cardiac sudden death
DESCRIPTION
Cardiac Sudden DeathTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kasus kematian yang mendadak sering terjadi dan dapat ditemukan
dalam segala macam kondisi.1 Kematian mendadak dapat terjadi pada saat
orang sedang olah raga atau sedang beristirahat sehabis olah raga, dapat
terjadi saat sedang berpidato, rapat, diskusi, saat menonton televisi, dapat
pula saat sedang santai dan bergembira bersama keluarga. Mati mendadak
sendiri sebenarnya adalah tidak selalu merupakan proses yang mendadak,
bahkan sebenarnya mati mendadak adalah suatu proses akhir dari suatu
penyakit yang sudah dimiliki oleh korban mati mendadak.2
Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan Gonzales (1954) terhadap
2030 kasus kematian mendadak yang diautopsi, ditemukan penyebab
kematian mendadak adalah kelainan jantung dan aorta (44,9%), kelainan
sistem respirasi (23,1%), kelainan sistem saraf (17,9%), kelainan saluran
pencernaan (6,5%), kelainan saluran kemih (1%), dan kelainan saluran
genitalia (1,3%). Kematian akibat penyakit jantung menduduki persentase
tertinggi dari semua penyebab kematian mendadak yang disebabkan
penyakit.3 Penentuan sebab kematian menjadi penting terkait dengan
kepentingan hukum, perubahan status almarhum dan keluarganya, serta hak
dan kewajiban yang timbul dari meninggalnya orang tersebut. Autopsi
1
2
sebagai suatu jalan penentuan sebab kematian merupakan pilihan solusi saat
berhadapan dengan suatu kematian mendadak.4
Penyakit jantung dan pembuluh darah secara umum menyerang
laki-laki lebih sering dibanding perempuan dengan perbandingan 7 :1
(perempuan usia sebelum menopause), dan menjadi 1 : 1 (perempuan usia
setelah menopause).4 Banyak faktor yang berkembang diduga ikut
berpengaruh dalam meningkatnya kasus mati mendadak yang disebabkan
sakit jantung. Salah satunya adalah perkembangan ekonomi yang semakin
baik membuat konsumsi makan berubah. Kebiasaan makan makanan berserat
menjadi berkurang dan diganti dengan makan makanan berprotein tinggi dan
berlemak. Perubahan tersebut berdampak dengan terjadinya peningkatan
penyakit pada pembuluh darah yaitu atherosklerosis atau penyempitan
pembuluh darah.2 Di Indonesia, seperti yang dilaporkan Badan Litbang
Departemen Kesehatan RI, persentase kematian akibat penyakit ini meningkat
dari 5,9% pada tahun 1975 menjadi 9,1% pada tahun 1981, 16,0% pada tahun
1986, dan 19,0% pada tahun 1995.1
Dari uraian di atas, penulis ingin membahas tentang kematian
mendadak dan penyebabnya, terutama kematian mendadak yang disebabkan
penyakit jantung dan pembuluh darah
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa saja penyebab dari cardiac sudden death dan bagaimana
patofisiologinya?
2. Bagaimanakah temuan post mortem pada kasus cardiac sudden death?
3
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan referat ini adalah untuk mengetahui tentang kematian
mendadak dan penyebabnya.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui penyebab dan patofisiologi dari cardiac sudden
death.
2. Mengetahui temuan post mortem dari cardiac sudden death.
1.4. Manfaat
1. Bagi Pengelola Kesehatan
Menambah masukan tentang penyebab utama mati mendadak.
2. Bagi penulis
Menambah wawasan pengetahuan dan kesempatan penerapan ilmu yang
diperoleh di bangku perkuliahan.
3. Bagi pendidikan
Sebagai bahan bacaan/kepustakaan dan bahan penelitian selanjutnya di
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sudden Death
2.1.1. Definisi
Menurut WHO, kematian mendadak adalah kematian yang
terjadi pada 24 jam sejak gejala-gejala timbul. Pada kasus-kasus
forensik, sebagian besar kematian terjadi dalam hitungan menit atau
bahkan detik sejak gejala pertama timbul. Kematian mendadak tidak
selalu tidak diduga, dan kematian yang tak diduga tidak selalu terjadi
mendadak, namun amat sering keduanya ada bersamaan pada suatu
kasus.4
Terminologi kematian mendadak dibatasi pada suatu kematian
alamiah yang terjadi tanpa diduga dan terjadi secara mendadak, sama
artinya dengan terminologi kematian mendadak dengan ”sudden
natural unexpected death”. Kematian alamiah di sini berarti kematian
hanya disebabkan oleh penyakit bukan aibat trauma atau racun .4
Simpson (1985) dalam bukunya “Forensic Medicine” menulis
dua alternatif definisi, yaitu:
1. Sudden death adalah kematian yang tidak terduga, non traumatis,
non self inflicted fatality, yang terjadi dalam 24 jam sejak onset
gejala.
4
5
2. Definisi yang lebih tegas adalah kematian yang terjadi dalam satu
jam sejak timbulnya gejala.
Definisi Simpson tersebut menyebutkan suatu keadaan yang
tidak diperkirakan sebelumnya. Suatu kematian yang tidak
diperkirakan sebelumnya, tentu tidak akan menjadi masalah dan tidak
menimbulkan kecurigaan, karena sudah diketahui akan menyebabkan
kematian yang cepat. Misalnya, orang yang dihukum gantung atau
orang yang sedang dalam keadaan sakaratul maut. Simpson juga
menyebutkan adanya syarat bahwa gejala yang ada sebelumnya tidak
nyata atau gejala yang ada hanya dalam waktu pendek.5
Dari uraian tersebut maka mati mendadak mengandung
pengertian kematian yang tidak terduga, tidak ada unsur trauma dan
keracunan, tidak ada tindakan yang dilakukan sendiri yang dapat
menyebabkan kematian dan kematian tersebut disebabkan oleh
penyakit dengan gejala yang tidak jelas atau gejalanya muncul dalam
waktu yang mendadak kemudian korban mati.
