blending batubara

32
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) merupakan salah satu pembangkit listrik yang memakai bahan bakar batubara. Salah satu PLTU terbesar yakni PLTU Suralaya, yang beroperasi untuk memasok listrik Jawa dan Bali. PLTU Suralaya menggunakan bahan bakar batubara dikarenakan bekerja selama 24 jam setiap harinya, sehingga dibutuhkan bahan bakar yang tahan lama seperti batubara. Pemanfaatan batubara seperti ini perlu mengetahui tentang macam kualitas yang dimiliki batubara itu sendiri. Dengan diketahui kualitas batubara dimaksudkan agar spesifikasi mesin atau peralatan yang menggunakan batubara sebagai bahan bakar sesuai dengan mutu batubara yang akan digunakan, sehingga mesin-mesin tersebut dapat berfungsi optimal dan tahan lama. Seiring dengan meningkatnya permintaan batubara oleh PLTU Suralaya dengan kualitas tertentu, ini menjadi tantangan tersendiri bagi perusahaan pertambangan batubara. Dikarenakan kualitas batubara di Pit itu berbeda-beda, maka perlu adanya pencampuran batubara (coal blending) dan kontrol kualitas (quality control) untuk memperoleh kualitas tertentu yang diminta 1

Upload: alzetta

Post on 16-Aug-2015

142 views

Category:

Documents


21 download

DESCRIPTION

pencampuran batubara

TRANSCRIPT

Page 1: blending batubara

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) merupakan salah satu pembangkit

listrik yang memakai bahan bakar batubara. Salah satu PLTU terbesar yakni

PLTU Suralaya, yang beroperasi untuk memasok listrik Jawa dan Bali. PLTU

Suralaya menggunakan bahan bakar batubara dikarenakan bekerja selama 24 jam

setiap harinya, sehingga dibutuhkan bahan bakar yang tahan lama seperti

batubara. Pemanfaatan batubara seperti ini perlu mengetahui tentang macam

kualitas yang dimiliki batubara itu sendiri.

Dengan diketahui kualitas batubara dimaksudkan agar spesifikasi mesin atau

peralatan yang menggunakan batubara sebagai bahan bakar sesuai dengan mutu

batubara yang akan digunakan, sehingga mesin-mesin tersebut dapat berfungsi

optimal dan tahan lama. Seiring dengan meningkatnya permintaan batubara oleh

PLTU Suralaya dengan kualitas tertentu, ini menjadi tantangan tersendiri bagi

perusahaan pertambangan batubara. Dikarenakan kualitas batubara di Pit itu

berbeda-beda, maka perlu adanya pencampuran batubara (coal blending) dan

kontrol kualitas (quality control) untuk memperoleh kualitas tertentu yang diminta

PLTU Suralaya. Namun perlu diketahui terlebih dahulu kualitas batubara dari

tiap seam yang akan di blending melalui analisis Laboratorium. Sehingga melalui

perhitungan tertentu akan diperoleh pendugaan kualitas hasil blending.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah mengetahui proses pencampuran

(blending) bahan baku batubara berbeda kualitas untuk memenuhi pasokan

kebutuhan PLTU Suralaya unit 1-4.

1.3 Rumusan Masalah

Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui

perbandingan campuran batubara antara batubara kualitas rendah dengan batubara

1

Page 2: blending batubara

kualitas tinggi untuk di blending, sehingga didapatkan kualitas yang diminta oleh

PLTU Suralaya unit 1-4.

1.4 Sistematika Penulisan

Proses penyelesaian seminar industri ini dengan menggunakan study literatur

dimana penulis menggabungkan data-data primer dan data sekunder.

1.5 Pembatasan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang ditemukan dalam penelitian ini maka peneliti

ingin membatasi permasalahan tersebut yakni pada bagian pencampuran batubara

beda kualitas yang sesuai dengan kebutuhan PLTU Suralaya unit 1-4.

2

Page 3: blending batubara

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Pengertian Batubara

Batubara adalah batuan sedimen yang terbentuk dari sisa-sisa macam

tumbuhan yang merupakan material organik dan telah mengalami dekomposisi

atau penguraian oleh adanya proses biokimia dan geokimia sehingga berubah baik

sifat fisik maupun sifat kimianya. Genesa batubara berdasarkan tempat terjadinya

dibagi menjadi 2 yaitu:

1. Teori Insitu

Bahan-bahan pembentuk lapisan batubara terjadinya di tempat

dimana tumbuh-tumbuhan itu berada (terjadi di tempat itu juga) yang

mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: penyebarannya luas dan kualitasnya

baik (karena kadar abunya rendah).

2. Teori Drift

Bahan-bahan pembentuk lapisan batubara terjadinya di tempat lain

dari tumbuh-tumbuhan asal itu berada karena sudah tertransportasi, yang

mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: penyebarannya tidak luas tapi

banyak, kualitasnya kurang baik karena banyak mengandung pengotor.

