eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/etika birokrasi dalam pelayanan publik.pdf · iv etika...

390

Upload: others

Post on 16-Nov-2020

22 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:
Page 2: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

ISBN 979907075-9

9 789799 070753

Page 3: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

I

Daftar Pustaka

Etika BirokrasidalamPelayanan Publik

Page 4: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

ii

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

Page 5: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

III

Daftar Pustaka

CITRA MALANG

ETIKA BIROKRASIDALAM

PELAYANAN PUBLIK

Dr. Kridawati Sadhana, M.S

Page 6: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

iv

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

SadhanaEtika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh: Dr. Kridawati Sadhana,M.S–Cet. I,–Malang: Penerbit Citra Malang, 2010.

x, 378 hlm; 21 cm

ISBN: 979-907-075-9

• ETIKA BIROKRASI DALAM PELAYANAN PUBLIK

Dr. Kridawati Sadhana, M.S

• Diterbitkan oleh:

PENERBIT PERCETAKAN CV. CITRA MALANGAnggota IKAPI No. 015/JTI/98Jl. Perum Sumbersari Baru 27 Malang 65146

• Hak cipta dilindungi undang-undangDilarang mengutip atau memperbanyak dalam bentuk apa pun tanpa izin tertulis dariPenerbit.

• Cetakan I: 2010

Page 7: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

V

Daftar Pustaka

KATA PENGANTAR

Kepemerintahan yang baik (Good Governance) merupa-kan isu yang paling mengemuka dalam pengelolaan admi-nistrasi publik dewasa ini. Konsepsi Kepemerintahan yangbaik menuntut setiap Aparatur Pemerintah untuk bertanggungjawab dan mempertanggung jawabkan segala sikap, perilakudan kebijakannya kepada masyarakat. Untuk itu diperlukanaparatur yang memiliki kapasitas dan kapabilitas untuk meng-optimalkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya; dilandasisemangat pengabdian yang berorientasi pada pelayanan pu-blik, pengayoman dan pemberdayaan rakyat. Penyelengga-raan pemerintahan yang demikian akan mampu membang-kitkan dukungan dan kepercayaan (supporting and trusting).

Salah satu kelemahan dasar dalam pelayanan publik diIndonesia adalah masalah moralitas. Etika merupakan konsepyang mampu menjabarkan apa yang terdapat didalam moral,menjelaskan apa yang benar dan apa yang salah (code of

conduct). Sedangkan produk akhir dari birokrasi adalah pe-layanan publik. Sehingga etika merupakan salah satu faktoryang sangat menentukan dan menjadi ukuran kepuasan publikyang dilayani sekaligus ukuran keberhasilan organisasi pela-yanan publik. Selama ini, literatur mengenai etika dan pela-yanan publik selalu diulas secara partial dan terpisah.

v

Page 8: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

vi

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

Karena itu, Buku Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publikmerupakan sebuah terminologi yang berusaha menempatkandan menjelaskan korelasi serta keterkaitan antara etika, pe-layanan publik dan birokrasi. Terminologi yang berusahamengungkapkan apa, mengapa, bagaimana dan untuk apaetika birokrasi dalam pelayanan publik. Hal ini didorong olehadanya kesadaran akan kenyataan bahwa dewasa ini tuntutanmasyarakat semakin beragam, sementara sumber daya bi-rokrasi yang dimiliki sangat terbatas baik dalam jumlah mau-pun kualitasnya. Administrasi publik dituntut untuk mampu men-jawab berbagai tantangan dari persoalan-persoalan yang ada.

Buku ini disusun dalam suatu kerangka pikir yang simpeldengan bahasa yang sederhana sehingga dapat dibaca olehseluruh lapisan masyarakat, khususnya yang terkait dengantugas-tugas birokrasi, tugas-tugas pelayanan publik sepertiaparatur pemerintah. Selain itu, buku ini dapat dipakai seba-gai salah satu referensi dalam diskusi dan pembelajaran me-ngenai Good Governance.

Penulis meyadari bahwa buku ini masih terdapat kekura-ngan. Oleh sebab itu kami sangat berterima kasih apabila adakritik dan saran dari para pembaca untuk penyempurnaandimasa datang.

Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi kita semua,amin!

Malang, Juni 2010Kridawati

vi

Page 9: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

VII

Daftar Pustaka

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ........................................................... vDaftar Isi .............................................................. vii

BAB I PENDAHULUAN: APA ITU ETIKA ........... 11. Konsep Etika ......................................... 12. Pendekatan Etika dalam Administrasi

Publik .................................................... 83. Konsep Perkembangan Moral ................ 204. Sifat Nilai Moral: Relativitas/kenisbian .... 275. Karakteristik Nilai Moral ......................... 316. Pertimbangan Etis ................................. 347. Kebenaran Etis ...................................... 38

BAB II ETIKA ADMINISTRASI PUBLIK ............... 411. Konsep Etika Administrasi Publik........... 442. Hirarki Etika Dalam Pelayanan Publik .... 493. Konsep Legitimasi Kekuasaan .............. 544. Etika: Aplikasi dan Pengembangannya .. 66

BAB III BIROKRASI INDONESIA .......................... 811. Konsep Birokrasi ................................... 812. Karakteristik Birokrasi ........................... 89

vii

Page 10: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

viii

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

3. Wajah Birokrasi Indonesia dari Masake Masa ................................................. 94

4. Budaya Politik dan Budaya Birokrasi ..... 1015. Fungsi Birokrasi ..................................... 1126. Model - Model Birokrasi ......................... 119

BAB IV PELAYANAN PUBLIK (PUBLIC SERVICE)1271. Konsep Pelayanan Publik ...................... 1272. Asas dan Standar Pelayanan Publik ....... 1343. Prinsip-Prinsip Pelayanan Publik ........... 1384. Peningkatan Kualitas Pelayanan ............ 1435. Karakteristik Pelayanan Publik ............... 1466. Pergeseran Paradigma Model

Pelayanan Publik ................................... 1507. Indek Kepuasan Masyarakat (IKM) ......... 152

BAB V ETIKA BIROKRASI DALAM PELAYANAN

PUBLIK ..................................................... 1591. Pendahuluan .......................................... 1592. Implementasi Etika dalam

Penyelenggaraan Pelayanan Publikdi Indonesia ........................................... 163

3. Peran Strategis Pemerintah dalamPelayanan Publik ................................... 172

4. Nilai dan Prinsip Etika Pelayanan Publik 176

viii

Page 11: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

IX

Daftar Pustaka

5. Kepemimpinan dalam Pelayanan Publik 1836. Cara Meningkatkan Perilaku Etis ........... 1927. Perubahan Birokrasi:

menuju Good Governance ..................... 194

BAB VI REFORMASI BIROKRASI:

OPTIMALISASI PELAYANAN PUBLIK .... 1991. Mengapa Perlu Reformasi Birokrasi? .... 1992. Hakikat Reformasi Birokrasi .................. 2063. Upaya Reformasi Birokrasi .................... 2114. Prinsip-prinsip Reformasi Birokrasi ........ 2225. Reformasi Birokrasi:

Menuju Pelayanan Prima........................ 238

BAB VII GOOD GOVERNANCE DALAM

BIROKRASI

(Refleksi Implementasi Good

Governance dalam Otonomi Daerah ...... 2671. Konsep Good Governance .................... 2672. Makna Good dalam Good Governance.. 2723. Karakteristik dan Prinsip-prinsip

Good Governance ................................. 2754. Birokrasi dan Akuntabilitas Pelayanan

Publik .................................................... 283

ix

Page 12: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

x

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

5. Birokrasi dan Responsivitas PelayananPublik .................................................... 297

6. Birokrasi dan Transparansi PelayananPublik .................................................... 300

7. Birokrasi dan Pelayanan Partisipatif ....... 3028. Good Governance dan Good Local

Governance ........................................... 304

BAB VIII KORUPSI DAN MANIPULASI .................. 3091. Pendahuluan .......................................... 3092. Konsep Korupsi dan Manipulasi ............. 3143. Korupsi dan Mal-administration ............. 3204. Faktor-Faktor Penyebab terjadinya

Korupsi .................................................. 3275. Jenis-Jenis Korupsi ............................... 3336. Bentuk-bentuk Praktek Korupsi .............. 3367. Strategi Memberantas Korupsi ............... 347

BAB IX DILEMA ETIKA .......................................... 353

Dartar Pustaka .......................................................... 369

x

Page 13: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

1

Pendahuluan: Apa itu Etika

1

BAB I

PENDAHULUAN: APA ITU ETIKA

1. Konsep Etika

Di tengah akselerasi perkembangan ilmu pengetahuandan teknologi dewasa ini, upaya pelestarian peradaban daneksistensi manusia sebagai makhluk yang rasional dan ob-yektif mutlak dilakukan. Untuk itu diperlukan kaidah – kaidahmoral sebagai role expectation untuk menjaga agar prosessosial dapat berjalan tertib, utamanya dengan semakin kom-pleksnya interaksi antar-individu dalam komunikasi sejagad(global).

Role expectation merupakan acuan yang menentukanapakah sikap, perilaku dan tindakan kita sesuai dengan hukummoral. Ukurannya benar dan salah, baik dan buruk akan terlihatpada reaksi masyarakat atau environment sosial yang ada.Sehingga etika pada hakikatnya tidak mempersoalkan kea-daan manusia secara fisik tetapi mempersoalkan bagaimanamanusia harus bertindak. Untuk itu, perlu merumuskan aturan-aturan /kaidah-kaidah yang disepakati bersama oleh masya-rakat. Norma – norma tersebut senantiasa adaptif dengan di-namika sosial yang selalu berubah seiring dengan arah per-kembangan manusia.

Page 14: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

2

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

Dalam banyak tulisan istilah etika, moral dan moralitas se-ringkali digunakan secara bergantian, dengan kata lain jarangsekali penulis menggunakan istilah tersebut secara konsisten.Meskipun etika dan moral tersebut hampir sama, namun ter-dapat perbedaan antara keduanya. Sebelum membicarakanperbedaannya, kita tinjau terlebih dahulu pengertian etika danmoral itu.

Istilah “ etika “ berasal dari bahasa Yunani kuno, ethos.

Kata ethos dalam bentuk tunggal mempunyai banyak arti : tem-pat tinggal yang biasa; padang rumput, kandang ; kebiasaan,adat ; akhlak, watak ; perasaan, sikap, cara berpikir. Dalambentuk jamak ta etha, artinya adat kebiasaan. Dalam arti ja-mak inilah yang kemudian melatarbelakangi terbentuknya is-tilah “etika” yang oleh Aristoteles ( 384 – 322 SM) sudah dipa-kai untuk menunjukkan filsafat moral. Secara etimologis “ etika”berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentangadat kebiasaan, adat. Jadi etimologi kata “etika” sama denganetimologi kata “moral” yang berarti adat kebiasaan. Walaupunbahasa asalnya berbeda; “etika” dari bahasa Yunani, sedang“moral” dari bahasa Latin yaitu mor atau mores (Bertens,2004:4)

Etika merupakan cabang dari filsafat yang berkaitan de-ngan studi tentang prinsip-prinsip dan tindakan-tindakan moral.De George sebagaimana dikutip oleh Denhardt (1991:101)mendefinisikan Etika sebagai berikut : Ethics is a systematic

attempt throught the us of reason to make sense of our indivi-

Page 15: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

3

Pendahuluan: Apa itu Etika

dual and social moral experience in such a way as to deter-

mine the rules which ought to govern human conduct (Etikaadalah suatu usaha yang sistematis dengan menggunakanpenalaran untuk memberikan arti bagi pengalaman-pengala-man moral pribadi dan sosial untuk menentukan aturan-aturanyang menuntun perilaku manusia). Atau John P. Noman SJ1

mengatakan bahwa “Ethics is the science of the morality of

human acts” (Etika adalah ilmu pengetahuan yang mempela-jari moralitas dari perbuatan – perbuatan manusia. Sedangkanmorality adalah “the goodness or badness, the rightness or

wrongness of human acts . Jadi etika mempelajari sikap, ting-kahlaku dan tindakan (perbuatan) manusia tentang yang baikdan buruk, benar dan salah yang mempergunakan norma –norma atau ukuran nilai sebagai kriterianya.

Dari pengertian diatas dapatlah dikatakan bahwa etikaberkaitan dengan proses yang menjelaskan apa yang benardan yang salah dan menuntun kita bertindak berdasarkan apayang kita anggap benar. Etika juga berkaitan dengan peng-gunaan nalar dalam menentukan suatu tindakan yang benar.Etika berusaha menentukan suatu standar moral. Moral ber-kaitan dengan praktek-praktek dan kegiatan-kegiatan yangdianggap benar atau salah. Moral juga berkaitan dengan nilai-nilai yang dicerminkan oleh praktek-praktek tersebut dan atur-

1 General and Special Ethics, 1972 , hlm.1 dalam Wijaya, 2004 , hlm. 56

Page 16: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

4

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

an-aturan yang menuntun pelaksanaan praktek-praktek terse-but dalam situasi tertentu.

Moral suatu masyarakat, sebuah sistem politik atau orga-nisasi publik berkaitan dengan apa yang dianggap benar atausalah dalam kelompok itu. Moral menyatakan nilai-nilai tertentuyang dianggap penting oleh anggota-anggota kelompok ter-sebut dan dicerminkan di dalam hukum, peraturan, kebijakanatau prosedur. Tindakan moral adalah tindakan yang konsistendengan moral kelompok, yang menyatakan komitmen yangpaling mendasar dari kelompok itu tentang apa yang benardan yang salah.

Dengan memperhatikan beberapa sumber diatas, Bertensberkesimpulan bahwa ada tiga arti penting etika, yaitu (1) etikasebagai nilai-nilai moral dan norma-norma moral yang menjadipegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam meng-atur tingkah lakunya, atau disebut dengan “sistim nilai”; (2)etika sebagai kumpulan asas atau nilai moral yang sering di-kenal dengan “kode etik”; dan (3) sebagai ilmu tentang yangbaik atau buruk, yang acapkali disebut “filsafat moral”. Pen-dapat seperti ini mirip dengan pendapat yang ditulis dalamThe Encyclopedia of Philosophy yang menggunakan etikasebagai (1) way of life; (2) moral code atau rules of conduct,

(Denhardt, 1988).Dari uraian diatas tampak bahwa etika dan moral hampir

sama dan digunakan saling bergantian misalnya kita menyebutsuatu tindakan yang benar secara moral sebagai tindakan etis.

Page 17: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

5

Pendahuluan: Apa itu Etika

Juga sebaliknya kita menyebut kode perilaku moral sebagaikode etik. Namun untuk mengetahui perbedaan etika , moraldan moralitas itu penting tidak hanya karena alasan-alasanfilosofis tetapi juga karena fokusnya, sebagaimana dikemu-kakan oleh Solomon (dalam Kumurotomo, 2001,6) bahwa Eti-ka merujuk kepada dua hal yaitu:1. Etika berkaitan dengan disiplin ilmu yang mempelajari ten-

tang nilai-nilai yang dianut oleh manusia beserta pembe-narannya dan dalam hal ini etika merupakan salah satucabang dari filsafat.

2. Etika merupakan pokok permasalahan di dalam disiplinilmu itu sendiri yaitu nilai-nilai yang hidup dan hukum-hukumyang mengatur tingkah laku manusia.

Moral dalam pengertiannya yang umum menaruh pene-kanan kepada karakter dan sifat-sifat individu yang khusus,di luar ketaatan kepada peraturan. Maka moral merujuk ke-pada tingkah laku yang bersifat spontan seperti rasa kasih,kemurahan hati, kebesaran jiwa, dan sebagainya, yang kese-muanya tidak terdapat dalam peraturan-peraturan hukum. Se-dangkan moralitas mempunyai makna yang lebih khusus se-bagai bagian dari etika. Moralitas berfokus kepada hukum-hukum dan prinsip-prinsip yang abstrak dan bebas. Orangyang mengikari janji yang telah diucapkannya dapat dianggapsebagai orang yang tidak dapat dipercaya atau tidak etis tetapi

Page 18: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

6

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

bukan berarti tidak bermoral, tekanannya disini adalah padaunsur keseriusan pelanggaran yang dilakukan.

Walaupun secara epistemologis etika, moral dan moralitasmemiliki pengertian yang sama namun ketiganya dapat dibe-dakan. De Vos (2002:1) mengatakan bahwa etika adalah ilmupengetahuan tentang kesusilaan atau moral. Sedangkan moraladalah hal-hal yang mendorong manusia untuk melakukan tin-dakan-tindakan yang baik sebagai kewajiban atau norma.Etika lebih banyak dikaitkan dengan prinsip-prinsip moral yangmenjadi landasan bertindak seseorang yang mempunyai pro-fesi tertentu (disebut kode etik). Moral lebih tertuju pada per-buatan orang secara individual; mempersoalkan kewajibanmanusia sebagai manusia. Disini jelas bahwa keterkaitan an-tara etika dan moral sangatlah erat, walaupun terdapat sedikitperbedaan.

Moralitas dimaksudkan untuk menentukan sampai sejauhmana seseorang memiliki dorongan untuk melaksanakan tin-dakan-tindakannya sesuai dengan prinsip-prinsip etika danmoral. Dalam hal ini latar belakang budaya, pendidikan, pe-ngalaman dan karakter individu adalah sebahagian dari faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat moralitas seseorang. Ting-kat moralitas ini tidaklah diukur perbedaannya secara hitamputih, tetapi diukur dari kadar atau kuat tidaknya doronganseseorang itu untuk mencari kebenaran atau kebaikan. Jadisekali lagi moralitas berkenaan dengan nilai-nilai etika danmoral yang terdapat di dalam hati nurani seseorang besertainternalisasi nilai-nilai itu dalam dirinya.

Page 19: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

7

Pendahuluan: Apa itu Etika

Alur tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Jadi, etika merupakan suatu konsep yang mampu menja-barkan apa yang terdapat didalam moral. Menjelaskan apayang benar dan apa yang salah. Etika juga dipandang sebagaiIlmu yang mencari orientasi (atau apa yang harus dilakukan,mempunyai sebuah tujuan dan target), serta etika berusahadalam menentukan suatu standar moral.

Page 20: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

8

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

2. Pendekatan Etika Dalam Administrasi Publik

Ada 2 pendekatan yang secara umum digunakan dalametika administrasi yaitu Utilitarianism dan Deontology. Pen-dekatan Utilitarianism sebenarnya merupakan salah satu ka-tegori pendekatan dalam kelompok pendekatan teleologis,disamping pendekatan ethical egoism.2

Pertama pendekatan teleologi. Pendekatan teleologi ter-hadap etika administrasi berpangkal tolak bahwa apa yangbaik dan buruk atau apa yang seharusnya dilakukan oleh ad-ministrasi. Acuan utamanya adalah nilai kemanfaatan yangakan diperoleh atau dihasilkan, yakni baik atau buruk dilihatdari konsekuensi keputusan atau tindakan yang diambil. Da-lam konteks administrasi publik pendekatan teleologis me-ngenai baik dan buruk itu, diukur antara lain dari pencapaiansasaran kebijakan-kebijakan publik (seperti pertumbuhan eko-nomi, pelayanan kesehatan, kesempatan mengikuti pendidik-an, kualitas lingkungan), pemenuhan pilihan-pilihan masyara-kat atau perwujudan kekuasaan organisasi, bahkan kekuasaanperorangan kalau itu menjadi tujuan dari administrasi.

Pendekatan ini juga terdiri atas berbagai kategori, antaralain (dua yang utama), yaitu pertama, adalah ethical egoism,yang berupaya mengembangkan kebaikan bagi dirinya. Pe-lopor pendekatan ini yang amat dikenal adalah Niccolo Ma-chiavelli, seorang birokrat Itali (Florensia) pada abad ke -15,

2 Ginandjar Kartasasmita dalam Administrasi Pembangunan (1997:27)

Page 21: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

9

Pendahuluan: Apa itu Etika

yang menganjurkan bahwa kekuasaan dan survival pribadiadalah tujuan yang benar untuk seorang administrator peme-rintah; kedua, adalah utilitarianism, yang pangkal tolaknyaadalah prinsip kefaedahan (utility), yaitu mengupayakan yangterbaik untuk sebanyak-banyaknya orang. Prinsip ini sudahberakar sejak lama, terutama pada pandangan-pandanganabad ke-19, antara lain dari Jeremy Bentham dan John StuartMills.

Di antara keduanya yaitu egoism dan utilitarianism, tidakterdapat jurang pemisah yang tajam karena merupakan suatukontinuum, sehingga di antaranya dapat ditempatkan, misal-nya pendapat Weber bahwa seorang birokrat sesungguhnyabekerja untuk kepentingan dirinya sendiri pada waktu ia me-laksanakan perintah atasannya, yang oleh Chandler (1994)disebut sebagai “a disguise act of ego”. Namun, dalam masamodern dan pasca modern ini, pandangan utilitarianism ataukelompok pendekatan teleologis ini memperoleh lebih banyakperhatian. Dalam pandangan ini yang amat pokok adalah bu-kan memperhatikan nilai-nilai moral, tetapi konsekuensi dalamkeputusan dan tindakan administrasi itu bagi masyarakat3. Ke-3 Misalnya, membunuh bertentangan dengan nilai yang amat mendasar dalam moral,

tetapi membunuh musuh (bahkan dalam situasi tertentu sebanyak-banyaknya, denganmenjatuhkan bom atom, misalnya) dibenarkan karena yang menjadi pertimbanganadalah apa yang ingin dicapai dari tindakan itu. Contoh lain adalah bahwa tidaksemua kebenaran dapat dibeberkan oleh pemerintah kepada masyarakat karena bisamerugikan, misalnya hubungan dengan negara lain, atau sesuatu yang sedangdiperjuangkan, atau yang dapat menimbulkan gejolak apabila dikemukakan. Di siniperbuatan untuk tidak berbicara sejujurnya, yang bertentangan dengan etika,dibenarkan, karena konsekuensi dari berbicara yang sebenarnya akan berakibat burukbagi kepentingan umum.

Page 22: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

10

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

pentingan umum (public interest) merupakan ukuran pentingmenurut pendekatan ini. Di sini pun ditemui pula berbagai ma-salah.1. Siapa yang menentukan apakah sesuatu sasaran, ukuran,

atau hasil yang dikehendaki didasarkan pada kepentinganumum, dan bukan kepentingan si pengambil keputusansendiri, atau kelompoknya, atau kelompok yang ingin di-untungkan4.

2. Di mana letak batas antara hak perorangan dengan ke-pentingan umum. Jika kepentingan umum mencerminkandengan mudah kepentingan banyak individu, maka ma-salahnya sederhana5. Namun, jika ada perbedaan tajamantara keduanya, maka akan timbul masalah6.

3. Bagaimana membuat perhitungan yang tepat bahwa lang-kah-langkah yang dilakukan akan menguntungkan kepen-tingan umum dan tidak merugikan. Hal ini penting oleh ka-rena kekuatan dari pendekatan (utilitarianism) ini adalahbahwa dalam neracanya harus diperoleh manfaat yang se-besar-besarnya dan kerugian yang sekecil-kecilnya, untuk

4 Nicholas Henry, menyatakan: “Public administrators do make political decisions,but no effective moral and philosophic guidelines exist for their making these deci-sions in the public interest.”

5 Misalnya, upaya mengendalikan inflasi, dengan kebijakan memperketat jumlah uangberedar. Kebijakan publik seperti itu akan mengakibatkan naiknya suku bunga,sehingga memberatkan beban dunia usaha, tetapi hasil yang akan diperoleh, yaitustabilitas ekonomi, mencerminkan kepentingan yang lebih luas.

6 Misalnya, dalam beberapa kasus pembebasan tanah di daerah-daerah, seperti WadukNipah di Madura

Page 23: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

11

Pendahuluan: Apa itu Etika

kepentingan masyarakat secara keseluruhan. Ataudengan kata lain efisiensi7.

Secara ringkas, pendekatan Utilitarianism berpendapatbahwa suatu tindakan itu benar apabila mendatangkan man-faat yang paling besar bagi banyak orang. Menurut pandanganpenganut pendekatan ini, tidak ada prinsip-prinsip universalyang dapat dijadikan pedoman suatu tindakan. Manfaat danbiaya yang berkaitan dengan setiap tindakan harus dihitunguntuk menilai apakah tindakan itu bermoral atau tidak . Peng-anut pendekatan ini mengatakan bahwa suatu kebenaran tidakdapat secara apriori dinilai benar atau salah. Benar atau sa-lahnya suatu kebenaran tergantung pada perhitungan siapayang dibantu dan siapa yang dirugikan oleh tindakan itu. Tin-dakan-tindakan itu sendiri tidak memiliki nilai-nilai intrisik, tin-dakan-tindakan itu hanya merupakan alat untuk mencapai hal-hal yang memiliki nilai. Contoh: Membangun jalan raya yangmelewati suatu lingkungan tertentu dan merepotkan orang ba-nyak tetapi memberikan manfaat yang besar bagi banyak or-ang, maka pembangunan jalan raya tersebut dianggap seba-

7 Dalam hal ini kita bisa mengambil contoh konsep kita sendiri di Indonesia. Deregulasidan debirokratisasi akan meningkatkan efisiensi, karena itu adalah perbuatan yangbaik atau benar. Tetapi, dengan langkah itu yang kuat akan makin kuat daya saingnyadan yang lemah bisa makin lemah kalau dibiarkan begitu saja.Akibatnya terjadi kesenjangan yang melebar. Pertimbangan baik buruk di sini haruslahmemperhitungkan aspek-aspek tersebut, yang mungkin akan menghasilkan kesimpulanperlu dilakukannya upaya lain yang akan menutupi kerugian tersebut. Misalnya,dengan program-program kebijakan pemberdayaan untuk memperkuat daya sainglapisan masyarakat yang lebih lemah

Page 24: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

12

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

gai tindakan yang benar. Dalam hal ini administrator tidak me-ngikuti suatu prinsip moral yang telah ditentukan sebelumnya,tetapi akan menghitung biaya dan manfaat suatu kasus khu-sus, tidak secara umum.

Salah satu jawaban yang juga berkembang adalah apayang disebut pilihan publik, suatu teori yang berkembang atasdasar prinsip-prinsip ekonomi. Pandangan ini berpangkal pa-da pilihan-pilihan perorangan (individual choices) sebagai ba-sis dari langkah-langkah politik dan administratif. Memaksi-malkan pilihan-pilihan individu merupakan pandangan teleo-logis yang paling pokok, dengan mengurangi sampai sekecilmungkin biaya atau beban dari tindakan kolektif terhadap indi-vidu. Konsep ini berkaitan erat dengan prinsip-prinsip ekonomipasar dan partisipasi masyarakat dalam pengambilan kepu-tusan; bahwa ada konflik dalam pilihan-pilihan tersebut, se-hingga persoalan bagaimana mengelola konflik-konflik itu me-rupakan tantangan pokok bagi administrasi dalam merancangdan mengelola badan – badan dan program-program publik.

Pendekatan kedua adalah Deontology ,dari kata Yunaniyang berarti tugas (duty). Pendekatan ini berdasar pada prin-sip-prinsip moral yang harus ditegakkan karena kebenaranyang ada dalam dirinya, dan tidak terkait dengan akibat ataukonsekuensi dari keputusan atau tindakan yang dilakukan.Asasnya adalah bahwa proses administrasi harus berlandas-kan pada nilai-nilai moral yang mengikat. Kathryn G.Denhardt(1988), mengatakan “Organizations and their members must

Page 25: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

13

Pendahuluan: Apa itu Etika

not be moral only where it is efficient to do so, they must be

efficient only where it is moral to do so”. Pendekatan ini punmemiliki pandangan yang variatif. Yang amat mendasar adalahpandangan yang bersumber pada falsafah Immanuel Kant(1724-1809), yaitu bahwa moral adalah imperatif dan kate-goris, yang tidak membenarkan pelanggaran atasnya untuktujuan apa pun, meskipun karena itu masyarakat dirugikan atauharus jatuh korban8. Ada pula pandangan relativisme dalammoral dan kebudayaan, yang menolak kekakuan dan absolu-tisme dalam memberi nilai pada moral.

Menurut pandangan ini suatu peradaban atau kebudayaanakan menghasilkan sistem nilainya sendiri, yang dapat tetapi ti-dak harus selalu sama dengan peradaban atau kebudayaan lain9

Dari pokok pikiran tersebut berkembang pandangan-pan-dangan yang disebut situationism yang bertentangan denganpaham universalism. Situation ethics ini intinya adalah bahwadeterminan dari moralitas yang ditetapkan berkaitan dengansituasi tertentu10

8 Contoh yang sering dibicarakan; berbohong untuk melindungi nyawa seseorang.Menurut pandangan ini, dengan tujuan apa pun berbohong tidak bisa dibenarkan

9 Banyak contoh mengenai hal ini. Misalnya, poligami diterima di sebagian masyarakatseperti di dunia Islam, atau poliandri di masyarakat Hindu tertentu, tetapi di dunialain tidak diterima.

1 0 Rohr menjelaskannya sebagai berikut: “One of the perennial questions in the historyof ethics has been whether particular moral principles are based on nature orconvention. Is morality something of man’s own making, something that differs fromage to place and are rooted in man’s being? In the ancient world, Plato re portedSocrates’ rigorous inquiry into this problem and Sophocles’ Antigone has immortal-ized the problem in verse. Medieval men carried on the debate with the pithy Latinphrase: malum quia prihibitum aut prohibitum quia malum. That is, is somethingevil because it is prohibited or is it prohibited because it is evil? The contemporaryversion of the debate is frequently couched in terms of “situation ethics”.

Page 26: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

14

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

Dengan kata lain, pendekatan ini menekankan bahwa prin-sip-prinsip yang luas tentang benar dan salah dapat dibentukdan bahwa prinsip-prinsip ini tidak tergantung pada akibat su-atu tindakan tertentu. Penganut pendekatan ini cenderung ber-fokus pada tugas-tugas atau tanggungjawab seseorang yaitumelakukan sesuatu yang secara moral benar dan menghindaritindakan yang secara moral salah, tanpa memperdulikan akibatdari suatu tindakan. Dengan menggunakan pendekatan de-ontology, seorang administrator akan bertindak sesuai denganprinsip-prinsip moral yang diterima secara umum, misalnyatentang kejujuran. Administrator diharapkan mengatakan ke-benaran dengan menepati janji yang telah diucapkannya. Da-lam hal ini mereka bertindak bukan berdasarkan hukum ataukode etik tetapi berdasarkan prinsip-prinsip moral yang dite-rima secara umum. Dalam situasi tertentu tindakan ini mungkinmerugikan kepentingan organisasi tetapi karena tindakan itudapat dibenarkan sebab konsisten dengan aturan moral yangditerima secara umum, administrator merasa wajib bertindakdemikian.

Dalam prakteknya, memasukkan nilai-nilai moral ke dalamadministrasi, merupakan upaya yang tidak mudah, karena ha-rus mengubah pola pikir yang sudah lama menjiwai adminis-trasi, seperti yang dicerminkan oleh paham utilitarianisme.Oleh karena administrasi dipahami sebagai usaha bersamauntuk mencapai suatu tujuan, maka pencapaian tujuan itu me-rupakan nilai utama dalam administrasi. Fox (1994), menge-

Page 27: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

15

Pendahuluan: Apa itu Etika

tengahkan tiga pandangan yang menggambarkan pendekatandeontologi dalam etika administrasi.

Pertama, pandangan mengenai keadilan sosial, yang mun-cul bersama berkembangnya “Administrasi Negara Baru” (an-tara lain Frederickson dan Hart, 1985)11. Menurut pandanganini administrasi negara haruslah secara proaktif mendorongterciptanya pemerataan atau keadilan sosial (social equity).Mereka melihat bahwa masalah yang dihadapi oleh adminis-trasi negara modern adalah adanya ketidakseimbangan da-lam kesempatan sehingga mereka yang kaya, memiliki pe-ngetahuan, dan terorganisasi dengan baik, memperoleh posisiyang senantiasa menguntungkan dalam negara. Karena itu,administrasi haruslah membantu yang miskin, yang kurang me-miliki pengetahuan dan tidak terorganisasi. Pandangan ini cu-kup berkembang, meskipun di dunia akademik banyak jugapengeritiknya.

Kedua, apa yang disebut regime values atau regime

norms. Pandangan ini terutama bersumber dari Rohr (1989),yang berpendapat bahwa etika administrasi negara harus me-ngacu kepada nilai-nilai yang melandasi keberadaan negarayang bersangkutan. Dalam hal ini ia merujuk kepada konstitusiAmerika yang harus menjadi landasan etika para administrasidi negara itu. Ketiga, tatanan moral universal atau universal

moral order (antara lain Denhardt, 1988, 1991). Pandangan

1 1 Pandangan ini tidak lepas dari pengaruh John Rawls (1971), dengan “Theory ofJustice”nya yang menjadi rujukan dari berbagai teori pemerataan dan keadilan sosial.

Page 28: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

16

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

ini berpendapat bahwa ada nilai-nilai moral yang bersifat uni-versal yang harus menjadi pegangan bagi administrator publik.Masalahnya, nilai-nilai moral itu sendiri banyak yang diperta-nyakan karena beragamnya sumbernya dan juga kebudayaanserta peradaban.

Terkait dengan itu, belakangan ini banyak kepustakaanetika administrasi yang membahas dan mengkaji etika keba-jikan (ethics of virtue). Etika ini membahas tentang karakteryang dikehendaki dari seorang administrator. Hal ini (konsepini) merupakan koreksi terhadap paradigma yang berlaku se-belumnya dalam administrasi, yaitu etika sebagai aturan (eth-

ics as rules), yang dicerminkan dalam struktur organisasi danfungsi-fungsi serta prosedur, termasuk di dalamnya sistem in-sentif dan disinsentif dan sanksi-sanksi berdasarkan aturan12.Pandangan etika kebajikan bertumpu pada karakter individu.Pandangan ini seperti juga pandangan “Administrasi NegaraBaru” bersumber dari konperensi Minnowbrook di New Yorkpada akhir dasawarsa 1960-an, yang ingin memperbaharuidan merevitalisasi bidang studi administrasi negara. Ethics

of virtue (berisi nilai-nilai kebajikan) yang diharapkan dapat

1 2 Antara lain D.K. Hart (1994) mengungkapkannya sebagai berikut: “.. For too long,the management orthodoxy has taken as axiomatic the proposition that “good sys-tems will produce good people,” and that ethical problems will yield to better sys-tems design. But history is clear that a just society depends more upon the moraltrustworthiness of its citizens and its leaders than upon structures designed to trans-form ignoble actions into socially usefull results. Systems are important, but goodcharacter is more important. As a result, management scholars and practitionersare giving increasing attention to administrative ethics…”

Page 29: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

17

Pendahuluan: Apa itu Etika

mengendalikan peran seseorang di dalam organisasi sehing-ga pencapaian tujuan organisasi senantiasa berlandaskannilai-nilai moral yang sesuai dengan martabat kemanusiaan.

Tantangan berikutnya adalah menemukan apa saja nilai-nilai kebajikan itu, atau lebih tepatnya lagi nilai-nilai mana yangpokok (cardinal values), dan mana yang menjadi turunan (de-

rivative) dari nilai-nilai pokok itu. Frankena (1973) misalnya,mengatakan bahwa hanya ada dua kebajikan pokok (cardi-

nal virtues), yaitu benevolence dan justice. Semua nilai ke-bajikan lain bersumber dari kedua nilai utama itu13. Hart me-ngatakan bahwa kebajikan pokok itu adalah eudaimonia danbenevolence.14

Sehingga administrator yang bajik (virtuous administra-

tor) adalah orang yang berusaha, seperti dikatakan oleh Hart(1995) agar kebajikan menjadi sentral dalam karakternya sen-diri, yang akan membimbingnya dalam perilakunya dalam or-ganisasi. Selain itu, administrator yang bajik berkewajiban mo-ral untuk mengupayakan agar kebajikan juga menjadi karakter

1 3 Ia mengatakan “many moralists, among them Schopenhouer, have taken benevo-lence and justice to be the cardinal moral virtues, as I would. It seems to me that allof the usual virtues (such aslove, courage, temperance, honesty, gratitude, andconsiderateness), at least insofar as they are moral virtues, can be d erived fromthese two”.

1 4 Yang dimaksud dengan eudamonia menurut Hart adalah konsep bahwa “all individu-als are born with unique potentialities and the purpose of life is to actualize them inthe world. These potentialities involve, first, moral virtues and, second, our uniqueindividual talents. With respect to morality, eudaimonia cannot involve harmingeither self or others, as the prefix “eu”, or “good,” makes clear.” Sedangkan be-nevolence diartikannya sebagai “the love of other “.

Page 30: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

18

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

mereka yang bekerja di bawahnya. Namun, dinyatakannya pu-la bahwa kebajikan tidak bisa dipaksakan kepada yang lainkarena kebajikan harus berasal dari diri masing-masing indi-vidu (voluntary observance). Ia menekankan bahwa “virtue

does not yield to social engineering.” Pada bagian ini, Hartmengetengahkan pentingnya pendidikan mengenai kebajikansejak dini, serta dilancarkannya kebijakan-kebijakan program,praktek-praktek yang mendorong berkembangnya nilai-nilaikebajikan dalam organisasi. Dan yang teramat penting adalahketeladanan. Ia sendiri mengakui bahwa tidak ada orang yangdapat mencapai tingkat kebajikan yang ideal, maka dalametika kebajikan yang penting adalah proses untuk menginter-nalisasikan nilai – nilai dibandingkan dengan hasilnya. Pene-kanannya pada proses internalisasi nilai, atau enkulturasi nilai.

Berbicara mengenai etika dalam organisasi, sejumlah pa-kar membedakan antara etika perorangan (personal ethics)

dan etika organisasi. Etika perorangan menentukan baik atauburuk dalam perilaku individual seseorang dalam hubungan-nya dengan orang lain dalam organisasi. Etika organisasi me-netapkan parameter dan merinci kewajiban (obligations) or-ganisasi, dan konteks tempat keputusan-keputusan etika per-orangan itu dibentuk (Vasu, Stewart, Garson, 1990). Dua halpenting bagi para pengkaji organisasi yaitu memahami lebihdalam hakikat etika perorangan dan etika organisasi sertainteraksinya. Nilai-nilai kebajikan tersebut adalah etika per-

Page 31: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

19

Pendahuluan: Apa itu Etika

orangan yang harus dimiliki siapa saja, tidak terkecuali, bah-kan terutama harus dimiliki oleh mereka yang menjadi peng-abdi masyarakat (public servants).

Selain itu, penting juga membahas etika profesional Etikaprofesional lebih sempit dibandingkan dengan etika perorang-an yang berlaku buat semua. Dalam meng-analisis etika per-orangan dari kaca mata ilmu administrasi, Rohr (1983) mem-baginya dalam kelompok metaetika (studi mengenai dasar-dasar linguistik dan epistemiologis dari etika), etika umum(prinsip-prinsip mengenai benar dan salah), dan etika khusus.Etika khusus dibaginya lagi menjadi etika individual dan etikasosial. Dalam etika khusus ini ia memasukkan etika profesio-nal.

Etika profesional berkaitan dengan pekerjaan seseorang.Oleh karena itu, etika profesional berlaku dalam suatu kerang-ka yang diterima oleh semua yang secara hukum atau secaramoral mengikat mereka dalam kelompok profesi yang ber-sangkutan. Etika profesional pada profesi tertentu dilemba-gakan dalam apa yang umum disebut kode etik. Misalnya,kode etik untuk dokter, guru, hakim, pengacara, wartawan, ar-sitek, pegawai negeri, periklanan dan sebagainya. Kode etikitu ada yang diperkuat oleh sistem hukum, atau mengikat se-cara sosial dan secara kultural, sehingga mengikat secaramoral.

Page 32: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

20

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

3. Konsep Perkembangan Moral

Tahapan perkembangan moral adalah ukuran dari tinggirendahnya moral seseorang berdasarkan perkembangan pe-nalaran moralnya seperti yang diungkapkan oleh Pakar Psi-kologi Lawrence Kohberg sebagaimana dikutip oleh Denhardt(1991,104-106). Teori ini berpandangan bahwa penalaran mo-ral, yang merupakan dasar dari perilaku etis, mempunyai enamtahapan perkembangan yang dapat teridentifikasi. Ia meng-ikuti perkembangan dari keputusan moral seiring penambahanusia yang semula diteliti Piaget, yang menyatakan bahwa lo-

Page 33: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

21

Pendahuluan: Apa itu Etika

gika dan moralitas berkembang melalui tahapan-tahapankonstruktif. Kohlberg memperluas pandangan dasar ini, de-ngan menentukan bahwa proses perkembangan moral padaprinsipnya berhubungan dengan keadilan dan perkembang-annya berlanjut selama kehidupan Keenam tahapan tersebutdibagi kedalam tiga (3) tingkatan perkembangan moral yangdilalui orang yaitu Prakonvensional, Konvensional dan Pas-cakonvensional.

Tingkat Prakonvensional Pada tingkatan ini anak mulai mengembangkan gagasan-

gagasan tertentu tentang benar atau salah. Mereka menafsir-kan berdasarkan akibat-akibat perbuatan mereka atau keku-asaan fisik orang-orang sekeliling mereka. Tingkatan ini dapatdibagi menjadi dua tahap:

Tahap pertama: Orientasi hukuman dan kepatuhan

Pada tingkat permulaan, gagasan-gagasan itu diasosia-sikan dengan hukuman (punishments). Sebagai contoh: anak-anak yang mencoret-coret tembok dengan krayon akan di-marahi, untuk menghindari akibat negatif tersebut, maka iaakan menghindari tindakan mencoret-coret tembok tersebut.Artinya, akibat-akibat fisik suatu perbuatan menentukan baikburuknya, tanpa menghiraukan arti dan nilai manusiawi dariakibat tersebut. Anak hanya semata-mata menghindarkan hu-kuman dan tunduk kepada kekuasaan tanpa mempersoalkan-

Page 34: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

22

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

nya. Jika ia berbuat “baik’, hal itu karena anak menilai tinda-kannya sebagai hal yang bernilai dalam dirinya sendiri danbukan karena rasa hormat terhadap tatanan moral yang me-landasi dan yang didukung oleh hukuman dan otoritas.

Tahap kedua: Orientasi Relativis-instrumental

Kemudian anak mulai berperilaku dengan cara tertentuuntuk memperoleh hadiah (penghargaan misalnya pujian dariorang tua). Untuk menghindari akibat negatif atau menerimapujian, anak-anak mulai berperilaku dengan cara-cara yangbercirikan sebagai benar. Dari sudut pandang anak tentu sajatidak ada kode moral. Anak hanya akan melakukan hal-haluntuk menghindari hukuman atau mencari pujian. Oleh karenaitu pada tingkatan ini akibat perbuatan-perbuatan kita menen-tukan apakah kita menganggap perbuatan kita benar atau sa-lah. Orientasi prakonvensional ini tentu saja akan kita bawake masa dewasa.

Tingkat KonvensionalPada tingkat ini orang bertindak secara moral berdasar-

kan penyesuaian dengan berbagai standar atau konvensi didalam keluarga, kelompok atau bangsa. Orang berusaha me-nyesuaikan diri dengan standar-standar moral yang ada dansecara aktif mendukung dan mempertahankannya. MenurutKohlberg ada dua fase dalam tingkatan konvensional ini yaitu:

Page 35: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

23

Pendahuluan: Apa itu Etika

Tahap ketiga: Orientasi kesepakatan antara pribadi atau

orientasi “anak manis”

Apa yang disebut dengan anak yang baik atau manis (Good

Boy/Nice Girl). Dalam hal ini kita menyesuaikan diri denganharapan-harapan orang tua, guru atau teman sebaya dengannorma-norma yang kita pelajari di rumah, di tempat-tempatibadah atau di sekolah. Kita mengembangkan aturan-aturanatau kode kode moral, standar tentang benar dan salah, mes-kipun yang kita anggap sebagai perilaku yang baik sebenar-nya hanyalah perilaku sesuai dengan harapan-harapan oranglain.

Tahap keempat: Orientasi hukuman dan ketertiban

Dalam tingkatan konvensional adalah orientasi pada hu-kum dan ketertiban (law and order). Pada fase ini kita me-ngembangkan orientasi kepada otoritas dan ketertiban sosial.Kita belajar tentang apa sebenarnya seorang warga negarayang baik. Kita mulai menerima pentingnya hidup sesuai de-ngan aturan-aturan konvensi sosial masyarakat. Pada faseini pengertian tentang tugas dan kehormatan cenderung men-dominasi perspektif moral seseorang. Kita mengetahui bahwaperilaku tertentu salah misalnya berdusta, menyontek dan men-curi, tetapi apabila ditanya mengapa, kita hanya menjawab,karena semua orang tahu perilaku tersebut salah. Kebanyakanorang dewasa tetap berada dalam tingkatan perkembanganmoral ini.

