case dr oki fitriani spa msc

38
Presentasi kasus MORBILI Oleh : Mu’amar 1102009176 Pembimbing : dr. Oki Fitriani, Sp.A M.Sc KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RSUD SERANG PERIODE 6 JANUARI 2014 – 15 MARET 2014

Upload: muamar-benjamin

Post on 28-Dec-2015

72 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Case Dr Oki Fitriani SpA MSc

Presentasi kasus

MORBILI

Oleh :

Mu’amar

1102009176

Pembimbing :

dr. Oki Fitriani, Sp.A M.Sc

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

RSUD SERANG

PERIODE 6 JANUARI 2014 – 15 MARET 2014

KATA PENGANTAR

Page 2: Case Dr Oki Fitriani SpA MSc

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi nikmat

begitu besar kepada kita sampai saat ini serta hidayah dan kesempatannya sehingga

saya dapat menyelesaikan presentasi kasus dengan judul “Morbili” dalam rangka

memenuhi salah satu syarat kepaniteraan klinik ilmu kesehatan anak di Rumah

Sakit Umum Daerah Serang periode 6 januari 2014 – 15 maret 2014.

Dalam menyelesaikan presentasi kasus ini, saya mengucapkan terima kasih

kepada dr. Oki Fitriani, Sp.A yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing

saya ditengah kesibukan dan padatnya aktivitas beliau. Terima kasih juga saya

ucapkan kepada keluarga saya yang selalu memberikan dukungan dan memotivasi

saya hingga saat ini, serta kepada teman-teman saya yang sedang menjalani

kepaniteraan di RSUD Serang.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati saya memohon maaf apabila dalam

penulisan presentasi kasus ini banyak mengalami kekurangan. Segala saran dan

kritik rekan-rekan akan saya terima agar dapat menjadi lebih baik lagi untuk

kedepannya. Semoga presentasi kasus ini dapat bermanfaat bagi rekan-rekan

sekalian.

Serang, Februari 2014

Page 3: Case Dr Oki Fitriani SpA MSc

Mu’amar

DAFTAR ISI

Halaman

Kata Pengantar ................................................................................... ........ 1

Daftar Isi .......................................................................................... 2

Presentasi Kasus .......................................................................................... 3 - 12

Tinjauan Pustaka .......................................................................................... 13 - 26

Daftar Pustaka .......................................................................................... 27

Page 4: Case Dr Oki Fitriani SpA MSc

BAB I

1. IDENTITAS

Nama : An. N

Umur : 4,1 tahun’

Tempat/Tanggal lahir : Serang / 17 Februari 2009

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Kavling Citra Pelamunan Indah RT/RW 05/01 Kramat Watu,

Serang

Agama : Islam

No RM : 00.11.10.67

Tanggal masuk : 21 januari 2014

Tanggal keluar : 25 januari 2014

Nama ayah : Tn. B

Pekerjaan : Polisi

Pendidikan terakhir : S1

Nama Ibu : Ny. S

Pekerjaan : Bidan

Pendidikan terakhir : D3

2. A NAMNESA

Alloanamnesa oleh ibu pasien pada tanggal 23 januari 2014

Keluhan utama : Demam

Keluhan tambahan : Batuk , pilek

Riwayat penyakit sekarang :

Page 5: Case Dr Oki Fitriani SpA MSc

Pasien datang ke RSUD Serang diantar keluarga dengan keluhan adanya demam,

batuk dan pilek sejak 3 hari smrs. Demam dirasakan naik turun sejak 3 hari smrs.

Sebelumnya pasien sudah diberikan obat oleh ibunya yang kebetulan seorang bidan, akan

tetapi demam masih tetap naik turun. Demam dialami oleh pasien tanpa disertai dengan

adanya kejang. Keluhan tanda – tanda perdarahan pada saat demam seperti gusi berdarah,

muntah darah, dan mimisan juga disangkal oleh keluarga pasien.

Batuk berdahak disertai pilek juga dialami pasien sejak 3 hari smrs. Ibu pasien

juga telah memberikan obat, akan tetapi keluhan yang dialami pasien tetap sama.

Saat pasien sudah menjalani rawat inap pada hari pertama, pasien masih

merasakan demam kemudian ibu pasien mengeluhkan mata pasien menjadi merah dan

adanya bintik – bintik yang berbenjol kecil yang mulai bermunculan disekitar punggung

belakang. Yang awalnya bintik bintik mucul mulai dari telinga belakang.

Riwayat penyakit dahulu :

Tidak ada riwayat penyakit dahulu

Riwayat penyakit keluarga:

Tidak ada keluhan yang sama pada keluarga pasien

Riwayat Kehamilan Ibu :

Riwayat hamil kontrol teratur ke dokter

Riwayat Kelahiran :

Riwayat pasien lahir di dokter dengan persalinan normal, Pasien lahir langsung menangis

dan tidak ada cacat maupun trauma. Ibu lupa berat badan lahir, panjang badan lahir dan

lingkar kepala pasien saat lahir.