Batubara adalah termasuk salah satu bahan bakar fosil. Pengertian

umumnya adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari

endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk

melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya terdiri dari karbon,

hidrogen dan oksigen. Batubara juga adalah batuan organik yang memiliki

sifat-sifat fisika dan kimia yang kompleks yang dapat ditemui dalam

berbagai bentuk.

3

Page 4: blending batubara

2.2 Umur Batubara

Pembentukan batubara memerlukan kondisi-kondisi tertentu dan hanya terjadi

pada era-era tertentu sepanjang sejarah geologi. Zaman Karbon, kira-kira 340 juta

tahun yang lalu (jtl), adalah masa pembentukan batubara yang paling produktif

dimana hampir seluruh deposit batubara (black coal) yang ekonomis di belahan

bumi bagian utara terbentuk.

Pada Zaman Permian, kira-kira 270 jtl, juga terbentuk endapan-endapan batubara

yang ekonomis di belahan bumi bagian selatan, seperti Australia, dan berlangsung

terus hingga ke Zaman Tersier (70 - 13 jtl) di pelbagai belahan bumi lain

2.3 Klasifikasi Batubara

Secara umum batubara digolongkan menjadi lima tingkatan, yaitu:

1. Peat

Peat ditandai dengan kondisi fisik berwarna kecoklatan dan struktur

berpori, memiliki kadar air sangat tinggi, nilai kalori sangat rendah,

kandungan sulfur sangat tinggi, dan kandungan abu sangat tinggi. Nilai

kalori peat adalah 1.700-3.000 kcal/kg.

2. Lignite

Lignite ditandai dengan kondisi fisik berwarna hitam dan sangat rapuh,

nilai kalori rendah, kandungan air tinggi, kandungan abu tinggi, dan

kandungan sulfur tinggi. Nilai kalori lignite adalah 1.500-4.500 kcal/kg.

3. Bituminous / sub-bituminous coal

Bituminous / sub-bituminous ditandai dengan warna hitam mengkilat,

struktur kurang kompak, kandungan karbon tinggi, nilai kalori tinggi,

kandungan air sedikit, kandungan abu sedikit, dan kandungan sulfur

sedikit. Nilai kalori bituminous / sub-bituminous adalah 7.000-8.000

kcal/kg.

4. Anthracite

Anthracite ditandai dengan warna hitam sangat mengkilat, struktur

kompak, kandungan karbon sangat tinggi, nilai kalor sangat tinggi,

kandungan air sangat sedikit, kandungan abu sangat sedikit, dan

4

Page 5: blending batubara

kandungan sulfur sangat sedikit. Nilai kalori anthracite lebih besar atau

sama dengan 8.300 kcal/kg.

2.4 Analisis Batubara

Cara yang dilakukan untuk mengetahui mutu/kualitas batubara berkaitan

dengan pemanfaatannya. Pada prinsipnya dikenal 2 jenis pengujian, yaitu Analisis

Proksimat (Proximat Analysis) dan Analisis Ultimat (Ultimate Analysis).

1. Analisis Proksimat

Yang perlu diketahui adalah Kandungan Air Bawaan (Inherent

Moisture), Kandungan Abu (Ash Content), Zat Terbang (Volatile Matter),

Karbon Tertambat (Fixed Carbon), dan Total Sulfur (Total Sulfur).

2. Analisa Ultimat (Ultimate Analysis)

Analisis Ultimat adalah analisis untuk menentukan kelas batubara.

Analisis ini adalah cara paling sederhana untuk menunjukkan unsur

pembentuk batubara yang penting. Pada analisis ultimat terdapat 5 unsur

yang dianalisis yaitu: Karbon (C), Hidrogen (H), Sulfur(S), Nitrogen (N)

dan Oksigen (O).

2.5 Parameter Analisis Kualitas Batubara

Parameter analisis kualitas batubara yang dipakai adalah sebagai berikut:

1. As Received (ar)

Pada basis as received (ar) dihitung atas dasar lokasi dimana sampel di

ambil. Berarti semua hasil analisis dihitung dengan memasukkan

kandungan air total dari sampel. Hal ini mungkin dilakukan jika batubara

dalam keadaan basah.

2. Air Dry Based (adb)

Pada basis adb, sampel batubara yang dianalisis ditempatkan di udara

terbuka, kandungan air totalnya secara perlahan akan mencapai

kesetimbangan dengan kelembaban udara. Jika kandungan air permukaan

5

Page 6: blending batubara

dari sampel ini kemudian ditentukan maka diperoleh kandungan air dalam

basis adb.

3. Dry Based (db)

Pada basis dry, artinya sampel batubara dalam keadaan kering maka

kandungan air permukaan dan kandungan air bawaannya adalah nol.

