bmt makalah

Download BMT Makalah

If you can't read please download the document

Upload: marhaendy

Post on 30-Jan-2016

37 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

1

TRANSCRIPT

15

LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DAN NON BANK

BAITUMAL WATTAMWIL

Disusun Oleh:

RIFKI FAJRI SANI ( 109046100037 )

MOHAMMAD IQBAL ( 109046100066 )

ARBI PUAB ( 109046100109 )

PS 4B

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH CityplaceJAKARTA

2011

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT. Dzat yang telah menciptakan kita sebaik-baiknya mahkluk diberi akal berpotensi untuk berpikir secara mandalam. Dan shalawat serta salam kepada Nabi Muhammad SAW. Allah telah memberikan kami kekuatan untuk menyalesaikan tugas ini. Karena hanya seizin Allahlah kami dapat melakukannya.

Kami selaku Tim Penyusun menyadari bahwa banyak kesalahan dan kekurangan dalam penyajian makalah ini. Kami sengaja membuat makalah ini dengan judul Distribusi dari materi Dasar-dasar Ekonomi Islam yang bertujuan agar para pembaca dapat mengetahui pengertian Distribusi didalam materi Dasar-dasar Ekonomi Islam ini.

Mungkin kami belum mampu menyusun makalah ini dengan sempurna, kami mengucapkan mohon maaf yang sebesar-besarnya dan tanpa dukungan orang-orang sekeliling kami, kami ucapkan terima kasih kepada rekan-rekan sekalian yang telah membantu kami.

Semoga makalah yang kami sajikan dapat bermanfaat bagi para pambaca sekalian. Serta kami mohon saran dan kritiknya, agar dapat memberikan motivasi kepada kami agar dapat lebih baik lagi.

TIM PENYUSUN

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dalam materi pelajaran LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DAN NON BANK didalamnya terdapat pembahasan tentang BAITULMAL WATTAMWIL atau hutang piutang. BAITULMAL WATTAMWIL Adalah BMT adalah lembaga keuangan mikro yang dioperasikan dengan prinsip bagi hasil (syariah), menumbuhkembangkan bisnis usaha mikro dan kecil dalam rangka mengangkat derajat dan martabat serta membela kepentingan kaum fakir miskin

Tujuan Penulisan

Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini adalah agar para pembaca mengetahui tentang AL QARDH dalam marteri LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DAN NON BANK.

Batasan Masalah

Apakah BAITULMAL WATTAMWIL itu? Bagaimana BAITULMAL WATTAMWIL DI placecountry-regionIndonesia ?Apa Prospek BAITULMAL WATTAMWIL ?

Metode Penulisan

Data serta informasi yang kami dapatkan untuk menyusun karya tulis ini adalah membaca buku dan mengambil bahan-bahan untuk karya tulis ini dari buku-buku yang kami baca.

BAB II

PEMBAHASAN

Pengertian Baitul mal wattamwil (BMT)

BMT adalah lembaga keuangan mikro yang dioperasikan dengan prinsip bagi hasil (syariah), menumbuhkembangkan bisnis usaha mikro dan kecil dalam rangka mengangkat derajat dan martabat serta membela kepentingan kaum fakir miskin. Secara konseptual, BMT memiliki dua fungsi : Baitul Tamwil (Bait = Rumah, at Tamwil = Pengembangan Harta) melakukan kegiatan pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecil terutama dengan mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya. Baitul Maal (Bait = Rumah, Maal = Harta) menerima titipan dana zakat, infak dan shadaqah serta mengoptimalkan distribusinya sesuai dengan peraturan dan amanahnya.Visi BMT mengarah pada upaya untuk mewujudkan BMT menjadi lembaga yang mampu meningkatkan kualitas ibadah anggota (ibadah dalam arti yang luas), sehingga mampu berperan sebagai wakil pengabdi Allah SWT, memakmurkan kehidupan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.. Titik tekan perumusan Visi BMT adalah mewujudkan lembaga yang professional dan dapat meningkatkan kualitas ibadah. Misi BMT adalah membangun dan mengembangkan tatanan perekonomian dan struktur masyarakat madani yang adil berkemakmuran, serta berkeadilan berlandaskan syariah dan diridhoi Allah SWT. Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa misi BMT bukan semata-mata mencari keuntungan dan penumpukan laba modal pada golongan orang kaya saja, tetapi lebih berorientasi pada pendistribusian laba yang merata dan adil, sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi Islam.

