bronkopneumonia radiologi

Upload: poppyt

Post on 12-Mar-2016

275 views

Category:

Documents


25 download

DESCRIPTION

Bronkopneumonia Radiologi

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

Infeksi saluran pernafasan bagian bawah masih terus menjadi masalah kesehatan utama meskipun kemajuan dalam identifikasi baik agen-agen penyebab baru atau lama sangat pesat, dan kemampuan obat-obat anti-mikroba telah banyak ditingkatkan. Selain itu, masih banyak terdapat kontroversi berkenaan dengan pendekatan diagnostik dan penanganannya.(1,2)Insidens penyakit saluran napas menjadi penyebab angka kematian dan kecacatan yang tinggi di seluruh dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum berhubungan dengan infeksi saluran nafas yang terjadi di masyarakat atau di dalam rumah sakit atau pusat perawatan.(2)Mikroorganisme cenderung menyerang saluran pernafasan bagian bawah melalui aspirasi sekret orofaringeal dan berhubungan dengan flora bakteri, inhalasi dari aerosol yan terinfeksi dan penyebaran hematogenik. Kecepatan perkembangan mikroorganisme tergantung pada ukuran, virulensi dan kerentanan hospes.(2)Bronkopneumonia adalah peradangan pada paru dimana proses peradangannya ini menyebar membentuk bercak-bercak infiltrat yang berlokasi di alveoli paru dan dapat pula melibatkan bronkiolus terminal. Gambaran radiologi berupa, jika udara dalam alveoli digantikan oleh eksudat radang, maka bagian paru tersebut akan tampak putih pada foto rontgen, pada bronkopneumonia bercak tersebar (difus) mengikuti gambaran alveoli ditandai dengan adanya daerah-daerah konsolidasi terbatas yang mengelilingi saluran-saluran nafas yang lebih kecil.(2,3)BAB IILAPORAN KASUS2.1Identitas pasienNama

: Ainul MardhiahUmur

: 65 tahunJenis Kelamin

: PerempuanSuku

: Aceh

Agama

: Islam

Alamat

: LadongNo CM

: 0-11-59-43Tanggal Pemeriksaan: 3 Juni 20152.2Anamnesa

Keluhan Utama

: Batuk sejak 3 minggu SMRSKeluhan Tambahan : Sesak nafasRiwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan keluhan sering batuk-batuk yang kadang disertai dahak berwarna putih kekuningan sejak 3 minggu SMRS. Batuk dirasakan setiap hari terus menerus. Batuk bertambah berat biasanya pada bangun tidur. Oleh pasien sudah dibelikan obat batuk di warung, tetapi belum mereda. Batuk kadang diikuti dengan sesak nafas. Pasien hanya minum obat warung untuk mengobati batuknya. Pasien juga merasakan nyeri perut bagian atas dan juga nafsu makan menurun sejak 1 minggu ini.Riwayat Penyakit Dahulu

: (-)

Riwayat Penyakit Keluarga : Disangkal

Riwayat Pemakaian Obat: Pasien mengonsumsi obat yang dibeli dari

warungRiwayat Sosial: Pasien tidak merokok, namun sebagian

anggota keluarga pasien adalah perokok.

2.3Pemeriksaan Fisik

2.3.1Status Present

Keadaan Umum: Sedang

Tekanan Darah: 110/80 mmHg

Nadi

: 82 x/ menit

Pernapasan

: 22 x/ menit

Suhu

: 36,3 C2.3.2 Status General

Kulit

Warna

: Sawo matang

Turgor

: Kembali cepat

Ikterik

: (-)

Pucat

: (+)Kepala

Rambut

: Hitam Mata

: Konjungtiva pucat (+ /+), sklera ikterik (-/-), mata cekung (-/-) pupil isokor, reflek cahaya (+/+)

Telinga

: Serumen (-/-)

Hidung

: Sekret (-/-), NCH (-/-)

Mulut

Bibir

: Pucat (-), Sianosis (-)Lidah

: Beslag (-)

Leher

Inspeksi

: Simetris

Palpasi

: Pembesaran KGB (-)

Thorax

Inspeksi

: Simetris, retraksi (-), bentuk dada normal, pernafasan abdominalthorakal.Paru ParuTabel 2.1 Pemeriksaan fisik paru

DepanKananKiri

PalpasiFremitus Fremitus

PerkusiSonor Sonor

AuskultasiVesikuler (+)Vesikuler (+)

Rhonchi (+)Rhonchi (+)

Wheezing (-)Wheezing (-)

BelakangKananKiri

PalpasiFremitus Fremitus

PerkusiSonor Sonor

AuskultasiVesikuler (+)Vesikuler (+)

Rhonchi (+)Rhonchi (+)

Wheezing (-)Wheezing (-)

Jantung

Inspeksi: Denyut jantung tidak terlihat Palpasi: Iktus kordis teraba di ICS V linea midclavicula sinistra

Perkusi: Batas batas jantung Atas : ICS III line midclavicula Kiri : 4 cm linea midclavicula sinistra

Kanan : Linea parasternalis dekstra

Auskultasi : BJ I > BJ II, Reguler, Bising (-).Abdomen Inspeksi: Datar, pulsasi epigastrium (-), eversi umbilikalis (-),

sikatrik(-), stria (-)Auskultasi

: Peristaltik (+) normal, suara abnormal (-)