4. Dry Ash Free (daf)

Pada basis daf, nilai kualitas batubara pada kondisi batubara tersebut

kering dan bebas dari ash.

5. Dry Mineral Matter Free (dmmf)

Pada basis dmmf analisis dilakukan untuk memberikan gambaran

mengenai komposisi organik murni, artinya volatile mineral matter

dianggap sama dengan nol.

2.6 Kualitas Batubara Pada Pemanfaatannya

Untuk mengetahui kualitas dari batubara itu sendiri maka dapat diketahui

dengan menggunakan parameter-parameter dari batubara. Parameter-parameter

dari batubara adalah sebagai berikut:

1. Kandungan Air

Kandungan air dalam batubara secara umum ada 2 yaitu air permukaan

(free moisture) dan kandungan air bawaan (inherent moisture). Kandungan

air permukaan secara mekanis terdapat dalam permukaan dan retakan-

retakan serta kapiler-kapiler besar (makro kapiler) batubara dan

mempunyai tekanan gas normal. Jumlah kandungan air bebas secara

prinsip tergantung dari kondisi yaitu dari lembab sampai kering. Hal

tersebut juga tergantung dari penambangan, benefisiasi, transportasi,

penanganan dan penyimpanan juga distribusi ukuran butirnya. Kandungan

air bawaan berada pada mikro pori, yang mempunyai tekanan lebih rendah

dari tekanan uap normal. Kandungan air bawaan ini patut diketahui, karena

dapat digunakan untuk mengindikasi peringkat batubara. Batubara makin

tinggi kandungan bawaannya, peringkatnya makin rendah.

6

Page 7: blending batubara

2. Kandungan Abu

Batubara terdiri dari 3 unsur yaitu: air, material batubara (coal matter)

dan material bukan batubara (mineral matter). Mineral matter terdiri dari 2

macam yaitu mineral matter bawaan (inherent mineral matter) serta

material mineral dari luar batubara (extraneous mineral matter). Inherent

Mineral Matter berhubungan dengan tumbuh-tumbuhan yang hidup di

rawa-rawa dan sulit dipisahkan dari batubara, biasanya berjumlah 0,5-

1,0%. Extraneous Mineral Matter terjadi saat waktu penambangan

(parting), yang terbawa waktu banjir ke lapisan batubara pada waktu

pembentukannya. Extraneous Mineral Matter dapat dipisahkan dari

batubara dengan proses pencucian.

3. Zat Terbang

Zat terbang terdiri dari Combustible gasses (gas-gas yang mudah

terbakar) seperti gas hidrogen, CO, dan CH4 serta gas-gas yang dapat

dikondensasikan seperti tar dengan sejumlah kecil gas-gas yang tidak

terbakar seperti CO2 dan air yang terbentuk dari hasil dehidrasi dan

kalsinasi. Zat terbang juga dapat digunakan sebagai ukuran untuk

menentukan peringkat batubara. Pengaruhnya dalam preparasi batubara

ialah jika kandungan zat terbang tinggi (>24%) maka batubara akan mudah

terbakar. Untuk mengatasi hal tersebut sebaiknya batubara tidak dilakukan

penggerusan terlalu halus, karena sangat berpotensi untuk mudah meledak.

4. Karbon Tetap (Fixed Carbon)

Sebagai komponen dari analisa proksimat, Fixed Carbon dihitung

dari:

FC = 100 – (A + VM + IM)

Rasio Fixed carbon dengan Volatile matter (zat terbang) disebut dengan

“FR” (Fuel Ratio). FR juga dapat digunakan sebagai pegangan untuk

menentukan peringkat batubara.

7

Page 8: blending batubara

5. Nilai Kalor

Nilai kalor dari batubara merupakan jumlah panas dari komponen yang

terbakar seperti karbon, hidrogen, dan sulfur dikurangi dengan panas

reaksi eksotermis dan endotermis yang terjadi dari pembakaran komponen

pengotor.

6. Kandungan Sulfur

Sulfur merupakan zat pencemar, maka adanya sulfur yang tinggi sangat

tidak dikehendaki.

Ada 3 macam bentuk sulfur yaitu:

Pyritic Sulfur (FeS2) biasanya berjumlah 20 - 80 % dari total sulfur

dan berasosiasi dengan abu batubara.

Organic Sulfur biasanya berjumlah relatif dan bervariasi antara 20 -

80 % dari total sulfur. Sulfur organik terikat secara kimia dengan

subtansi dan zat-zat lain.

Sulphate sebagian besar terdiri dari kalsium sulfat dan besi sulfat.