Page 36: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

24

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

Tingkat PascakonvensionalTingkatan pasca konvensional, juga dikenal sebagai ting-

kat berprinsip, terdiri dari tahap lima dan enam dari perkem-bangan moral. Kenyataan bahwa individu-individu adalah en-titas yang terpisah dari masyarakat kini menjadi semakin jelas.Perspektif seseorang harus dilihat sebelum perspektif masya-rakat. Akibat ‘hakekat diri mendahului orang lain’ ini membuattingkatan pasca-konvensional sering tertukar dengan perilakupra-konvensional. Hanya sedikit orang dewasa yang menca-pai tingkatan ini. Pada tingkatan ini, orang bertindak sesuaidengan prinsip-prinsip tersebut, bukan karena seseorang me-ngatakan harus demikian, tetapi karena orang tahu, apa yangmembuat prinsip-prinsip itu benar. Orang mendefinisikan prin-sip-prinsip moral bagi dirinya sendiri dan memahami bagai-mana nilai-nilai tersebut beroperasi secara bebas dari kelom-pok atau masyarakat. Tingkatan pascakonvensional ini jugadibagi 2 fase yaitu27:

Tahap kelima: Orientasi kontrak sosial Legalitas

Tahap kontrak sosial atau legalistik (social contract or lega-

listic) cenderung bernuansa utilitarian. Orang mengakui hak-hak individu lain, termasuk kepercayaan-kepercayaan dan ni-lai-nilai yang dimiliki seseorang dan bagaimana masyarakatterbentuk untuk mendukung hak hak itu. Hasilnya adalah pan-dangan legalistik. Pandangan ini mengakui kemungkinan pe-raturan hukum. Perubahan-perubahan semacam ini sering

Page 37: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

25

Pendahuluan: Apa itu Etika

didukung atas dasar kebaikan yang paling besar untuk palingbanyak orang.

Tahap keenam: Orientasi Prinsip Etika Universal

Fase ini merupakan tingkatan yang tertinggi dalam per-kembangan moral. Pada fase ini orang dengan bebas memilihhidup dengan serangkaian prinsip-prinsip moral abstrak ter-tentu seperti keadilan, persamaan dan penghormatan terhadapmartabat orang. Orang memilih mengikuti prinsip-prinsip inibukan karena penghargaan atau hukuman dan bukan pula un-tuk memenuhi harapan-harapan orang lain, tetapi karena or-ang faham mengapa prinsip-prinsip itu harus didukung dandengan bebas memilih hidup dengan standar-standar, sebe-narnya yang diikuti seseorang mungkin sama pada tingkatankedua maupun ketiga, tetapi ada perbedaan penting dalamalasan mengapa orang menganggap suatu tindakan benaratau salah.

Apabila anda bekerja dalam suatu organisasi publik, andaakan mengetahui bahwa banyak keputusan-keputusan etisyang anda ambil berdasarkan salah satu tingkatan perkem-bangan moral. Kita melakukan hal-hal tertentu karena hal-haltersebut akan mendatangkan penghargaan atau hukuman dankita melakukan hal-hal lain karena kita mentaati hukum-hukumatau standar-standar organisasi. Contoh: anda mungkin men-taati perintah atasan anda agar anda tidak dipecat, atau mung-kin anda membeli suatu barang (pengadaan barang inventaris)

Page 38: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

26

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

lewat proses tender dari pada membeli melalui relasi/temankarena memang demikian peraturannya. Tetapi anda jugamenghadapi kasus yang memaksa anda harus berfikir lebihhati-hati tentang standar-standar yang akan anda ikuti. Contohmembeli suatu barang (pengadaan barang inventaris) dari se-orang relasi/teman tanpa melalui sebuah tender Dalam kasussemacam ini penalaran pasca konvensional atau penalaranberprinsip memegang peranan penting.

Secara skematis ketiga tingkatan perkembangan moralbeserta fasenya tersebut diatas dapat digambarkan sebagaiberikut :

Gambar 1 Tingkat Perkembangan Moral

Pascaconventional level 6. Universal moral principles orientation 5. Social contract or legalistic orientation

Conventional level 4. Law and Order orientation 3. Good Boy–Nice Girl orientation

Preconventional level 2. Orientasi Relativis-instrumental 1. punishments orientation

Sumber: Robert .B. Dehnhard : Public Administration, An Action Orien-tation (1991:104-106)

Page 39: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

27

Pendahuluan: Apa itu Etika

4. Sifat Nilai Moral: Relativitas/kenisbian

Sebagaimana telah diuraikan bahwa moral atau moralitasmerupakan kompleksitas dari nilai-nilai, dan merupakan dayapendorong internal dalam nurani manusia yang senantiasamengarahkan untuk melakukan perbuatan–perbuatan yangbaik dan menghindari perbuatan-perbuatan buruk. Namun de-mikian nilai-nilai yang ada didalamnya tetap memiliki kenisbian

atau sering pula disebut sebagai relativitas nilai-nilai moral,yang dapat dikelompokan baik secara teoritis maupun secarapraktis.

Secara sederhana Nilai dapat dirumuskan sebagai objekdari keinginan manusia, nilai sebagai pendorong utama bagitindakan manusia dari pelbagai macam nilai yang mempe-ngaruhi kompleksitas tindakan manusia. Dalam membahasmoral sebagai sebuah sistem nilai kita dapat mendasarkanpada pendapat Moore sebagaimana dikutip Kumorotomo(2001,9-12) yang mengelompokkan menjadi 6 macam nilaisebagai berikut:

1. Nilai Primer, Sekunder dan Tersier.Perbedaan ketiga nilai ini didasarkan pada kerangka ber-

fikir yang menentukan usaha, angan-angan atau kepuasan se-seorang. Apabila seseorang sangat mencintai perdamaiandan cenderung untuk selalu bertindak kearah itu, maka orangitu dapat dikatakan memiliki nilai primer. Tetapi jika ia mem-

Page 40: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

28

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

punyai harapan, misalnya menolak untuk menjadi wajib militeratau tentara, maka ia memiliki perdamaian dengan keyakinanbahwa tidak akan ada perang, atau sekedar punya rasa puasbila perdamaina itu terwujud, maka dia hanya memiliki nilaisekunder atau bahkan tersier. Rasa puas atau kesenangan(pleasure) dalam hal ini merupakan penilaian yang bersifatsekunder.

2. Nilai Semu dan Nilai RiilSeseorang memiliki nilai semu (quasi values) apabila ber-

tindak seolah-olah berpedoman kepada suatu nilai, sedang-kan sesungguhnya tidak menganut nilai tersebut. Sebagai con-toh: seorang yang membenci perang karena melihat kenyataanbahwa perang mengakibatkan luka, cacat, dan kematian or-ang lain, tetapi dia tidak sepenuhnya membenci bentuk-bentukkonflik atau kompetisi, sebab masih menyukai pertandingantinju atau persaingan ekonomis, dalam hal ini dia sekedar me-miliki rasa “humanis”. Pandangan orang ini akan berbeda de-ngan orang yang benar-benar menginginkan perdamaian. De-ngan demikian untuk kasus ini nilai riil (real values) berlakujika orang benar-benar membenci pertikaian dan tidak meng-inginkan adanya bentrokan atau pertempuran antar manusia.Sedangkan nilai semu berlaku jika seseorang berpendapatbahwa orang tidak boleh bertikai hingga mengakibatkan lukaatau kematian, ia masih menerima adanya pertikaian sepan-jang tidak mengakibatkan kematian.

Page 41: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

29

Pendahuluan: Apa itu Etika

Bentuk lain dari nilai semu adalah kepura-puraan (hypoc-

risy). Seorang pejabat publik yang bersimpati terhadap peng-gusuran pedagang kaki lima (PKL) untuk membela kepenti-ngan rakyat kecil, namun tidak melakukan tindakan apapunhanya untuk menarik simpati publik untuk mendapatkan duku-ngan dalam pemilihan, maka pejabat publik tersebut memilikinilai semu. Akan tetapi jika ada pejabat publik yang benar-benar menginginkan penyelesaian yang menyeluruh terhadapmasalah PKL karena kesadaran sosial, empati dan tanggung-jawabnya, ia dapat dikatakan pejabat publik yang memilikinilai riil.

3. Nilai Terbuka dan Nilai Tertutup.Suatu nilai disebut terbuka bilamana tidak terdapat ren-

tang waktu yang membatasinya. Sebagai contoh misalnya rak-yat Indonesia akan hidup makmur-sejahtera setelah tahun2020, andaikata cita-cita tersebut tercapai (sesuai dengannilai yang dianut), tetapi tidak ada jaminan bahwa pada 2021nanti seluruh rakyat Indonesia akan hidup makmur-sejahterabilamana terjadi hal-hal diluar kemampuan manusia. Sedang-kan nilai yang tertutup adalah nilai yang memiliki batas waktu.Contoh: dua orang bersaudara masing-masing mempertahan-kan pendapatnya untuk menguasai warisan orangtuanya; akantetapi pertikaian tidak akan berlanjut apabila salah satu dian-tara mereka telah meninggal. Nilai-nilai tertutup akan berhenti

Page 42: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

30

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

jika lingkup temporalnya sudah terpenuhi, namun nilai-nilai ter-buka hanya bisa berhenti untuk sementara waktu saja.

4. Nilai Positif dan Nilai Negatif.Suatu nilai negatif terjadi bila proposisi yang mendasari

suatu keinginan bersifat negatif. Kebalikan nilai negatif adalahnilai positif. Sebagai contoh kita dapat melihatnya dari mora-litas yang punya ciri khas adanya larangan dan anjuran. Wa-laupun larangan tersebut dapat ditransformasikan ke dalamnasehat dan peringatan, penjabaran tentang moralitas yangterutama untuk melarang atau menghentikan tindakan tertentutersebut akan menjadi sangat formal. Misalnya larangan “ja-ngan membunuh” dapat ditafsirkan secara positif sebagai “bi-arkan semua hidup”.

5. Nilai-nilai berdasarkan Orde atau urutannya.Maka akan terdapat nilai orde pertama (first order val-

ues) dan nilai orde kedua (second order values), atau orde-orde selanjutnya yang lebih tinggi (higher order values). Nilaipertama terjadi jika benar-benar tidak ada nilai lainnya. Nilaiorde kedua terjadi, jika tidak terdapat nilai lain kecuali nilaiorde pertama tadi, demikian seterusnya sampai tidak adaorde nilai yang lebih tinggi lagi. Contoh misalnya ada orangyang bersedia memberikan pengorbanan guna menolong or-ang lain yang membutuhkannya. Dia menolong bukan berda-sarkan sense of duty tetapi benar-benar hanya ingin menolong,

Page 43: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

31

Pendahuluan: Apa itu Etika

maka orang tersebut dapat dikatakan memiliki orde pertama.Bila kemudian kita memuji tindakannya, berarti kita mema-sukkan sebuah nilai baru sebab kita mengajukan keinginanagar orang bertindak seperti itu termasuk diri kita sendiri.

6. Nilai Relatif dan Nilai Absolut.Suatu nilai bersifat relatif bila merujuk kepada orang yang

memiliki spesifikasi nilai tersebut. Sebaliknya nilai absolut ti-dak merujuk pada orang dan dianut secara mutlak. Perbedaanini berkaitan dengan egoisme dalam penilaian. Untuk melihatperbedaan kedua nilai ini dapat diberikan contoh apabila or-ang melihat sebuah kejadian atau kecelakaan lalu lintas dijalan raya, bila ada orang yang melihat ingin menolong korbankecelakaan tersebut karena menyadari bahwa si korban akanmeninggal apabila tidak segera ditolong tanpa melihat siapakorbannya, maka orang tersebut dapat dikatakan memiliki nilaiabsolut. Akan tetapi bila seorang ingin menolong melihat dulusiapa korbannya atau dia merasa puas karena ada orang lainyang telah menyelamatkan korban maka orang tersebut me-miliki nilai relatif.

5. Karakteristik Nilai MoralNilai-nilai moral sebagaimana yang telah diuraikan diatas

mempunyai beberapa karakteristik. Adapun karakteristik nilai-nilai moral itu sebagai berikut:

Page 44: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

32

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

1) Primer: Moral melibatkan suatu komitmen untuk bertindakdan merupakan landasan hasrat (appetitive basic yangpaling utama sehingga termasuk nilai primer.

2) Riil: Nilai moral bukan sekedar semu. Orang yang berwatakhipokrit sesungguhnya tidak mempercayai nilai moral yangbersangkutan.

3) Terbuka: Ciri universalitas dari moral mengharuskan ada-nya lingkup yang terbuka, sebab sekali nilai moral tertututpmaka ia akan kehilangan nilai universalitasnya.

4) Bisa bersifat positif maupun negatif:Secara historis kita dapat menyaksikan perubahan-perubahan penekanan dari nilai negatif menjadi positifataupun sebaiknya. Moral bisa berisi larangan-laranganmaupun anjuran-anjuran.

5) Orde Tinggi atau Arsitektonik:Nilai-nilai yang ordenya rendah tidak memiliki ciri intrinsikyang menatur nilai-nilai lainnya, suatu pengaturan yangmengatur melibatkan segala macam tindakan lainnya yangpenting bagi moralitas, baik berupa ketaatan pada pera-turan maupun pedoman-pedoman spritual.

6) AbsolutMoralitas pada manusia mestinya bebas dari sifat-sifatmementingkan diri sendiri yang terdapat pada kehendakrelatif.

Page 45: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

33

Pendahuluan: Apa itu Etika

Selanjutnya karakteristik nilai-nilai moral tersebut diatasakan mempengaruhi perilaku manusia. Proses menjelmanyanilai-nilai moral menjadi ukuran-ukuran moral diharapkan akansenantiasa melandasi setiap perilaku manusia, menurut Ja-mes R. Rest (dalam Widjaja,199:89) dapat dibagi menjadi 4komponen utama yaitu:1) Manusia diharapkan mampu untuk menafsirkan situasi dan

mengidentifikasi atas suatu masalah moral. Yang dimak-sud disini adalah kemampuan individu untuk memprediksiarah tindakan-tindakan yang mungkin dalam suatu situasiserta memperkirakan konsekuensi-konsekuensinya.

2) Manusia diharapkan mampu untuk menentukan arah tin-dakan terbaik yang akan memenuhi suatu ide moral, apayang semestinya dilakukan dalam situasi yang ada. Se-cara nyata menumbuhkan kesadaran tentang kewajiban,formulasi rencana tindakan yang relevan dengan standarmoral yang meyangkut konsep-konsep mengenai keadilan,pembenaran moral, ataupun aplikasi norma-norma moralsosial.

3) Manusia diharapkan mampu untuk memutuskan tentangapa yang benar-benar dituju dengan membuat pilihan atasnilai-nilai yang berbeda. Motivasi moral yang berlainan di-sebabkan oleh perbedaan pandangan tentang berbagaimasalah, selanjutnya pemahaman nilai moral yang ber-beda juga menghasilkan tindakan yang berbeda atau bah-kan bertolak belakang.

Page 46: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

34

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

4) Akhirnya manusia diharapkan mampu melaksanakan su-atu rencana tindakan dalam suatu tata urutan yang konkritserta mampu pula mengatasi rintangan-rintangan yang takdiduga. Proses-proses ini oleh para psikolog disebut ke-kuatan ego (ego strength) atau keterampilan pengaturandiri (self-regulation skills)

Keseluruhan tindakan yang berlandaskan nilai-nilai moraldiatas pada dasarnya sangat terkait dengan perkembanganjiwa individu (lihat tingkat perkembangan moral) serta interak-sinya dengan orang lain. Tinggi rendahnya moralitas individuakan tercermin dalam sikap, perilaku dan tindakan individuyang bersangkutan. Dan keseluruhan sistem nilai yang dimilikioleh seorang individu membentuk karakter moral individu. Da-lam menentukan ukuran-ukuran atau penilaian moral perma-salahannya bukan hanya sekedar perasaan, melainkan ma-salah kebenaran objektif . Bila ada perbedaan pendapat mo-ral, kita tidak berdebat tentang perasaan kita tetapi tentangapa yang secara objektif menjadi kewajiban kita, dan apa yangtidak.

6. Pertimbangan EtisHaruskah anda mengikuti perintah dari seorang pimpinan,

sekalipun anda tahu bahwa yang anda lakukan itu salah?. Ha-ruskah anda melanggar peraturan untuk membantu seorangteman / relasi yang membutuhkan? Haruskah anda berbohong

Page 47: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

35

Pendahuluan: Apa itu Etika

bahwa yang anda lakukan itu sudah sesuai dengan peraturanyang berlaku? Anda dapat membuat pertanyaan-pertanyaanseperti tersebut diatas dalam daftar yang lebih panjang lagi.Namun tidaklah mudah untuk memberikan jawabannya, karenamasalah etika itu jarang bersifat hitam-putih.

Agar bertindak secara benar, maka kita harus memilahbanyak nilai dan seringkali hal itu berbenturan sesuai yangmelatarbelakangi pekerjaan, tetapi kita harus bisa menarikkesimpulan yang masuk akal yang menjadi landasan mengapakita mengambil tindakan tersebut. Tentu jawabannya tidak cu-kup hanya mengatakan “itu tergantung” sekalipun posisi se-macam ini banyak mendapat pengakuan dalam masyarakatkita.

Relativitas Etika atau Moral (Ethical or Moral Relativism)

merupakan suatu pandangan yang mengatakan bahwa nilaikebenaran suatu tindakan sangat bergantung pada konteks-nya yakni secara historis, kultural, situasional dan individu. Jadimenurut pandangan ini tidak ada aturan perilaku universalyang berlaku pada segala macam situasi. Kultur yang berbedamemiliki aturan perilaku yang berbeda pula.

Sebuah kultur mungkin menganggap pantas dan wajar bilaorang tua mereka yang telah lanjut usia (manula) dititipkan dipanti jompo sehingga mendapatkan kasih sayang dan perha-tian yang besar, sedangkan kultur yang lain menganggap haltersebut merupakan pelepasan tanggungjawab anak terhadaporang tua. Namun argumen-argumen semacam ini seringkali

Page 48: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

36

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

tidak mampu menjelaskan prinsip-prinsip moral yang lebih be-sar dan seragam seperti rasa kasih sayang dan rasa hormatkepada orang yang lebih tua.

Lebih dari itu pandangan kaum relativis agaknya berten-tangan dengan pengalaman moral kita. Ketika kita membuatpenilaian bahwa pembunuhan adalah tindakan yang tidak ber-moral, kita tidak mengatakan bahwa pembunuhan tidak ber-moral bagi sebagian individu dan bermoral bagi sebagianyang lain. Bahkan tidak terbersit pengertian bahwa kita menilaipembunuhan itu tidak bermoral di sejumlah negara dan ber-moral di negara lain. Kita menyatakan bahwa pembunuhantidak bermoral bagi semua orang di segala jaman dan kitadapat mempertahankan pernyataan kita tersebut berdasarkanlandasan-landasan rasional maupun emosional. Posisi ini me-nunjukkan bahwa hanya ada “satu jawaban yang benar” ataspertanyaan-pertanyaan moral sekalipun jawaban itu mungkinsulit dicari.

Denhardt (1991;102) dalam bukunya Public Administra-

tion, An Action Orientation menjelaskan langkah-langkah per-timbangan etis sebagai berikut:1) Kita harus berusaha menjelaskan fakta-fakta (to clarify the

fact). Meskipun kebanyakan masalah etika melibatkan fak-ta dan nilai-nilai, dan fakta saja tidak mungkin dapat me-mecahkan masalah, penting bagi kita untuk menentukanfakta-fakta sejelas mungkin. Contoh: suatu kebijakan pe-ngendalian polusi mungkin memerlukan ukuran-ukuran

Page 49: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

37

Pendahuluan: Apa itu Etika

yang tepat tentang bahan-bahan polusi yang dilepas diudara. Dengan mengetahui ukuran-ukuran yang tepat dantidak mengira-ira (spekulasi) saja, kita dapat memecah-kan masalah tersebut.

2) Untuk memecahkan masalah-masalah etika dengan mu-dah, maka harus ada suatu kesepakatan/ persetujuan ten-tang prinsip-prinsip dasar (basic principles). Prinsip-prin-sip dasar tersebut mungkin berupa standar moral yangluas seperti kebebasan atau keadalian, dapat juga berupahukum-hukum atau peraturan-peraturan yang diterima ma-syarakat atau merupakan standar perilaku yang tepat bagisuatu kelompok atau organisasi tertentu. Contoh : Duaorang detektif mungkin mempunyai pandangan yang sa-ngat berbeda tentang bagaimana memperlakukan penja-hat, tetapi apabila mereka menjelaskan persetujuan me-reka atas dasar tujuan membasmi kejahatan, mereka akandapat menyatukan perbedaan mereka.. Secara umum da-pat dikatakan bahwa setiap kemajuan yang dapat kita buatdalam membentuk suatu landasan bersama atau menca-pai suatu kesepakatan berdasarkan prinsip-prinsip dasarakan dapat membantu kita dalam menyelesaikan masalahtersebut.

3) Salah satu aspek sentral dalam pertimbangan etis adalahanalisis tentang argumentasi-argumentasi (analysis of ar-

guments) yang disajikan atas dasar pandangan yang ber-macam-macam. Argumentasi tersebut dapat dikemuka-

Page 50: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

38

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

kan oleh individu atau kelompok yang berbeda atau argu-mentasi-argumentasi kontra yang ada dalam pikiran kita.Dalam kedua hal tersebut kita perlu mempertimbangkanbukti-bukti yang disajikan, pembenaran-pembenaran ber-bagai pandangan, dan kemungkinan kesalahan-kesalahandalam pembenaran-pembenaran tersebut sepanjang pro-ses argumentasi, dialog sangat membantu dalam menje-laskan posisi seseorang, apabila masalah itu kita pikirkansendiri, kita memerlukan seseorang untuk diajak membi-carakan masalah-masalah tersebut. Pada akhirnya kitaperlu mengambil keputusan dan melaksanakannya (tomake a decision and act on it) Pertimbangan etika tidakhanya mengarahkan kita pada sebuah keputusan, tetapijuga penting bertindak sejalan dengan keputusan itu.

7. Kebenaran EtisKebenaran etis adalah kebenaran yang bersumber dari

etika. Etika mempelajarai prinsip-prinsip dan tindakan moral.Moral berkaitan dengan praktek-praktek dan kegiatan-kegi-atan yang bersangkut paut dengan benar dan salah. Jadi ke-benaran etis adalah kebenaran yang berdasarkan prinsip-prin-sip dan tindakan moral. Dengan berpedoman pada kebenaranetis ini kita dapat menentukan apakah suatu tindakan benaratau salah dan mengapa tindakan-tindakan itu dianggap benaratau salah.

Page 51: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

39

Pendahuluan: Apa itu Etika

Kebenaran Etis menurut para filsuf meliputi kejujuran, ke-beranian, dapat dipercaya, keramahtamahan, keadilan dandapat diandalkan, dengan titik sentral keadilan dan keinginanuntuk berbuat baik.

Untuk dapat menentukan apakah suatu tindakan benaratau salah, kita harus memiliki kepekaan yang kuat terhadapnilai-nilai etis tersebut diatas. Kepekaan sebenarnya meru-pakan keterampilan, dan keterampilan atau kepekaan dapatmenjadi kuat apabila dipraktekkan. Oleh karena itu nilai-nilaietis tersebut diatas harus dipraktekkan oleh semua orang se-dangkan para administrator publik dan tenaga-tenaga profe-sional lainnya harus mengaplikasikannya dalam situasi-situasispesifik yang mereka hadapi selama menjalankan tugas.

Sebagai contoh kebenaran Etis dan Non-Etis. Apabila se-seorang pejabat telah menyatakan janji, baik tertulis ataupunlisan maka secara etis pejabat tersebut harus memenuhinya,sebaliknya apabila ia tidak memenuhi janjinya dapat dianggaptidak dapat dipercaya atau tidak etis (non-etis). Begitu jugaapabila seorang pegawai yang oleh atasannya diperintahkanuntuk mengganti uang pengeluaran dinas yang jumlahnya su-dah dibengkakkan (tidak sesuai dengan kenyataannya). Se-bagai bawahan mungkin akan mengikuti perintah atasan ter-sebut, walaupun kata hatinya tidak benar, maka disini sebagaibawahan dituntut suatu keberanian untuk mengatakan kebe-naran bahwa tindakan tersebut salah / tidak etis (non-etis).

Page 52: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

40

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

Page 53: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

41

Etika Administrasi Publik

41

BAB II

ETIKA ADMINISTRASI PUBLIK

Etika adalah dunianya filsafat, nilai, dan moral. Adminis-trasi adalah dunia keputusan dan tindakan. Etika bersifat abs-trak dan berkenaan dengan persoalan baik dan buruk, se-dangkan administrasi adalah konkret dan harus mewujudkanapa yang diinginkan (get the job done). Pembicaraan tentangetika dalam administrasi adalah bagaimana mengaitkan ke-duanya, bagaimana gagasan-gagasan administrasi, sepertiketertiban, efisiensi, kemanfaatan, produktivitas dapat men-jelaskan etika dalam prakteknya, dan bagaimana gagasan –gagasan dasar etika mewujudkan yang baik dan menghindariyang buruk itu dapat menjelaskan hakikat administrasi.

Sejak dasawarsa tahun 1970-an, etika administrasi telahmenjadi bidang studi yang berkembang pesat dalam ilmu ad-ministrasi1. Perkembangan ini terutama didorong, meskipunbukan disebabkan semata-mata oleh masalah-masalah yangdihadapi oleh administrasi negara di Amerika karena skandal-

1 Nicholas Henry (1995) berpandangan bahwa ada tiga perkembangan yang mendorongberkembangnya konsep etika dalam ilmu administrasi, yaitu (1) hilangnya dikotomipolitik administrasi, (2) tampilnya teori-teori pengambilan keputusan di mana masalahperilaku manusia menjadi tema sentral dibandingkan dengan pendekatan sebelumnyaseperti rasionalitas, efisiensi, (3) berkembangnya pandangan-pandanganpembaharuanm, yang disebutnya “counterculturecritique”, termasuk di dalamnyadalam kelompok yang dinamakan “Administrasi Negara Baru”.

Page 54: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

42

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

skandal seperti Watergate dan Iran Contra. Kajian-kajian ter-sebut masih berlangsung hingga saat ini, dan masih belumterkristalisasi. Hal ini mencerminkan upaya untuk memantap-kan identitas ilmu administrasi, yang sebagai disiplin ilmu yangbersifat eklektik dan terkait erat dengan dunia praktek, tidakdapat tidak terus berkembang mengikuti perkembangan za-man. Meskipun dikatakan demikian, sejak awalnya masalahkebaikan dan keburukan telah menjadi bagian dari bahasandalam administrasi; walaupun sebagai subdisiplin baru ber-kembang kemudian. Misalnya, konsep birokrasi dari Weber,dengan konsep hirarkinya dan birokrasi sebagai profesi, men-coba untuk menunjukkan birokrasi yang baik dan benar. Begitujuga upaya Wilson untuk memisahkan politik dari administrasi.Bahkan konsep manajemen ilmiah dari Taylor dapat juga di-pandang sebagai upaya ke arah itu. Cooper (1990) bahkanmenyatakan bahwa nilai-nilai adalah jiwanya administrasi ne-gara. Frederickson (1994) mengatakan nilai-nilai menempatisetiap sudut administrasi. Jauh sebelum itu Waldo (1948) me-nyatakan siapa yang mempelajari administrasi berarti mem-pelajari nilai, dan siapa yang mempraktekkan administrasi ber-arti mempraktekkan alokasi nilai-nilai.

Peran etika dalam administrasi baru mengambil wujudyang lebih terang, yakni kurang lebih dalam beberapa dasa-warsa terakhir ini. Masalah etika ini terutama lebih ditampilkanoleh kenyataan bahwa meskipun kekuasaan ada di tangan

Page 55: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

43

Etika Administrasi Publik

mereka yang memegang kekuasaan politik (political masters),

ternyata administrasi juga memiliki kewenangan yang secaraumum disebut discretionary power. Persoalannya sekarangadalah apa jaminan dan bagaimana menjamin bahwa kewe-nangan itu digunakan secara “benar” dan tidak secara “salah”atau secara baik dan tidak secara buruk. Banyak pembahasandalam kepustakaan dan kajian subdisiplin etika administrasiyang merupakan upaya untuk menjawab pertanyaan itu2

Etika tentunya bukan hanya masalahnya administrasi ne-gara. Ia masalah manusia dan kemanusiaan, dan karena itusejak lama sudah menjadi bidang studi dari ilmu filsafat danjuga dipelajari dalam semua bidang ilmu sosial. Di bidangadministrasi, etika juga tidak terbatas hanya pada administrasinegara, tetapi juga dalam administrasi niaga, yang antara laindisebut sebagai business ethics3.

2 John A. Rohr menunjukkan dengan jelas melalui ungkapan sebagai berikut: “Throughadministrativediscretion, bureaucrats participate in the governing process of oursociety; but to govern in a democratic society without being responsible to the elec-torate raises a serious ethical questionfor bureaucrats”.

3 Oleh karena itu pula bahasan ini tidak dimulai dengan batasan-batasan karena telahbanyak kepustakaan yang mengupas etika, moral, moralitas, sehingga pengetahuanmengenai hal itu di sini sudah dianggap “given”. Untuk kepentingan pembahasan disini diikuti jejak Rohr, pakarnya masalah etika dalam birokrasi, yang menggunakanetika dan moral dalam pengertian yang kurang lebih sama, meskipun untuk kepentinganpembahasan lain, misalnya dari sudut filsafati, memang ada perbedaan. Rohrmenyatakan: “For the most part, I shall use the words “ethics” and “morals”interchangeably. Although there may be nuances and shades of meaning that differ-entiate these words, they are derived etymologically from Latin and Greek wordswith the same meaning.” Kita ketahui dari kepustakaan bahwa kata etika berasaldari Yunani ethos yang artinya kebiasaan atau watak; dan moral, dari kata Latin mos(atau mores untuk jamak) yang artinya juga kebiasaan atau cara hidup.

Page 56: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

44

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

1. Konsep Etika Administrasi Publik

Etika administrasi publik, atau versi Denhart menyebutnyaetika dalam pelayanan publik mempunyai sebuah sasaran un-tuk membentuk perilaku dan pola pikir dari seorang aparaturnegara yang memahami tugas dan fungsi sebagai abdi darimasyarakat dan abdi negara sehingga mampu mencapaiGood Government sebagai proses pencapaian tujuan negara.Karena tugas administrasi negara adalah menjalankan tugasumum pemerintahan dan tugas umum pembangunan untuk ke-sejahteraan rakyat.

Dalam konteks pelayanan publik di Indonesia, masalahtentang etika kurang dibahas secara luas dan tuntas seba-

ETIKA BIROKRASI

Dilematis

Banyak timbul masalah publik:• Kompleks• Modern

Pengembangan Pemerintahan : Efisien Tanggap Akuntabel

Dihadapkan pada pilihan sulitantara yang baik & baik

Saling Berbenturan

1. MemperjuangkanProgram² Pemerintah

2. Memperhatikankepentingan Masyarakat

Policy GuidanceSebagai akibatnya

Dinamika

Pemb.

Kecepatan Perubahan

Etika BirokrasiFungsional

Birokrasi dituntut denganKapabilitas melakukan

Adjustments

Discreationary Power

Besarnya Kekuasaan

Implikasi Penggunaannya

Menjadikan nilai-

nilai yg melekat

pada pilihan lainnya

Page 57: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

45

Etika Administrasi Publik

gaimana terdapat di negara maju, meskipun telah disadaribahwa salah satu kelemahan dasar dalam pelayanan publikdi Indonesia adalah masalah moralitas. Etika sering dilihatsebagai elemen yang kurang berkaitan dengan dunia pelaya-nan publik, walaupun sesungguhnya penilaian tersebut meru-pakan pembelaan diri atas perilaku aparatur yang cenderungmengabaikan etika dan moral. Karena, aparatur pelayananpublik adalah orang – orang pilihan yang memiliki kompetensikeilmuan, skill dan expert, serta tahu bahwa etika merupakansalah satu indikator yang sangat menentukan kepuasan publikdan sekaligus keberhasilan organisasi pelayanan publik dalammelayani masyarakat. Walaupun asumsi bahwa semua aparatpemerintah adalah pihak yang telah teruji pasti selalu membelakepentingan publik atau masyarakatnya, tidak selamanya be-nar. Sebab banyak kasus membuktikan bahwa kepentinganpribadi, keluarga, kelompok, partai bahkan sturktur yang lebihtinggi justru mendikte perilaku seorang administrator atau apa-rat pemerintahan. Para administrator cenderung tidak memiliki“independensi” dalam bertindak etis (tidak ada “otonomi da-lam beretika”).

Etika sebenarnya merupakan role of conduct yang harusdiperhatikan dalam setiap fase pelayanan publik mulai daripenyusunan kebijakan pelayanan, desain struktur organisasipelayanan, sampai pada manajemen pelayanan untuk men-capai tujuan akhir dari pelayanan tersebut. Dalam konteks ini,pusat perhatian ditujukan kepada aktor yang terlibat dalam

Page 58: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

46

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

setiap fase, termasuk kepentingan aktor-aktor tersebut – apa-kah para aktor telah benar-benar mengutamakan kepentinganpublik diatas kepentingan-kepentingan yang lain. Misalnya,dengan menggunakan nilai-nilai moral yang berlaku umum (six

great ideas) seperti nilai kebenaran (truth), kebaikan (good-

ness), kebebasan (liberty), kesetaraan (equality), dan keadi-lan (justice), kita dapat menilai apakah para aktor tersebutjujur atau tidak dalam penyusunan kebijakan, adil atau tidakadil dalam menempatkan orang dalam unit dan jabatan yangtersedia, dan bohong atau tidak dalam melaporkan hasil ma-najemen pelayanan.

Dalam dunia pelayanan publik, etika diartikan sebagai fil-safat dan profesional standards (kode etik), atau moral atauright rules of conduct (aturan berperilaku yang benar) yangseharusnya dipatuhi oleh pemberi pelayanan publik atau admi-nistrator publik. Berdasarkan konsep etika dan pelayanan pu-blik di atas, maka yang dimaksudkan dengan etika pelayananpublik adalah suatu praktek administrasi publik dan atau pem-berian pelayanan publik (delivery system) yang didasarkanatas serangkaian tuntunan perilaku (rules of conduct) atau ko-de etik yang mengatur hal-hal yang “baik” yang harus dilakukanatau sebaliknya yang “tidak baik” agar dihindarkan. Ethics is

the rules or standards governing, the moral conduct of the

members of an organization or management profession

(Chandler & Plano, The Public Administration Dictionary,1982) . Jadi, etika administrasi publik merupakan aturan atau

Page 59: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

47

Etika Administrasi Publik

standar pengelolaan, arahan moral bagi anggota organisasiatau pekerjaan manajemen; Aturan atau standar pengelolaanyang merupakan arahan moral bagi administrator publik dalammelaksanakan tugasnya melayani masyarakat

Mengapa penting membahas etika dalam pelayanan

Publik? Dalam sejarah perkembangan administrasi pu-

blik, pada tahun 1900 sampai 1929 disarankan untuk me-misahkan administrasi dan politik (dikotomi). Hal ini mau me-nunjukkan bahwa administrator harus sungguh-sungguh netral,bebas dari pengaruh politik ketika memberikan pelayananpublik. Akan tetapi kritik bermunculan menentang ajaran di-kotomi administrasi – politik pada tahun 1930-an, sehinggaperhatian mulai ditujukan kepada keterlibatan para adminis-trator dalam keputusan-keputusan publik atau kebijakan pu-blik. Sejak itu mata publik mulai memberikan perhatian khususterhadap “permainan etika” yang dilakukan oleh para birokratpemerintahan.

Apalagi dalam era otonomi daerah dengan sistem pemi-lihan langsung baik DPRD maupun kepala daerah (gubernurdan wakil gubernur, bupati/walikota dan wakil bupati/wakil wa-likota), keterlibatan para administrator publik sulit dihindari.Bahkan euforia otonomi telah memunculkan kecenderunganuntuk lebih mengutamakan “putera daerah” baik sebagai pe-mimpin maupun dalam perekrutan calon pegawai negeri sipil.Sadar atau tidak, eksklusivitas kedaerahan ini telah membe-lenggu rasa nasionalisme dan obyektivitas dalam menentukan

Page 60: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

48

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

pilihan. Hal ini juga tampak dalam perilaku para administratorketika memberikan pelayanan publik; perlakuan diskriminatifdan tidak efisien.

Pemahaman mengenai etika adinistrasi publik ini pentingagar penilaian keberhasilan seorang administrator atau aparatpemerintah tidak semata didasarkan pada pencapaian kriteriaefisiensi, ekonomi, dan prinsip-prinsip administrasi lainnya,tetapi juga kriteria moralitas, khususnya terhadap kontribusinyaterhadap public interest atau kepentingan umum (Henry,1995). Karena public interest atau kepentingan publik meru-pakan “tanggung jawab” atau responsibility pemerintah. Tentusaja diharapkan agar pemerintah memberikan pelayanan se-cara profesional, bertanggung jawab, dan harus mengambilkeputusan politik secara tepat mengenai siapa mendapat apa,berapa banyak, dimana, kapan, dsb.

Pada aras pemahaman etika dan pemerintahan, seringkalikita mengistilahkannya etika birokrasi yaitu panduan normaatau pedoman sikap dan perilaku bagi para birokrat dalammenjalankan tugasnya sebagai aparatur publik (pegawai ne-geri) yang harus menempatkan kepentingan publik di atas ke-pentingan pribadi, kelompok atau golongan.

Sementara itu Darwin (dalam Widodo, 2001:252) meng-artikan etika birokrasi sebagai seperangkat nilai yang menjadiacuan atau penuntun bagi tindakan manusia dalam organisasi.Dalam hal ini etika birokrasi berfungsi: (1) sebagai pedoman,acuan, referensi bagi birokrasi publik dalam menjalankan tu-

Page 61: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

49

Etika Administrasi Publik

gas dan kewenangannya agar tindakannya dalam organisasitadi dinilai baik, terpuji, dan tidak tercela; (2) sebagai standarpenilaian apakah sifat, perilaku, dan tindakan birokrasi publikdinilai baik, tidak tercela, dan terpuji. Dengan demikian etikabirokrasi tidak mempersoalkan atau menilai apakah perbuat-an birokrat “benar” atau “salah”, akan tetapi mempersoalkanatau menilai sifat, perilaku, dan perbuatan birokrat “baik atau“buruk”, “terpuji” atau “tercela”.

Etika birokrasi mengarahkan kepada pilihan-pilihan ke-bijakan yang benar-benar mengutamakan kepentingan publik(Dwiyanto, 2002:188). Sedangkan etika dalam penyelengga-raan pelayanan publik dapat dilihat dari sudut apakah sese-orang aparat birokrasi dalam memberikan pelayanan kepadamasyarakat merasa mempunyai komitmen untuk menghargaihak-hak dari konsumen untuk mendapatkan pelayanan secaratransparan, efisien, dan adanya jaminan kepastian pelayanan.Perilaku aparat birokrasi yang memiliki etika dapat tercerminpada sikap sopan dan keramahan dalam menghadapi ma-syarakat pengguna jasa.

2. Hirarki Etika Dalam Pelayanan Publik

Etika pelayanan publik terdiri atas empat tingkatan, yaitu:a) etika individu, b) etika profesi, c) etika organisasi, dan d)etika sosial. Etika individu atau moral pribadi yaitu etika yangmemberikan tuntunan mengenai baik atau buruk yang

Page 62: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

50

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

dipengaruh orang tua, keyakinan agama, budaya, adat istiadat,dan pengalaman masa lalu. Biasanya etika ini terbentuk se-belum menjadi pegawai negeri (petugas penyelenggara pe-layanan publik). Etika profesi adalah serangkaian norma atauaturan yang menuntun perilaku kalangan profesi tertentu salahsatunya adalah pegawai negeri yang menyelenggarakan pe-layanan kepada masyarakat. Etika ini terbentuk pada saatmenjalankan atau menduduki jabatan tertentu atau dengan katalain terbentuk pada saat menjadi pegawai negeri.

Etika organisasi adalah serangkaian aturan dan normayang bersifat formal dan tidak formal yang menuntun perilakudan tindakan anggota organisasi yang bersangkutan. Pegawainegeri sebagai penyelenggara pelayanan publik juga terikatdengan organisasi tempat bekerja. Etika organisasi akan me-warnai perilaku yang dimiliki pegawai negeri yang merupakananggota organisasi tempat ia bekerja. Etika sosial adalah nor-ma-norma yang menuntun perilaku dan tindakan anggota ma-syarakat agar keutuhan kelompok dan anggota masyarakatselalu terjaga atau terpelihara. Pegawai negeri sebagai petu-gas penyelenggara pelayanan publik juga merupakan anggotamasyarakat yang tidak akan lepas dari pengaruh kehidupanmasyarakat disekeliling-nya yang dapat berupa budaya, tra-disi, pola pikir. Etika sosial mempengaruhi petugas penye-lenggara pelayanan publik baik disadari ataupun tidak. Faktorpenerapan keempat tingkatan etika pelayanan publik tersebut

Page 63: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

51

Etika Administrasi Publik

seringkali menimbulkan kebingungan para petugas penye-lenggara pelayanan publik. Kebingungan itu menyangkut pe-nentuan prioritas keempat tingkatan etika tersebut dalam pe-nyelenggaraan pelayanan disesuaikan dengan kondisi saatpelayanan tersebut berlangsung.

Apabila kondisi berbeda maka penentuan prioritas ke-empat tingkatan etika pelayanan publik pun akan berbedayang mengakibatkan keputusan yang diambil akan berbedapula. Misalnya, petugas pelayanan publik menghadapi sau-daranya yang menjadi penerima layanan tentu etika individuakan lebih dominan, sebaliknya bila yang dihadapi adalahatasannya yang menjadi penerima layanan tentu etikaorganisasi akan lebih dominan.

Dalam pelaksanaannya, keempat tingkatan etika pelaya-nan publik tersebut sering terjadi tumpang tindih. Secara ring-kas keempat tingkatan etika tersebut adalah:a) Moralitas Pribadi/ Etika Individu

• Konsep baik-buruk, benar-salah yang telah terinter-nalisasi dalam diri individu

• Produk dari sosialisasi nilai masa lalu• Moralitas pribadi adalah superego (hati nurani) yang

hidup dalam jiwa dan menuntun perilaku individu• Konsistensi pada nilai mencerminkan kualitas kepri-

badian individu, sehingga moralitas pribadi menjadibasis penting dalam kehidupan sosial dan organisasi

Page 64: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

52

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

b) Etika profesi• Nilai benar-salah dan baik-buruk yang terkait dengan

pekerjaan profesional• Nilai-nilai tersebut terkait dengan prinsip-prinsip pro-

fesionalisme (kapabilitas teknis, kualitas kerja, komit-men pada profesi)

• Dapat dirumuskan ke dalam kode etik profesionalyang berlaku secara universal

• Penegakan etika profesi melalui sanksi profesi (mi-salnya, pencabutan lisensi)

c) Etika Organisasi• Konsep baik-buruk dan benar-salah yang terkait de-

ngan kehidupan organisasi• Nilai tersebut terkait dengan prinsip-prinsip pengelo-

laan organisasi modern (efisiensi, efektivitas, keadi-lan, transparansi, akuntabilitas, demokrasi)

• Dapat dirumuskan ke dalam kode etik organisasi yangberlaku secara universal

• Dalam praktek penegakan kode etik organisasi di-pengaruhi oleh kepentingan sempit organisasi, kepen-tingan birokrat, atau kepentingan politik dari politisiyang membawahi birokrat

• Penegakan etika organisasi melalui sanksi organisasid) Etika Sosial

• Konsep benar-salah dan baik-buruk yang terkait de-ngan hubungan-hubungan sosial

Page 65: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

53

Etika Administrasi Publik

• Nilai bersumber dari agama, tradisi, dan dinamika so-sial

• Pada umumnya etika sosial tidak tertulis, tetapi hidupdalam memori publik, dan terinternalisasi melalui so-sialisasi nilai di masyarakat

• Etika sosial menjadi basis tertib sosial [Jepang, tidakboleh mengganggu dan merepotkan orang lain]

• Masyarakat memiliki mekanisme penegakan etika so-sial, yaitu melalui penerapan sanksi-sanksi sosial

•PROSES •KERJA SAMA •DUA ORANG / LEBIH•TUJUAN TERTENTU

ETIKA ADMINISTRASI

BAIK &

BENAR

SESUAI ROLE EXPECTATION

Org. PublikOrg. BisnisOrg. PolitikOrg. Kemasyarakatan dsb.

Ada dalamSuatu ProsesPemerintahan

Dalam bertindakBerperilakuBersikap

Pelaku :BirokratPolitikus

AparatTeknokrat

Swasta, dsb

State

Pengambilan keputusan Pemberian kebijakan

Kekuasaan

Derajat pengaruh

Dominan

Dalam berbagai bidang

Etika PemerintahanEtika Birokrasi

Etika BisnisEtika PolitikEtika ber masy., dsb

Page 66: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

54

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

3. Konsep Legitimasi Kekuasaan

Menurut Magnis Suseno (1991), tujuan etis mengenai ke-kuasaan (power, authority) pertama-tama berkenaan denganmasalah legitimasinya. Kata legitimasi berasal dari bahasaLatin yaitu lex, yang berarti hukum. Dalam perkembangan se-lanjutnya, istilah legitimasi bukan hanya mengacu pada normaetis. Padanan kata yang agaknya paling tepat untuk istilah iniadalah kewenangan atau keabsahan.

Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau sekelom-pok manusia untuk mempengaruhi tingkah laku orang atau ke-lompok lain sedemikian rupa sehingga tingkah laku itu menjadisesuai dengan keinginan dan tujuan dari orang yang mempu-nyai kekuasaan. Pada zaman dahulu, ketika sebagian besarNegara didunia diperintah dengan system monarki, legitimasikekuasaan biasanya bersifat religi. Akan tetapi sejarah ke-mudian membuktikan bahwa legitimasi religius itu tidak cukupuntuk menjamin bahwa hak-hak istimewa yang telah dipersem-bahkan untuk raja-raja itu dipergunakan sebagaimana mesti-nya.

Pendobrakan terhadap legitimasi kekuasaan religius me-lahirkan legitimasi sosiologis, bahwa keabsahan kekuasaanseharusnya ditentukan secara rasional yang dikenal sebagaiNegara. Weber melihat adanya tiga corak legitimasi sosiologismelalui konsepsinya tentang dominitation dalam masyarakat.Pertama adalah kewenangan tradisional (traditional domina-

Page 67: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

55

Etika Administrasi Publik

tion), bahwa kekuasaan untuk mengambil keputusan, umumdiserahkan kepada seseorang berdasarkan keyakinan-keya-kinan tradisional. Kedua, kewenangan kharismatik, yangmengambil landasan pada kharisma pribadi seseorang se-hingga ia dikagumi dan dihormati oleh khalayak. Ketiga, ke-wenangan legal-rasional yang mengambil landasan dari hu-kum-hukum formal dan rasional bagi dipegangnya kekuasaanoleh seorang pemimpin.

Legitimasi sosiologis menyangkut proses interaksi di da-lam masyarakat yang memungkinkan sebagian besar kelom-pok sosial setuju bahwa seseorang patut memimpin merekadalam periode pemerintahan tertentu. Dalam kondisi ini, ter-bentuklah legitimasi etis.

Ciri yang spesifik mengenai legitimasi etis adalah4:Pertama, kerangka legitimasi etis mengandaikan bahwa

setiap persoalan yang menyangkut manusia hendaknya dise-lesaikan secara etis termasuk persoalan kekuasaan. Kedua,legitimasi etis berada di belakang setiap tatanan normatif da-lam perilaku manusia. Etika menjadi landasan dari setiap ko-difikasi peraturan hukum pada suatu Negara. Dari sini kitadapat menangkap esensi paham ilmu etika mengenai kekua-saan. Bila pihak-pihak tertentu sudah mulai bersaing meraih

4 Kumorotomo, Wahyudi, 1992, Etika Administrasi Negara, Rajawali Press, Jakarta

Page 68: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

56

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

kekuasaan dan merasakan berbagai keuntungan dari kekua-saan itu, alasan-alasan pembenar (judgements) untuk mendu-dukinya sudah tidak murni lagi.

3.1 Sumber KekuasaanSeseorang atau sekelompok orang memiliki kekuasaan,

yaitu sebagai berikut:1) Legitimate power (pengangkatan): adalah perolehan ke-

kuasaan melalui pengangkatan. Contoh UU no 5/1974 ten-tang pokok-pokok pemerintahan daerah, kepala wilayahtidak dipilih tetapi diangkat, kecuali kepala wilayah dalamjabatan bupati dan gubernur yang masing-masing merang-kap sebagai kepala daerah tingkat II dan I, dan masing-masing dipilih oleh DPRD tingkat II dan I. contoh lain adalahpenobatan seorang putra mahkota menjadi raja atau kai-sar.

2) Coersive Power (kekerasan): adalah perolehan kekuasaanmelalui cara kekerasan, bahkan mungkin bersifat pere-butan atau perampasan bersenjata yang sudah tentu diluarjalur konstitusional (kudeta). Karena inkonstitusional, makabanyak kemungkinan setelah perebutan kekuasaan, se-bagian besar peraturan perundang-undangan Negaraakan berubah dan karena perubahan tersebut secara men-dadak, maka disebut dengan istilah revolusi

3) Expert Power (keahlian): adalah perolehan kekuasaan ka-rena keahlian seseorang maksudnya pihak yang meng-

Page 69: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

57

Etika Administrasi Publik

ambil kekuasaan memang memiliki keahlian untuk me-mangku jabatannya tersebut. Contoh penempatan doktersebagai kepala rumah sakit, penempatan insinyur padajabatan teknis, penempatan ABRI pada jabatan keama-nan.

4) Reward Power (pemberian): adalah perolehan kekuasaanmelalui pemberian atau karena berbagai pemberian. Se-bagai contoh perhatikan orang-orang kaya yang meme-rintah orang-orang miskin untuk bekerja dengan patuh.Orang-orang yang melakukan pekerjaan tersebut hanyakarena mengharapkan dan butuh sejumlah pembayaran(gaji). Pada umumnya sering juga terlihat pemberian ha-diah.

5) Reverent Power (daya tarik) : adalah perolehan kekuasaanmelalui daya tarik seseorang. Walaupun daya tarik bukanfaktor utama, namun daya tarik seperti postur tubuh, wajahyang rupawan dan penampilan serta pakaian yang par-lente dapat menentukan dalam pengambilan perhatianorang lain, dalam usaha menjadi kepala.

6) Information Power (informasi) : dalam kemajuan ilmu pe-ngetahuan yang semakin canggih ini (sophisticated) kitamemasuki era globalisasi dimana tdak ada lagi batas an-tar Negara, semua masyarakat kapan saja dan dimanasaja dapat berkomunikasi dengan semua orang yang adadi seluruh belahan dunia. Mereka yang menguasai jaringankomunikasi serta merta dieksposes menjadi serba benar

Page 70: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

58

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

dalam perilakunya, kesalahan dimodifikasi menjadi kewa-jaran. Sedari apa yang disampaikan di atas, rasa keingin-tahuan manusia membuat orang yang memiliki banyak in-formasi banyak dikunjungi berbagai pihak.

7) Conection Power (hubungan) : mereka yang mempunyaihubungan luas dan banyak akan memperoleh kekuasaanyang besar pula, baik di lapangan politik maupun pereko-nomian (relasi). Kita melihat di kantor-kantor, baik peme-rintahan maupun swasta, yang dalam mencari pekerja ba-runya masih berlaku spoil system, diperlukan koneksi bah-kan lebih jauh lagi seorang pejabat dapat memberi kata-belece kepada pejabat lainnya agar pemborong kenalan-nya menangkan tender atau sebaliknya seorang pengusa-ha yang dekat hubungannya dengan pejabat pemerintahcenderung lebih mulus jalannya.

3.2 Filosofi Legitimasi Kekuasaan NegaraBahwa setiap individu mempunyai kepentingan yang ber-

beda-beda, dimana masing-masing menginginkan agar ter-penuhi kepentingan itu. Didalam memenuhi kepentingan ter-sebut akan diikuti oleh kepentingan yang lainnya. Guna men-jaga keutuhan sistem dari adanya kepentingan yang berbeda-beda itu maka diperlukan pranata negara, yang mana mem-punyai peran sebagai pihak yang berwenang mengatur, me-nyesuaikan, atau menentukan prioritas bagi terpenuhiya ke-pentingan serta tujuan berbagai pihak. Dalam hal ini negara

Page 71: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

59

Etika Administrasi Publik

adalah suatu bentuk permanen yang terdiri dari orang-orangyang hidup bersama dalam suatu wilayah dan yang member-lakukan adanya suatu hukum bagi setiap wilayah tersebut.

Negara yang paling mempunyai peran penting didalammenentukan pemenuhan kepentingan apabila terjadi perseli-sihan kepentingan antar warganya. Dalam melaksanakan ke-kuasaannya itu negara tidak bisa bertindak sewenang-we-nang tetapi tetap berpegang pada hukum atau aturan yangberlaku.

Berikut uraian mengenai persoalan kekuasaan negara:1) Plato:

Masyarakat yang adil adalah masyarakat yang harmonisdan baik, dengan maksud membangun suatu masyarakatdi mana orang banyak menyumbang kepada kemakmurankomunitas ( sehingga semua individu mewujudkan potensimereka sepenuhnya) tanpa adanya kekuasaan kolektifyang merusak. Plato merumuskan bahwa pemerintah akanadil jika yang berkuasa adalah seorang yang bijaksana.Selain itu plato mengatakan bahwa kebaikan publik akantercapai jika setiap potensi individu terpenuhi dan men-cegah kelas penguasa tidak untuk melayani diri merekasendiri akan tetapi melayani masyarakatnya.

2) Thomas AquinasBahwa masalah keadilan diterjemahkan dalam dua bentukyaitu pertama, keadilan yang timbul dari transaksi-transaksi

Page 72: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

60

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

seperti pembelian penjuaan yang sesuai dengan asas-asas distribusi pasar, dan yang kedua menyangkut pang-kat bahwa keadilan yag wajar terjadi jika seorang pengu-asa atau pemimpin memberikan kepada setiap orang apayang menjadi haknya berdasarkan pangkatnya. Kemudianthomas membahas tentang hukum melalui perbedaan je-nis-jenis hukum:a. Hukum Abadi (Lex Eternal)

Manusia merupakan satu-satunya makhluk yang men-cerminkan kebijaksanaan sang pencipta. Makhluk ada,dan bahwa makhluk itu terbentuk oleh berkodrat se-bagaimana adanya karena itulah yang dikehendaki-Nya. Oleh sebab itu, manusia sebagai makhluk yangberakal budi wajib memenuhi setiap apa yang menjadikehendak Tuhan dan mempertanggungjawabkan se-cara sungguh-sungguh.

b. Hukum Kodrat (Lex Naturalis)Bahwa tuhan menghendaki agar manusia hidup sesuaidengan kodratnya. Itu berarti bahwa manusia hidupsedemikian rupa sehingga ia dapat berkembang,membangun dan menemukan jati dirinya, serta dapatmencapai kebahagiaan.

c. Hukum Buatan Manusia (Lex Humana)Untuk mengatur tatanan sosial sesuai dengan nilai-nilai kebajikan dan keadilan. Norma-norma hukum ber-

Page 73: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

61

Etika Administrasi Publik

laku karena adanya perjanjian.antara penguasa danrakyatnya.

3) Niccolo MachiavelliBahwa pemimpin harus mempunyai kekuatan untuk mem-pertahankan kekuasaannya. Kekuasaan yang sepenuhnyadidukung oleh rakyatnya sehingga dapat menjalankan rodapemerintahan dengan lancar.

4) Thomas HobbesBahwa manusia selalu memilki harapan dan keinginanyang terkadang absurd, licik dan emosional. Karena se-mua itu akan berpengaruh apabila seorang manusiamenggengam kekuasaan. Bahwa untuk menertibkan tin-dakan manusia, mencegah kekacauan dan anarkhi, tidakmungkin mengandalkan imbauan-imbauan moral. Makauntuk menghindari hal tersebut maka diperlukan adanyatatanan hukum yang jelas.

5) Jean-Jacques RousseauBahwa kekuasaan berasal dari ketertiban dan berada pa-da seorang penguasa tunggal, ketertiban yang dihasilkansebagai akibat dari hak-hak sama. Dimana keinginanumum dan semua kesejahteraan individu akan muncul ber-samaan.

Page 74: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

62

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

3.3 Legitimasi Kekuasaan Pemerintah5

Mempersoalkan etika dan legitimasi politik adalah kajiansentral dari filsafat politik. Sebagaimana dapat kita pahamidari pengertian political philosophy itu sendiri yang banyaktermuat dalam berbagai literatur.

Filsafat politik pada hakikatnya menuntut agar segala klaim(legitimate authority) atas hak untuk menata masyarakat (yangdimiliki oleh pemerintah negara), dapat dipertanggungjawab-kan dihadapan akal dan hati kemanusiaan. Merupakan mani-festasi dari tanggung jawab rasional atas kekuasaan. Seba-gaimana kita pahami bahwa suatu pemerintah maupun lem-baga perwakilan tidak akan mungkin untuk berjalan efektif tan-pa adanya legitimasi politik yang penuh dari rakyat.

Pemerintah negara sebagai lembaga penataan masya-rakat yang memegang kekuasaan politik utama harus memilikipendasaran yang sah (legitimasi) atas kekuasaan yang dija-lankannya agar ia dapat efektif. Dapat disimpulkan bahwa tan-pa legitimasi yang rasional dan obyektif, status pemerintahannegara tidak akan mungkin berjalan efektif. Legitimasi yangkokoh ini tidak hanya bersifat sosiologis dalam arti mendapatpengakuan masyarakat dan bersifat yuridis, dalam arti berlakusebagai hukum positif dalam format yuridis ketatanegaraantertentu, melainkan lebih dari lagi: legitim (absah) secara etis-filosofis.

5 Nurtjahjo, Hendra, 2005 Filsafat Demokrasi Bumi Aksara Jakarta

Page 75: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

63

Etika Administrasi Publik

Dalam hal ini perlu ditegaskan bahwa legitimasi politik ti-dak selalu sama dengan legitimasi moral (etis-filosofis). Le-gitimasi politik secara sederhana dapat dipahami sebagailegitimasi sosial (sosiologi) yang telah mengalami proses ar-tikulatif institusi-institusi politik yang representatif. Sedangkanlegitimasi moral (etis) mempersoalkan keabsahan wewenangkekuasaan politik dari segi norma-norma moral, bukan darisegi kekuatan politik riil yang ada dalam masyarakat, bukanpula atas dasar ketentuan hukum (legalitas) tertentu.

Legitimasi etis (filosofis) adalah penyempurnaan akhir darikemauan dan kemampuan berkuasa. Tanpa Legitimasi etisyang kontinu berpihak pada kepentingan kemanusiaan, suatukekuasaan pemerintah hanya menunggu waktu untuk dijatuh-kan. Apakah itu lewat cara “pemberontakan sosial” atau de-monstrasi “people power” revolusi atau reformasi (evolusi),maupun penggantian lewat mekanisme konstitusional; yangjelas akan ada gerakan reformasi untuk mendudukan kekua-saan pada proporsi pertanggungjawaban politiknya yang kong-kret dan etis.

Suatu legitimasi dapat pula mengalami krisis bila seorangatau lembaga yang tidak memiliki kecakapan (skill) yang cu-kup untuk melakukan pengelolaan (managemen) negara se-cara keseluruhan. Dalam hal ini legitimasi perlu diikuti olehkapabilitas dan kapasitas untuk mengimplementasikan pro-gram yang langsung menyentuh rakyat; rakyat sebagai peme-gang legitimasi tertinggi.

Page 76: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

64

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

Legitimasi di sini menjadi persoalan utama dalam etikapolitik, yang akan menjadi titik tolak bagi pelaksanaan demo-krasi yang etis atau proses demokrasi (demokratisasi) yanglebih luas. Paradigma otoritarian (ideologis) telah ditolak ka-rena tidak memiiki legitimasi etis, karena sifatnya yang represif(biasanya mengandalkan kekuatan intelijen dan militer), des-kriminatif, dan menjatuhkan martabat kemanusiaan secaraluas. Sedangkan paradigma demokrasi, legitim (absah) se-bagai pendasaran kekuasaan pemerintah karena sifatnyayang akomodatif, egaliter, dan menjunjung eksistensi hak-hakmanusia (warga negara), dan yang paling penting adalah da-pat dipertanggungjawabkan secara rasional dalam suatu me-kanisme yang terlihat manusiawi.

Dalam hal ini demokrasi kuat memiliki legitimasi etis dansaat ini dipandang sebagai etika politik modern, yang menjadiukuran dalam setiap tindak politik atau tata krama berpolitikyang terpuji dan “sehat”. Legitimasi etis menunjukan eksis-tensinya yang berdiri sendiri dari legitimasi- legitimasi lainnya.Walaupun suatu kekuasaan legitim secara sosiologis (baca:legitimasi demokrasi) dan legitim secara yuridis, tidak adajaminan bahwa kekuasaan itu legitim pula secara etis filosofis.

Dari ketiga Kriteria Legitimasi tersebut, terlihat adanyahubungan yang saling terkait antara perspektif atau kinerja so-siologis, dan yuridis (masalah legalitas). Ketiga perspektif inidapat disimplifikasikan sebagai alat ukur atau kriteria untuk

Page 77: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

65

Etika Administrasi Publik

menilai keabsahan (validitas) suatu kekuasaan atau peme-rintahan negara.

Kriteria legitimasi yang ditinjau dari perspektif sosiologissekedar menunjukkan pengakuan dan persetujuan masyarakatatas pemerintahan atau penguasa yang berkuasa atas dirinya.Sedangkan perspektif yuridis biasanya adalah abstraksi darisuatu tinjauan (pandangan) sosiologis. Kerangka yuridis di-format dari pandangan sosilogis yang muncul. Kerangka yuri-dis merupakan pandangan sosial yang diposisikan secara le-gal dalam format hukum yang dapat berlaku sebagai rangkapersetujuan sosial itu sendiri.

Lain halnya dengan legitimasi etis – filosofis. Legitimasiini didasarkan pada nilai-nilai etis (moral) yang dihasilkan darirefleksi filsafat. Nilai dan prinsip etis ini bersifat universal, dalamarti dapat dikenal di mana saja dan dapat dipertanggungja-wabkan secara rasional sebagai aspek kemanusiaan yangwajar. Walaupun penggunaan kekuasaan negara belum tentulegitim secara etis ketika sudah sesuai dengan hukum. Sesu-atu yang legal konstitusional, secara filosofis belum tentu etisatau bersesuaian dengan moralitas.

Relasi keterkaitan antara tiga kriteria legitimasi ini dapatdilihat dari keterlakuannya. Pertama, bila suatu kekuasaanmemiliki ketiga legitimasi ini secara bersamaan dalam suatuwaktu, kekuasaan itu dapat dikatakan kekuasaan yang mantapatau stabil (kokoh), Kedua, bila suatu kekuasaan hanya me-

Page 78: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

66

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

miliki satu saja dari ketiga kriteria legitimasi yang ada, keku-asaan itu sulit untuk bertahan lama, kecuali ia dapat terus ber-proses untuk menyempurnakan legitimasinya itu. Oleh sebabitu, suatu kekuasaan harus memupuk ketiga legitimasi ini da-lam perjalanan konkret pemerintahan, sekaligus juga harusmenunjukkan kecakapan manajemen pemerintahan yang baik(skill) sebagai unsur penguatnya.

4. Etika: Aplikasi dan Pengembangannya

Etika sebagai pedoman perilaku manusia dalam relasinyasehari-hari dengan manusia lain bersumber dari nilai – nilaiagama, tradisi dan filsafat. Dalam terapannya, etika dikaitkandengan spesifikasi bidang/tugas/profesi tertentu sehingga kitamengenal etika politik, etika jurnalistik, etika kedokteran, etikahukum, etika jabatan, etika pengambilan keputusan, dan lainsebagainya. Pada bagian ini, dijelaskan beberapa terminologipengembangan penerapan etika yang relevan dengan pem-bahasan mengenai etika administrasi publik.

4.1 Kode Etik dan Etika JabatanIlmu administrasi publik merupakan salah satu cabang dari

ilmu sosial politik. Relevansi pembahasan etika dalam admi-nistrasi publik mengacu pada fokus dan lokus administrasi

Page 79: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

67

Etika Administrasi Publik

publik itu sendiri. Nicholas Henry6 menyatakan bahwa dalamparadigma kelima ilmu administrasi negara/publik, lokus7- nyaadalah mengenai kepentingan publik ( public interest) dan uru-san publik (public affairs), sedangkan fokusnya adalah teoriorganisasi dan ilmu manajemen. Paradigma ini berusahamenghindari dikotomi antara politik dengan administrasi, se-bab setiap administrator publik /birokrat tidak bisa menghin-dari tindakan – tindakan politis. Alasannya adalah setiap apa-ratur publik memiliki keleluasaan bertindak ( diskresi) untukmenafsirkan kehendak publik dan menterjemahkannya dalamkebijakan publik, kemudian merealisasikannya dalam bentukprogram dan kegiatan-kegiatan yang mengikat dan berpenga-ruh kepada masyarakat umum. Artinya, dalam pelaksaan ad-ministrasi publik terdapat rangkaian kegiatan pengambilan ke-bijakan yang menghasilkan norma-norma formal, aturan – atu-ran serta keharusan – keharusan bagi tindakan sosial. Dengankata lain, setiap aktivitas administrasi publik mengandung kon-sekuensi nilai (value loaded) yang menuntut pertanggungja-waban etis.

Etika administrasi publik merupakan bagian dari etika so-sial (bdk.hirarki etika). Seorang administrator publik semesti-nya profesional dalam memecahkan masalah – masalah taktis

6 Nicholas Henry, 1988, Administrasi Negara dan Masalah – masalah Kenegaraan(dalam Wahyudi Kumorotomo, 1992, Etika Administrasi Negara hlm. 100 -104.

7 Lokus, yang menunjukan tempat keberadaan suatu bidang ilmu, sedangkan fokusmenunjuk pada kekhususan dari ilmu tersebut.

Page 80: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

68

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

dengan baik serta mampu mengelola organisasi secara efi-sien dan efektif (disebut juga profesional karier). Namun ber-beda dengan kedudukan kalangan profesi seperti guru, dokter,pengacara, apoteker, sebab seorang administrator publik ha-rus bertanggung jawab kepada lingkup masyarakat umum danberanekaragam. Sehingga dituntut untuk memiliki kepekaanyang tinggi kepada masalah – masalah politis. Dalam hal ini,dilema yang dihadapi oleh administrator tidak saja mengupa-yakan agar organisasi publik dapat berjalan secara efisien,tetapi juga berusaha untuk dapat memberikan pelayanan yangmemuaskan publik. Dalam tataran kesadaran tersebut makaperlu merumuskan kode etik yang dapat dijadikan sebagaipedoman bertindak bagi seluruh aparatur publik.

Ada beberapa ciri yang menunjuk pada pemahaman me-ngenai konsep kode etik8, yaitu:• Suatu hukum etik yang dibuat oleh suatu organisasi atau

suatu kelompok sebagai patokan tentang sikap mentalyang wajib dipatuhi oleh para anggotanya dalam menja-lankan tugasnya (Suyamto,1989:40).

• Persetujuan bersama yang timbul dari diri para anggotaitu sendiri untuk lebih mengarahkan perkembangan mere-ka sesuai dengan nilai-nilai ideal yang diharapkan (Simo-rangkir)

8 Kridawati dan Anwar, 2006, Etika Birokrasi, hlm.67 - 71

Page 81: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

69

Etika Administrasi Publik

• Dibuat untuk mendukung pencapaian tujuan organiasiyang merupakan hasil kesepakatan atau konvensi suatukelompok atau organisasi.

• Hal yang perlu diingat adalah bahwa kode etik sebagaihukum etik tidak membebankan sanksi hukum atau pak-saan fisik. Kode etik dirumuskan dengan asumsi bahwatanpa sanksi-sanksi atau hukuman dari pihak luar, setiaporang tetap mentaatinya. Jadi dorongan untuk mematuhiperintah dan kendali untuk menjauhi larangan dalam kodeetik bukan dari sanksi fisik, melainkan dari rasa kemanu-siaan, harga diri, martabat dan nilai-nilai filosofis (etikadan moral).

Adapun kode etik yang merupakan pedoman sikap danperilaku bagi aparatur birokrasi (pegawai negeri sipil) diwu-judkan dalam bentuk Panca Prasetya Korpri yang berbunyisebagai berikut:

Kami anggota Korps Pegawai Republik Indonesia yangberiman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa adalahinsan yang:a. Setia dan taat kepada Negara Kesatuan dan Pemerintah

Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD1945.

b. Menjunjung tinggi kehormatan Bangsa dan Negara sertamemegang teguh rahasia jabatan. Dan rahasia negara.

Page 82: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

70

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

c. Mengutamakan kepentingan Negara dan masyarakat diatas kepentingan pribadi dan golongan.

d. Bertekat memelihara Persatuan dan Kesatuan Bangsadan kesetiakawanan Korps Pegawai Republik Indonesia.

e. Berjuang menegakan kejujuran dan keadilan serta mening-katkan kesejahteraan dan profesionalisme.

Sedangkan peraturan disiplin bagi apartur birokrasi ini di-atur dalam PP Nomor: 30 Tahun 1980 tentang Disiplin Pegawai(sekarang telah diganti dengan Peraturan Pemerintah No 53Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil ) DalamPP ini disebutkan tentang perbuatan atau perilaku apa yangboleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan yang terdiridari 26 kewajiban dan 18 butir larangan. yaitu :

Kewajiban Pegawai Negeri:

a. Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila , UUD 1945,Negara dan Pemerintah.

b. Mengutamakan kepentingan Negara di atas kepentingangolongan atau diri-sendiri, serta menghindarkan segalasesuatu yang dapat mendesak kepentingan negara olehkepentingan golongan, diri-sendiri atau fihak lain.

c. Menjunjung tinggi kehormatan dan martabat Negara, Pe-merintah dan Pegawai Negeri Sipil.

Page 83: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

71

Etika Administrasi Publik

d. Mengangkat dan mentaati sumpah/janji pegawai negerisipil, atau sumpah/janji jabatan berdasarkan peraturan per-undang-undangan yang berlaku.

e. Menyimpan rahasia negara atau rahasia jabatan dengansebaik-baiknya..

f. Memperhatikan dan melaksanakan segala ketentuan pe-merintah baik yang langsung menyangkut tugas kedinas-annya maupun berlaku secara umum.

g. Melaksanakan tugas kedinasan dengan sebaik-baiknyadan dengan penuh pengabdian, kesadaran dan tanggung-jawab.

h. Bekerja dengan jujur, tertib, cermat dan bersemangat untukkepentingan negara

i. Memelihara dan meningkatkan keutuhan, kekompakan,persatuan dan kesatuan korps pegawai negeri sipil.

j. Segera melaporkan kepada atasannya, apabila menge-tahui ada hal yang dapat membahayakan atau merugikannegara/pemerintah terutama di bidang keamanan, ke-uangan dan material.

k. Mentaati ketentuan jam kerjal. Menciptakan dan memelihara suasana kerja yang baik.m. Menggunakan dan memelihara barang-barang milik ne-

gara dengan sebaik-baiknya.n. Memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masya-

rakat menurut bidang tugas masing-masing.

Page 84: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

72

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

o. Bertindak dan bersikap tegas, tetapi adil dan bijaksanaterhadap bawahan nya.

p. Membimbing bawahannya dalam melaksanakan tugas.q. Menjadi dan memberikan contoh serta teladan yang baik

terhadap bawahannyar. Mendorong bawahannya untuk meningkatkan prestasi.s. Memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk me-

ngembangkan kariernya.t. Mentaati ketentuan peraturan perundang-undangan ten-

tang perpajakan.u. Berpakaian rapi dan sopan serta bersikap dan bertingkah

laku sopan santun terhadap masyarakat, sesama pegawainegeri sipil dan terhadap atasan.

v. Hormat menghormati antara sesama warga negara yangmemeluk agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang MahaEsa yang berlainan.

w. Menjadi teladan sebagai warga negara yang baik dalammasyarakat.

x. Mentaati segala peraturan perundang-undangan danperaturan kedinasan yang berlaku.

y. Mentaati perintah kedinasan dari atasan yang berwenang.z. Memperhatikan dan menyelesaikan dengan sebaik-baik-

nya setiap laporan yang diterima mengenai pelanggarandisiplin.

Page 85: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

73

Etika Administrasi Publik

Larangan Pegawai Negeri Sipil:

a. Melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatanatau martabat Negara, Pemerintah atau Pegawai NegeriSipil.

b. Menyalahgunakan wewenangnya.c. Tanpa izin pemerintah menjadi pegawai atau bekerja untuk

negara asing.d. Menyalahgunakan barang-barang, uang atau surat-surat

berharga milik negara.e. Memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan,

atau meminjamkan barang-barang, dokumen, atau surat-surat berharga milik negara secara tidak sah.

f. Melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman se-jawat, bawahan atau orang lain di dalam maupun di luarlingkungan kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan pri-badi, golongan/pihak lain yang secara langsung atau tidaklangsung merugikan negara.

g. Melakukan tindakan yang bersifat negatif dengan maksudmembalas dendam terhadap bawahannya atau orang laindi dalam maupun di luar lingkungan kerjanya.

h. Menerima hadiah atau sesuatu pemberian berupa apa sajadari siapapun juga yang diketahui atau patut dapat didugabahwa pemberian itu bersangkutan atau mungkin ber-sangkutan dengan jabatan atau pekerjaan pegawai negerisipil yang bersangkutan.

Page 86: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

74

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

i. Memasuki tempat yang dapat mencemarkan kehormatanatau martabat pegawai negeri sipil, kecuali untuk kepen-tingan jabatan.

j. Bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya.k. Melakukan suatu tindakan atau sengaja tidak melakukan

suatu tindakan yang dapat berakibat menghalangi ataumempersulit salah satu pihak yang dilayani sehinggamengakibatkan kerugian bagi pihak yang dilayani.

l. Menghalangi berjalannya tugas kedinasan.m. Membocorkan dan atau memanfaatkan rahasia negara

yang diketahui karena kedudukan jabatan untuk kepenti-ngan pribadi, golongan atau fihak lain.

n. Bertindak selaku perantara bagi sesuatu pengusaha ataugolongan untuk mendapatkan pekerjaan atau pesanan darikantor/instansi pemerintah.

o. Memiliki saham/modal dalam perusahaan yang kegiatanusahanya berada dalam ruang lingkup kekuasaannya.

p. Memiliki saham suatu perusahaan yang kegiatan usahanyatidak berada dalam lingkup kekuasaannya yang jumlah dansifat pemilikan itu sedemikian rupa sehingga melalui pe-milikan saham tersebut dapat langsung atau tidak lang-sung menentukan penyelenggaraan atau jalannya perusa-han.

q. Melakukan kegiatan usaha dagang baik secara resmi,maupun sambilan, menjadi direksi, pimpinan atau komi-saris perusahaan swasta bagi yang berpangkat pembina

Page 87: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

75

Etika Administrasi Publik

golongan ruang IV/a keatas atau yang memangku jabataneselon I.

r. Melakukan pungutan tidak sah dalam bentuk apapun jugadalam melaksanakan tugas nya untuk kepentingan pribadi,golongan atau pihak lain.

Sehubungan dengan kedudukan dan wewenang, kita jugamengenal etika jabatan. Dalam konteks ini, kode etik berman-faat untuk mengarahkan para aparatur publik agar memilikikesadaran moral atas kedudukan yang diperolehnya dari Ne-gara atas nama rakyat. Oleh karena itu kode etika mengan-daikan bahwa para pejabat publik dapat berperilaku sebagaipendukung nilai – nilai moral dan sekaligus pelaksana darinilai – nilai tersebut dalam tindakan – tindakan yang nyata.Dengan demikian, seorang pejabat publik akan menempatkankewajibannya sebagai aparat pemerintah di atas kepentingan-kepentingan akan karir dan kedudukan ( kedudukan hanyalahalat dan bukan tujuan).

Sebagai incumbency obligation (aparat pemerintah), pa-ra pejabat wajib menaati prosedur,tata kerja,peraturan- pera-turan yang telah ditetapkan; mengutamakan aspirasi masya-rakat dan peka terhadap kebutuhan – kebutuhan masyarakat.Untuk itu, seorang pejabat publik harus memiliki kewaspadaanprofesional dan kewaspadaan spiritual (kearifan, kejujuran, ke-uletan, sikap sederhana dan hemat, tanggung jawab, sertaakhlak dan perilaku yang baik). Tentu saja sumpah jabatan

Page 88: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

76

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

yang diucapkan pada saat pelantikan bukan sekedar ‘hafalan’,tetapi lebih merupakan perenungan, penghayatan untuk dapatdilaksanakan/diaktualisasikan.

4.2 Etika Pengambilan KeputusanSeorang pemimpin dalam mengambil keputusan diha-

dapkan pada dilema etika dan moral. Keputusan yang diambilpemimpin tentunya akan menghasilkan dampak bagi oranglain. Idealnya, seorang pemimpin mempunyai integritas yangmenjunjung tinggi nilai moral dan etika. Sehingga, keputusanyang diambilnya adalah mengacu tidak hanya pada kepen-tingannya sendiri, melainkan juga kepentingan orang banyaktermasuk lingkungannya.

Ada baiknya sebelum mengambil keputusan, seorang pe-mimpin dapat mengacu pada prinsip-prinsip berikut ini:• Autonomy

Isu ini berkaitan dengan apakah keputusan Anda melaku-kan eksploitasi terhadap orang lain dan mempengaruhikebebasan mereka? Setiap keputusan yang Anda ambiltentunya akan mempengaruhi banyak orang. Oleh karenaitu, Anda perlu mempertimbangkan faktor ini ke dalam se-tiap proses pengambilan keputusan Anda.Misalnya keputusan untuk merekrut pekerja dengan biayamurah. Seringkali perusahaan mengeksploitasi buruh de-ngan biaya semurah mungkin padahal sesungguhnya upahtersebut tidak layak untuk hidup.

Page 89: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

77

Etika Administrasi Publik

• Non-malfeasance

Apakah keputusan Anda akan mencederai pihak lain? Dikepemerintahan, nyaris setiap peraturan tentunya akanmenguntungkan bagi satu pihak sementara itu mencederaibagi pihak lain. Begitu pula halnya dengan keputusan bis-nis pada umumnya, dimana tentunya menguntungkan bagibeberapa pihak namun tidak bagi pihak lain.

• Beneficence

Apakah keputusan yang Anda ambil benar-benar mem-bawa manfaat? Manfaat yang Anda ambil melalui keputu-san harus dapat menjadi solusi bagi masalah dan meru-pakan solusi terbaik yang bisa diambil.

• Justice

Proses pengambilan keputusan mempertimbangkan faktorkeadilan, dan termasuk implementasinya. Di dunia ini me-mang sulit untuk menciptakan keadilan yang sempurna na-mun tentunya kita selalu berusaha untuk menciptakankeadilan yang ideal dimana memperlakukan tiap orangdengan sejajar.

• Fidelity

Fidelity berkaitan dengan kesesuaian keputusan dengandefinisi peran yang kita mainkan. Seringkali ini melibatkan‘looking at the bigger picture’ atau melihat secara keselu-ruhan dan memahami peran Anda dengan baik.

Page 90: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

78

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

4.3 Etika Politik: 9

Suatu upaya penegakkan etika politik dalam berdemo-krasi guna mewujudkan terbangun dan terciptanya watak dankarakter bangsa yang kuat (nation and character building.).

Etika Politik dan Pemerintahan dimaksudkan untuk mewujud-kan pemerintahan yang bersih, efisien, dan efektif serta me-numbuhkan suasana politik yang demokratis yang bercirikanketerbukaan, rasa bertanggungjawab, tanggap akan aspirasirakyat, menghargai perbedaan, jujur dalam persaingan, ke-sediaan untuk menerima pendapat yang lebih benar, sertamenjunjung tinggi hak asasi manusia dan keseimbangan hakdan kewajiban dalam kehidupan berbangsa:• Etika pemerintahan mengamanatkan agar penyeleng-

gara negara memiliki rasa kepedulian tinggi dalam mem-berikan pelayanan kepada publik, siap mundur apabilamerasa dirinya telah melanggar kaidah dan sistem nilaiataupun dianggap tidak mampu memenuhi amanah ma-syarakat, bangsa dan negara.

• Masalah potensial yang dapat menimbulkan permusuhandan pertentangan diselesaikan secara musyawarah de-ngan penuh kearifan dan kebijaksanaan sesuai dengannilai-nilai agama dan nilai-nilai luhur budaya, dengan tetapmenjunjung tinggi perbedaan sebagai sesuatu yang ma-nusiawi dan alamiah.

9 Franz Magnis Suseno, 1988, Etika Politik, Gramedia, Jakarta

Page 91: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

79

Etika Administrasi Publik

• Etika Politik dan Pemerintahan diharapkan mampu men-ciptakan suasana harmonis antar pelaku dan antar keku-atan sosial politik serta antar kelompok kepentingan lain-nya untuk mencapai sebesar-besar kemajuan bangsa dannegara dengan mendahulukan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi dan golongan.

• Etika Politik dan Pemerintahan mengandung misi kepadasetiap pejabat dan elit politik untuk bersikap jujur, amanah,sportif, siap melayani, berjiwa besar, memiliki keteladanan,rendah hati, dan siap untuk mundur dari jabatan publik apa-bila terbukti melakukan kesalahan dan secara moral kebi-jakannya bertentangan dengan hukum dan rasa keadilanmasyarakat. Etika ini diwujudkan dalam bentuk sikap yangbertata krama dalam perilaku politik yang toteran, tidakberpura-pura, tidak arogan, jauh dari sikap munafik sertatidak melakukan kebohongan publik, tidak manipulatif danberbagai tindakan yang tidak terpuji lainnya.

Page 92: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

80

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

Konteks Etika

Etika

Filsafat

Hukum Politik

Agama

Tradisi

Administrasi

SosialEkonomi

SumberEtika

PenerapanEtika

Profesi Seni

Page 93: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

81

Birokrasi

81

BAB III

BIROKRASI

1. Konsep Birokrasi

Biasanya, setiap kali orang mendengar istilah “birokrasi”,pada umumnya lalu membayangkan proses yang berbelit-belit, waktu yang lama, biaya yang banyak dan menimbulkankeluh kesah yang pada akhirnya ada anggapan bahwa biro-krasi itu tidak efisien dan bahkan tidak adil, serta mengancamkebebasan, spontanitas dan kemajuan sosial. Walaupun ang-gapan tersebut bersifat subyektif banyak orang, namun tidakseluruhnya benar. Dipandang dari aspek formalnya, secaraobyektif sebenamya harus diakui bahwa birokrasi juga mem-punyai ciri – ciri ideal yang bermanfaat bagi penyelenggaraannegara. Kalau dalam kenyataan praktek kerja ciri-ciri ideal ituluntur dan berubah menjadi sesuatu yang buruk dan merugikanberarti memerlukan modifikasi serta perubahan dan pengem-bangan.

Dalam penyelenggaraan pemerintahan sekarang birokrasijuga menjadi semakin imperatif dalam suasana kehidupanmodern, menghadirkan berbagai variasi implementasi danmodel pelayanan. Birokrasi merupakan lembaga yang sangatberkuasa karena birokrasi adalah sarana administrasi rasionalyang netral dalam skala besar. Birokrasi juga merupakan alat

Page 94: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

82

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

yang efektif untuk membantu kelompok-kelompok kuat men-dominasi kelompok yang lain. Hal ini dapat dipahami denganmenelusuri sejarah munculnya birokrasi. Pada umumnya parapakar di bidang pemerintahan berpendapat bahwa pertamabirokrasi lahir sebagai alat kekuasaan dan kedua birokrasilahir dan dibentuk sebagai kebutuhan masyarakat untuk dila-yani (Setiono, 2002:23).

Pendapat pertama ini menyebutkan bahwa penguasayang kuat harus dilayani oleh para pembantu (aparat) yangcerdas dan dapat dipercaya (loyal), dalam hal ini birokrasidibentuk sebagai sarana bagi penguasa untuk mengimple-mentasikan kekuasaan (power) dan kepentingan (interest) me-reka dalam mengatur kehidupan negara seperti dalam wacanatradisional kerajaan di Jawa dimana birokrasi diciptakan se-bagai institusi pelayan raja (king’s servant) dengan abdi dalemsebagai aparatur birokrasi yang bertugas melaksanakan ti-tahnya raja yang diberikan oleh Tuhan sehingga mereka se-penuhnya bertanggungjawab kepada raja bukan kepada rak-yat. Sedangkan pendapat kedua menyebutkan bahwa biro-krasi itu ada karena memang dibutuhkan oleh masyarakat un-tuk membantu mencapai tujuan-tujuan tertentu yang telah di-tetapkan bersama, dalam hal ini ada tidaknya birokrasi dalamkehidupan masyarakat adalah adanya kebutuhan merekaakan lembaga yang bertugas menyelenggarakan pelayananpublik (public service).

Page 95: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

83

Birokrasi

Kebutuhan akan pelayanan ini tentunya bisa sama danatau berbeda antara masyarakat desa dengan kota antarasatu Kota/Kabupaten dengan Kota/Kabupaten lainnya sepertiadanya organ birokrasi atau yang sekarang dapat dilihat padaStruktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) dari berbagai Sa-tuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang disusun sesuaidengan kebutuhan masyarakat setempat (Bdk. PP Nomor 8tahun 2003 juncto PP Nomor 41 tahun 2007). Tentu saja or-gan birokrasi tersebut juga terdapat di tingkat di atasnya (Pe-merintah Pusat) dalam hubungan koordinasi secara vertikaldan horizontal ( sehingga ada istilah lembaga vertikal dan hori-sontal).

Dalam prakteknya, kedua pendapat tersebut tidak bisadipisahkan secara dikotomis, karena keduanya tidaklah ber-jalan secara murni pada setiap negara/pemerintahan, tetapilebih merupakan perpaduan antara keduanya yaitu kebutuhanpenguasa sekaligus kebutuhan masyarakat. Misalnya, di Indo-nesia lahirnya organ birokrasi seperti Badan Koordinasi Inte-lijen Negara (BAKIN) di era orde baru lebih didasarkan ke-pada kebutuhan penguasa (pemerintah), sementara itu di erareformasi lahir Komisi Pemeriksa Kekayaan PenyelenggaraNegara (KPKPN), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) danMahkamah Konstitusi (MK) merupakan kebutuhan penguasasekaligus kebutuhan masyarakat.

Page 96: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

84

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

Istilah birokrasi itu sendiri semula dikemukakan oleh Mde Gournay (dalam Albrow,1989:1) pada abad ke-18 untukmemberikan atribut terhadap sebuah penyakit yang jelas-jelasdapat merusak dalam sistem pemerintahan di Perancis yangdisebut bureaumania. Sebagaimana diketahui dari sejarahbahwa pemerintahan Perancis pada saat itu dikenal memilikikinerja yang sangat buruk. Para pejabat sebagai abdi rajasering mengadakan pesta mewah, memungut pajak yang ting-gi serta kejam terhadap mereka yang kritis. Untuk menyindirkinerja pejabat yang buruk itu dipakailah istilah bureaumania

yang kemudian memunculkan kata bureaucratie (Perancis),burokratie (Jerman), burocrazia (Italia) dan bureaucracy (Ing-gris). Istilah-istilah inilah yang kemudian dipakai untuk menun-jukkan pengertian akan suatu organ/institusi pelaksana kegia-tan pemerintahan dalam suatu negara sebagaimana dikemu-kakan oleh Yahya Muhaimin (dalam Setiono,2002:22) bahwabirokrasi adalah keseluruhan aparat pemerintah, sipil maupunmiliter yang melakukan tugas membantu pemerintah dan me-nerima gaji dari pemerintah karena statusnya itu (dalam Kri-dawati dan Faizal, 2006)

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia¹ disebutkan bah-wa birokrasi adalah sistem pemerintahan yang dijalankan olehpegawai pemerintah karena telah berpegang pada hirarki danjabatan; cara bekerja atau susunan pekerjaan yang serba lam-

¹ Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2001, Kamus Besar Bahasa Indo-nesia III, Balai Pustaka, Jakarta, hlm. 156

Page 97: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

85

Birokrasi

ban dengan berdasar pada aturan yang ketat. Pejabat yangbertindak secara birokrasi disebut birokrat. Birokratisasi di-artikan sebagai sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pe-gawai pemerintah yang tidak dipilih oleh rakyat. Disini dapatdisimpulkan bahwa birokrat atau pegawai pemerintah dida-sarkan atas pengangkatan atau penunjukkan (appointed) bu-kan dipilih (elected). Miftah Thoha dalam bukunya Birokrasidan Politik di Indoneisa (2003:1)) secara komprehensif mem-bahas tentang teori birokrasi berdasarkan pemikiran Max We-ber tentang ideal type birokrasi. Di awal pembahasannya, iamengutip pendapat yang dikemukakan oleh Keith Dowdingdalam The Civil Service mengatakan sebagai berikut “There

are many books on the civil service and on bureaucratic theo-

ry,. There are not many which combine explanation of both

bureaucratic theory and the civil service” Secara bebas di-terjemahkan “banyak buku yang membahas teori birokrasi danpegawai pemerintah atau pamong praja. Namun hanya sedikitbuku yang membahas kombinasi keduanya tentang birokrasipemerintah atau birokrasi yang dijalankan oleh pamong praja.Dan dalam konteks Indonesia, apabila orang berbicara ataumembahas tentang birokrasi, maka persepsi orang tidak laintertuju pada birokrasi pemerintah.

Birokrasi pemerintah menurut Almond dan Powel seba-gaimana dikutip oleh Santoso (1997:19) sebagai berikut: The

Governmental bureaucracy is a group of formally organized

offices and duties, linked in a complex grading subordinates

Page 98: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

86

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

to the formal role-makers (Birokrasi Pemerintah adalah se-kumpulan tugas dan jabatan yang terorganisasi secara for-mal, berkaitan dengan jenjang yang kompleks dan tunduk padapembuat peran formal). Selanjutnya dijelaskan bahwa berda-sarkan tugas pokok atau misi suatu organisasi birokrasi dapatdibedakan menjadi 3 kategori yaitu:a. Birokrasi Pemerintah Umum yaitu yang menjalankan tugas-

tugas pemerintahan umum termasuk memelihara keter-tiban dan keamanan, mulai dari tingkat pusat sampai ting-kat daerah dan lebih bersifat mengatur (regulative func-

tion).b. Birokrasi Pembangunan yaitu yang menjalankan salah sa-

tu tugas khusus untuk mencapai tujuan pembangunan se-perti pendidikan, kesehatan, perdagangan yang disebutdevelopment function atau adaptif function.

c. Birokrasi Pelayanan yaitu unit organisasi pemerintahanyang berhubungan secara langsung dengan masyarakat,yang disebut public service.