Palpasi

: Nyeri tekan epigastrik (+), nyeri ketok ginjal (-), defans musculer (-), murphy sign (-), hepatomegali (-), splenomegali (-), nyeri ketok costovertebra (-/-)

Perkusi

: Timpani diseluruh regio abdomen

Ekstremitas:

Tabel 2.2 Pemeriksaan ekstremitas

SuperiorInferior

KananKiriKananKiri

Pucat(-)(-)(-)(-)

Edema(-)(-)(-)(-)

Akral Dingin(+)(+)(+)(+)

2.4Pemeriksaan Penunjang

2.4.1Pemeriksaan LaboratoriumHasil laboratorium (tanggal 1 Juni 2015)

Hb

: 12,7 gr/dl

Ht

: 32 %

Leukosit: 9,7 l

Trombosit: 324000/l

Eritrosit: 3530000/mm3

KGDs

: 109 mg/dl

Ureum

: 69 mg/dl

Kreatinin: 1,04 mg /dl

SGOT

: 17U/L SGPT

: 10U/L2.4.2 Imaging

Gambar 2.1 Foto thorax PA 1 Juni 2015Ekpertise:

Foto toraks

:

Cor/Aorta

: Dalam batas normal

Lung: Corakan bronkovasculer Paru ramai dan kasar

Hillus ramai dan kasar dengan infiltrat perihiller

Infiltrat interstitiel terutama Lung dextra et sinistra

Soft tissue & Skeletal : Normal

Conclusion

: Bronchopneumonia basal dextra et sinistra 2.5Differential Diagnosa Pneumonia

Tuberkulosis

Gastritis2.6Terapi Infus RL 30 tpm

Inj. Ceftriaxone 2x1 g

Ambroxol2x1

Omeprazole2x1

Zistic 250mg1x22.7 Prognosis

Qou ad vitam: dubia ad bonamQuo ad functionam: dubia ad bonamQuo ad sanactionam: dubia ad bonamBAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1Definisi

Brokopneumonia merupakan infeksi pada parenkim paru yang terbatas pada alveoli kemudian menyebar secara berdekatan ke bronkus distal terminalis. Pada pemeriksaan histologist terdapat reaksi inflamasi dan pengumpulan eksudat yang dapat ditimbulkan oleh berbagai penyebab dan berlangsung dalam jangka waktu yang bervariasi. Berbagai spesies bakteri, klamidia, riketsia, virus, fungi dan parasit dapat menjadi penyebab.(1)3.2InsidenInsidens penyakit saluran napas menjadi penyebab angka kematian dan kecacatan yang tinggi di seluruh dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek umum berhubungan dengan infeksi saluran nafas yang terjadi di masyarakat atau di dalam rumah sakit atau pusat perawatan.(2)Infeksi saluran nafas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran nafas akut termasuk pneumonia dan influenza. Insidensi pneumonia komuniti di Amerika adalah 12 kasus per 1000 orang per tahun dan merupakan penyebab kematian utama akibat infeksi pada orang dewasa di negara itu. Angka kematian akibat pneumonia di Amerika adalah 10%. Di Amerika dengan cara invasif pun penyebab pneumonia hanya ditemukan 50%. Penyebab pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan pneumonia dapat meyebabkan kematian bila tidak segera diobati, maka pada pengobatan awal pneumonia diberikan antibiotika secara empiris.(4)3.3Anatomi dan fisiologi paruFungsi pernafasan yang utama adalah untuk mengambil oksigen (O2) dari atmosfer ke dalam sel-sel tubuh dan untuk mentranspor karbon dioksida (CO2) yang dihasilkan sel-sel tubuh kembali ke atmosfer. Oleh karena itu, baik anatomi maupun fisiologi paru disesuaikan dengan fungsi ini. Secara anatomi, fungsi pernafasan ini dimulai dari hidung sampai ke parenkim paru.(5,6)Secara fungsional saluran pernafasan dibagi atas bagian yang berfungsi sebagai konduksi (penghantar gas) dan bagian yang berfungsi sebagai respirasi (pertukaran gas). Pada bagian konduksi, udara seakan-akan bolak-balik diantara atmosfir jalan nafas. Oleh karena itu, bagian ini seakan-akan tidak berfungsi, dan disebut dengan dead space. Akan tetapi, fungsi tambahan dari konduksi, seperti proteksi dan pengaturan kelembaban udara, justru dilaksanakan pada bagian ini. Adapun yang termasuk dalam konduksi ialah rongga hidung, rongga mulut, faring, laring, trakea, sinus bronkus dan bronkiolus nonrespiratorius.(5,6)Pada bagian respirasi akan terjadi pertukaran udara (difusi) yang sering disebut dengan unit paru (lung unit), yang terdiri dari bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, atrium dan sokus alveolaris.(5,6)Bila ditinjau dari traktus respiratorius, maka yang berfungsi sebagai konduksi adalah trakea, bronkus utama, bronkus lobaris, bronkus segmental, bronkus subsegmental, bronkus terminalis, bronkiolus, dan bronkiolus nonrespiratorius. Organ yang bertindak sebagai respirasi adalah bronkiolus respiratorius, bronkiolus terminalis, duktus alveolaris, sakus alveolaris dan alveoli.(5,6)Percabangan trakea sampai kepada sakus alveolaris dapat diklasifikasikan sebagai berikut : bronkus utama sebagai percabangan utama, bronkus lobaris sebagai percabangan kedua, bronkus segmental sebagai percabangan ketiga, bronkus subsegmental sebagai percabangan keempat, hingga sampai bagian yang keenam belas sebagai bagian yang berperan sebagai konduksi, sedangkan bagian percabangan yang ketujuh belas sampai ke sembilan belas yang merupakan percabangan bronkiolus respiratorius dan percabangan yang kedua puluh sampai kedua puluh dua yang merupakan percabangan duktus alveolaris dan sakus alveolaris adalah percabangan terakhir yang seluruhnya merupakan bagian respirasi.(5,6)