2.1.2. Angka Kejadian
Kematian mendadak terjadi empat kali lebih sering pada laki-
laki dibandingkan pada perempuan. Dari hasil pemeriksaan yang
dilakukan Gonzales (1954) terhadap 2030 kasus kematian mendadak
yang diautopsi, ditemukan penyebab kematian mendadak adalah
kelainan jantung dan aorta (44,9%), kelainan sistem respirasi (23,1%),
kelainan sistem saraf (17,9%), kelainan saluran pencernaan (6,5%),
6
kelainan saluran kemih (1%), dan kelainan saluran genitalia (1,3%).3
Penyakit jantung dan pembuluh darah menduduki urutan pertama
sebagai penyebab kematian mendadak, dan kecenderungan terjadinya
serupa dengan kejadian kematian mendadak dimana lebih sering
terjadi pada laki-laki. Penyakit jantung dan pembuluh darah secara
umum menyerang laki-laki lebih sering dibanding perempuan dengan
perbandingan 7 :1 sebelum menopause, dan menjadi 1 : 1 setelah
perempuan menopause. Di Indonesia, seperti yang dilaporkan Badan
Litbang Departemen Kesehatan RI, persentase kematian akibat
penyakit ini meningkat dari 5,9% (1975) menjadi 9,1% (1981), 16,0%
(1986) dan 19,0% (1995).4
Pada penelitian di Jerman tahun 1999 dimana dilakukan otopsi
pada 113 atlet yang meninggal mendadak didapatkan hasil bahwa 80
atlet meninggal karena penyakit kardiovaskular dan 33 sisanya
meninggal karena cedera olahraga. Penyakit kardiovaskular yang
dimaksud adalah penyakit jantung koroner (80,4% pada atlet berumur
lebih dari 35 tahun dan 36,1% pada atlet berumur kurang dari 35
tahun).6
2.1.3. Etiologi Dan Patofisiologi
Penyebab mati mendadak dapat diklasifikasikan menurut sistem
tubuh, yaitu sistem susunan saraf pusat, sistem kardiovaskular, sistem
pernapasan, sistem gastrointestinal, sistem haemopoietik dan sistem
endokrin. Dari sistem-sistem tersebut, yang paling banyak menjadi
7
penyebab kematian adalah sistem kardiovaskular, dalam hal ini
penyakit jantung.7
a. Sistem Kardiovaskular
Jika menggunakan definisi mati mendadak yang terjadi 24
jam setelah timbulnya gejala, maka penyakit jantung merupakan
60% dari keseluruhan penyebab mati mendadak. Namun jika
menggunakan definisi mati mendadak yang terjadi satu jam
setelah mulai timbulnya gejala, maka penyakit jantung merupakan
91% penyebab dari keseluruhan kasus.5
Lebih dari 50% penyakit kardiovaskular adalah penyakit
jantung iskemik akibat sklerosis koroner. Penyebab terbanyak
berikutnya adalah miokarditis, kelainan katup, refleks
viserovagal, hipersensitivitas karotid, sinkope vasovagal,
ketidakseimbangan asam basa dan elektrolit.8
Penyakit jantung iskemik merupakan penyebab paling
banyak kematian mendadak. Penyempitan dan oklusi koroner
oleh atheroma adalah yang paling sering ditemukan. Terjadinya
sklerosis koroner dipengaruhi oleh faktor-faktor makanan
(berlemak), kebiasaan merokok, genetik, usia, jenis kelamin, ras,
diabetes mellitus, hipertensi, stress psikis, dan lain-lain. Sklerosis
ini sering terjadi pada ramus descenden arteri koronaria sinistra,
pada lengkung arteri koronaria dekstra, dan pada ramus
sirkumfleksa arteri koronaria sinistra. Lesi tampak sebagai bercak
kuning putih (lipidosis) yang mula-mula terdapat di intima,
8
kemudian menyebar keluar lapisan yang lebih dalam. Kadang-
kadang dijumpai perdarahan subintima atau ke dalam lumen.
Adanya sklerosis dengan lumen menyempit hingga pin point
sudah cukup untuk menegakkan diagnosis iskemik, karena pada
kenyataannya tidak semua kematian koroner disertai kelainan otot
jantung.8
Sumbatan pada pembuluh darah koroner merupakan awal
dari munculnya berbagai penyakit kardiovaskular yang dapat
menyebabkan kematian. Kemungkinan kelanjutan dari sumbatan
pembuluh darah koroner adalah :
1) Mati mendadak yang dapat terjadi sesaat dengan sumbatan
arteri atau setiap saat sesudah terjadi.
2) Fibrilasi ventrikel yang disebabkan oleh kerusakan jaringan
nodus atau kerusakan sistem konduksi.
3) Komplikasi-komplikasi lain.
Akibat dari sklerosis dan thrombosis dapat menyebabkan
infark miokard. Infark miokard adalah nekrosis jaringan otot
jantung akibat insufisiensi aliran darah. Infark miokard gejala
klinisnya bervariasi, bahkan kadang tanpa gejala apapun.
Sumbatan pada ramus descendent arteria koronaria sinistra dapat
menyebabkan infark di daerah septum bilik bagian depan, apeks,
dan bagian depan pada dinding bilik kiri. Sedangkan infark pada
dinding belakang bilik kiri disebabkan oleh sumbatan bagian
arteria koronaria dekstra. Gangguan pada ramus sirkumfleksa
9
arteria koronaria sinistra hanya menyebabkan infark di samping
belakang dinding bilik kiri. Suatu infark yang bersifat dini akan
bermanifestasi sebagai daerah yang berwarna gelap atau
hemoragik. Sedangkan infark yang lama tampak berwarna kuning
padat.2
Kematian dapat terjadi dalam beberapa jam awal atau hari
setelah infark dan penyebab segeranya adalah fibrilasi ventrikel.
