case asma bronkhial final.doc

61
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fungsi utama pernafasan adalah untuk memperoleh O2 agar dapat digunakan oleh sel-sel tubuh dan mengeliminasi CO2 yang dihasilkan oleh sel. Udara pernafasan mengalir melalui saluran nafas serta mengalami beberapa proses. Sebelum masuk ke dalam alveolus untuk mempertukarkan gas, udara pernafasan akan mengalami tahaptahap seperti penyaringan, pelembaban, penyesuaian suhu (pada rongga hidung), yang diikuti dengan beberapa tahap filtrasi pada saluran-saluran di bawahnya. Defek pada salah satu saluran, semisal akibat infeksi, menyebabkan gangguan dalam proses bernafas. Asma adalah penyebab utama dari kematian kronik di dunia. Prevalensi asma meningkat dalam waktu 20 tahun terakhir, terutama pada anak-anak. Jumlah penderita asma diperkirakan sekitar 300 juta di seluruh dunia. Asma adalah salah satu penyakit yang dapat diobati namun tidak dapat disembuhkan, oleh karena itu seorang penderita asma perlu melakukan beberapa upaya pencegahan kekambuhan, serta dapat pula terus bergantung pada obat selama dia menderita penyakit ini. 44

Upload: abay-aesculapiano

Post on 29-Sep-2015

51 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangFungsi utama pernafasan adalah untuk memperoleh O2 agar dapat digunakan oleh sel-sel tubuh dan mengeliminasi CO2 yang dihasilkan oleh sel. Udara pernafasan mengalir melalui saluran nafas serta mengalami beberapa proses. Sebelum masuk ke dalam alveolus untuk mempertukarkan gas, udara pernafasan akan mengalami tahaptahap seperti penyaringan, pelembaban, penyesuaian suhu (pada rongga hidung), yang diikuti dengan beberapa tahap filtrasi pada saluran-saluran di bawahnya. Defek pada salah satu saluran, semisal akibat infeksi, menyebabkan gangguan dalam proses bernafas.

Asma adalah penyebab utama dari kematian kronik di dunia. Prevalensi asma meningkat dalam waktu 20 tahun terakhir, terutama pada anak-anak. Jumlah penderita asma diperkirakan sekitar 300 juta di seluruh dunia. Asma adalah salah satu penyakit yang dapat diobati namun tidak dapat disembuhkan, oleh karena itu seorang penderita asma perlu melakukan beberapa upaya pencegahan kekambuhan, serta dapat pula terus bergantung pada obat selama dia menderita penyakit ini.

Asma adalah penyakit inflamasi (radang) kronik saluran napas yang menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan nafas yang menimbulkan gejala episodic berulang berupa wheezing, sesak nafas, dada terasa berat, dan batuk-batuk terutama malam menjelang dini hari. Gejala tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan nafas yang luas, bervariasi, dan seringkali bersifat reversibel, dengan atau tanpa pengobatan.

1.2 Pemilihan Keluarga Binaan

Keluarga yang dipilih untuk menjadi keluarga binaan dokter muda puskesmas Padang Pasir adalah keluarga yang terdapat di wilayah kerja Puskesmas Padang Pasir. Wilayah kerja Puskesmas Padang Pasir adalah Kecamatan Padang Barat yang terletak di pusat kota Padang dengan luas wilayah 7 km2. Dari 10 kelurahan yang ada di wilayah Kecamatan Padang barat 5 kelurahan diantaranya terletak di pinggir pantai. Batas wilayah Kecamatan Padang Barat adalah sebagai berikut :

Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Padang Utara

Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Padang Selatan

Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Padang Timur

Sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Indonesia.

Data kependudukan Kecamatan Padang barat sebagai wilayah kerja Puskesmas Padang pasir adalah sebagai berikut : Tabel 1. Jumlah Penduduk di Kecamatan Padang Barat Tahun 2010NoKelurahanJumlah

1Flamboyan4.695

2Rimbo Kaluang3.862

3Ujung Gurun4.734

4Padang Pasir4.648

5Kampung Jao4.120

6Purus6.673

7Olo5.093

8Belakang Tangsi2.850

9Kampung Pondok3.881

10Berok Nipah4.765

Jumlah45.321

Sumber : BPS Kota Padang

Dari kondisi demografinya, masyarakat di wilayah Puskesmas Padang Pasir memiliki variasi penyakit yang cukup beragam. Penyakit tersering adalah ispa, diare, penyakit kulit infeksi, hipertensi, asma, askariasis, dan lain-lain.

Asma merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan tetapi dapat di kontrol jika menghindari faktor pencetusnya. Salah satu penderita asma di wilayah kerja Puskesmas Padang Pasir adalah Lindawati seorang wanita berusia 32 tahun. Lindawati sudah menderita asma sejak 5 tahun yang lalu. Beberapa pertimbangan pemilihan keluarga Lindawati sebagai keluarga binaan yaitu karena : serangan asma berulang sejak 5 tahun yang lalu. ibu pasien juga menderita asma. terdapat faktor pencetus yang jelas dan dapat dimodifikasi. Faktor pencetusnya berupa debu dan cuaca dingin. asma ini adalah penyakit keturunan sehingga besar kemungkinan anak pasien juga menderita asma, sehingga perlu antisipasi sejak dini.

meskipun status ekonomi pasien tergolong kurang mampu, namun untuk memodifikasi kondisi lingkungan agar tidak menjadi trigger bagi penyakit asma tidak membuthkan banyak biaya.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 Definisi

Asma merupakan suatu kelainan inflamasi kronis pada saluran nafas yang melibatkan sel dan elemen-elemen seluler. Inflamasi kronis tersebut berhubungan dengan hiperresponsif dari saluran pernafasan yang menyebabkan episode wheezing, apneu, sesak nafas dan batuk-batuk terutama pada malam hari atau awal pagi. Episode ini berhubungan dengan luas obstruksi saluran pernafasan yang bersifat reversibel baik secara spontan ataupun dengan terapi1,2.

Definisi asma menurut WHO pada tahun 1975, yaitu keadaan kronik yang ditandai oleh bronkospasme rekuren akibat penyempitan lumen saluran napas sebagai respon terhadap stimulus yang tidak menyebabkan penyempitan serupa pada banyak orang3.