2.7 Pengaruh Kualitas Batubara

Batubara merupakan bahan baku pembangkit energi yang dipergunakan untuk

industri. Mutu dari batubara akan sangat penting dalam menentukan peralatan

yang dipergunakan. Untuk menentukan kualitas batubara, beberapa hal yang harus

diperhatikan adalah:

High Heating Value (HHV)

High Heating Value sangat berpengaruh terhadap pengoperasian

alat seperti:

- Pulverizer

- Pipa batubara, wind box

- Burner

8

Page 9: blending batubara

Semakin tinggi High Heating Value maka aliran batubara setiap

jamnya semakin rendah, sehingga kecepatan coal feeder harus

disesuaikan.

Total Moisture

Kandungan moisture mempengaruhi jumlah pemakaian udara

primernya, pada batubara dengan kandungan moisture tinggi akan

membutuhkan udara primer lebih banyak guna mengeringkan

batubara tersebut pada suhu keluar mill tetap.

Volatile Matter

Kandungan volatile matter mempengaruhi kesempurnaan

pembakaran dan intensitas nyala api. Kesempurnaan pembakaran

ditentukan oleh :

Fuelratio= ¿CarbonVolatile Matter

Semakin tinggi fuel ratio maka carbon yang tidak terbakar

semakin banyak.

Ash Content

Kandungan abu akan terbawa bersama gas pembakaran melalui

ruang bakar dan daerah konveksi dalam bentuk abu terbang atau

abu dasar. Sekitar 20% dalam bentuk abu dasar dan 80% dalam

bentuk abu terbang.Semakin tinggi kandungan abu dan tergantung

komposisinya mempengaruhi tingkat pengotoran (fouling),

keausan dan korosi peralatan yang dilalui.

Sulfur Content

Kandungan sulfur berpengaruh terhadap tingkat korosi sisi dingin

yang terjadi pada elemen pemanas udara, terutama apabila suhu

9

Page 10: blending batubara

kerja lebih rendah dari letak embun sulfur, disamping berpengaruh

terhadap efektifitas penangkapan abu pada peralatan electrostatic

precipator.

Coal Size

Ukuran butir batubara dibatasi pada rentang butir halus dan butir

kasar. Butir paling halus untuk ukuran < 3 mm, sedangkan ukuran

paling kasar sampai 50 mm. Butir paling halus dibatasi Dustness

dan tingkat kemudahan diterbangkan angin sehingga mengotori

lingkungan. Tingkat Dustness dan kemudahan beterbangan masih

ditentukan pula oleh kandungan moisture batubara.

Hardgrove Grindability Index (HGI)

Kapasitas mill (pulverizer) dirancang pada Hardgrove grindability

index tertentu, maka untuk HGI lebih rendah kapasitasnya lebih

rendah dari nilai patoknya untuk menghasilkan fineness yang

sama.

Ash Fushion Temperature

Ash Fushion Temperature akan mempengaruhi tingkat fouling,

slagging dan operasi soot blower.

2.8 Batubara Untuk Pembangkit Listrik

Batubara merupakan bahan bakar padat yang terbentuk secara alamiah akibat

pembusukan sisa tanaman purba dalam waktu jutaan tahun. Oleh karena itu,

karateristik dan kualitas sangat bervariasi dan tidak homogen dibandingkan

dengan bahan bakar yang telah mengalami proses pengolahan dalam pabrik

seperti misalnya bahan bakar minyak. Selain tingkat pembatubaraan atau

peringkat (rank), kualitas suatu endapan batubara juga dipengaruhi oleh

lingkungan pengendapannya. Batubara peringkat yang lebih tinggi seperti

batubara bituminus dan antrasit mempunyai nilai kalor tinggi dan kadar rendah.

10

Page 11: blending batubara

Sebaliknya, batubara peringkat rendah seperti lignit dan subbituminus mempunyai

kadar air tinggi dan nilai kalor rendah. Di samping itu, lingkungan pengendapan

dan cara penambangan dapat mempengaruhi kadar abu serta karateristik abu

(komposisi dan titik leleh abu). Tambahan lagi, batubara peringkat rendah

umumya mempunyai kecenderungan swabakar yang tinggi dan mempunyai sifat

fisik yang rendah (mudah hancur). Hal ini mengakibatakan kualitas endapan

batubara bervariasi dari satu lokasi ke lokasi lainnya, atau bahkan dapat bervariasi

dari lapisan satu ke lapisan lainnya pada daerah ata cekungan geologis yang sama.

Karakteristik pembakaran batubara dalam sebuah pembangkit listrik terutama di

pengaruhi oleh (Reid, 1991):

Kualitas atau karakteritik batubara

Batasan yang ditentuan oleh desian boiler, posisi burner, konfigurasi

fisik dan luas perpindahan panas dalam ketel uap (boiler)

Kondisi operasional

Mengingat hal tersebut di atas maka, idealnya desain suatu pembangkit listrik

berbahan bakar batubara dibuat berdasarkan kualitas batubara yang akan

digunakan. Atau sebaliknya, batubara yang dipasok untuk sebuah pembangkit

listrik seharusnya sesuai dengan spesifikasi yang dipersyarakan. Sering terjadi,

keterlambatan pasokan batubara sesuai spesifikasi menyebabkan digunakannya

batubara lain yang kualitasnya tidak memenuhi spesifikasi. Hal ini dapat

mengganggu kelancaran pengoperasian pembangkit listrik.