Riwayat Imunisasi :

Pasien sudah diimunisasi secara lengkap

Page 6: Case Dr Oki Fitriani SpA MSc

3. P EMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

Tekanan Darah : 110/70 mmHg

Heart rate : 112x / menit

Respirasi : 22 x/ menit

Suhu : 38,5 0c

Berat badan : 14 kg

Panjang badan : 95 cm

Status Gizi :BB/(TB)2 = 93 %

Status generalis

Kulit : - turgor : baik

- warna : sawo matang, tidak pucat

Kepala : normocephal , rambut tumbuh teratur dan tidak mudah di

cabut

Mata : Sclera ikterik -/- , reflex cahaya +/+, Mata cekung -/-,

Conjungtiva hiperemis +/+

Telinga : Secret -/-

Hidung : pernapasan cuping hidung -/-, secret -/-, deviasi septum -/-

Mulut : bibir tampak kering, sianosis (-), stomatitis (-), lidah tidak kotor,

faring tidak hiperemis, tonsil T1 – T1 tenang, Koplik’s spot (-)

Leher : pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)

Thoraks : pergerakan dada simetris saat statis dan dinamis

Cor

Inspeksi : iktus kordis tidak tampak

Palpasi : iktus kordis teraba di sela iga 5 garis midclavicula kiri

Page 7: Case Dr Oki Fitriani SpA MSc

Perkusi : batas atas jantung di sela iga 3 garis sternal kiri

batas kanan jantung di sela iga 4 garis sternal kanan

batas kiri jantung di sela iga 4 garis midclavicula kiri

Auskultasi : bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Pulmo

Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis

Palpasi : fremitus vokal dan fremitus taktil kanan sama dengan kiri

Perkusi : sonor di seluruh lapang paru

Auskultasi : vesikuler, Rhonki +/+, Whezing -/-

Abdomen

Inspeksi : tampak perut datar

Auskultasi : bising usus (+)

Perkusi : Timpani di ke empat kuadran

Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba,turgor kulit baik

Ekstremitas

Atas : akral hangat, edema (-), sianosis (-), nadi teraba kuat, tampak

bintik-bintik merah

Bawah : akral hangat, edema (-), sianosis (-), nadi teraba kuat

Genitalia : tidak dilakukan

Anus : tidak dilakukan

4. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah Rutin pada tanggal 29 juli 2013

Hb = 12,1 g/dl leukosit = 4.010 /ul GDS : 81

Ht = 36,9 % trombosit = 166.000/ul

5. Diagnose kerja

Morbili + Bronkopneumonia

6. Penatalaksaan

Page 8: Case Dr Oki Fitriani SpA MSc

IVFD 2A + ½ Antrain -> 1000 cc/ hr

Inj Ranitidin 15 mg / inj / iv

Isoprinosin 3 X ¾ cth

Cetirizin tab 1 x 1/3 tab

Rhinatiol 3 x ½ cth

Parasetamol syr 3 x 1 ½

Salycil talc

7. Prognosis

Qua ad vitam : bonam

Qua ad functionam : bonam

LEMBAR PERJALANAN PENYAKIT / FOLLOW UP

Nama : Nathania D No. RM : 11.10.67 Ruang : F2

Umur/kelamin : 4th/perempuan Kelas : Utama

Tgl Jam

Perjalanan Penyakit / follow up

Intruksi dokter

Therapy /

tindakan medik

Tanda

tangan /

nama

dr

22/januari/2014

15 kg

S/ demam , batuk + , bab cair 1x

O/ KU: sedang

KS : CM

TD : 110 / 80

HR : 131x/menit

RR : 30x/menit

T : 37,9 0C

Kepala : Normocephale

Mata : CA -/-, SI -/-

IVFD 2A + ½

Antrain ->

1000 cc/ hr

Inj Ranitidin

15 mg / inj /

iv

Isoprinosin 3

X ¾ cth

Page 9: Case Dr Oki Fitriani SpA MSc

Hidung : PCH (-)

Mulut : PCO (-)

Leher : pembesaran KGB (-), tiroid

(-)

Torak : simertis saat statis dan

dinamis

Cor : S1S2 reguler, M(-), G (-)

