buksak orto
TRANSCRIPT
IDENTITAS
1. Nama pasien :
2. Nama ortu :
Sebagiai hub komunikasi dokter dan pasie, identitas membedakan pasien satu dgn yg lainnya
Nama : harus nama lengkap, bila terdapat marga dalam nama pasien maka akan membantu kita untuk mengetahui kondisi pasien khususnya yang berhubungan dengan perawatan ortodontik
o Contoh : Marinson Hasudungan Hutasoit → marga batak → tulang rahang keras dan besar
3. Jenis kelamin :
Terdapat perbedaan waktu, kecepatan, ukuran, dan arah pertumbuhan dan perkembangan antara laki-laki dan perempuan.
Pria → long, large, ledge → perawatan cenderung akan lebih lama daripada perawatan pada wanita
4. Tgl lahir :
5. Umur :
Berkaitan dgn waktu (kecepatan) erupsi gigi dan memperkirakan prognosa perawatan Umur dikategorikan berdasarkan:
1. Chronological age (umur kalender)
2. Bone age (umur menurut klasifikasi tulang koporal)
3. Dental age (umur menurut erupsi gigi)
Umur dalam status adalah umur kalender berdasarkan tgl lahir pasien Dental age :
Transisi dari gigi sulung sampai gigi permanen dimulai pada umur 6 tahun dengan erupsi gigi molar pertama yang diikuti gigi insisif permanen. Gigi permanen erupsi bertahap dan penting diketahui untuk memperkirakan waktu tahap erupsi. Tahap erupsi digunakan untuk mengkalkulasi dental age, yang penting dalam mixed dentition. Dental age diukur dari 3 karakteristik :
1. gigi apa saja yang telah erupsi2. jumlah resopsi pada akar gigi sulung3. perkembangan gigi permanen
Kronologis perkembangan gigi sulung
Gigi Mulai kalsifikasi Mahkota lengkap Erupsi Akar lengkap
Sulung (intra uteri)RA RB RA RB RA RB RA RB
Insisivus Sentral
14 mg 14mg 1,5bln 2,5bln 10 bln 8bln 1,5bln 1,5bln
InsisivusLateral
16 mg 16mg 2,5bln 3bln 11bln 13bln 2bln 1,5bln
Caninus 17 mg 17mg 9bln 9bln 19bln 20bln 3,25bln 3,25blnMolarPertama
15 mg 15mg 6bln 5,5bln 16bln 16bln 2,5bln 2,25bln
MolarKedua
19 mg 18 mg 11bln 10bln 29bln 27bln 3bln 3bln
Kronologis perkembangan gigi permanen
Gigi Mulai kalsifikasi Mahkota lengkap Erupsi Akar lengkapRA RB RA RB RA RB RA RB
Insisivus Sentral
3 bln 3 bln 4,5 th 3,5 th 7,25 th 6,25 th 10,5 th 9,5 th
InsisivusLateral
11 bln 3 bln 5,5 th 4 th 8,25 th 7,5 th 11 th 10 th
Caninus 4 bln 4 bln 6 th 5,75 th 11,5 th 10,5 th 13,5 th 12,75thPremolar Pertama
20 bln 22 bln 7 th 6,75 th 10,25th 10,5 th 13,5 th 13,5 th
Premolar Kedua
27 bln 28 bln 7,75 th 7,5 th 11 th 11,25th 14,5 th 15 th
MolarSatu
32 mg Intra Uteri
32 mgIntraUteri
4,25 th 3,75 th 6,25 th 6 th 10,5 th 10,5 th
MolarKedua
27 bln 27 bln 7,75 th 7,5 th 12,25th 12 th 15,75th 16 th
Molar Ketiga
8 th 9 th 14 th 14 th 20 th 20 th 22 th 22 th
6. TB/BB :
Mengetahui status gizi pasien dan hubungan pertumbuhan fisik secara umum normal cepat atau lambat, juga berkaitan dgn pertumbuhan dan perkembangan maksilofacial.
7. Menarche
Mengetahuiperiode pubertas yang ditandai peak height velocity (PHV) jika ingin merawat dengan perawatan modifikasi pertumbuhan.
Menarche terjadi 1-2 tahun setelah PHV8. Alamat :
Agar operator mudah menghubungi pasien. selain agar mudah untuk menghubungi juga untuk mengetahui status ekonomi dari pasien
tersebut9. Pekerjaan :
Membantu mengevaluasi status ekonomi dalam memilihi appliance yang tepat. status ekonomi, menegetahui kondisi khusus pasien terutama yang berhubungan dengan
perawatan ortodonti Contoh : penjahit → kebiasaan menggigit jarum → open bite
Pemusik dengan instrument alat tiup → open bite
ANAMNESIS
1. Kesehatan umum:
Mengetahui prognosis dan rencana perawatan Contoh : DM yang tidak terkontrol kemungkinan akan memiliki prognosis yang buruk dalam
melakukan perawatan orthodontik, karena biasanya pasien DM oral hygienenya buruk, sehingga berpotensi besar untuk adanya kelainan periodontal.
2. Riwayat penyakit :
penyakit-penyakit yang pernah dialami oleh pasien terutama yang berhubungan dengan perawatan oertodonti
Anamnesis mengenai riwayat penyakit tujuannya untuk mengetahui:.1. Adakah penyakit yang pernah/sedang diderita pasien yang dapat mengganggu proses
pertumbuhan , perkembangan rahang dan erupsi gigi-geligi, sehingga diduga sebagai penyebab dari maloklusi
2. Adakah penyakit yang sedang diderita pasien dapat mengganggu dan menghambat perawatan ortodontik yang akan dilakukan
3. Adakah penyakit yang kemungkinan dapat menular kepada operator4. Penyakit-penyakit tertentu yang wajib diketahui antara lain adanya:
Penyakit kekurangan gizi pada masa kanak-kanak Tonsilitis atau adenoiditis Hipertensi dan penyakit jantung Hepatitis Asthma Tuberculosis HIV/AIDS Alergi terhadap obat tertentu
Beberapa penyakit umum dan local yang menyebabkan maloklusi :
o Penyakit sistemik yang paling sering adalah gangguan endokrin menghalangi
peningkatan panjang rahang, gangguan erupsi gigi, berkurangnya ukuran gigi dan
penyimpangan kromosom yang mempengaruhi sistem orofasial contohnya : franceshetti
syndrome, cleidocranial dysotosis, trisomi 21, ectodermal dysplasia. Amelogenesis dan
dentinogenesis imperfecta
3. Kelainana kongenital :
bila berdasarkan anamnesa tidak ditemukan adanya penyakit congenital maka dalam status ditulis “disangkal”
kelainan congenital : kelainan yang didapat selama dalam kandungan kelainan herediter : kelainan yang berasal dari gen
4. Penggunaan obat :
Penggunaan obat perlu diketahui sehubungan dengan penyakit yang pernah diderita pasien, penyakit yang sedang diderita saat ini, atau pengalaman pasien terhadap alergi obat tertentu.
5. Kebiasaan buruk :
tanyakan kepada pasien atau orang tuanya tentang :- Jenis : Kebiasaan buruk apa yang telah dilakukan ?
- Kapan : Umur berapa kebiasaan buruk dilakukan, apakah sekarang masih dilakukan ?
- Durasi : Dari sejak kapan sampai kapan dilakukan ?
- Frekuensi : Berapa kali per jam / perhari dilakukan ?
- Intensitas : Seberapa kuat / keras dilakukan ?
- Posisi : Bagaimana dan di bagian mana dilakukan ?
- Apakah ada hubungan anatara kebiasaan buruk yang dilakukan dengan keadaan maloklusi pasien ?