Beberapa pengaruh yang terjadi jika menggunakan batubara di luar

spesifikasi (off design) pada pembangkit yang telah ada (exiting) di antarany

adalah kinerja penggerus, pengendapan abu (slagging dan fouling) dan

karakteristik dan efesiensi pembakaran. Kinerja mesin penggerus (pulverizer)

biasanya berhubungan dengan nilai kalor dan sifat ketergerusan (HGI, hardgrove

grindability index) (Savage, 1974). Apabila digunaan batubara dengan kalor lebih

rendah dari spesifikasi, mka diperlukan jumlah batubara yang lebih banyak,

sehingga penggerus kemungkinan perlu ditambah atau penggerus cadangan perlu

diopersikan.

11

Page 12: blending batubara

2.9 Blending

2.9.1 Pengertian Blending

Blending ialah suatu tahapan yang masih masuk dalam proses pengolahan

batubara, pengertian blending yaitu suatu proses pencampuran beberapa batubara

yang memiliki kualitas atau kualitas yang berbeda sehingga membentuk satu

batubara dengan kualitas tertentu yang diinginkan. Target kualitas yang ingin

dicapai dalam blending berbeda-beda. Ada yang menjadikan Sulfur sebagai target

pencapaian ada juga yang menjadikan kalori sebagai acuan target yang ingin

dicapai.

Rumus dasar perhitungan blending :

(Batubara A x P) +( Batubara B x P )   n

=    Batubara C 

Dimana :

Batubara A = Batubara yang akan dicampur

Batubara B = Sebagai pencampur batubara A

Batubara C = Batubara dari hasil pencampuran

n = Banyaknya batubara dari pencampur dan yang dicampur

P = Parameternya

2.9.2 Perhitungan Blending

Proses perhitungan blending yang perlu diperhatikan  dalam menghitung dan

mengkalkulasi blending adalah bahwa hanya kualitas yang

bersifat kuantitatif  yang bisa langsung dihitung dengan kumulatif. Sedangkan

kualitas yang kualitataif  tidak bisa dihitung secara matematika. Perhitungan hasil

pencampurannya lebih bersifat probablilty atau kemungkinan saja, dan tidak dapat

dipastikan Parameter kuantitatif adalah parameter yang dalam satuannya terdapat

unsur berat seperti Calorific Value ( Kcal/kg ), TM, IM, Ash, VM, dan Ultimate

semuanya dinyatakan dalam persen ( % ) berat dan lain – lain.

12

Page 13: blending batubara

Blending merupakan cara terbaik untuk memperbaiki dan menyatukan sifat

dan kualitas batubara dari daerah atau jenis yang berbeda, sehingga

memungkinkan dapat memenuhi persyaratan konsumen. Biasanya blending

dilakukan antara batubara peringkat rendah dan peringkat tinggi, kadar abu tinggi

dan kadar abu rendah, kadar belerang tinggi dan belerang rendah. Dalam suatu

pembangkit listrik, sistem bending dapat memberikan banyak keuntungan di

antaranya :

Meningkatakan kelenturan (fleksibilitas) dan memperluas kisaran batubara

yang dapat digunakan;

Diverifikasi pasokan batubara untuk keamanan pasokan;

Membantu mengatasi masalah yang terjadi apabila digunakan batubara di

luar spesifikasi.

Kualitasi batubara campuran (hasil blending) umumnya dihitug berdasarkan

rata-rata berat data analisis dan pengujian yang diperoleh dari masing-masing

batubara individu (yang dicampur). Data kualitas tersebut kemudian digunakan

untuk memprediksi karakteristik pembakaran dalam katel uap. Namun tidak

semua parameter kualitas batubara campuran dapat diprediksi menggunakan data

kualitas hasil perhitungan rata-rata berat. Parameter-parameter air, kadar abu, zat

terbang, karbon padat, karbon total, hidrogen, sulfur, nitrogen, oksigen, klorin,

kadar maseral, dan nilai kalor cenderug bersifat aditif, sehingga dapat

menggunakan perhitungan tersebut. Sedangkan nilai muai bebas, titik leleh abu

dan HGI umumnya cenderung bersifat nonaditif. Menurut Hower (1988) HGI

dapat bersifat aditif hanya untuk blending antara batubara peringkat yang sama.

Sedangkan Riley (1989) menyatakan bahwa HGI dapat bersifat aditif asalkan

perbedaan nilai HGI masing-masing batubara di-blending tidak lebih dari 10.