Gambar 3.1 Anatomi paru

3.4Etiologi

Bronkopneumonia dapat juga dikatakan suatu peradangan pada parenkim paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur. Bakteri seperti Diplococus pneumonia, Pneumococcus sp, Streptococcus sp, Hemoliticus aureus, Haemophilus influenza, Basilus friendlander (Klebsial pneumonia), dan Mycobacterium tuberculosis. Virus seperti Respiratory syntical virus, Virus influenza, dan Virus sitomegalik. Jamur seperti Citoplasma capsulatum, Criptococcus nepromas, Blastomices dermatides, Cocedirides immitis, Aspergillus sp, Candinda albicans, dan Mycoplasma pneumonia.(7,8,9,10)Meskipun hampir semua organisme dapat menyebabkan bronkopneumonia, penyebab yang sering adalah stafilokokus, streptokokus, H. influenza, Proteus sp dan Pseudomonas aeruginosa. Keadaan ini dapat disebabkan oleh sejumlah besar organisme yang berbeda dengan patogenitas yang bervariasi. Virus, tuberkolosis dan organisme dengan patogenisitas yang rendah dapat juga menyebabkan bronkopneumonia, namun gambarannya bervariasi sesuai agen etiologinya.(7,8,9,10)3.5PatogenesisBronkopneumonia dimulai dengan masuknya kuman melalui inhalasi, aspirasi, hematogen dari fokus infeksi atau penyebaran langsung. Sehingga terjadi infeksi dalam alveoli, membran paru mengalami peradangan dan berlubang-lubang sehingga cairan dan bahkan sel darah merah dan sel darah putih keluar dari darah masuk ke dalam alveoli. Dengan demikian alveoli yang terinfeksi secara progresif menjadi terisi dengan cairan dan sel-sel, dan infeksi disebarkan oleh perpindahan bakteri dari alveolus ke alveolus. Kadang-kadang seluruh lobus bahkan seluruh paru menjadi padat (consolidated) yang berarti bahwa paru terisi cairan dan sisa-sisa sel.(11)Bakteri Streptococcus pneumoniae umumnya berada di nasopharing dan bersifat asimptomatik pada kurang lebih 50% orang sehat. Adanya infeksi virus akan memudahkan Streptococcus pneumoniae berikatan dengan reseptor sel epitel pernafasan. Jika Streptococcus pneumoniae sampai di alveolus akan menginfeksi sel pneumatosit tipe II. Selanjutnya Streptococcus pneumoniae akan mengadakan multiplikasi dan menyebabkan invasi terhadap sel epitel alveolus. Streptococcus pneumoniae akan menyebar dari alveolus ke alveolus melalui pori dari Kohn. Bakteri yang masuk kedalam alveolus menyebabkan reaksi radang berupa edema dari seluruh alveolus disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN.(11)Proses radang dapat dibagi atas 4 stadium yaitu :

1. Stadium I (4 12 jam pertama/kongesti)

Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.(11)2. Stadium II (48 jam berikutnya)

Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.(11)3. Stadium III (3 8 hari)

Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.(11)4. Stadium IV (7 11 hari)

Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.(11)Sebagian besar pneumonia timbul melalui mekanisme aspirasi kuman atau penyebaran langsung kuman dari respiratorik atas. Hanya sebagian kecil merupakan akibat sekunder dari bakterimia atau viremia atau penyebaran dari infeksi intra abdomen. Dalam keadaan normal mulai dari sublaring hingga unit terminal adalah steril. Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme di paru. Keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dan lingkungan, maka mikroorganisme dapat masuk, berkembang biak dan menimbulkan penyakit.(11,12)Paru terlindung dari infeksi dengan beberapa mekanisme : (11,12) Filtrasi partikel di hidung

Pencegahan aspirasi dengan refleks epiglottis

Ekspulsi benda asing melalui refleks batuk

Pembersihan kearah kranial oleh mukosiliar

Fagositosis kuman oleh makrofag alveolar

Netralisasi kuman oleh substansi imun lokal

Drainase melalui sistem limfatik.

3.6KlasifikasiMenurut buku Pneumonia Komuniti, Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia yang dikeluarkan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003 menyebutkan tiga klasifikasi pneumonia.(13)1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis:(13)1. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia).

2. Pneumonia nosokomial, (hospital-acquired pneumonia/nosocomial pneumonia).

3. Pneumonia aspirasi.

4. Pneumonia pada penderita immunocompromised.2. Berdasarkan bakteri penyebab:(13)1. Pneumonia bakteri/tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang seseorang yang peka, misalnya klebsiella pada penderita alkoholik, staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza. Pneumonia Atipikal disebabkan mycoplasma, legionella, dan chalamydia.