Kebiasaan buruk yang berhubungan dengan maloklusi antara lain:1. Menghisap ibu jari/jari lain
Menghisap jari biasa dilakukan pada anak-anak. Jika kebiasaan ini berlanjut sampai periode gigi tetap dapat menimbulkan:- Gigi insisif rahang atas protrusif dan gigi insisif rahang bawah linguoversi.- Open bite anterior.- Penyempitan lengkung rahang atas.- Crossbite posterior.
- Protusif maksila.2. Mendorong lidah
Tongue trust atau kebiasaan mendorong lidah adalah kebiasaan menempatkan ujung lidah di antara gigi insisif, baik pada waktu istirahat ataupun pada waktu menelan. Hal ini menyebabkan open bite anterior dan protusif maksila.
3. Bernafas melalui mulutBernafas melalui mulut biasanya akibat gangguan kronis pada nasopalatinus, misalnya rhinitis kronis, deviasi septum nasal, pembesaran kelenjar adenoid, dan polip hidung. Akibatnya:- Penyempitan lengkung rahang.- Palaum tinggi dan sempit.- Gigi berjejal.- Openbite anterior.
4. Menggigit bibirKebiasaan menggigit bibir dapat berdiri sendiri atau bersama-sama dengan kebiasaan menghisap jari. Akibatnya:- Gigi insisif rahang atas labioversi.- Gigi insisif rahang bawah linguoversi.
5. Menggigit kukuMenyebabkan:- Openbite anterior.- Protisif maksila.
6. Perawatan RS :
Latar belakang perawatan rumah sakit diperlukan untuk mengetahui etiologi maloklusi, keperluan perawatan ortodontik, dan keadaan pasien secara umum.
7. Operasi :
riwayat operasi yang berhubungan dengan perawatan ortodontiContoh : pernah dilakukan odontektomi maka pada odontogam gigi tersbut disilang (X)
8. Trauma dental :
Maloklusi, seperti protrusi insisiv rahang atas, dapat meningkatkan kecelakaan pada gigi. Trauma oklusi, salah satu hal penting dalam perkembangan penyakit periodontal, setelah faktor
etiologi plak.
9. Keluhan utama :
keluhan pasien, pada status diisi dengan bahasa pasien keluhan utma pasien :keluhan yang harus dihilngkan/dirawat
PEMERIKSAAN INTRA ORAL
1. Tipe muka :
a. Berdasarkan analisis frontal perbandingan panjang dan lebar muka, dengan perhitungan:Morphologic facial indexI = Morphologic facial height / bizygomatic widthMorphologic facial height adalah tinggi nasion sampai gnation,
bizygomatic width adalah lebar antara kedua zygoma.
tipe muka diklasifikasikan:1. Hypereuryprosop : x – 78,92. Euryprosop : 79,0 – 83,93. Mesoprosop : 84,0 – 87,9 4. Leptoprosop : 88,0 – 92,9 5. Hyperleptoprosop : 93,0 – x
b. Berdasarkan analisis frontal arah vertikal dan transversal, dengan garis patokan :1. Garis vertikal : facial midsagital plane (nasion sampai subnasal)2. Garis hirizontal atas : bipulpilary plane3. Garis hirizontal bawah : pada stomion, sejajar bipulpilary plane tipe muka diklasifikasikan:
1. Simetris2. Asimetris
dilihat juga volume wajahnya untuk melihat kesimetrisan wajah, posisi operator hrs berhadap dengan pasien. Lihat cuping
telinga pasien harus sama besar.2. Profil muka :
Profil muka ditentukan berdasarkan patokan:1. Glabela, ujung terluar bibir atas, dan pogonion (Rakosi), atau2. Glabela, subnasion, dan pogonion (Profit).
Klasifikasinya:1. Profil datar : jika garis yang dibentuk titik acuan relatif lurus.2. Profil cembung/konvex : jika garis yang dibentuk titik acuan membentuk sudut lebih ke
belakang (posterior divergen; kelas II hubungan rahang).3. Profil cekung/konkav : jika garis yang dibentuk titik acuan membentuk sudut lebih ke depan (anterior divergen; kelas III hubungan rahang).
Pemeriksaan profil wajah didapatkan dari analisis gambaran radiografi lateral cephalometri melalui titik glabela, sulcus nasolabial anterior dan pgonion dan pemeriksaan klinis.
pada pasien dengan profil yang terlalu ke labial, harus diperhitungkan apakah memungkinkan untuk tetap dilakukan perawatan
A. konvex B tegak C konkav
3. Bibir
4. Relasi bibir Pada saat pemeriksaan bibir pasien harus dalam kedaan rileks. Palpasi bibir perlu dilakukan untuk memestikan bahwa perkembangan tonus dan muskularnya
baik. Relasi bibir dapat dibagi menjadi 4, yaitu:1. competent lips : bibir kontak saat otot dalam keadaan istirahat.2. Incompetent lips : Bibir tidak dapat berkontak saat otot dalam keadaan istirahat. Bibir akan
bertemu jika otot orbikularis oris dan mentalis kontraksi. Postur bibir saat biasa : Secara anatomi bibir pendek dengan adanya celah yang lebar antara bibir atas dan bawah pada posisi istirahat.
3. Potentially incompetent lips : Keadaan bibir sebetulnya normal, hanya penutupan bibir terhalang oleh gigi insisiv atas yang protrusif. Untuk menutup rongga mulut, ujung lidah akan kontak dengan bibir bawah. Kontak bibir akan terjadi tanpa adanya kontaksi otot perioral.
4. Everted lips : bibir hipertrofi dengan jaringan yang berlebih tetapi kekuatan ototnya lemah. Otot lemah dapat terlihat dengan ronsen cephalometri. Biasanya terjadi pada pasien protrusive bimaksiler.
5. TMJ :
ditanyakan pada pasien apakah memiliki kebiasaan tidur miring? Ataukah memiliki keluhan sakit di TMJ ketika bangun tidur? Bila iya maka kemungkinan terdapat kelainan TMJ
Pemeriksaan klinis TMj dapat dilakukan dengan auskultasi dan palpasi. Penemuan klinis dapat berupa:1. sakit saat ditekan
2. Clicking pada joint :- inisial- intermedia- terminal- reciprocal (hilang timbul)
3. KrepitasiPergerakan kondilus yang tidak sama
Pemeriksaan TMJ :a. Auskultasi TMJ
Suara dapat didengar menggunakan stetoskop. Lamanya clicking selama membuka dan menutup mulut harus dicatat apakah inisial, intermedia, terminal atau reciprocal.
b. Palpasia. TMJ lateral : Gunakan tekanan pada prosesus condyliod dengan jari telunjuk. palpasi
kedua sisi secara bersamaan. Catat jika terdapat rasa sakit saat TMJ dipalpasi dan jika terdapat perbedaan pergerakan kondilus selama gerakan membuka dan menutup mulut.
b. TMJ posterior : Posisikan jari kelingking di meatus audtorius externa dan palpasi permukaan posterior kondilus selama pergerakan membuka dan menutup mandibula. Palpasi harus dilakukan hati-hati karena kondilus akan memindahkan posisi jari kelingking saat menutup dengan oklusi penuh.
c. Otot pterigoid lateral : proyeksi daerah sakit pada otot pterigoid latreral adalah dengan palpasi daerah proksimal leher kondilus dan joint kapsul, di belakang tuberositas maksilaris. Pemeriksaan dilakukan dalam keadaan mulut terbuka dan mandibula bergerak secara lateral. Pada tahapan inisial disfungsi TMJ, otot akan terasa sakit saat dipalpasi hanya pada satu sisi. Pada tahap yang lebih lanjut, sakit biasanya bilateral.
d. Otot temporal : Otot temporal dipalpasi secara extraoral dan bilateral. Anterior, media dan posterior otot diperiksa secara terpisah. Palpasi dilakukan ketika otot kontraksi secara bersamaan. Perlekatan otot temporal pada prosesus coronoideus yaitu pada region postolateral vestibulum atas juga dipalpasi. Posisi mulut pasien saat diperiksa harus terbuka setengah.
e. Otot masseter : Permukaan otot masseter dipalpasi dibawah mata inferior hingga arcus zygomaticus. Bagian dalam dipalpasi pada tingkat yang sama, kira-kira 2 lebar jari di depan tragus. Selama otot berkontraksi secara bersamaan, luas permukaan otot masseter dan arah yang menonjol disekitar sudut gonial dapat diperiksa. Perlekatan otot ini harus diperiksa untuk mengetahui adnya rasa sakit atau tidak saat dipalpasi. Sesekali daerah pemicu dapat sedikit sakit.