2.2 Epidemiologi

Asma dapat ditemukan pada laki laki dan perempuan di segala usia, terutama pada usia dini. Perbandingan laki laki dan perempuan pada usia dini adalah 2:1 dan pada usia remaja menjadi 1:1. Prevalensi asma lebih besar pada wanita usia dewasa. Laki-laki lebih memungkinkan mengalami penurunan gejala di akhir usia remaja dibandingkan dengan perempuan.4

Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hingga saat ini jumlah penderita asma di dunia diperkirakan mencapai 300 juta orang dan diperkirakan angka ini akan terus meningkat hingga 400 juta penderita pada tahun 2025.5

Hasil penelitian International Study on Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC) pada tahun 2005 menunjukkan bahwa di Indonesia prevalensi penyakit asma meningkat dari 4,2% menjadi 5,4%. Diperkirakan prevalensi asma di Indonesia 5% dari seluruh penduduk Indonesia, artinya saat ini ada 12,5 juta pasien asma di Indonesia.62.3 Etiologi dan Faktor Risiko7Secara umum faktor risiko asma dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu:

1. Faktor genetik

(a) Hiperreaktivitas

(b) Atopi/Alergi bronkus

(c) Faktor yang memodifikasi penyakit genetik

(d) Jenis Kelamin

(e) Ras/Etnik

2. Faktor lingkungan

(a) Alergen didalam ruangan (tungau, debu rumah, kucing, alternaria/jamur)

(b) Alergen di luar ruangan (alternaria, tepung sari)

(c) Makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan, kacang, makanan laut, susu sapi, telur)

(d) Obat-obatan tertentu (misalnya golongan aspirin, NSAID, beta-blocker dll)

(e) Bahan yang mengiritasi (misalnya parfum, household spray dll)(f) Ekspresi emosi berlebih(g) Asap rokok dari perokok aktif dan pasif(h) Polusi udara di luar dan di dalam ruangan(i) Exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya ketika melakukan aktivitas tertentu(j) Perubahan cuacaExercised induced asthma merupakan obstruksi jalan napas yang berhubungan dengan exercised tanpa mempertimbangkan ada tidaknya asma bronkial. Beberapa literatur menyebutnya sebagai exercised induced bronchospasm (EIB). Exercised induced asthma harus dibedakan antara penderita asma dengan atlit. Pada EIB, didapatkan berespons terhadap bronkodilator dan metakolin, serta berhubungan eosinofil. Sedangkan EIB pada atlit, tidak ditemukan respon tersebut. Latihan fisik yang dapat menyebabkan terjadinya EIB adalah latihan fisik yang mengakibatkan tercapainya 90-95% predictable maximum heart rate.8Pada saat dilakukan latihan fisik, terjadi hiperventilasi karena meningkatnya kebutuhan oksigen. Hiperventilasi ini menyebabkan saluran napas berusaha lebih untuk menjaga kelembaban dan suhu udara yang masuk kedalam alveolus tetap optimal. Hal ini mengakibatkan terjadinya perubahan osmolaritas dari permukaaan saluran napas dimana terjadinya aktivasi sel mast dan sel epitel kolumnar. Aktivasi ini menyebabkan keluarnya proinflamatory mediator berupa histamin, leukotrien, dan kemokien. Mekanisme ini pada akhirnya menyebabkan terjadinya bronkospasme pada exercised induced asthma. Pada EIB atlit, tidak terjadi pengeluaran mediator inflamasi maupun peningkatan eosinofil, neutrofil, atau sel epitel kolumnar sehingga tidak berespon terhadap steroid inhalasi.8Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya asma:7 Pemicu: Alergen dalam ruangan seperti tungau, debu rumah, binatang berbulu (anjing, kucing, tikus), alergen kecoak, jamur, kapang, ragi, serta pajanan asap rokok.

Pemacu: Rhinovirus, ozon, pemakaian 2 agonist.

Pencetus: Infeksi viral saluran napas, aeroalergen seperti bulu binatang, alergen dalam rumah (debu rumat, kecoa, jamur), seasonal aeroalergen seperti serbuk sari, asap rokok, polusi udara, pewangi udara, alergen di tempat kerja, udara dingin dan kering, olahraga, menangis, tertawa, hiperventilasi, dan kondisi komorbid (rinitis, sinusitis, dan gastroesofageal refluks).Secara skematis mekanisme terjadinya asma digambarkan sebagai berikut7

Gen kandidat yang diduga berhubungan dengan penyakit asma, serta penyakit yang terkait dengan penyakit asma sangat banyak. Gen MHC manusia yang terletak pada kromosom 6p, khususnya HLA telah dipelajari secara luas dan sampai saat ini masih merupakan kandidat gen yang banyak dipelajari dalam kaitannya dengan asma. HLA-DR merupakan MHC (major histocompatibility complex) klas II, suatu reseptor permukaan sel yang disandikan oleh kompleks antigen leukosit manusia (HLA/ Human Leukocyte Antigen) yang terletak pada kromosom 6 daerah 6p21.317.

2.4 Patogenesis

Asma merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel dan ditandai oleh serangan batuk, mengi dan dispnea pada individu dengan jalan nafas hiperreaktif. Tidak semua asma memiliki dasar alergi, dan tidak semua orang dengan penyakit atopik mengidap asma. Asma mungkin bermula pada semua usia tetapi paling sering muncul pertama kali dalam 5 tahun pertama kehidupan. Mereka yang asmanya muncul dalam 2 dekade pertama kehidupan lebih besar kemungkinannya mengidap asma yang diperantarai oleh IgE dan memiliki penyakit atopi terkait lainnya, terutama rinitis alergika dan dermatitis atopik9,10.Langkah pertama terbentuknya respon imun adalah aktivasi limfosit T oleh antigen yang dipresentasikan oleh sel-sel aksesori, yaitu suatu proses yang melibatkan molekul Major Histocompability Complex atau MHC (MHC kelas II pada sel T CD4+ dan MHC kelas I pada sel T CD8+). Sel dendritik merupakan Antigen Precenting Cells (APC) utama pada saluran respiratori. Sel dendritik terbentuk dari prekursornya di dalam sumsum tulang, lalu membentuk jaringan yang luas dan sel-selnya saling berhubungan di dalam epitel saluran respiratori. Kemudian, sel-sel tersebut bermigrasi menuju kumpulan sel-sel limfoid di bawah pengaruh GM-CSF, yaitu sitokin yang terbentuk oleh aktivasi sel epitel, fibroblas, sel T, makrofag, dan sel mast. Setelah antigen ditangkap, sel dendritik pindah menuju daerah yang banyak mengandung limfosit. Di tempat ini, dengan pengaruh sitokin-sitokin lainnya, sel dendritik menjadi matang sebagai APC yang efektif9,10.