Penyebab lain dari kematian mendadak setelah onset dari infark
adalah ruptur dinding ventrikel pada daerah infark dan kematian
akibat tamponade jantung.2
b. Sistem Respirasi
Kematian biasanya melalui mekanisme perdarahan, asfiksia,
dan atau pneumothoraks. Perdarahan dapat terjadi pada
tuberkulosis paru, kanker paru, bronkiektasis, abses, dan
sebagainya. Sedangkan asfiksia terjadi pada pneumonia, spasme
saluran napas, asma, dan penyakit paru obstruktif kronis, aspirasi
darah atau tersedak.9
Mati mendadak yang terjadi pada orang yang tampak sehat
akibat sistem pernapasan jarang ditemukan. Kematian dapat
terjadi disebabkan karena perdarahan yang masuk ke dalam
saluran pernapasan, misalnya akibat pecahnya pembuluh vena
tuberkulosis, neoplasma bronkus, bronkiektasis, atau abses paru-
paru. Penyebab utama dari sistem ini adalah perdarahan, yakni
karena perdarahan yang cukup banyak atau masuknya perdarahan
10
ke dalam paru-paru. Di dalam otopsi akan ditemukan adanya
darah, trachea, bronkus, atau saluran napas yang lebih dalam
lagi.9
Perdarahan dapat muncul dari lesi inflamasi pada daerah
nasopharing. Beberapa kasus dapat juga berasal dari arteri carotis.
Perdarahan yang lain dapat berasal dari karsinoma di daerah
esophagus atau jaringan sekitarnya. Aneurisma aorta dapat juga
ruptur ke arah bronkus atau esophagus.9
Pada abses paru, abses dapat timbul akibat luka karena
trauma paru, perluasan abses subdiafragma, dan infark paru yang
terinfeksi. Karena penyebab terbanyak adalah infeksi, maka
mikroorganisme yang menyebabkan abses merupakan organisme
yang terdapat di dalam mulut, hidung, dan saluran napas. Macam-
macam organisme tersebut misalnya kuman kokus (streptococcus,
staphylococcus), basil fusiform, basil anaerob dan aerob,
spyrochaeta, proteus dan lain sebagainya. Kemudian infeksi
menyebar ke parenkim paru. Terjadi pembentukan jaringan
granulasi yang mengelilingi lokasi infeksi. Dapat terjadi perluasan
ke pleura, sehingga pus dan jaringan nekrotik dapat keluar ke
rongga pleura. Abses tanpa pengobatan yang kuat dapat menjadi
kronis.9
Kematian yang terjadi akibat obstruksi saluran napas dapat
disebabkan oleh neoplasma, edema glotis akut yang disebabkan
oleh alergi (angioneurotic inflammatory edema), atau peradangan
11
lokal (streptococcal atau staphylococcal inflammatory glottis
edema), juga dapat disebabkan oleh laryngitis difteri.9
c. Sistem Pencernaan
Kematian dapat cepat terjadi pada kasus perdarahan akibat
gastritis kronis atau ulkus duodenum. Perdarahan fatal akibat
tumor jarang terjadi dan jika terjadi dikarenakan karsinoma atau
leiomioma. Kematian mendadak juga dapat disebabkan oleh
varises esophagus yang merupakan komplikasi dari sirosis
hepatis. Mekanisme terjadinya adalah akibat dari hipertensi
portal, yang dapat disebabkan oleh kelainan intrahepatal (virus
hepatitis, sirosis portal, sirosis bilier, tumor primer maupun
metastatic hepar, trombosis vena hepatika, amyloidosis hepatika)
menyebabkan sirkulasi portal dalam hepar terbendung sehingga
tidak lancar, dan sebagai kompensasi maka aliran portal tersebut
melalui pembuluh vena lain untuk dapat masuk ke dalam sirkulasi
darah, atau kelainan ekstrahepatal, yang dapat disebabkan oleh
stenosis vena porta, kompresi pada vena, thrombosis vena,
dekompensasi kordis, perikarditis konstriktiva, dan penyebab lain
yang tidak diketahui. Lokasi dimulainya varises adalah batas
esofagogastrik merembet ke atas, sehingga kebanyakan
ditemukan pada sepertiga sebelah distal esophagus.10
Pada penderita sirosis hati dekompensata terjadi hipertensi
portal dan timbul varises esophagus yang sewaktu-waktu dapat
pecah sehingga timbul perdarahan masif. Kematian terjadi akibat
12
pecahnya varises esophagus sehingga terjadi perdarahan ke dalam
gastrointestinal. Pada pemeriksaan dalam perlu diperiksa isi
lambung dan usus serta dilakukan pemeriksaan laboratorium
untuk memastikan adanya darah, juga pemeriksaan patologi
anatomi esofagus dan hepar.10
Komplikasi yang sering terjadi adalah perdarahan, perforasi,
dan obstruksi. Perdarahan yang sedikit tidak banyak memberikan
keluhan dan hanya bermanifestasi klinis menjadi anemia
pernisiosa. Namun, jika perdarahannya banyak, maka akan
menimbulkan hematemesis dan melena. Luka pada daerah
lambung lebih sering menyebabkan hematemesis. Sedangkan luka
pada duodenum akan menyebabkan melena. Hematemesis dan
melena sendiri akan memicu timbulnya syok hipovolemik dan
dapat berujung pada kematian.2
Untuk autopsi kematian mendadak oleh karena kasus
perdarahan rongga abdomen yang tidak jelas penyebabnya perlu
dilakukan pemeriksaan lambung dan usus dengan hati-hati, untuk
mencari kemungkinan disebabkan oleh adanya perforasi akibat
ulkus peptikum.
d. Sistem Hematologi
Ruptur dari limpa dapat menyebabkan kolaps dan mati
mendadak dengan cepat. Limpa terjadi karena ruptur secara
spontan atau karena trauma. Hal ini terjadi jika limpa terlibat
13
dalam penyakit yang cukup berat, yaitu infeksi mononukleosa,
leukemia, hemophilia, malaria, typhoid, atau leishmaniasis.11
Kematian mendadak tak terduga pernah dilaporkan dalam
kasus anemia megaloblastik. Infeksi ringan juga dapat muncul
sebagai pemicu terjadinya kematian pada beberapa keadaan
anemia. Hal tersebut juga dapat terjadi pada pasien leukemia.