Pulmo : Vesikuler +/+, Rhonki

+/+, Wheziing -/-

Abdomen : BU (+) hepar dan lian

tidak teraba

Ekstremitas : akral hangat, turgor

kulit kembali cepat

Lab 21/01/2014

HB : 12,1 g/dl

Leukosit : 4810

Hematokrit : 36,9

Trombosit : 166.000

GDS : 81

Salycil tab

Cetirizin tab 1

x 1/3 tab

Rhinatiol 3 x

½ cth

Parasetamol

syr 3 x 1 ½

Page 10: Case Dr Oki Fitriani SpA MSc

23/januari/2014

15 kg

S/ batuk + , nafsu makan turun , badan

kemerahan , mata merah , demam hari

ke 4

O/ KU: sedang

KS : CM

TD : 90 / 50

HR : 136x/menit

RR : 34x/menit

T : 37,1 0C

Kepala : ubun-ubun besar tertutup,

normocephale

Mata : CA -/-, SI -/- , conjungtiva

hiperemis

Hidung : PCH (-)

Mulut : PCO (-)

Leher : pembesaran KGB (-), tiroid

(-)

Torak : simertis saat statis dan

dinamis

Cor : S1S2 reguler, M(-), G (-)

Pulmo : Ves +/+, Rh +/+, Wh -/-

Abdomen : BU (+) hepar dan lian

tidak teraba

Ekstremitas : akral hangat, turgor

kulit baik

Lab 22/01/2014

HB : 11,3 g/dl

Leukosit : 4600

Inj Cefotaxime

3 x 500 mg iv

( skin test )

Inj Ranitidine 2

x 150 mg iv

Syr Isoprinosin

3 x ¾ cth

Rhinatiol 3

Cetirizine 1 x

1/3 tab

Bedak salisil 3

x ue

D5 ½ NS 12

tpm makro

Ketricin ava base

2 x ue ( tipis tipis

di bibir )

Page 11: Case Dr Oki Fitriani SpA MSc

Hematokrit : 35,9

Trombosit : 160.000

24/januari/2014

Bb: 15kg

S/ Nafsu makan turun , bibir kering ,

batuk + , demam hari ke 5

O/ KU: sedang

KS : CM

TD : 90/60

HR : 126x/menit

RR : 29x/menit

T : 37,3 0C

Kepala : ubun-ubun besar terbuka

dan tidak cekung

Mata : CA -/-, SI -/-

Hidung : PCH (-)

Mulut : PCO (-)

Leher : pembesaran KGB (-), tiroid

(-)

Torak : simertis saat statis dan

dinamis

Cor : S1S2 reguler, M(-), G (-)

Pulmo : Ves +/+, Rh +/+, Wh -/-

Abdomen : BU (+) hepar dan lian

tidak teraba

Ekstremitas : akral hangat, turgor

kulit baik

Inj Cefotaxime

3 x 500 mg iv

Ranitidin 2 x

15 mg iv

Isoprinosin 2 x

¾ cth

Rhinatiol

Cetirizin 1 x

1/3 tab

Parasetamol 1

½ / 4 – 8 j

Bedak salisil 3

x ue

Ketricin cr 2 x

ue

D5 ½ NS 10

tpm makro

25/januari/2014 S/ batuk + , nafsu makan menurun

O/ KU: sedang

BLPL

Cefixim 2 x 60

Page 12: Case Dr Oki Fitriani SpA MSc

BB 15 kg

KS : CM

TD : 90/60

HR : 118x/menit

RR : 22x/menit

T : 37,1 0C

Kepala : normocephal

Mata : CA -/-, SI -/-

Hidung : PCH (-)

Mulut : PCO (-)

Leher : pembesaran KGB (-), tiroid

(-)

Torak : simertis saat statis dan

dinamis

Cor : S1S2 reguler, M(-), G (-)

Pulmo : Ves +/+, Rh +/+, Wh -/-

Abdomen : BU (+) hepar dan lian

tidak teraba

Ekstremitas : akral hangat, turgor

kulit baik

mg ( pulv )

Isoprinosin

lanjut

Rhinatiol

lanjut

Cetirizin lanjut

Biostrum 2 x

cth I

Page 13: Case Dr Oki Fitriani SpA MSc

BAB II

DISKUSI KASUS

DEFINISI

Campak adalah penyakit infeksi yang sangat menular yang disebabkan oleh virus, dengan

gejala-gejala eksantem akut, demam, kadang kataral selaput lendir dan saluran pernapasan,

gejala-gejala mata, kemudian diikuti erupsi makulopapula yang berwarna merah dan diakhiri

dengan deskuamasi dari kulit.

Campak juga dikenal dengan nama morbili atau morbillia dan rubeola (bahasa Latin),

yang kemudian dalam bahasa Jerman disebut dengan nama masern, dalam bahasa Islandia

dikenal dengan nama mislingar dan measles dalam bahasa Inggris.