Reaksi fase cepat pada asma dihasilkan oleh aktivasi sel-sel yang sensitif terhadap alergen Ig-E spesifik, terutama sel mast dan makrofag. Pada pasien dengan komponen alergi yang kuat terhadap timbulnya asma, basofil juga ikut berperan. Reaksi fase lambat pada asma timbul beberapa jam lebih lambat dibanding fase awal. Meliputi pengerakan dan aktivasi dari sel-sel eosinofil, sel T, basofil, netrofil, dan makrofag. Juga terdapat retensi selektif sel T pada saluran respiratori, ekspresi molekul adhesi, dan pelepasan newly generated mediator. Sel T pada saluran respiratori yang teraktivasi oleh antigen, akan mengalami polarisasi ke arah Th2, selanjutnya dalam 2 sampai 4 jam pertama fase lambat terjadi transkripsi dan transaksi gen, serta produksi mediator pro inflamasi, seperti IL2, IL5, dan GM-CSF untuk pengerahan dan aktivasi sel-sel inflamasi. Hal ini terus menerus terjadi, sehingga reaksi fase lambat semakin lama semakin kuat9,10.Pada remodeling saluran respiratori, terjadi serangkaian proses yang menyebabkan deposisi jaringan penyambung dan mengubah struktur saluran respiratori melalui proses dediferensiasi, migrasi, diferensiasi, dan maturasi struktur sel. Kombinsai antara kerusakan sel epitel, perbaikan epitel yang berlanjut, ketidakseimbangan Matriks Metalloproteinase (MMP) dan Tissue Inhibitor of Metalloproteinase (TIMP), produksi berlebih faktor pertumbuhan profibrotik atau Transforming Growth Factors (TGF-), dan proliferasi serta diferensiasi fibroblas menjadi miofibroblas diyakini merupakan proses yang penting dalam remodelling. Miofibroblas yang teraktivasi akan memproduksi faktor-faktor pertumbuhan, kemokin, dan sitokin yang menyebabkan proliferasi sel-sel otot polos saluran respiratori dan meningkatkan permeabilitas mikrovaskular, menambah vaskularisasi, neovaskularisasi, dan jaringan saraf. Peningkatan deposisi matriks molekul termasuk kompleks proteoglikan pada dinding saluran respiratori dapat diamati pada pasien yang meninggal akibat asma. Hal tersebut secara langsung berhubungan dengan lamanya penyakit9,10.

Gambar 1. Patogenesis Asma

Hipertrofi dan hiperplasia otot polos saluran respiratori serta sel goblet dan kelenjar submukosa terjadi pada bronkus pasien asma, terutama yang kronik dan berat. Secara keseluruhan, saluran respiratori pasien asma, memperlihatkan perubahan struktur saluran respiratori yang bervariasi dan dapat menyebabkan penebalan dinding saluran respiratori. Remodeling juga merupakan hal penting pada patogenesis hiperaktivitas saluran respiratori yang non spesifik, terutama pada pasien yang sembuh dalam waktu lama (lebih dari 1-2 tahun) atau yang tidak sembuh sempurna setelah terapi inhalasi kortikosteroid9,10.Gejala asma, yaitu batuk sesak dengan mengi merupakan akibat dari obstruksi bronkus yang didasari oleh inflamsai kronik dan hiperaktivitas bronkus7.

Inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag alveolar, nervus vagus dan mungkin juga epitel saluran nafas. Peregangan vagal menyebabkan refleks bronkus, sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan makrofag akan membuat epitel jalan nafas lebih permeabel dan memudahkan alergen masuk ke dalam submukosa sehingga memperbesar reaksi yang terjadi7.

Gambar 2. Proses imunologis spesifik dan non-spesifik

Mediator inflamasi secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan serangan asma, melalui sel efektor sekunder seperti eusinofil, netrofil, trombosit dan limfosit. Sel-sel inflamasi ni juga mengeluarkan mediator yang kuat seperti leukotrien, tromboksan, Platelet Activating Factors (PAF) dan protein sititoksis memperkuat reaksi asma. Keadaan ini menyebabkan inflamasi yang akhirnya menimbulkan hiperaktivitas bronkus7.

2.5 Klasifikasi

Berat-ringannya asma ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain gambaran klinik sebelum pengobatan (gejala, eksaserbasi, gejala malam hari, pemberian obat inhalasi -2 agonis dan uji faal paru) serta obat-obat yang digunakan untuk mengontrol asma (jenis obat, kombinasi obat dan frekuensi pemakaian obat). Tidak ada suatu pemeriksaan tunggal yang dapat menentukan berat-ringannya suatu penyakit. Dengan adanya pemeriksaan klinis termasuk uji faal paru dapat menentukan klasifikasi menurut berat-ringannya asma yang sangat penting dalam penatalaksanaannya.11Asma diklasifikasikan atas asma saat tanpa serangan dan asma saat serangan (akut)11 :

1. Asma saat tanpa serangan

Pada orang dewasa, asma saat tanpa atau diluar serangan, terdiri dari: 1) Intermitten; 2) Persisten ringan; 3) Persisten sedang; dan 4) Persisten berat.Tabel 2. Klasifikasi derajat asma berdasarkan gambaran klinis secara umum pada orang dewasa11.12

2. Asma saat serangan

Klasifikasi derajat asma berdasarkan frekuensi serangan dan obat yang digunakan sehari-hari, asma juga dapat dinilai berdasarkan berat-ringannya serangan. Global Initiative for Asthma (GINA) membuat pembagian derajat serangan asma berdasarkan gejala dan tanda klinis, uji fungsi paru, dan pemeriksaan laboratorium. Derajat serangan menentukan terapi yang akan diterapkan. Klasifikasi tersebut meliputi asma serangan ringan, asma serangan sedang dan asma serangan berat. Perlu dibedakan antara asma (aspek kronik) dengan serangan asma (aspek akut). Sebagai contoh: seorang pasien asma persisten berat dapat mengalami serangan ringan saja, tetapi ada kemungkinan pada pasien yang tergolong episodik jarang mengalami serangan asma berat, bahkan serangan ancaman henti napas yang dapat menyebabkan kematian.

Tabel 3. Klasifikasi asma menurut derajat serangan11,122.6 Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan penunjang.

Anamnesis

Anamnesis meliputi adanya gejala yang episodik, gejala berupa batuk, sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan variabiliti yang berkaitan dengan cuaca. Faktor faktor yang mempengaruhi asma, riwayat keluarga dan adanya riwayat alergi.13 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pada pasien asma tergantung dari derajat obstruksi saluran napas. Tekanan darah biasanya meningkat, frekuensi pernapasan dan denyut nadi juga meningkat, ekspirasi memanjang diserta ronki kering, mengi.11 Pemeriksaan Laboratorium

Darah (terutama eosinofil, Ig E), sputum (eosinofil, spiral Cursshman, kristal Charcot Leyden).13 Pemeriksaan Penunjang12 Spirometri

Spirometri adalah alat yang dipergunakan untuk mengukur faal ventilasi paru. Reversibilitas penyempitan saluran napas yang merupakan ciri khas asma dapat dinilai dengan peningkatan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan atau kapasiti vital paksa (FVC) sebanyak 20% atau lebih sesudah pemberian bronkodilator.

Uji Provokasi Bronkus

Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma. Pada penderita dengan gejala sma dan faal paru normal sebaiknya dilakukan uji provokasi bronkus. Pemeriksaan uji provokasi bronkus merupakan cara untuk membuktikan secara objektif hiperreaktivitas saluran napas pada orang yang diduga asma. Uji provokasi bronkus terdiri dari tiga jenis yaitu uji provokasi dengan beban kerja (exercise), hiperventilasi udara dan alergen non-spesifik seperti metakolin dan histamin. Penurunan VEP1 sebesar 20% atau lebih dianggap bermakna. Uji dengan kegiatan jasmani dilakukan dengan menyuruh pasien berlari cepat selama 6 menit sehingga mencapai denyut jantung 80-90% dari maksimum. Bermakna bila menunjukan penurunan APE (arus puncak respirasi) paling sedikit 10%. Uji provokasi dengan allergen, hanya dilakukan pada pasien yang alergi terhadap allergen yang diuji. Foto Toraks

Pemeriksaan foto toraks dilakukan untuk menyingkirkan penyakit lain yang memberikan gejala serupa seperti gagal jantung kiri, obstruksi saluran nafas, pneumothoraks, pneumomediastinum. Pada serangan asma yang ringan, gambaran radiologik paru biasanya tidak memperlihatkan adanya kelainan.2.7 Diagnosis Banding12 Bronkitis kronikBronkitis kronik ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan sputum 3 bulan dalam setahun untuk sedikitnya 2 tahun. Gejala utama batuk yang disertai sputum dan perokok berat. Gejala dimulai dengan batuk pagi, lama kelamaan disertai mengi dan menurunkan kemampuan jasmani. Emfisema paruSesak napas merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan mengi jarang menyertainya.