2. Pneumonia virus.

3. Pneumonia jamur, sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised).3. Berdasarkan predileksi infeksi:(13)1. Pneumonia lobaris, pneumonia yang terjadi pada satu lobus (percabangan besar dari pohon bronkus) baik kanan maupun kiri.

2. Pneumonia bronkopneumonia, pneumonia yang ditandai bercak-bercak infeksi pada berbagai tempat di paru. Bisa kanan maupun kiri yang disebabkan virus atau bakteri dan sering terjadi pada bayi atau orang tua.3. Pneumonia interstisial.3.7Manifestasi Klinis Gejala dan tanda pada penderita bronkopneumonia dapat mengalami onset demam akut atau sub akut, batuk dengan atau tanpa produksi, dan sesak nafas. Gejala lain yang sering dijumpai adalah kekakuan, berkeringat, menggigil, rasa tidak enak di dada, pleuritis, kelelahan, mialgia, anoreksia, sakit kepala dan nyeri perut. Hasil pemeriksaan fisik yang sering dijumpai meliputi demam atau hipotermia,takipneu, takikardi. Pemeriksaan dada sering terdapat suara nafas yang berubah dan terdapat ronkhi.(14)3.8Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik didapatkan :(15)

Inspeksi: Pernafasan cuping hidung (+), sianosis sekitar hidung dan

mulut,retraksi sela iga.

Palpasi

: Stem fremitus yang meningkat pada sisi yang sakit.

Perkusi

: Sonor memendek sampai beda

Auskultasi: Suara pernafasan mengeras (vesikuler mengeras) disertai

ronki basah gelembung halus sampai sedang.Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luasnya daerah yang terkena. Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya kelainan. Pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah gelembung halus sampai sedang. Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu ( konfluens ) mungkin pada perkusi terdengar suara yang meredup dan suara pernafasan pada auskultasi terdengar mengeras. Pada stadium resolusi ronki dapat terdengar lagi. Tanpa pengobatan biasanya proses penyembuhan dapat terjadi antara 2-3 minggu.(15) 3.9Pemeriksaan Penunjang

Penegakan diagnosis dibuat dengan maksud pengarahan kepada pemberian terapi yaitu dengan cara mencakup bentuk dan luas penyakit, tingkat berat penyakit, dan perkiraan jenis kuman penyebab infeksi. Penegakan diagnosis dimulai dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang baik. Anamnesis ditujukan untuk mengetahui kemungkinan kuman penyebab yang berhubungan dengan factor infeksi yang telah dijelaskan diatas.(16)Pemeriksaan penunjang dibutuhkan untuk membantu penegakan diagnosis, yaitu: a. Pemeriksaan radiologis

Radiografi dada dapat menegaskan diagnosis, membantu dalam diagnosis banding kuman pathogen dan deteksi penyakit-penyakit yang berhubungan dengan paru. Pemeriksaan tersebut juga dapat mambantu mengetahui keparahan dan respon terhadap terapi dari waktu ke waktu.(16) Kelainan foto rontgen toraks tidak selalu berhubungan dengan gambaran klinis. Biasanya dilakukan pemeriksaan rontgen toraks posisi AP. Foto rontgen toraks AP dan lateral hanya dilakukan pada pasien dengan tanda dan gejala klinik distres pernapasan seperti takipnea, batuk dan ronki, dengan atau tanpa suara napas yang melemah.(16)Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari :(16) Infiltrat interstitial, ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskular, peribronchial cuffing, dan hiperaerasi.

Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram. Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia lobaris, atau terlibat sebagai lesi tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis, berbatas yang tidak terlalu tegas, dan menyerupai lesi tumor paru, dikenal sebagai round pneumonia.

Bronkopneumonia, ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru, berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer paru, disertai dengan peningkatan corakan peribronkial.

Gambar 3.2 Bronkopneumoni pada lobus bawah posterior

Gambar 3.3 Patchy Apperance pada bronkopneumoni

Gambar 3.4 Bronkopneumoni pada anak usia 5 tahunb. Pemeriksaan laboratoriumLeukositosis umumnya menandai adanya infeksi bakteri, infeksi rendah atau normal dapat disebabkan oleh infeksi virus atau pada infeksi berat hingga tidak terjadi respon leukosit, orang tua atau lemah. Leukopeni menunjukkan depresi imunitas, misalnya neutropenia pada infeksi gram negative atau S. aureus pada pasien dengan keganasan dan gangguan kekebalan.(16)c. Pemeriksaan bakteriologis

Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal, torakosentesis, bronkoskopi, atau biopsy. Untuk tujuan terapi empiris dilakukan pemeriksaan apus gram, Burri Gin, dan Z Nielsen. Kuman yang predominan pada sputum yang disertai PMN yang kemungkinan merupakan penyebab infeksi. Kultur kuman merupakan pemeriksaan utama pra terapi dan bermanfaat untuk evaluasi terapi selanjutnya.(16)3.10Diagnosis Banding (17) Tuberkulosis