ETIOLOGI

Agent campak adalah measles virus yang termasuk dalam famili paramyxoviridae

anggota genus morbilivirus. Virus campak sangat sensitif terhadap temperatur sehingga

virus ini menjadi tidak aktif pada suhu 37 derajat Celcius atau bila dimasukkan ke dalam

lemari es selama beberapa jam. Dengan pembekuan lambat maka infektivitasnya akan

hilang

Virus bisa ditemukan pada sekret nasofaring, darah dan urin paling tidak selama masa

prodromal hingga beberapa saat setelah ruam muncul. Virus campak adalah organisme

yang tidak memiliki daya tahan tinggi apabila berada di luar tubuh manusia.

Page 14: Case Dr Oki Fitriani SpA MSc

PATOFISIOLOGI

Page 15: Case Dr Oki Fitriani SpA MSc

MANISFESTASI KLINIS

Page 16: Case Dr Oki Fitriani SpA MSc

Stadium inkubasi

Masa inkubasi campak berlangsung kira-kira 10 hari (8 hingga 12 hari).

Walaupun pada masa ini terjadi viremia dan reaksi imunologi yang ekstensif, penderita

tidak menampakkan gejala sakit.

Stadium prodromal / Kataral

Biasanya stadium ini berlangsung selama 4-5 hari dengan gejala demam, malaise,

batuk, fotofobia, konjungtivitis dan koriza. Menjelang akhir stadium kataral dan 24 jam

sebelum timbul eksantema, timbul bercak Koplik. Bercak Koplik berwarna putih kelabu,

sebesar ujung jarum timbul pertama kali pada mukosa bucal yang menghadap gigi molar

dan menjelang kira-kira hari ke 3 atau 4 dari masa prodormal dapat meluas sampai

seluruh mukosa mulut.

Secara klinis, gambaran penyakit menyerupai influenza dan sering didiagnosis

sebagai influenza. Tersering ditemukan pada mukosa bukal di depan gigi geraham bawah

tetapi dapat juga ditemukan pada bagian lain dari rongga mulut seperti palatum, juga di

bagian tengah bibir bawah dan karunkula lakrimalis. Muncul 1 – 2 hari sebelum

timbulnya ruam dan menghilang dengan cepat yaitu sekitar 12-18 jam kemudian.

Pada akhir masa prodromal, dinding posterior faring biasanya menjadi hiperemis

dan penderita akan mengeluhkan nyeri tenggorokkan.

Stadium erupsi

Stadium ini berlangsung selama 4-7 hari. Gejala yang biasanya terjadi adalah

koriza dan batuk-batuk bertambah. Timbul eksantema di palatum durum dan palatum

mole. Kadang terlihat pula bercak Koplik.

Terjadinya ruam atau eritema yang berbentuk makula-papula disertai naiknya

suhu badan. Mula-mula eritema timbul di belakang telinga, di bagian atas tengkuk,

sepanjang rambut dan bagian belakang bawah. Kadang-kadang terdapat perdarahan

ringan pada kulit.

Page 17: Case Dr Oki Fitriani SpA MSc

Rasa gatal, muka bengkak. Ruam kemudian akan menyebar ke dada dan abdomen

dan akhirnya mencapai anggota bagian bawah pada hari ketiga dan akan menghilang

dengan urutan seperti terjadinya yang berakhir dalam 2-3 hari

Stadium konvalesensi

Erupsi berkurang meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua (hiperpigmentasi)

yang lama-kelamaan akan menghilang sendiri. Selain hiperpigmentasi pada anak

Indonesia sering ditemukan pula kulit yang bersisik. Selanjutnya suhu menurun sampai

menjadi normal kecuali bila ada komplikasi

DIAGNOSIS

Anamnesa

-       Anak dengan panas 3-5 hari (biasanya tinggi, mendadak), batuk, pilek harus

dicurigai atau di diagnosis banding morbili.

-       Mata merah, sekret mata, fotofobia, menambah kecurigaan.

-       Dapat disertai diare dan muntah.

-       Dapat disertai dengan gejala perdarahan (pada kasus yang berat) : epistaksis,

petekie, ekimosis.

-       Anak resiko tinggi adalah bila kontak dengan penderita morbili (1 atau 2 minggu

sebelumnya) dan belum pernah vaksinasi campak

Pemeriksaan Fisik

Stadium Prodromal : Koplik’s spot dan tanda 3 C ( Conjungtivitis , Coryza dan Cough )

disertai demam ringan sampai sedang

Stadium erupsi : ruam mukopapular , biasanya dimulai dari leher atau belakang

telinga kemudian ke daerah muka , badan dan anggota badan

disertai panas tinggi

Stadium akhir : ruam menjadi hiperpigmentasi dan kadang – kadang deskuamasi

, gejala menghilang

Pemeriksaan Laboratorium

Page 18: Case Dr Oki Fitriani SpA MSc

pemeriksaan sitologik ditemukan sel raksasa pada mukosa hidung dan pipi

pemeriksaan serologik didapatkan IgM spesifik.

DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding morbili diantaranya :

1. German Measles.

Pada penyakit ini tidak ada bercak koplik, tetapi ada pembesaran kelenjar di daerah

suboksipital, servikal bagian posterior, belakang telinga.

2. Eksantema Subitum ( Rubeola Infantum )

Ruam akan muncul bila suhu badan menjadi normal. Rubeola infantum (eksantema

subitum) dibedakan dari campak dimana ruam dari roseola infantum tampak ketika demam

menghilang.

Ruam rubella dan infeksi enterovirus cenderung untuk kurang mencolok daripada ruam

campak, sebagaimana tingkat demam dan keparahan penyakit. Walaupun batuk ada pada banyak

infeksi ricketsia, ruam biasanya tidak melibatkan muka, yang pada campak khas terlibat. Tidak

adanya batuk atau riwayat injeksi serum atau pemberian obat biasanya membantu mengenali

penyakit serum atau ruam karena obat.

3.Meningokoksemia

dapat disertai dengan ruam yang agak serupa dengan ruam campak, tetapi batuk dan

konjungtivitis biasanya tidak ada. Pada meningokoksemia akut ruam khas purpura petekie. Ruam

papuler halus difus pada demam skarlet dengan susunan daging angsa di atas dasar eritematosa

relatif mudah dibedakan.

PENYULIT

Campak menjadi berat pada pasien dengan gizi buruk dan anak berumur lebih kecil.

Kebanyakan penyulit campak terjadi bila ada infeksi sekunder oleh bakteri. Beberapa penyulit

campak adalah :

Page 19: Case Dr Oki Fitriani SpA MSc

a) Bronkopneumonia

Merupakan salah satu penyulit tersering pada infeksi campak. Dapat disebabkan oleh

invasi langsung virus campak maupun infeksi sekunder oleh bakteri (Pneumococcus,

Streptococcus, Staphylococcus, dan Haemophyllus influenza). Ditandai dengan adanya

ronki basah halus, batuk, dan meningkatnya frekuensi nafas. Pada saat suhu menurun,

gejala pneumonia karena virus campak akan menghilang kecuali batuk yang masih akan

bertahan selama beberapa lama. Bila gejala tidak berkurang, perlu dicurigai adanya

infeksi sekunder oleh bakteri yang menginvasi mukosa saluran nafas yang telah dirusak

oleh virus campak. Penanganan dengan antibiotik diperlukan agar tidak muncul akibat

yang fatal.

b) Encephalitis

Komplikasi neurologis tidak jarang terjadi pada infeksi campak. Gejala encephalitis

biasanya timbul pada stadium erupsi dan dalam 8 hari setelah onset penyakit. Biasanya

gejala komplikasi neurologis dari infeksi campak akan timbul pada stadium prodromal.

Tanda dari encephalitis yang dapat muncul adalah : kejang, letargi, koma, nyeri kepala,

kelainan frekuensi nafas, twitching dan disorientasi. Dugaan penyebab timbulnya

komplikasi ini antara lain adalah adanya proses autoimun maupun akibat virus campak

tersebut.

c) Subacute Slcerosing Panencephalitis (SSPE)

Merupakan suatu proses degenerasi susunan syaraf pusat dengan karakteristik gejala

terjadinya deteriorisasi tingkah laku dan intelektual yang diikuti kejang. Merupakan

penyulit campak onset lambat yang rata-rata baru muncul 7 tahun setelah infeksi campak

pertama kali. Insidensi pada anak laki-laki 3x lebih sering dibandingkan dengan anak

perempuan. Terjadi pada 1/25.000 kasus dan menyebabkan kerusakan otak progresif dan

fatal. Anak yang belum mendapat vaksinansi memiliki risiko 10x lebih tinggi untuk

terkena SSPE dibandingkan dengan anak yang telah mendapat vaksinasi (IDAI, 2004).

d) Konjungtivitis

Page 20: Case Dr Oki Fitriani SpA MSc

Konjungtivitis terjadi pada hampir semua kasus campak. Dapat terjadi infeksi sekunder

oleh bakteri yang dapat menimbulkan hipopion, pan oftalmitis dan pada akhirnya dapat

menyebabkan kebutaan.

e) Otitis Media

Gendang telinga biasanya hiperemi pada fase prodromal dan stadium erupsi.

f) Diare

Diare dapat terjadi akibat invasi virus campak ke mukosa saluran cerna sehingga

mengganggu fungsi normalnya maupun sebagai akibat menurunnya daya tahan penderita

campak (Soegeng Soegijanto, 2002)

g) Laringotrakheitis

Penyulit ini sering muncul dan kadang dapat sangat berat sehingga dibutuhkan tindakan

trakeotomi.