Gagal jantung kiri Dulu gagal jantung kiri dikenal dengan asma kardial dan timbul pada malam hari disebut paroxysmal nocturnal dispnea. Penderita tiba-tiba terbangun pada malam hari karena sesak, tetapi sesak menghilang atau berkurang bila duduk. Pada pemeriksaan fisik ditemukan kardiomegali dan edema paru. Emboli paru Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli paru adalah gagal jantung. Disamping gejala sesak napas, pasien batuk dengan disertai darah (haemoptoe).

2.8 Penatalaksanaan

Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan mempertahankan kualiti hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktiviti sehari-hari.14Tujuan penatalaksanaan asma14: Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma Mencegah eksaserbasi akut Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin Mengupayakan aktiviti normal termasuk exercise Menghindari efek samping obat Mencegah terjadi keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel Mencegah kematian karena asmaPenatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol penyakit, disebut sebagai asma terkontrol. Asma terkontrol adalah kondisi stabil minimal dalam waktu satu bulan.14Penatalaksanaan asma bronkial terdiri dari pengobatan non-medikamentosa dan pengobatan medikamentosa :

Pengobatan non-medikamentosa

Penyuluhan

Menghindari faktor pencetus

Pengendali emosi

Pemakaian oksigen

Pengobatan medikamentosa

Pengobatan ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi jalan napas, terdiri atas pengontrol dan pelega.14Pengontrol (Controllers)

Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma, diberikan setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma terkontrol pada asma persisten. Pengontrol sering disebut pencegah, yang termasuk obat pengontrol :

Kortikosteroid inhalasi

Kortikosteroid sistemik

Sodium kromoglikat

Nedokromil sodium

Metilsantin

Agonis beta-2 kerja lama, inhalasi

Agonis beta-2 kerja lama, oral

Leukotrien modifiers Antihistamin generasi ke dua (antagonis -H1) Lain-lain

Glukokortikosteroid inhalasi

Pengobatan jangka panjang yang paling efektif untuk mengontrol asma. Penggunaan steroid inhalasi menghasilkan perbaikan faal paru, menurunkan hiperesponsif jalan napas, mengurangi gejala, mengurangi frekuensi dan berat serangan dan memperbaiki kualiti hidup. Steroid inhalasi adalah pilihan bagi pengobatan asma persisten (ringan sampai berat). Tabel 4. Dosis glukokortikosteroid inhalasi dan perkiraan kesamaan potensi14DewasaDosis rendahDosis mediumDosis tinggi

Obat

Beklometason dipropionat

Budesonid

Flunisolid

Flutikason

Triamsinolon asetonid

200-500 ug

200-400 ug

500-1000 ug

100-250 ug

400-1000 ug

500-1000 ug

400-800 ug

1000-2000 ug

250-500 ug

1000-2000 ug

>1000 ug

>800 ug

>2000 ug

>500 ug

>2000 ug

AnakDosis rendahDosis mediumDosis tinggi

Obat

Beklometason dipropionat

Budesonid

Flunisolid

Flutikason

Triamsinolon asetonid

100-400 ug

100-200 ug

500-750 ug

100-200 ug

400-800 ug

400-800 ug

200-400 ug

1000-1250 ug

200-500 ug

800-1200 ug

>800 ug

>400 ug

>1250 ug

>500 ug

>1200 ug

Glukokortikosteroid sistemik

Cara pemberian melalui oral atau parenteral. Harus selalu diingat indeks terapi (efek/ efek samping), steroid inhalasi jangka panjang lebih baik daripada steroid oral jangka panjang.

Kromolin (sodium kromoglikat dan nedokromil sodium)

Pemberiannya secara inhalasi. Digunakan sebagai pengontrol pada asma persisten ringan. Dibutuhkan waktu 4-6 minggu pengobatan untuk menetapkan apakah obat ini bermanfaat atau tidak.

Metilsantin

Teofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek ekstrapulmoner seperti antiinflamasi.Teofilin atau aminofilin lepas lambat dapat digunakan sebagai obat pengontrol, berbagai studi menunjukkan pemberian jangka lama efektif mengontrol gejala dan memperbaiki faal paru. Agonis beta-2 kerja lamaTermasuk di dalam agonis beta-2 kerja lama inhalasi adalah salmeterol dan formoterol yang mempunyai waktu kerja lama (> 12 jam). Seperti lazimnya agonis beta-2 mempunyai efek relaksasi otot polos, meningkatkan pembersihan mukosilier, menurunkan permeabiliti pembuluh darah dan memodulasi penglepasan mediator dari sel mast dan basofil. Tabel 5. Onset dan durasi (lama kerja) inhalasi agonis beta-214OnsetDurasi (Lama kerja)

SingkatLama

CepatFenoterolProkaterolSalbutamol/ AlbuterolTerbutalinPirbuterolFormoterol

LambatSalmeterol

Leukotriene modifiers

Obat ini merupakan antiasma yang relatif baru dan pemberiannya melalui oral. Mekanisme kerja menghasilkan efek bronkodilator minimal dan menurunkan bronkokonstriksi akibat alergen, sulfurdioksida dan exercise. Selain bersifat bronkodilator, juga mempunyai efek antiinflamasi. Kelebihan obat ini adalah preparatnya dalam bentuk tablet (oral) sehingga mudah diberikan. Saat ini yang beredar di Indonesia adalah zafirlukas (antagonis reseptor leukotrien sisteinil).

Pelega (Reliever)

Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos, memperbaiki dan atau menghambat bronkostriksi yang berkaitan dengan gejala akut seperti mengi, rasa berat di dada dan batuk, tidak memperbaiki inflamasi jalan napas atau menurunkan hiperesponsif jalan napas.Termasuk pelega adalah 14:

Agonis beta2 kerja singkat

Kortikosteroid sistemik. (Steroid sistemik digunakan sebagai obat pelega bila penggunaan bronkodilator yang lain sudah optimal tetapi hasil belum tercapai, penggunaannya dikombinasikan dengan bronkodilator lain).