Pada kelompok hemoglobinopati, hanya satu yang mungkin
berhubungan dengan kematian yang tak terduga dan ini biasanya
disebabkan oleh sickle sel anemia. Pasien meninggal dalam
kondisi kritis karena hemolisis masif dari eritrosit.11
e. Sistem Urogenital
Penyakit pada ginjal dan sistem urinaria yang lebih dikenal
penyakit gagal ginjal jarang menyebabkan mati mendadak. Ada
beberapa kondisi yaitu pada pasien dengan uremia fase terminal
(dengan koma atau kejang) dapat terjadi mati mendadak.
Ketidakseimbangan elektrolit juga dapat menjadi penyebab mati
mendadak dengan gambaran klinis seperti kasus emboli paru.10
Penyakit gagal ginjal diidentifikasikan oleh tes darah untuk
kreatinin. Tingginya tingkat kreatinin menunjukkan menurunnya
laju filtrasi glomerulus sebagai akibat penurunan kemampuan
ginjal mengekskresikan produk limbah. Terjadinya gagal ginjal
disebabkan oleh beberapa penyakit serius yang diderita oleh
tubuh yang mana secara perlahan-lahan berdampak pada
14
kerusakan organ ginjal. Beberapa penyakit yang sering kali
berdampak kerusakan ginjal antara lain:10
1) Penyakit hipertensi
2) Penyakit diabetes mellitus
3) Sumbatan pada saluran kemih (batu, tumor,
penyempitan/stiktur)
4) Kelainan autoimun, misalnya lupus eritematosus sistemik
5) Kanker
6) Kelainan ginjal, dimana terjadi perkembangan kista pada
ginjal (polycystic kidney disease)
7) Rusaknya sel penyaring pada ginjal baik akibat peradangan
oleh infeksi atau dampak dari penyakit darah tinggi
(glomerulonefritis)
f. Sistem Saraf Pusat
Mati mendadak yang berhubungan dengan penyakit sistem
saraf pusat biasanya akibat perdarahan yang dapat terjadi pada
subarakhnoid atau intraserebral. Perdarahan subarachnoid
berhubungan dengan ruptur aneurisma. Biasanya terletak pada
sirkulus willisi tetapi kadang juga di tempat lain dari arteri
serebral. Pada umumnya ruptur arteri karena adanya kelainan
congenital pada dinding pembuluh darah, namun dapat juga
akibat degenerasi atheromatous. Pada dewasa muda kematian
mendadak karena ada kelainan pada susunan saraf pusat yaitu
pecahnya aneurisma serebri, yang masih dapat diketahui
15
lokasinya bila pemeriksaan atas pembuluh darah otak (circulus
willisi) dikerjakan dengan teliti.7
Perdarahan subarachnoid dapat menyebabkan kolaps
mendadak dan kematian yang cepat. Tanda-tanda yang muncul
seperti sakit kepala, kaku kuduk beberapa hari atau minggu
sebelum ruptur yang mematikan tersebut. Pada otopsi ditemukan
jendalan darah atau lokal-lokal perdarahan pada bagian bawah
otak dan lokasi aneurisma sering sukar untuk ditemukan. Multipel
aneurisma mungkin terjadi, walaupun tidak umum. Perdarahan
intraserebral dapat ditemukan pada kapsula interna atau pada
substansi otak, serebelum atau pons. Pada umumnya perdarahan
bersifat terbungkus dan jarang menyebabkan kematian dengan
segera. Kematian terjadi setelah beberapa jam, pasien tampak
kembali baik kemudian akhirnya kolaps. Kolaps mendadak
berhubungan dengan ruptur dari ventrikel lateral.2
g. Sistem Endokrin
Penyakit pada sistem endokrin jarang berhubungan dengan
kematian mendadak. Jika didapatkan, biasanya berhubungan
dengan adanya kelainan pada organ lain. Nekrosis akut dari
kelenjar hipofisis dapat menyebabkan kolaps dan hipotensi berat.
Sebagaimana telah diketahui bahwa oksitosin dan vasopressin
adalah produk dari hipofisis yang mempunyai fungsi : kontraksi
otot polos uterus, kontraksi sel-sel mioepitel yang mengelilingi
alveoli susu. Aksinya terhadap ginjal mencegah kehilangan air
16
berlebihan (efek anti diuretik) dan kontraksi otot polos dalam
dinding pembuluh darah. Pankreas juga seperti kelenjar endokrin
yang lain jarang berhubungan dengan kasus mati mendadak,
namun dapat terjadi kematian karena hipoglikemia akibat tumor
pankreas atau overdosis pemberian insulin.11
Tiroid hiperfungsi maupun hipofungsi dapat menyebabkan
mati mendadak karena efeknya terhadap jantung. Pasien
tirotoksikosis, lima puluh persen mati mendadak dan tidak
terduga, tanpa adanya kelainan infark miokard atau emboli
pulmo. Perdarahan yang besar adenoma tiroid dapat
menyebabkan mati mendadak karena sumbatan akut dari trakea.11
2.1.4. Aspek Medikolegal
Kematian alamiah dapat dibagi menjadi dua kategori besar yaitu:4
1. Kematian yang terjadi dimana ada saksi mata dan keadaan dimana
faktor fisik dan emosi mungkin memainkan peran, juga dapat
terjadi saat aktivitas fisik, dimana cara mati dapat lebih mudah
diterangkan atau kematian tersebut terjadi selama
perawatan/pengobatan yang dilakukan oleh dokter ( Attendaned
Physician).
2. Keadaan dimana mayat ditemukan dalam keadaan yang lebih
mencurigakan seringnya diakibatkan TKP nya atau pada saat
orang tersebut meninggal tidak dalam perawatan atau pengobatan
dokter (unattendaned physician), terdapat kemungkinan hadirnya
17
saksi-saksi yang mungkin ikut bertanggung jawab terhadap
terjadinya kematian.