Secara konseptual BMT memiliki dua fungsi yaitu :

Baitul Maal (Bait = rumah, Mall = Harta) yang merupakan fungsi amal zakat yang menerima dan menyalurkan ZISBaitul Tanwil (Bait = rumah, Tanwil = pengembangan Harta) merupakan fungsi untuk melakukan pengembangan usaha- usaha prodiktif dan investasi dalam rangka meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecil terutama dengan mendorang dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya.

Dasar Hukum dan Peraturan Hukum terkait dengan BMT

BMT berazaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 serta berlandaskan syariah Islam, keimanan, keterpaduan (kaffah), kekeluargaan/koperasi, kebersamaan, kemandirian, dan profesionalisme. Secara Hukum BMT berpayung pada koperasi tetapi sistim operasionalnya tidak jauh berbeda dengan Bank Syariah sehingga produk-produk yang berkembang dalam BMT seperti apa yang ada di Bank Syariah.

Oleh karena berbadan hukum koperasi, maka BMT harus tunduk pada Undang-undang Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian dan PP Nomor 9 tahun 1995 tentang pelaksanaan usaha simpan pinjam oleh koperasi. Juga dipertegas oleh KEP.MEN Nomor 91 tahun 2004 tentang Koperasi Jasa keuangan syariah. Undang-undang tersebut sebagai payung berdirinya BMT (Lembaga Keuangan Mikro Syariah). Meskipun sebenarnya tidak terlalu sesuai karena simpan pinjam dalam koperasi khusus diperuntukkan bagi anggota koperasi saja, sedangkan didalam BMT, pembiayaan yang diberikan tidak hanya kepada anggota tetapi juga untuk diluar anggota atau tidak lagi anggota jika pembiayaannya telah selesai.

Sejarah BMT

Masa Rasulullah SAW (1-11 H/622-632 M)

Pada masa Rasulullah SAW ini, Baitul Mal lebih mempunyai pengertian sebagai pihak (al-jihat) yang menangani setiap harta benda kaum muslimin, baik berupa pendapatan maupun pengeluaran. Saat itu Baitul Mal belum mempunyai tempat khusus untuk menyimpan harta, karena saat itu harta yang diperoleh belum begitu banyak. Kalaupun ada, harta yang diperoleh hampir selalu habis dibagibagikan kepada kaum muslimin serta dibelanjakan untuk pemeliharaan urusan mereka. Rasulullah SAW senantiasa membagikan ghanimah dan seperlima bagian darinya (al-akhmas) setelah usainya peperangan, tanpa menundanundanya lagi. Dengan kata lain, beliau segera menginfakkannya sesuai peruntukannya masing-masing.

Masa Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq (11-13 H/632-634 M)

Abu Bakar dikenal sebagai Khalifah yang sangat wara (hati-hati) dalam masalah harta. Bahkan pada hari kedua setelah beliau dibaiat sebagai Khalifah, beliau tetap berdagang dan tidak mau mengambil harta umat dari Baitul Mal untuk keperluan diri dan keluarganya. Diriwayatkan oleh lbnu Saad (w. 230 H/844 M), penulis biografi para tokoh muslim, bahwa Abu Bakar yang sebelumnya berprofesi sebagai pedagang membawa barang-barang dagangannya yang berupa bahan pakaian di pundaknya dan pergi ke pasar untuk menjualnya. Di tengah jalan, ia bertemu dengan Umar bin Khaththab. Umar bertanya, Anda mau kemana, hai Khalifah? Abu Bakar menjawab, Ke pasar. Umar berkata, Bagaimana mungkin Anda melakukannya, padahal Anda telah memegang jabatan sebagai pemimpin kaum muslimin? Abu Bakar menjawab, Lalu dari mana aku akan memberikan nafkah untuk keluargaku? Umar berkata, Pergilah kepada Abu Ubaidah (pengelola Baitul Mal), agar ia menetapkan sesuatu untukmu. Keduanya pun pergi menemui Abu Ubaidah, yang segera menetapkan santunan (tawidh) yang cukup untuk Khalifah Abu Bakar, sesuai dengan kebutuhan seseorang secara sederhana, yakni 4000 dirham setahun yang diambil dan Baitul Mal.