Antikolinergik

Aminofillin

Adrenalin

Agonis beta-2 kerja singkat

Termasuk golongan ini adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol, dan prokaterol yang telah beredar di Indonesia. Mempunyai waktu mulai kerja (onset) yang cepat. Mekanisme kerja sebagaimana agonis beta-2 yaitu relaksasi otot polos saluran napas, meningkatkan bersihan mukosilier, menurunkan permeabiliti pembuluh darah dan modulasi penglepasan mediator dari sel mast. Merupakan terapi pilihan pada serangan akut dan sangat bermanfaat sebagai praterapi pada exercise-induced asthma Metilsantin

Termasuk dalam bronkodilator walau efek bronkodilatasinya lebih lemah dibandingkan agonis beta-2 kerja singkat. Antikolinergik

Pemberiannya secara inhalasi. Mekanisme kerjanya memblok efek penglepasan asetilkolin dari saraf kolinergik pada jalan napas. Menimbulkan bronkodilatasi dengan menurunkan tonus kolinergik vagal intrinsik, selain itu juga menghambat refleks bronkokostriksi yang disebabkan iritan. Termasuk dalam golongan ini adalah ipratropium bromide dan tiotropium bromide. Adrenalin

Dapat sebagai pilihan pada asma eksaserbasi sedang sampai berat. Pemberian secara subkutan harus dilakukan hati-hati pada penderita usia lanjut atau dengan gangguan kardiovaskular. Pemberian intravena dapat diberikan bila dibutuhkan, tetapi harus dengan pengawasan ketat (bedside monitoring). Cara pemberian pengobatanPengobatan asma dapat diberikan melalui berbagai cara yaitu inhalasi, oral dan parenteral (subkutan, intramuskular, intravena). Kelebihan pemberian pengobatan langsung ke jalan napas (inhalasi) adalah 14: lebih efektif untuk dapat mencapai konsentrasi tinggi di jalan napas efek sistemik minimal atau dihindarkan beberapa obat hanya dapat diberikan melalui inhalasi, karena tidak terabsorpsi pada pemberian oral (antikolinergik dan kromolin). Waktu kerja bronkodilator adalah lebih cepat bila diberikan inhalasi daripada oral.Tabel 6. Pengobatan sesuai berat asma 14Semua tahapan : ditambahkan agonis beta-2 kerja singkat untuk pelega bila dibutuhkan, tidak melebihi 3-4 kali sehari.

Berat AsmaMedikasi pengontrol harianAlternatif / Pilihan lainAlternatif lain

Asma IntermitenTidak perlu---------------

Asma Persisten Ringan

Glukokortikosteroid inhalasi (200-400 ug BD/hari atau ekivalennya) Teofilin lepas lambat

Kromolin

Leukotriene modifiers------

Asma Persisten Sedang

Kombinasi inhalasi glukokortikosteroid

(400-800 ug BD/hari atau ekivalennya) dan

agonis beta-2 kerja lama

Glukokortikosteroid inhalasi (400-800 ug BD atau ekivalennya) ditambah Teofilin lepas lambat ,atau Glukokortikosteroid inhalasi (400-800 ug BD atau ekivalennya) ditambah agonis beta-2 kerja lama oral, atau Glukokortikosteroid inhalasi dosis tinggi (>800 ug BD atau ekivalennya) atau

Glukokortikosteroid inhalasi (400-800 ug BD atau ekivalennya) ditambah leukotriene modifiers Ditambah agonis beta-2 kerja lama oral, atau Ditambah teofilin lepas lambat

Asma Persisten Berat

Kombinasi inhalasi glukokortikosteroid (> 800 ug BD atau ekivalennya) dan agonis beta-2 kerja lama, ditambah ( 1 di bawah ini:

teofilin lepas lambat

leukotriene modifiers glukokortikosteroid oralPrednisolon/ metilprednisolon oral selang sehari 10 mgditambah agonis beta-2 kerja lama oral, ditambah teofilin lepas lambat

2.9 Komplikasi12Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :

1. Pneumotoraks2. Pneumomediastinum dan emfisema subkutis

3. Atelektasis

4. Gagal napas

5. Bronchitis

6. Fraktur iga

2.10 Prognosis

Mortalitas akibat asma sedikit nilainya. Gambaran yang paling akhir menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi beresiko yang berjumlah kira-kira 10 juta. Sebelum dipakai kortikosteroid, secara umum angka kematian penderita asma wanita dua kali lipat penderita asma pria. Juga kenyataan bahwa angka kematian pada serangan asma dengan usia tua lebih banyak, kalau serangan asma diketahui dan dimulai sejak kanak kanak dan mendapat pengawasan yang cukup kira-kira setelah 20 tahun, hanya 1% yang tidak sembuh dan di dalam pengawasan tersebut kalau sering mengalami serangan common cold 29% akan mengalami serangan ulang.15Pada penderita yang mengalami serangan intermitten angka kematiannya 2%, sedangkan angka kematian pada penderita yang dengan serangan terus menerus angka kematiannya 9%.15BAB III KELUARGA BINAAN DOKTER MUDA ROTASI II PUSKESMAS PADANG PASIR PERIODE 15 DESEMBER 2011-18 JANUARI 2012KELUARGA BINAAN

Nama Kepala Keluarga

: Ahmadi

Jenis Kelamin

: laki-laki

Umur

: 35 tahun

Pekerjaan

: Kurir

Agama

: Islam

Pendidikan

: tamat SMA

Alamat

: jalan Sawo no 31

Status Imunisasi

: tidak diketahui

Riwayat penyakit yang pernah di derita: tidak pernah menderita penyakit asma, gangguan jantung, DM, dan penyakit keturunan lainnya.

ANGGOTA KELUARGA:

1. ISTRI

Nama

: Lindawati (pasien)Umur

: 32 tahun

Pekerjaan

: ibu rumah tangga dan penjual minyak dan

beras

Pendidikan

: tamat SMA

Agama

: Islam

Status imunisasi

: tidak diketahui

Riwayat penyakit yang pernah diderita: ilustrasi kasus.2. ANAK

Nama

: Fitri Yuliandri

Umur

: 4 tahun

Pekerjaan

: belum bekerja

Pendidikan

: belum sekolah

Agama

: Islam

Status imunisasi

: lengkap

Riwayat penyakit yang pernah diderita: tidak pernah menderita asma, penyakit jantung dan penyakit keturunan lainnya.

3. IBU PASIEN

Nama

: KumbuhUmur

: 60 tahun

Pekerjaan

: berjualan makanan ringan di SDPendidikan

: tamat SMP

Agama

: Islam

Status imunisasi

: tidak diketahui

ILUSTRASI KASUS

Tanggal periksa

: 21 Desember 20111. Latar belakang social-ekonomi-demografi-lingkungan

a. Jumlah anak

: 1 orang

b. Status Ekonomi: Kurang mampu. Penghasilan rata-rata perbulan Rp 1.000.000,. perbulan. Dari hasil pekerjaan suami sebagai seorang kurir dan pasien menjual beras dan minyak tanah.

c. KB

: Tidak ada

d. Kondisi Rumah

:

Rumah permanen dari batu bata tanpa plester. Pekarangan tidak ada. Langit-langit rumah tidak ada. Lantai semen kasar. Luas rumah 80 m2. Ruangan yang ada 1 ruang tamu, 2 kamar tidur, 1 dapur dan 1 kamar mandi beserta jamban yang terletak di dalam rumah. Banyak tumpukan barang dan kain di dalam rumah. Dalam rumah terdapat beberapa jerigen minyak tanah dan tumpukan beras yang dijual pasien.