h) Jantung

Miokarditis dan perikarditis dapat menjadi penyulit campak. Walaupun jantung seringkali

terpengaruh efek dari infeksi campak, jarang terlihat gejala kliniknya.

i) Black measles

Merupakan bentuk berat dan sering berakibat fatal dari infeksi campak yang ditandai

dengan ruam kulit konfluen yang bersifat hemoragik. Penderita menunjukkan gejala

encephalitis atau encephalopati dan pneumonia. Terjadi perdarahan ekstensif dari mulut,

hidung dan usus. Dapat pula terjadi koagulasi intravaskuler diseminata (Cherry, 2004).

TATALAKSANA

Tanpa Komplikasi

Pada umumnya tidak memerlukan rawat inap

Page 21: Case Dr Oki Fitriani SpA MSc

Beri vitamin A , tanyakan apakah anak sudah mendapat vitamin A pada bulan agustus

dan februari. Jika belum, berikan 50.000 IU ( jika umur anak < 6 bulan), 100.000 IU ( 6-

11 bulan ) atau 200.000 IU ( 12 bulan hingga 5 tahun )

Untuk pasien gizi buruk berikan vitamin A tiga kali

Jika demam berikan antipiretik

Berikan nutrisi dan cairan yang sesuai kebutuhan

Perawatan mata : untuk konjungtivitis ringan dengan cairan mata jernih tidak diperlukan

pengobatan. Jika mata memiliki sekret, bersihkan dengan kain katun yang telah direbus

dalam air mendidih. Oleskan salep mata tetrasiklin 3 kali sehari selama 7 hari

Perawatan mulut : jaga kebersihan mulut , beri obat kumur antiseptik bila pasien dapat

berkumur

Dengan Komplikasi Berat

Terapi vitamin A , jika anak menunjukan gejala pada mata akibat kekurangan vitamin A

atau dalam keadaan gizi buruk , vitamin A diberikan 3 kali : hari 1 , hari 2 , dan 2-4

minggu setelah dosis kedua

Penurunan kesadaran dan kejang

Pneumonia : berikan antibiotik , kotrimoksazol ( 4mg/kgbb/kali ) 2 kali selama 3 hari

atau amoksisilin ( 25 mg/kgbb/kali ) 2 kali sehari selama 3 hari. Untuk pasien HIV

diberikan selama 5 hari

Diare :

Page 22: Case Dr Oki Fitriani SpA MSc

Masalah pada mata

Otitis media : amoksisilin 15 mg/kgbb/3 kali sehari atau kotrimoksazol oral ( 24

mg/kgbb) 2 kali sehari selama 7 – 10 hari

Page 23: Case Dr Oki Fitriani SpA MSc

Jika ada nanah mengalir , bersihkan telinga dengan wicking ( membuat sumbu dari kain

atau tissue kering yang dipluntir lancip. Jika anak mengalmai nyeri telinga atau demam

tinggi, berikan parasetamol

Luka pada mulut : minta ibu untuk membersihkan mulut dengan air bersih dengan

sedikit garam minimal 4 kali sehari. Berikan gentian violet 0.25 % pada luka di mulut

setelah dibersihkan

Demam , berikan antipiretik

PENCEGAHAN

Pencegahan Tingkat Awal (Priemordial Prevention)

Pencegahan tingkat awal berhubungan dengan keadaan penyakit yang masih dalam tahap

prepatogenesis atau penyakit belum tampak yang dapat dilakukan dengan memantapkan

status kesehatan balita dengan memberikan makanan bergizi sehingga dapat

meningkatkan daya tahan tubuh

Pencegahan Tingkat Pertama (Primary Prevention)

Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya untuk mencegah seseorang terkena

penyakit campak, yaitu :

a. Memberi penyuluhan kepada masyarakat mengenai pentingnya pelaksanaan

imunisasi campak untuk semua bayi.

b. Imunisasi dengan virus campak hidup yang dilemahkan, yang diberikan pada

semua anak berumur 9 bulan sangat dianjurkan karena dapat melindungi sampai

jangka waktu 4-5 tahun.

Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention)

Pencegahan tingkat kedua ditujukan untuk mendeteksi penyakit sedini mungkin untuk

mendapatkan pengobatan yang tepat. Dengan demikian pencegahan ini sekurang-

kurangnya dapat menghambat atau memperlambat progrefisitas penyakit, mencegah

komplikasi, dan membatasi kemungkinan kecatatan, yaitu

a. Menentukan diagnosis campak dengan benar baik melalui pemeriksaan fisik

atau darah.