Pada kematian alamiah kategori pertama, kematian alamiah
dapat dengan lebih mudah ditegakkan, dan kepentingan dilakukannya
autopsi menjadi lebih kecil. Pada kematian alamiah kategori kedua,
sebab kematian harus benar-benar ditentukan agar cara kematian dapat
ditentukan dan kematian alamiah dan tidak wajar sedapat mungkin
ditentukan dengan cara apakah kekerasan atau racun ikut berperan
dalam menyebabkan kematian.4
Pada kematian alamiah kategori kedua, karena keadaan yang
lebih mencurigakan, polisi akan mengadakan penyidikan dan
membuat surat permintaan visum et repertum. Pada keadaan ini hasil
pemeriksaan akan dituangkan dalam visum et repertum, dan
persetujuan keluarga akan menjadi prioritas yang lebih rendah dari
kepentingan penegakan hukum.4
Pada tindak pidana pembunuhan, pelaku biasanya akan
melakukan suatu tindakan/usaha agar tindak kejahatan yang
dilakukanya tidak diketahui baik oleh keluarga, masyarakat dan yang
pasti adalah pihak penyiidik (polisi) , salah satu modus operandus
yang bisa dilakukan adalah dengan cara membawa jenazah tersebut ke
rumah sakit dengan alasan kecelakaan atau meninggal di perjalanan
ketika menuju kerumah sakit (Death On Arrival) dimana sebelumnya
almarhum mengalami serangan suatu penyakit ( natural sudden
death).4
18
Pada kondisi diatas, dokter sebagai seorang profesional yang
mempunyai kewenangan untuk memberikan surat keterangan
kematian harus bersikap sangat hati-hati dalam mengeluarkan dan
menandatangani surat kematian pada kasus kematian mendadak
(sudden death) karena dikhawatirkan kematian tersebut setelah
diselidiki oleh pihak penyidik merupakan kematian yang terjadi akibat
suatu tindak pidana. Kesalahan prosedur atau kecerobohan yang
dokter lakukan dapat mengakibatkan dokter yang membuat dan
menandatangani surat kematian tersebut dapat terkena sangsi
hukuman pidana. Ada beberapa prinsip secara garis besar harus
diketahui oleh dokter berhubungan dengan kematian mendadak akibat
penyakit yaitu:4
1. Apakah pada pemeriksaan luar jenazah terdapat adanya tanda-
tanda kekerasan yang signifikan dan dapat diprediksi dapat
menyebabkan kematian ?
2. Apakah pada pemeriksaan luar terdapat adanya tanda-tanda yang
mengarah pada keracunan ?
3. Apakah almarhum merupakan pasien (Contoh: Penyakit jantung
koroner) yang rutin datang berobat ke tempat praktek atau
poliklinik di rumah sakit ?
4. Apakah almarhum mempunyai penyakit kronis tetapi bukan
merupakan penyakit tersering penyebab natural sudden death ?
Adanya kecurigaan atau kecenderungan pada kematian yang
tidak wajar berdasarkan kriteria tersebut, maka dokter yang
19
bersangkutan harus melaporkan kematian tersebut kepada penyidik
(polisi) dan tidak mengeluarkan surat kematian.4
2.2. Cardiac Sudden Death
2.2.1. Definisi
Kematian jantung mendadak adalah kematian yang tak terduga
karena penyebab jantung yang terjadi dalam jangka waktu singkat
(biasanya dalam waktu 1 jam dari onset gejala) pada orang dengan
penyakit jantung yang diketahui atau tidak diketahui. Sebagian besar
kasus kematian jantung mendadak berhubungan dengan aritmia
jantung yang dapat menimbulkan henti jantung mendadak.12,13 Henti
jantung mendadak bukan merupakan serangan jantung (infark
miokard), tetapi dapat terjadi selama serangan jantung. Serangan
jantung terjadi ketika ada penyumbatan dalam satu atau lebih
pembuluh darah ke jantung, sehingga darah yang kaya oksigen akan
terhambat masuk ke dalam jantung dan menimbulkan otot jantung
kekurangan oksigen. Sebaliknya, henti jantung mendadak terjadi saat
terjadi malfungsi dalam sistem listrik jantung dan menjadi tidak
teratur. Jantung dapat berdetak cepat dan ventrikel bisa terjadi
fibrilasi, sehingga darah tidak dapat mencapai seluruh tubuh. Dalam
beberapa menit pertama, aliran darah ke otak akan berkurang dan
seseorang akan kehilangan kesadaran. Bila tidak ditangani dengan
segera maka akan menimbulkan kematian.13 Kematian jantung
mendadak menjadi penyebab sekitar 91% dari kasus kematian
20
mendadak.1 Gejala prodromal yang timbul biasanya non spesifik,
nyeri dada (iskemik), palpitasi (takiaritmia), atau dispneu (gagal
jantung).14
2.2.2. Epidemiologi
Kematian jantung mendadak menyumbang sekitar 325.000
kematian per tahun di Amerka Serikat. Kematian jantung mendadak
terjadi sekitar 0,1-0,2% per tahun pada populasi dewasa. Penelitian di
Paris, 72% korban dari kematian jantung mendadak tidak didapatkan
riwayat sakit jantung. Kematian jantung mendadak biasanya terjadi
pada manusia dengan latar belakang penyakit koroner berat dengan
penyempitan banyak pembuluh darah, jarang disebabkan oleh
trombosis. Penelitian yang di lakukan di kota Medan mengenai
penyebab kematian mendadak di kota tersebut menunjukkan bahwa
penyakit kardiovaskular menjadi penyebab utama dengan persentase
47,6%. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kematian jantung
mendadak oleh karena penyakit jantung koroner lebih banyak terjadi
pada manusia berkulit hitam dibandingkan kulit putih. Pria memiliki
insiden yang lebih tinggi pada kematian jantung mendadak daripada
wanita dengan perbandingan 3:1. Rasio ini umunya mencerminkan
insiden yang lebih tinggi dari penyakit koroner obstruktif pada pria.