Ventilasi dan sirkulasi udara kurang. Pencahayaan cukup.

Air dari PDAM. Kamar mandi ada, 1 buah didalam rumah terdiri dari 1 jamban jongkok dan 1 buah bak mandi. Lantai kamar mandi dari semen.

Sampah dibakar di depan rumah. Kesan : hygiene dan sanitasi kurang baik.e. Kondisi lingkungan keluarga: pasien tinggal besama suami, 1 orang anak dan ibu pasien (4 Orang). Tinggal di daerah perkotaan dan padat penduduk.

2. Aspek psikologis dalam keluarga Hubungan dengan keluarga baik

Faktor stress dalam keluarga tidak ada

3. Keluhan utama Sesak nafas menciut sejak 1 hari sebelum ke Puskesmas.4. Riwayat penyakit sekarang

Sesak nafas menciut sejak 1 hari sebelum ke Puskesmas. Sesak dirasakan makin lama makin meningkat bila cuaca dingin dan malam hari. Sesak juga dirasakan ketika pasien menyapu rumah dan pada saat pasien batuk atau flu.

Pasien merasakan sesak hampir setiap hari dalam 1 minggu ini.

Bila pasien sesak, pasien tidak bisa melakukan pekerjaan sehari-hari. Pasien biasanya istirahat dengan berbaring ketika sesak dan meminum obat yang didapatkan dari puskesmas. Bila sesak sudah berkurang, pasien melanjutkan lagi kegiatannya.

Batuk ada sejak 3 hari yang lalu, berdahak kental berwarna hijau. Darah tidak ada.

Riwayat alergi makanan dan bersin-bersin dipagi hari tidak ada.

Riwayat sesak nafas hingga membiru tidak ada.

Demam tidak ada, pilek ada.

Sakit kepala tidak ada. Susah tidur tidak ada.

Pasien berkeringat banyak pada malam hari tidak ada.5. Riwayat penyakit dahulu/ keluarga

Pasien sudah menderita asma sejak 5 tahun yang lalu. Serangan pertama kali ketika pasien hamil anak 1 dengan usia kandungan 8 bulan dan mendapatkan perawatan hingga anaknya lahir (21 hari) di RSUP dr. M. Djamil.

1 tahun yang lalu pasien juga merasakan sesak sehingga dibawa ke RSUD dr. Rasidin Padang dan kemudian mendapatkan nebulisasi.

Pasien 2 tahun ini sering berobat ke Puskesmas dengan keluhan yang sama.

Ibu pasien juga menderita asma sejak 4 tahun yang lalu

Riwayat hipertensi, DM, dan Penyakit Jantung disangkal. Suami dan anak pasien tidak menderita asma, penyakit jantung, DM, dan penyakit kejiwaan.

6. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan Umum

Kesadaran

: Komposmentis

Keadaan umum: tampak sakit ringan

Tekanan darah

: 120/80 mmHg

Nadi

: 75 x/menit

Nafas

: 25 x/menit

Suhu

: 36.5 C0

BB/ TB

: 93 kg / 160 cm Pemeriksaan Fisik

Kepala

Mata: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil bulat isokor, diameter 3 mm, refleks cahaya +/+ Leher: JVP (5-2)cm H2O, pembesaran KGB (-) Kulit: Turgor kulit baikThoraks

Paru Inspeksi: gerakan dada kanan dan kiri simetris Palpasi

: fremitus kanan dan kiri sama Perkusi: sonor pada seluruh lapangan paru Auskultasi : ekspirasi memanjang, wheezing +/+, Rhonki +/+ Jantung Inspeksi: iktus kordis tidak terlihat Palpasi

: iktus kordis teraba di RIC V 1 jari medial LMCS Perkusi: batas jantung kanan : LSD batas jantung kiri : RIC V 1 jari medial LMCS Auskultasi : suara jantung normal, bunyi tambahan (-), bising tidak adaAbdomen

Inspeksi: perut cembung, asites (-) Palpasi

: perut supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), hepar dan lien tidak teraba Perkusi: timpani Auskultasi : bising usus (+) normalEkstremitas (Superior et Inferior)

Akral hangat, Refleks fisiologis ++/++, Refleks patologis -/-7. Laboratorium

Pemeriksaan hitung jenis leukosit ( melihat apakah terdapat eosinofilia

8. Pemeriksaan anjuran

Spirometri

Uji provokasi bronchus

9. Diagnosis kerja

Asma bronchial persisten sedang dengan serangan ringan

10. Diagnosis banding

Asma bronchial persisten ringan dengan serangan ringan.11. Manajemen

a. Preventif

Hindari faktor pencetus seperti cuaca dingin (memakai jaket / selimut) dan debu (menggunakan masker).

Menyirami halaman rumah dan jalan yang ada di depan rumah untuk mengurangi debu masuk kedalam rumah.

Menjaga kebersihan lingkungan rumah dan perorangan dalam keluarga. Hindari stress dan istirahat yang cukup serta menghindari kelelahan fisik dan psikis

Asupan nutrisi dan gizi seimbang untuk meningkatakan daya tahan tubuh.

Mengatur pola makan untuk mengurangi berat badan sesuai dengan anjuran pojok gizi. Berat badan ideal untuk pasien ini sekitar 54 kg 56 kg. diharapkan pasien dapat mengurangi berat badannya sesuai berat badan ideal. Olah raga teratur, minimal 30 menit sehari atau 3 kali seminggu, seperti jalan-jalan pagi atau sore hari.b. Promotif

Memberikan edukasi pada pasien mengenai asma seperti faktor pencetus, gejala, dan tanda bahaya pada saat serangan asma terjadi Memberikan edukasi tentang kompilikasi asma serta pengobatan yang akan didapatkan oleh penderita

Memberikan edukasi pada pasien bahwa asma bisa diturunkan, sehingga anak pasien diharapkan menghindari faktor-faktor pencetus asma seperti dingin/ debu Memberikan edukasi tentang syarat-syarat rumah sehat seperti jumlah ventilasi udara dan pencahayaan yang baik.c. Kuratif

Aminophillin 200 mg 3 x1 tablet

Ephedrine 25 mg 3 x tablet

Glyceryl Guaicolate 100 mg 3 x 1 tablet

Amoxicillin 500 mg 3 x 1 tablet

d. Rehabilitatif

Kontrol ulang bila keluhan tidak berkurang atau bertambah berat. Rujukan ke RSUD agar pasien bisa mendapatkan obat inhaler sehingga penggunaan ephedrine dapat dikurangi atau dihentikan.Resep

Follow up

1. 26 Desember 2011

a. S:

Sesak napas menciut masih ada, tetapi frekuensinya jarang yaitu 2kali dalam seminggu.

Batuk masih ada , tetapi tidak sering, berdahak

Pilek sudah tidak ada, demam tidak ada.