Page 24: Case Dr Oki Fitriani SpA MSc

b. Mencegah perluasan infeksi. Anak yang menderita campak jangan masuk

sekolah selama empat hari setelah timbulnya rash. Menempatkan anak pada ruang

khusus atau mempertahankan isolasi di rumah sakit dengan melakukan pemisahan

penderita pada stadium kataral yakni dari hari pertama hingga hari keempat

setelah timbulnya rash yang dapat mengurangi keterpajanan pasien-pasien dengan

risiko tinggi lainnya.

c. Pengobatan simtomatik diberikan untuk mengurangi keluhan penderita yakni

antipiretik untuk menurunkan panas dan juga obat batuk. Antibiotika hanya

diberikan bila terjadi infeksi sekunder untuk mencegah komplikasi.

d. Diet dengan gizi tinggi kalori dan tinggi protein bertujuan untuk meningkatkan

daya tahan tubuh penderita sehingga dapat mengurangi terjadinya komplikasi

campak yakni bronkhitis, otitis media, pneumonia, ensefalomielitis, abortus, dan

miokarditis yang reversibel.

Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention)

Pencegahan tingkat ketiga bertujuan untuk mencegah terjadinya komplikasi dan

kematian. Adapun tindakan-tindakan yang dilakukan pada pencegahan tertier yaitu :

a. Penanganan akibat lanjutan dari komplikasi campak.

b. Pemberian vitamin A dosis tinggi karena cadangan vitamin A akan turun secara

cepat terutama pada anak kurang gizi yang akan menurunkan imunitas mereka.

PROGNOSIS

Campak merupakan penyakit self limiting sehingga bila tanpa disertai dengan penyulit

maka prognosisnya baik

INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT

Definisi ISPA

Page 25: Case Dr Oki Fitriani SpA MSc

ISPA atau IRA (Infeksi Respiratorik Akut) merupakan infeksi yang berlangung hingga

14 hari. Yang dimaksud dengan infeksi respiratorik adalah mulai dari infeksi respiratorik atas

dan adneksanya hingga parenkim paru. Infeksi respiratorik atas adalah infeksi primer respiratorik

di atas laring, sedangkan infeksi laring ke bawah disebut infeksi respiratorik bawah.

Infeksi Respiratorik atas terdiri dari rinitis, faringitis, tonsilitis, rinosinusitis, dan otitis

media. Sedangkan infeksi respiratorik bawah terdiri dari epiglotitis, croup

(laringotrakeobronkitis), bronkitis, bronkiolitis dan pneumonia.

Faktor Resiko:

Pemberian ASI

Banyak penelitian yang menunjukkan hubungan antara pemberian ASI dengan timbulnya

IRA. Bayi yang tidak pernah diberi ASI lebih rentan terkena IRA dibanding bayi yang

diberi ASI hanya 1 bulan. Pemberian ASI dengan durasi yang lama mempunyai pengaruh

proteksi terhadap IRA selama tahun pertama.

Status gizi

Gizi buruk merupakan faktor resiko timbulnya IRA pada anak dikarenakan adanya

gangguan sistem imun.

Pendidikan orangtua

Kurangnya pengetahuan orangtua menyebabkan sebagian kasus IRA tidak diketahui oleh

orangtua dan tidak diobati.

Status sosial ekonomi

Berpengaruh terhadap pendidikan dan faktor-faktor lain seperti nutrisi, lingkungan dan

penerimaan layanan kesehatan. Anak yang berasal dari lingkungan sosial ekonomi rendah

mempunyai resiko lebih besar mengalami episode IRA.

Polusi udara

Hal ini berkaitan dengan konsentrasi polutan lingkungan yang dapat mengiritasi mukosa

saluran respiratorik. Anak yang tinggal di dalam rumah berventilasi baik memiliki angka

insidens IRA lebih rendah dibanding anak yang berada dalam rumah berventilasi buruk.

Rinitis

Page 26: Case Dr Oki Fitriani SpA MSc

Atau yang biasa dikenal dengan common cold, cold atau selesma adalah istilah

konvensional untuk infeksi saluran pernapasan atas ringan dengan gejala utama hidung buntu,

adanya sekret hidung, bersin, nyeri tenggorok dan batuk. Rinitis adalah infeksi virus yang sangat

menular yang disebabkan paling sering oleh Rhinovirus, sedangkan virus lain adalah influenza,

adenovirus, virus parainfluenza, dll.

Patofisiologi

Terjadi melalui inhalasi aerosol yang mengandung partikel kecil, deposisi droplet pada

mukosa hidung atau konjungtiva atau melalui kontak tangan dengan sekret yang mengandung

virus yang berasal dari penyandang atau dari lingkungan. Infeksi virus pada mukosa hidung

menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler sehingga timbul gejala klinis

hidung tersumbat dan sekret hidung yang meningkat. Stimulasi kolinergik juga menimbulkan

peningkatan sekresi kelenjar mukosa dan bersin. Patogenesis rinitis sama dengan patogenesis

infeksi virus lainnya, yaitu melibatkan interaksi antara replikasi virus dan respon imun pejamu.