2.9.3 Blending Plan

Sebelum pelaksanaan blending dilakukan, maka hal utama yang harus

dilakukan adalah membuat blending plan atau simulasi blending. Dimana dalam

blending plan terdapat target kualitas yang ingin dicapai, kualitas masing-

masing  batubara yang akan di blending, atau kebutuhan kualitas batubara yang

13

Page 14: blending batubara

harus ditambang dan harus dicampurkan untuk memenuhi kualitas target yang

sudah ditentukan. Hal ini sangat penting dilakukan dalam rangka efiensi dari

blending tersebut. Dalam menyusun suatu blending plan hal-hal yang perlu

diperhatikan dan ditentukan yaitu:

Parameter yang bersifat kualitatif

Sensitifitas blending

Strategi pencampuran

2.9.4 Parameter Yang Bersifat Kualitatif

Dalam mensimulasikan kualitas blending, yang harus diperhatikan adalah

bahwa tidak semua parameter kualitas batubara dapat disimulasikan dengan

perhitungan cumulative. Parameter yang tidak bisa dihitung secara cumulative

adalah parameter yang bersifat kualitatif. Untuk menentukan dari hasil blending

untuk jenis parameter tersebut maka harus dibuat simulasi composite, yaitu

dengan mencampurkan batubara yang akan diblending dengan proporsi blending

yang sudah ditentukan, kemudian dianalisa. Hasil analisa tersebut merupakan

prediksi kualitas hasil blending.

2.9.5 Sensifitas Blending

Sensitifitas blending adalah tingkat pengaruh dari suatu batubara blending

terhadap hasil blending. Sensifikasi blending ini menjadi hal yang sangat penting

dan perlu diperhatikan terutama pada blending batubara dengan rasio kuantitas

blending yang cukup tinggi. Sensitifitas blending ini sangat erat kaitannya dengan

efeinsi blending tersebut. Suatu blending yang dilakukan dengan rasio kuantitas

yang cukup besar akan menjadi tidak berarti karena pengaruhnya tidak cukup

signifikan dalam merubah kualitas asal.

2.9.6 Strategi Pencampuran

Pencampuran suatu blending yang baik adalah dengan mencampurkan dua

atau lebih batubara menggunakan unit loading rate terkecil. Sistem pencampuran

Sistem pencampuran atau blending yang mungkin terjadi dengan tingkat homogen

yang mengecil secara berurutan.

14

Page 15: blending batubara

Unit Pencampuran Unit Rasio Pencampuran

1. Belt conveyor                             Fee rate (tph)

2. Bucket Loader                           Jumlah Bucket

3. Dump Truck                              Jumlah Dump truck

4. Barge                                         Jumlah Barge

Dari unit pencampur yang pertama merupakan blending yang paling homogen

karena memiliki unit loading terkecil perhitungan waktu. Sedangkan unit

pencampur kedua sampai keempat memiliki unit loading besar sesuai dengan alat

yang digunakan untuk melakukan blending batubaranya. Selain itu, blending

dengan menggunakan unit seperti pada unit pencampur kedua dan ketiga harus

memperhitungkan jarak masing-masing batubara yang diblending. Karena

pencampuran harus dilakukan pada waktu yang sama, atau paling tidak berurutan

pada tiap satuan rasio.

15

Page 16: blending batubara

BAB III Pake METODOLOGI PENELITIAN

3.1

BAB III ganti BAB IV

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

3.1 Spesifikasi Batubara untuk PLTU Suralaya Unit 1-4

Spesifikasi batubara untuk PLTU Suralaya yang didasarkan atas kualitas

batubara Air Laya. Spesifikasi tersebut (Kannan, 1985) sesuai untuk batubara

peringkat subbituminus dengan nilai kalor dan kadar air masing-masing 5.242

kal/g (as received) dan 23,60 % dengan pembatasan nilai kalor minimum 4.225

kal/g dan kadar air maksimum 28,30%. Yang dimaksud dengan batas minimum

nilai kalor adalah batubara dengan nilai kalor 4.225 kal/g masih dapat digunakan

dan menghasilkan keluaran (daya) listrik sesuai kapasitas pembangkit asalkan

seluruh fasilitas penanganan (handling) dan penggiling (mill) dijalankan. Batubara

dengan nilai kalor lebih rendah dari batas minimum tersebut juga bisa digunakan,

tetapi keluaran listrik akan turun walaupun semua fasilitas penanganan penggiling

batubara dijalankan. Parameter kualitas bersifat aditif lainnya, yakni kadar abu

dan kadar belerang masing-masing 7,80% (maksimum 12,80%) dan 0,40%

(maksimum 0,90%). Sedangkan parameter kualitas yang non-aditif, yakni

diantaranya HGI 61,8 (minimum 48), titik leleh abu 1.279°C (minimum 1010°C),

indeks penerakan “medium” dan indeks fouling “tinggi”.