Pasien minum obat secara teratur

b. Lingkungan rumah dan kebiasaan:

Rumah sudah mulai kelihatan bersih walaupun masih ada disana sini barang-barang yang belum dirapikan.

Ruangan seperti kamar tidur, ruang keluarga, dapur dan ruang tamu dibersihkan 2hari sekali , dibersihkan dengan cara di sapu dan bagian yang terdapat banyak debu dilap dengan kain basah.

Pasien sudah memakai masker agar terhindar dari debu yang merupakan pencetus asma.

Sampah tidak lagi dibakar di depan rumah tapi dikumpulkan kemudian diletakkan di tempat penggantungan sampah kemudian diangkut petugas.

c. Tindakan

Menyarankan jika pasien dan anggota keluarga , ada yang sesak napas menciut agar segera dibawa berobat ke tempat pelayanan kesehatan.

Menyarankan agar pasien menghindari faktor faktor pencetus asma (trigger) seperti coklat, keju, debu, cuaca dingin, dll tergantung masing-masing individu.

2. 9 Januari 2012

a. S:

Sesak napas menciut tidak ada pada waktu dilakukan kunjungan,, tetapi menurut pasien masih ada dengan frekuensi yang jarang yaitu 2kali dalam seminggu.

Batuk sudah berkurang ,

Pilek sudah tidak ada, demam tidak ada.

Pasien rajin pergi ke puskesmas serta minum obat secara teratur

b. Lingkungan rumah dan kebiasaan:

Rumah sudah mulai kelihatan bersih walaupun masih ada disana sini barang-barang yang belum dirapikan.

Ruangan seperti kamar tidur, ruang keluarga, dapur dan ruang tamu dibersihkan 2 hari sekali , dibersihkan dengan cara di sapu dan bagian yang terdapat banyak debu dilap dengan kain basah.

Pasien sudah memakai masker agar terhindar dari debu yang merupakan pencetus asma.

c. Tindakan

Menyarankan jika pasien dan anggota keluarga , ada yang sesak napasa menciut agar segera dibawa berobat ke tempat pelayanan kesehatan.

3. 16 Januari 2012

a. S:

Sesak napas menciut tidak ada pada waktu dilakukan kunjungan,, tetapi menurut pasien masih ada dengan frekuensi yang jarang dan sudah kurang sekali dalam minggu ini Batuk tidak ada

Pilek sudah tidak ada, demam tidak ada.

Pasien minum obat secara teratur

b. Lingkungan rumah dan kebiasaan:

Menyarankan jika pasien dan anggota keluarga , ada yang sesak napas menciut agar segera dibawa berobat ke tempat pelayanan kesehatan

c. Tindakan

Menyarankan jika pasien dan anggota keluarga, ada yang sesak napas menciut agar segera dibawa berobat ke tempat pelayanan kesehatan.

BAB IVDISKUSI

Telah dilaporkan seorang pasien perempuan usia 32 tahun, datang ke Puskesmas Pembantu Purus V Padang pada tanggal 21 Desember 2011 dengan diagnosis kerja Asma bronchial persisten dengan serangan ringan. Diagnosis ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari anamnesa didapatkan pasien datang dengan keluhan utama sesak nafas menciut sejak 1 hari sebelum pasien berobat ke Puskesmas. Dari keluhan utama ini dapat dipikirkan beberapa penyakit yang mungkin seperti asma bronchial dan bronchitis kronik. Dari anamnesa didapatkan tidak ada riwayat batuk kronis yang mengeluarkan sputum selama 3 bulan dalam 2 tahun belakangan ini serta tidak didapatkan adanya riwayat merokok sehingga riwayat bronchitis kronis dapat disingkirkan.

Anamnesa selanjutnya didapatkan gambaran klinis asma klasik berupa riwayat sesak hampir setiap hari dalam 1 minggu ini. Sesak berbunyi dan riwayat batuk sebelum sesak nafas. Riwayat alergi tidak ada. Sesak nafas muncul saat cuaca dingin. Selain itu jika pasien sesak, pasien tidak bisa melakukan pekerjaan sehari-hari. Pasien biasanya istirahat dengan berbaring ketika sesak dan meminum obat yang didapatkan dari puskesmas. Bila sesak sudah berkurang, pasien melanjutkan lagi kegiatannya. Ini dapat menunjukan bahwa pasien dalam kategori asma persisten serangan ringan. Dari pemeriksaan fisik didapatkan frekuensi nafas per menit 25 kali dan pemeriksaan paru pada auskultasi ekspirasi memanjang, wheezing dan ronkhi pada kedua lapangan paru. Untuk menunjang diagnosis dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan spirometri dan uji provokasi bronkus. Pemeriksaan spirometri dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator hirup golongan adrenergik beta. Pada asma didapatkan peningkatan VEP1 atau KVP sebanyak 20%. Pada uji provokasi bronkus,penurunan VEP1 sebesar 20% atau lebih dianggap bermakna. Uji dengan kegiatan jasmani dilakukan dengan menyuruh pasien berlari cepat selama 6 menit sehingga mencapai denyut jantung 80-90% dari maksimum. Bermakna bila menunjukan penurunan APE (arus puncak respirasi) paling sedikit 10%. Uji provokasi dengan allergen, hanya dilakukan pada pasien yang alergi terhadap allergen yang diuji.Terapi pada pasien ini berupa preventif berupa menghindari faktor pencetus seperti cuaca dingin (memakai jaket / selimut) dan debu (menggunakan masker). Karena dari anamnesis didapatkan riwayat sesak nafas jika cuaca dingin. Menjaga kebersihan lingkungan rumah dan perorangan dalam keluarga tujuannya untuk menghindari salah satu faktor pencetus seperti debu. Hindari stress dan istirahat yang cukup serta menghindari kelelahan fisik dan psikis karena salah satu faktor pencetus sesak dapat berupa kelelahan fisik dan psikis. Asupan nutrisi dan gizi seimbang untuk meningkatakan daya tahan tubuh serta mengurangi berat badan.