Atelektasis Efusi pleura

Tumor paru

3.11 Tatalaksanaa. Antibiotik

Pilihan empiris antibiotik untuk pasien bronkopneumonia yang tidak memerlukan perawatan intensive biasanya berespon terhadap beta laktam generasi ke tiga (seperti Ceftriakson atau Cefotaxim) dengan atau tanpa Macrolid (Claritromisin atau Azitromicin dianjurkan jika ada kecurigaan infeksi H. influenza) atau Fluoroquinolon (dengan peningkatan kemampuan membunuh S. pneumoniae). Antibiotic alternative antara lain Cefuraxime dengan atau tanpa Macrolid atau Azitromicin saja. Pilihan antibiotic dapat tunggal atau kombinasi. Antibiotic tunggal yang paling cocok diberikan yang gambaran klinisnya sugestif disebabkan oleh tipe kuman yang sensitive. Kombinasi antibiotic diberikan dengan maksud untuk mencakup spectrum kuman-kuman yang dicurigai, untuk meningkatkan aktivitas spectrum dan pada infeksi jamak. Bila telah didapatkan hasil kultur dan tes sensitivitas maka hasil ini dapat dijadikan untuk memberikan antibiotic tunggal.(12)b.Terapi suportif

Terapi O2 untuk mencapai saturasi 95-96%

Nebulizer untuk pengenceran dahak yang ketal, dapat disertai bronchodilator bila disertai bronkospasme Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak Pemberian cairan (12)3.12 Komplikasi

Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam rongga thorax (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran bakteremia dan hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis adalah komplikasi yang jarang dari penyebaran infeksi hematologi.(17)3.13 PrognosisHasil pengobatan biasanya bagus. Tingkat mortalitas lebih tinggi pada penderita manula. Mortalitas keseluruhan sebesar 5% namun meningkat sampai 20% pada penderita yang membutuhkan perawatan di rumah sakit dan 50% pada yang membutuhkan perawatan intensif. Setelah perbaikan, khususnya pada perokok, harus dilakukan pemeriksaan foto thoraks ulang untuk memastikan dan menyingkirkan penyakit yang mendasari pada paru, termasuk kanker paru.(17)BAB IVMODALITAS RADIOLOGI4.1 Pemeriksaan Radiologi

American Thoracic Society merekomendasikan posisi PA (posteroanterior) dan lateral (jika dibutuhkan) sebagai modalitas utama yang digunakan untuk melihat adanya bronkopneumonia. Gambaran bronkopneumonia pada foto thorax sebenarnya sama seperti gambaran konsolidasi radang. Prinsipnya jika udara dalam alveoli digantikan oleh eksudat radang, maka bagian paru tersebut akan tampak lebih opaq pada foto Roentgen. Pada bronkopneumonia terdapat bercak yang mengikutsertakan alveoli secara tersebar.(18,19)Gambaran radiologi bronkopneumonia bercak berawan, batas tidak tegas, konsolidasi dapat berupa lobular, subsegmental, atau segmental. Khas biasanya menyerang beberapa lobus, hal ini yang membedakan dengan pneumonia lobaris. Lokasi predileksi bronkopneumonia biasanya hanya terjadi di lapangan paru tengah dan bawah.(19,20,21)

Pada gambar (A) di bawah ini memperlihatkan bahwa mikroorganisme awalnya menyerang bronkiolus yang lebih besar sehingga mengakibatkan nodul sentrilobuler dan gambaran cabang bronkus yang berdensitas opaq (tree-in-bud pattern). Lalu proses konsolidasi yang terjadi akan mengenai daerah peribronkhial dan akan berkembang menjadi lobular, subsegmental, atau segmental (B). Selanjutnya proses konsolidasi tersebut bisa terjadi multifocal, tepi tidak rata, corakan bronkovaskular kasar akibat dinding cabang bronkus menjadi lebih tebal, namun perselubungan yang terjadi biasanya tidak melebihi batas segmen (C).(19)

Bentuk ilustrasi progresifitas konsolidasi pada bronkopneumonia(19) Gambar 4.1 Bentuk ilustrasi progresifitas konsolidasi pada bronkopneumoni

Gambar 4.2 Foto thorax PA pneumonia lobularis (bronkopneumonia)Pada foto thorax posisi PA tersebut tampak perselubungan inhomogen pada lobus medius di kedua lapangan paru. Bronchopneumonia ini sering disebabkan oleh Staphylococcus aureus Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa.(19)4.2 Diagnosis Banding

1. PneumoniaAdapun gambaran radiologis foto thorax pada pneumonia secara umum antara lain (18,19): Perselubungan padat homogen atau inhomogen Batas tidak tegas, kecuali jika mengenai 1 segmen lobus Volume paru tidak berubah, tidak seperti atelektasis dimana paru mengecil. Tidak tampak deviasi trachea/ septum/ fissure atau seperti pada atelektasis.a. Air bronchogram sign adalah bayangan udara yang terdapat di dalam percabangan bronkus yang dikelilingi oleh bayangan opaq rongga udara yang akan tampak jelas jika udara tersebut tergantikan oleh cairan/eksudat akibat proses inflamasi. Pada saat kondisi seperti itulah, maka dikatakan air bronchogram sign positif (+). (19,20,22)b. Sillhoute sign adalah suatu tanda adanya dua bayangan benda (objek) yang berada dalam satu bidang seakan tumpang tindih. Tanda ini bermanfaat untuk menentukan letak lesi paru ; jika batas lesi dengan jantung hilang, berarti lesi tersebut berdampingan dengan jantung atau di lobus medius kanan. Maka akan disebut sebagai sillhoute sign (+). (20,24)