Selain itu, ada juga definisi birokrasi yang dikemukakanoleh beberapa pakar di bidangnya yang dikumpulkan olehSantoso (1997:20) dan Widjaja (2004 : 25 - 26) yaitu:a. Fritz Morstein Marx

Birokrasi sebagai tipe organisasi pemerintah modernyang bersifat spesialisasi untuk melaksanakan tugas-tu-

Page 99: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

87

Birokrasi

gasnya dalam sistem administrasi. Morstein menekankanunsur kompetensi profesional birokrat.

b. Lance CastlesMenegaskan bahwa birokrasi adalah orang-orang yangbergaji yang menjalankan fungsi pemerintah, termasuk didalamnya adalah para birokrat militer. Birokrasi yang di-maksudkan Castle tidak selalu sesuai dengan gagasanWeber tentang birokrasi rasional.

c. Peter M Blau dan Charles H PageMengedepankan ciri birokrasi sebagai tipe dari organisasiyang mengkoordinasikan secara sistematika pekerjaanbanyak orang untuk mencapai tugas-tugas administratifyang besar. Mereka menekankan adanya system kerja de-ngan garis koordinasi yang tegas. Konsep Blau dan Pagejuga menegaskan bahwa birokrasi tidak hanya dikenal da-lam organisasi pemerintah saja, tetapi juga pada semuaorganisasi besar seperti angkatan bersenjata (militer) danorganisasi niaga dan swasta.

d. Denis WrongBirokrasi diarahkan untuk mencapai suatu tujuan tertentudari berbagai ragam tujuan; organisasinya disusun secarahierarki dengan jalinan komando yang tegas dari atas kebawah; adanya pembagian pekerjaan yang jelas dengantujuan yang spesifik, peraturan umum dan ketentuan – ke-tentuan umum yang menentukan semua sikap dan usaha

Page 100: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

88

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

untuk mencapai tujuan; karyawan dipilih terutama berda-sarkan kompetisi dan keterlatihannya; kerja dalam biro-krasi cenderung merupakan pekerjaan seumur hidup.

e. La PalombaraMemberikan pengertian birokrasi dalam artian “birokrat”.Birokrat adalah mereka yang pada umumnya mendudukiperan manajerial, yang mempunyai kapasitas memerintahbaik di badan-badan sentral maupun di lapangan, yangpada umumnya digambarkan dalam bahasa AdministrasiNegara sebagai manajemen “menengah” atau “atas”.

Ada juga yang mengklasifikasi karakteristik birokrasi ke-dalam 3 kategori (Evers dalam Zauhar,1996: 88-89) yaitu:a. Birokrasi sebagai rasionalisme prosedur pemerintahan

dan aparat administrasi publik. Makna ini sejalan denganide Weber tentang birokrasi, dan oleh Evers dinamakanBirokrasi Weber (BW).

b. Birokrasi sebagai bentuk organisasi yang membengkakdan jumlah pegawai besar. Konsep inilah yang sering di-sebut sebagai Parkinson Law, karena istilah ini diciptakanoleh tuan Parkinson. Hukum Parkinson mengatakan (1)Setiap pegawai negeri akan berusaha sekuat tenaga me-ningkatkan jumlah pegawai bawahannya, (2) Setiap pega-wai negeri akan selalu menciptakan tugas baru bagi dirinyasendiri yang sering diragukan manfaat dan artinya. Karenaitu laju birokrasi akan meningkat dan jumlah pegawai akan

Page 101: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

89

Birokrasi

naik secara otomatis tidak tergantung dari beban tugasyang diperlukan.

c. Birokrasi sebagai perluasan kekuasaan pemerintah de-ngan maksud mengontrol kegiatan masyarakat. Hal inioleh Evers disebut Orwelisasi.

2. Karakteristik Birokrasi

a. Tipe Ideal Birokrasi Max WeberMenurut Max Weber dalam Ali Mufiz, birokrasi mendasar-

kan diri pada hubungan antara kewenangan menempatkandan mengangkat pegawai bawahan dengan menentukan tu-gas dan kewajiban dimana perintah dilakukan secara tertulis,ada pengaturan mengenai hubungan kewenangan dan pro-mosi kepegawaian didasarkan atas aturan-aturan tertentu.

Menurut Weber, birokrasi merupakan suatu bentuk orga-nisasi yang ditandai oleh hierarki, spesialisasi peranan dantingkat kompetensi yang tinggi ditunjukkan oleh para pejabatyang terlatih untuk mengisi peran-peran tersebut. Pemaknaanbirokrasi sebagai organ pelayanan publik tentunya merupakanpemaknaan yang sifatnya idealis, bahkan tak salah jika MaxWeber memandang birokrasi sebagai organisasi yang rasio-nal yang memiliki ciri khas (ideal type model of bureaucracy).Model ini tidaklah dimaksudkan untuk menggambarkan ke-nyataan organisasi secara sempurna melainkan sekedar

Page 102: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

90

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

memberikan identifikasi secara sistematis tentang birokrasiserta menekankannya hanya pada tujuan-tujuan analitis.

Karakteristik pokok struktur birokrasi tipe-idealnya We-ber adalah sebagai berikut:1) Adanya pembagian kerja untuk masing-masing pegawai

(division of labour) yang telah ditetapkan secara jelas dandilaksanakan oleh masing-masing pegawai yang benar-benar memiliki keahlian khusus (specialized experts) danbertanggungjawab bagi tercapainya tujuan organisasi se-cara efektif.

2) Adanya prinsip hierarki dalam organisasi (the principle

of hierarchy), dimana struktur organisasi yang ada di ba-wah berada dalam kontrol dan pengendalian struktur or-ganisasi yang lebih tinggi. Oleh karena itu setiap pejabatdalam hirerarki bertanggungjawab terhadap atasan ma-sing-masing atas keputusan bawahannya dan juga atastindakan-tindakannya sendiri. Walaupun masing-masingorang yang berada pada jenjang organisasi mempunyaiotoritas-birokratis tetapi penggunaan otoritas itu tetapharus relevan dengan tugas-tugas resmi organisasi.

3) Pelaksanaan tugas diatur oleh sistem peraturan yang terusmenerus diberlakukan secara konsisten (system of rules).Sistem ini dimaksudkan untuk mempertahankan unifor-

mitas yang terdapat dalam kinerja setiap tugas dan rasatanggungjawab masing-masing anggota organisasi bagipelaksanaan tugasnya.

Page 103: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

91

Birokrasi

4) Pejabat yang ideal adalah pejabat yang bekerja atas se-mangat “formalistic impersonality” atau “sine ira et stu-

dio” yaitu bekerja atas dasar ketidakberfihakan kepadasiapapun. Hubungan pejabat dan klien bersifat tidak pri-badi agar pekerjaan dapat terlaksana secara efisien. Se-lain itu juga dimaksudkan untuk memberikan perlakuanyang adil bagi semua orang dan persamaan pelayananadministrasi.

5) Adanya sistem karier (carier system) dalam pekerjaan,ini berarti bahwa penerimaan pegawai didasarkan padahasil seleksi (kualifikasi professional) dan promosi dida-sarkan atas senioritas atau prestasi atau menurut kedua-nya dan sesuai dengan hasil penilaian atasannya. Sistemini mendorong tumbuhnya loyalitas terhadap organisasidan semangat kerjasama (esprit de corps) diantara ang-gota-anggotanya.

Jadi karakteristik/ciri-ciri birokrasi adalah:• Spesialisasi• Hierarki (Tata Jenjang)• Tegaknya Aturan (Disiplin)• Perintah Tertulis• Kewenangan• Carrier System (Promosi Kepegawaian)

Page 104: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

92

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

Selain itu, Max Weber juga mengemukakan tiga tipe idealdari otorita, sebagai berikut:1) Otorita Tradisional: meletakan dasar-dasar legitimasi pa-

da pola pengawasan sebagaimana diberlakukan di masalampau yang kini masih berlaku.

2) Otorita Kharismatik: Otorita ini timbul karena pengham-baan seseorang kepada individu yang memiliki hal-halyang tidak biasa.

3) Otorita Legal-Rasional: didasarkan atas aturan yang ber-sifat tidak pribadi, impersonal yang ditetapkan secara le-gal yaitu didasarkan pada aturan-aturan yang pasti, danseleksi pegawai atas dasar kompetensi teknis. Birokrasiyang mempunyai ciri-ciri di atas adalah birokrasi yang da-pat meningkatkan efisiensi organisasi, dan karena itu di-namakan birorasionalitas dan biroefisiensi. Sedangkanyang lain, yang tidak dapat menimbulkan efisiensi aliaspemborosan disebut sebagai biropatologi.

b. Kritik atas Birokrasi WeberSesuai dengan namanya, karakteristik birokrasi model

Weber di atas memang sangat ideal yang tentu saja realitasnyacukup sulit dicapai sehingga banyak menimbulkan kritik. Kritikyang dilancarkan terhadap birokrasi ini umumnya disebabkanoleh hal-hal sebagai berikut : terdapatnya kegagalan menen-tukan wewenang dan tanggungjawab secara terbuka, peratu-

Page 105: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

93

Birokrasi

ran-peraturan yang bersifat rutin dan kaku, kekurangmampuanpara pegawai atau aparatur, gerak pegawai atau aparaturyang lamban, prosedur dan proses yang berbelit-belit sertapemborosan.

Kritik lain atas birokrasi Weber ini dikemukakan oleh Rob-ert K Merton dalam bukunya Bureaucratic Structure and Per-

sonality menyatakan sebagai berikut:a. Sifat birokrasi yang penuh dengan disiplin yang ketat akan

berakibat menghancurkan dirinya sendirib. Adanya sistem aturan sebagai sarana untuk mencapai tu-

juan bisa menjadi tujuan itu sendiric. Kondisi kerja yang birokrastis bisa menciptakan solidari-

tas kelompok yang bisa anti perubahand. Sifat impersonalitas birokrat dalam memberikan pelaya-

nan pada masyarakat bisa menyebabkan timbulnya konflikdengan klien

e. Struktur birokrasi yang terlalu rasional bisa menimbulkanakibat disfungsional dari birokrasi yaitu inefisiensi

f. Sifat formal dari birokrasi akan menciptakan perilaku bi-rokrat yang formal/kaku dan seringkali bertentangan de-ngan kenyataan manusia sebagai makhluk sosial yang ju-ga membutuhkan hubungan-hubungan yang bersifat infor-mal – yang juga bisa menciptakan adanya semangat danproduktifitas kerja.

Page 106: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

94

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

3. Wajah Birokrasi Indonesia dari Masa keMasa

Menelisik sejarah birokrasi di Indonesia berarti menelusurimasa pemerintahan; sejak zaman kerajaan (masa pra-kolo-nial), zaman penjajahan (masa kolonial) dan Zaman Kemer-dekaan (Masa Republik Indonesia). Dari masa – ke masa,birokrasi pemerintah berkembang baik mengenai struktur danjumlah pegawai, peran yang semakin meluas antara lainsebagai policy maker dan pelaksana kebijakan (implemen-

tor), penggerak mesin administrasi, pengendali dan pelaksanaprogram pembangunan.

1) Masa Pra-kolonialPada zaman kerajaan, para raja membentuk birokrasi bu-

kan untuk kepentingan rakyat, tetapi untuk kepentingan pe-merintah. Sehingga para Penggowo dan semua yang bekerjadi kerajaan disebutnya sebagai abdi dalem atau abdi raja,bukan abdi rakyat. Birokrasinya disebut “Birokrasi Abdi

Dalem”. Keberadaannya dalam suatu sistem untuk kepenti-ngan memperkuat kekuasaan raja. Karena coraknya sepertiini ketergantungan kepada kekuasaan tunggal raja sangat be-sar. Sifat seperti ini selalu membuat birokrasi kerajaan sangat“paternalistic” dan terikat pada tata cara yang telah digariskanoleh raja. Kepada rakyat bukan melayani akan tetapi cende-rung menekan melalui upeti, atau pajak.

Page 107: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

95

Birokrasi

Secara umum, struktur masyarakat Jawa terbagi kedalamdua lapisan, yaitu golongan priyayi dan wong cilik (rakyat jela-ta). Golongan priyayi terdiri atas pejabat tinggi pusat, sedang-kan wong cilik adalah rakyat jelata yang tidak memiliki kekua-saan apa-apa. Hubungan antara golongan priyayi dan wongcilik adalah patronclient, artinya golongan priyayi bertindaksebagai majikan yang mempunyai hak-hak istimewa semen-tara wong cilik adalah kawula yang harus melayani mereka.Pola hubungan birokrasi semacam itu disebut patrimonial,karena raja merupakan tuan tertinggi yang semua “kebijaksa-naannya” harus dipatuhi tanpa boleh ditentang pejabatnya, danantar strata pejabat atas sampai terendah juga mengharuskankepatuhan yang sama. Dalam hal ini, yang menentukan adalah“Patron”.

Karakteristik birokrasi masa kerajaan/feodal• Lapisan masyarakat bersifat tertutup (closed social strati-

fication)

• Kekuasaan dan wewenang dengan paksaan, kepatuhanterhadap segala tindakan dan kemauan penguasa, jugaatas dasar kepercayaan dan pemujaan.

• Raja sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan se-lalu didampingi oleh ahli-ahli pemerintahan; penempatankeluarga dalam posisi penting, penempatan putra pejabatdi istana sebagai abdi keraton

Page 108: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

96

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

• Perjalanan raja keliling daerah secara teratur, penempatanagen-agen terpercaya di daerah, memiliki orang jaminan(personal guarantees), mengawasi pejabat dengan meng-gunakan mata-mata atau telik sandi.

2) Masa kolonialPada masa penjajahan, terutama ketika Belanda mengu-

asai Indonesia selama lebih kurang tiga setengah abad (350tahun), tata cara dan struktur pemerintahan tetap dipertahan-kan bahkan disesuaikan dengan sistem birokrasi modern pa-da tingkat yang lebih tinggi yaitu setingkat Residen dan Gu-bernur. Struktur birokrasi untuk kepentingan elit penguasa sam-pai ke desa-desa tidak berubah.

Pola pemerintahan bersifat tidak langsung (indirect ruler)yakni melalui perantaraan pejabat pribumi (golongan priyayi)yang dibujuk dengan uang dan kekayaan terkadang dengantekanan, untuk menjalankan kekuasaan Belanda. Politik kolo-nial Belanda dengan memanfaatkan para pejabat peribumi(golongan priyayi) tampaknya berhasil, karena para pejabatbentukan Belanda tersebut memperoleh legitimasi baru untukmemperkokoh pengaruh di kerajaan.

Dalam perkembangan selanjutnya, tatanan pemerintahantersebut membentuk korps kepegawaian belanda ( juga ter-masuk pejabat pribumi) yang menunjukkan adanya suatu struk-tur birokrasi sebagai berikut:

Page 109: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

97

Birokrasi

a. Untuk mengurus atau melayani belanda dan eropa lainnyapenggolongan birokrasinya disebut Eropsche Bestuur.

b. Untuk mengurus atau melayani orang arab dan cina, peng-golongan birokrasinya disebut Oosterlingen (timur asing).

c. Untuk mengurus atau melayani masyarakat pribumi (inlan-

der), penggolongan birokrasinya disebut Pangreh Praja.

Ciri-ciri birokrasi masa Kolonial dapat diklasifikasikan se-bagai berikut:- Adanya Lapisan sosial; dimana bumi putera berada pada

posisi lapisan bawah dan perannya sangat kecil dalambirokrasi

- Birokrat berfungsi sebagai agen pemerintah kolonial yangberhadapan dengan rakyat pribumi. Birokrasi semata-ma-ta berfungsi hanya sebagai jembatan antara penjajah danrakyat pribumi.

- Adanya sistem administrasi ganda (a dual system of ad-

ministration). Maksudnya, di satu sisi sistem administrasidijalankan pejabat pemerintahan dari orang-orang baratdengan sistem kolonial, dan di sisi lain tetap memperta-hankan birokratisasi patrimonial atau tradisional namuntetap diwarnai prinsip-prinsip colour lines, race discrimi-

nation dan dominasi.

Page 110: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

98

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

3) Masa Kemerdekaan (Masa Republik Indonesia)Dalam konteks Indonesia merdeka, paling tidak ada lima

periode pemerintahan yang memberi warna tersendiri yaitumasa awal kemerdekaan, masa demokrasi liberal, masa de-mokrasi terpimpin (orde lama), dan masa orde baru, masareformasi. Namun dalam pembahasan bagian ini, kita belumberbicara mengenai birokrasi masa reformasi.• Masa Awal Kemerdekaan (1945-1949)

Selama awal kemerdekaan, birokrasi belum berjalan se-bagaimana mestinya, dan banyak pegawai terpecah belahantara para pegawai pemerintah Belanda yang memilikitingkat pendidikan yang tinggi dan pegawai pemerintahrepublik Indonesia dengan keterampilan dan pendidikan-nya yang rendah. Namun ada beberapa hal positif yangmenjadi warisan kolonial yang masih kita pakai sampaisaat ini, antara lain adalah struktur organisasi birokrasiyang telah tertata baik seperti provinsi, gementee (kota),Gewest (karesidenan), kabupaten (afdengilen); di bidanghukum seperti KUHAP masih mengacu pada hukum ko-lonial (dalam beberapa hal), dan seterusnya; struktur danjumlah pegawai negeri (birokrasi) yang cukup besar.

• Masa Demokrasi Liberal (1950 -1959)Masa Demokrasi Liberal ditandai oleh keluarnya maklu-mat pemerintah tentang pembentukan partai-partai politikyang berakibat munculnya banyak partai politik (sistem

multipartai). Pada masa tahun 1950 -1959, birokrasi

Page 111: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

99

Birokrasi

menjadi incaran partai politik. Semua partai politik padamasa ini berkeinginan menguasai birokrasi, sementaraitu birokratnya mulai bermain mata dengan kekuatan partaipolitik yang ada. Gejala “patronisasi” mulai mewarnai ke-hidupan birokrasi; diwarnai oleh perebutan kekuatan antar-partai politik sehingga pemerintahan menjadi semakin ter-puruk, tidak berjalan dan tertata lebih baik.

• Masa Demokrasi Terpimpin/Orde Lama (1959-1965)Masa ini ditandai dengan tebitnya dekrit presiden 5 Juli1959 untuk kembali kepada UUD 1945. Sebagai koreksiatas keadaan birokrasi yang carut – marut terutama kon-taminasi tugas birokrasi dalam permainan politik, makadikeluarkanlah Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 1959yang isinya melarang pegawai golongan F (golongan pe-jabat tinggi birokrasi) untuk menjadi anggota suatu partaipolitik. Hal ini untuk menjaga netralitas pejabat birokrasiterhadap politik praktis. Ciri lainya adalah penambahanjumlah pegawai yang tidak berdasarkan analisis kebutu-han dan sistem rekruitmen yang jelas tetapi melalui caranepotisme. Rekruitmen berbau “koncoisme” atau “jakso-

nisme”.• Masa Orde Baru

Pembenahan aparatur dalam masa ini diupayakan denganmelakukan perubahan birokrasi ke arah birokrasi yang ber-tanggung jawab melalui pengaturan perundangan yang cu-kup terperinci. Antara lain, pembentukan Korps Pegawai

Page 112: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

100

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

Republik Indonesia (KOPRI), melalui keputusan presidenNo 82 tahun 1971 sebagai wadah pembinaan di luar ke-dinasan untuk menjamin keutuhan dan kekompakan. Parapegawai pun dituntut untuk memiliki komitmen terhadaptugas dan kewajibannya sebagai abdi negara dan abdimasyarakat yang tertuang dalam Sapta Prasetya KORPRI

(sekarang Panca Prasetya KORPRI). Kemudian pada ta-hun 1972 dibentuk sebuah lembaga yaitu Kantor UrusanPegawai (KPU) untuk pembinaan pegawai berikut admi-nistrasi kepegawaian pemerintah, dan keluarnya regulasikepegawaian yaitu Undang-Undang No 8 tahun 1974 yangmencakup perbaikan pola rekruitmen pegawai, sistempenggajian, disiplin dan penerapan sanksi. Termasukupaya penataan kelembagaan, diferensiasi tugas danfungsi, dan pembentukan mekanisme kontrol organisasiyang ketat. Peran dan fungsi birokrasi ditempatkan seba-gai instrument (alat) andal dan dipercaya untuk berperanmengamankan dan mengimplementasikan setiap kebija-kan politik pemerintah. Birokrasi berperan sebagai mobi-lisator, stabilisator dan dinamisator dalam pembangunan.Ciri birokrasinya adalah:• lebih berorientasi melayani pemerintah daripada me-

layani masyarakat.• para birokrat juga memiliki kemampun menggunakan

prosedur peraturan perundangan-undangan dan ber-bagai petunjuk pelaksanaan (juklak) atau petunjuk tek-

Page 113: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

101

Birokrasi

nis (juknis) dalam public services atau memberikanpelayanan kepada masyarakat.

• lekatnya birokrasi dengan politik. Contoh pengurusKOPRI tidak menolak upaya GOLKAR sebagai orga-nisasi politik terbesar di masa Orde Baru menjadikanpilar utama GOLKAR dengan jalur B (Birokrasi). Ke-mudian melalui PEMILU 1987, KOPRI melalui musya-warah nasionalnya memutuskan menyalurkan aspirasipolitiknya kepada GOLKAR. Sehingga sejak tahun1965 – 1997, birokrasi semakin jelas memihak (tidaknetral) kepada salah satu kekuatan politik yang domi-nan (Golkar).

4. Budaya Politik Dan Budaya Birokrasi

a. Pengertian BudayaMenurut Koentjaraningrat (Thn 1980: 195), kata “kebuda-

yaan” berasal dari kata sansekerta “buddhayah”, yaitu bentukjamak dari ’buddhi’ yang berarti “akal”. Dengan demikian ke-budayaan dapat berarti : “hal-hal yang bersangkutan denganakal”. Sedangkan kata culture, yang merupakan kata asingyang sama artinya dengan “kebudayaan” berasal dari katalatin ’colere’ yang berarti “mengolah, mengerjakan”, terutamamengolah tanah atau bertani. Dari arti ini berkembang arti cul-

ture sebagai “segala daya upaya serta tindakan manusia untukmengolah tanah dan merobah alam.

Page 114: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

102

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

Secara umum, definisi tentang konsep budaya dikatego-rikan kedalam dua kelompok besar, yaitu pengertian klasikdan pengertian modern. Dalam tulisan ini diangkat konsepkebudayaan dari pengertian modern. Edward B. Tylor, mem-berikan batas modern tentang kebudayaan sebagai keselu-ruhan hasil daya cipta manusia yang meliputi pengetahuan,kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, kebia-saan dan apa saja yang diperoleh manusia sebagai anggotasuatu masyarakat. Senada dengan itu, Richard Niebuhr mem-beri batasan tentang kebudayaan dengan mendasarkan diripada distingsi antara kodrat (nature) dan kebudayaan (cul-

ture). Menurutnya, kebudayaan adalah lingkungan buatan yangditambahkan manusia pada lingkungan alamiah. Kebudayaanitu meliputi bahasa, kebiasaan-kebiasaan, ide-ide, adat is-tiadat, organisasi sosial, tradisi, teknik dan nilai-nilai.

b. Wujud KebudayaanSeorang ahli sosiologi, Talcott Parsons yang bersamaan

seorang ahli antropologi A. L. Kroeber (1917: 213-263) pernahmenganjurkan untuk membedakan secara tajam wujud kebu-dayaan sebagai suatu sistem dari ide-ide dan konsep-konsep,dari wujud kebudayaan sebagai suatu rangkaian tindakan danaktivitas manusia yang berpola. Maka mereka membedakanada tiga “gejala kebudayaan”, yaitu:a. ideasb. activities danc. artifact

Page 115: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

103

Birokrasi

atau sekarang lebih dikenal sebagai tiga wujud kebudayaanyaitu:1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide,

gagasan, nilai-nilai, norma-norma, dan peraturan dan se-bagainya.

2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas sertatindakan berpola dan manusia dalam masyarakat. Disebutjuga sistem sosial atau social system, mengenai tindakanberpola dari manusia itu sendiri. Sistem sosial ini terdiridari aktivitas-aktivitas manusia-manusia yang berinteraksi,berhubungan, serta bergaul dengan satu yang lain dari detikke detik, dari hari ke hari, dan dari tahun ke tahun, selalumenurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tatakelakuan.

3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya ma-nusia: berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba,dilihat,dan difoto.

Selain tiga wujud kebudayaan, ada juga unsur-unsur ke-budayaan yaitu:1. Bahasa2. Sistem pengetahuan3. Organisasi sosial4. Sistem peralatan dan teknologi5. Sistem religi6. Kesenian7. Sistem mata pencaharian hidup

Page 116: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

104

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

c. Budaya PolitikAda beberapa pengertian yang dikemukakan mengenai

budaya politik:• Sikap orientasi warga negara terhadap sistem politik

dan aneka ragam bagiannya, dan sikap terhadap pe-ranan warga negara di dalam sistem itu (G. A. Almonddan S. Verba)

• Sikap dan orientasi warga suatu negara terhadap ke-hidupan pemerintahan negara dan politiknya (MochtarMasoed dan Colin MacAndrews)

• Sutu konsep yang terdiri dari sikap, keyakinan, nilai -nilai dan ketrampilan yang sedang berlaku bagi seluruhanggota masyarakat, termasuk pola - pola kecende-rungan khusus serta pola - pola kebiasaan yang ter-dapat pada kelompok - kelompok dalam masyarakat(Almond dan Powell)

Budaya politik menunjuk pada orientasi tingkahlaku indi-vidu/masyarakat terhadap sistem politik. Orientasi masyarakatsecara keseluruhan tidak dapat dipisahkan dari orientasi indi-vidu. Menurut Almond dan Verba, masyarakat mengidentifikasidirinya terhadap simbol-simbol dari lembaga-lembaga kene-garaan berdasarkan orientasi yang dimilikinya.

Orientasi individu terhadap sistem politik mencakup 3aspek yaitu:

Page 117: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

105

Birokrasi

1) Orientasi kognitif, yaitu pengetahuan dan keyakinan ten-tang sistem politik. Misalnya: tingkat pengetahuan sese-orang tentang jalannya sistem politik, tokoh pemerintahandan kebijakan yang mereka ambil, simbol-simbol kene-garaan, dll.

2) Orientasi afektif; aspek perasaan dan emosional sese-orang individu terhadap sistem politik.

3) Orientasi evaluatif, yaitu penilaian seseorang terhadap sis-tem politik, menunjuk pada komitmen terhadap nilai-nilaidan pertimbangan-pertimbangan politik terhadap kinerjasistem politik

Ada berbagai macam budaya politik yang berkembangdi masyarakat:a) Budaya politik elit (terdiri dari kaum pelajar sehingga me-

miliki pengaruh dan lebih berperan dalam pemerintahan)dan budaya politik massa (kurang memahami politik se-hingga mudah terbawa arus).

b) Menurut Hebert Feith, sistem politik di Indonesia di do-minasi oleh budaya politik aristokrat Jawa dan wiraswastaIslam.

c) Menurut C. Geertz, di Indonesia terdapat budaya politikpriyayi, santri dan abangan

Page 118: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

106

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

Adapun tipe - tipe budaya politik di Indonesia, yaitu:1) Budaya Politik Parokial ( Parochial Political Culture )

• orientasi politik individu dan masyarakatnya masih sa-ngat rendah. Hanya terbatas pada satu wilayah ataulingkup yang kecil atau sempit.

• Individu tidak mengharapkan apapun dari sistem po-litik.

• Tidak ada peranan politik yang bersifat khas dan ber-diri sendiri.

• Biasanya terdapat pada masyarakat tradisional2) Budaya Politik Subjek ( Subject Political Culture)

• Masyarakat dan individunya telah mempunyai perha-tian dan minat terhadap sistem politik.

• Meski peran politik yang dilakukannya masih terbataspada pelaksanaan kebijakan-kebijakan pemerintahdan menerima kebijakan tersebut dengan pasrah.

• Tidak ada keinginan untuk menilai , menelaah atau bah-kan mengkritisi

3) Budaya Politik Partisipan ( Participant Political Culture )• Merupakan tipe budaya yang ideal.• Individu dan masyarakatnya telah mempunyai perha-

tian, kesadaran dan minat yang tinggi terhadap politikpemerintah.

• Individu dan masyarakatnya mampu memainkan pe-ran politik baik dalam proses input (berupa pemberiandukungan atau tuntutan terhadap sistem politik) mau-

Page 119: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

107

Birokrasi

pun dalam proses output (melaksanakan, menilai danmengkritik terhadap kebijakan dan keputusan politikpemerintah).

4) Budaya Politik Subjek Parokial (Parochial Subject Politi-

cal Culture)

• Budaya politik yang sebagian besar telah menolak tun-tutan masyarakat feodal atau kesukuan.

• kesetiaan terhadap sistem politik dengan stuktur pe-merintah pusat yang bersifat khusus.

• Sistem pemerintahan: cenderung sentralisasi.5) Budaya Politik Subjek Partisipan (Participant Subject

Political Culture)• Sebagian besar masyarakatnya telah mempunyai ori-

entasi input yang bersifat khusus dan serangkaian pri-badi sebagai seorang aktivis.

• Sebagian kecil lainnya terus berorientasi kearah struk-tur pemerintahan yang otoriter dan secara relatif mem-punyai serangkaian orientasi pribadi yang pasif.

6) Budaya Politik Parokial Partisipan (Participant Parochial

Political Culture )• Berlaku di negara-negara berkembang yang yang ma-

syarakatnya menganut budaya dalam stuktur politik pa-rokial.

• Tetapi untuk keselarasan diperkenalkan norma-normayang bersifat partisipan

Page 120: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

108

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

Manusia selalu menyesuaikan diri dg tuntutan perubahan

Berusaha memelihara & mempertahankankepercayaan, nilai yg diyakini

Masy. berlangsung tanpa kehilanganidentitasnya

Kebebasan perilakusehari-hari

Sebagai pengalaman & perjalanan sejarah

Rangkaian kepercayaan, kebiasaan, perilaku dlm kehidupan, berinteraksi di

masy. yg saling mempengaruhi

Berlaku pd lembaga ygdominan & membawa

nilai-nilai

Kelompok Masy.memiliki kriteria utk menentukan baik, buruk, salah, benar, seharusnya dan tidak seharusnya

Kepercayaan& nilai-nilai

Dapat membentuksikap seseorang

Ikatan hubungandlm berbagai

kepentingan & tujuanWarisan sosial

Budaya

Budaya Politik

Berasal dari: Agama Adat istiadat Norma-norma

BUDAYA BIROKRASI

Perkembangan budaya politik dewasa ini menunjukanbahwa Indonesia menganut budaya politik yang bersifat pa-rokial-kaula di satu pihak dan budaya politik partisipan di pihaklain. Sehingga sikap ikatan primodalisme masih sangat meng-akar dalam masyarakat Indonesia, juga masih kuatnya pater-nalisme dalam budaya politik Indonesia

d. Budaya Birokrasi²Sebagaimana telah diuraikan diatas bahwa budaya atau

kultur merupakan pola-pola perilaku manusia bagaimana caraberpikir, bertindak, adat-istiadat, kebiasaan yang dijalankanoleh manusia untuk mengatur hidupnya (way of life). Budaya

² Kridawati dan Faizal, 2006, Etika Birokrasi

Page 121: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

109

Birokrasi

birokrasi merupakan cara berpikir, bertindak, kebiasaan danadat istiadat yang dijalankan oleh aparatur birokrasi dalammenjalankan tugasnya sebagai aparatur negara (pegawai ne-geri).

Budaya birokrasi itu menurut Max Weber, suatu budayayang mengatur dirinya dengan cara-cara hirarkis, impersonal,

rasional, yurisdiktif, legalistik dan meritokrasi. Budaya se-macam ini menekankan bahwa susunan hirarkis itu merupakankonsekwensi logis jika birokrasi itu menginginkan kerja yangrasional. Sifat impersonal menekankan bahwa cara kerja bi-rokrasi tidak didasarkan atas hubungan pribadi maupun hu-bungan politik. Sikap yurisdiktif legalistik menekankan bahwabudaya yang dianut birokrasi itu budaya kerja yang selalu di-landasi oleh ketentuan-ketentuan hukum dan bukan ketentuanpolitik. Sedangkan meritokrasi mengharuskan cara-cara re-kruitmen dan kenaikan jabatan dalam birokrasi didasarkanpada kualifikasi keahlian tekhnis, bukannya didasarkan atascara atau budaya konco atau patronage system. Budaya biro-krasi tersebut merupakan type ideal yang kadangkala bisadiwujudkan dan kadangkala malahan sebaliknya.

Berdasarkan uraian diatas maka persoalan yang timbuladalah bagaimanakah budaya birokrasi saat ini? Dan budayayang bagaimana seharusnya dikembangkan. Untuk menjawabpertanyaan ini maka akan dicoba diberikan beberapa contohbudaya (cara berfikir, bertindak, adat istiadat dan kebiasaan)yang dialamatkan kepada birokrasi sebagai berikut:

Page 122: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

110

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

1) Budaya konco atau patronage system

Menurut Weber dalam sistem rekruitmen seharusnya di-dasarkan atas merit (prestasi) namun dalam prakteknyaseringkali hal ini dipengaruhi oleh faktor-faktor lain sepertiadanya hubungan kekeluargaan (nepotisme). Dalam halini ada plesetan yang menarik untuk dicermati yaitu AMPIsingkatan dari anak, menantu dan ponakan isteri. Sehu-bungan dengan itu maka budaya yang harus dikembang-kan adalah budaya meritokrasi dan transparansi artinyarekruitmen didasarkan atas kemampuan dan prestasiserta adanya keterbukaan dalam sistem dan informasi.

2) Budaya restu atau minta petunjuk.Dalam birokrasi seringkali pengambilan keputusan dila-kukan setelah adanya petunjuk atau pengarahan dari pim-pinan. Bawahan kurang berinisiatif dan selalu minta pe-tunjuk atau pengarahan dari atas. Hal ini terjadi karenakebiasaan atau peraturannya yang tidak/kurang jelas. Me-ngacu ke pendapat Weber seharusnya pola pengambilankeputusan didasarkan atas ketentuan-ketentuan hukumdan aturan yang berlaku (yurisdiksi legalistic) bukan ber-dasarkan kepentingan-kepentingan tertentu seperti politikdll.

3) Budaya Seremonial dan Sloganistik.Para birokrat masih sering terlibat dalam hal-hal yang ber-sifat seremonial yang tidak produktif seperti upacara-upa-cara yang masih banyak menyita waktu. Slogan-slogan

Page 123: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

111

Birokrasi

yang oleh rakyat dipahami sebagai kalimat-kalimat indah,seperti Kota Berseri, Kota Bertakwa, Kota Bunga dll. Da-lam hal ini seorang birokrat hendaknya menghindari halhal yang tidak produktif serta slogan-slogan yang hanyamerupakan retorika dan kata-kata indah dengan kata lainbudaya yang harus dikembangkan adalah rasionalitas

dan profesionalisme.

4) Budaya partisipan.Hal ini masih terlihat pelayanan aparat birokrasi yang ma-sih berorientasi pada status dan pilih kasih. . Seharusnyasebagai aparatur memberikan perlakuan yang sama(bersikap netral) sebagai pelayan publik sesuai dengankedudukannya sebagai aparatur negara yang bertugasmemberikan pelayanan kepada masyarakat (Impersonal).

BUDAYA BIROKRASI

Pencerminansebagian

Budaya politik

Terikat pada: Kehidupan politik secara umum (General Politica Cultural Perilaku kelompok terutama yg memiliki kekuatan dominan (Elite Political Cultural)

Perilaku Birokrasi

Hasil interaksidinamis antar

pola tingkahlaku(Pattern of Behavior)

dan pola untukbertingkah laku

(Pattern for Behavior)

Sama denganBudaya Politik

Elite Politik

Elite Birokrasi

Elite masy.

Page 124: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

112

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

Pembahasan mengenai budaya politik dan budaya biro-krasi pada bagian ini bermanfaat untuk mengetahui noumenadibalik sikap, perilaku dan tindakan para birokrat dalam pela-yanan publik. Sekaligus bermanfaat sebagai “kaca cermin”bagi para birokrat dalam merefleksi segala aktivitas pelayananpublik yang diberikan.

BUDAYA BIROKRASI

BUDAYAPOLITIK

Selalu menyesuaikan kondisidengan tuntutan perubahan

Memelihara & mempertahankankepercayaan & nilai yg diyakini

Berlangsung tanpakehilangan identitas

Tercermin dalam perilaku dalamikatan hubungan dengan

berbagai kepentingan

General Political Culture Berkaitan dgn Politik

Kekuatan pengaruh ygdominan

Elite Political Culture

5. Fungsi Birokrasi

Dalam pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pem-bangunan, fungsi pemerintah adalah melayani, mengatur danmemberdayakan masyarakat. Fungsi – fungsi tersebut adalah:

Page 125: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

113

Birokrasi

1) Pengaturan yang meliputi perumusan kebijakan umum, pe-rumusan kebijakan pelaksanaan serta kebijaksanaan tek-nis sesuai dengan kebijakan umum.

2) Pelayanan dan perijinan yang terbagi menjadi:a. Pelayanan Publik (Public Service)b. Penyelenggara fasilitas publik ( public fasility)c. Pengembangan ekonomi dan usaha daerah.

3) Pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan4) Penyediaan dan penyebarluasan informasi5) Pengelolaan atas kekayaan milik negara yang dipergu-

nakan untuk kepentingan umum dan untuk pelaksanaantugas pokok yang menjadi tanggung jawabnya.

6) Pengembangan sumber daya manusia sesuai bidang tu-gas pokoknya.

Karena peran pemerintahan negara dalam sistem eko-nomi politik dan pemerintahan yang demokratis dan konstitu-sional pada dasarnya adalah melakukan pengelolaan kebija-kan dan pelayanan publik secara prima yang terarah padapenciptaan iklim yang kondusif bagi berkembangnya perandan partisipasi aktif masyarakat, berlangsungnya pemberianpelayanan yang berkualitas, efisien dan efektif; serta pada pe-ningkatan produktifitas, ketahanan dan daya saing nasional,dan terwujudnya kesejahteraan sosial ekonomi masyarakatbangsa diseluruh wilayah negara secara berkeadilan.

Page 126: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

114

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

Sejalan dengan itu, bentuk dan sistem pemerintahan ne-gara kita juga mensyaratkan pengertian konstitusional dalamwujud penyelengaraan proses kebijakan yang legitimate, di-lakukan secara terbuka, demokratis, didasari analisis kebija-kan yang tepat, dan kebijakan yang diambil dituangkan dalamformat perundang-undangan yang selaras, mengikuti kaidahhukum dan prosedur perundang-undangan tertentu, sehinggakebijakan tersebut memiliki ketepatan, serta kekuatan dan ke-pastian hukum. Pengelolaan kebijakan dan pelayanan publiktersebut dapat dimantapkan melalui pengembangan e-admin-

istration atau e-government.Dari uraian di atas, nyata bahwa otonomi daerah dan de-

sentralisasi membutuhkan kompetensi administrasi publik da-lam rangka perwujudan kepemerintahan yang baik sehinggakewenangan melakukan perencanaan, implementasi program,pengawasan, pengendalian dan evaluasi diri sangat membu-tuhkan keseriusan dan semangat akan budaya yang responsif,efisien dan efektif. Dalam kerangka inilah maka prinsip-prinsippengaturan kebijakan publik sangat diperlukan untuk menda-pat perhatian agar pelaksanaan tersebut memberikan dampaknyata dan positif pada masyarakat.

a. Birokrasi dan Fungsi PelayananKeseluruhan jajaran pemerintahan negara merupakan sa-

tuan birokrasi pemerintahan yang juga dikenal dengan istilahcivil service. Disoroti dari segi pemberian pelayanan kepada

Page 127: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

115

Birokrasi

masyarakat, fungsionalisasi berarti bahwa setiap instansi pe-merintah berperan selaku penanggung jawab utama atas ter-selenggaranya fungsi tertentu dan perlu bekerja secara terko-ordinasi dengan instansi lain.Setiap instansi pemerintah mem-punyai “kelompok pelanggan” (clientle groups) dan kepuasankelompok pelanggan inilah yang harus dijamin oleh birokrasipemerintahan.

Pada dasarnya pemerintah beserta seluruh jajaran apa-ratur birokrasi bukanlah satu-satunya pihak yang bertanggungjawab untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan pemba-ngunan nasional tetapi kenyataannya peranan pemerintah de-ngan seluruh jajarannya bersifat dominan sehingga seluruh ja-jaran birokrasi pemerintah harus menjadi instrumen yangandal,tangguh dan profesional.

Elite administrasi atau elite birokrasi yaitu mereka yangmenduduki jabatan manajerial publik tingkat tinggi dan me-ngemban misi pengabdian kepada kepentingan bangsa dannegara harus mampu berperan selaku administratif policy ma-

kers dan sebagai pelaksana keputusan politik yang telah di-rumuskan dan ditentukan oleh elite politik serta memeliharahubungan kerja yang bersifat kooperatif dengan elite politik.

b. Birokrasi dan Fungsi Pengaturan (Regulatory Functions)Fungsi pengaturan mutlak terselenggara dengan efektif

karena kepada suatu pemerintahan, negara diberi wewenanguntuk melaksanakan berbagai peraturan perundang-undangan

Page 128: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

116

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

yang ditentukan oleh lembaga legislatif melalui berbagai ke-tentuan pelaksanaan dan kebijaksanaan.

Pada dasarnya seringkali aparatur pemerintah bekerja ber-dasarkan pendekatan legalistik, antara lain ialah dalam meng-hadapi permasalahan dilakukan pemecahan dengan menge-luarkan ketentuan normatif dan formal misalnya peraturan danberbagai peraturan pelaksanaannya. Akan tetapi pendekatanyang demikian menjadi tidak tepat apabila terdapat persepsibahwa peraturan perundang-undangan tersebut merupakanhal yang self implementing seolah-olah dengan dikeluarkannyaperaturan perundang-undangan tersebut permasalahan yangdihadapi sudah selesai dengan sendirinya.

Birokrasi pemerintah bisa berjalan dengan baik jika adaperaturan yang mengatur keberadaan dan prosedur pelaya-nannya. Tanpa adanya aturan permainan yang jelas, birokrasitidak akan dapat bekerja secara efisien dan efektif. MenurutPeter Al Blau & Charles H.Page dalam Bintoro, Birokrasi di-maksudkan untuk mengorganisir secara teratur suatu peker-jaan yang harus dilakukan oleh banyak orang. Birokrasi adalahtipe dari suatu organisasi yang dimaksudkan untuk mencapaitugas-tugas administratif yang besar dengan cara mengkoor-dinasikan secara sistematik (tertur) pekerjaan dari banyakorang.

Page 129: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

117

Birokrasi

c. Birokrat Sebagai Unsur PembaruanEfisiensi dan efektivitas merupakan salah satu prinsip ma-

najemen yang harus selalu dipegang teguh baik dalam rangkapelaksana kegiatan rutin apalagi dalam penyelenggaraanpembangunan nasional. Hal ini penting karena pemerintah se-lalu dihadapkan kepada situasi kelangkaan/keterbatasan ke-mampuan menyediakan dana, daya, sarana/prasarana, sum-ber daya manusia berkualitas dan keterbatasan waktu.

Peranan aparatur dalam birokrasi pemerintahan sebagaiunsur pembaru harus memiliki kemampuan untuk mendesainstrategi usaha berencana yang mendorong ke arah pemba-ruan dan pembangunan dalam berbagai kebijaksanaan ataudalam suatu rencana maupun dalam realisasi pelaksanaannyaserta kemampuannya untuk melihat saling berkaitan dari ber-bagai segi yang perlu ditumbuhkan dengan tidak kehilanganprioritasnya. Namun dalam realisasinya seringkali terjadi in-efisiensi yang dapat timbul karena disebabkan faktor-faktor:1) Kelembagaan: Faktor kelembagaan dapat menjadi pe-

nyebab inefisiensi terutama jika tipe dan struktur organi-sasi yang digunakan tidak tepat.

2) ProseduralTipe organisasi yang biasanya digunakan dalam lingku-ngan pemerintahan ialah dalam bentuk piramidal dimanaterdapat sejumlah lapisan kewenangan yang pada umum-nya berakibat pada lambatnya proses pengambilan ke-putusan dan terjadi pemborosan waktu.

Page 130: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

118

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

3) Kurangnya keahlian dan keterampilanJika birokrasi ingin survive, birokrasi harus mau menye-suaikan diri dengan lingkungan yang selalu berubah se-hingga harus terampil dan memiliki skill dalam bidang tu-gasnya.