Masa Khalifah Umar bin Khaththab (13-23 H/634-644 M)

Selama memerintah, Umar bin Khaththab tetap memelihara Baitul Mal secara hati-hati, menerima pemasukan dan sesuatu yang halal sesuai dengan aturan syariat dan mendistribusikannya kepada yang berhak menerimanya. Dalam salah satu pidatonya, yang dicatat oleh lbnu Kasir (700-774 H/1300-1373 M), penulis sejarah dan mufasir, tentang hak seorang Khalifah dalam Baitul Mal, Umar berkata, Tidak dihalalkan bagiku dari harta milik Allah ini melainkan dua potong pakaian musim panas dan sepotong pakaian musim dingin serta uang yang cukup untuk kehidupan sehari-hari seseorang di antara orang-orang Quraisy biasa, dan aku adalah seorang biasa seperti kebanyakan kaum muslimin. (Dahlan, 1999).

Masa Khalifah Utsman bin Affan (23-35 H/644-656 M)

Kondisi yang sama juga berlaku pada masa Utsman bin Affan. Namun, karena pengaruh yang besar dan keluarganya, tindakan Usman banyak mendapatkan protes dari umat dalam pengelolaan Baitul Mal. Dalam hal ini, lbnu Saad menukilkan ucapan Ibnu Syihab Az Zuhri (51-123 H/670-742 M), seorang yang sangat besar jasanya dalam mengumpulkan hadis, yang menyatakan, Usman telah mengangkat sanak kerabat dan keluarganya dalam jabatan-jabatan tertentu pada enam tahun terakhir dari masa pemerintahannya. Ia memberikan khumus (seperlima ghanimah) kepada Marwan yang kelak menjadi Khalifah ke-4 Bani Umayyah, memerintah antara 684-685 M dari penghasilan Mesir serta memberikan harta yang banyak sekali kepada kerabatnya dan ia (Usman) menafsirkan tindakannya itu sebagai suatu bentuk silaturahmi yang diperintahkan oleh Allah SWT. Ia juga menggunakan harta dan meminjamnya dari Baitul Mal sambil berkata, Abu Bakar dan Umar tidak mengambil hak mereka dari Baitul Mal, sedangkan aku telah mengambilnya dan membagi-bagikannya kepada sementara sanak kerabatku. Itulah sebab rakyat memprotesnya. (Dahlan, 1999).

Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib (35-40 H/656-661 M)

Pada masa pemerintahan Ali bin Abi Talib, kondisi Baitul Mal ditempatkan kembali pada posisi yang sebelumnya. Ali, yang juga mendapat santunan dari Baitul Mal, seperti disebutkan oleh lbnu Kasir, mendapatkan jatah pakaian yang hanya bisa menutupi tubuh sampai separo kakinya, dan sering bajunya itu penuh dengan tambalan.

Masa Khalifah-Khalifah Sesudahnya

Ketika Dunia Islam berada di bawah kepemimpinan Khilafah Bani Umayyah, kondisi Baitul Mal berubah. Al Maududi menyebutkan, jika pada masa sebelumnya Baitul Mal dikelola dengan penuh kehati-hatian sebagai amanat Allah SWT dan amanat rakyat, maka pada masa pemerintahan Bani Umayyah Baitul Mal berada sepenuhnya di bawah kekuasaan Khalifah tanpa dapat dipertanyakan atau dikritik oleh rakyat (Dahlan, 1999).