PEMERIKSAAN INTRA ORAL
1. Malposisi gigi geligi
a. Malposisi Hanya pada Satu Gigi
Mesioversi : keadaan gigi lebih ke mesial dibanding keadaan normal Distoversi : keadaan lebih ke distal dibanding keadaan normal Linguoversi : keadaan lebih kea rah lingual dibandingkan keadaan normal Labioversi atau bukoversi : mengarah ke bibr atau pipi Infraversi : keadaan gigi yang tidak sejajar dengan dataran oklusal, lebih pendek Supraversi : keadaan gigi melampaui dataran oklusal, lebih panjang Axiversi : Kesalahan inklinasi terhadap sumbu aksial Torsiversi : gigi yang rotasi pada sumbu aksialnya Transversi : transposisi, kesalahan dalam suatu lengkung
b. Variasi Vertikal Pada Sekelompok Gigi Deep Overbite : terdapat tingkat overlap vertical yang besar pada gigi insisif. Open bite: tidak adanya oklusi gigi-gigi rahang atas dengan rahang bawah, terutama pada
daerah gigi-gigi anterior, meskipun open bite pada daerah posterior mungkin juga dapat ditemukan.
c. Variasi Transversal Pada Sekelompok Gigi Crossbite istilah kelainan hubungan secara bukolingual antara gigi rahang atas dengan rahang
bawah. Lingual Crossbite keadaan dimana gigi-gigi rahang atas mengalami crossbite yang mengarah
lebih ke daerah lidah dibandingkan gigi-gigi rahang bawah. Buccal Crossbite gigi-gigi rahang atas mengalami crossbite yang mengarah lebih ke daerah
bukal (pipi) dibandingkan gigi-gigi rahang bawah.d. Malposisi Sentrik dan Eksentrik
Malposisi sentrik dan eksenrik adalah posisi gigi yang berbeda bila dilihat dari sumbu panjang longitudinal yang seharusnya.
Posisi sentrik tipping ialah inklinasi yang lebih labioversi atau linguoversi, dengan pusat dari rotasi tersebut terletak pada ½ panjang gigi atau 1/3 apikal akar gigi.
Posisi eksentrik dapat terjadi pada gigi yang mengalami rotasi dengan pusat rotasi terletak pada ujung dari incisal edge juga bisa terdapat pada ujung apeks akar.
e. Malposisi Total Displacementposisi gigi yang salah dengan ujung akar hingga ujung mahkotanya tidak pada posisi yang yang seharusnya. Untuk perawatan kasus ini hanya bisa digunakan dengan pergerakan bodily movement.
f. Inklinasi Gigi Rahang BawahPerubahan inklinasi yang terjadi dapat melibatkan dasar apikal pada gigi rahang bawah atau bisa juga tidak melibatkan. Pergerakan yang terjadi dapat labioversi ataupun linguoversi.
g. Malposisisi Pada Sekelompok atau Beberapa Gigih. Sagital : Labioversi, linguoversi, mesioversi, distoversii. Transversal : Crowding, linguoversi, spacing, bukoversij. Vertikal : Supraversi, infraversi.
k. Crowding Berdasarkan etiologinya, crowding dibagi menjadi crowding primer (herediter), crowding
sekunder, dan crowding tersier. 1. Primary Crowding (Hereditary Crowding)
Keadaan crowding yang menurun secara genetis dan umumnya disebabkan karena perbedaan proporsi ukuran gigi dengan lengkung rahang. Kelainan akibat genetis ini sering dicirikan dengan adanya ketidakharmonisan gigi-gigi anterior.
2. Secondary CrowdingKeadan anomaly posisi gigi akibat mesial drift gigi-gigi posterior akibat adanya premature loss gigi sulung pada daerah lateral.
3. Tertiary CrowdingMasih dalam perdebatan apa yang menjadi etiologinya. Namun, tipe crowding ini sangat erat hubungannya dengan proses erupsi gigi molar ke-tiga. Sehingga crowding ini muncul pada tahap umur 18-20 tahun, dan mengakibatkan crowding pada daerah gigi anterior rahang bawah.
2. Kebersihan mulut :
3. Gingiva :
Pemeriksaan mukosa gusi mencakup beberapa criteria, yaitu:a. Tipe/jenis dari mukosa gusib. Inflamasi yang terjadic. Lesi mukogingiva
4. Frenulum labii :
Macam-macam kelainan frenulum labii :a. Frenulum labial yang melekat dalam pada gigi sulung. Pada tahap ini, tidak diindikasikan
frenektomi sampai insisif permanennya erupsi, saat itu perbaikan diastema diharapkan dilakukan.
b. Frenulum labial rahang atas yang melekat dalam. Eksisi dengan membedah tidak hanya jaringan lunak tetapi juga serat interosseous.
c. Anomali frenulum labial rahang bawah. Frenulum labialis yang dalam menimbulkan tarikan yang kuat pada perlekatan mukosa gigi rahang bawah anterior dan memicu timbulnya lesi mukogingiva.
5. Lidah :
Bentuk, warna,dan konfigurasi dilihat saat pemeriksaan klinis. Lidah dapat kecil, panjang, atau luas.
6. Palatum :
Kedalaman palatum, menurut Korkhaus, didefinisikan sebagai garis vertikal yang tegak lurus dengan midpalatal raphe yang berjalan dari permukaan palatal ke bidang oklusal. Hal ini diukur antara titik referensi pada Pont-Index untuk lebar lengkung posterior. Korkhaus (1939) mengevaluasi bentuk palatal melalui indeks :
Palatal Height Index : palatal height x 100
Posterior arch width
Nilai rata-rata indeks adalah 42 %. Indeks bertambah pada palatal tinggi, dan berkurang pada palatum dangkal.
7. Tonsil :
Kelainan pada tonsil dapat menyebabkan disfungsi orofasial8. Garis median :
Deviasi garis median dibagi berdasarkan bagian rahang yang terkena (maksila, mandibula, atau keduanya) dan berdasarkan dental, skeletal, atau kombinasi dari keduanya.
Analisis kesimetrisan rahang bertujuan untuk mengidentifikasi beberapa asimetri skeletal mediolateral yang mungkin berhubungan dengan maloklusi.
Metode analisa yang dilakukan untuk menilai kesimetrisan rahang adalah :1. Tandai sepalogram PA, lokasikan semua struktur dan konstruksikan garis median.2. Ukur jarak antara sudut sebelah kanan dan garis median untuk tanda skeletal, catat
perbedaan kana dan kiri secara vertikal dan medoilateral.3. Ukur jarak tanda gigi pada titik tertentu, contoh, garis tengah gigi, posisi dari gigi
masing-masing, dan lain-lain.