4) Perilaku negatif para pelaksana.Perlu adanya reformasi dalam birokrasi pemerintah antaralain berusaha mengubah sikap keterbukaan para pelaku-nya dan melakukan pembaruan perilaku negatif para pe-laksana dengan melakukan pembaruan pelayanan kepa-da masyarakat agar hasil lebih responsif dan melakukanperubahan struktur birokrasi agar mampu bersaing.

Birokrasi yang tertutup dan centralized menghasilkan ke-langkaan keterbukaan di dalamnya oleh karena itu dalam upa-ya mereformasi birokrasi pemerintah yang paling mendasarialah bagaimana bisa mengubah mindset dan perilaku daripara pelaku birokrasi publik.

Dalam lingkungan pemerintahan perlu ditingkatkan profe-sionalisme dan pengetahuan serta ketrampilan yang spesi-fik, antara lain melalui pendidikan dan latihan sebagai instru-men pemutakhiran. Profesionalisme disini adalah keadaandalam pelaksanaan tugas sehingga terlaksana dengan mutuyang tinggi, mutu yang tepat, cermat dan dengan proseduryang mudah dipahami dan diikuti oleh cliente.

Page 131: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

119

Birokrasi

Peranan birokrasi pemerintah harus dapat menempatkandiri sebagai entrepreneur langsung dalam proses pembangu-nan. Birokrasi pemerintah sebagai entrepreneur memerankandiri sebagai pendorong, pengarah dan berusaha menggairah-kan kegiatan sosial ekonomi masyarakat sehingga perlu di-kembangkan orientasi pelayanan yang dapat merangsang ke-gairahan tersebut dimana aparatur birokrasi sebagai public

servant.Peningkatan kreativitas kerja mungkin terjadi pada iklim

yang mendorong para anggota birokrasi pemerintah mencariide-ide dan konsep baru serta menerapkannya secara inovatif,terdapat kesediaan pimpinan untuk memberdayakan para ba-wahannya antara lain melalui partisipasi para bawahannya ter-sebut untuk mengambil keputusan yang menyangkut pekerja-annya, mutu hasil pelaksanaan tugasnya, kariernya dan cara-cara yang dianggapnya paling efektif menyelesaikan perma-salahan yang dihadapinya di tempat pekerjaan.

6. Model - Model BirokrasiUntuk mempermudah pemahaman mengenai model –

model birokrasi, maka pembahasannya disajikan dalam ben-tuk kerangka pikir.

Page 132: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

120

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

Page 133: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

121

Birokrasi

a. Model Patrimonial

Page 134: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

122

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

b. Model Neo – Patrimonial

Page 135: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

123

Birokrasi

c. Model Otoritarian

Page 136: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

124

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

d. Kompetitif Birokrasi & Hubungan Principal – Agent

Page 137: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

125

Birokrasi

e. Model Maksimasi Utilitas Birokrasi

Page 138: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

126

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

f. Model Kompetisi Birokrasi

Page 139: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

127

Pelayanan Publik (Public Service)

127

BAB IV

PELAYANAN PUBLIK(PUBLIC SERVICE)

1. Konsep Pelayanan Publik

Pada hakikatnya, penyelenggaraan pemerintahan dituju-kan kepada terciptanya fungsi pelayanan publik (public ser-

vice). Konsep Kepemerintahan yang baik menuntut setiapAparatur Pemerintah untuk bertanggung jawab dan memper-tanggungjawabkan sikap, perilaku dan kebijakannya kepadamasyarakat. Untuk itu diperlukan aparatur yang profesionalyang mampu mengoptimalkan pelaksanaan tugas pokok danfungsinya serta didukung semangat pengabdian yang berori-entasi pada pelayanan publik, pengayoman dan pemberda-yaan rakyat.

Sherwood dalam Supriyono (2000:7) menyatakan: profe-sionalisme pemerintah sedang mengalami pemunduran. Saatini lebih banyak pejabat politik dalam birokrasi, dan lingkungankerja belum mendukung/ belum dapat dipercaya. Pada da-sarnya, pejabat pemerintah mempunyai peran penting untukmemulihkan lingkungan kerja agar sesuai dengan standart pro-fesionalisme. Untuk itu, bidang pelayanan publik perlu men-dapat perhatian dan pembenahan secara sungguh-sunguh da-

Page 140: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

128

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

lam berbagai sektor, sehingga tercipta pelayanan publik yangefektif guna memenuhi tuntutan masyarakat.

Tugas pemerintah adalah mewujudkan pelayanan yang di-butuhkan masyarakat. Hal ini menjadi salah satu alasan pen-ting kehadiran pelayanan pemerintah, termasuk pelayanan pu-blik yaitu melindungi kepentingan masyarakat, jika layananyang dibutuhkan itu ternyata tidak dapat dijangkau masyarakatatau disediakan oleh mekanisme pasar. Perluasan fungsi pe-merintah dilakukan untuk kesejahteraan rakyat dengan mem-perlihatkan konsepsi baru tentang sifat pemerintahan dalamhubungan yang lebih akrab dan kooperatif dengan manusiabiasa sekaligus meruntuhkan tradisi pemerintahan sebagaisuatu kekuasaan.

Selain itu fungsi pelayanan yang dijalankan oleh Pemerin-tah saat ini sesungguhnya sebagaimana dikatakan Rasyid(1997:11) adalah untuk melayani masyarakat. Hal ini berartipelayanan merupakan sesuatu yang terkait dengan peran danfungsi pemerintah yang harus dijalankannya. Peran dan fung-sinya itu dimaksudkan selain untuk melindungi juga memenuhikebutuhan dasar masyarakat secara luas guna mewujudkankesejahteraan rakyat.

a. Peran dan Fungsi PemerintahSecara garis besar, tugas umum dan fungsi pemerintah

dalam pembangunan adalah melayani, mengatur dan mem-berdayakan masyarakat. Fungsi – fungsi tersebut adalah:

Page 141: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

129

Pelayanan Publik (Public Service)

1) Pengaturan yang meliputi perumusan kebijakan umum, pe-rumusan kebijakan pelaksanaan serta kebijaksanaan tek-nis sesuai dengan kebijakan umum.

2) Pelayanan dan perijinan yang terbagi menjadi :a) Pelayanan Publik (Public Service)b) Penyelenggara fasilitas publik ( public fasility)c) Pengembangan ekonomi dan usaha daerah.

3) Pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan4) Penyediaan dan penyebarluasan informasi5) Pengelolaan atas kekayaan milik negara yang dipergu-

nakan untuk kepentingan umum dan untuk pelaksanaantugas pokok yang menajdi tanggung jawabnya.

6) Pengembangan sumber daya manusia sesuai bidang tu-gas pokoknya.

Secara singkat dapat dikatakan bahwa peran pemerintahdalam sistem ekonomi politik dan pemerintahan yang demo-kratis dan konstitusional pada dasarnya adalah melakukanpengelolaan kebijakan dan pelayanan publik secara primayang terarah pada penciptaan iklim yang kondusif bagi ber-kembangnya peran dan partisipasi aktif masyarakat, berlang-sungnya pemberian pelayanan yang berkualitas, efisien danefektif; serta pada peningkatan produktifitas, ketahanan dandaya saing nasional, dan terwujudnya kesejahteraan sosialekonomi masyarakat bangsa diseluruh wilayah negara secaraberkeadilan.

Page 142: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

130

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

Sejalan dengan itu, bentuk dan sistem pemerintahan ne-gara kita juga mensyaratkan pengertian konstitusional dalamwujud penyelengaraan proses kebijakan yang legitimate. Ar-tinya suatu proses yang dilakukan secara terbuka, demokratis,didasari analisis kebijakan yang tepat, dan kebijakan yangdiambil dituangkan dalam format perundang-undangan yangselaras dengan kaidah hukum dan prosedur perundang-un-dangan tertentu. Dengan demikian, kebijakan tersebut memilikiketepatan, serta kekuatan dan kepastian hukum. Pengelolaankebijakan dan pelayanan publik tersebut dapat dimantapkanmelalui pengembangan e-administration atau e-government.

Dari uraian di atas, nyata bahwa penyelenggaraan perandan fungsi pemerintahan membutuhkan kompetensi adminis-trasi publik dalam rangka perwujudan kepemerintahan yangbaik. Karena kewenangan melakukan perencanaan, imple-mentasi program, pengawasan, pengendalian dan evaluasidiri sangat membutuhkan keseriusan dan semangat akan bu-daya yang responsif, efisien dan efektif.

b. Pengertian Pelayanan PublikPelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah

selama ini seringkali mengabaikan bahkan mengecewakanrakyat. Secara konseptual, rakyat kecewa kepada birokrasikarena mereka tidak ditempatkan selayaknya sebagai pelang-gan (customer) yang pantas mendapatkan jasa pelayanan,padahal mereka merasa telah membayar para birokrat itu (me-

Page 143: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

131

Pelayanan Publik (Public Service)

lalui pajak, retribusi dan iuran lainnya). Namun kenyataannya,para birokrat kurang perhatian (concern) terhadap kepenti-ngan dan kebutuhan warga negara. Untuk memperoleh pela-yanan yang sederhana saja mereka seringkali dihadapkan pa-da proses yang berbelit-belit bahkan antrian yang cukup pan-jang dan memakan waktu yang cukup lama untuk mendapatkanpelayanan, begitu juga para pegawai lebih suka membacakoran dari pada melayani rakyat merupakan pemandanganyang dapat dijumpai sehari-hari, sehingga muncul stigma ne-gatif yang melekat kepada aparatur publik (pegawai negeri)bahwa berhubungan dengan birokrasi berarti berhadapan de-ngan berbagai prosedur yang berbelit, tidak transparan, me-makan waktu lama dan mungkin juga menyebalkan karenasikapnya yang angkuh dan cuek.

Publik adalah masyarakat umum itu sendiri, yang selayak-nya diurus, diatur dan dilayani oleh pemerintah sebagai admi-nistrator tetapi juga sekaligus kadang-kadang bertindak se-bagai penguasa dalam pengaturan hukum tata negaranya.(Kencana Ibnu, 1999). Pelayanan Publik dapat diartikan se-bagai pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau ma-syarakat yang mepunyai kepentingan pada organisasi tersebutsesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetap-kan.(Widodo Joko, 2001).Sedangkan Pelayanan Umum olehLembaga Administrasi Negara (1998) diartikan sebagai se-gala bentuk kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan olehinstansi pemerintah pusat,di daerah, dan di lingkungan badan

Page 144: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

132

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

usaha milik negara/daerah dalam bentuk barang dan atau jasa,baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakatmaupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan-ketentuanperaturan perundang-undangan.

Dalam keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Ne-gara Nomor 63/Kep/M.PAN/7/2003 tanggal 10 Juli 2003 ten-tang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik di-sebutkan bahwa Pelayanan Publik adalah segala kegiatan pe-layanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan pu-blik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelaya-nan maupun pelaksana ketentuan peraturan perundang – un-dangan. Berdasarkan pengertian ini terdapat 3 unsur dalampenyelenggaraan pelayanan publik yaitu:1. Penyelenggara pelayanan adalah instansi pemerintah yang

meliputi satuan kerja/ satuan organisasi di tingkat Pusatdan Daerah, termasuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN)dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

2. Pemberi pelayanan publik adalah pejabat/pegawai ins-tansi pemerintah yang melaksanakan tugas dan fungsipelayanan publik sesuai dengan peraturan perundang –undangan.

3. Penerima pelayanan publik adalah orang, masyarakat, ins-tansi pemerintah dan badan hukum.

Menurut Kotler dalam Sampara Lukman, pelayanan adalahsetiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan

Page 145: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

133

Pelayanan Publik (Public Service)

atau kesatuan dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnyatidak terikat pada suatu produk secara fisik. Sementara dalamKamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan pelayanan sebagaihal, cara, atau hasil pekerjaan melayani. Sedangkan melayaniadalah menyuguhi (orang) dengan makanan atau minuman;menyediakan keperluan orang; mengiyakan, menerima, meng-gunakan.

Pelayanan publik bukan hanya merupakan persoalan admi-nistratif saja tetapi lebih tinggi dari itu yaitu pemenuhan ke-inginan dari publik. Oleh karena itu diperlukan kesiapan bagiadminitator pelayan publik agar dapat dicapai kualitas pela-yanan yang baik. (Sumartono, 2007). Pemerintahan pada ha-kekatnya adalah pelayanan kepada masyarakat. Pemerintah-an diadakan tidak untuk melayani diri sendiri tetapi untuk me-layani masyarakat serta menciptakan kondisi yang memung-kinkan setiap anggota masyarakat mengembangkan kemam-puan dan kreatifitasnya deni mencapai tujuan bersama(Rasyid.1998:139). Karenanya birokrasi publik berkewajibandan bertanggung jawab untuk memberikan layanan publik yangbaik dan professional.

Pemberian pelayanan publik oleh aparatur pemerintah ke-pada masyarakat sebagai pelanggan (customer) merupakanperwujudan dan fungsi aparatur Negara sebagai abdi masya-rakat dan abdi Negara. Karena itu, ruang lingkup pelayananpublik yang diberikan aparatur pemerintah meliputi: melayani,mengayomi, dan menumbuhkan prakarsa serta peran aktif ma-

Page 146: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

134

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

syarakat dalam pembangunan. Sebab masyarakat adalah pe-laku utama pembangunan. Dengan kata lain, pemerintah se-bagai pengendali (steering) dan masyarakat sebagai pelak-sana (rowing). Ada juga yang mengatakan bahwa pelayananpublik adalah pelayanan yang dilakukan oleh birokrasi ataulembaga lain yang tidak termasuk badan usaha swasta, yangtidak berorientasi pada laba (profit).

Bentuk Pelayanan Publik: Penataan PKL

2. Asas dan Standar Pelayanan Publik

Ada 6 asas pokok dalam penyelenggaraan pelayanan pu-blik sebagai berikut:

Page 147: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

135

Pelayanan Publik (Public Service)

1) Transparansi, maksudnya sebuah unit pelayanan publikharus bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh se-mua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara me-madai serta mudah dipahami.

2) Akuntabilitas, maksudnya setiap proses dan hasil sebuahpelayanan publik harus dapat dipertanggungjawabkan ke-pada publik sesuai dengan ketentuan perundang – un-dangan.

3) Kondisional, maksudnya sebuah pelayanan publik harus-lah disesuaikan dengan kondisi kemampuan pemberi danpenerima pelayanan dengan berpegang pada prinsip efi-siensi dan efektivitas.

4) Partisipasi, maksudnya mendorong peran serta masya-rakat dalam penyelenggaran pelayanan publik denganmemperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masya-rakat.

5) Kesamaan hak, maksudnya dalam pelayanan publik tidakdiskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, agama,golongan, gender dan status ekonomi.

6) Keseimbangan hak dan kewajiban, maksudnya baik pem-beri maupun penerima pelayanan publik harus memenuhihak dan kewajiban masing – masing.

Selain 6 asas tersebut diatas, keputusan Menpan Nomor:63 Tahun 2003 sebagai pengganti keputusan Menpan Nomor:81 Tahun 1993 ini juga mengatur tentang standar pelayanan

Page 148: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

136

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

publik. Dijelaskan bahwa setiap penyelenggara pelayanan pu-blik harus memiliki standar pelayanan dan dipublikasikan se-bagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan.Standar pelayanan publik merupakan ukuran yang dibakukandalam penyelenggaraan pelayanan publik yang wajib ditaatioleh pemberi dan atau penerima pelayanan.

Adapun hal-hal yang harus diatur dalam standarisasi pe-layanan publik minimal mencakup:1) Prosedur pelayanan baik bagi pemberi maupun penerima

pelayanan.2) Waktu penyelesaian sejak saat pengajuan permohonan

sampai penyelesaian pelayanan termasuk pengaduan.3) Biaya Pelayanan termasuk rinciannya4) Produk pelayanan yang diberikan sesuai dengan keten-

tuan yang telah ditetapkan5) Penyediaan sarana dan prasarana penunjang dalam pem-

berian pelayanan6) Kompetensi petugas pemberi pelayanan yang didasarkan

atas keahlian, keterampilan, sikap dan perilaku yang dibu-tuhkan.

Pelayanan publik yang telah memenuhi standard pelaya-nan berarti pemerintah telah mewujudkan kualitas pelayananyang memenuhi harapan masyarakat. Secara konseptual, kua-litas dapat diterapkan pada produk barang maupun jasa, ka-rena penekanannya adalah pada perbaikan sistem kualitas

Page 149: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

137

Pelayanan Publik (Public Service)

termasuk perencanaan dan pengendalian sistem kualitas. Da-lam ranah perbaikan kualitas ini, maka penataan sumber dayaaparatur sangatlah penting untuk meningkatkan kualitas pela-yanan publik sesuai dengan harapan customer (masyarakat).

Sementara itu Moenir dalam bukunya Manajemen Pela-yanan Umum di Indonesia (2001:88)1 menyebutkan ada 6 fak-tor pendukung pelayanan publik, yang saling berpengaruh dansecara bersama-sama akan mewujudkan pelaksanaan pela-yanan secara baik yaitu:1) Faktor kesadaran para pejabat serta petugas yang ber-

kecimpung dalam pelayanan publik. Kesadaran ini men-dorong aparat publik untuk melaksanakan tugas dengankeikhlasan, kesungguhan dan disiplin.

2) Faktor aturan yang menjadi landasan kerja pelayanan. Da-lam hal ini yang perlu diperhatikan adalah penggunaan ke-wenangan yang harus diikuti dengan pemenuhan hak, ke-wajiban dan tanggung-jawab; Adanya pengetahuan danpengalaman yang memadai untuk mengantisipasi masadepan dan mempunyai kemampuan bahasa yang baik,serta memahami berbagai aturan pelaksana juga disiplindalam pelaksanaan tugas dalam bentuk ketaatan terhadapaturan yang telah ditetapkan.

3) Faktor organisasi yang merupakan alat serta sistem yangmemungkinkan berjalannya mekanisme kegiatan pelaya-

1 Dalam Kridawati dan Faizal, 2006, Etika Birokrasi

Page 150: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

138

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

nan. Dalam hal ini suatu sistem merupakan satu kesatuanyang utuh dengan sifat-sifat yang saling tergantung, salingmempengaruhi dan saling berhubungan. Selain sistemyang juga perlu diperhatikan adalah metode dan proseduryang digunakan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.

4) Faktor pendapatan yang dapat memenuhi kebutuhan hi-dup minimum. Pendapatan merupakan balas jasa atau im-balan bagi seseorang yang telah mengorbankan tenagadan pikirannya.

5) Faktor kemampuan dan keterampilan petugas, atau dalamistilah lain disebut dengan “skill” yang diterjemahkan men-jadi “kecakapan” yaitu technical skill, human skill dan

conceptual skill sebagai kemampuan dasar yang harusdimiliki oleh setiap pejabat agar dapat melaksanakan tu-gasnya dengan baik.

6) Faktor sarana pelayanan yaitu segala jenis peralatan, per-lengkapan kerja, dan fasilitas lainnya yang berfungsi se-bagai alat utama atau pembantu pelaksanaan pekerjaan.

3. Prinsip-Prinsip Pelayanan Publik

Keputusan Menpan Nomor: 63 Tahun 2003 sebagai peng-ganti keputusan Menpan Nomor: 81 Tahun 1993 ini juga meng-atur tentang prinsip pelayanan publik. Dinyatakan bahwa ada10 prinsip pelayanan publik yang harus diperhatikan dan dilak-sanakan setiap aparatur pelayanan publik, yaitu:

Page 151: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

139

Pelayanan Publik (Public Service)

1) Kesederhanaan; prosedur pelayanan yang diselenggara-kan tidak berbelit – belit, mudah dipahami dan mudah di-laksanakan .

2) Kejelasan; Persyaratan pelayanan publik, baik teknis mau-pun administratif, Unit kerja atau pejabat yang berwenangdan bertanggung jawab dalam penyelesaian keluhan/per-soalan dalam pelayanan publik, Rincian biaya pelayananpublik dan tata cara pembayarannya.

3) Kepastian waktu; pelaksanaan pelayanan publik dapatdiselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.

4) Akurasi; dalam arti produk pelayanan publik diterimadengan benar, tepat dan sah.

5) Keamananan; proses dan produk pelayanan publik dapatmemberikan rasa aman dan kepastian hukum.

6) Tanggung jawab; pimpinan penyelenggara pelayanan pu-blik atau pejabat yang ditunjuk bertanggung jawab ataspenyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian keluhandalam pelaksanaan pelayanan publik.

7) Kelengkapan sarana dan prasarana; tersedianya saranadan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung lain-nya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologikomunikasi dan informatika (telematika).

8) Kemudahan Akses; tempat dan lokasi serta sarana pela-yanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat,dan dapat memanfaatkan teknologi komunikasi dan infor-matika.

Page 152: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

140

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

9) Kedisiplinan, Kesopanan dan Keramahan; Pemberi pela-yanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramahserta memberikan pelayanan dengan ikhlas.

10) Kenyamanan; Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur,disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, ling-kungan yang indah dan sehat serta dilengkapi dengan fa-silitas pendukung pelayanan seperti tempat parkir, toilet,tempat ibadah dan lain – lain.

Suasana di Loket Pembayaran

David Osborne dan Ted Gaebler2 mengemukakan gaga-san yang mengupayakan peningkatan pelayanan publik oleh

2 Osborn David and T Gaebler, 1992. Reinventing Government: How the Entrepre-neurial spirit is trasforming the public sector, Reading, MA:Addison-Wesley.

Page 153: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

141

Pelayanan Publik (Public Service)

birokrasi pemerintah yaitu dengan memberi wewenang ke-pada swasta untuk lebih banyak berpartisipasi, karena merekamenyadari pemerintah itu milik rakyat bukan rakyat milik ke-kuasaan pemerintah. Dalam rangka memperbaiki sistem un-tuk mewujudkan masyarakat lebih baik maka David Osborne

dan Ted Gaebler memberikan prinsip-prinsip yang dianggapsebagai keputusan model baru yaitu:1) Pemerintah sebagai pembuat kebijakan tidak perlu harus

selalu menjadi pelaksana dalam berbagai urusan peme-rintahan tetapi cukup sebagai penggerak

2) Sebagai badan yang dimiliki masyarakat luas, pemerintahbukan hanya senantiasa melayani publik tetapi juga mem-berdayakan segenap lapisan secara optimal.

3) Sebagai pemilik wewenang untuk mengkompetisikan ber-bagai lapisan, pemerintah hendaknya tetap menyuntikkanide pembangunan tetapi dalam misinya ini tetap diberi ke-bebasan berkarya kepada berbagai lapisan tersebut agarhasil dan berbagai masukan dapat ditampung, dalam rang-ka pemenuhan kebutuhan bersama. Dengan demikianberbagai pihak bukan hanya sekedar menghabiskan ang-garan tetapi menemukan pertumbuhan kembangnya.

4) Pemerintah sebagai pembangkit partisipasi seluruh lapi-san masyarakat juga mampu melihat dan mengantisipasikeadaan dalam arti lebih baik mencegah akan terjadinyaberbagai kemungkinan kendala daripada menanggulangidi kemudian hari.

Page 154: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

142

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

5) Dengan kewenangannya, pemerintah yang terdesentrali-sasi mampu menyerahkan sebagian urusan pemerintah-annya, sehingga kekakuan aturan dari pemerintah pusatyang lebih atas dapat berganti mengikut sertakan daerah-daerah, dimana diharapkan terbentuk tim kerja yang opti-mal dan potensial.

6) Pemerintah sudah waktunya berorientasi pasar, dimanakecenderungannya penyelewengan dan korupsi relatif ke-cil sehingga untuk itu diperlukan perubahan aturan agarlebih efektif dan efisien melalui pengendalian mekanismepasar itu sendiri.

Ruang lingkup pelayanan publik meliputi semua bentuk pe-layanan yang berkaitan dengan kepentingan publik yang dise-lenggarakan oleh penyelenggara pelayanan publik dengantujuan:1) mewujudkan kepastian hak, tanggung jawab, kewajiban,

dan kewenangan seluruh pihak yang terkait dengan pe-nyelenggaraan pelayanan publik.

2) mewujudkan sistem penyelenggaraan pelayanan publikyang baik sesuai dengan asas-asas umum penyelengga-raan pemerintahan yang baik (good governance).

3) terpenuhinya hak-hak masyarakat dalam memperoleh pe-layanan publik secara maksimal.

4) mewujudkan partisipasi dan ketaatan masyarakat dalammeningkatkan kuliatas pelayanan publik sesuai denganmekanisme yang berlaku.

Page 155: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

143

Pelayanan Publik (Public Service)

4. Peningkatan Kualitas Pelayanan

Peningkatan kualitas pelayanan menurut Parasuramanat.al (dalam Fandy Tjiptono 1996: 70) meliputi lima dimensipokok, yaitu:1) Bukti langsung (tangibles), meliputi fasilitas fisik, perleng-

kapan, pegawai, dan sarana komunikasi.2) Keandalan (reliability) yaitu kemampuan memberikan pe-

layanan yang dijanjian dengan segera, akurat, dan me-muaskan.

3) Daya tanggap (responsiveness) yaitu keinginan para stafuntuk membantu para pelanggan dan memberikan pela-yanan dengan tanggap.

4) Jaminan (assurance), mencakup pengetahuan kemam-puan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimilikipara staf, bebas dari bahaya, resiko atau keragu-raguan.

5) Empati, meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan,komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan memahamikebutuhan para pelanggan.

Lovelock (1992) mengemukakan lima prinsip yang harusdiperhatikan bagi pelayan publik, agar kualitas layanan dapatdicapai antara lain:1) Tangible (terjamah), yang antara lain meliputi kemampuan

fisik, peralatan, personil dan komunikasi material.

Page 156: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

144

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

2) Realiable (handal), yang meliputi kemampuan membentukpelayanan yang dijanjikan dengan tepat dan memilki ke-ajegan.

3) Responsiveness (pertanggungjawaban), yaitu rasa tang-gung jawab terhadap mutu pelayanan.

4) Assurance (jaminan), yang meliputi pengetahuan, perilakudan kemampuan pegawai

5) Empathy (empati), yaitu perhatian perorangan pada pe-langgan.

Disamping itu maka dalam rangka peningkatan pelayananpublik dalam memberikan layanan publik setidaknya para pe-layan publik harus:1) Mengetahui kebutuhan yang dilayani2) Menerapkan persyaratan manajemen untuk mendukung

penampilan (kinerja)3) Memantau dan mengukur kinerja

Untuk itu sebagai perwujudan dari apa yang harus diper-hatikan dan dilakukan oleh pelayan publik agar kualitas laya-nan menajadi baik, maka dalam memberikan layanan publikseharusnya:1) Mudah dalam pengurusan bagi yang berkepentingan (pro-

sedurnya sederhana)2) Mendapat pelayanan yang wajar

Page 157: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

145

Pelayanan Publik (Public Service)

3) Mendapat pelayanan yang sama tanpa pilih kasih4) Mendapat perlakuan jujur dan terus terang (transparansi)

Dalam pandangan Albrecht dan Zemke (1990:41) kualitaspelayanan publik merupakan hasil interaksi dari berbagai as-pek, yaitu sistem pelayanan, sumberdaya manusia pemberipelayanan, strategi, dan pelanggan (customers), seperti tam-pak pada gambar-1 berikut ini:

Strategi Pelayanan

Sistem

Customer

SDM

Gambar-1 Segitiga Pelayanan Publik

Dari gambar di atas dapat diartikan bahwa sistim pelaya-nan publik yang baik akan menghasilkan kualitas pelayananpublik yang baik pula. Suatu sistim yang baik akan memberi-

Sumber: Albrecht and Zemke. 1990

Page 158: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

146

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

kan prosedur pelayanan yang terstandar dan memberikan me-kanisme kontrol di dalam dirinya (build in control) sehinggasegala bentuk penyimpangan yang terjadi akan mudah dike-tahui. Selain itu sistim pelayanan juga harus sesuai dengankebutuhan pelanggan. Ini berarti organisasi harus mampu me-respon kebutuhan dan keinginan pelanggan dengan menye-diakan sistem pelayanan dan strategi yang tepat.

Hal pokok yang perlu dicapai guna memuaskan pelangganadalah melaui peningkatan kualitas pelayanan. Kualitas Pela-yanan (service quality) adalah “sebagai hasil persepsi dariperbandingan antara harapan dengan kinerja aktual layanan”.(Gronroos dalam Pujawan, 1997:8). Sedangkan menurut Para-suraman (1998:7) diartikan sebagai “seberapa jauh perbe-daan antara kenyataan dan harapan para pelanggan atas la-yanan yang mereka terima”, sehingga dapat dikatakan bahwakualitas pelayanan adalah merupakan ukuran penilaian me-nyeluruh atas tingkat suatu layanan yang baik.

Terciptanya kualitas pelayanan tentunya akan menciptakankepuasan terhadap pengguna pelayanan, yang pada akhirnyaakan dapat mencapai tujuan pemerintah yaitu mensejahtera-kan masyarakat.

5. Karakteristik Pelayanan Publik

Produk suatu organisasi dapat berupa pelayanan/jasa danproduk fisik. Produk birokrasi publik sebagai suatu organisasi

Page 159: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

147

Pelayanan Publik (Public Service)

publik adalah pelayanan publik yang diterima oleh wargapengguna maupun masyarakat secara luas. Pelayanan publikadalah serangkaian aktivitas yang dilakukan oleh birokrasipublik untuk memenuhi kebutuhan warga pengguna. Penggu-na atau pelanggan yang dimaksud disini adalah masyarakatyang membutuhkan pelayanan publik seperti pembuatan KTP,Akta Kelahiran, Akta Nikah, Akta Kematian, Sertifikat tanah,ijin usaha, ijin mendirikan bangunan (IMB), ijin gangguan, ijinpengambilan air bawah tanah, PDAM, PLN, dan lain seba-gainya.

Dalam SK MenPan Nomor 81/1993 yang dimaksud pela-yanan umum adalah segala bentuk kegiatan pelayanan umumyang dilaksanakan oleh instansi pemerintah dan BUMN/BUMD dalam bentuk barang dan jasa baik dalam upaya pe-menuhan kebutuhan masyarakat maupun ketentuan peraturanperundang-undangan. Berbeda dengan produk berupa barangyang mudah dinilai kualitasnya, pelayanan publik tidak mudahdinilai karena berupa jasa. Namun demikian antara barangdan jasa seringkali berhimpitan sehingga sulit dipisahkan. Su-atu produk yang berupa pelayanan barang seringkali disertaidengan pelayanan jasa, misalnya penjualan mobil disertaipelayanan jasa berupa garansi dan service. Sebaliknya suatupelayanan jasa seringkali disertai pelayanan barang misalnyapelayanan jasa pemasangan listrik tentu akan disertai denganpemasangan tiang listrik dan peralatan pendukungnya.

Page 160: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

148

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

Mengenai perbedaan antara pelayanan barang dan jasaini, Gronroos yang dkutip Lembaga Administrasi Negara(2003) menyusun karakteristik pelayanan barang dan jasa.Skema perbedaan antara pelayanan barang dan jasa adalahsebagai berikut:

Tabel-1: Perbedaan Karakteristik antara Pelayanan Barangdan Jasa

Pelayanan Barang Pelayanan Jasa Sesuatu yang berwujud Sesuatu yaidak berwujud Homogen satu jenis barang dapat berlaku untuk banyak orang

Heterogen: satu bentuk pelayanan kepada seseorang belum tentu sesuai atau sama dengan bentuk pelayanan kepada orang lain

Proses produksi dan distribusinya terpisah dengan proses konsumsi

Proses produksi dan distribusi pelayanan berlangsung ber-samaan pada saat dikonsumsi

Berupa barang/ benda Berupa proses atau kegiatan Nilai utamanya dihasilkan di perusahaan

Nilai utamanya dihasilkan dalam proses interaksi antara penjual dan pembeli

Pembeli tidak terlibat dalam proses produksi

Pembeli terlibat dalam proses produksi

Dapat disimpan sebagai persediaan

Tidak dapat disimpan

Dapat terjadi perpindahan kepemimpinan

Tidak ada perpindahan kepemilikan

Sumber: Groonroos dikutip LAN.2003:8

Page 161: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

149

Pelayanan Publik (Public Service)

Pelayanan jasa tidak berwujud barang sehingga tidak nam-pak (intangible). Meskipun wujudnya tidak nampak proses pe-nyelenggaraannya bisa diamati dan dirasakan, misalnya suatupelayanan bisa dinilai cepat, lambat, menyenangkan, menyu-litkan, murah, atau mahal.

Proses produksi, distribusi dan konsumsi dalam penye-diaan pelayanan jasa berlangsung secara bersamaan, seba-gai contoh, ketika seorang birokrat memberikan pelayananperijinan (IMB) maka dia melakukan serangkaian kegiatan mu-lai dari pengukuran, pembuatan gambar, dan sebagainya yangkemudian mendistribusikan kepada warga yang bersangkutandan secara bersamaan warga yang bersangkutan ini meneri-ma pelayanan tersebut. (Dwiyanto.2005)

Pelayanan jasa merupakan sesuatu yang tidak dapat di-simpan, artinya suatu aktivitas pelayanan yang telah ditawar-kan pada kurun waktu tertentu tidak dapat disimpan untuk dita-warkan pada kurun waktu berikutnya. Apabila produknya be-rupa barang maka dapat berlaku untuk banyak orang, seba-liknya suatu jasa pelayanan yang diterima seseorang belumtentu sesuai atau sama dengan bentuk pelayanan yangdiharapkan oleh orang lain. Artinya meskipun seseorang men-dapat jenis pelayanan yang sama tetapi karena bentuknyayang tidak berwujud pelayanan yang diterima dapat berbeda.

Page 162: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

150

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

6. Pergeseran Paradigma Model PelayananPublik

Secara teoritik telah terjadi pergeseran paradigma pela-yanan publik dari model administrasi publik tradisional (old

public administratiton) ke model manajemen publik yang baru(new pulic management), menuju model pelayanan publikbaru(new public service).

Tabel-2: Pergeseran Paradigma Model Pelayanan Publik

ASPEK OLD PUBLIC

ADMINIS-TRATION

NEW PUBLIC ADMINIS-TRATION

NEW PUBLIC SERVICE

Dasar Teoritis Teori politik Teori ekonomi Teori Demokrasi Konsep

kepentingan publik

Kepentingan publik = sesuatu yang didefinisi-

kan secara politis , tercan-

tum dlam aturan

Kepentingan publik mewakili

agregasi dari kepentingan

individu

Kepentingan publik adalah hasil dari dialog tentang berbagai nilai

Kepada siapa birokrasi harus

bertanggungjawab

Klien (clients) dan pemilih

Pelanggan (Customer)

Warga Negara (citizens)

Peran pemerintah Pengayuh (Rowing)

Mengarahkan (Steering)

Menegoisasikan dan mengelabo-rasikan berbagai

kepentingan warga negara/ kelompok

komunitas Akuntabilitas Menurut hirarki

administratif Kehendak pasar

yang merupa-kan hasil keinginan pelanggan

(customers)

Multi aspek: akuntabel pada

hukum,nilai komunitas, norma

politik, standar profesional,

kepentingan warga negara

Sumber: diadopsi dari Denhardt dan Denhardt, 2000:28-29

Page 163: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

151

Pelayanan Publik (Public Service)

Dalam model new public service, pelayanan publik ber-landaskan teori demokrasi yang mengajarkan egaliter dan per-samaan hak diantara warga negara. Dalam model ini kepen-tingan publik dirumuskan sebagai hasil dialog dari berbagainilai yang ada di dalam masyarakat. Kepentingan publik bukandirumuskan oleh elite politik seperti yang tertera dalam aturan.Birokrasi yang memberikan pelayanan publik harus bertang-gung jawab kepada masyarakat secara keseluruhan. Perananpemerintah adalah melakukan negosiasi dan menggali ber-bagai kepentingan dari masyarakat dan berbagai kelompokkomunitas yang ada. Dalam model ini birokrasi publik bukanhanya sekedar harus akuntabel pada berbagai aturan hukummelainkan juga harus akuntabel pada nilai-nilai yang ada da-lam masyarakat, norma politik yang berlaku, standar profe-sional dan kepentingan masyarakat.

Dasar teoritis pelayanan publik yang ideal menurut para-digma new public service yaitu pelayanan publik yang harusresponsif terhadap berbagai kepentingan dan nilai-nilai publikyang ada. Tugas pemerintah adalah melakukan negosiasi danmkengelaborasi berbagai kepentingan masyarakat dan ke-lompok komunitas, hal ini mengandung pengertian bahwa ka-rakter dan nilai yang terkandung didalam pelayanan publik ter-sebut harus berisi preferensi nilai-nilai yang ada di dalam ma-syarakat. Karena masyarakat bersifat dinamis maka karakterpelayanan publik juga harus selalu berubah mengikuti perkem-bangan masyarakat (Dwiyanto, 2006:145).

Page 164: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

152

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

Disamping itu pelayanan publik model baru harus bersifatnon-diskriminatif sebagaimana dimaksud dasar teoritis yangdigunakan yaitu teori demokrasi yang menjamin adanya per-samaan warga negara tanpa membeda-bedakan asal-usul,kesukuan, ras, etnik, agama, dan latar belakang kepartaian.Ini berarti setiap warga negara diperlakukan secara sama ke-tika berhadapan dengan birokrasi publik untuk menerima pe-layanan sepanjang syarat-syarat yang dibutuhkan terpenuhi.Hubungan yang terjalin antara birokrat publik dengan warganegara adalah hubungan impersonal sehingga terhindar darisifat nepotisme dan primodialisme.

7. Indek Kepuasan Masyarakat (IKM)

Dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Ne-gara No Kep./25/M.PAN/2/2004 tentang Indek Kepuasan Ma-syarakat, menyatakan bahwa: “Indeks Kepuasan Masyarakat

(IKM) adalah data dan informasi tentang tingkat kepuasan

masyarakat yang diperoleh dari hasil pengukuran secara ku-

antitatif dan kualitaif atas pendapat masyarakat dalam mem-

peroleh pelayanan dari aparatur penyelenggara pelayanan

public dengan membandingkan antara harapan dan kebu-

tuhannya”.

Untuk mengetahui kepuasan masyarakat atau pelanggandapat dilakukan melakui pengukuran kepuasan masyarakatatau pelanggan, untuk dapat mengetahui sampai sejauh mana

Page 165: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

153

Pelayanan Publik (Public Service)

pelayanan telah mampu memenuhi harapan atau dapat mem-berikan pelayanan kepada pelanggan, maka organisasi harusmengetahui tingkat harapan pelanggan. Harapan pelangganini selanjutnya akan dibandingkan dengan kinerja aktualnya,sehingga dari sini akan diperoleh indeks kepuasan pelanggan

yang mencerminkan kualitas pelayanan yang diterima oleh pe-langgan.

Menurut Tjiptono (1997:31), Indeks Kepuasan Pelangganadalah mengukur perbedaan antara apa yang ingin diwujud-kan oleh pelanggan dalam membeli suatu produk atau jasadan apa yang sesungguhnya ditawarkan perusahaan. Sedang-

Page 166: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

154

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

kan Bragan (1992:51-53) memberikan alasan pengunaan In-deks Kepuasan Pelanggan sebagai ukuran untuk mengetahuikualitas pelayanan adalah berdasarkan kebanyakan pendapatyang mengatakan bahwa untuk mengetahui program mutu,apapun bentuk organisasinya keberhasilan dari program mututersebut diukur dari kepuasan pelanggan”.

Kemudian dalam Surat Keutusan Menpan, Kep./25/M.PAN/2/2004 tersebut terdapat 14 unsur yang “relevan, validdan reliable”, sebagai unsur minimal yang harus ada sebagaidasar pengukuran indeks kepuasan masyarakat, yaitu:1) Prosedur Pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelaya-

nan yang diberikan kepada masyarakat dilihat dari sisikesederhanaan alur pelayanan.

2) Persyaratan Pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan ad-ministratif yang diperlukan untuk mendapatkan pelayanansesuai dengan jenis pelayanannya.

3) Kejelasan petugas pelayanan, yaitu keberadaan dan ke-pastian petugas yang memberikan pelayanan.

4) Kedislipinan petugas pelayanan, yaitu kesungguhan pe-tugas dalam memberikan pelayanan terutama terhadapkonsistensi waktu kerja sesuai ketentuan yang berlaku.

5) Tanggung jawab petugas pelayanan, yaitu kejelasan we-wenang dan tanggungjawab petugas dalam penyeleng-garaan dan penyelesaian pelayanan.

6) Kemampuan petugas pelayanan, yaitu tingkat keahliandan ketrampilan yang dimiliki petugas dalam memberikanatau menyelesaiakan pelayanan kepada masyarakat.

Page 167: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

155

Pelayanan Publik (Public Service)

7) Kecepatan pelayanan, yaitu target waktu pelayanan dapatdiselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan oleh unitpenyelenggaraan pelayanan.

8) Keadilan mendapatkan pelayanan, yaitu pelaksanaanpelayanan dengan tidak membedakan golongan/statusmasyarakat yang dilayani.

9) Kesopanan dan keramahan petugas, yaitu sikap dan pe-rilaku petugas dalam memberikan pelayanan kepada ma-syarakat secara sopan dan ramah serta saling menghargaidan menghormati.

10) Kewajaran biaya pelayanan, yaitu keterjangkauan masya-rakat terhadap besarnya biaya yang yang telah ditetapkanoleh unit pelayanan.

11) Kepastian biaya pelayanan, yaitu kesesuaian antara bi-aya yang dibayarkan dengan biaya yang telah ditetapkan.

12) Kepastian jadwal pelayanan, yaitu pelaksanaan waktu pe-layanan, sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

13) Kenyamanan lingkungan, yaitu kondisi sarana dan pra-sarana pelayanan yang bersih, rapi dan teratur sehinggadapat memberikan rasa nyaman kepeda penerima pela-yanan.

14) Keamanan pelayanan, yaitu terjaminnya tingkat keama-nan lingkungan unit pelayanan ataupun sarana yang digu-nakan sehingga masyarakat merasa tenang untuk men-dapatkan pelayanan terhadap resiko-resiko yang diaki-batkan dari pelaksanaan pelayanan.

Page 168: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

156

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

Dalam teori demokrasi dikatakan bahwa kedaulatan adadi tangan rakyat, dimana salah satu semangat yang terkan-dung di dalamnya adalah pemerintahan untuk rakyat, dengandemikian pemerintahan yang mengakui dirinya sebagai pe-merintahan demokratis adalah yang menggunakan konsep de-mokratis dalam proses penyelenggaraan negara. Memperla-kukan rakyat dengan baik sesuai dengan harkat martabatnyakarena berlangsungnya suatu pemerintahan ditentukan olehkehendak rakyat. Dalam hubungan inilah pelayanan sebagaisalah satu fungsi pemerintah, pada tingkat operasionalnya ha-rus dapat melindungi dan memenuhi tuntutan dan kebutuhanmasyarakat. Itulah sebabnya untuk memperbaiki kinerja Pe-merintahan di Amerika Serikat, dari sepuluh formula yang dike-mukakan oleh Osborne dan Geabler (1996:191), satu dian-taranya adalah pemerintah sebagai pelayan masyarakat ha-ruslah lebih mementingkan terpenuhinya kepuasan pelanggan,bukan memenuhi apa yang menjadi kemauan birokrasi sendiri.

Hal ini berarti upaya untuk memuaskan masyarakat terkaitdengan misi pemerintahan yaitu dengan tidak lagi bertumpupada kekuasaan melainkan telah bergeser pada pelayanan.Pemerintahan, seperti dikatakan Mac Iver (1992: 101) adalahdemi untuk mereka yang diperintah dan bukan demi yang me-merintah, maka semua aktivitasnya pada umumnya hanya di-tujukan pada kesejahteraan umum. Dinyatakannya pula bahwadalam negara yang moderen konsepsi negara yang tadinya

Page 169: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

157

Pelayanan Publik (Public Service)

dalam mata mereka yang menjadi rakyatnya semata-mata alatkekuasaan, kini telah menjadi suatu badan pelayanan.

Rasyid (1997:11) mengatakan bahwa manifestasi dari su-atu pemerintahan adalah tanggung jawab yang pada hake-katnya adalah pelayanan kepada masyarakat. Pertangungja-waban yang dikehendaki dari pelayanan pemerintah, terma-suk di dalamnya pelayanan publik adalah pertangungjawabanyang bukan saja bersifat internal (orientasi ke dalam organi-sasi) tetapi yang lebih penting adalah pertanggungjawabaneksternal (orientasi ke pelanggan / masyarakat).

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Pelayananpublik merupakan pilar dasar penyelenggaraan pemerintahanyang berbasis kerakyatan, secara substansial telah terbangunpemahaman untuk mewujudkan pelayanan publik (public ser-

vice) yang sesuai dengan koridor tata kelola pemerintahanyang baik (good governance). Pemahaman demikian secaratematik merupakan alasan fundamental dari kehendak publikuntuk menyusun perangkat hukum dalam rangka membangunpelayan-pelayan publik (public servicer) yang mengedepan-kan prinsip-prinsip demokrasi, transparansi, akuntabilitas, res-ponsbilitas dengan paradigma baru (the new paradigma) ber-ubahnya birokrasi sebagai pangreh menjadi abdi (pelayan)masyarakat.