Insiden kematian jantung mendadak sering terjadi pada rentang usia
45-75 tahun.1,13,14
21
2.2.3. Etiologi Penyakit Jantung Koroner
2.2.3.1. Pengertian
Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah gabungan gejala
klinik yang menandakan iskemia miokard akut, terdiri dari
infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (ST segment
elevation myocardial infarction = STEMI), infark miokard
akut tanpa elevasi segmen ST (non ST segemnt elevation
myocardial infarction = NSTEMI), dan angina pektoris tidak
stabil (unstable angina pectoris = UAP).15
2.2.3.2. Etiologi
Penyebab reversible dari gagal jantung antara lain:
aritmia (misalnya: atrial fibrillation), emboli paru-paru
(pulmonary embolism) , hipertensi maligna, penyakit tiroid
(hipotiroidisme atau hipertiroidisme),valvular heart disease,
unstable angina, high output failure, gagal ginjal,
permasalahan yang ditimbulkan oleh pengobatan
(medication- induced problems), asupan (intake) garam yang
tinggi, dan anemia berat.15
Menurut Cowie MR (2008), penyebab gagal jantung
dapat diklasifikasikan dalam enam kategori utama:16
1) Kegagalan yang berhubungan dengan abnormalitas
miokard, dapat disebabkan oleh hilangnya miosit (infark
miokard), kontraksi yang tidak terkoordinasi (left bundle
22
branch block), berkurangnya kontraktilitas
(kardiomiopati).
2) Kegagalan yang berhubungan dengan overload
(hipertensi).
3) Kegagalan yang berhubungan dengan abnormalitas
katup.
4) Kegagalan yang disebabkan abnormalitas ritme jantung
(takikardi).
5) Kegagalan yang disebabkan abnormalitas perikard atau
efusi perikard (tamponade).
6) Kelainan kongenital jantung.
2.2.3.3. Faktor Predisposisi dan Faktor Pencetus
1) Faktor Predisposisi
Yang merupakan faktor predisposisi gagal jantung antara
lain: hipertensi, penyakit arteri koroner, kardiomiopati,
penyakit pembuluh darah, penyakit jantung kongenital,
stenosis mitral, dan penyakit perikardial.16
2) Faktor Pencetus
Yang merupakan faktor pencetus gagal jantung antara
lain: meningkatnya asupan (intake) garam,
ketidakpatuhan menjalani pengobatan anti gagal jantung,
infak miokard akut, hipertensi, aritmia akut, infeksi,
23
demam, emboli paru, anemia, tirotoksikosis, kehamilan,
dan endokarditis infektif.16
2.2.4. Patofisologi
Gangguan kontraktilitas miokardium ventrikel kiri yang
menurun pada Sindrom Koroner akut akan mengganggu kemampuan
pengosongan ventrikel, sehingga volume residu ventrikel menjadi
meningkat akibat berkurangnya stroke volume yang diejeksikan oleh
ventrikel kiri tersebut. Dengan meningkatnya EDV (End Diastolic
Volume), maka terjadi pula peningkatan LVEDP (Left Ventricle End
Diastolic Pressure), yang mana derajat peningkatannya bergantung
pada kelenturan ventrikel. Oleh karena selama diastole atrium dan
ventrikel berhubungan langsung, maka peningkatan LVEDP akan
meningkatkan LAP( Left Atrium Pressure ), sehingga tekanan kapiler
dan vena paru-paru juga akan meningkat. Jika tekanan hidrostatik di
kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik vaskular, maka akan
terjadi transudasi cairan ke interstitial dan bila cairan tersebut
merembes ke dalam alveoli, terjadilah edema paru-paru. Peningkatan
tekanan vena paru yang kronis dapat meningkatkan tekanan arteri paru
yang disebut dengan hipertensi pulmonal, yang mana hipertensi
pulmonal akan meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan.
Bila proses yang terjadi pada jantung kiri juga terjadi pada jantung
kanan, akhirnya akan terjadi kongesti sistemik dan edema.17
Ada beberapa mekanisme patofisiologi sindrom koroner akut :17
24
a. Mekanisme neurohormonal
Pengaturan neurohormonal melibatkan sistem saraf adrenergik
(aktivasi sistem saraf simpatis akan meningkatkan kadar
norepinefrin), sistem renin-angiotensin, stres oksidatif
(peningkatan kadar ROS/reactive oxygen species), arginin
vasopressin (meningkat), natriuretic peptides, endothelin,
neuropeptide Y, urotensin II, nitric oxide, bradikinin,
adrenomedullin (meningkat), dan apelin (menurun).17
b. Remodeling ventrikel kiri
Remodeling ventrikel kiri yang progresif berhubungan langsung
dengan memburuknya kemampuan ventrikel di kemudian hari.17
c. Perubahan biologis pada miosit jantung
Terjadi hipertrofi miosit jantung, perubahan komplek kontraksi-
eksitasi, perubahan miokard, nekrosis, apoptosis, autofagi.17
d. Perubahan struktur ventrikel kiri
Perubahan ini membuat jantung membesar, mengubah bentuk
jantung menjadi lebih sferis mengakibatkan ventrikel
membutuhkan energi lebih banyak, sehingga terjadi peningkatan
dilatasi ventrikel kiri, penurunan cardiac output, dan peningkatan
hemodynamic overloading.17
2.2.5. Otopsi
Pada jenazah yang diduga mati akibat kematian jantung
mendadak biasanya terdapat tanda-tanda asfiksia. Asfiksia ini dapat
25
terlihat dari pemeriksaan dari luar. Pada jenazah yang meninggal
dunia akibat asfiksia akan dapat ditemukan tanda-tanda umum sebagai
berikut :18
a. Sianosis, keadaan ini diakibatkan kurangnya oksigen dalam darah
sehingga darah menjadi lebih encer dan gelap. Sianosis dapat
ditemukan pada bibir, ujung-ujung jari dan kuku.4 Warna kulit
dan mukosa terlihat lebih gelap, demikian juga lebam mayat.