Tabel 3.1 Spesifikasi Batubara Untuk PLTU Suralaya Unit 1-4

Tabel 3.1 (Slamet Suprapto)

Parameter (as received) Minimum Maksimum Rata-rata

16

Page 17: blending batubara

Kadar air, %Kadar abu, %Nilai Kalor, kal/gSulfur, %HGITitik leleh abu(Deformasi awal), oCIndeks penerakanIndeks fouling

--

4,225-

481.010

--

28,3012,80

-0,90

--

--

23,607,805.2420,4061,81.279

Mediumtinggi

3.2 Kualitas Batubara Indonesia

Data kualitas batubara indonesia yang terdiri atas batubara peringkat rendah,

dapat dilihat pada tabel 3.2 (Asosiasi Pertambangan Baubara Indonesia, 2008).

Batubara peringkat rendah mempunyai nilai kalor dicirikan terutama oleh

tingginya kadar air dan rendahnya nilai kalor. Dari data dua contoh batubara

peringkat peringkat rendah yang dikaji, batubara Peranap dan Bara Mutiara Prima

mempunyai kadar air total masing-masing 49% dan 30% dan dengan nilai kalor

3.234 kal/g dan 4.400 kal/g (as received ). Namun demikian, kadua batubara

tersebut termasuk bersih dengan masing-masing kadar abu 1,19% dan 4,30% dan

kadar belerang 0,11% dan 0,30%. Edua batubara tersebut mempunyai sifat

ketergerusan menengah, yakni masing-masing 54 dan 60. Titik leleh abu batubara

Peranap cukup rendah, yakni dengan deformasi awal 1.200oC dibanding abu

batubara Bara Mutiara Prima yang deformasi awalnya sebesar 1.350oC. oleh

karena itu, indeks penerakan batubara Peranap termasuk klasifikasi “tinggi” dan

batubara Bara Mutiara Prima termasuk “rendah”. Sedangkan indeks fouling

keduanya termasuk klasifikasi “rendah”.

Apabila kedua batubara peringkat digunakan untuk PLTU Suralaya unit 1-4,

maka parameter kualitas yang tidak memenuhi spesifikasi adalah nilai kalornya.

Normalnya untuk mengoperasikan 1 unit kapasitas 400 MW menggunakan

batubara Air laya dibutuhkan ± 170 ton batubara/jam. Apabila digunakan batubara

Bara Mutiara Prima, maka untuk menghasilakan listrik yang sama dibutuhkan ±

202 ton batubara/jam. Sedangkan jika menggunakan batubara Peranap, maka

dibutuhkan 275 ton batubara/jam. Mesin penggiling yang tersedia untuk 1 unit

17

Page 18: blending batubara

400 MW tersebut tersedia sebanyak 5 buah yang masing-masing berkapasitas 65

ton batubara/jam. Normalnya, apabila digunakan batubara Air laya hanya

dioperasikan 3 buah mesin, sehingga 2 mesin lainnya untuk cadangan. Apabila

digunkan batubara Bara Mutiara Prima dibutuhkan 4 mesin, sedangkan 1 mesin

untuk cadangan. Tetapi apabila digunakan batubara Peranap, maka seluruh mesin

harus dioperasikan, sehingga tidak ada cadangan. Pengoperasian seluruh mesin

penggerus tersebut dapat menimbulkan risiko gangguan terhadap operasi

pembangkit listrik mengingat perlunya waktu perawatan setiap mesin. Oleh

karena itu, untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan blending plant guna

meningkatkan nilai kalor batubara peringkat rendah yang tersedia.

Data kualitas batubara peringkat tinggi yang dikaji adalah sebanyak 14 buah,

berasal dari Sumatera dan Kalimantan. Selain dicirikan oleh tingginya nilai kalor

dan rendahnya kadar air, batubara-batubara tersebut umumnya mempunyai sifat

ketergerusan rendah atau sulit digerus dengan HGI kurang dari 50. Batubara

Danau Mas Hitam mempunyai HGI bervariasi antara 40-60. Sedangkan batubara

Kartia Selabumi yang mempunyai HGI tinggi atau mudah digerus, yakni sebesar

80. Tetapi batubara ini juga mempunyai nilai bebas yang tiggi yakni 9, tidak

seperti umumnya batubara Indonesia yang mempunyai nilai muai bebas rendah.

Kadar abu dan kadar belerang batubara peringkat tinggi bervariasi, masing-

masing antara 2,0% sampai 19,48% dan 0,15% sampai 2,56%. Sedangkan data

indeks penerakan dan indeks fouling hanya tersedi untuk batubara Kartika

Selabumi dan Lana Harita. Batubara Kartika Selabumi mempunyai indeks

penerakan dan indeks fouling klasifikasi “rendah”. Sedangkan untuk batubara

Lana Harita klasifikasi “rendah” dan “medium”.