Page 170: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

158

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

Page 171: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

159

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

159

BAB V

ETIKA BIROKRASI DALAMPELAYANAN PUBLIK

1. Pendahuluan

Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik merupakan se-buah terminologi yang berusaha menempatkan dan menje-laskan korelasi serta keterkaitan antara etika, pelayanan publikdan birokrasi. Terminologi yang berusaha mengungkapkanapa, mengapa, bagaimana dan untuk apa etika birokrasi da-lam pelayanan publik. Hal ini didorong oleh adanya kesadaranakan kenyataan bahwa dewasa ini tuntutan masyarakat se-makin beragam, sementara itu sumber daya birokrasi yangdimiliki sangat terbatas baik dalam jumlah maupun kualitasnya.Oleh sebab itu administrasi publik dituntut untuk mampu men-jawab berbagai tantangan dari persoalan-persoalan yang ada.

Salah satu kelemahan dasar dalam pelayanan publik diIndonesia adalah masalah moralitas. Etika merupakan konsepyang mampu menjabarkan apa yang terdapat didalam moral,menjelaskan apa yang benar dan apa yang salah (code of

conduct). Sehingga etika merupakan salah satu faktor yangsangat menentukan dan menjadi ukuran kepuasan publik yangdilayani sekaligus ukuran keberhasilan organisasi pelayananpublik itu.

Page 172: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

160

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

Pelayanan publik tidak sekedar penyediaan atau pembe-rian barang atau jasa oleh pemerintah, tetapi juga berkenaandengan nilai pemberian pelayanan itu sendiri maupun menge-nai cara terbaik pemberian pelayanan publik itu sendiri. Kom-pleksitas dan ketidakmenentuan ini mendorong pemberi pela-yanan publik mengambil langkah-langkah profesional yang di-dasarkan kepada “keleluasaan bertindak” (discretion). Dankeleluasaan tersebut yang sering menjerumuskan aparat pe-merintah untuk bertindak tidak sesuai dengan kode etik atautuntunan perilaku yang ada. Sebenarnya, dengan diskresi yangdimiliki, administrator publik tidak hanya harus efisien, tapijuga harus dapat mendefinisikan kepentingan publik, barangpublik dan menentukan pilihan-pilihan kebijakan atau tindakansecara bertanggungjawab.

Dalam pelayanan publik di Indonesia, pelanggaran moraldan etika dapat diamati mulai dari proses kebijakan publik(pengusulan program, proyek, dan kegiatan yang tidak dida-sarkan atas kenyataan), desain organisasi pelayanan publik(pengaturan struktur, formalisasi, diskresi otoritas) yang sangatbias terhadap kepentingan tertentu, proses manajemen pela-yanan publik yang penuh rekayasa (mulai dari perencanaanteknis, pengelolaan keuangan, SDM, informasi, dan sebagai-nya). Hal ini berdampak pada melemahnya sistem pemerin-tahan Indonesia. Bagi Indonesia, pembenahan moralitas yang

Page 173: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

161

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

terjadi selama ini belum menyentuh substansi pembenahanmoral.

Karena itu, salah satu aspek yang penting diperhatikandalam proses reformasi administrasi publik adalah aspek eti-ka dalam pelayanan publik. Bila aparatur pemerintah mema-hami dan menerapkan etika dalam memberikan pelayanansecara benar maka kinerja pelayanan akan meningkat danmemenuhi keinginan masyarakat. Sebaliknya, apabila etikatersebut tidak dipahami dan dilaksanakan secara benar makakinerja pelayanan menjadi buruk dan menimbulkan protes darimasyarakat. Realitas di lapangan menunjukkan bahwa kinerjapelayanan publik yang diberikan oleh aparatur pemerintah pu-sat dan daerah kepada masyarakat belum berakar pada nor-ma-norma etika yang benar.

Fenomena lain yang terlihat di lapangan adalah pola pe-layanan aparat pemerintah cenderung sentralistik dan dido-minasi pendekatan kekuasaan, sehingga kurang peka terha-dap perkembangan ekonomi, sosial, budaya dan politik ma-syarakat, yang seharusnya terbuka, profesional dan akuntabel.

Di bawah ini dikemukakan salah satu contoh alur pelaya-nan publik dalam pengurusan Surat Ijin Usaha Perdagangan(SIUP).

Page 174: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

162

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

Contoh 1. Alur Pelayanan Surat Ijin Usaha Perdagangan

Page 175: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

163

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

2. Implementasi Etika Dalam PenyelenggaraanPelayanan Publik Di Indonesia 1

Uraian mengenai etika dalam penyelenggaraan pelayananpublik dalam tulisan ini membahas: (1) Faktor yang mempe-ngaruhi implementasi etika dalam pelayanan publik di Indone-sia saat ini, dan (2) Kondisi implementasi etika dalam pela-yanan publik di Pusat dan di Daerah.

a. Faktor yang mempengaruhi Implementasi Etika dalamPelayanan Publik di Indonesia Dewasa IniMenurut Istyadi dan Murtinah, faktor-faktor yang mempe-

ngaruhi implementasi etika dalam pelayanan publik pada ins-tansi-instansi pemerintah di Indonesia dapat diidentifikasisebagai berikut: Pertama, dalam praktek penyelenggaraanpelayanan publik di instansi - instansi pemerintah khususnyayang menyelenggarakan pelayanan secara langsung kepadamasyarakat baik individu maupun badan, petugas-petugaspemberi pelayanan memiliki dua sikap yang berbeda, yaitusikap yang absolutis dan sikap yang realitis.

Kedua, Sikap absolutis muncul berkaitan dengan keya-kinan petugas yang bersangkutan bahwa dalam pelayananpublik dikenal norma-norma yang bersifat absolut yang cen-derung diterima semua tempat dan bersifat universal (univer-

1 Hasil penelitian Istyadi Insani dan Tintin Sri Murtinah

Page 176: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

164

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

sal rules). Karakteristik yang ditunjukkan petugas yang abso-lutis yaitu:• melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya berda-

sarkan nilai-nilai yang diyakininya baik dan bersifat umum.• memiliki keyakinan profesi, keyakinan agama dan nilai -

nilai kemanusiaan yang kuat.• bersikap tegas dan cenderung kaku (tidak memiliki tole-

ransi terhadap penyimpangan terhadap prosedur yangberlaku dan menyalahi nilai-nilai universal yang diyakini-nya).

Sedangkan petugas yang memiliki sikap realistis, berpan-dangan bahwa:• kebenaran itu bersifat relatif sesuai dengan kondisi yang

ada. Dengan kata lain bahwa kebenaran itu memiliki kon-sekuensi yang baik berdasarkan kenyataan lapangan.

• norma yang bersifat universal itu belum tentu baik apabilatidak sesuai dengan kondisi yang ada. Dengan demikianakan terjadi kecenderungan untuk mengambil keputusanyang dianggapnya benar pada saat melaksanakan tugas-nya sesuai dengan kondisi yang ada akan lebih seringterjadi. Hal inilah yang membuka celah terjadinya “kerja-sama” yang menguntungkan dengan “penerima layanan”apabila petugas tidak memperhatikan aturan main yangberlaku.

Page 177: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

165

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

Ketiga, belum ada kebenaran yang hakiki terhadap etikadalam penyelenggaraan pelayanan publik baik bagi petugaspemberi layanan maupun masyarakat sebagai penerima la-yanan. Kebenaran dalam beretika dalam penyelenggaraanpelayanan publik masih dipengaruhi sikap yang didasarkanpada keyakinan pemberi pelayanan terhadap etika pelayananpublik dan keyakinan masyarakat penerima layanan publik.Artinya, “etika” tergantung pada konsensus dari kepentinganpetugas dan kepentingan individu masyarakat penerima la-yanan. Letak “kebenaran etisnya “ adalah terakomodasinyakedua kepentingan dalam proses pelayanan. Padahal dapatsaja apa yang dilakukan tersebut melanggar rasa keadilananggota masyarakat yang lain atau bahkan masyarakatpenerima layanan secara umum. Kondisi ini muncul karenapelanggaran “etika” hanya memiliki sanksi sosial saja yangsering kali tidak efektif untuk mengubah tingkah laku melanggardari petugas pemberi layanan ataupun masyarakat penerimalayanan.

Keempat, terjadi tumpang tindih terhadap implementasikeempat tingkatan etika dalam proses penyelenggaraan pe-layanan publik kepada masyarakat, yaitu etika individu, etikaprofesi, etika organisasi dan etika sosial. Kelima, Keputusanmengenai etika yang diberlakukan di dalam suatu institusi pe-layanan publik tergantung pada atasan yang berwenang. Pe-tugas penyelenggara pelayanan publik tidak terlepas dari pe-

Page 178: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

166

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

ngaruh etika organisasi tempat mereka bekerja. Padahal etikapenyelenggaraan pelayanan merupakan manifestasi dari atu-ran organisasi yang berlaku. Dalam organisasi formal aturanyang berlaku adalah keputusan pejabat yang berwenang. De-ngan demikian maka etika penyelenggaraan pelayanan publiktergantung pada “patron” atau pemimpin ( bdk. Potret birokrasiIndonesia)

Contoh 2. Proses Penerbitan Surat Ijin Mengemudi

Pemohon SIM

LAMPIRKAN:• KTP ASLI YG SAH

• FOTOKOPIKTP

UJI KLIPENG

UJI TEORI

PRAKTEK PRODUKSISIM

REGISTRASI

LULUS

1X24 jamSTLH LULUS

PRAKTEK

PENYERAHANSIM

LULUS

MAKSIMAL14 hari

TDK LULUS TDK LULUS

FOTOSIDIK JARITND TAGN

CROSSCEK DATASURAT KETERANGAN

DOKTER POLRI / UMUMMENGULANGI UJIAN TEORI & PRAKTEK

Psl.222 (1), (2) PP No.44 Th.1993

1. TAHAP I : MENGULANG MAKS.14 hari

2. TAHAP II : MENGULANG STLH 60 hari

KLIPENG = KLINIK PENGEMUDI

Catatan: gambar di atas adalah proses reguler sesuai petunjukpelaksanaan ( juklak). Namun dalam implementasinya seringkali munculbeberapa variasi, misalnya pemohon hanya melakukan foto dan sidikjari tanpa harus mengikuti ujian. Konsekuensinya, biaya yang dikenakanbisa lebih besar dari proses biasa. Tetapi hal tersebut tidak dinyatakansecara eksplisit karena dinilai melanggar aturan ( merupakan deviation).Walaupun dinilai tidak benar, namun konsensus antara aparat pelaksanadan konsumen /masyarakat terus terjadi (Disinikah letak etikanya ?)

Page 179: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

167

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

b. Kondisi Implementasi Etika dalam Pelayanan Publik diPusat dan di DaerahBerdasarkan analisis mengenai faktor – faktor yang mem-

pengaruhi implementasi etika dalam pelayanan publik makadapat dikatakan bahwa:1) Penyelenggaraan pelayanan publik masih belum didukung

dengan kode etik profesi yang memadai. Penyelengga-raan pelayanan publik mencakup berbagai profesi sesuaidengan jenis pelayanan, misalnya pelayanan di bidang ke-sehatan menyangkut profesi dokter dan profesi perawat(tenaga medis), profesi apoteker, dan profesi lainnya. Pa-dahal, PNS adalah profesional karier ( Tamin , 2005) yangharus memiliki kompetensi teknis dan administrasi.Kode etik pegawai negeri (Panca Prasetya Korpri) me-miliki sifat yang umum (general) sehingga belum dapatdijadikan acuan bagi petugas penyelenggara pelayananyang memiliki profesi yang khusus (khas) yang bersifatteknis. Oleh sebab itu kode etik pegawai negeri perlu di-dukung dengan kode etik profesi. Selama ini, aparat publikterhanyut dalam “the shadow of system” (kekuatan sistembayangan) yang mengikis budaya positif yang dimiliki apa-ratur yang bersangkutan. Sesungguhnya, jika aparat publikmenyadari bahwa etika yang perlu diterapkan dalam ber-organisasi adalah etika individu, etika organisasi dan etikaprofesi, maka setiap aparat publik hendaknya memiliki ko-mitmen agar ketiga macam etika tersebut dapat diikuti,

Page 180: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

168

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

dipatuhi dan dijadikan pedoman, pegangan, referensi se-seorang dalam melakukan hubungan dengan orang laindalam organisasi, menjalankan tugas/profesinya.

2) Belum terimplementasikan secara optimal kebijakan pe-layanan publik yang memuat kode etik penyelenggaraanpelayanan publik. Meskipun kebijakan pelayanan publiktelah diterbitkan seperti Inpres No. 1 Tahun 1995 tentangPerbaikan dan Peningkatan Mutu Pelayanan Aparatur Pe-merintah kepada Masyarakat dan KepmenPAN No. 63/KEP/M.PAN/7/2003 Tanggal 10 Juli 2003 tentang Pedo-man Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik namun be-lum diimplementasikan dengan baik. Kendala yang dite-mui adalah:• kebijakan tersebut belum sepenuhnya ditindaklanjuti

dengan kebijakan yang bersifat operasional oleh apa-rat baik di tingkat pusat maupun di daerah. Terdapatvariasi bentuk dan muatan kebijakan mengenai pela-yanan publik.

• Belum ada kesepahaman apakah kebijakan etika pe-layanan publik dibuat dalam format hukum positif atautidak. Dalam hal ini terdapat pro – kontra; Ada bebe-rapa kalangan yang selalu mengkaitkan antara etikadengan hukum (etika diidentikkan dengan hukum). Te-tapi ada kalangan yang membedakan antara etika de-ngan hukum. Kalangan yang terakhir berpendapat bah-wa etika merupakan sesuatu yang melekat dari diri

Page 181: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

169

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

seseorang bukan sesuatu yang dipaksakan dari luar(norma). Norma bukan hukum dan norma tidak memi-liki sanksi hukum...Etika tata pemerintahan yang baik(termasuk di dalamnya etika pelayanan publik) tidakselalu di”positifkan” (dijadikan aturan hukum yang me-muat sanksi bagi yang melanggar). Etika memiliki ba-tas berupa ruang dan waktu. Etika sebagai norma hu-kum tidak mengedepankan unsur sanksi hukum yangbersifat nasional. Sanksi yang diberlakukan bersifatsanksi sosial yang dilakukan oleh masyarakat dan tidakmampu memberikan dampak menghukum yang efektif.Etika adalah seperangkat nilai yang dapat dijadikanpedoman, referensi, acuan, dan penuntun apa yangharus dilakukan dalam menjalankan tugas. Dengandemikian etika merupakan standar yang berfungsi un-tuk menilai apakah sifat, perilaku, tindakan atau sepakterjangnya dalam menjalankan tugas dinilai baik atauburuk.

3) Kesadaran untuk beretika dalam penyelenggaraan pela-yanan publik oleh petugas penyelenggara dan oleh ma-syarakat penerima pelayanan publik masih rendah. Me-reka masih cenderung berorientasi pada kepentingan pri-badi (kepentingan sendiri). Selama ini, pemahaman etikapelayanan publik selalu dikaitkan dengan kegiatan yangbersifat protokoler sehingga sering kali dipahami sebagainilai-nilai yang bersifat simbolik. Pada dasarnya, kesada-

Page 182: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

170

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

ran beretika dalam penyelenggaraan pelayanan publik di-pengaruhi oleh kemampuan aparat (petugas penyeleng-gara pelayanan publik) dan tingkat kesejahteraan yang di-milikinya. Etika dalam pelayanan publik menyangkut duaaspek utama, yaitu: aspek internal dan aspek eksternal.Aspek internal menyangkut kondisi individual aparat yangbersangkutan. Aspek eksternal menyangkut kondisi ling-kungan aparat yang terdiri dari: 1) tradisi dan budaya, 2)pendapatan, dan 3) kualitas pegawai yang bersangkutan.Tradisi dan budaya aparat dipengaruhi oleh kondisi tem-pat bekerja. Tradisi dan budaya ini tumbuh dalam birokrasitempat aparat itu bekerja sejak rekruitmen awal. Pada saatrekruitmen pegawai biasanya didasarkan pada upayauntuk mengisi pekerjaan yang lowong dalam rangka me-ngurangi pengangguran. Tradisi inilah yang menyebabkanpegawai tidak dapat berkinerja dengan baik dan bahkanmenimbulkan perilaku yang menyimpang atau sering di-sebut sebagai pathologi birokrasi...

4) Belum ada ukuran yang jelas dan pasti dalam menilai etikapelayanan publik. Hal ini disebabkan oleh ketidakadaan/keterbatasan nilai etika yang dimiliki, contoh konkritnyaadalah nilai moralitas terhadap uang. Disamping itu ada-nya kecenderungan mengutamakan kepentingan tertentutanpa memperhatikan konteks pelayanan publik yang di-berikan. Pegawai negeri sebagai salah satu penyeleng-gara pelayanan publik dan sekaligus anggota organisasi

Page 183: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

171

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

pemerintah (birokrasi) tidak dapat lepas dari kepentinganorganisasi yang merupakan manifestasi dari keputusanpimpinan yang berwenang dari organisasi yang bersang-kutan. Karena tidak adanya ukuran yang jelas dan pastidari etika pelayanan publik yang diberikan maka petugasakan cenderung mengutamakan (mengamankan) kepu-tusan pimpinan organisasi.

Gambaran implementasi etika dalam pelayanan publik ter-sebut menunjukkan realitas bahwa: Pertama, penyelengga-raan pelayanan publik baik di pusat maupun di daerah masihbelum menerapkan nilai-nilai etika disebabkan adanya pe-mahaman yang beragam, tidak didukung kebijakan yang me-madai, bertentangan dengan nilai budaya lokal, dan bersifattidak mengikat; Kedua, Belum ada strategi implementasi yangbaku dan memadai dalam pengembangan etika pelayananpublik sehingga etika pelayanan publik yang ada belum men-dukung peningkatan kinerja aparatur di pusat dan di daerah.

Untuk mengatasi kondisi tersebut maka perlu dilakukanlangkah-langkah antara lain: Pertama, pemerintah perlu me-netapkan kebijakan mengenai etika pelayanan publik secaraterintegrasi dan lebih operasional yang mampu menciptakankesepahaman aparatur pemerintah mengenai bentuk kebija-kan etika pelayanan publik; Kedua, Pemerintah perlu menyu-sun dan mensosialisasikan strategi pengembangan etikapelayanan publik yang dapat mengakomodasi muatan budaya

Page 184: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

172

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

lokal daerah dan melibatkan seluruh stakeholders pelayananpublik yang ada; Ketiga, Penyusun kebijakan perlu mengako-modasi nilai-nilai etika pelayanan publik dalam setiap produkkebijakan penyelenggaraan negara yang ditetapkan khusus-nya yang menyangkut sumber daya aparatur.

3. Peran Strategis Pemerintah dalamPelayanan Publik

Pemerintahan pada hakikatnya adalah pelayanan kepadamasyarakat. Produk utama penyelenggaraan pemerintahanadalah public service. Perlu dipahami bahwa pemerintahandiadakan tidak untuk melayani diri sendiri tetapi untuk melayanimasyarakat serta menciptakan kondisi yang memungkinkansetiap anggota masyarakat mengembangkan kemampuandan kreatifitasnya demi mencapai tujuan bersama (Rasyid,1998:139). Karena itu, birokrasi publik berkewajiban dan ber-tanggung jawab untuk memberikan layanan publik yang baikdan professional.

Ada beberapa pertimbangan mengapa pelayanan publikmenjadi titik strategis untuk memulai pengembangan kepe-merintahan yang baik, antara lain:1) Pelayanan publik selama ini menjadi ranah dimana Negara

yang diwakili oleh pemerintah berinteraksi dengan lem-baga-lembaga non pemerintah. Buruknya praktik gover-

nance dalam penyelenggaraan pelayanan publik sangat

Page 185: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

173

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

dirasakan oleh warga dan masyarakat luas. Ini berarti jikaterjadi perubahan yang signifikan pada ranah pelayananpublik dengan sendirinya dapat dirasakan manfaatnya se-cara langsung oleh warga dan masyarakat luas.

2) Berbagai aspek good governance dapat diartikulasikansecara relatif lebih mudah dalam ranah pelayanan publik.Aspek kelembagaan yang selama ini sering dijadikanrujukan dalam menilai praktik governance dapat denganmudah dinilai dalam praktik penyelenggaraan pelayananpublik. Unsur yang perlu mendapat perhatian dalam pela-yanan publik adalah keterlibatan segenap stakeholders

(civil society dan privat sector). Kemudian melakukan re-posisi terhadap ketiga unsur tersebut dan redistribusi pe-ran yang proporsional dan saling melengkapi antara pe-merintah, masyarakat sipil dan mekanisme pasar sehing-ga sinergi dapat dikembangkan. Dengan demikian, nilai-nilai efisiensi, non diskriminatif dan berkeadilan, berdayatanggap tinggi dan memiliki akuntabilitas tinggi dapat di-kembangkan di dalam ranah pelayanan publik, dan dapatdinilai serta diukur karena memiliki indikator yang jelas.

3) Pelayanan publik melibatkan kepentingan semua unsurgovernance. Pelayanan publik menjadi pertaruhan yangpenting bagi ketiga unsur governance tersebut karenanasib sebuah pemerintahan, baik di pusat maupun daerah,akan sangat dipengaruhi oleh keberhasilan ketiga pilarini dalam mewujudkan pelayanan publik yang memuaskanmasyarakat.

Page 186: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

174

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

Sebab realitas peran pemerintah dalam pelayanan publikselama ini cenderung menunjukkan sikap dan perilaku yangbelum dapat memuaskan masyarakat. Sofian Effendi (1995)menyebutkan beberapa faktor yang menyebabkan rendahnyakualitas pelayanan publik di Indonesia, antara lain adanya:1) Konteks monopolistik, dalam hal ini karena tidak adanya

kompetisi dari penyelenggara pelayanan publik non pe-merintah, tidak ada dorongan yang kuat untuk meningkat-kan jumlah, kualitas maupun pemerataan pelayanan ter-sebut oleh pemerintah

2) Tekanan dari lingkungan, dimana faktor lingkungan amatmempengaruhi kinerja organisasi pelayanan dalam tran-saksi dan interaksinya antara lingkungan dengan organi-sasi publik

3) Budaya patrimonial, dimana budaya organisasi penyeleng-gara pelayanan publik di Indonesia masih banyak terikatoleh tradisi-tradisi politik dan budaya masyarakat setem-pat yang seringkali tidak kondusif dan melanggar peratu-ran-peraturan yang telah ditentukan.

Salah satu pendapat yang bisa dipakai untuk mengukurkualitas pelayanan publik adalah pendapat Richard M.Steers(1985) yang menyebutkan beberapa faktor yang berkepenti-ngan dalam upaya mengidentifikasi kualitas pelayanan publikantara lain: variabel karakteristik organisasi, variabel karak-

Page 187: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

175

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

teristik lingkungan, variabel karakteristik pekerja/aparat, va-riabel karakteristik kebijaksanaan, dan variabel praktek-prak-tek manajemennya.

Contoh 3. Galery Informasi

Catatan: Komunikasi – informasi menjadi kebutuhan yang penting padaera globalisasi. Pemerintah dapat memenuhi kebutuhan tersebut denganmembuat galery informasi ( ada juga yang menyebutnya galery reklame).Selain menyajikan berbagai informasi juga membawa income bagipemerintah. Yang perlu diperhatikan adalah pemantauan mengenai con-tent (isi) dan design tata letaknya.

Page 188: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

176

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

4. Nilai dan Prinsip Etika Pelayanan Publik2

Gilman dan Lewis (1996) yang melakukan penelitian de-ngan mengajukan pertanyaan: Apakah nilai-nilai yang berbe-da-beda dari berbagai kultur dapat menjelaskan tendensi yangterjadi dalam etika pelayanan publik ? Penelitian ini bertujuanuntuk mengetahui (1) Hubungan antara sikap publik terhadapprogram-program etika, (2) Hubungan antara aturan denganperilaku administratif aktual, (3) Perkembangan ukuran ukuranyang cocok mengenai efektifitas program-program etik, Keduapeneliti ini berkesimpulan bahwa pihak administrasi publikyang professional harus memiliki sikap terbuka terhadap per-soalan global terutama persoalan nilai, norma dan struktur yangdianut bersama.

Berdasarkan hasil penelitian, mereka menyimpulkan bah-wa terdapat 3 nilai dan sikap yang dianut bersama terdiri dari:1. Nilai-nilai politis yaitu sikap netralitas birokrasi, kebebasan

dan keadailan.2. Nilai-nilai administratif yaitu efektifitas, efisiensi, kepe-

dulian dan pertanggungjawaban3. Nilai-nilai bersama yaitu adanya komitmen terhadap ini-

siatif bersama untuk berperang memberantas korupsi me-lalui gerakan anti korupsi, penyuapan/sogok dan pembe-rian upeti/hadiah secara multidimensional, dan penanam-

2 Kridawati dan Faizal, 2006, Etika Birokrasi

Page 189: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

177

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

an kesadaran diri untuk mentaati norma dan aturan sertaprogram-program etika pelayanan publik. Komitmen ber-sama ini harus direalisasikan untuk membersihkan citrabirokrasi yang lekat dengan budaya korupsi, kolusi dannepotisme.

Satu aspek yang tidak dapat diabaikan mengenai perso-alan nilai dan sikap yang dianut bersama tersebut diatas, yaituadanya ketidaksesuaian atau kesenjangan antara nilai-nilaiyang diekspresikan dengan perilaku yang ditunjukkan birokrat,ternyata tidak menyebabkan nilai-nilai tersebut menjadi kurangrelevan, namun justru mendorong proses internalisasi nilai dansikap tersebut.

Dari ketiga nilai dan sikap yang dianut bersama tersebutdiatas dapat diperoleh beberapa ajaran etis yang dapat dija-dikan sebagai pedoman dalam pelayanan publik sebagai be-rikut:• Menunjukkan integritas fiskal, artinya bagaimana cara me-

ngatur keuangan atau anggaran secara tepat, sehinggadapat mencegah terjadinya penyelewengan keuangan or-ganisasi.

• Menunjukkan abstraksi moral, artinya perlunya mengambiltindakan pencegahan agar tidak menimbulkan persoalan-persoalan moral.

• Melibatkan abstraksi moral, artinya setiap tindakan dankebijakan yang diambil haruslah berlandaskan nilai keju-

Page 190: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

178

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

juran, kebenaran, keuletan dan integritas personal yangtinggi, bersifat transparan serta memiliki akuntabilitaspublik.

• Mengakui adanya teori pluralis, artinya bahwa pluralis da-pat mendorong terjadinya proses tawar-menawar untukmencapai kesepakatan bersama dari sekian banyak per-bedaan.

• Mempercayai adanya dikotomi, artinya perlu adanya pemi-sahan secara tegas antara fungsi politis sebagai pembuatkebijakan dan fungsi administratif sebagai pelaksana ke-bijakan, karena etika pelayanan publik harus memperha-tikan nilai-nilai seperti: netralitas, akuntabilitas, efisiensi,efektifitas dan ekonomis.

• Tidak mempercayai adanya dikotomi, artinya keterkaitansecara praktis berbagai fungsi politis, administratif danyudikatif ditujukan untuk memudahkan dalam melakukankontrol.

• Menjunjung tinggi keadilan sosial, artinya birokrasi harusbersikap netral dan tidak memihak kepada salah satu fihakdalam memberikan pelayanan publik.

• Mengupayakan wacana profesi, artinya melaksanakan tu-gas dan kewajiban didasarkan kepada kode etik profesi.

• Mempertahankan tatanan konstitusional, artinya dalamopersional kegiatannya birokrasi haruslah berlandas-kankonstitusi, terutama dalam hal mendistribusikan sumber-daya alam untuk kesejahteraan rakyat.

Page 191: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

179

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

• Melayani masyarakat, artinya birokrasi harus benar-benarberperan sebagai pelayan masyarakat bukan sebaliknyadilayani.

Dari beberapa ajaran etis tersebut, secara empiris seba-gian sudah diatur mulai dari Tap MPR, UU, PP, Inpres/Keppresdan peraturan pelaksana lainnya antara lain melalui Tap MPRNomor: XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yangbersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme danditindaklanjuti dengan UU Nomor: 28 Tahun 1999 dengan judulyang sama; Tap MPR Nomor: VI/MPR/ 2001 tentang EtikaKehidupan Berbangsa; UU Nomor: 20 Tahun 2001 tentangPemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan ditindaklanjuti de-ngan UU Nomor: 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberan-tasan Tindak Pidana Korupsi (KPTPK), UU Nomor: 43 Tahun1999 tentang Kepegawaian (antara lain mengatur tentangNetralitas PNS, sebelumnya ada PP 5 jo PP 12 Tahun 1999);.PP Nomor; 30 Tahun 1980 yang berisi tentang Kewajiban danLarangan bagi PNS (sekarang diganti dengan Peraturan Pe-merintah No 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai NegeriSipil ); Inpres Nomor: 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Ki-nerja Instansi Pemerintah (AKIP), SK Menpan Nomor : 63Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pe-layanan Publik dan adanya Kode Etik Pegawai Negeri Sipil(Panca Prasetya Korpri).

Page 192: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

180

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

Sebagai bahan perbandingan berikut ini akan dikemuka-kan prinsip-prinsip etika pelayanan publik yang dikembangkanoleh Institut Josephson Amerika (dalam Gani, 2000:55):a) Jujur: Dapat dipercaya, tidak berbohong, tidak menipu,

mencuri, curang dan berbelit-belitb) Integritas: Berprinsip, terhormat, jujur, tidak mengorbankan

prinsip moral dan tidak bermuka duac) Memegang janji: Memenuhi janji serta mematuhi jiwa per-

janjian sebagaimana isinya dan tidak menafsirkan isi per-janjian itu secara sefihak

d) Setia: Loyal dan taat pada kewajiban yang semestinyaharus dikerjakan

e) Adil: Memperlakukan orang dengan sama, bertoleransidan menerima perbedaan serta berfikiran terbuka

f) Perhatian: Memperhatikan kesejahteraan orang lain de-ngan kasih sayang, memberikan kebaikan dalam pelaya-nan

g) Hormat: Orang yang etis memberikan penghormatan ter-hadap martabat manusia, privasi dan hak menentukan na-sib bagi setiap orang

h) Kewarganegaraan: Kaum professional sektor publik mem-punyai tanggungjawab untuk menghormati dan menghar-gai serta mendorong perbuatan keputusan yang demo-kratis

Page 193: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

181

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

i) Keunggulan: Orang yang etis memperhatikan kualitas pe-kerjaannya, seorang profesional sektor publik harus ber-pengetahuan dan siap melaksanakan wewenang publik

j) Akuntabilitas: Orang yang etis menerima tanggungjawabatas keputusan, konsekwensi yang diduga dari dan ke-pastian mereka, dan memberi contoh kepada orang lain

k) Menjaga kepercayaan publik: Orang-orang yang beradadi sektor publik mempunyai kewajiban khusus untuk me-melopori dengan cara mencontohkan, untuk menjaga danmeningkatkan integritas dan reputasi proses legislatif.

Selain mematuhi prinsip-prinsip dan berbagai standar pe-layanan publik yang perlu dipedomani oleh segenap aparatbirokrasi, juga harus diperhatikan adalah sikap dan perilakuyang santun, keramah tamahan dari aparat pelayanan publikbaik dalam cara menyampaikan sesuatu yang berkaitan de-ngan proses pelayanan maupun dalam hal ketepatan waktupelayanan. Sehingga pelayanan yang diberikan dapat memu-askan masyarakat yang dilayani. Dalam hal ini, paling tidakada empat (4) kemungkinan yang bisa terjadi, yaitu:1) `mutual knowledge: aparat birokrasi yang melayani dan

pihak masyarakat yang dilayani sama-sama dapat denganmudah memahami kualitas pelayanan tersebut.

2) producer knowledge: pihak aparat birokrasi yang melayanilebih mudah memahami dan mengevaluasi kualitas pela-

Page 194: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

182

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

yanan publik daripada masyarakat pelanggan yangdilayani,

3) consumer knowledge: masyarakat pelanggan yang dila-yani lebih mudah dan lebih memahami dalam mengevalu-asi kualitas pelayanan yang diberikan oleh aparat biro-krasi pelayanan publik.

4) mutual Ignorance :aparat birokrasi pelayanan publik mau-pun masyarakat yang dilayani sama-sama tidak tahu danmendapat kesulitan dalam mengevaluasi kualitas pelaya-nan publik .

Ada banyak hal yang dapat dipakai sebagai solusi dalammenghadapi tantangan dan kendala-kendala pelayanan publik.Langkah – langkah strategis tersebut, antara lain: Pertama:Merubah tekanan-tekanan sistem pemerintahan yang sifatnyasentralistik otoriter menjadi sistem pemerintahan desentralistikdemokratis; Kedua: Membentuk asosiasi/ perserikatan kerjadalam pelayanan publik; Ketiga: Meningkatkan keterlibatanmasyarakat, baik dalam perumusan kebijakan pelayananpublik, proses pelaksanaan pelayanan publik maupun dalammonitoring dan pengawasan pelaksanaan pelayanan publik;Keempat: Adanya kesadaran perubahan sikap dan perilakudari aparat birokrasi pelayanan publik menuju model birokrasiyang lebih humanis (Post weberian); Kelima: Menyadari ada-nya pengaruh kuat perkembangan dan kemajuan ilmu penge-tahuan dan teknologi dalam menunjang efektivitas kualitas pe-

Page 195: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

183

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

layanan publik; Keenam: Pentingnya faktor aturan dan perun-dang-undangan yang menjadi landasan kerja bagi aparat pe-layanan publik; Ketujuh: Pentingnya perhatian terhadap faktorpendapatan dan penghasilan (wages and salary) yang dapatmemenuhi kebutuhan minimum bagi aparat pelayanan publik;Kedelapan: Pentingnya faktor keterampilan dan keahlian pe-tugas pelayanan publik; Kesembilan: Pentingnya faktor saranafisik pelayanan publik; Kesepuluh: Adanya saling pengertiandan pemahaman bersama (mutual understanding) antara pi-hak aparat birokrasi pelayan publik dan masyarakat yang me-merlukan pelayanan untuk mematuhi peraturan dan perundang-undangan yang berlaku khususnya dalam pelayanan publik.

5. Kepemimpinan Dalam Pelayanan Publik

Joseph C. Rost berpendapat bahwa kepemimpinan ada-lah hubungan yang saling mempengaruhi di antara pemimpindan pengikut (bawahan) yang menginginkan perubahan nyatadan mencerminkan tujuan bersama. Sedangkan Edwin A. Lo-cke menegaskan beberapa indikator dasar kepemimpinanyakni sebagai berikut:• suatu seni untuk menciptakan kesesuain paham.• suatu bentuk persuasi dan inspirasi.• suatu kepribadian yang memiliki pengaruh.• suatu tindakan dan perilaku.• suatu titik sentral proses kegiatan kelompok.

Page 196: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

184

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

• suatu hubungan kekuatan dan kekuasaan. Dalam hal inikepemimpinan adalah suatu bentuk hubungan sekelom-pok orang, hubungan antara yang memimpin dan yang di-pimpin.

• sarana pencapaian tujuan.• suatu hasil interaksi. Kepemimpinan adalah proses sosial

yang merupakan hubungan antar pribadi, dimana pihaklain mengadakan penyesuaian; proses saling mendorongdalam mencapai tujuan bersama.

• suatu peranan yang dibedakan.• suatu inisiatif struktur.

Secara umum, kepemimpinan adalah suatu kewenanganyang disertai kemampuan seseorang dalam memberikan pe-layanan untuk menggerakkan orang-orang yang berada diba-wah koordinasinya dalam usaha mencapai tujuan. Pemimpinadalah seseorang yang mempunyai kemampuan dalam pe-nyelenggaraan suatu kegiatan organisasi agar kegiatan ter-sebut dapat terselenggara dengan efisien dan efektif sertabermanfaat. Untuk itu, diperlukan pengaturan mengenai pem-bagian tugas, cara kerja dan hubungan antara pekerjaan yangsatu dengan pekerjaan yang lain agar terjadi ketertiban dalamkegiatan organisasi.

Menurut Martin M. Broadwell, dalam bukunya Supervisordan Masalahnya, pada dasarnya setiap pemimpin (manager)apakah dia seorang pemimpin tingkat atas (to management),

Page 197: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

185

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

pemimpin tingkat menengah (middle management) dan pe-mimpin tingkat bawah (lower management), wajib melaksa-nakan empat fungsi, yaitu merencanakan, mengorganisasi,memimpin dan mengawasi.Ke-empat fungsi dapat diuraikan sebagai berikut:a. Perencanaan: suatu hal yang terpenting dari seluruh kegi-

atan. Perencanaan adalah sarana bagi pemimpin untukmenentukan ke arah mana gerak organisasinya akan diba-wa, sulit diharapkan hasil yang baik jika perencanaannyakurang baik, sekalipun pelaksanaan dilakukan secaraketat.

b. Pengorganisasian adalah istilah yang mempunyai arti yangluas karena menyangkut dua hal, yaitu:1. Struktur organisasi sebagai wadah melaksanakan ke-

giatan.2. Penempatan tenaga kerja dalam organisasi.

c. Memimpin adalah kemampuan seseorang untuk mengil-hami bawahan agar dapat bekerja untuk mencapai tujuanorganisasi. Dengan demikian, pemimpin akan sukses jika;1. pemimpin mempunyai kemampuan untuk memaklumi

pandangan orang lain;2. pemimpin harus peka terhadap masalah orang lain;3. pemimpin harus tanggap terhadap apa yang dikatakan

bawahan;4. pemimpin harus memiliki kemampuan analisis yang

tinggi;

Page 198: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

186

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

5. pemimpin harus mengetahui kelebihan atau kelemah-an dan kesalahannya;

6. pemimpin harus bersedia menerima tanggung jawab-nya.

d. Mengawasi: fungsi ini adalah suatu yang cukup menentu-kan, karena dengan mengawasi akan menghasilkan se-suatu yang sesuai dengan yang direncanakan. Pada da-sarnya pemimpin mengawasi tiga hal, yaitu uang, bahandan tenaga kerja. Langkah-langkah yang diperlukan dalammengawasi adalah menentukan standar, ukuran hasil atasdasar standar, dan pengambilan tindakan kebijakan jikadiperlukan.

5.1 Perilaku Pemimpin Dalam Pelayanan PublikPerilaku seorang pemimpin dipengaruhi oleh berbagai

kondisi, antara lain perilaku sejak lahir (bawaan), melaluipendidikan dan pelatihan, pengalaman organisasi, dan lainsebagainya (bdk. Teori kepemimpinan). Dalam birokrasi, pe-rilaku pemimpin juga dipengaruhi oleh model dan struktur bi-rokrasi. Untuk konteks Indonesia lebih didominasi oleh polastruktur atasan – bawahan, sehingga berkembang budaya “menunggu petunjuk”.

Berdasarkan penelitian para ahli (Fleishmen, Holpin, Wi-ner, Hemphill dan Coous), ada dua dimensi utama perilakupemimpin yaitu konsiderasi (consideration) dan struktur inisi-

Page 199: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

187

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

asi (initiation structure). Dua macam kecenderungan tersebutmempunyai ciri-ciri sebagai berikut:1) Konsiderasi: Perilaku pemimpin cenderung kearah kepen-

tingan bawahan. Adapun ciri-ciri perilaku pemimpin dalamhubungannya dengan bawahan adalah:a) ramah tamah;b) mendukung dan membela bawahan;c) mau berkonsultasi;d) mau mendengarkan pendapat bawahan;e) mau menerima usul bawahan;f) memikirkan kesejahteraan bawahan;g) memperlakukan bawahan setingkat dirinya.

2) Struktur Inisiasi: Perilaku pemimpin yang cenderung lebihmementingkan tujuan organisasi daripada memperhatikanbawahan. Adapun ciri-cirinya yaitu:a) memberikan kritik atas pekerjaan yang jelek;b) menekankan pentingnya pelaksanaan batas waktu tu-

gas-tugas kepada bawahan;c) selalu memberitahu apa-apa yang dikerjakan bawah-

an;d) selalu memberi petunjuk bawahan bagaimana mela-

kukan tugas;e) memberikan standar tertentu atas pekerjaan;f) meminta bawahan agar selalu menuruti dan mengikuti

standar yang telah ditetapkan;

Page 200: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

188

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

g) selalu mengawasi apakah bawahan bekerja sepenuhkemampuan.

Mengingat luasnya peran dan tanggung jawab seorang pe-mimpin dalam birokrasi, maka pemimpin dituntut agar mem-punyai pengetahuan yang lebih baik dibandingkan denganbawahannya, berdedikasi baik, serta pengalaman yang luasdan mempunyai perilaku yang dapat diterima oleh bawahandan lingkungannya.

Salah satu faktor yang mendukung harapan di atas adalahfaktor pendidikan, yaitu usaha sadar dan sistematis dalamrangka mengalihkan pengetahuan seseorang dan nilai – nilaiorganisasi kepada orang lain (bawahan) yang bersifat formalmaupun informal. Proses transfering ini amat penting dalamrangka pembinaan watak (character building). MenurutSondang P.Siagian, pembinaan watak adalah bagian integraldari pendidikan yang antara lain untuk:• mengembangkan kemampuan berfikir secara rasional;• mengembangkan kemampuan analitik;• mengembangkan kepekaan terhadap perubahan yang ter-

jadi di masyarakat pada umumnya;• menumbuhkan dan mengembangkan nilai-nilai etika;• menumbuhkan, memelihara dan mengembangkan nilai-

nilai estetika;• mewujudkan kemampuan untuk mampu mandiri;

Page 201: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

189

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

• menumbuhkan dan memelihara perilaku sosial yang ak-septabel bagi warga masyarakat lainnya;

• meningkatkan kemampuan untuk menjadi warga masya-rakat yang bukan saja terhormat, akan tetapi memiliki rasasolidaritas sosial yang tinggi;

• mewujudkan persepsi yang tepat tentang peranan dan ke-dudukan seseorang vis a vis orang lain dalam kehidupankomunal;

• menumbuhkan kesadaran yang tebal tentang pentingnyakemampuan bekerja sama dengan orang lain dalam rang-ka membina kehidupan yang nikmat, baik dalam arti kese-jahteraan fisik maupun dalam arti kebahagiaan mental spi-ritual.

5.2 Peran Pemimpin Dalam Pelayanan PublikPeranan pemimpin sangat penting dalam usaha mencapai

tujuan suatu organisasi. Dengan kata lain, keberhasilan dankegagalan suatu organisasi sebagian besar sangat ditentukanoleh kualitas kepemimpinan. Di dalam birokrasi (organisasi),kita mengenal tingkatan pemimpin yang terdiri atas:• pemimpin tingkat atas (top management)• pemimpin tingkat menengah (middle management)• pemimpin tingkat bawah (lower management)

Page 202: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

190

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

Level ini juga menggambarkan perbedaan tugas dan tang-gung jawab di dalam birokrasi, sekaligus memerikan indikatorevaluasi yang dapat dilakukan.

Tingkatan Manajemen Kepentingan Perhatian

Top Leader

Strategik, Visi, Misi, Kerjasama, Tujuan, Kemanusiaan

Dampak

Program / Midlle

Kualitas, Waktu, Tanggapan, Kepuasan Konsumen, Pemborosan

Outcomes

Lower

Kemampuan teknis, kreativitas, kerjasama, SDM

Input – Output

Salah satu peranan pemimpin dalam meningkatkan pela-yanan publik adalah memberi motivasi kepada bawahan. Efi-siensi dan produktivitasnya yang tinggi dapat dicapai bila pe-mimpin berperan secara efetif dalam mengkoordinasikan se-mua bawahan di lingkungannya. Produktivitas adalah kemam-puan seseorang untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dalamjangka waktu relatif singkat dan mencapai tingkat hasil yangmemuaskan.

Selain itu, pemimpin juga berperan untuk mengubah in-formasi menjadi pernyataan kebijakan (petunjuk). William N.Dunn (2001), membagi delapan bentuk atau cara untuk meng-ubah informasi menjadi pernyataan kebijakan, yaitu sebagaiberikut:

Page 203: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

191

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

• Cara otoritatif, pernyataan kebijakan didasarkan pada ar-gumen dari pihak yang berwenang. Informasi diubah men-jadi pernyataan atas dasar asumsi tentang status yangdicapai ataupun diperoleh pembuat informasi.

• Cara statistik, pernyataan kebijakan didasarkan pada ar-gumen yang diperoleh dari sampel. Informasi diubah men-jadi pernyataan atas dasar asumsi bahwa apa yang benarbagi para anggota sampel juga benar bagi seluruh ang-gota populasi yang tidak tercakup oleh sampel itu.

• Cara klasifikasional, pernyataan kebijakan didasarkan pa-da argumen yang berasal dari keanggotaan. Informasi di-ubah menjadi pernyataan kebijakan atas dasar asumsibahwa apa yang benar bagi suatu kelas individu ataupunkelompok yang tercakup dalam informasi itu juga benarbagi individu atau kelompok yang merupakan (atau diya-kini sebagai) anggota di kelas yang bersangkutan.