Manifestasi klinis

Gejala rinitis timbul setelah masa inkubasi yang sangat bervariasi antar virus, pada

rhinovirus terjadi 10-12 jam setelah inokulasi intranasal, masa inkubasi virus influenza adalah 1-

7 hari. Secara umum keparahan gejala meningkat secara cepat mencapai puncak dalam 2-3 hari.

Sekret hidung yang semula encer dan jernih akan berubah menjadi lebih kental dan purulen.

Sekret yang purulen tersebut tidak selalu menunjukkan adanya infeksi bakteri, tapi berhubungan

dengan peningkatan jumlah sel PMN, sekret berwarna putih atau kuning berhubungan dengan

adanya sel PMN, sedangkan sekret berwarna kehijauan disebabkan oleh aktivitas enzim sel

PMN.

Gejala lain meliputi nyeri tenggorokan, batuk, rewel, gangguan tidur, dan penurunan

nafsu makan.

Diagnosis

Diagnosis rinitis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan perjalanan penyakit yang

diperoleh dari anamnesis lengkap. Perlu ditanyakan mengenai karakterisitik rinore, unilateral

atau bilateral dan apakah pasien memiliki riwayat alergi. Kebiasaan merokok pada orangtua juga

Page 27: Case Dr Oki Fitriani SpA MSc

penting ditanyakan karena asap rokok yang terhirup dapat memperberat gejala klinis. Sulit bagi

klinisi untuk menentukan apakah demam ini merupakan bagian dari infeksi virus yang ringan

atau infeksi bakteri yang berat. Pada pemeriksaan fisik, warna sekret hidung tidak dapat

membedakan penyebab dari penyakit. Ditemukannya virus pada penyebab rinitis merupakan

baku emas penegakkan diagnosis. Metode identifikasi virus adalah kultur virus, deteksi antigen

dan PCR.

Tatalaksana

Nonmedikamentosa:

Apabila gejala klinis pada anak tidak terlalu berat dianjurkan untuk tidak menggunakan

obat-obatan.

Melakukan elevasi kepala saat tidur

Pada bayi dan anak direkomendasikan untuk memberikan terapi suportif cairan yang

adekuat karena pemberian minum dapat mengurangi gejala nyeri atau gatal pada

tenggorokan.

Medikamentosa:

Obat-obatan simtomatis merupakan obat yang paling sering diberikan seperti

asetaminofen (atau ibuprofen untuk anak berusia lebih dari 6 bulan) untuk

menghilangkan demam pada hari hari pertama

Pemberian tetes hidung salin yang diikuti dengan hisap lendir dapat mengurangi sekret

pada bayi. Pada anak yang lebih besar dapat diberi semprot hidung salin.

Pencegahan:

Cara terbaik mencegah terjadinya penularan adalah dengan mencuci tangan khususnya

setelah kontak dengan pasien baik secara langsung maupun tidak langsung. Pemberian imunisasi

influenza dapat mencegah infeksi influenza dan komplikasinya.

Page 28: Case Dr Oki Fitriani SpA MSc

DAFTAR PUSTAKA

1. Hery Gama Melinda D. Nataprawira , Sri Endah Rahayuningsih. Pedoman Diagnosis dan Terapi

Ilmu Kesehatan Anak Edisi 3 . 2005 . Bandung Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran

Universitas Padjajaran RS. dr. Hasan Sadikin.

2. Fennelly, Glenn J. 2006. Measles. (Online, http://www.emedicine.com/PED/topic1388.htm,

diakses tanggal 26 januari 2014)

3. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.1985. Ilmu

Kesehatan Anak 2. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia.

4. Anonimous (1). 2006. Measles. (Online, http://www.cdc.gov/nip/publications/pink/ meas.pdf,

diakses tanggal 26 januari 2014

5. Cherry J.D. 2004. Measles Virus. In: Feigin, Cherry, Demmler, Kaplan (eds) Textbook of

Pediatrics Infectious Disease. 5th edition. Vol 3. Philadelphia. Saunders. p.2283 – 2298

6. Soegeng Soegijanto. 2002. Campak. dalam: Sumarmo S. Poorwo Soedarmo, dkk. (ed.) Buku

Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi & Penyakit Tropis. Edisi I.Jakarta. Balai Penerbit FKUI.

7. T.H. Rampengan, I.R. Laurentz. 1997. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. Jakarta. Penerbit

Buku Kedokteran EGC.