Perlu diketahui bahwa pada setiap proses kematian pada akhirnya
akan terjadi juga keadaan anoksia jaringan. Oleh sebab itu
keadaan sianosis dalam berbagai tingkat dapat juga terjadi pada
kematian yang tidak disebabkan karena asfiksia. Dengan kata lain
keadaan sianosis bukan merupakan tanda khas pada asfiksia.18
b. Bendungan sistemik, yaitu bendungan khas yang terjadi dikulit
dan organ lain selain paru. Sebagai akibat kongesti dari vena,
maka akan tampak bintik-bintik pendarahan (petechiae hemoragik
atau tardieu spot). Bintik pendarahan ini akan mudah terjadi pada
jaringan longgar dan transparan, misalnya pada jaringan selaput
bening kelopak mata, selaput bening mata, serta selaput bening
lainnya. 19 Organ yang memiliki membrane transparan seperti
pleura, pericardium atau kelenjar timus. Pada asfiksia yang hebat
bintik-bintik pendarahan dapat terlihat pada faring atau laring.18
c. Lebam mayat, warna lebam mayat kebiruan gelap, terbentuk lebih
cepat, distribusi luas, akibat kadar CO2 yang tinggi dan akibat
26
fibrinolisin dalam darah sehingga darah sukar membeku dan
mudah mengalir.20
d. Edema, kekurangan oksigen yang lama mengakibatkan kerusakan
pada pembuluh darah kapiler sehingga permeabilitasnya
meningkat, keadaan ini menyebabkan timbulnya edema, terutama
edema paru.19 Pada strangulasi juga dapat terlihat adanya edema
pada muka, lidah dan faring.18
Pemeriksaan Laboratorium
Penanda jantung membantu dalam penilaian sindrom akut
koroner dan untuk mengidentifikasi dan memenejemen pasien risiko
tinggi. Post mortem cardiac marker test adalah pemeriksaan penanda
jantung yang dilakukan setelah kematian untuk menyingkirkan
diferensial diagnosis. Termasuk kepada tes penanda jantung adalah
Creatine kinase-MB (CK-MB), mioglobin, troponin T (cTnT) dan
troponin I (cTnI). Yang perlu diperhatikan adalah beberapa penanda
jantung dapat muncul sebagai positif palsu seperti pada cidera otot
lurik.
Pemeriksaan penanda jantung menggunakan immunoassay
jarang sekali digunakan karena diagnose pasti dapat menggunakan
gross autopsy dan patologi anatomi, ditambah dengan gejala
signifikan sebelum kematian. Namun, tidak semua kematian jantung
dapat langsung diketahui dengan autopsy, contohnya pada beberapa
kasus sulit seperti mikro infark yang tidak dapat diketahui dengan
27
gross autopsy, namun tetap dapat mengakibatkan instabilitas elektrik
di miokardium.20
Ellingsen et al. (2004) memperkirakan peningkatan
konsentrasi cTnT menunjukkan kerusakan jantung. Pada temuan
autopsy yang tidak inklusif, serum cTnT menunjukkan diagnosis dari
cardiac-related death.
Walaupun menjanjikan, namun nilai dari penanda jantung
diragukan dalam memenuhi validitas sebagai preparat darah untuk
pemeriksaan standar biokimia. Berdasarkan studi yang
membandingkan troponin antemortem dan postmortem terdapat lima
subyek yang non signifikan. Perbedaan utama yaitu pada autolysis
dari sel, kemudian adanya degradasi microbial dan sisa-sisa
metabolisme dan ekskresi jaringan yang menumpuk juga dapat
mempengaruhi validitas preparat.
Ellingsten et al. (2004) menyatakan pada studinya bahwa
nilai penanda jantung tidak memiliki hubungan dengan interval
postmortem yang telah terjadi. Troponin-T relative stabil 3 hari
setelah kematian.
a. Creatine Kinase (CK)
Creatine kinase adalah enzim yang bertanggung jawab untuk
memindahkan fosfat dari ATP ke keratin. Terdiri dari subunit M
dan atau B yang membentuk CK-MM, CKMB dan CK-BB
isoenzim. Total CK tidak spesifik sebagai penanda jantung.
Namun, isoenzim MB (disebut juga CK-2) ditemukan pada 40%
28
aktivitas otot jantung dan 2% pada aktivitas otot dan jaringan
lainnya. Sebagai pemeriksaan klinik, MB dapat memiliki nilai
sensitive dan spesifik pada saat yang bersamaan untuk penanda
MCI. MB umumnya abnormal 3-4jam setelah serangan,
memuncak 10-24jam dan normal setelah 72jam. Bagaimanapun,
peningkatan serum MB mungkin terjadi juga pada orang dengan
kerusakan otot skeletal seperti pada distrofia otot atau crash injury
dan juga pada orang-orang dengan gagal ginjal. Dibeberapa
kasus, indeks CK (CKMB dibagi CK total) dapat berarti non
miokardial yaitu pada nilai dibawah 4%. Penilaian CKMB
dilakukan dengan elektroforesis atau immunoassay dimana
immunoassay memberikan sensitifitas dan presisi yang lebih baik.
21
b. Mioglobin
Mioglobin ditemukan pada otot lurik dan jantung. Dilepaskan
segera setelah kerusakan jaringan dan dapat meningkat setelah
satu jam terjadinya cedera otot jantung, dapat juga meningkat
pada cedera otot lurik. Namun, bila mioglobin tidak meningkat
dalam tiga atau empat jam setelah gejala akut, maka sulit
dinyatakan bahwa telah terjadi serangan MCI.21
c. Troponin T dan Troponin I
Troponin C, I, dan T adalah protein yang dibentuk oleh filament
tipis dari serat otot yang meregulasi gerak dari kontraksi otot
jantung. Otot lurik dan otot jantung yang secara structural berbeda
29
dan keberadaan dari troponin I dan troponin T dapat menjadi
antibody yang membedakannya. 21 Cardiac troponin T (cTnT) dan
cardiac troponin I (cTnI) adalah penanda terbaru yang spesifik
dari jantung. Penanda ini sebagai alat utama untuk pasien dengan
nyeri dada tanpa diagnose EKG, digunakan juga untuk prognosa
MCI.21
d. Hasil
Hasil normal dapat berbeda berdasarkan laboratorium dan metode
yang digunakan. Secara umum, AHA menyatakan :22
Total CK : Nilai referensi 38-174 units/L untuk pria dan 96-
140 units/L untuk wanita. Titer meningkat dalam 4-6 jam
setelah serangan dan puncaknya pada 24 jam. Nilai normal
dalam 3-4 hari.
CK-MB : nilai referensi 10-13 units/L. Titer meningkat
dalam 3-4 jam dan memuncak pada 10-24 jam. Kembali
normal setelah 2-4hari.
Troponin T : nilai referensi < 0,1 ng/mL. Titer meningkat
pada 2-4jam dan memuncak 10-24 jam. Kembali normal pada
5-14 hari.