Sejarah BMT di Indonesia

Sejarah BMT ada di Indonesia, dimulai tahun 1984 dikembangkan mahasiswa ITB di Masjid Salman yang mencoba menggulirkan lembaga pembiayaan berdasarkan syariah bagi usaha kecil. Kemudian BMT lebih di berdayakan oleh ICMI sebagai sebuah gerakan yang secara operasional ditindaklanjuti oleh Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK). BMT adalah lembaga keuangan mikro yang dioperasikan dengan prinsip bagi hasil (syariah), menumbuhkembangkan bisnis usaha mikro dan kecil dalam rangka mengangkat derajat dan martabat serta membela kepentingan kaum fakir miskin. Secara konseptual, BMT memiliki dua fungsi : Baitul Tamwil (Bait = Rumah, at Tamwil = Pengembangan Harta) melakukan kegiatan pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecil terutama dengan mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya. Baitul Maal (Bait = Rumah, Maal = Harta) menerima titipan dana zakat, infak dan shadaqah serta mengoptimalkan distribusinya sesuai dengan pertaturan dan amanahnya.

Tujuan berdirinya BMT

BMT memiliki tujuan memberikan pelayanan dan pemberdayaan social ekonomi umat melalui kegiatan-kegiatan kongkrit :

Pelaksanaan kegiatan usaha simpan berbasis syariah.Penyediaan jasa pembiayaan, investasi dan konsumtif.Sebagai Amal Zakat yang menerima dan menyalurkan ZISMembantu pengusaha kecil muslim dalam masalah permodalan.Menggeser peranan rentenir yang sangat mencekik / menghisap darah

manusia.

Menyelamatkan tabungan umat Islam dari ancaman bunga (riba), dan

sekaligus menghindarkan mereka dari perbuatan maksia (kufur nikmat).

Tersedianya semacam koperasi syariah sebagai alternatif lembaga

keuangan ummat.

Mendirikan, membangun dan mengembangkan BMT merupakan wujud nyata

dari amal sholih dan merupakan pelaksanaan dakwah bil hal

Berbagai produk dan mekanisme operasional BMT

1. Beberapa pemrakarsa yang mengetahui mengenai BMT menyampaikan dan menjelaskan ide atau gagasan itu kepada rekan-rekannya termasuk apa itu BMT, visi, misi tujuan dan usaha-usahanya. Sehingga para pemrakarsa dapat bertambah.

2. Dengan berbekal modal awal, pengelola membuka kantor dan menjalankan BMT, dengan giat menggalakkan simpanan masyarakat dan memberikan pembiayaan pada usaha mikro dan kecil disekitarnya.

3. Pembiayaan dengan menggunakan bagi hasil sesuai dengan akad. Dari bagi hasil ini, pengelola membayar honor semampunya (bertahap dan membesar), sewa kantor, listrik ATK, dll.

4. Yang paling penting adalah bahwa, dari bagi hasil ini pengelola membayar pula bagi hasil kepada penyimpan dana, diusahakan lebih besar sedikit dibandingan dengan bunga pada bank konvensional.

5. Dengan memberikan bagi hasil kepada para penabung dan penjelasan yang tepat tentang visi, misi, tujuan dan usaha-usaha BMT, kekayaan BMT akan semakin bertambah diimbangi dengan pembiayaan pada usaha mikro dan kecil semakin banyak dan lancar. BMT akan semakin maju dan berkembang

BMT mempunyai beberapa produk, namun biasanya nama produk dalam suatu BMT terkadang berbeda beda namun tujauannya sama saja. yaitu antara lain adalah

Jenis-jenis usaha BMT sebenarnya dimodifikasi dari produk perbankan Islam. Oleh karena itu, usaha BMT dapat dibagi kepada dua bagian utama, yaitu memobilisasi simpanan dari anggota dan usaha pembiayaan. Bentuk dari usaha memobilisasi simpanan dari anggota dan jamaah itu antara lain berupa:

1. Simpanan Mudharabah Biasa

2. Simpanan Mudharabah Pendidikan

3. Simpanan Mudharabah Haji

4. Simpanan Mudharabah Umrah

5. Simpanan Mudharabah Qurban

6. Simpanan Mudharabah Idul Fitri

7. Simpanan Mudharabah Walimah

8. Simpanan Mudharabah Akikah

9. Simpanan Mudharabah Perumahan

10. Simpanan Mudharabah Kunjungan Wisata

11. Titipan zakat, Infaq, shadaqah (ZIS)

12. Produk simpanan lainnya yang dikembangkan sesuai dengan lingkungan dimana BMT itu berada.

Sedangkan jenis usaha pembiayaan BMT lebih diarahkan pada pembiayaan usaha makro, kecil bawah dan baawah. Diantara usaha pembiayaan tersebut adalah:

1. Pembiayaan Mudharabah

2. Pembiayaan Musyarakah

3. Pembiayaan Murabahah

4. Pembiayaan Al Bai; Bithaman Ajil

5. Al-Qardhul Hasan

Usaha-usaha diatas merupakan kegiatan-kegiatan BMT yang berkaitan langsung dengan masalah keuangan. Selain kegiatan-kegiatan keuangan tersebut, BMT juga mengembangkan usaha dibidang sector ril, seperti kios telepon, kios benda pos, memperkenalkan teknologi maju untuk peningkatan produktivitas hasil para nasabah, mendorong tumbuhnya industri rumah tangga atau pengolahan hasil, mempersiapkan jaringan perdagangan atau pemasaran masukan dan hasil produksi, serta usaha lainnya yang layak, menguntungkan dalam jangka panjang dan tidak menganggu program jangka pendek.

Mekanisme Operasional Koperasi Syariah

Pada prinsipnya, operasional Koperasi Syariah tidak berbeda dengan BMT (Baitul Maal Wattamwil), Bank Umum Syariah (BUS) atau Unit Usaha Syariah (UUS), dan BPR Syariah, hanya sekalanya saja yang berbeda. Di Koperasi Syariah ini justru dapat lebih luas lagi pengembangannya terutama dalam mempraktekan akad-akad muamalat yang sulit dipraktekan di Perbankan Syariah karena adanya keterbatasan PBI (Peraturan Bank country-regionplaceIndonesia).

Opersional BMT

Operasional didalam BMT sama halnya seperti bank pada wajarnya namun Bmt mempunyai asas koperasi. , BMT tidak diatur oleh Bank placecountry-regionIndonesia, namun BMT disahkan oleh Menteri Koperasi dan UMKM. Hal ini tidak membuat kinerja BMT kalah dengan bank syariah atau pun Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). BMT tetap bekerja dengan mengedepankan profesionalisme, menjaga amanah dan kejujuran, serta menjaga hubungan baik nasabah atau pun karyawan layaknya sebuah keluarga sehingga rasa optimis menuju kesuksesan perekonomian BMT, karyawan, dan nasabah akan terwujud serta memperoleh keberkahan Allah SWT dengan ditambahnya nilai-nilai Islam yang kita tanamkan pada diri kita pada saat menjalankan program BMT tersebut.

BMT sangatlah berbeda dengan BPRS karena legalitas BMT ada di bawah tanggung jawab Departemen Koperasi dengan asas kekeluargaan dikelola secara bersama, sedangkan BPRS di bawah tanggung jawab PT yang diakui atau direkomendasikan BI. BMT tidak diaudit oleh BI, sedangkan BPRS diaudit oleh BI dan Menkeu. Dalam proses operasional, BMT tidak terlalu bankable sedangkan BPRS, karena mengacu kepada BI, terlihat bankable. Kondisi pendukung kerja BMT cukup sederhana walaupun banyak yang sudah layak seperti BPRS, sedangkan BPRS, rata-rata pendukung kerja sudah layak dan memenuhi standardisasi. Permodalan BMT berasal dari masyarakat umum, sedangkan modal BPRS berasal dari pemegang saham tertentu (komisaris). Modal BMT rata-rata di bawah Rp100 juta (ketetapan Menkop Rp15-20 juta untuk tingkat DKI, Rp50-100 juta untuk tingkat nasional), sedangkan modal BPRS Rp2 miliar. Pendekatan BMT kepada nasabah lebih kekeluargaan karena lebih kepada pola binaan dan keterbukaan, sedangkan BPRS masih bersifat prosedural.