9. Overbite :
Menurut Hotz dan Muhlemann (1952) terdapat perbedaan antara 2 tipe : true deep overbite dan pseudo-deep overbite.a. True deep overbite dengan freeway space yang besar disebabkan oleh infraklusi dari molar.
Prognosis dari terapi berhasil dengan metode fungsional menguntungkan. Selama jarak ruangan interoklusal besar, freeway space yang cukup akan kembali setelah ekstrusi dari molar.
b. Pseudo-deep overbite memiliki freeway space yang kecil. Molar telah erupsi sempurna. Overbite yang dalam disebabkan oleh erupsi yang berlebih dari insisif. Prognosis dalam meninggikan gigitan menggunakan alat fungsional tidak menguntungkan. Jika freeway space kecil, ekstrusi dari molar berefek buruk pada posisi istirahat dan dapat membuat masalah TMJ atau menyebabkan relaps dari overbite yang dalam.
10. Overjet :
overjet adalah jarak antara tepi insisal bagian lingual gigi insisivus sentralis maksila ke tepi insisal bagian labial gigi insisivus sentralis mandibula.
Kondisi ini menggambarkan jarak antara incisal edge dari insisif central atas dan permukaan labial insisif central bawah.
Dalam keadaan normal, gigi insisif rahan atas dan bawah saling berkontak, dengan jarak antar insisifnya hanya setebal bidang insisal (2-3 mm).
11. Diastem :
Diastema adalah ruangan yang ada diantara gigi yang bersebelahan. Diastema pada midline rahang atas biasa terjadi, terutama pada periode mixed dentition anak-
anak. Diastema dengan lebar lebih dari 2 mm jarang dapat menutup sendiri secara spontan seiring
dengan pertumbuhan dan perkembangan.12. Kurva spee :
Kurva Spee adaah kurva yang dibetuk oleh garis oklusi bila dilihat dari lateral. Kurva spee normal adalah 1,5 mm (Thomas Rakosi).
Kurva spee dibagi tiga macam, yaitu:1. Kurva spee dalam2. Kurva spee datar3. Kurva spee terbalik4. Vertical plane – posisi insisif normal
Pada hubungan vertical yang benar, incisal edge menyentuh dataran oklusal. Pengukuran kurva spee
Kedalaman kurva spee berdasarkan jarak dari puncak lengkung ke sisi penggaris plastik yang diletakkan di atas lengkung rahang. Penggaris menyentuh tepi incisal anterior dan posterior bagian distal cusp molar. Pengukuran harus dilakukan pada masing-masing sisi rahang.
15. Erupsi :
Erupsi gigi adalah proses berkesinambungan meliputi perubahan posisi gigi melalui beberapa tahap mulai pembentukan sampai muncul ke arah oklusi dan kontak dengan gigi antagonisnya.
16. Jumlah gigi :
17. Penutupan mandibula :
Gerak pembukaan dan penutupan mandibula yaitu protrusive, retrusif, dan lateral excursi. Ukuran dan arah dari gerakan dapat diperiksa dengan pemeriksaan klinis. Kecepatan deviasi hanya dapat diperiksa menggunakan alat elektronik.
PEMERIKSAAN RONTGENOLOGIS
1. Agenesi : tidak adanya benih gigi tertentu.2. Gigi impaksi :
Gigi impaksi adalah gigi yang gagal erupsi ke dalam lengkung geligi pada saatnya tumbuh dikarenakan terhalang gigi tetangganya, tulang yang tebal serta jaringan lunak yang padat. Impaksi dapat diperkirakan secara klinis dan dapat dipastikan dengan pemeriksaan radiografi (Pedersen, 1998; Andreasen 1997; Peterson, 1998; Dym, 2001).
→ bila terdapat gigi impaksi maka pro perawatan ekstraksi / odontektomi3. Resorpsi gigi sulung :
→ berhubungan dengan rencana perawatan
4. Posisi M3 :a. Menurut Pell dan Gregory
Berdasarkan perbandingan ukuran mesio- distal M3 bawah Dengan ruang yang tersedia dari distal M2 sampai ramus asenden mandibula.
o Terdapat klasifikasi Sbb :1. Kelas I : Terdapat ruang yang cukup untuk erupsi 2. Kelas II : Ruang untuk erupsi lebih kecil 3. Kelas III : Tidak terdapat ruang untuk erupsi
o Berdasarkan letak molar tiga dalam tulang mandibula 1. Posisi A : Puncak M3 bawah sama atau lebih tinggi lebih tinggi dari bidang oklusal M22. Posisi B : M3 lebih rendah dari M2 tetapi diatas bidang servikal M23. Posisi C : Puncak M3 dibawah garis servikal M2
b. Menurut George Winter Berdasarkan perbandingan sumbu panjang M3 terhadap M2 :
1. Vertikal 2. Mesioangular 3. Horizontal4. Disto-angular5. Buko-angular6. Linguo-angular7. Inverted8. Unusual potition
Berdasarkan posisi anatomis 1. Kelas A : Posisi terendah M3 segaris dengan oklusal M22. Kel;as B : Oklusal M3 diantara garis oklusal dan servikal M23. Kelas C : Posisi M3 diatas garis servikal M2
c. Posisi M3 rahang atas Berdasarkan George Winter
Vertikal, Horizontal Mesioangular, disto-angular Inverted dan buko-angular Hubungan terhadap sinus maksilaris :
- Sinus approximation ( S.A )- Non sinus approximation ( N.S.A. )
5. Gigi supernumerer : Gigi yang berlebih pada rahang, dapat etrjadi pada saat mix dentition maupun gigi permanent.
Biasanya tidak erupsi namun dapat diketahui melalui pemeriksaan radiografis. Gigi supernumerer dapat mengakibatkan impaksi atau keterlambatan erupsi gigi-egeligi yang
niormal. Dapat berupa mesiodens, gigi paramolar, distodens/distomolar, peridens.6. Kelainan periapikal :
Bila terdapat kelainan periapikal maka harus dilakukan perawatan kelainan periapikal tersebut terlebih dahulu
7. Urutan erupsi 345 : 8. Kelainan lain : arah erupsi GT, perkembangan erupsi gigi tetap
ANALISIS MODEL
Pada analisis model studi dilakukan pengukuran dari aspek-aspek berikut, yaitu :1. Pengukuran arah transversal :
anterior : crossbite anterior, pergeseran midline skeletal mandibula terhadap bidang midsagital wajahposterior : crossbite posterior (unilateral, bilateral), non-oklusi (bukal lingual)
2. Pengukuran arah anteroposterior (sagital) :anterior : pertambahan overjet (kelas 2), overjet negatif (kelas 3)posterior : distoklusi, mesioklusi
3. Pengukuran arah vertikal :openbite anterior, deep bite anterioropenbite posterior, deep bite posterior
1. Overbite
Pengukuran overbite pada model dilakukan dengan cara:
1. Menarik garis khayal dari dataran insisal gigi insisif pertama rahang bawah sejajar dengan dataran oklusal
2. Tarik lagi garis khayal kedua dari ujung insisal gigi insisif pertama rahang atas sejajar dengan dataran oklusal
3. Jarak antara dua garis tersebut diukur. Jarak tersebut menunjukkan besarnya overbite pada model
2. Overjet
Overjet adalah jarak antara permukaan labial insisif pertama rahang bawah dan ujung insisal
insisif rahang atas.
Pengukuran overjet pada model dilakukan dengan cara menempatkan penggaris besi sejajar
dengan dataran oklusal.
3. Crossbite
Klasifikasi crossbite yaitu:1. Crossbite anterior
terjadi ketika insisif rahang bawah berada di depan insisif rahang atas Dapat terjadi unilateral atau bilateral dengan atau tanpa perpindahan mandibula.