Promotif berupa menjelaskan kepada pasien bahwa asma dapat timbul jika terdapat faktor pemicu: alergen dalam ruangan seperti tungau, debu rumah, binatang berbulu (anjing, kucing, tikus), alergen kecoak, jamur, kapang, ragi, serta pajanan asap rokok. Pemacu: Rhinovirus, ozon, pemakaian 2 agonist. Dan pencetus: Infeksi viral saluran napas, aeroalergen seperti bulu binatang, alergen dalam rumah (debu rumat, kecoa, jamur), seasonal aeroalergen seperti serbuk sari, asap rokok, polusi udara, pewangi udara, alergen di tempat kerja, udara dingin dan kering, olahraga, menangis, tertawa, dan kondisi komorbid (rinitis, sinusitis, dan gastroesofageal refluks). Gejala-gejala asma berupa frekuensi pernapasan meningkat, ekspirasi memanjang diserta ronki kering, mengi, dan tanda bahaya pada saat serangan asma terjadi seperti biru, sesak yang semakin bertambah (pasien sukar berbicara). Memberikan edukasi tentang kompilikasi asma serta pengobatan yang akan didapatkan oleh penderita. Memberikan edukasi pada pasien bahwa asma bisa diturunkan, sehingga anak pasien diharapkan menghindari faktor-faktor pencetus asma seperti dingin/ debu. Memberikan edukasi tentang syarat-syarat rumah sehat seperti ventilasi udara dan pencahayaanPada pasien ini diberikan pengobatan antara lain: Aminophillin 200 mg 3 x1 tablet Ephedrine 25 mg 3 x tablet Glyceryl Guaicolate 100 mg 3 x 1 tablet Amoxicillin 500 mg 3 x 1 tablet.Aminophilin (teofilin - etlendiamin) yang merupakan senyawa metilxantin memiliki efikasi sebagai bronkodilator dan anti radang pada asma akut. Terapi biasanya dimulai dari 12-16mg/kgBB dalam dosis terbagi. Pada pasien ini diberikan aminopilin 600 mg per hari yang dibagi dalam 3 dosis.Pemberian ephedrine diberikan untuk memperkuat kerja obat golongan metilxantin seperti Aminophilline atau Teophillin yang juga bekerja sebagai bronkodilator namun tidak bekerja secara spesifik. Ephedrine diberikan pada pasien ini, karena dengan pengobatan asma bronchial yang lazim dengan pemberian salbutamol, tidak mengurangi gejala sesak pada pasien.

Glyceryl guaicolate diberikan untuk ekspektorasi agar pasein dapat mengeluarkan dahak sehingga tidak memperparah sesak pada pasien. Amoxicillin digunakan sebagai antibiotika karena pasein mngeluhkan dahak yang semakin kental dan berwarna kehijauan serta telah berlangsung selama setidaknya 7 hari.

Rehabilitatif berupa kontrol ulang bila keluhan tidak berkurang atau bertambah berat dan dapat pula diberikan rujukan ke RSUD agar pasien bisa mendapatkan obat inhaler sehingga penggunaan efedrin dapat dikurangi atau dihentikan.

Dari follow up didapatkan keadaan pasien yang makin membaik, meskipun sesak nafas masih ada namun sudah tidak begitu berat dan tidak mengganggu aktivitas, sedangkan demam, batuk, dan pilek sudah tidak ada. Keadaan rumah pasien sudah semakin teratur, meskipun masih ada pakaian yang bertumpuk tapi sudah dibungkus kain sedangkan pakaian yang tergantung sudah dibersihkan. Pasien juga sudah rutin menyirami halaman dan jalan didepan rumah untuk mengurangi debu yang masuk kedalam rumah. Pada pasien juga diberikan masker untuk menutup hidung pada saat membersihkan rumah sehingga mengurangi produksi debu yang terhirup yang dapat mencetuskan asma pasien.

Pasien juga sudah mengetahui bahwa faktor pencetus dari asma pasien adalah debu dan cuaca dingin sehingga sedapat mungkin pasien menghindari hal-hal tersebut untuk mengurangi serangan asma.

Asma merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan namun dapat dikontrol dengan cara menghindari faktor risiko dan minum obat secara teratur sesuai anjuran dokterDAFTAR PUSTAKA1. OByrne P, Bateman ED, Bousquet J, Clark T, Paggario P, Ohta K, dkk. Global Initiative For Asthma. Medical Communications Resources, Inc ; 2006.

2. Alsagaff H, Mukty A. Dasar - Dasar Ilmu Penyakit Paru. Edisi ke 2. Surabaya : Airlangga University Press. 2002. h 263 300.

3. Nataprawira HMD. Diagnosis Asma Anak. dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB, penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak. edisi pertama. Jakarta : Badan Penerbit IDAI ; 2008. h.105-18.

4. Morris MJ. Asthma. [ updated 2011 June 13; cited 2011 June 29]. Available from : http://emedicine.medscape.com/article/296301-overview#showall5. Partridge MD. Examining The Unmet Need In Adults With Severe Asthma. Eur Respir Rev 2007; 16: 104, 67726. Dewan Asma Indonesia. You Can Control Your Asthma : ACT NOW!. Jakarta. 2009 May 4th. Available from: http://indonesianasthmacouncil.org/index.php?option=com_content&task=view&id=13&Itemid=57. Direktorat Jenderal PPM & PLP, Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Departemen Kesehatan RI ;2009; 5-11.

8. John M. Weiler, Sergio Bonini, Robert Coifman, Timothy Craig, Lus Delgado, Miguel Capa o-Filipe. Asthma & Immunology Work Group Report : Exercise-induced asthma. Iowa City, Iowa, Rome and Siena, Italy, Millville, NJ, Hershey, Pa, Porto, Portugal, and Colorado Springs, Colo : American Academy of Allergy : 2007

9. Supriyatno B, Wahyudin B. Patogenesis dan Patofisiologi Asma Anak. dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB, penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak. edisi pertama. Jakarta : Badan Penerbit IDAI ; 2008. h.85-96.

10. Rahmawati I, Yunus F, Wiyono WH. Patogenesis dan Patofisiologi Asma. Jurnal Cermin Kedokteran. 2003; 141. 5 6.

11. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1023/MENKES/SK/XI/2008 Tentang Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Jakarta. 3 Nopember 2008.12. Heru Sundaru, Sukamto. Asma Bronkial. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. IPD FKUI. Jakarta.2007.h.245-254.13. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta : Media Aesculapius FKUI. 2001. h 477 82.14. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia. 2003. h 73-515. Mcfadden ER. Penyakit Asma. Dalam Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Isselbacher KJ et al, editor. Jakrta : EGC. 2000. 1311-18.LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KELUARGA BINAANDOKTER MUDA ROTASI II

PUSKESMAS PADANG PASIR

PERIODE 15 DESEMBER 2011 18 JANUARI 2012ASMA BRONKHIALMengetahui,Preseptor Fakultas Kedokterandr. Kemala Sayuti, Sp.M (K)

Preseptor Puskesmas Padang Pasir

Dr. Celsia Krisanti Darsun

dr. C Juliartrini Sugandhi

Hiperaktivitas bronkus

obstruksi

Gejala Asma

Pencetus (trigger)

Pemacu (enhancer)

Pemicu (inducer)

Faktor Genetik

Faktor Lingkungan

Sensitisasi

inflamasi

Gejala

Faktor Risiko

Hiperaktivitas Bronkus

Obstruksi Bronkus

Faktor Risiko

Faktor Risiko

Inflamasi

DINAS KESEHATAN KOTA PADANG

PUSKESMAS PADANG PASIR

Dokter: Irfan, Tiwi, Fifi, Rohter

Tanggal: 21 Desember 2011

R/ Tab Aminophilline 200 mg no. X

(3 dd tab I

R/ Tab Ephedrine 25 mg no V

(3 dd tab

R/ Tab GG 100 mg no X

( 3 dd tab I

R/ Tab Amoxicilline 500 mg no XV

(3 dd tab I

Pro: Lindawati

Umur : 32 Tahun