Karena perbedaan tersebut, BMT belum mau dan belum bisa untuk menjadi BPRS karena khawatir akan menjadi pola prosedur yang akan mengikat dalam aturan dan ketetapan sehingga ruang gerak pemberdayaan usaha kecil semakin kecil. Walaupun begitu, BMT bisa bekerja sama dengan BPRS, Karena yaitu

pertama, ternyata market share usaha BPRS sama dengan BMT, kedua, proses linkage program BPRS lebih mudah dan tidak begitu bankable, seperti tidak perlu agunan (jaminan) dan prosesnya lebih cepat meskipun share nisbah masih cukup besar dibandingkan bank syariah

Perkembangan dan pertumbuhan BMT dan koperasi syariah di country-regionplaceIndonesia

Menurut Aries Mufti selaku ketua ABSINDO (Asosiasi BMT Seluruh country-regionplaceIndonesia) dan MES, DI Indonesia walaupun belum ada Undang-Undang tentang Lembaga Keuangan Mikro, masyarakat telah mengembangkan sendiri lembaga keuangan mikro yang berbentuk koperasi syariah, Baitul Maal Wa Tamwil (BMT), dan dalam bentuk yang lain. Kehadiran BMT sebagai Lembaga Keuangan Mikro Syariah merupakan lembaga pelengkap dari beroperasinya system perbankan syariah. Tumbuhnya BMT di Indonesia juga merupakan tuntutan dari masyarakat muslim yang menginginkan bermuamalah secara syariah untuk menghindari bermuamalah secara ribawi.

Dari seluruh fase-fase pengembangan, BMT sangat membutuhkan penguatan nilai-nilai ruhiyah sumber daya insaninya. Sehingga BMT akan berkembang secara berkelanjutan dan akan selalu berada dalam pengawasan malaikat yang tertanam dalam setiap hati pengelola dan pengurusnya. Jika mungkin, bahkan dari dalam lubuk hati setiap anggotanya:

Dewasa ini telah tersebar lebih dari 3000 BMT diseluruh Nusantara, memiliki asset lebih dari 1 triliun, dengan jumlah pengelola lebih dari 30.000 orang, hampir setengahnya S1 dan wanita. Melayani lebih dari 2 juta penabung dan memberi pinjaman lebih dari 1.5 juta pengusaha mikro dan kecil. Terbukti bahwa BMT mampu berkembang berlandaskan pada swadaya para pemerakarsa pendiri dan masyarakat itu lokal sendiri, dengan modal awal yang tidak begitu besar ketimbang mendirikan BPR (Bank Perkreditan Rakyat).

Prospek, Kendala dan strategi pengembangan BMT

Koperasi syariah atau akrab dikenal dengan sebutan Baitulmal wattamwil (BMT) mengalami perkembangan cukup signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Bahkan, sebuah lembaga inkubasi bisnis BMT mengestimasi saat ini terdapat sebanyak 3.200 BMT dengan nilai aset mencapai Rp 3,2 triliun. Bisnis tersebut hingga akhir tahun ini diproyeksi mencapai Rp 3,8 triliun. Meski demikian, Chief Secretary Organization (CSO) BMT Center, Noor Azis, yakin bahwa BMT di Indonesia masih bisa terus dikembangkan. Syaratnya, adanya dukungan dan komitmen pemerintah dalam mendorong perkembangan bisnis lembaga keuangan non bunga tersebut. Salah satu bentuk dukungan itu adalah melahirkan berbagai regulasi yang melindungi binsis keuangan mikro.

Searah dengan perubahan zaman, perubahan tata ekonomi dan perdagangan, konsep baitul mal yang sederhana itu pun berubah, tidak sebatas menerima dan menyalurkan harta tetapi juga mengelolanya secara lebih produktif untuk memberdayakan perekonomian masyarakat. Penerimaannya juga tidak terbatas pada zakat, infak dan shodaqoh, juga tidak mungkin lagi dari berbagai bentuk harta yang diperoleh dari peperangan. Lagi pula peran pemberdayaan perekonomian tidak hanya dikerjakan oleh negara.