Gambar 4.3 Air Bronchogram Sign dan Shillhoute sign2. Pneumonia Lobaris

Berikut ilustrasi progresifitas konsolidasi pada pneumonia lobaris (19):

Gambar 4.4 Ilustrasi progresifitas konsolidasi pada pneumonia lobaris

Pada gambar (A) memperlihatkan bahwa konsolidasi awalnya cenderung terjadi di daerah paru dekat dengan pleura visceral dan lama kelamaan akan menyebar secara sentripetal menuju ke pori-pori kohn (pore of kohn) yang selanjutnya akan membentuk konsolidasi pada satu segmen (B), lalu daerah yang mengalami konsolidasi tersebut sampai mengisi 1 lobus parenkim paru sehingga pada derah bronkus yang terkena akan tampak dengan jelas air bronchogram sign (+). (19)Gambar 4.5 Foto thorax PA/Lat pneumonia lobarisPada posisi PA dan lateral tersebut tampak perselubungan homogen pada lobus paru kanan tengah dengan tepi yang tegas. Lapangan paru lainnya masih tampak normal. Cor, sinus,diafragma tidak tampak kelainan. Pnemonia lobaris ini paling sering disebabkan oleh Strep. Pneumonia.(19,21)3. Pneumonia Interstisial

Umumnya jenis pneumonia intersisial ini disebabkan oleh virus. Infeksi dari virus berawal dari permukaan dengan terjadinya kerusakan silia sel goblet dan kelenjar mukus bronkioli, sehingga dinding bronkioli menjadi edematous. Juga terjadi edema di jaringan interstisial peribronkial. Kadang-kadang alveolus terisi cairan edema. Pneumonia interstisial dapat juga dikatakan sebagai pneumonia fokal/difus, di mana terjadi infiltrasi edema dan sel-sel radang terhadap jaringan interstisial paru. Septum alveolus berisi infiltrat limfosit, histiosit, sel plasma dan neutrofil. Dapat timbul pleuritis apabila peradangan mengenai pleura viseral. (25)

Gambar 4.6 Foto thorax PA pneumonia intertisialPada fase akut tampak gambaran bronchial cuffing, yaitu penebalan dan edema dinding bronkiolus. Corakan bronkovaskular meningkat, hiperaerasi, bercak-bercak inifiltrat dan efusi pleura juga dapat ditemukan. (25)

4. Pneumonia Cystis CariniiDi negara berkembang, pola penyakit pneumonia ini sering dipersulit dengan adanya imunosupresi akibat infeksi human immunodeficiency virus (HIV). Pola ini sulit dikenali, namun petunjuknya adalah pembuluh darah paru tampak tidak berbatas tegas atau kabur dan paru tampak sedikit opaq. Tidak ditemukan adanya air brochogram sign. Pola ini sering ditemukan pada infeksi pneumonia Pneumocystis carinii yang diderita oleh pasien dengan imunosupresi terutama akibat AIDS, infeksi mikoplasma dan infeksi virus.(20)

Gambar 4.7 Foto thorax PA pneumonia cystis carinii

Gambaran radiologi x-ray : Bayangan ground-glass opak yang bilateral simetris atau pola reticulonodular

Utamanya cenderung mengisi daerah perihiler

Namun dapat juga meluas ke daerah atas dan bawah paru.Gambar 4.8 Ground-glass opaque apperance pada pneumonia cystis carinii5. Pneumonia Aspirasi

Pneumonia aspirasi adalah masuknya benda atau zat asing, padat atau cair ke dalam saluran pernafasan, inhalasi uap atau asap. Pneumonia ini biasanya juga disebabkan oleh adanya flora orofaring normal yang teraspirasi ke dalam saluran napas.(27)

Gambar 4.9 Foto thorax PA pneumonia aspirasi

Pada foto thorax menunjukkan tampak perselubungan homogen bilateral di kedua lapangan paru yang disertai dengan adanya endotracheal di atas carina.(27) 6. Efusi PleuraEfusi pleura merupakan suatu kondisi dimana terdapat akumulasi cairan dalam cavum pleura yang dapat disebabkan oleh banyak kelainan dalam paru. Pada pemeriksaan foto thorax rutin tegak, cairan pleura tampak perselubungan homogen menutupi struktur paru bawah yang biasanya relatif radiopaq dengan permukaan atas cekung, berjalan dari lateral atas ke medial bawah. Karena cairan mengisi ruang hemithorax sehingga jaringan paru akan terdorong ke arah sentral/hilus dan kadang-kadang mendorong mediastinum ke arah kontralateral.(18)

Efusi pleura(24)

Pneumonia(14)

Gambar 4.10 Perbandingan foto thorax PA efusi pleura dan pneumonia

Persamaan :

Memiliki densitas yang sama yaitu perselubungan yang homogen berdensitas tinggi (relatif radiopaq) (18)Perbedaan :

Pada efusi pleura, cairan terakumulasi di dalam cavum pleura sehingga gambaran khasnya tampak sinus costophrenicus tumpul karena sifat dari cairan selalu mencari daerah yang terendah, sedangkan pada pneumonia tidak.