Tabel 3.2 Data Kualitas Batubara Indonesia Perigkat Rendah

Parameter Peranap(Sumsel)

Bara Mutiara Prima(Sumsel)

Kadar Air, %

Kadar Abu, %

49,00

1,19

30,0

4,30

18

Page 19: blending batubara

Nilai Kalor, kal/g

Sulfur, %

HGI

Deformasi awal abu, oC

Indeks Penerakan

Indeks fouling

3.234

0,11

54

1.200

Tinggi*

Rendah*

4.400

0,30

60

1.350

Rendah*

Rendah*

Sumber: Slamet Suprapto, 2008

3.3 Blending Batubara

Blending yang dilakukan didasarkan pada pencampuran kalori rendah dengan

kalori tinggi atau antara batubara peringkat rendah dengan peringkat tinggi.

berdasarkan data kualitas batubara Indonesia blending antara peringkat rendah

dengan peringkat tinggi dapat dimungkinkan untuk memenuhi persyaratan nilai

kalor sebesar 5.242 kal/g (as received) dan parameter yang bersifat aditif lainnya,

seperti misalnya kadar air, kadar abu dan kadar belerang. Yang perlu

dipertimbangkan adalah HGI batubara peringkat tinggi, yang ternyata kebanyakan

kurang dari 50. Walaupun HGI batubara peringkat rendah umumnya tinggi,

mengingat parameter ini cenderung nonaditif maka HGI hasil blending belum

tentu sesuai dengan perhitungan. Apabila nilai HGI hasil blending ternyata lebih

rendah dari perhitungan maka kapasitas atau keluaran penggerus turun atau

kehalusan produk penggerusan dapat menurun. Menurunnya keluaran penggerus

dapat menurunkan keluaran listrik. Sedangkan menurunnya kehalusan batubara

dapat menyebabkan menurunnya efisiensi pembangkit dan meningkatnya kadar

karbon tak terbakar dalam bau batubara. Untuk mengkaji lebih mendalam, maka

pengujian penggerusan dan pembakaran skala yang lebih besar seperti skala meja

atau skala yang lebih mendekati kapasitas nyata di lapangan perlu dilakukan

sebelum mengaplikasikannya pada kondisi sebenarnya.

Batubara Kartika Selabumi mempunyai nilai kalor cukup tinggi, yaitu 7.889

kal/g dan juga HGI yang cukup tinggi yakni 80, tetapi nilai muai bebasnya sangat

tinggi mencapai 9. Normalnya, nilai muai bebas batubara untuk pembangkit listrik

19

Page 20: blending batubara

maksimum 4 (Rance, 1975). Tambahan lagi nilai muai bebas merupakan

parameter nonaditif, sehingga karakteristik pembakaran batubara hasil blending

batubara ini tidak dapat diprediksi dari masing-masing batubara yang akan di-

blending.

Selain HGI, karakteristik abu yakni kecenderungan penerakan dan fouling

juga perlu dipertimbangkan. Mengingat data dan indeks penerakan dan indeks

fouling kebanyakan tidak tersedia, maka parameter tersebut perlu dilengkapi.

Apalagi jika hasil uji di laboraterium dan perhitungan menyatakan kecenderungan

kedua indeks tersebut termasuk klasifikasi “tinggi”, maka uji pembakaran pada

kondisi yang mendekati ketel uap perlu dilakukan. Pengendapan terak abu terjadi

di daerah ruang bakar atau radiasi, sedangkan endapan fouling terjadi pada daerah

yang lebih dingin yakni pada pipa-pipa ketel uap. Apabila terak abu yang

menempel di dinding tungku(ruang bakar) sulit diambil maka perpindahan panas

ke dinding akan menurun dan selanjutnya efisiensi pembakaran juga menurun

(Elliot, 1981).

Endapan fouling yang terjadi pada pipa ketel uap menyebabkan penyempitan

pada deretan pipa yang selanjutnya mempercepat laju alir gas buang. Hal ini dapat

menyebabkan naiknya suhu gas buang dan juga erosi terhadap pipa ketel uap.

20

Page 21: blending batubara

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Dari hasil pembahasan mengenai blending dapat disimpulkan :

- Kegiatan blending merupakan salah satu kegiatan pengendalian mutu

kualitas batubara dari dua jenis atau lebih batubara yang dicampurkan

dengan kualitas berbeda untuk memperoleh satu jenis batubara dengan

kualitas yang sesuai dengan spesifikasi dalam permintaan konsumen.

- Dalam suatu proses blending yang akan merubah nilai parameter hasil

blendingnya ialah banyak batubara pencampur dan batubara yang akan

dicampur untuk mencapai hasil sesuai dengan permintaan.

4.2 Saran

- Dalam proses pengambilan batubara perlu diperhatikan lagi hal kebersihan

karena sangat mempengaruhi nilai parameter batubara tersebut.

- Dalam pencampuran batubara tersebut harus dilakukan pencampuran yang

benar-benar homogen.

21