Troponin I : nilai referensi < 1,5 ng/mL. Titer meningkat
pada 2-4 jam dan memuncak 10-24 jam. Kembali normal
pada 5-10 hari.
30
Myoglobin: nilai referensi < 110 ng/mL. Titer meningkat
pada 1-2 jam dan memuncak 4-8 jam. Kembali normal pada
12-24 jam.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kasus kematian yang mendadak sering terjadi dan dapat ditemukan
dalam segala macam kondisi. Penentuan sebab kematian menjadi penting
terkait dengan kepentingan hukum, perubahan status almarhum dan
keluarganya, serta hak dan kewajiban yang timbul dari meninggalnya orang
tersebut. Kematian mendadak karena penyakit jantung menduduki peringkat
pertama dan meningkat setiap tahunnya. Kematian jantung mendadak adalah
kematian yang tak terduga karena penyebab jantung yang terjadi dalam
jangka waktu singkat (biasanya dalam waktu 1 jam dari onset gejala) pada
orang dengan penyakit jantung yang diketahui atau tidak diketahui. Penyakit
jantung yang dimaksud adalah penyakit jantung koroner. Sebagian besar
kasus kematian jantung mendadak berhubungan dengan aritmia jantung yang
dapat menimbulkan henti jantung mendadak.
Pada kasus dengan kematian jantung mendadak dapat ditemukan
tanda asfiksia pada pemeriksaan post mortem seperti sianosis, bendungan
sistemik atau bintik perdarahan, lebam mayat berwarna kebiruan gelap, dan
edema. Pemeriksaan penanda jantung menggunakan immunoassay jarang
sekali digunakan karena diagnose pasti dapat menggunakan gross autopsy dan
patologi anatomi, ditambah dengan gejala signifikan sebelum kematian.
Namun, tidak semua kematian jantung dapat langsung diketahui dengan
31
32
autopsy, contohnya pada beberapa kasus sulit seperti mikro infark yang tidak
dapat diketahui dengan gross autopsy, namun tetap dapat mengakibatkan
instabilitas elektrik di miokardium sehingga dapat diperiksa tes penanda
jantung seperti Creatine kinase-MB (CK-MB), mioglobin, troponin T (cTnT)
dan troponin I (cTnI).
3.2 SARAN
Penelitian lebih lanjut mengenai penyebab lain cardiac sudden
death diperlukan untuk mempertajam differential diagnosis dalam
pemeriksaan luar maupun dalam.
DAFTAR PUSTAKA
1. Wulansari J. Penyebab utama kematian mendadak di kota medan tahun 2008-
2010. 2012. Di unduh dari
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/31673 tanggal 24 Juli 2012
2. Baradero M, Dayrit W, Siswadi Y. Klien gangguan kardiovaskular. Jakarta:
EGC , 2008.
3. Gonzales TA, Vance M, Helpern M, Umberger CJ. Legal Medicine.
Pathology and toxicology. 2nd edition. New York : Appleton century croft.
1954 :102 – 51
4. Arief Hakim,Fahmi. 2010. Aspek Medikolegal Kematian Mendadak Akibat
Penyakit ( Natural Sudden Death). Bagian Forensik FK UNJANI. Available
from : http://rludifkunjani.wordpress.com/2010/11/17/aspek-medikolegal-
kematian-mendadak-akibat-penyakit-natural-sudden-death/
5. Simpson K, Knight B. Forensic medicine. Baltimore: Hodder Arnold
Publisher, 2003
6. Raschka C, Parzeller M, Kind M. Organ pathology causing sudden death in
athletes. International study of autopsies (Germany, Austria, Switzerland).
Med Klin (Muncich). 1999 Sep 15;94(9):473-7
7. Perdanakusuma M. Bab-bab Tentang Kedokteran Forensik. Jakarta: Ghalia
Indonesia, 1984
8. Gresham GA. Color Atlas of Forensic Pathology. Chicago: Year Book
Medical Publisher, 1975
33
34
9. Braunwald, E. Respiratory System Failure. In: Kasper DL, et al, ed.
Harrison’s Principles of Internal Medicine, 17th Edition. New York:
McGraw-Hill Inc. 2008.
10. Suyono S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2001.
11. Schwartz SI. Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah. Jakarta: EGC, 2000
12. Sovari AA. Sudden cardiac death. 2011. Di unduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/151907-overview tanggal 24 Juli
2012.
13. Heart disease and sudden cardiac death. Di unduh dari
http://www.webmd.com/heart-disease/guide/sudden-cardiac-death tanggal 24
Juli 2012.
14. .Jones R. Notes on sudden cardiac death. 2006. Di unduh dari
http://issuu.com/forensicmed/docs/sudden_cardiac_death tanggal 24 Juli 2012
15. Bergovec M. Features and pathophysiology of acute coronary syndrome.
Acta Med Croatica. 2009;63(1):3-7.
16. MR Cowie, Dar O. Acute heart failure in the intensive care
unit:epidemiology. Crit Care Med. 2008;36(1):3-8.
17. Sudoyo, Aru W, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2009
18. Dahlan, S. Ilmu Kedokteran Forensik. 2004. Semarang : Badan Penerbit
Universitas Diponegoro
35
19. Braunwald’s Heart Disease : A textbook of Cardiovascular Medicine, 7th
Edition. 2005. cited : 24 Juli 2012 pukul 18.05 WIB]. Available from :
www.fpnotebook.com
20. Khairul AZ, Zarida, Shahrom AW1, Swarhib MS, Azuriah AA. Troponin-I
rapid kit reactivity in sudden cardiac death. Forensic Unit, Departement of
Pathology, Faculty of Medicine, UKM, Malaysia, Departement of Biomedical
Sciences, Faculty of Allied Health Sciences UKM, Malaysia. Available from
http://www.forensiknet.com/journal/Vol.3_Dec_2008.pdf
21. Henry, J. B. Clinical Diagnosis and Management by Laboratory Methods.
20th ed. Philadelphia: W. B. Saunders. 2001.
22. Wallach, Jacques. Interpretation of Diagnostic Tests. 7th ed. Philadelphia :
Lippincott Williams & Wilkins.2000.