• Cara intuitif, pernyataan didasarkan pada argumen yangberasal dari batin (insight). Informasi diubah menjadi per-nyataan kebijakan atas dasar asumsi tentang situasi men-tal dalam (inner-mental states) dari pembuat informasi ter-sebut.

• Cara analisentrik, pernyataan didasarkan pada argumenyang berasal dari metode. Informasi diubah menjadi per-nyataan atas dasar asumsi tentang validitas metode atauaturan yang diterapkan oleh analis.

Page 204: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

192

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

• Cara eksplanatori, pernyataan dibuat atas dasar argumenyang dibuat dari suatu penyebab. Informasi diubah men-jadi pernyataan atas dasar asumsi tentang adanya keku-atan penyebab tertentu (causes), dan hasilnya (effects).

• Cara pragmatis, pernyataan didasarkan pada argumenyang berasal dari motivasi, kasus parallel atau analogi.

• Informasi diubah menjadi pernyataan atas dasar asumsitentang daya pengaruh tujuan, nilai dan dorongan; asumsitentang kesamaan antara dua kasus pembuatan kebijakanatau lebih; atau asumsi tentang kesamaan hubungan diantara dua atau lebih latar (settings) kebijakan.

• Cara kritik nilai, pernyataan didasarkan pada argumenyang berasal dari etika. Informasi diubah menjadi pernya-taan atas dasar asumsi tentang kebenaran atau kekeliru-an, kebaikan atau kejelekan dari kebijakan dan konseku-ensi.

6. Cara meningkatkan perilaku etis

Untuk meningkatkan perilaku etis pada organisasi publikyang harus dilakukan adalah menganalisa ide-ide dasar (ba-

sic ideas), kepercayaan-kepercayaan (beliefs) dan perilaku(attitudes) yang membimbing anggota organisasi. Adapun ca-ra-cara meningkatkan perilaku etis pada organisasi publikdikemukakan oleh Phillip L Smith “Establishing an Ethical

Environment” ( dalam Denhardt,1991: 127) sebagai berikut:

Page 205: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

193

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

1) Kembangkan visi organisasi dan kode etik perilaku secarajelas. Visi harus meliputi misi, deskripsi organisasi yangdapat melaksanakan misi tersebut dan pernyataan tentangsifat pekerjaan yang akan dilaksanakan organisasi

2) Komunikasikan visi dan kode etik perilaku secara jelaskepada seluruh anggota.Seorang pemimpin harus secara terus menerus melaku-kan komunikasi untuk menciptakan lingkungan yang etis(beretika). Tugas ini tidak pernah berakhir.

3) Pimpinlah bawahan melalui keteladananSeorang pemimpin jangan sampai bertindak berlawanandengan nilai-nilai etis karena hal tersebut sama saja denganmenyuruh bawahan mengikis nilai-nilai mereka sendiri se-bagai manusia. Tak seorang pemimpinpun memiliki haksemacam itu.

4) Pantaulah bagian-bagian yang mengandung resiko.Setiap bagian organisasi memiliki potensi yang tinggi untukmenjadi favorit atau sebaliknya. Dengan senantiasamemperhatikan bagian ini dan kadang-kadang disertaipertanyaan tajam, akan memberikan kesan bahwa pim-pinan peduli tentang apa yang sedang terjadi.

5) Bersikap tegas dalam menerapkan peraturan.Agar terjadi kepatuhan, bersikaplah tegas dalam mene-rapkan nilai-nilai tanpa mempedulikan resiko publisitasyang jelek.

Page 206: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

194

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

7. Perubahan Birokrasi: menuju Good Gover-nance

Perubahan birokrasi memiliki multiplier effects yang sa-ngat luas. Sosok dan perilaku birokrasi yang mencerminkannilai dan tradisi baru praktik good governance dapat mendo-rong perubahan yang berarti dalam kehidupan pasar dan ma-syarakat sipil. Kinerja birokrasi pemerintah yang baik dapatmembuat pasar menjadi semakin kuat, efisien dan memilikidaya saing yang tinggi untuk berperan dalam penyelenggaraankegiatan pemerintahan dan pelayanan publik.

Penyelenggaraan good governance memerlukan per-ubahan yang menyeluruh pada semua unsur kelembagaanyang terlibat meliputi:• Pemerintah sebagai representasi Negara.• Pelaku pasar dan dunia usaha• Masyarakat sipil

Ketiganya perlu diberdayakan sehingga kesemuanya da-pat berperan secara optimal dan saling melengkapi dalammewujudkan kesejahteraan masyarakat.

Birokrasi merupakan lembaga yang paling dominan da-lam berbagai aspek kehidupan masyarakat. Dengan posisiyang demikian maka birokrasi memiliki peran yang strategisdalam reformasi birokrasi; seperti merampingkan birokrasipemerintah baik secara vertikal maupun horizontal serta meng-

Page 207: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

195

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

ubah perilaku birokrasi sehingga menjadi efisien, responsivedan akuntabel, maka birokrasi pemerintah dapat menyediakanlahan yang sangat subur bagi penguatan masyarakat sipil.Kompleksitas kebutuhan masyarakat dan tuntutan demokrasiyang semakin tinggi dengan sendirinya menciptakan kebu-tuhan akan adanya masyarakat sipil yang kuat yang akan lebihcepat diwujudkan jika reformasi birokrasi berhasil dilaksana-kan.

Reformasi birokrasi selain dapat memperbaiki kinerja bi-rokrasi pemerintah, memperbaiki kinerja pasar dan semakinmenguatnya masyarakat sipil. Alokasi sumber daya untuk men-jalankan agenda dan program-program reformasi birokrasiakan menghasilkan manfaat yang sangat besar dan merupa-kan investasi yang sangat berharga dalam mempercepat ter-wujudnya good governance.

Disamping itu, pemerintahan yang baik dan pelayanan pu-blik yang prima juga ditentukan oleh sumber daya manusiaaparatur publiknya. Sumber daya manusia sebagai unsur do-minan dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan negaraharus mendapat perhatian dalam keseluruhan aspek dan di-mensinya, sejak recruitment, pengembangan kompetensi, pe-ngembangan karier dan kesejahteraan, serta pemensiuannya,termasuk pengelolaannya melalui sistem manajemen kepe-gawaian negara. Hal tersebut mengandaikan tersedianya apa-ratur pelayanan publik yang memiliki kompetensi yang terdiri

Page 208: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

196

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

dari pengetahuan (knowledge), keahlian (skill), dan tingkahlaku (personal attituade).

Karena itu, untuk menanggulangi kesan buruk birokrasiselama ini, birokrasi perlu melakukan beberapa perubahansikap dan perilakunya antara lain:a) Birokrasi harus lebih mengutamakan sifat pendekatan tu-

gas yang diarahkan pada hal pengayoman dan pelayananmasyarakat; dan menghindarkan kesan pendekatankekuasaan dan kewenangan

b) Birokrasi perlu melakukan penyempurnaan organisasiyang bercirikan organisasi modern, ramping, efektif danefesien yang mampu membedakan antara tugas-tugasyang perlu ditangani dan yang tidak perlu ditangani (ter-masuk membagi tugas-tugas yang dapat diserahkan ke-pada masyarakat)

c) Birokrasi harus mampu dan mau melakukan perubahansistem dan prosedur kerjanya yang lebih berorientasi padaciri-ciri organisasi modern yakni : pelayanan cepat, tepat,akurat, terbuka dengan tetap mempertahankan kualitas,efesiensi biaya dan ketepatan waktu.

d) Birokrasi harus memposisikan diri sebagai fasilitator pe-layan publik dari pada sebagai agen pembaharu (change

of agent ) pembangunane) Birokrasi harus mampu dan mau melakukan transformasi

diri dari birokrasi yang kinerjanya kaku (rigid) menjadi or-

Page 209: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

197

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

ganisasi birokrasi yang strukturnya lebih desentralistis, ino-vatif, fleksibel dan responsif.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa jika strukturorganisasi birokrasi lebih terdesentralisasi daripada tersen-tralisasi maka birokrasi lebih mampu memberikan pelayananpublik secara efektif dan efisien kepada masyarakat. Sebabdengan struktur yang terdesentralisasi akan lebih mudah meng-antisipasi kebutuhan dan kepentingan yang diperlukan olehmasyarakat, sehingga dengan cepat birokrasi dapat menye-diakan pelayanannya sesuai yang diharapkan masyarakat pe-langgannya. Sedangkan dalam tataran budaya organisasibirokrasi, perlu dipersiapkan tenaga kerja atau aparat yangbenar – benar memiliki kemampuan (capabelity), memilikiloyalitas kepentingan (competency), dan memiliki keterkaitankepentingan (consistency atau coherency).

Dalam aras kebutuhan tersebut, suatu realitas menarik pa-da birokrasi dewasa ini adalah peningkatan kemampuan sum-ber daya aparatur publik, baik melalui studi lanjut ( bahkansampai tingkat doktoral) maupun melalui workshop, pendidi-kan dan pelatihan dengan berbagai jenis dan jenjang, loka-karya dan penelitian ilmiah. Mengapa menarik ? Kalau dulu,para aparat birokrasi yang ingin studi lanjut harus berebut (me-nanti) mendapatkan beasiswa ’tugas belajar’, sekarang ber-lomba untuk mendapatkan ‘ijin belajar’ dengan biaya sendiridemi pengembangan kualitas diri dan kompetisi karier.

Page 210: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

198

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

Page 211: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

199

Reformasi Birokrasi: Optimalisasi Pelayanan Publik

199

BAB VI

REFORMASI BIROKRASI:OPTIMALISASI

PELAYANAN PUBLIK

1. Mengapa Perlu Reformasi Birokrasi?

Globalisasi tak hanya menuntut peningkatan peran sektorswasta, tetapi juga menuntut sektor publik untuk memperbaikikinerjanya dalam rangka melayani kebutuhan pasar global.Dalam konteks kompetisi global tersebut, Indonesia kurangefektif dalam mewujudkan perubahan administrasi karena do-minannya aparat birokrasi dan adanya konflik atau kolusi an-tara birokrasi dan elite politik. Berkenaan dengan orientasibaru birokrasi yang lebih melihat ke pasar, maka diharapkankeputusan didasarkan pada analisis Iogis dan melihat secarajeli implikasi dari kebijakan pro-pasar untuk legitimasi birokrasipublik, moralitas, dan motivasi pegawai negeri, serta mem-pertimbangkan manfaat dan kerugiannya bagi masyarakat.Untuk itu, pembuat kebijakan perlu mempertimbangkan per-bedaan mendasar antara sektor publik dan sektor swasta da-lam hal tujuan, struktur, norma-norma, meneliti secara kritispelaksanaan ekonomi, sosial, dan keuntungan serta kerugianadministrasi dalam transisi birokrasi, mengidentifikasi siapa

Page 212: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

200

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

saja yang diuntungkan dan siapa yang tidak diuntungkan dariperubahan birokrasi.

Sebab, tantangan yang besar yang dihadapi administrasipublik di hampir semua negara, adalah prevalensi dari patologibirokrasi, yaitu kecenderungan mengutamakan kepentingansendiri (self-serving), mempertahankan status-quo dan resis-ten terhadap perubahan, cenderung terpusat (centralized), dandengan kewenangannya yang besar, sering kali memanfaat-kan kewenangan itu untuk kepentingan sendiri.

Sondang P Siagian (1994) dalam Patologi Birokrasi me-nyatakan bahwa tidak ada birokrasi yang sama sekali bebasdari berbagai patologi birokrasi, sebaliknya tidak ada birokrasiyang menderita semua penyakit birokrasi sekaligus. Oleh ka-rena itu ia mengakui adanya patologi birokrasi, yang secaraumum dapat dikategorikan kedalam 5 kelompok yang dise-babkan karena:a. Persepsi, perilaku dan gaya manajerial para pejabat di

lingkungan birokrasi.b. Kurangnya pengetahuan dan keterampilan para petugas

pelaksana berbagai kegiatan operasional.c. Adanya tindakan aparat birokrasi yang melanggar hukum

dan perundang-undangan yang berlaku.d. Adanya perilaku aparat birokrasi yang bersifat disfung-

sional dane. Adanya situasi internal di berbagai instansi dalam lingku-

ngan pemerintahan.

Page 213: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

201

Reformasi Birokrasi: Optimalisasi Pelayanan Publik

Patologi birokrasi dan ciri administrasi publik atau jugabirokrasi sebenarnya memunculkan hubungan kausalitas se-hingga ada yang menyebutnya ‘satanic circle’ yang tidakdengan mudah dapat ditemukan akar permasalahannya apa-lagi menemukan finale solution. Khususnya di negara ber-kembang, Heady (1995) menunjukkan ada lima ciri adminis-trasi publik yang umum ditemukan:

Pertama, pola dasar atau (basic pattern) administrasi pu-blik di negara berkembang, bersifat elitis, otoriter, menjauh(aloof) atau jauh dari masyarakat dan lingkungannya, sertapaternalistik. Kedua, birokrasi di negara berkembang keku-rangan (deficient) sumber daya manusia untuk menyelengga-rakan pembangunan. Kekurangan ini bukan dalam arti jumlahtetapi kualitas. Dalam jumlah justru sebaliknya, birokrasi dinegara berkembang mengerjakan orang lebih dari yangdiperlukan (overstaffed). Yang justru kurang adalah adminis-trator yang terlatih, dengan kapasitas manajemen (manage-

ment capacity) yang memadai, memiliki keterampilan-kete-rampilan pembangunan (development skills), dan penguasa-an teknis (technical competence).

Ketiga, birokrasi lebih berorientasi kepada hal-hal lain da-ripada mengarah kepada yang benar-benar menghasilkan(performance oriented). Riggs (1964) menyatakannya seba-gai preferensi birokrat atas kemanfaatan pribadi (personal

expediency) ketimbang kepentingan masyarakat (publicprin-

cipled interest). Dari sifat seperti ini lahir nepotisme, penya-

Page 214: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

202

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

lahgunaan kewenangan, korupsi, dan berbagai penyakit biro-krasi, yang menyebabkan aparat birokrasi di negara berkem-bang pada umumnya memiliki kredibilitas yang rendah, di-anggap tidak mengenal etika.

Keempat, adanya kesenjangan yang lebar antara apa yangdinyatakan atau yang hendak ditampilkan dengan kenyataan(discrepancy between form and reality). Riggs (1964) me-nyebutkan fenomena umum ini sebagai formalisme, yaitu ge-jala yang lebih berpegang kepada wujud-wujud dan ekspresi-ekspresi formal dibanding yang sesungguhnya terjadi. Hal initercermin dalam penetapan perundang-undangan yang tidakmungkin atau tidak pernah dilaksanakan, peraturan-peraturanyang dilanggar sendiri oleh yang menetapkan, memusatkankekuasaan meskipun resminya ada desentralisasi dan pen-delegasian kewenangan, melaporkan hal yang baik-baik dantidak mengetengahkan keadaan yang tidak baik atau masalahyang sesungguhnya dihadapi. Kelima, birokrasi di negara ber-kembang acap kali bersifat “otonom”, artinya lepas dari pro-ses politik dan pengawasan publik. Administrasi publik di ne-gara berkembang umumnya belum terbiasa bekerja dalamlingkungan publik yang demokratis.

Selain analisis dari Heady tersebut, menurut pengamatanWallis (1989), ada dua karakteristik birokrasi pada Negaraberkembang. Pertama, di banyak negara berkembang biro-krasi sangat dan makin bertambah birokratik. Departemen-departemen, badan-badan, dan lembaga-lembaga birokrasi

Page 215: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

203

Reformasi Birokrasi: Optimalisasi Pelayanan Publik

berkembang terus. Juga berkembang dan berperan besarbadan-badan para-statal yakni badan-badan usaha negara,yang umumnya bekerja tidak efisien dan menjadi sumber danapolitik atau pusat terjadinya korupsi. Kedua, unsur-unsur non-birokratik sangat berpengaruh terhadap birokrasi. Misalnyahubungan keluarga dan hubungan-hubungan primordial lain,seperti suku dan agama, dan keterkaitan politik (political con-

nections). Dalam kondisi demikian, reformasi dan revitalisasipublik adalah pekerjaan menghilangkan atau mengurangi ka-dar kelemahan-kelemahan patologis birokrasi

Secara empiris berbagai patologi birokrasi tersebut dapatdilihat dari berbagai penyalahgunaan kekuasaan dan penye-lewengan jabatan seperti penggunaan aset-aset negara(misalnya kendaraan dinas dan fasilitas negara lainnya) untukkepentingan pribadi atau golongan/kelompok (misalnya men-dukung kekuatan politik tertentu) serta korupsi dengan berba-gai bentuknya seperti: bribery (suap), nepotism (nepotisme),manipulate (manipulasi) dan mark- up nilai proyek (Kridawatidan Faizal, 2006).

Sementara itu Felix A Nigro & Lyod G Nigro dalam bukunyayang berjudul “Modern Public Administration” (1984:375-376)menyebutkan ada 8 bentuk kemungkinan penyalahgunaan we-wenang yang sering dilakukan aparatur birokrasi publik se-bagai berikut:a. Dishonesty (Ketidakjujuran)b. Unethical Behaviour (Perilaku tidak etis)

Page 216: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

204

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

c. Disregard of the law (Mengabaikan hokum)d. Favoritism in defining legislative low (Favoritisme dalam

menafsirkan Undang-Undang)e. Unfair treatment of employees (Perlakuan yang tidak adil

terhadap pegawai)f. Gross inefficiency (Cara yang tidak effiesien atau pem-

borosan)g. Covering up mistakes (Menutup-nutupi masalah atau ke-

salahan)h. Failure to show initiative (Gagal menunjukkan inisiatif).

Berdasarkan uraian diatas jelas bahwa hampir tidak adabirokrasi yang terbebas dari patologi birokrasi mulai dari yangtidak nampak (halus) sehingga orang tidak menduga bahwaseorang pejabat telah melakukan penyelewengan sampai ben-tuk kasar dan jelas-jelas melanggar hukum. Sebagai contohdalam bentuk yang tidak nampak (halus) seperti pemalsuankuitansi SPJ tanpa melakukan perjalanan (fiktif), pembeng-kakan jumlah/nilai dalam kuitansi atau yang tidak berhubungandengan uang seperti pemalsuan dokumen, tanda tangan ataupembocoran rahasia jabatan. Sedangkan bentuk yang kasardan jelas-jelas melanggar hukum seperti sogokan, penyuapan,uang pelicin ataupun berbagai pungutan liar lainnya yang tidaksesuai dengan ketentuan yang berlaku dan paling sering di-jumpai terutama pada instansi-instansi yang memberikan pe-layanan umum, rekomendasi ataupun yang menerbitkan per-izinan dan sebagainya.

Page 217: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

205

Reformasi Birokrasi: Optimalisasi Pelayanan Publik

Kerangka Pikir Bab ini: Reformasi Birokrasi

Realitas Birokrasi Indonesia

cenderung bermental priyayi, disfungsional dan berbelit-belit; tidak professional - tidak ada standar yg jelas dalam implementasi pelayanan publik, tidak adaptif; inefisiensi, KKN; alat status quo mengkooptasi masyarakat guna memper-tahankan dan memperluas kekuasaan;mesin pemenangan partai politik pemerintah; diskriminasi dan penyalah-gunaan fasilitas/program dan dana negara; rendahnya kinerja aparatur termasuk dalam pelayanan publik.

Aktor reformasi birokrasi:

negara / state dunia usaha/ corporate masyarakat luas (civil

society)

Idealnya :

Birokrasi sebagai aktor public services yang

netral dan adil

model reformasi birokrasi di Indonesia.

Reformasi merupakan langkah-langkah

perbaikan terhadap proses pembusukan

politik, termasuk buruknya kinerja

birokrasi.

Upaya Reformasi Birokrasi Transformasi nilai Penataan Organisasi dan

Tata Kerja Pemantapan Sistem Ma-

najemen Peningkatan Kompetensi

SDM Aparatur

Arah Reformasi Birokrasi :

Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

Good Governance & Clean Government

Page 218: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

206

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

2. Hakikat Reformasi Birokrasi

Reformasi Birokrasi dimaksudkan untuk pembaharuandan penyesuaian untuk membentuk kembali pada maksud se-mula diadakannya birokrasi pemerintah yaitu dengan landasanpengabdian yang total dan sepenuh hati, pikiran dan tenagauntuk publik yang wajib dilayani. Sehingga Reformasi Biro-krasi adalah perjuangan untuk menegakkan hukum dan kons-titusi, perubahan yang lebih baik dalam moral, kebiasaan dancara pelayanan untuk mewujudkan tata pemerintahan yang ba-ik (good governance).

Reformasi birokrasi merupakan salah satu upaya utk me-wujudkan pelaksanaan good governance. Birokrasi sebagaiorganisasi formal memiliki kedudukan dan cara kerja yangterikat dengan peraturan, memiliki kompetensi sesuai jabatandan pekerjaan, memiliki semangat pelayanan publik, pemi-sahan yang tegas antara milik organisasi dan individu, sertasumber daya organisasi yang tidak bebas dari pengawasaneksternal; Upaya mewujudkan good governance hanya dapatdilakukan apabila terjadi keseimbangan peran ketiga pilar,yaitu pemerintah, dunia usaha (swasta), dan masyarakat, yaitu:Pemerintah memainkan peran menjalankan dan menciptakanlingkungan politik dan hukum yang kondusif bagi unsur-unsurgovernance; Dunia usaha swasta dalam penciptaan lapangankerja dan pendapatan; Masyarakat berperan dalam pencip-taan interaksi sosial, ekonomi, dan politik.

Page 219: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

207

Reformasi Birokrasi: Optimalisasi Pelayanan Publik

[email protected]

HAKIKAT REFORMASI BIROKRASI

Perubahan Pola Pikir & Perilaku Pelayanan

Penataan ulang secara bertahap & sistematis dengan correctdan perfect atas fungsi utama pemerintah, meliputi : kelembagaan/institusi yg efisien, tata laksana yg jelas/transparan, diisi SDM yg profesional, mempunyai akuntabilitas tinggi kepada

masyarakat, serta menghasilkan pelayanan publik yang prima

Menurut Mustopadidjaja, salah satu faktor dan aktor utamayang turut berperan dalam perwujudan pemerintah yang bersih(clean government) dan kepemerintahan yang baik (good go-

vernance) adalah birokrasi. Dalam posisi dan perannya yangdemikian penting dalam pengelolaan kebijakan dan pelayananpublik, birokrasi sangat menentukan efisiensi dan kualitas pe-layanan kepada masyarakat dan peningkatan efisiensi danefektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pembangu-nan. Untuk itu, syaratnya adalah “birokrasi yang sehat dan kuat”,yaitu ‘birokrasi yang solid, sederhana, profesional, netral, ter-buka, demokratis, serta memiliki integritas dan kompetensidalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya selaku

Page 220: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

208

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

abdi masyarakat, negara, dan tanah air; dalam mengembanmisi perjuangan bangsa dalam mewujudkan cita-cita dan tu-juan bernegara”. Dengan demikian, berbagai kebijakan publikyang telah ditetapkan oleh DPR dan diundangkan oleh peme-rintah dalam rangka penyelenggaraan negara dan pembangu-nan dapat dikelola secara efektif oleh pemerintah.

Mengapa penekanannya pada reformasi birokrasi? Biro-krasi sesuai dengan kedudukannya dalam sistem administrasinegara (penyelenggaraan kegiatan pemerintahan dan pem-bangunan bangsa), dan sesuai pula dengan sifat dan lingkuppekerjaannya, menguasai pengetahuan dan informasi sertadukungan sumber daya yang tidak dimiliki pihak lain. Denganposisi dan kemampuan sangat besar yang dimilikinya tersebut,birokrasi bukan saja mempunyai akses yang kuat untuk mem-buat kebijakan yang tepat secara teknis, tetapi juga mendapatdukungan politis yang kuat dari masyarakat dan dunia usaha.

Birokrasi memegang peranan penting dalam perumusan,pelaksanakan, dan pengawasan berbagai kebijakan publik,serta dalam evaluasi kinerjanya. Dalam posisi yang stratejikseperti itu, adalah logis apabila pada setiap perkembanganpolitik, selalu terdapat kemungkinan dan upaya menarik biro-krasi pada partai tertentu; birokrasi dimanfaatkan untuk men-capai atau pun mempertahankan kekuasaan oleh partai ter-tentu atau pihak penguasa.

Page 221: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

209

Reformasi Birokrasi: Optimalisasi Pelayanan Publik

“Birokrasi yang sakit” seperti itu akan menjadi corong danmemberikan kontribusi pada penguasa. Semangat keberpi-hakannya banyak diarahkan pada kepentingan segelintir or-ang atau pun kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat;bekerja dengan lamban, tidak akurat, berbelit-belit, dan sudahbarang tentu tidak efisien serta memberatkan masyarakat. Se-baliknya, birokrasi yang terlalu kuat dengan kemampuan pro-fesional yang tinggi tapi tanpa etika dan integritas pengabdian,akan cendrung menjadi tidak konsisten, bahkan arogan, sulitdikontrol, masyarakat menjadi serba tergantung pada biro-

BIROKRASI: Posisi Stratejik

• mempunyai akses yang kuat untuk membuat kebijakan yang tepat secara teknis ( memegang peranan penting dalamperumusan, pelaksanakan, dan pengawasan berbagaikebijakan publik, serta dalam evaluasi kinerjanya)

• mendapat dukungan politis yang kuat dari masyarakat dandunia usaha.

SelaluSelalu adaada upayaupaya menarikmenarik birokrasibirokrasi padapada partaipartai tertentutertentu; ; birokrasibirokrasi dimanfaatkandimanfaatkan untukuntuk mencapaimencapai atauatau pun pun

mempertahankanmempertahankan kekuasaankekuasaan oleholeh partaipartai tertentutertentu atauataupihakpihak penguasapenguasa..

Bila birokrasi dikuasai = birokrasi tidaknetral atau SAKIT

Page 222: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

210

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

krasi. Birokrasi seperti ini memberikan dampak negatif bagipengembangan inisiatif masyarakat, tidak efisien dan mem-beratkan masyarakat; lebih menguntungkan pihak-pihak ter-tentu (kelompok/golongan).

Reformasi birokrasi yang terjadi di Indonesia pada da-sarnya dirancang sebagai birokrasi yang rasional dengan pen-dekatan struktural-hirarkikal (tradisi weberian). PendekatanWeberian dalam penataan kelembagaan yang berlangsungdalam pendayagunaan aparatur negara hingga dewasa ini,secara klasikal menegaskan pentingnya rasionalisasi birokra-si yang menciptakan efisiensi, efektivitas, dan produktivitasmelalui pembagian kerja hirarkikal dan horisontal yang seim-bang, diukur dengan rasio antara volume atau beban tugasdengan jumlah sumber daya, disertai tata kerja yang legal for-mal, dan pengawasan yang ketat dalam pelaksanaannya. Se-bab itu, dalam pertumbuhannya, birokrasi di Indonesia ber-kembang secara vertikal linear, dalam arti “arah kebijakandan perintah dari atas ke bawah, dan pertanggungjawabanberjalan dari bawah ke atas”; dan koordinasi yang umumnyadilakukan secara formal sulit dilakukan. Selain itu, birokrasiIndonesia juga diwarnai dengan pendekatan struktural-kulturaldengan pengaruh budaya feodalistis yang besar, yang ditandaipula dengan arogansi kekuasaan, sehingga merupakan lahansubur bagi tumbuhnya KKN. Dalam kondisi seperti itu akansulit bagi Indonesia untuk menghadirkan good governance,

birokrasinya masih ditandai dengan budaya politik “feodalis-

Page 223: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

211

Reformasi Birokrasi: Optimalisasi Pelayanan Publik

tik”, tidak mengindahkan etika profesionaliseme, berkembang-nya neo-KKN, dan bekerja bukan untuk kepentingan masya-rakat sebagaimana dicanangkan dalam agenda reformasibirokrasi yang terarah pada perwujudan good governance danclean government, serta sebagai salah satu pelaksanaanamanat pembukaan UUD 1945.

Berbagai fenomena di atas mengungkapkan perlunya pe-laksanaan reformasi birokrasi secara menyeluruh dan siste-matis sebagai bagian dari pembangunan Sistem AdministrasiNegara Kesatuan Republik Indonesia (SANKRI) yang harusdengan sadar dikembangkan sebagai “wahana perjuanganbangsa dalam mengemban cita-cita dan tujuan Negara Ke-satuan Republik Indonesia (NKRI). Struktur dan perilaku biro-krasi yang interdependen dengan faktor-faktor internal (“struk-tur dan saling hubungan organisasional yang kompleks”) daneksternal (“berbagai organisasi yang berkembang dalam ma-syarakat”), membutuhkan pendekatan administrasi negarayang menempatkan lembaga-lembaga pemerintahan negaratermasuk birokrasi di dalamnya dalam kedudukan yang setaradengan unsur lainnya dalam bermasyarakat, berbangsa, danbernegara.

3. Upaya Reformasi Birokrasi

Dalam konteks SANKRI (menurut Mustopadidjaja), refor-masi birokrasi yang dilakukan harus mencakup keseluruhan

Page 224: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

212

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

unsur sistem dan perilaku birokrasi, dan langkah-langkah yangdilakukan harus sejalan dengan tantangan lingkungan stratejikdan cepatnya perubahan zaman yang dihadapi. Tuntutan re-formasi birokrasi yang berfokus pada peningkatan “daya guna,hasil guna, bersih, dan bertanggung jawab, serta bebas KKN”mengandung makna perlunya langkah-langkah pendayaguna-an terhadap sistem birokrasi dan birokrat, dan juga institusidan individu di luar birokrasi, baik publik maupun privat, ter-masuk lembaga-lembaga negara dan berbagai lembaga yangberkembang dalam masyarakat, beserta segenap personel-nya. Semuanya itu dilakukan secara sinergis dan mengindah-kan prinsip-prinsip ke-pemerintahan yang baik.

Sebagaimana telah diungkapkan di atas, “administrasi ne-gara” adalah “administrasi” mengenai “negara”; yang dalamkonteks NKRI disebut SANKRI. Sebagaimana sistem lainnya,pada SANKRI terdapat unsur-unsur sistemik berikut, (a) tatanilai, yang melandasi dan menjadi acuan perilaku terhadapsistem dan proses birokrasi, (b) struktur (tatanan kelembagaannegara dan masyarakat pada setiap satuan wilayah), (c) pro-ses [manajemen dalam keseluruhan fungsinya, dalam dina-mika kegiatan dan entitas publik dan privat(business and so-

ciety)], dengan tujuan tertentu; dan (d) sumber daya aparaturyang berada pada struktur dengan posisi, hak, kewajiban, dantanggung jawab tertentu yang berperan menerjemahkan danmendukung proses sehingga mencapai kinerja tertentu.

Page 225: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

213

Reformasi Birokrasi: Optimalisasi Pelayanan Publik

Dengan kata lain, upaya reformasi birokrasi dalam tataransystem administrasi Negara kesatuan republik Indonesia, meli-puti:

1) Transformasi nilai:

Tata nilai berperan melandasi, memberikan acuan, menjadipedoman perilaku, dan menghikmati eksistensi dan dinamikaunsur-unsur lainnya dalam sistem administrasi negara terma-suk birokrasi. Nilai yang dimaksud adalah berbagai dimensinilai yang terkandung dalam konstitusi negara, yaitu UUD1945. Pertanyaannya adalah sejauhmana setiap individu daninstitusi di Indonesia mengaktualisasikan dan mewujudkanberbagai dimensi nilai yang terkandung dalam konstitusi? Dariberbagai diskusi dan lokakarya mengenai kehidupan berbang-sa dan bernegara, banyak orang mengemukakan konsep, ga-gasan dan ide yang cemerlang tetapi ’masih sebatas wacana’untuk mendapatkan sesuatu, jarang dan atau belum diimple-mentasikan. Persoalan kita sebenarnya adalah bukan lagi how

to get tetapi how to contribute.

Dalam pembukaan UUD 1945 terkandung dimensi-di-mensi nilai yang terdiri dari dimensi spiritual: pengakuan ter-hadap Tuhan Yang Maha Esa dalam perjuangan bangsa(alinea tiga); dimensi cultural: landasan falsafah negara yaituPancasila; dan dimensi institusional, berupa cita-cita (alineadua) dan tujuan bernegara, serta nilai-nilai yang terkandung

Page 226: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

214

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

dalam bentuk negara dan sistem penyelenggaraan pemerin-tahan negara (alinea empat).1

Kemudian Konstitusi negara kita menegaskan bahwa Re-publik Indonesia adalah negara hukum yang demokrastis, ber-bentuk negara kesatuan dengan sistem dan proses kebijakanyang mengakomodasikan peran masyarakat yang luas (ter-buka, partisipatif, dan akuntabel). Pengambilan keputusanpolitik yang dilakukan secara musyawarah dan mufakat me-lalui lembaga-lembaga perwakilan [MPR; DPR(D)] sebagairepresentasi rakyat bangsa. Berbagai kebijakan pemerintah-an tersebut berupa Ketetapan MPR, UU, PP, Perpu, Keppres,dan Perda. Undang-Undang, PP dan Perda tentang substansimasalah publik tertentu ditetapkan pemerintah setelah men-dapatkan persetujuan DPR(D) dan pelaksanaannya harus di-laporkan dan dipertanggungjawabkan kepada publik. Seluruhkebijakan tersebut harus terjaga keserasian dan keterpadu-annya satu sama lain. Jadi dimensi penting lainnya yang ter-kandung dalam dimensi-dimensi nilai tersebut yaitu “kepastianhukum, demokrasi, kebersamaan, partisipasi, keterbukaan,desentralisasi kewenangan serta pengawasan dan pertang-gungjawaban”.2 Dalam hubungan itu, KKN tidak hanya meng-

1 Administrasi negara adalah “administrasi mengenai negara” dalam keseluruhankompleksitas unsur dan dinamika baik dalam unsur administrasi maupun unsurnegara, serta dalam interaksi antar unsur tersebut (Mus-topadidjaja AR, Dimensi-Dimensi Pokok SANKRI, 2003).

2 Mustopadidjaja AR, Kompetensi Aparatur Dalam Memikul Tanggung JawabOtonomi Daerah Dalam Sistem Administrasi Negara Kesatuan RI, Ceramah PerdanaPada Program Pasca Sarjana, Jakarta, STIA-LAN, RII, 2002.

Page 227: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

215

Reformasi Birokrasi: Optimalisasi Pelayanan Publik

andung pengertian penyalahgunaan kekuasaan ataupun ke-wenangan yang mengakibatkan kerugian keuangan dan as-set negara, tetapi juga setiap kebijakan dan tindakan yangmenimbulkan depresiasi nilai publik, baik tidak sengaja ataupun terpaksa.

Dimensi-dimensi nilai itu pulalah yang harus kita aktuali-sasikan dalam dan melalui reformasi birokrasi dalam berbagaiaspeknya, dengan penyusunan visi, misi, dan strategi yangtepat dan efektip. Hal itu juga mengindikasikan diperlukannyasuatu “grand strategy” dalam penataan birokrasi secara sis-temik, yang mempertimbangkan bukan saja keseluruhan kon-disi internal birokrasi tetapi juga permasalahan dan tantanganstratejik yang dihadapkan lingkungannya.

2) Penataan Organisasi dan Tata Kerja.

Penataan organisasi pemerintah baik pusat maupun dae-rah didasarkan pada visi, misi, sasaran, strategi, agenda ke-bijakan, program, dan kinerja kegiatan yang terencana; dandiarahkan pada terbangunnya sosok birokrasi yang ramping,desentralistik, efisien, efektif, berpertanggung jawaban, ter-buka, dan aksesif; serta terjalin dengan jelas satu sama lainsebagai satu kesatuan birokrasi nasional dalam SANKRI. Se-iring dengan itu, penyederhanaan tata kerja dalam hubunganintra dan antar aparatur, serta antara aparatur dengan ma-syarakat dikembangkan terarah pada penerapan pelayanan

Page 228: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

216

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

prima, dan mendorong peningkatan produktivitas kegiatan pe-layanan aparatur dan masyarakat.

Dari kebijakan reformasi dalam penataan kepegawaianini diharapkan dapat mewujudkan organisasi yang memenuhiciri – ciri sebagai berikut:3

a) Mempunyai strategi yang jelas: Syarat penting untuk ituadalah adanya visi dan misi yang jelas sehingga designorganisasi benar – benar sesuai dengan tuntutan kebu-tuhan dengan memperhatikan keseimbangan antara ke-mampuan sumber daya organisasi dengan kebutuhannyata masyarakat.

b) Organisasi flat : struktur organisasinya berhirarki pendek,sehingga proses pengambilan keputusan dan pelayananakan lebih cepat, lebih efisien, dan komunikasi lebih lancar.

c) Organisasi ramping atau tidak terlalu banyak pembidang-an secara horisontal.Dengan demikian, span of control-nya berada pada posisiideal; teknik regrouping memungkinkan penanganan ma-salah menjadi lebih terintegrasi (mendukung terwujudnyainstitutional coherence) karena tugas – tugas yang ber-sesuaian tidak perlu dipecah-pecah kedalam banyak unit,tetapi disatukan dalam satu kesatuan wadah organisasi.

3 Feisal Tamin, 2004, Reformasi Birokrasi, Blantika, Jakarta, hlm. 106-109

Page 229: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

217

Reformasi Birokrasi: Optimalisasi Pelayanan Publik

d) Organisasi bersifat jejaring (networking)Model organisasi seperti ini dapat bertahan dalam iklimyang kompetitif karena adanya sharing of experiences

(berbagi pengalaman), sharing of benefits (berbagi ke-untungan dari kerja sama), dan sharing of burdens (ber-bagi dalam memikul tanggung jawab pembiayaan secaraproporsional)

e) Organisasi bersifat fleksibel dan adaptif: agar mampumengikuti setiap perubahan yang terjadi, terutama berha-dapan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tek-nologi, kebutuhan masyarakat dan volume kerja. Fleksibi-litas organisasi diimplementasikan dalam struktur, sistemdan proses, serta perilaku aparaturnya.

f) Organisasi banyak diisi jabatan – jabatan fungsionalMaksudnya, sumber daya aparatur terdiri dari pejabat –pejabat yang memiliki kompetensi dan profesionalitas ser-ta etos kerja tinggi dalam pelaksanaan tugasnya. Seba-liknya, jabatan struktural dibentuk dalam rangka mewadahitugas – tugas manajerial, sehingga disederhanakan hanyauntuk level pimpinan saja.

g) Organisasi menerapkan strategi “Learning Organization”

Maksudnya, organisasi yang mampu mentransformasikandirinya untuk menjawab tantangan – tantangan dan me-manfaatkan kesempatan yang timbul akibat perubahanserta kemajuan yang sangat cepat. Dengan demikian,

Page 230: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

218

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

organisasi akan mampu beradaptasi dalam perubahanyang terjadi, sehingga tetap eksis dan diperhitungkan.

Kebijakan perampingan/penataan ulang kelembagaan Pe-merintah Daerah diatur dalam peraturan pemerintah daerahberdasar mulai dari adanya Peraturan Pemerintah nomor 84tahun 2000 dan diatur kembali dalam Peraturan Pemerintahnomor 8 tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi PerangkatDaerah. Kemudian ditata lagi dengan dikeluarkannya Pera-turan Pemerintah nomor 41 Tahun 2007 tentang OrganisasiPerangkat Daerah. Melalui penyederhanaan tersebut diharap-kan organisasi Perangkat Daerah tidak terlalu besar dan me-lebar. Hal ini disesuaikan dengan kebutuhan masing-masingdaerah dengan melihat fungsi, tugas dan beban kerja yangdipadukan dengan jumlah penduduk dan luas wilayah sebagaisasaran produknya. Dengan kata lain, daerah dapat menyu-sunan organisasi perangkat daerahnya dengan mempertim-bangkan kewenangan, karakteristik, potensi dan kebutuhan,kemampuan keuangan, ketersediaan sumber daya aparatur,serta pengembangan pola kerja sama antar daerah atau de-ngan pihak ketiga.

Pada kenyataannya, harapan ideal tersebut di atas tidakselalu menjadi kenyataan. Banyak faktor yang menyebabkanhal tersebut, diantaranya adalah kapabilitas sumber daya ma-nusia sebagai implementor dan intervensi dari berbagai ke-pentingan para pihak. Namun demikian, upaya mewujudkan

Page 231: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

219

Reformasi Birokrasi: Optimalisasi Pelayanan Publik

good governance dan clean government akan terus dan terusdilakukan.

3) Pemantapan Sistem Manajemen.

Dengan makin meningkatnya dinamika masyarakat dalampenyelengaraan negara dan pembangunan bangsa, pengem-bangan sistem manajemen pemerintahan diprioritaskan padarevitalisasi pelaksanaan fungsi-fungsi pengelolaan kebijakandan pelayanan publik yang kondusif, transparan, impersonal,dan akuntabel, disertai dukungan sistem informatika yang su-dah terarah pada pengembangan e-administration atau e-go-

vernment. Peran birokrasi lebih difokuskan sebagai agenpembaharuan, sebagai motivator dan fasilitator bagi tumbuhdan berkembangnya swakarsa dan swadaya serta mening-katnya kompetensi masyarakat dan dunia usaha. Dengandemikian, dunia usaha dan masyarakat dapat menjadi bagiandari masyarakat yang terus belajar (learning community), me-ngacu kepada terwujudnya masyarakat maju, mandiri, dan ber-daya saing tinggi.

4) Peningkatan Kompetensi SDM Aparatur. Sosok aparatur yang dituntut dewasa ini penampilannya

harus profesional sekaligus taat hukum, netral, rasional, de-mokratik, inovatif, mandiri, memiliki integritas yang tinggi sertamenjunjung tinggi etika administrasi publik dalam memberikanpelayanan kepada masyarakat. Peningkatan profesionalisme

Page 232: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

220

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

aparatur harus ditunjang dengan integritas yang tinggi, denganmengupayakan terlembagakannya karakteristik sebagai be-rikut: (a) mempunyai komitmen yang tinggi terhadap perjuang-an mencapai cita-cita dan tujuan bernegara, (b) memiliki kom-petensi yang dipersyaratkan dalam mengemban tugas penge-lolaan pelayanan dan kebijakan publik, (c) berkemampuan me-laksanakan tugas dengan terampil, kreatif, dan inovatif, (d)disiplin dalam bekerja berdasarkan sifat dan etika profesional,(e) memiliki daya tanggap dan sikap bertanggung gugat (akun-tabilitas), (f) memiliki derajat otonomi yang penuh rasa tang-gung jawab dalam membuat dan melaksanakan berbagai ke-putusan sesuai kewenangan, dan (g) memaksimalkan efisi-ensi, kualitas, dan produktivitas. Selain itu perlu pula diperha-tikan reward system yang kondusif, baik dalam bentuk gajimaupun perkembangan karier yang didasarkan atas sistemmerit. Mengantisipasi tantangan global, pembinaan sumberdaya manusia aparatur negara juga perlu mengacu pada stan-dar kompetensi internasional (world class).

Perilaku buruk dari birokrasi pemerintah seringkali munculkarena adanya mindset yang salah, yang mendorong parapejabat melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan aspi-rasi dan keinginan masyarakat. Perubahan mindset menjadikeniscayaan apabila kita ingin mewujudkan perilaku baru daribirokrasi publik dan melahirkan sosok pejabat birokrasi publikyang berbeda dengan yang sekarang ini.

Page 233: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

221

Reformasi Birokrasi: Optimalisasi Pelayanan Publik

Pengembangan budaya baru yang sesuai dengan visi danmisi birokrasi sebagai agen pelayanan publik harus dilakukan.Orientasi pelayanan hanya akan dapat dikembangkan apabilabudaya kekuasaan yang selama ini berkembang di dalam bi-rokrasi digusur dengan budaya pelayanan.

Nilai, tradisi dan misi birokrasi publik sebagai agen pela-yanan harus ditumbuh kembangkan pada semua pejabat biro-krasi. Misi melayani warga harus ditanamkan pada setiaporang dalam birokrasi sejak dini, yaitu sejak mereka masuk

Page 234: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

222

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

pertama kali dalam birokrasi pemerintah. Hanya dengan mem-bangun budaya baru yang menempatkan birokrasi sebagaiagen pelayanan maka upaya untuk membenahi aspek-aspeklain kehidupan birokrasi akan dapat berjalan dengan baik. Disamping itu symbol, nilai dan tradisi baru yang menempatkanbirokrasi sebagai agen pelayanan harus dilembagakan dalamkehidupan birokrasi sehingga memiliki kekuatan normatif.

4. Prinsip – prinsip Reformasi Birokrasi

Dalam pengembangan keseluruhan strategi tersebut, re-formasi birokrasi dalam penyelenggaraan negara dan pem-bangunan baik di pusat maupun di daerah-daerah, perlu mem-perhatikan prinsip-prinsip berikut:

a. Demokrasi dan pemberdayaan.Demokrasi tidak hanya mempunyai makna dan berisikan

kebebasan, tetapi juga tanggung jawab; demokrasi sesung-guhnya kearifan dalam memikul tanggung jawab dalam me-wujudkan tujuan bersama, yang dilakukan secara berkeadab-an. Dalam rangka itu, birokrasi dalam mengemban tugaspemerintahan dan pembangunan, tidak harus berupaya me-lakukan sendiri, tetapi mengarahkan (“steering rather than

rowing”), atau memilih kombinasi yang optimal antara steer-

ing dan rowing.