Pada pneumonia khas dapat ditemukan air bronchogram sign, jika proses perselubungannya telah mengisi sampai 1 lobus parenkim paru

Yang paling khas, bahwa pada efusi terdapat tanda-tanda pendesakan ke arah hemithorax yang sehat, hal ini terjadi akibat akumulasi yang terus menerus dari suatu rongga. Sedangkan pada pneumonia tidak terjadi penurunan atau penambahan volume paru. (14,18,24)7. Ateletaksis

Ateletaksis adalah keadaan dimana alveoli mengempis (kolaps). Hal ini dapat terjadi pada satu tempat yang terlokaslisir di paru, pada seluruh lobus, atau pada seluruh paru. Penyebab yang paling sering adalah obstruksi saluran napas dan berkurangnya surfaktan pada cairan yang melapisi alveoli. Karena mengalami hambatan/obstruksi, sehingga aerasi paru dapat berkurang. Pada gambaran radiologisnya akan memberikan bayangan densitas yang lebih tinggi. (18)

Ateletaksis(29)

Pneumonia(14)

Gambar 4.11 Perbandingan foto thorax PA atelektasis dan pneumoniaPersamaan : Memiliki densitas yang sama yaitu perselubungan yang homogen berdensitas tinggi (relatif radiopaq) (18)Perbedaan :

Karena atelektasis merupakan kondisi dimana paru mengalami kolaps, sehingga pada gambaran radiologisnya akan tampak tanda-tanda penarikan ke arah hemithorax yang sakit, sedangkan pada pneumonia tidak. (14,18)8. TBC paru Tuberculosis Paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Basil tuberkel ini menyebabkan reaksi jaringan yang aneh dalam paru, antara lain (1) daerah yang terinfeksi diserang oleh makrofag dan (2) daerah lesi dikelilingi oleh jaringan fibrotik untuk membentuk yang disebut tuberkel. Proses pembentukan dinding ini membantu membatasi penyebaran basil tuberkel dalam paru dan oleh karena itu ia merupakan bagian dari proses protektif melawan infeksi. Tetapi hampir 3% dari seluruh penderita tuberculosis, Jika tidak diobati, maka tidak akan terbentuk proses pembatasan ini sehingga akan menyebar ke seluruh lapangan paru, menyebabkan kerusakan jaringan dan pembentukan kavitas abses yang besar. Sehingga gambaran radiologi yang khas yang sering ditemukan di masyarakat dapat berupa TBC paru aktif, TBC paru lama aktif, dan TBC paru lama tenang. Gambaran bercak berawan serta cavitas pada TBC paru biasanya menempati lapangan atas paru.(14,18,20,30)

Tbc paru(29)

Pneumonia(14)Gambar 4.12: Perbandingan foto thorax PA tuberkulosis dan pneumoniaPersamaan :

Memiliki densitas yang sama yaitu relatif radiopaq.(18)Perbedaan :

Pada TBC paru khas tampak bercak berawan pada lapangan paru atas, dan adanya garis-garis fibrotik dan kasifikasi jika sudah masuk dalam masa penyembuhan

Sedangkan pada pneumonia, lokasi bisa di mana saja, mengenai 1 lobus (pneumonia lobaris) dan terdapat air broncogram sign.(14,18)9. Tumor Paru Tumor paru menyerupai banyak jenis penyakit paru lain dan tidak mempunyai awitan yang khas. Tumor paru seringkali menyerupai pneumonitis yang tidak dapat ditanggulangi. Namun secara radiologik, gambaran tumor paru ini sangat khas menyerupai nodul yang berbentuk koin (coin lesion). Pemeriksaan Tomografi Komputer dapat memberikan informasi lebih banyak. Penilaian pada massa primer paru berupa besarnya densitas massa yang dapat memberi gambaran perselubungan yang inhomogen pada massa sifat ganas atau homogen pada massa jinak, tepi massa tidak teratur/spikul pada massa ganas, dan batas rata pada massa jinak.(18,30,31)

Tumor paru(29)

Pneumonia(14)Gambar 4.13 Perbandingan foto thorax PA tumor paru dan pneumoniaPersamaan :

Memiliki densitas yang sama yaitu perselubungan yang homogen berdensitas tinggi (relatif radiopaq)(18)Perbedaan :

Batas dari bayangan dari massa tumor tampak tegas, sedangkan bayangan pada pneumonia tampat tidak tegas, kecuali jika mengenai 1 lobus yang disebut dengan pneumonia lobaris

Tanda air brochogram sign tidak akan ditemukan pada gambaran radiologi tumor paru.

Untuk memastikan lebih jauh lagi maka pada klinis tumor paru tidak harus ada riwayat demam, sedangkan pada pneumonia harus ditemukan riwayat demam.(14,18)BAB V

KESIMPULAN

Bronkopneumonia merupakan infeksi pada parenkim paru yang terbatas pada alveoli kemudian menyebar secara berdekatan ke bronkus distal terminalis. Gejala dan tanda pada penderita bronkopneumonia dapat mengalami onset demam akut atau sub akut, batuk dengan atau tanpa produksi, dan sesak nafas.

Gambaran radiologi foto thorax pada bronkopneumonia, ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru, berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer paru, disertai dengan peningkatan corakan peribronkial.Penanganan bronkopneumonia terdiri dari terapi medikamentosa berupa pemberian antibiotik dan terapi supportif. Hasil pengobatan biasanya bagus, namun tingkat mortalitas lebih tinggi pada penderita manula

Telah dilaporkan Ny. AM berumur 65 tahun dengan diagnosa bronkopneumonia. Hal ini terlihat pada gambaran radiologi foto thorax PA dengan adanya corakan bronkovasculer paru ramai dan kasar, hillus ramai dan kasar dengan infiltrat perihiller, infiltrat interstitiel terutama lung dextra et sinistra.