2. Crossbite posterior terjadi ketika gig igigi posterior rahang atas berada lebih ke lingual daripada gigi gigi rahang bawah. Pada crossbite posterior, rahang atas biasanya lebih sempit karena berbagai penyebab. Dapat terjadi unilateral atau bilateral dengan atau tanpa perpindahan mandibula.
3. Crossbite lingual (scissor bite) terjadi ketika gigi rahang atas beroklusi ke arah lingual terhadap cusp gigi rahang atas pada saat oklusi sentrik.
4. Bilateral crossbite merupakan hasil dari kontraksi rahang atas. Maloklusi kelas II dikarenakan lengkung rahang atas yang sempit.
5. Bukal tidak oklusi: dengan tipe dari malrelasi, gigi posterior atas seluruhnya menutup bagian bukal dari gigi rahang bawah. Kelainan ini diklasifikasikan berdasarkan dari posisi gigi rahang atas.
Tengah : relasi bukolingual normal. Cups menyentuh gigi posterior bawah interdigitasi dengan central fossa dari gigi posterior atas.
Kiri atas : relasi intermaxilla pada kasus bilateral gigitan edge to edge.
Kanan atas : bilateral, bagian bukal tidak oklusi.
Kiri bawah : oklusi pada kasus bilateral crossbite.
Kanan bawah : bilateral, lingual tidak oklusi.
Kelainan transverse occlusal bisa unilateral atau bilateral. Maloklusi dapat berbeda pada setiap orang.
4. Diastema :
Diastema adalah ruangan yang ada diantara gigi yang bersebelahan.
Perbedaan diastema dgn bekas ekstraksi dapat dilihat dari:
1. Gigi yg terlibat (pada diastema,ruangan terjadi antara gigi yang satu dengan gigi tetangganya, sedangkan pada bekas ekstraksi jarak atau ruangan dapat terjadi antara gigi dengan gigi lain yg bukan gigi tetangganya)
2. Prosesus alveolar (pada diastema,prosesus alveolarnya sama tinggi dengan prosesus sebelahnya, sedangkan pada bekas ekstraksi, prosesus alveolar biasanya lebih rendah dari prosesus di gigi sebelahnya)
3. Pada bekas ekstraksi, terlihat bekas jaringan fibrous (luka) di prosesus alveolar
5. Relasi molar kanan dan kiri : Kelas 1
6. Relasi kaninus kanan dan kiri : Kelas 1
Klasifikasi :
Oklusi normal : Relasi molar yang normal, gigi terletak pada garis oklusi
Klas I Maloklusi : Relasi molar normal (pucak bonjol mesio bukal M1 RA terletak pada garis bukal
M1 RB) dan puncak bonjol C RA terletak tepat pada pertemuan C dan P1 RB,
tetapi terdapat gigi rotasi, crowded, dsb. Overjet normal :1-3 mm
Klas II Maloklusi : Relasi molar RB distal terhadap molar RA, puncak bonjol mesiobukal M1 RA
terletak di depan garis bukal M1 RB dan puncak bonjol C RA terletak di depan
pertemuan C dan P1 RB. Overjet > 4 mm
Klas III Maloklusi : Relasi molar RB mesial terhadap molar RA, puncak bonjol mesiobukal M1 RA
terletak di belakang garis bukal M1 RB dan puncak bonjol C RA terletak di
belakang pertemuan C dan P1 RB. Overjet < 0 (minus)
7. Garis media RA : tidak bergeser
8. Garis media RB : bergeser ke kanan 1 mm
Pemeriksaan median line1. Tentukan garis median model studi RA dengan cara menarik garis lurus, melalui:
1. Frenulum labii2. Papilla insisivus3. Peremuan rugae palatine ke24. Pertemuan antara fovea palatine kiri-kanan
2. Garis median RB = proyeksi garis median RA3. Bandingkan apakah pertrmuan insisif sentral RA dan RB berhimpit dengan garis median rahang
9.Pemeriksaan sagital dan transversal
Tujuan:
1. Membandingkan kedudukan geligi sebelah kri dengan geligi sebelah kanan garis median.
2. Dalam rencana perawatan, kita usahakan agar kedudukan gigi kiri dan kanan menjadi
simetris.
3. Analisis simetri ini untuk memperkirakan perbedaan posisi gigi kiri-kanan dalam arah sagital
dan transversal
Cara pemeriksaan
- Tahap 1:
Beri tanda berupa titik pada permukaan insisal/oklusi setiap gigi RA dan RB:
I1, I2 → pertengahan insisal
C → puncak insisal
P1, P2 → puncak bonjol bukal
M1 → sentral fossa
- Tahap 2:
Bandingkan posisi geligi kiri dan kanan menggunakan orthocross/symmetograph
- Konstruksi Bidang Referensi
Bidang referensi dibuat dengan menarik garis referensi dari dua titik pada midpalatal Raphe:
Titik anterior (X) dan Titik posterior (Λ)
Konstruksi Bidang Referensi:
1. Garis referensi midpalatal Raphe
2. Bidang tuberositas
- Pengukuran dengan menggunakan symmetograph atau orthocross dengan bidang orientasi
pada mid palatal raphe dan bidang tuberositas
Cara membandingkan:
1. Tentukan lengkung gigi yang paling mendekati normal (misalnya regio 1/kanan lebih normal
dibandingkan regio 2/kiri) sebagi acuan.
2. Letakkan kedua jarum symmetograph pada garis median model studi, atau himpitkan garis
median orthocross dengan garis median model studi.
3. Bandingkan titik-titik pada setiap gigi yang sama pada lengkung regio sebelahnya terhadap
lengkung yang dianggap normal tsb. (misalnya 21 dibandingkan dengan 11)
4. Lakukan penilaian dalam arah transversal dan sagital.
Contoh Hasil Pemeriksaan:
1. Dalam bidang transversal:
16 menjauhi median line 1 mm dibandingkan 26, dst.
2. Dalam bidang sagital:
16 lebih ke anterior 1 mm dibandingkan 26, dst.
3. Lakukan untuk setiap gigi yang dianggap malposisi, lalu buat kesimpulan akhir mengenai
kesimetrisan kedua lengkung gigi, misalnya:
“kedudukan gigi-gigi di regio 1, menjauhi median line dibandingkan regio 2”
“kedudukan gigi-gigi di regio 1, lebih ke anterior dibandingkan regio 2”
10. Pemeriksaan Panjang Lengkung (ALD)
Tujuan analisis ALD:
Mengukur perbedaan panjang lengkung gigi dengan panjang lengkung rahang (arch length discrepancy) sehingga diketahui berapa selisihnya, dan dapat ditentukan indikasi perawatannya.
Cara pemeriksaan :- Tahap 1:
1. Mengukur panjang lengkung gigi
Panjang lengkung gigi = Jumlah ukuran mesio distal gigi
RA: 16 s.d. 26
RB: 36 s.d. 46
2. Diukur satu persatu menggunakan jangka dengan kedua ujung runcing dan ukur jarak
mesiodistal terbesar dari setiap gigi.
a. Ukur lebar I1, I2, C satu persatu dengan menggunakan jangka yang kedua ujungnya runcing ke arah lebar gigi yang paling besar (aproksimal/mesiodistal). Posisi jangka dari arah atas tegak lurus kepada daerah tersebut.Cara kerja 1.1
Pada garis lurus yang telah disediakan pada status atau dapat dibuat sendiri, pindahkan masing-masing pengukuran gigi I1, I2, dan C pada garis tersebut sesuai dengan ukuran yang diperoleh.
b. Ukur lebar gigi P1 dan P2 satu persatu sama seperti I1, I2, dan CCara kerja 1.2
Pindahkan masing-masing pengukuran gigi P1 dan P2 ke garis tersebut sesuai dengan ukuran yang diperoleh.
c. Ukur lebar M, sama seperti mengukur I1, I2, C, P1, P2Cara kerja 1.3
Pindahkan pengukuran M1 ke garis tersebut sesuai dengan ukuran yang diperoleh.