Selain itu, dengan kehadiran BMT di harapkan mampu menjadi sarana dalam menyalurkan dana untuk usaha bisnis kecil dengan mudah dan bersih, karena didasarkan pada kemudahan dan bebas riba/bunga, memperbaiki/meningkatkan taraf hidup masyarakat bawah, Lembaga keuangan alternatif yang mudah diakses oleh masyarakat bawah dan bebas riba/bunga,Lembaga untuk memberdayakan ekonomi ummat,mengentaskan kemiskinan,meningkatkan produktivitas.

Prospek BMT cukup baik dari segi usaha maupun dari segi kerjasama dimana nasabah yang bagian dari BMT memiliki kemudahan dalam perekonomian.dan prospeknyapun dalam masyarakat disambut hanggat karena mempunyai tujuan yang baik dalam memajukan perekonomian umat.

BMT juga memiliki kendala-kendala pula yaitu sebagai berikut:

BMT mempunyai kendala pada segi persaingan yang biasanya terjadi pada renternir maupun bank keliling dimana masyarakat lebih mengenal mereka terlebih dahulu daripada BMT yang baru saja melebarkan sayapnya di dunia perekonomian.BMT mempunyai kendala pada bank maupun koperasi yang ada dalam hal bagi hasil dan juga tingkat marjin.Nasabah yang dalam keadaan kredit macet. Pada nasabah seperti ini BMT pun mempunyai keringanan, pertama apabila nasabah dalam keadaan kredit macet maka BMT mempunyai keringanan kepada nasabah untuk membayar semampunya, dengan cara menambah jumlah angsuran agar nominalnya dapat diperkecil sesuai dengan kemampuan nasabah. Kedua apabila nasabah dalam kredit macet lalu usahanyapun gulung tikar maka BMT mempunyai keringanan yaitu nasabah hanya mengembalikan harga pokoknya saja sedangkan denda maupun nisbah bagi hasilnya tidak, dan pembayaran yang dilakukan nasabahnyapun semampunya.

Stategi pengembangan BMT adalah membantu pengusaha kecil maupun penambahan modal kepada pengusaha untuk tujuan menunjang perekonomiannya secara garis besar.dan juga menyelamatkan masyarakat dari transaksi yang mengandung riba serta mendirikan, membangun dan mengembangkan BMT merupakan amal Sholih serta sekaligus melaksanakan dakwah. Didalam BMT sendiri mempunyai dana ZIS yang berfungsi sebagai berikut :

Pemberdayaan ZISPemberdayaan ekonomi umatUntuk social kemanusiaanUntuk peduli pendidikan seperti, beasiswa untuk anak yatimKesejahteraan umat untuk melakukan usahaUntuk dakwah.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

BMT merupakan badan atau lembaga yang dapat meningkatkan kinerja perekonomian dan sekaligus dapat mengentaskan kemiskinan sehingga tercapai kesejahteraan ummat. Oleh karena itu, untuk mewujudkan peran BMT dalam perekonomian tersebut diperlukan peranan pemerintah yang intensif terhadap eksistensi BMT itu sendiri. Di samping itu, harus ada dukungan dari masyarakat khususnya ummat Islam untuk lebih mengembangkannya baik dari segi permodalan maupun peningkatan kualitas sumber daya manusianya (SDM).

DAFTAR PUSTAKA

M.Amin Suma,Menggali Akar Mengurai Serat ; Ekonomi dan Keuangan Islam, CityplaceJakarta; Kholam Publising, 2008

M.A Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi, placeYogyakarta; PT Dana Bakti Wakaf. 1993

http://dh-agus.blogspot.com/" http://dh-agus.blogspot.com/

http://www.tamzis.com/index.php?option=com_content&task=view&id=164&Itemid=9" http://www.tamzis.com/index.php?option=com_content&task=view&id=164&Itemid=9