DAFTAR PUSTAKA1. Levison, M. Pneumonia, dalam Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. 2002. Jakarta: EGC2. Soeparman Waspadji S. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. 1999. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.hal: 695-7053. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Pelayanan Medis. Jilid 1.2010 . Jakarta4. Rab, Tabrani. Ilmu Penyakit Paru, 2000. Jakarta: Hipokrates.5. Sloane, Ethel. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. 2004. Jakarta: EGC.6. Hidayat, A. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. 2006. Jakarta: Salemba Medika7. Putri, Enda Silvia. Karakteristik Balita Penderita Bronkopneumonia Rawat Inap Di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2005-2009. 2010. Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara8. Robins, Kumar. Buku Ajar Patologi II. 1995. Jakarta: EGC.9. Thomson, A.D., Cotton, R.E. Catatan Kuliah Patologi. Jakarta: EGC.10. Alberta Medical Association. Guideline for The Diagnosa and Management of Community Acquired Pneumonia Pediatric.2001. http:/www.albertadoctor.org.11. Alsagaff, Hood dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. 2001. Surabaya: Bagian Ilmu Penyakit Paru dan Saluran Napas FK Unair12. Tierney, L, dkk. Diagnosis dan Terapi Kedokteran (Penyakit Dalam). 2002. Jakarta: Salemba Medika.13. Rasad Siriraj. Radiologi Diagnostik. Edisi Kedua. 2005. Jakarta: Balai Penerbit FKUI14. Patel, Pradip R. Radiologi Lecture Notes. 2009. Jakarta: EMS; hal 36-715. Reynolds J H, McDonald, Alton H, Pneumonia in the Immunocompetent patient : Review Article ; The British Journal of Radiology, 83 (2010) 998-100916. Betty JT. Viral Pneumonia & Bacterial Pneumonia. Chest Radiography. 2002. USA: Department of General Surgery College of Medicine University of Kentucky17. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia Nosokomial: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. 2003; hal 2-518. Nurlela Budjang. Radang Paru Tidak Spesifik. In: Rasad, Sjahriar. Radiologi Diagnostik. Edisi Kedua Jakarta. Balai Penerbit FK UI. 2009: hal 101

19. Muller, Nestar L., Franquet Tomas., Kyung Soo, Lee. Imaging of Pulmonary Infections 1st edition. Lippincott Williams & Wilkins. 2007; Part Bacterial Pneumonia, page 21-8

20. Corr, Peter. Foto Thorax normal dan Infeksi Paru. In: Ramadhani, Dian., Dwijayanthi, Linda., Dharmawan, Didiek. Mengenali Pola Foto-Foto Diagnostik (terjemahan dari Patterm Recognation in Diagnostic Imaging).Jakarta: Penerbit EGC. 2010; hal 28, 33-5

21. Ketai, Loren., Lofgren, Richard., Mecholic, Andrew J. Fundamental of Chest Radiology. Second Edition. Philadelphia: Elsevier, Inc. 2006; page 106-9, 110-1

22. Muller, Nestar L., Franquet Tomas., Kyung Soo, Lee. Imaging of Pulmonary Infections 1st edition. Lippincott Williams & Wilkins. 2007; Part Immunocompromised Host, page 161-2

23. Eastman, George W., Wald Christoph., Crossin, Jane. Getting Started in Clinical Radiology. New York. Thieme Stuttgart. 2006; page 49-50

24. Colak, Errol., Lofaro, Anthony. Clinical and Radiology Atlas. Webexe. 2003: Part Chest Imaging, air space (air bronchogram and sillhoutte sign)

25. Sutarto, Ade Satriyani., Budyatmoko, Bambang., Darmiati, Sawitri. Radiologi Anak. In: Rasad, Sjahriar. Radiologi Diagnostik. Edisi Kedua Jakarta. Balai Penerbit FK UI. 2009: hal 400-1

26. Ahuja, A.T., Antonio, G.F., Yuen H.Y. Case Studies in Medical Imaging. NewYork. Cambridge University Press. 2006; 23-4

27. Lee, Jaw. Aspiration of Imaging. In: Lin, Eugene C. Pneumonia. Available from www.medscape.com updated May 25, 2011

28. Gunderman B, Richard. Essential Radiology Second Edition. New York. Thieme Medical Publishers. 2006; page 69,78

29. Guyton C, Arthur., Hall, John E. Textbook of medical Physiology. In: Setiawan, Irawati. Fisiologi Kedokteran. Jakarta. EGC. 1997: hal 673-4

30. Wilson, M Lorraine. Penyakit Pernapasan Restriktif. In: Price, Sylvia A., Wilson, Lorraine M. Patofisiologi Edisi 6 Volume 2. Jakarta. Penerbit EGC. 2003; hal 804-806

31. Wilson, Walter R., Sande, Mele A. Tracheobronchitis and Lower Respiratory Tract Infections. In: Wilson, Walter R et all. Current Diagnosis and Treatment in Infectious Disease. United States of America: McGraww Hill Companies, Inc. 2001; Part 10

32