Setelah diperoleh panjang lengkung gigi I1, I2, C, P1, P2, M1, ukur panjang lengkung gigi dari M1 kiri hingga M1 kanan menggunakan penggaris (mm). Tulis hasil pengukuran ke tabel yang tersedia.
- Tahap 2:
1. Mengukur panjang lengkung rahang (Basal Arch Length)
Ada 2 cara :
1. Segmental : menggunakan jangka dan penggaris2. Kontinyu : menggunakan kawat kuningan / brass wireCara 1 segmental :
Membagi lengkung rahang menjadi beberapa segmen, lalu diukur dengan jangka dari mesial M2 kanan, melalui puncak tulang alveolar sampai ke mesial M2 kiri.
Setiap region dibagi 3 segmen :
1. I1, I22. C
3. P1 – M1Yang diukur → puncak papil gusi (puncak tulang alveolar) menggunakan jangka yang kedua ujungnya runcing.
Cara kerja:
Pada garis lurus yang telah disediakan pada status / dapat dibuat sendiri, pindahkan pengukuran panjang lengkung rahang segmen 1,2,3 pada garis tersebut sesuai dengan ukuran yang diperoleh.
Cara 2 kontinyu:
Menggunakan kawat kuningan (brass wire) mulai distal gigi M1 (mesial gigi M2), melalui titik-titik kontak M dan P, melalui incisal gigi insisif sampai distal gigi M1 sisi lainnya.
- Tahap 3:Menghitung selisih ukuran panjang lengkung gigi dengan panjang lengkung rahang.
Cara kerja:
Panjang lengkung RA : ……… mm
Panjang lengkung gigi RA : ……… mm -
Selisih : ……… mm
Lakukan prosedur yang sama untuk RB.
Rencana perawatan berdasarkan hasil penghitungan ALD
Jika ALD:
-1 s.d. -2 mm → pro slicing
s.d. -4 mm → pro ekspansi lengkung gigi
> -4mm → pro ekstraksi
*kepastian rencana perawatan bergantung pula pada analisis lain.
11. ANALISIS BOLTON Tooth Size Discrepancy (TSD)
Tujuan analisis Bolton :
1. Memperkirakan relasi overbite dan overjet yang terjadi setelah perawatan.
2. Mengidentifikasi kelainan oklusi yang akan terjadi akibat ketidakharmonisan proporsi ukuran gigi RA dengan RB.
3. Menentukan efek pencabutan/ slicing/ ekspansi terhadap oklusi di posterior dan anterior. Analisis TSD
Membandingkan ukuran geligi RA dengan ukuran geligi RB.
Terdapat dua pengukuran:
1. Rasio anterior (6 gigi anterior)2. Rasio total (12 gigi dari M1-M1)
Tahap 1:Ukur dan catat semua ukuran mesio-distal gigi dalam mm (seperti analisis TSD)
- 6 gigi anterior RA (13-23)- 6 gigi anterior RB (33-43)- 12 gigi RA (16-26)- 12 gigi RB (36-46)Pengukuran gigi sesuai dengan cara pengukuran pada analisis ALD.
Tahap 2:Cara penghitungan dengan menggunakan rumus Bolton:
Rasio anterior
Mand 6Maks 6
x 100 = ….. %
Rata-rata = 77,2 SD = 1,65
77,2 ± 1,65
Rasio total
Mand 12Maks 12
x 100 = ….. %
Rata-rata = 91,3 SD = 1,91
91,3 ± 1,91
Jika: rasio anterior > 77,2%, rasio total > 91,3% → maka ukuran gigi-gigi maksila yang benar, mandibula terlalu besar disbanding seharusnya.
Gunakan ukuran gigi maksila yang benar tersebut untuk melihat ukuran gigi mandibula yang seharusnya pada tabel Bolton/ dihitung.
Jika: rasio anterior < 77,2%, rasio total < 91,3% → maka ukuran geligi maksila terlalu besar dibandingkan seharusnya.
- Gunakan ukuran gigi mandibula yang benar tersebut untuk melihat ukuran gigi maksila seharusnya pada tabel Bolton / dihitung
- Lihat ukuran gigi maksila pasien- Kurangi dengan ukuran gigi maksila dari tabel- Hasil pengurangan merupakan selisih kelebihan ukuran gigi maksila.
Tooth Size Relationships
Max “6” Mand “6” Max “12” Mand “12”
40 30.9 86 78.5
41 31.7 88 80.3
42 32.4 90 82.1
43 33.2 92 84.0
44 34.0 94 85.8
45 34.7 96 87.6
46 35.5 98 89.5
47 36.3 100 91.3
48 37.1 102 93.1
49 37.8 104 95.0
50 38.6 106 96.8
51 39.4 108 98.6
52 40.1 110 100.4
53 40.9
54 41.7
55 42.5
12. ANALISIS HOWES
Memutuskan masalah kekurangan basis apical dengan cara ekstraksi, memperluas lengkung gigi, ekspansi palatal.
Keadaan berjejal tidak hanya disebabkan ukuran gigi terlalu besar tetapi juga disebabkan lengkung basal tulang rahang terlalu kecil, hanya digunakan pada rahang atas
Ukuran yang digunakan sebagai patokan :
1. panjang lengkung gigi : jumlah Mesiodistal gigi 16-262. lebar lengkung rahang(basis apical) : jarak antara titik terdalam fosa kanina kanan kiri
(ujung apeks gigi 14-24) diukur dari arah depan3. lebar lengkung gigi : jarak antara puncak bonjol bukal gigi 14-24 diukyur dari arah
oklusal
Indeks Howes
1. 100 x basis apical =
Jumlah MD 16-26
2. lebar lengkung gigi – lebar lengkung rahang =
Hasil perhitungan :
1. 44% : menunjukkan bahwa basis apical cukup lebar untuk semua gigi 16-262. <37% : lengkung basal yang sempit sehingga perlu ekstraksi3. 37-44% : termasiuk kategori meragukan untuk ekstraksi (banyak sisa), ekspansi (inklinasi
terlalu ke bukal atau lingual). Jika lebar lengkung gigi lebih sempit dari lengkuyng rahang maka masih bisa diekspansi.
4. > 44% : lebar lengkung basal lebih besar dari lebar lengkung gigi antara P1 sehingga ekspansi dapat dilakukan dengan aman.
