinak berasal dari daerah epifisis dan berkembang

ke arah metafisis. Tumor terutama ditemukan pada tulang panjang, terutama

epifisis tibia proksimal, femur distal dan humerus proksimal.

Pemeriksaan Radiologis : Pada foto Rontgen plain terlihat rekfaksi yang

jelas pada tulang kanselosa yang dapat melebar di luar dari daerah garis

epifisis. Bentuknya eksentrik dengan korteks yang tipis tetapi penetrasi

keluar jarang terjadi. Batas-batas tumor bersifat ireguler, tidak tegas disertai

dengan bintik-bintik kalsifikasi sebagai gambaran adanya deposisi kalsium.

Tidak ada bukti adanyanya metastasis, dan korteks intak.

Patologi : Gambaran patologi ditandai dengan gejala-gejala karakteristik dari

sel-sel yang banyak dan bersifat tidak berdiferensiasi dengan sel-sel yang

bulat atau poligonal dari sel-sel yang menyerupai kondroblas dengan sel-sel

raksasa inti banyak dari sel osteoklas yang diatur secara sendiri-sendiri atau

kelompok. Hanya ditemukan sedikit jaringan seluler dari jaringan matriks

tulang rawan yang disertai dengan kalsifikasi fokal dan jaringan retikulin.

Pengobatan : Pengobatan yang biasanya dilakukan berupa kuretase diikuti

bone graft.

16

Page 17: Case Gct Dini

XII. PENATALAKSANAAN

1. Terapi non-bedah

Terapi yang dapat diberikan yaitu dengan radioterapi. Radioterapi

dilakukan pada kasus-kasus sulit dimana tindakan pembedahan sulit

dilakukan.

2. Terapi bedah

Intervensi pembedahan adalah terapi primer dari GCT, tindakan

pembedahan tergantung dari stadium (berdasarkan Enneking) dan lokasi lesi

tumor. Tindakan bedah terhadap GCT dapat berupa:

(i) stadium I : kuretase di mana setelah tindakan kuret dapat disusul dengan

pengisian rongga tumor dengan bone graft dan atau dengan bone cement

(ii) stadium II : reseksi, tindakan ini dilakukan pada tulang yang expendable

seperti tulang distal ulna, proksimal fibula.

(iii) stadium III : reseksi yang disusul dengan tindakan rekonstruksi dapat

dilakukan dengan cara:

a. atrodesis sendi, biasanya dilakukan terhadap sendi lutut untuk tumor

yang berlokasi di distal femur/proksimal tibia dan disebut sebagai

tindakan juvara.

b. penggantian dengan protese, dilakukan terhadap tumor di proksimal

femur, di mana setelah reseksi dipasang protese Austin Moore

c. penggantian dengan autograft proksimal fibula, dilakukan terhadap

tumor di distal radius atau proksimal humerus

d. sentralisasi ulna, dilakukan terhadap lesi di distal radius, bila tidak

dilakukan penggantian dengan proksimal fibula.

Pengobatan standar GCT adalah kuretase dan bone graft atau bone

cement, di mana angka rekurensi dilaporkan sampai mencapai 50% atau

lebih bila reseksi intra lesi tidak dilakukan dengan baik. Terapi

menggunakan ajuvan pada GCT di daerah sakrum seperti phenol, hidrogen

peroksidase maupun nitrogen cair harus digunakan dengan hati-hati untuk

meminimalkan trauma pada nerve root di sakrum, sehingga diperlukan

pengawasan terhadap nerve root dalam pengerjaannya. Embolisasi

17

Page 18: Case Gct Dini

preoperatif harus dipertimbangkan karena tumor ini hipervaskular.

Embolisasi dapat merupakan terapi paliatif dan atau menyembuhkan pada

kasus di mana tidak dapat dilakukan reseksi.

Amputasi dilakukan terhadap GCT dengan stadium 3 yang lanjut, di

mana secara teknis sulit untuk mendapatkan daerah yang bebas tumor,

sehingga satu–satunya tindakan yang dapat menjamin jaringan bebas tumor

adalah amputasi.

XIII.PROGNOSIS

Umumnya prognosis giant cell tumor baik, tergantung teknik

pembedahan dan grade tumor. Angka mortalitas akibat giant cell tumor

sekitar 4%.

Pemeriksaan lanjutan (follow up) GCT dalam jangka waktu lama sangat

diperlukan untuk memantau keberhasilan terapi, karena proses ke arah

keganasan dapat terjadi setelah 40 tahun perawatan primer tumor. Angka

rekurensi tergantung pada stadium tumor dan jenis tindakan yang dilakukan.

Makin tinggi stadium tumor, makin tinggi angka rekurensinya. Didapatkan

angka rekurensi pada stadium I sebesar 42%, stadium II 67%, sedangkan

pada stadium III besarnya 90%. Timbulnya rekurensi dari GCT, biasanya

terjadi 2-3 tahun setelah terapi. Namun, rekurensi dapat terlihat paling lama

dalam jangka waktu 7 tahun. Perubahan sekunder ke arah keganasan terjadi

pada 35 kasus dari 568 kasus pada penelitian di Mayo klinik. Tumor/lesi

GCT dengan stroma yang malignan lebih mengarah keganasan dan 5%

pasien GCT ditemukan adanya metastase ke paru.

18

Page 19: Case Gct Dini

BAB III

ANALISIS KASUS

Pada anamnesis didapatkan data bahwa penderita berusia 15 tahun beralamat

di Linggau datang berobat ke RSMH dengan keluhan benjolan pada bahu kiri.

Dari anamnesis lebih lanjut diketahui bahwa ± 3 bulan SMRS, os mengeluh

timbul benjolan di bahu kiri. Nyeri dirasakan hilang timbul yang menjalar ke

leher atas. Penderita juga mengeluh sulit menggerakkan tangan kiri. Penderita

berobat ke dokter umum ± 1 bulan SMRS namun penderita merasa tidak

mengalami perbaikan. Kemudia ± 1 hari SMRS, penderita berobat ke RS umum di

Linggau, dan penderita dikatakan menderita tumor dan dirujuk ke RSMH

Palembang.

Pada pemeriksaan fisik, status generalis didapatkan pernafasan, nadi,

tekanan darah dan suhu dalam batas normal. Dari hasil pemeriksaan fisik, pada

status lokalis didapatkan pada regio brachii sinistra tampak adanya benjolan yang

dirasa nyeri dan tangan menjadi sulit digerakkan dimana ROM aktif dan pasif

terbatas. Hal ini memungkinkan adanya suatu massa di regio brachii sinistra.

Massa yang dapat dicurigai meliputi giant cell tumor, brown tumor, dan

kondroblastoma regio brachii sinistra.

Hasil pemeriksaan penunjang yang dilakukan berupa hasil pemeriksaan

laboratorium dalam batas normal, hasil pemeriksaan radiologis menunjukkan lesi

litik dan reaksi periosteal pada proksimal humerus sinistra. Pemeriksaan biopsi

menunjukkan giant cell tumor regio brachii sinistra.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang

yang telah dilakukan disimpulkan bahwa penderita ini didiagnosa dengan giant

cell tumor regio brachii sinistra. Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien ini

ada 2 pilihan yaitu terapi konservatif dan terapi operatif. Jika secara konservatif,

ditatalaksana dengan radioterapi. Terapi operatif sebagai pilihan lain dapat

dilakukan dengan kuretase. Prognosis penderita ini adalah quo ad vitam bonam

dan quo ad functionam dubia ad bonam.

19