Jika LLG > LLR maka selisih + (tidak bisa diekspansi)
Jika LLG =LLR maka selisih 0 (normal), namun jika gihi crowding dicabut
Jika LLG<LLR maka selisih – (bisa diekspansi)
Contoh perhitungan analisis Howes
Basis apical =47mm
Jumlah MD 16-26 = 97 mm
Lebar lengkung gigi = 42 mm
Lebar lengkung rahang = 48 mm
Indeks Howes :
100 x basis apical = 100x 47= 49 %
Jumlah MD 16-26 97
Sehingga pasien ini aman diekspansi karena > 44% dan selisih LLG dan LLR -6mm
13. ANALISIS PONT
Tujuan :
Untuk melihat adanya kontraksi dan distraksi pada lengkung gigi
Ukuran yang digunakan sebagai patokan:
a. Lebar mesiodistal 12 11 21 22
b. Jarak sentral fosa 14-24
c. Jarak sentral fosa 16-26
Pont menyarankan lengkung RA dapat di ekspansi 1-2 mm lebih besar dari idealnya untuk
mengatisipasi relaps
Rumus:
Premolar indeks : Σ M−D 12 112122
80×100
Molar indeks : Σ M−D 12 112122
64×100
Prosedur kerja:
Ukur lebar mesial-distal gigi 12 11 21 22
1. Hitung dengan rumus pont berapa lebar lengkung gigi pada region P1 dan M1 yang ideal
2. Ukur lebar lengkung gigi pada region P1 dan M1 pada model studi (pasien)
3. Tentukan selisih anatara kedua hasil yang didapat
4. Jika hasilnya:
o LLG pasien = LLG Pont, maka LLG pasien normal (selisih = 0)
o LLG pasien < LLG Pont, maka LLG pasien mengalami kontriksi (selisih = negatif)
o LLG pasien > LLG Pont, maka LLG pasien mengalami distraksi (selisih = positif)
14. Analisis geligi campuran (Indeks Moyers)
Perkiraan ukuran gigi menggunakan table probabilitas
Dilakukan pengukuran lebar mesio distal keempat gigi insisif rahang bawah dan berdasarkan
ukuran ini ditentukan jumlah ukuran mesiodistal gigi 345 RA dan RB
Gigi insisif rahang bawah telah dipilih untuk pengukuran analisis moyers karena gigi ini muncul
lebih dulu pada masa geligi campuran, mudah diukur secara akurat dan secara langsung
seringkali terlibat dalam masalah penanganan ruangan. Insisif rahang atas tidak digunakan
karena memiliki banyak variasi dalam ukuran.
Prosedur analisis :
1. Mengukur lebar mesiodistal terbesar gigi keempat insisif rahang bawah satu per
satu
2. Menentukan ruangan insisif yang sudah dirapihkan.
3. Mengukur sisa ruangan yang tersisa dari distal insisif lateral sampai mesial molar
pertama
4. Prediksi ukuran gigi kaninus, premolar pertama dan premolar kedua
menggunakan tabel moyers.
Tabel Moyers
Klasifikasi Angle dan Diagnosis
1. Kelas I
Posisi mesiodistal dari dentoalveolar normal.
2. Kelas II
Hubungan mesiodistal dentoalveolar abnormal dengan gigi – gig RB oklusinya lebih distal dari
normal. Mandibula retrusif.
2.1. Divisi 1 : Maloklusi Kelas II divisi 1
Gigi insisif atas protusif
Friksi bibir abnormal
Obstruksi nasal
Mouth breathing
Subdivisi : Maloklusi kelas II divisi 1 subdivisi
Relasi oklusal normal pada satu sisi
Oklusi Kelas II pada sisi lainnya
Mouth breathing
2.2. Divisi 2 : Maloklusi kelas II divisi 2
crowding Insisif RA dengan overlap dan inklinasi lingual
nasal normal fungsi bibir normal
Subdivisi : Maloklusi kelas II divisi 2 subdivisi
relasi oklusal normal pada satu sisi
oklusi kelas II pada sisi lainnya
3. Kelas III
Hubungan mesiodental pada rahang abnormal dengan gigi – gigi RB oklusinya lebih mesial dari
normal sehingga menghasilkal ketidaksesuaian region insisif dan facial lines.
Subdivisi : oklusi normal pada satu sisi dan oklusi kelas III pada sisi lainnya.
PENCETAKAN ORTHODONTIK
Terdapat beberapa langkah yang harus dilakukan untuk menghasilkan model yang baik untuk
dapat dianalisa dan dilakukan rencana perawatan.
MEMILIH SENDOK CETAK :o Sesuai dengan lengkung gigi dan residual ridgeo Gigi geligi berada di tengah dan berjarak ± 6 mm secara keseluruhano Sayap (flange) sendok cetak tidak terlalu melebar ke arah bukal dan lingualo Bila tidak ada yang cukup panjangnya, dapat ditambah dengan lilin model
MENGADUK ALGINAT :o Perhatikan instruksi pabrik o Taruh 2 strip pada penakar air ke dalam mangkok karet 2 sendok bubuk alginat (sesuai
dengan penakar dari pabriknya).o Aduk dengan kuat selama 45-60 detiko Setelah semua bubuk bersatu dengan air, aduk dengan menekan spatula ke dinding
mangkok dengan kuat hingga konsistensi adonan seperti krim
MENGISI SENDOK CETAK:
o Kumpulkan adukan di pinggir dinding atas mangkok kareto Degan spatula adukan diambil sedikit kira-kira seukuran jari dan disapukan dari
midline ke retromolar pad.o Ulangi step ini sepanjang sayap lingual kemudian pada sisi seberangnya.
MENEMPATKAN SENDOK CETAKo A. Membuat cetakan RB :
Pasien dengan posisi tidur dengan kemiringan 150°, atau posisi duduk pada dental chair.
Operator berdiri di samping kanan depan pasien Mulut pasien terbuka 3/4, masukkan ½ kanan sendok cetak. Sendok cetak
dipegang dengan tangan kanan dan tangan kiri menarik pipi pasien. Setelah sendok cetak berada di tengah gigi-geligi, dengan tekanan ringan sambil
divibrasi ke arah bawah sampai menutupi gusi. Step ini dilakukan dengan lambat dengan menarik satu sisi pipi kemudian pipi
sisi yang lain Tahan sendok yang telah ditempatkan selama 2 menit setelah mengenyal. Gunakan timer untuk mengukur waktu pengadukan dan waktu pengenyalan
o B.Membuat cetakan RA Dibuat dengan operator berdiri di sebelah kanan belakang pasien dan posisi
pasien duduk bersandar menghadap ke depan.
MENGELUARKAN CETAKANo Setelah bahan cetak mengeras, dimulai dengan menarik pipi agar udara masuk ke dalam
cetakan melalui mucobuccal fold.o Setelah udara masuk , keluarkan cetakan dengan gerakan satu sentakano Pengeluaran dengan gerakan sentakan akan mengurangi resiko deformasi permanen
dari daerah yang besar undercutnya
EVALUASISegera setelah dikeluarkan cetakan dari mulut diperiksa dengan teliti apabila ada cacat,
Harus yakin bahwa:
o Sendok cetak tidak kandas ke gigi-geligio Lubang2 tdk ada pada daerah yang diperlukan seperti pada rest seato Alginate tidak lepas dari sendok cetako Alginate tdk berlipat di daerah yang kritis (diperlukan)o Semua daerah yang hrs tercetak hrs berada di dalam sendok dan didukung sendok
cetak yang kaku
Anatomi gigi yang harus tercetak dengan baik- seluruh gigi RA&RB dan jaringan pendukungnya- seluruh daerah mukobukal fold RA&RB- frenulum bukalis kiri kanan RA&RB
- frenulum labialis RA- frenulum lingualis RB- seluruh daerah retromylohyoid RB- retro molar pad- tuberkulum maxilla- fovea palatine
Perbedaan pencetakan untuk Prostodontia dengan OrthodontiaPROSTODONTIA ORTHODONTIA
Cetakan sulkus memenuhi seal perifer pd saat final rest position dan saat fungsi
Cetakan sulkus didorong sejauh mungkin sehingga dapat mncetak bagian anatomi proc.alveolaris dan pertemuan dengan basis RA&RB
Sayap sendok cetak rendah Sayap sendok cetak lebih tinggiperlu peninggianmenekan mukobukal foldproc.alv.teercetak
Pencetakan saat fungsi (otot gerak) Pencetakan saat istirahat
Pembuatan Gigitan Lilin
Tujuan
Memindahkan oklusi sentrik dari pasien ke model studi pada saat pembuatan basis segi tujuh.
Syarat Pembuatan Gigitan Lilin
Gigitan lilin meliputi regio premolar (distal C RB) dan molar. Oklusi sentrik sebelum menggigit lilin dan
selama menggigit lilin harus sama.
Cara Menentukan Oklusi
Pasien diinstruksikan menelan ludah.
Pasien disuruh meletakkan ujung lidah pada palatum bagian posterior.
Kemudian pasien menutup mulut dan kepala pasien tengadah. Operatot membantu menutupkan
mandibula perlahan-lahan.
Teknik Pembuatan Gigitan Lilin
1. Ambil lilin merah panjang sekitar 7 cm.
2. Lebar lilin sedikit lebih lebar dari gigi P dan M (kanan-kiri).
3. Lilin dipanaskan, untuk regio premolar lilin dilipat.
4. Tentukan oklusi sentrik pasien
5. Lilin yang sudah didapat dicoba ke mulut pasien. Bila sudah sesuai lilin dipanaskan dan lilin
diletakkan ditengah-tengah P1 RB lalu pasien disuruh menggigit. Lilin harus lurus.
6. Ambil gigitan lilin dari mulut pasien lalu simpan di air dingin.
7. Periksa kembali gigitan lilin.
Gigitan lilin dimasukkan lagi ke dalam mulut pasien kemudian pasien disuruh menggigit lilin. Perhatikan apakah sesuai dengan oklusi sentrik
Komponen Retensi
Fungsi komponen retensi :
o Mempertahankan efisiensi gaya mekanik yang akan menjamin pegas tetap pada posisi yang tepat
o Mempercepat adaptasi pasien terhadap lat karena alat tertaha dengan baiko Mencegah kebiasaan menggerak-gerakkan pelato Mengurangi sekecil mungkin kesulitan yang pertama dirasakan pada waktu berbicara dan
makan
Macam-macam cangkolan retensi :
1. Cangkolan ¾ atau cangkolan CDigunakan pada giig molar tetap (ketebalan 0.8 mm), premolar, caninus tetap, dan molar sulung (0.7 mm), serta caninus sulung (0.6 mm). Cangkolan ini hanya mempunyai satu tangan yang mengelilingi gigi di daerah bukal mencakup bagian mesial dan distal.
Keuntungan :
- Dapat digunakan pada gigi yang berdiri sendiri anpa mengganggu oklusi dan artkulasi
- Pada bagian aproksimal dapat menahan gaya reaksi dari bagian mesial maupun distal
Kerugian :
- Bentuk anatomi gigi sanga berpengaruh terhadap gaya retensi cangkola ini
- Pada saat melepaskan dan memasukkan pelat dasar terdapat kecenderungan bentuk cangkolan C ini berubah
2. Cangkolan Jackson (Molar full crib)Digunakan untuk gigi yang baru sebagian bererupsi dan memiliki ndercut kecil. Berdiameter 0.7 mm atau 0.8 mm. Mempunyai dua tangan yang terpendam dalam pelat dasar dan di bagian bukal cangkolan ini mengelilingi gigi pada pinggiran gusi.
3. Cangkolan DuyzingTerdiri dari dua bagian yang terpisah dan berujung bebeas, berdiameter 0.7 mm atau 0.8 mm. Dari bagian oklusal cangkolan ini, menurun ke bawah melewati kontur terbesar dari gigi, kemudian di bagian tengah gigi, cangkolan ini dibengkokkan ke arah dalam merangkum gigi sehingga bagian bawah cangkolan terletak di bawah kontur terbesar gigi dan jung bebasnya terletak di daerha proksimal antara dua gigi atau di daerah gerong.
4. Cangkolan Anak Panah (Arrow Head Clasp)Prinsip kerja : kepala panah ditempatkan di bawah titik kontak anara dua gigi, dengan cara ini retensi yang diperoleh baik sekali. Dapat digunakan pada gigi yang sedang erupsi, yang tidak dapat dicapai dengan cangkolan lainnya, berdiameter 0.7 mm. Kepala anak panah dapat dibuat satu, dua, atau tiga buah.
Cangkolan ini banyak digunakan dalam bidang Ortodonti, karena :
- Menghasilkan retensi yang sangat baik- Mencegah elongasi gigi- Mencegah gigi berherak ke arah mesial atau distal- Mencegah gigi bergerak ke bukal- Merupakan cangkolan retensi yan baik untuk ekspansi bilateral
5. Cangkolan Knop (De Coster)Bnyak dijumpai dalam perdagangan sebagai kawat lurus dengan knop yang sudah di cor (ready made), dalam hal ini knopnya dapat berbentuk bulatan atau bola (ball ended clasp), dengan diameter 0.8 mm. Cangkolan ini biasanya diletakkan antara gigi premola dan molar.
6. Cangkolan Adam (Cangkolan Universal atau Liverpool)Merupakan modifikasi dari cangkolan Arrow Head dengan diameter 0.7 mm dan 0.6 mm untuk gigi caninus sulung. Dapat digunakan untuk merangkum gigi sulung dan tetap agar menghasilkan retensi yang efektif. Untik gigi yang sedang erupsi, misalnya M1 pada usia 6-7 tahun, digunakan satu kepala anak panah, karena retensi didapat harus dari bagian mesial.. Sedangkan pada bagian distal, kepala anak panah dihilangkan karena undercut di bagian distal tidak ada.
Keuntungan :
- Cangkolan kecil, sederhana, hanya meliputi satu gigi, tidak mengambil banyak tempat pada sulkus bukal atau pada pelat dasar
- Dapat dipakai pada semua gigi, baik gigi tetap maupun sulung, ataupun gigi yang erupsinya belum sempurna
- Dapat digunakan pada setiap gigi tetap
- Cangkolan ini kaku dan akurat, tapi cukup lentur untuk memberi pegangan yang kuat untuk keperluan retensi
- Dapat dibuat dalam berbagai ariasi, sehingga pada keadaan tertentu kegunaannya lebih luas
Insersi dan Aktivasi
Insersi
Pasien diinstruksikan agar memakai alat dengan syarat keadaan mulut yang bersih. Saat pemakaian, alat
ortodonti harus dalam keadaan bersih dan tidak ada debris. Untuk pemakaian pertama kalinya, mungkin
pasien dapat berkaca untuk melihat saat pemasangan alat. Pasangkan alat ortodonti dari bagian depan
terlebih dahulu, setelah bagian depan sudah terpasang dengan baik, tekankan base plate sesuai dengan
tempatnya.
Ingatkan pasien untuk tidak makan makanan dengan konsistensi yang keras atau terlalu kenyal karena
hal tersebut akan merusak alat ortodonti. Kebersihan mulut sangat diutamakan selama pemakaian alat.
Penyikatan gigi dapat dibantu menggunakan interdental brush atau dental floss untuk membersihkan
daerah-daerah sempit pada alat ortodontik. Pemakaian alat ortodonti lepasan sebaiknya digunakan
selama 12-20 jam. Terutama dapat digunakan pada malam hari.
Aktivasi
1. Pegas Z : memperbesar lus, lus 1 ke anterior di bagian mesial, lus 2 ke anterior di bagian distal.
Untuk aktivasi paralel, lakukan secara seimbang.
2. Koil : memperbesar koil dengan menekan bagian koil, dengan begitu gigi akan bergerak 1/3
mesial/distal gigi yang digerakkan.
3. Pegas tertutup : membuka lus (= pegas Z), kedua lus diaktifkan dengan gerakan paralel.
4. C retraktor : mengecilkan lengkung U, memotong lengan bebas pada hooknya.
5. Busur labial : mengecilkan kedua U, busur labial bergerak ke arah palatinal 1 mm. Busur juga
akan bergerak ke arah insisal, oleh karena itu perlu dilakukan penyesuaian
kembali.