Page 235: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

223

Reformasi Birokrasi: Optimalisasi Pelayanan Publik

Dalam hal ini, sesuatu yang sudah bisa dilakukan olehmasyarakat, tidak perlu dilakukan lagi oleh pemerintah.Untukmemberdayakan masyarakat dalam memikul tanggung jawabpembangunan, peran pemerintah dapat direinveting antaralain melalui:a) pengurangan hambatan dan kendala-kendala bagi krea-

tivitas dan partisipasi masyarakat,b) perluasan akses pelayanan untuk menunjang berbagai ke-

giatan sosial ekonomi masyarakat, danc) pengembangan program untuk lebih meningkatkan ke-

mampuan dan memberikan kesempatan kepada masya-rakat berperan aktif dalam memanfaatkan dan mendaya-gunakan sumber daya produktif yang tersedia sehinggamemiliki nilai tambah tinggi guna meningkatkan kesejah-teraan mereka.

b. Pelayanan.

Pelayanan berarti pula semangat pengabdian yang meng-utamakan efisiensi dan keberhasilan bangsa dalam memba-ngun, yang dimanifestasikan antara lain dalam perilaku “me-layani, bukan dilayani”, “mendorong, bukan menghambat”,“mempermudah, bukan mempersulit”, “sederhana, bukan ber-belit-belit”, “terbuka untuk setiap orang, bukan hanya untuk se-gelintir orang”. Makna administrasi publik sebagai wahana pe-nyelenggaraan pemerintahan negara, yang esensinya “mela-

Page 236: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

224

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

yani publik”, harus benar-benar dihayati para penyelenggarapemerintahan negara.

Feizal Tamin4 mengatakan bahwa reformasi birokrasi me-rupakan koreksi atas mental birokrat yang telah terbiasa men-dapatkan pelayanan (dilayani pejabat yang eselonnya lebihrendah dan ini dianggap sebagai sesuatu yang wajib dilakukanoleh pejabat tersebut).Sejalan sengan semangat reformasi,kebiasaan ini perlu dipertimbangkan kembali, sehingga tidakterkesan jalur komando atau komunikasi perintah satu arah(dari atas ke bawah). Manajemen kualitas pelayanan meng-ajarkan bahwa apapun bentuknya dan bagaimanapun situa-sinya, sebagai aparatur pelayanan, tidak ada alasan sedikit-pun untuk tidak berusaha memuaskan pelanggannya. Karenaitu, paradigma dilayani oleh yang bereselon lebih rendah nam-paknya tidak relevan lagi dengan semangat reformasi yangtelah dikumandangkan.

c. Transparansi.Dalam hal ini, aparatur dan sistem manajemen publik harus

mengembangkan keterbukaaan dan sistem akuntabilitas, ser-ta bersikap terbuka untuk mendorong para pimpinan dan se-luruh sumber daya manusia di dalamnya berperan dalammengamalkan dan melembagakan kode etik dimaksud, sertadapat menjadikan diri mereka sebagai panutan masyarakat

4 ibid

Page 237: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

225

Reformasi Birokrasi: Optimalisasi Pelayanan Publik

sebagai bagian dari pelaksanaan pertanggung-jawaban ke-pada masyarakat dan negara.

Upaya pemberdayaan masyarakat dan dunia usaha, pe-ningkatan partisipasi dan kemitraan, selain memerlukan ke-terbukaan birokrasi pemerintah, juga memerlukan langkah-langkah yang tegas dalam mengurangi peraturan dan proseduryang menghambat kreativitas dan otoaktivitas, serta memberi kesempatan kepada masyarakat untuk dapat berperansertadalam proses penyusunan peraturan kebijaksanaan, pelak-sanaan, dan pengawasan pembangunan. Pemberdayaan danketerbukaan dapat lebih mendorong akuntabilitas dalam pe-manfaatan sumber daya, dan adanya keputusan-keputusanpembangunan yang benar-benar diarahkan sesuai prioritasdan kebutuhan masyarakat, serta dilakukan secara riil dan adilsesuai aspirasi dan kepentingan masyarakat.

d. Partisipasi.

Masyarakat diikutsertakan dalam proses menghasilkanpublic good and services dengan mengem-bangkan pola ke-mitraan dan kebersamaan, dan bukan semata – mata dilayani.Untuk itulah kemampuan masyarakat harus diperkuat (“em-

powering rather than serving”), kepercayaan masyarakat ha-rus meningkat, dan kesempatan masyarakat untuk berpartisi-pasi ditingkatkan.

Konsep pemberdayaan (“empowerment”) juga selalu di-kaitkan dengan pendekat­an partisipasi dan kemitraan dalam

Page 238: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

226

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

manajemen pembangunan, dan memberikan penekananpada desentralisasi dalam proses pengambilan keputusanagar diperoleh hasil yang diharapkan dengan carayang paling efektif dan efisien dalam pelaksanaan pemba­ngunan. Dalam hubungan ini perlu dicatat pentingnya peranankeswadayaan masyarakat, dan menekankan bahwa fokuspembangunan yang hakiki adalah peningkatan kapasitas per-orangan dan kelembagaan (“capacity building”). Jangan di-abaikan pula penyebaran informasi mengenai berbagai po-tensi dan peluang pembangunan nasional, regional, dan glo-bal yang terbuka bagi daerah; serta privatisasi dalam penge-lolaan usaha-usaha negara.

e. Kemitraan.

Kemitraan merupakan kondisi prasyarat dalam memba-ngun masyarakat yang modern yang terarah pada peningkatanmutu dan efisiensi serta produktivitas usaha amat penting, khu-susnya dalam pengembangan dan penguasaan teknologi danmanajemen produksi, pemasaran, dan informasi.

Untuk itu, Pemerintah berperan menciptakan iklim usahadan kondisi lingkungan bisnis melalui berbagai kebijakan danperangkat perundang-undangan yang mendorong terjadinyakemitraan antarskala usaha besar, menengah, dan kecil dalamproduksi dan pemasaran barang dan jasa, dan dalam berba-gai kegiatan ekonomi dan pembangunan lainnya, serta peng-integrasian usaha kecil ke dalam sektor modern dalam eko-

Page 239: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

227

Reformasi Birokrasi: Optimalisasi Pelayanan Publik

nomi nasional, serta mendorong proses pertumbuhannya. Da-lam proses tersebut adanya kepastian hukum sangat diper-lukan.

f. Desentralisasi.

Desentralisasi merupakan wujud nyata dari otonomi dae-rah, merupakan amanat konstitusi, dan tuntutan demokratisasidan globalisasi. Dalam Undang-undang tentang PemerintahanDaerah, otonomi dilaksanakan dengan pelimpahan kewe-nangan yang luas kepada daerah Kabupaten/Kota, dan Dae-rah Provinsi berperan lebih banyak dalam pelaksanaan tugasdekonsentrasi, termasuk urusan lintas Kabupaten/ Kodya yangmemerlukan penyelesaian secara terkoordinasi. Penguatankelembagaan sangat diperlukan dalam mewujudkan formatotonomi daerah, termasuk kemampuan dalam proses peng-ambilan keputusan. Ini adalah langkah yang tepat, sebab per-ubahan-perubahan yang cepat di segala bidang pem-bangunan menuntut pengambilan keputusan yang tidak ter-pusat, tetapi tersebar sesuai dengan fungsi, dan tangungjawab yang ada di daerah.

g. Konsistensi kebijakan, dan kepastian hukum.Hal ini mutlak diperlukan dalam penyelenggaraan peme-

rintahan dan pembangunan, meskipun sulit diwujudkan di te-ngah kemajemukan, merajalelanya KKN termasuk money

politics, berbagai ketidak pastian perkembangan lingkungan,

Page 240: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

228

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

dan menajamnya persaingan. Kepastian hukum merupakanindikator profesionalisme dan syarat bagi kredibilitas peme-rintahan, sebab bersifat vital dalam penyelenggaraan peme-rintahan dan pembangunan, serta dalam pengembangan hu-bungan internasional. Tegaknya kepastian hukum juga men-syaratkan kecermatan dalam penyusunan berbagai kebijakanpembangunan. Sebab berbagai kebijakan publik tersebut pa-da akhirnya harus dituangkan dalam sistem perundang-un-dangan untuk memiliki kekuatan hukum, dan harus mengan-dung kepastian hukum.

Untuk menjamin adanya pemerintah yang bersih (clean

government) serta kepemerintahan yang baik (good gover-

nance), maka pelaksanaan pembangunan hukum harus me-menuhi asas-asas kewajiban prosedural (fairness), pertang-gungjawaban publik (accountability) dan dapat dipenuhi ke-wajiban untuk peka terhadap aspirasi masyarakat (responsi-

bility). Untuk itu, dukungan dari penyelenggara negara secaranyata (political will) merupakan faktor yang menentukan ter-laksananya pembangunan hukum secara konsisten dan kon-sekuen. Di samping itu koordinasi yang baik antara institusipemerintah yang mengelola hukum dan perundangan, denganperguruan tinggi serta LSM dalam menyusun langkah-langkahpembenahan reformasi hukum sangat diperlukan, utamanyadalam menyusun rancangan dasar dan strategi (grand design)reformasi hukum yang berkesinambungan.

Page 241: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

229

Reformasi Birokrasi: Optimalisasi Pelayanan Publik

h. Akuntabilitas.Akuntabilitas yang sebelumnya hanya terkait pada akun-

tabilitas keuangan dirasakan tidak dapat memberikan rasapuas di kalangan masyarakat. Akuntabilitas yang bukan hanyamenyangkut aspek keuangan harus dapat diselenggarakanoleh seluruh instansi pemerintahan. Dalam hubungan itu, ma-syarakat harus dapat memperoleh informasi yang lengkap me-ngenai kegiatan instansi penyelenggara pelayanan publik me-lalui laporan akuntabilitas pemerintah.

Secara filosofis, akuntabilitas muncul dari adanya kekua-saan yang berupa amanah, sehingga pihak yang diberikanamanah harus memberikan laporan atas tugas yang telah di-percayakan kepadanya, dengan mengungkapkan segala se-suatu yang dilakukan, dilihat, dirasakan yang mencerminkankeberhasilan dan kegagalan. Secara internal, dapat pula di-identifikasi akuntabilitas spiritual seseorang. Dalam hubunganini akuntabilitas merupakan pertanggungjawaban orang se-orang kepada Tuhannya mengenai segala sesuatu yang dija-lankannya, hanya diketahui dan difahami yang bersangkutan.Sedangkan dari sisi eksternal, yaitu akuntabilitas orang ter-sebut kepada lingkungannya baik lingkungan formal (atasanbawahan) maupun lingkungan masyarakat. Kegagalan sese-orang memenuhi akuntabilitas ekternal mencakup pemboro-san waktu, pemborosan sumber dana dan sumber-sumber da-ya pemerintah yang lain, kewenangan, dan kepercayaan ma-syarakat kepada pemerintah. Akuntabilitas eksternal lebih

Page 242: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

230

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

mudah diukur mengingat norma dan standar yang tersediamemang sudah jelas. Kontrol dan penilaian dari faktor ekternalsudah ada dalam mekanisme yang terbentuk dalam suatu sis-tem dan prosedur kerja.

Dengan penerapan akuntabilitas kinerja instansi peme-rintah maka keberpihakan birokrasi pada kepentingan ma-syarakat akan menjadi lebih besar serta dapat mempertahan-kan posisi netralnya. Akuntabilitas kinerja instansi pemerintahini akan menjadi semacam sistem pengendalian intern bagibirokrasi.

Page 243: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

231

Reformasi Birokrasi: Optimalisasi Pelayanan Publik

Untuk mengkritisi dan meninjau kembali struktur pemerin-tahan di daerah perlu dilakukan performance review antaralain:1. Meninjau kembali misi atau tupoksi dari setiap satuan bi-

rokrasi yang ada untuk dinilai relevansinya dengan visipembangunan daerah dan misi pemerintah kabupaten dankota. Caranya dapat dilakukan dengan meminta semuasatuan birokrasi yang ada untuk mendefinisikan misinyadengan jelas kemudian mengevaluasinya secara kritisapakah terjadi tumpang tindih dan kekaburan misi.

2. Review terhadap fungsi dan aktivitas yang ada. Fungsidan aktivitas yang tidak memiliki kontribusi yang jelas ter-hadap misi harus dibuang, aktivitas yang perlu diperta-hankan hanyalah aktivitas yang dinilai menguntungkan ke-tika diselenggarakan oleh birokrasi pemerintah.

3. Menilai apakah struktur yang telah ada memadai untuk me-laksanakan kegiatan tersebut. Dengan kata lain, rightsizingapabila memang perlu harus dilakukan agar birokrasi itudapat melakukan misinya secara optimal.

Dengan melakukan performance review secara periodikmaka relevansi dan efisiensi struktur birokrasi pemerintahandapat dipertahankan. Pemerintah dapat mencurahkan ener-ginya pada pencapaian misi dan menghindari penghamburanenergy untuk hal-hal yang diluar misinya. Dengan demikian,

Page 244: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

232

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

pemerintah dapat lebih berkonsentrasi pada core business-nya sehingga pencapaian misi dan visi pemerintah akan dapatdilakukan secara lebih cepat.

Restrukturisasi baik secara vertikal ataupun horizontal sa-ngat diperlukan agar birokrasi pemerintah dapat lebih menjadiefisien, efektif dan responsive terhadap dinamika social, politikdan ekonomi yang ada di dalam masyarakat. Perubahan bu-daya, struktur dan prosedur birokrasi akan menjadi lebih efektifdan cepat memperbaiki kinerja birokrasi kalau diikuti denganperubahan system insentif dan pengembangan pegawai yangsesuai dan kondusif dengan perubahan budaya dan strukturyang diperkenalkan. Perubahan system insentif yang meng-hargai kinerja dapat menciptakan motivasi bagi para pejabatbirokrasi untuk memperbaiki kinerjanya.

Dengan kata lain, upaya reformasi birokrasi menjadi usahamendesak mengingat implikasinya yang begitu luas bagi ma-syarakat dan negara. Perlu usaha-usaha serius agar pemba-haruan birokrasi menjadi lancar dan berkelanjutan. Beberapapoin berikut ini adalah langkah-langkah yang perlu ditempuhuntuk menuju reformasi birokrasi.5

5 Erry Riyana Hardjapamekas, 2003, Reformasi Birokrasi: Tantangan dan Peluang,Disampaikan Pada Acara Seminar Dan Lokakarya Pembangunan Hukum NasionalVIII Yang Diselenggarakan Oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional DepartemenKehakiman Dan HAM, Denpasar, 15 Juli

Page 245: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

233

Reformasi Birokrasi: Optimalisasi Pelayanan Publik

Langkah internal:

1. Meluruskan orientasiReformasi birokrasi harus berorientasi pada demokrati-sasi dan bukan pada kekuasaan. Perubahan birokrasi ha-rus mengarah pada amanah rakyat karena reformasi bi-rokrasi harus bermuara pada pelayanan masyarakat.

2. Memperkuat komitmenTekad birokrat untuk berubah harus ditumbuhkan. Ini pra-syarat penting, karena tanpa disertai tekad yang kuat daribirokrat untuk berubah maka reformasi birokrasi akanmenghadapi banyak kendala. Untuk memperkuat tekadperubahan di kalangan birokrat perlu ada stimulus, sepertipeningkatan kesejahteraan, tetapi juga ketegasan dalammemberikan punishmant bagi mereka yang membuat ke-salahan .

3. Membangun kultur baruKonotasi negatif birokrasi seperti mekanisme dan prose-dur kerja berbelit – belit dan penyalahgunaan status perludiubah. Dilakukan pembenahan kultur dan etika birokrasidengan konsep transparansi, melayani secara terbuka,serta jelas kode etiknya.

4. RasionalisasiStruktur kelembagaan birokrasi cenderung gemuk dan ti-dak efisien. Rasionalisasi kelembagaan dan personaliamenjadi penting dilakukan agar birokrasi menjadi rampingdan lincah dalam menyelesaikan permasalahan serta

Page 246: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

234

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

dalam menyesuaikan dengan perubahan-perubahan yangterjadi di masyarakat, termasuk kemajuan teknologi infor-masi.

5. Memperkuat payung hukumUpaya reformasi birokrasi perlu dilandasi dengan aturanhukum yang jelas. Aturan hukum yang jelas bisa menjadikoridor dalam menjalankan perubahan-perubahan .

6. Peningkatan kualitas Sumber Daya ManusiaSumber daya manusia yang handal dan profesional meru-pakan kunci suksesnya reformasi birokrasi. Untuk itu di-perlukan penataan sistem kepegawaian dan pola rekrut-men, sistem penggajian, pelaksanaan pelatihan, dan pe-ningkatan kesejahteraan.

7. Reformasi birokrasi dalam konteks pelaksanaan otonomidaerah perlu dilakukan:a) Pelaksanaan otonomi daerah menuntut pembagian

sumber daya yang memadai. Karena selama ini pen-dapatan keuangan negara ditarik ke pusat, sekarangsudah dimulai dan harus terus dilakukan distribusi lo-kal. Karena terdapat kesenjangan dalam sumber dayalokal, maka power sharing mudah dilakukan tapireventte sharing lebih sulit dilakukan.

b) Kesiapan daerah untuk diberdayakan, karena banyakurusan negara yang perlu diserahkan ke daerah. Ke-cenderungan swasta berperan sebagai pemain uta-ma, tentu memberi dampak kompetisi berdasarkanprofesionalitas.

Page 247: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

235

Reformasi Birokrasi: Optimalisasi Pelayanan Publik

Langkah eksternal:

1. Komitmen dan keteladanan elit politikReformasi birokrasi merupakan pekerjaan besar karenamenyangkut sistem besar negara yang mengalami tradisiburuk untuk kurun yang cukup lama. Untuk memutus tradisilama dan menciptakan tatanan dan tradisi baru, perlu ke-pemimpinan yang kuat dan yang patut diteladani. Kepe-mimpinan yang kuat berarti hadirnya pemimpinpemimpinyang berani dan tegas dalam membuat keputusan. Se-dangkan keteladanan adalah keberanian memberikancontoh kepada bawahan dan masyarakat.

2. Pengawasan masyarakatReformasi birokrasi akan berdampak langsung pada ma-syarakat, karena peran birokrasi yang utama adalah mem-berikan pelayanan kepada masyarakat. Pada tataran inimasyarakat dapat dilibatkan untuk mengawasi kinerjabirokrasi.

Menurut Syafuan Rozi, Model Reformasi Birokrasi6 dapatdilakukan dengan memperhatikan hal – hal berikut:• Perlu dibangun birokrasi berkultur dan struktur rasional-

egaliter, bukan irasional-hirarkis. Caranya dengan pelati-han untuk menghargai penggunaan nalar sehat dan me-ngunakan hasil-hasil ilmu pengetahuan; memiliki semangat

6 Syafuan Rozi, PPW LIPI, th. 2000

Page 248: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

236

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

pioner, bukan memelihara budaya minta petunjuk dari ata-san. Perlu dibiasakan mencari cara-cara baru yang praktisuntuk pelayanan publik, inisiatif, antisipatif dan proaktif,cerdas membaca keadaan kebutuhan publik, memandangsemua orang sederajat di muka hukum, menghargai prin-sip kesederajatan kemanusiaan, pelayanan tanpa diskri-minatif.

• Birokrasi yang propartisipan-outonomus bukan komando-hirarkis. Birokrasi Indonesia ke depan perlu mendukungdan melakukan peran pemberdayaan dan membebaskanmasyarakat untuk berkarya dan berkreativitas. Perlu di-kurangi kadar pengawasan dan represi terhadap hak eks-presi masyarakat. Perlu ditinggalkan cara-cara pengua-saan masyarakat lewat kooptasi kelembagaan dan dihin-dari sikap dominasi.

• Birokrasi bertindak profesional terhadap publik. Berperanmenjadi pelayan masyarakat (public servant); transparan-si biaya dan tidak terjadi pungutan liar; PNS memberikaninformasi dan transparansi sebagai hak masyarakat danbisa dimintai pertanggung-jawabannya (public account-

ability) lewat dengar pendapat (hearing) dengan legislatifatau kelompok kepentingan; pemberdayaan publik danmendukung terbangunnya proses demokratisasi.

• Birokrasi yang saling bersaing antar bagian dalam me-ningkatkan kualitas dan kuantitas dalam melayani publiksecara kompetitif, bukan minta dilayani atau membebani

Page 249: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

237

Reformasi Birokrasi: Optimalisasi Pelayanan Publik

masyarakat dengan pungutan liar, salah urus, dan ketidak-pedulian.

• Birokrasi yang melakukan rekruitmen sumber daya ma-nusianya melalui seleksi fit and proper test, bukan meng-angkat staf atau pimpinan karena alasan kolusi dan ne-potisme.

• Birokrasi yang memberikan reward merit system (mem-berikan penghargaan dan imbalan gaji sesuai pencapaianprestasi) bukan spoil system (hubungan kerja yang kolutif,diskriminatif dan kurang mendidik, pola reward dan punish-

ment kurang berjalan).• Birokrasi yang bersikap netralitas politik, tidak diskrimi-

natif, tidak memanfaatkan fasilitas negara untuk kepenti-ngan partai politik tertentu.

Model Reformasi Birokrasi Untuk Indonesia

Kompetitif dalamMemberikan Pelayanan

Tidak Ada Kompetisidalam Pelayanan

Model Pelayanan

Netralitas PolitikBirokrasi

Birokrasi BerpolitikKeterkaitan denganPolitik

Merit System(pengangkatan karenakeahlian, pengawasan

kolektif,obyektif)

Spoil System(Nepotisme, diskriminasi,

reward berdasarkanikatan primordial –suku,

ras, agama)

Pola Rekruitmen, pengawasan &Penghargaan

Sikap terhadap publik

Partisipan -outonomusKomando-intervensionisHubungan kerja

Rasional-egaliterIrasional -hirarkisKultur dan struktur kerja

MODEL BARU BIROKRASI

MODEL LAMA BIROKRASI

DIMENSI

Model Reformasi Birokrasi, Syafuan Rozi, PPW LIPI, th. 2000

Page 250: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

238

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

5. Reformasi Birokrasi: Menuju PelayananPrima

Seperti sudah dijelaskan, bahwa hakikat reformasi biro-krasi adalah perubahan pola pikir dan perilaku pelayanan me-nuju good governance dengan mengedepankan kualitas pe-layanan atau lebih dikenal dengan Pelayanan Prima ( exellent

services). Hal ini dilakukan dengan mengadakan penataanulang secara bertahap dan sistematis dengan correct danperfect atas fungsi utama pemerintah, meliputi: a) kelemba-gaan/institusi yang efisien, b) tata laksana yang jelas/ trans-paran, c) SDM yang profesional, mempunyai akuntabilitas ting-gi kepada masyarakat, d) serta menghasilkan pelayanan pu-blik yang prima

Terciptanya kualitas pelayanan tentunya akan menciptakankepuasan terhadap pengguna pelayanan. Selain itu dalam eraglobalisasi yang ditandai dengan ketatnya persaingan di se-gala bidang, maka organisasi publik akan dapat bertahan danberkembang bila mengetahui apa yang terbaik bagi pelang-gannya. Seperti pendapat (Thoha, 1998) yang mengatakanbahwa untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, organi-sasi publik (birokrasi publik) harus mengubah posisi dan peran(revitalisasi) dalam memberikan layanan publik. Dari yang su-ka mengatur dan memerintah berubah menjadi suka melayani,dari yang suka menggunakan pendekatan kekuasaan berubahmenjadi suka menolong menuju ke arah yang fleksibel kola-

Page 251: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

239

Reformasi Birokrasi: Optimalisasi Pelayanan Publik

boratif dan dialogis serta dari cara-cara yang sloganis menujucara-cara kerja yang realistis pragmatis dan efisien sehinggabisa terhindar dari mal-administrasi.

Pelayanan masyarakat bisa dikatakan baik (profesiona-

lisme) bila masyarakat dapat dengan mudah mendapatkanpelayanan dan dengan prosedur yang tidak panjang, biayamurah, waktu cepat dan hampir tidak ada keluhan yang dibe-rikan kepadanya. Kondisi tersebut dapat terwujud bilamanaorganisasi publik didukung oleh sumber daya manusia yangmumpuni baik dari kualitas maupun kuantitas, disamping jugaadanya sumber daya peralatan dan sumber daya keuanganyang memadai.

Pembenahan aparatur publik menjadi langkah awal yangstrategis terhadap percepatan terwujudnya good governance.Karena itu pemerintah memberikan prioritas pada reformasibirokrasi sebagai bagian dari tindakan konkret dalam mem-bangun good governance. Penyelenggaraan pelayanan publikmenjadi core business dari birokrasi pemerintah. Dengan ber-hasil memperbaiki penyelenggaraan pelayanan publik menjadiefisien, responsif, partisipatif dan akuntabel maka pemerintahbukan hanya dapat memperbaiki kinerja birokrasi tetapi jugamembangun good governance. Dengan menjadikan praktekpelayanan publik sebagai pintu masuk dalam membangungood governance maka diharapkan toleransi terhadap praktikmal-administrasi (bad governance) yang semakin luas dapatdihentikan.

Page 252: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

240

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

5.1 Paradigma Pelayanan PrimaParadigma pelayanan merupakan sekumpulan asumsi

atau anggapan yang memungkinkan seseorang menciptakanrealitasnya sendiri, sehingga ia dapat melakukan pembalikanmental model dari kebiasaan dilayani menjadi kebiasaan me-layani. Misalnya dari kebiasaan tingkat pejabat yang berese-lon lebih tinggi dilayani pejabat yang eselonnya lebih rendah.Melalui paradigma ini kebiasaan merubah menjadi pejabatyang eselonnya lebih tinggi memfasilitasi pejabat yang ese-lonnya lebih rendah sehingga semua aparatur merasa memilikidan bertujuan pada kesuksesan mencapai tujuan bersama.7

Paradigma merupakan sekumpulan asumsi atau anggap-an yang memungkinkan seseorang menciptakan realisasisendiri (Tjiptono F.,1997). Peningkatan pelayanan kepadamasyarakat seperti yang terdapat dalam agenda reinventing

Government adalah pengembangan organisasi yang bermua-ra pada terwujudnya a smaller, better, faster and cheaper go-

vernment. Osborne dan Gaebler (1993) seperti dikutip Sudar-sono Hardjo Soekarto dalam manajemen pembangunan No.19/V/april 1997 menyatakan bahwa agenda ini bertumpu padaprinsip customer driven government.

Instrument dari prinsip diatas, menurut Soekarto (dalamSampara Lukman, 2004) adalah pembalikan mental modelpada birokrat dari keadaan lebih suka dilayani menuju pada

7 Sampara Lukman, 2004, Manajemen Kualitas Pelayanan, STIA LAN, Jakarta

Page 253: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

241

Reformasi Birokrasi: Optimalisasi Pelayanan Publik

lebih suka melayani. Yang pertama menempatkan pemimpinpuncak birokrasi pada piramida tertinggi dengan wargaNegara (customer) berada pada posisi terbawah. Sebaliknyayang kedua menetapkan warga Negara (customer) beradapada puncak piramida dengan memimpin birokrasi beradapada posisi paling bawah.

Gambar 6.1 Paradigma Pelayanan8

Reformasi pelayanan publik adalah kegiatan perbaikanlayanan yang berorientasi pada kepuasan total pelanggan.

Reformasi

PELANGGAN

CEO

MANAJEMEN

KARYAWAN

CEO

MANAJEMEN

KARYAWAN

IMPLEMENTASI

IMPLEMENTASI

PELANGGAN

PARADIGMA LAMA

PARADIGMA BARU

8 Ibid, hlm. 24

Page 254: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

242

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

Kepuasan ini dapat dicapai apabila pelayanan yang diberikanoleh aparatur kepada masyarakat dapat menguntungkan pe-langgan. Instrumennya adalah mewujudkan pelayanan:asmaller, better, faster and cheaper government.

ParadigmaPelayanan Publik

Berorientasi pada kepuasan Pelanggan(Customer – Driven Government )

Ciri – cirinya :

1. Lebih berfokus pada fungsi pengaturan melalui kebijakan yang memfasilitasi, -kondusif bagiKegiatan Pelayanan

2. Lebih berfokus pada pemberdayaan sehingga masyarakatmempunyai rasa memiliki yang tinggiterhadap fasilitas pelayananyang dibangun bersama.

3.Penerapan SistemKompetisi dalamhal Penyediaan Pelayanan tertentu Kualitas yang didapat

4. Terfokus padavisi, misi, tujuan dan sasaran pada hasil (outcomes) yg sesuai dg input ygdigunakan

5.Mengutamakan yglebih diinginkan masyarakat.

6.Berperanuntuk memperoleh pendapat dari pelayanan yang dilaksanakan.

7.Mengutamakan antisipasi terhadap permasalahan pelayanan

8.Mengutamakan desentralisasi dalampelaksanaan pelayanan

9.Penerapan sistem pasar dalam memberikan pelayanan

Dalamkonteks IndonesiaPELAYANAN PRIMA

PELAYANAN BERKUALITAS

Kompetensi pelayanan prima adalah kemampuan dan ke-mauan aparatur pemerintah dalam memberikan layanan yangbermuara pada keuntungan dan kepuasan pelanggan (cus-

tomer). Dan paradigma pelayanan adalah suatu konsep yangmengantar seseorang untuk menciptakan realitasnya sehing-ga memungkinkan melakukan pembalikan kebiasaan dariaparatur yang dilayani menjadi aparatur yang melayani.

Page 255: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

243

Reformasi Birokrasi: Optimalisasi Pelayanan Publik

Service Excellent merupakan salah satu komponen pen-ting yang harus dijalankan oleh semua perusahaan supayatetap bertahan di tengah persaingan global saat ini. Service

Excellent hanya bagian kecil dari system manajemen perusa-haan yang kompleks, tetapi apabila dijalankan dengan pe-mahaman yang benar dan tujuan yang mulia maka akan mem-berikan sesuatu yang dahsyat untuk setiap perusahaan atauorganisasi yang bergerak dalam bidang jasa/pelayanan pu-blik.Ada berbagai definisi Service Excellent:

- Pelayanan prima adalah kepedulian kepada pelanggandengan memberikan pelayanan terbaik untuk memfasili-tasi kemudahan pemenuhan kebutuhan dengan terusmengupayakan penyelarasan kemampuan, sikap, penam-pilan, perhatian, tindakan dan tanggung jawab guna me-wujudkan kepuasan pelanggan agar selalu loyal kepadaorganisasi/perusahaan.

- Pelayanan prima adalah perbuatan atau tindakan yangmemberikan kepada pelanggan apa yang memang diha-rapkan pada saat pelanggan membutuhkannya dengancara yang diinginkan.

Pelayanan prima merupakan tuntutan dan kebutuhan de-wasa ini. Terdapat beberapa alasan mengapa pelayanan yangdiberikan haruslah prima atau excellent, antara lain: ‘’no ser-

Page 256: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

244

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

vice no business ‘’. Perusahaan didirikan agar barang danjasa yang dihasilkan dibeli oleh pelanggan:1. Pelanggan tidak tergantung pada anda. Banyak perusa-

haan yang merasa sudah sedemikian besar dan sedemi-kian penting di pasar, sehingga pelanggan seharusnyamengikuti kemauan perusahaan. Kenyataannya tidaklahdemikian, pelangganlah yang memiliki uang untuk mem-beli produk dan jasa yang ditawarkan perusahaan, sehing-ga pelanggan berhak mendapatkan yang terbaik dari uangyang dibelanjakan.

2. Pelayanan prima adalah penentu sukses. Pelanggan akanterus setia jika merasa puas terhadap konsumsi barangdan jasa yang ditawarkan. Perusahaan yang sukses adalahperusahaan yang bisa terus menerus memberikan kepu-asan kepada pelanggannya.

3. Pelanggan yang puas akan memberi banyak keuntungan.Strategi pelayanan untuk publik internal dapat dilakukandengan cara:- Penampilan para pimpinan, pegawai dan pola hubu-

ngan yang terjalin dengan baik antar seluruh anggotaorganisasi/perusahaan dapat mempengaruhi muncul-nya sikap saling pengertian, penghargaan dan keper-cayaan dari publik begitu pula dapat mempengaruhikesan (image) dan nama baik organisasi dalam ma-syarakat.

Page 257: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

245

Reformasi Birokrasi: Optimalisasi Pelayanan Publik

- Memberikan perhatian ‘’lebih’’ kepada karyawan de-ngan memperhatikan terpenuhinya kepuasan atas ke-pentingan – kepentingan ekonomi, sosial dan psiko-logis.

- Strategi pelayanan dapat berorientasi pada: pembi-naan, peningkatan motivasi dan pengembangan diri,transparansi, keterbukaan, jaminan kerja dan kese-hatan karyawan, hubungan keluarga dan sebagainya.

- Bentuk program misal : persiapan pra purna tugas,family gathering, skill training, HRD training, K3, tour

dan sebagainya.

5.2 Karakteristik/syarat dalam Pelayanan Prima1) Kesederhanaan = Mudah, lancar, cepat, tidak berbelit-belit,

mudah dipahami dan mudah dilaksanakan2) Kejelasan dan kepastian =

a. Prosedur dan tatacara Pelayanan Umumb. Persyaratan Pelayanan Umumc. Unit kerja / pejabat yg bertanggungjawabd. Rincian biaya / tarife. Jadwal waktu penyelesaianf. Hak dan kewajiban masing-masing

3) Keamanan4) Keterbukaan5) Efisien

Page 258: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

246

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

6) Keadilan7) Ekonomis8) Ketepatan

Jenis-jenis pelayanan publik terdiri dari:a) Pelayanan Pemerintahan: KTP, SIM, Pajak, keimigrasianb) Pelayanan Pembangunan: penyediaan sarana dan pra-

sarana untuk memberikan fasilitas kepada masyarakat,penyediaan jalan, jembatan, pelabuhan, dsb.

c) Pelayanan Utilitas: penyediaan listrik, air, telepon dantransportasi

d) Pelayanan sandang, pangan dan papan: penyediaan be-ras, gula, minyak, gas, perumahan, tekstil.

e) Pelayanan kemasyarakatan: pelayanan kesehatan, pen-didikan, ketenagakerjaan, rumah yatim piatu,dsb

Strategi Pelayanan memperhatikan:• Visi dan misi Pelayanan• Pelanggan/pengguna• Tujuan dan sasaran pelayanan• Standar pelayanan dan ukuran keberhasilan• Peningkatan kualitas pelayanan• Rencana tindak pelayanan

Page 259: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

247

Reformasi Birokrasi: Optimalisasi Pelayanan Publik

Prinsip-prinsip Manajemen Pelayanan:• Pengertian & produk pelayanan• Paradigma pelayanan publik• Jenis-jenis pelayanan publik• Pola pelayanan publik• Prinsip-prinsip pelayanan publik• Strategi pelayanan publik• Kepuasan pelanggan/masyarakat• Penanganan keluhan/pengaduan

Lima karakteristik pembeda jenis penyelenggaraan pelayananpublik, yaitu9:1. Adaptabilitas layanan: derajat perubahan layanan sesuai

dengan tuntutan perubahan yang diminta oleh pengguna.2. Posisi tawar menawar pengguna: semakin tinggi posisi

tawar menawar pengguna, semakin tinggi pula peluangpengguna untuk meminta pelayanan yang lebih baik.

3. Tipe pasar: menggambarkan jumlah penyelenggara pela-yanan yang ada, dan hubungannya dengan pengguna.

4. Locus kontrol: siapa yang memegang kontrol atas tran-saksi, pengguna atau penyelenggara pelayanan.

5. Sifat pelayanan: kepentingan pengguna atau penyeleng-gara pelayanan yang lebih dominan.

9 Stewart & Ranson, Management in the Public Domain, Public Money and Manage-ment.

Page 260: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

248

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

Karakteristik Penyelenggaraan Pelayanan Publik:

Sumber: Manajemen Pelayanan, 2007

Manajemen pelayanan yang baik (berkualitas) hanya akanterwujud apabila penguatan posisi tawar pengguna jasa pe-layanan mendapatkan prioritas yang utama. Dengan demikian,pengguna jasa pelayanan diletakkan di pusat (sentral) yangmemperoleh dukungan dari: sistem pelayanan yang menguta-makan kepentingan publik, khususnya pengguna jasa; kulturpelayanan dalam organisasi penyelenggara pelayanan; danSDM yang berorientasi pada kepentingan pengguna jasa. Pe-nguatan posisi tawar yang dimaksudkan untuk menyeimbang-kan hubungan antara penyelenggara dan pengguna jasa pe-layanan ini juga diimbangi dengan berfungsinya mekanismevoice yang dalam hal ini dapat diperankan oleh media massa,LSM, organisasi profesi, serta ombudsmen atau lembaga ban-ding.

Penyelenggara Pelayanan Publik Karakteristik Publik

Privat Primer Sekunder Adaptabilitas Sangat

tinggi Sangat rendah Rendah

Posisi tawar klien

Sangat tinggi

Sangat rendah Rendah

Bentuk/tipe pasar

Kompetisi Monopoli Oligopoli

Locus kontrol Klien Pemerintah Provider Sifat

pelayanan Dikendalikan

oleh Klien Dikendalikan

oleh pemerintah

Dikendalikan oleh provider

Page 261: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

249

Reformasi Birokrasi: Optimalisasi Pelayanan Publik

5.3 Konsep Manajemen Mutu10

Frederick W. Taylor (1856-1915), mengembangkan kon-sep dasar untuk perbaikan kerja. Analisis dengan pendekatansistem, dan konsep kerja manual. Kaitannya dengan TugasHarian; Kondisi Standar; Upah tinggi untuk sukses; Kerugiandan kegagalan. Kemudian Walter A.Shewhart (1891-1967),memberikan kontribusi tentang usaha untuk memperbaiki mutubarang hasil pengolahan. Sedangkan Deming (1900) lebihmenekankan pengendalian mutu secara statistik. Selain itu,Juran membantu Jepang untuk mempraktekan konsep mutudan alat-alat yang dirancang untuk prabrik. Hal ini menjadi da-sar untuk “manajemen Proses Yang terpadu”.

Bila dicermati dengan baik, terlihat berbagai perbedaanantara manajemen pelayanan sektor publik dengan manaje-men pelayanan sektor swasta. Salah satu perbedaan mana-jemen pada sektor publik dan sektor swasta yang dapat dii-dentifikasi dengan jelas adalah pada manajemen pelayanan-nya. Dalam bukunya Management in the Public Domain,

Public Money and Management, Stewart & Ranson secaraumum menggambarkan perbedaan manajemen pelayanan pa-da sektor publik dan manajemen pelayanan sektor swasta.

Model manajemen pelayanan sektor publik memiliki be-berapa karakteristik yang berbeda dengan sektor swasta,yaitu: pertama, sektor swasta lebih mendasarkan pada pilihan

1 0 Ibid

Page 262: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

250

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

individu (individual choice) dalam pasar. Organisasi di sektorswasta dituntut untuk dapat memenuhi selera dan pilihan indivi-dual untuk memenuhi keputusan tiap-tiap individu pelanggan.Keadaan seperti itu berbeda dengan yang terjadi pada sektorpublik. Sektor publik tidak mendasarkan pada pilihan indi-vidual dalam pasar akan tetapi pilihan kolektif dalam peme-rintahan. Organisasi sektor publik mendasarkan pada tuntutanmasyarakat yang sifatnya kolektif (massa). Untuk memenuhituntutan individual tentu berbeda dengan pemenuhan tuntutankolektif. Oleh karena itu, manajemen pelayanan yang diguna-kan tentunya juga berbeda.

Kedua, karakteristik sektor swasta adalah dipengaruhi hu-kum permintaan dan penawaran (supply and demand). Per-mintaan dan penawaran tersebut akan berdampak pada hargasuatu produk barang atau jasa. Sementara itu, penggerak sek-tor publik adalah karena kebutuhan sumber daya. Adanya ke-butuhan masyarakat terhadap sumber daya, seperti air bersih,listrik, keamanan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainyamenjadi alasan utama bagi sektor publik untuk menyediakan-nya. Dalam hal penyediaan produk barang atau jasa pelayananpublik tersebut, sektor publik tidak bisa sepenuhnya menggu-nakan prinsip mekanisme pasar. Dalam sistem pasar, hargaditentukan sepenuhnya oleh penawaran dan permintaan, na-mun di sektor publik harga pelayanan publik tidak bisa diten-tukan murni berdasarkan harga pasar. Oleh karena itu, mana-

Page 263: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

251

Reformasi Birokrasi: Optimalisasi Pelayanan Publik

jemen pelayanan kepada publik di sektor publik dan sektorswasta tentu berbeda.

Ketiga, manajemen di sektor swasta bersifat tertutup ter-hadap akses publik, sedangkan sektor publik bersifat terbukauntuk masyarakat terutama yang terkait dengan manajemenpelayanan. Dalam organisasi sektor publik, informasi harusdiberikan kepada publik seluas mungkin untuk meningkatkantransparansi dan akuntabilitas publik sehingga pelayananyang diberikan dapat diterima seluruh masyarakat secara me-nyeluruh. Sementara itu, di sektor swasta informasi yang di-sampaikan kepada publik relatif terbatas. Informasi yangdisampaikan terbatas pada laporan keuangan, sedangkananggaran dan rencana strategis perusahaan merupakan ba-gian dari rahasia perusahaan sehingga tidak disampaikan kepublik.

Keempat, sektor swasta berorientasi pada keadilan pasar(equity of market). Keadilan pasar berarti adanya kesempatanyang sama untuk masuk pasar. Sektor swasta berkepentinganuntuk menghilangkan hambatan dalam memasuki pasar (bar-

rier to entry). Keadilan pasar akan terjadi apabila terdapatkompetisi yang adil dalam pasar sempurna, yaitu dengan tidakadanya monopoli atau monopsoni. Sementara itu, orientasisektor publik adalah menciptakan keadilan kebutuhan (equity

of need). Manajemen pelayanan sektor publik berkepentinganuntuk menciptakan adanya kesempatan yang sama bagi ma-syarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, misalnya ke-

Page 264: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

252

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

butuhan terhadap kesehatan, pendidikan, dan sarana-saranaumum lainnya.

Kelima, tujuan manajemen pelayanan sektor swasta ada-lah untuk mencari kepuasan pelanggan (selera pasar), se-dangkan sektor publik bertujuan untuk menciptakan keadilandan kesejahteraan sosial. Sektor publik dihadapkan pada per-masalahan keadilan distribusi kesejahteraan sosial, sedang-kan sektor swasta tidak dibebani tanggung jawab untuk ma-lakukan keadilan distributif seperti itu.

Keenam, organisasi sektor swasta memiliki konsepsi bah-wa pelanggan adalah raja. Pelanggan merupakan penguasatertinggi. Sementara itu, dalam organisasi sektor publik ke-kuasaan tertinggi adalah masyarakat. Dalam hal tertentu ma-syarakat merupakan pelanggan, akan tetapi dalam keadaantertentu juga masyarakat bukan menjadi pelanggan. Sebagaicontoh, masyarakat yang membeli jasa listrik dari PT PLNadalah pelanggan PT PLN, sedangkan yang tidak berlang-ganan listrik bukanlah pelanggan PT PLN. Akan tetapi, pe-merintah tidak bisa hanya memperhatikan masyarakat yangsudah berlangganan listrik saja, karena pada dasarnya setiapmasyarakat berhak memperolah fasilitas listrik. Berdasarkanhal ini, maka manajemen pelayanan yang diterapkan di sektorpublik dan sektor swasta tentu akan berbeda.

Ketujuh, persaingan dalam sektor swasta merupakan ins-trumen pasar, sedangkan dalam sektor publik yang merupakaninstrumen pemerintahan adalah tindakan kolektif. Keadaan

Page 265: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

253

Reformasi Birokrasi: Optimalisasi Pelayanan Publik

inilah yang menyebabkan sektor publik tidak bisa menjadi mur-ni pasar, akan tetapi bersifat setengah pasar (quasi competi-

tion). Organisasi sektor publik tidak bisa sepenuhnya meng-ikuti mekanisme pasar bebas. Tindakan kolektif dari masya-rakat bisa membatasi tindakan pemerintah. Dalam sistem pe-merintahan, sangat sulit bagi pemerintah untuk memenuhi ke-inginan dan kepuasan tiap-tiap orang dan yang mungkin dila-kukan adalah pemenuhan keinginan kolektif.

Selain tujuh karakteristik yang diungkapkan oleh Stewart& Ranson di atas, masih terdapat karakteristik unik lainnya,antara lain pelayanan pada sektor publik tidak menjadikan labasebagai tujuan utamanya dan keputusan dalam manajemensektor publik dapat bersifat memaksa. Hal ini berbeda dengansektor swasta yang tidak bisa memaksa pelanggannya. Ma-syarakat bisa dipaksa untuk mematuhi aturan atau keputusanpemerintah, misalnya tentang penetapan tarif pajak dan hargapelayanan tertentu.

Kekuatan sektor swasta adalah kekuatan pasar, sehinggakekuatan pasar yang akan memaksa orang membeli atau ke-luar dari pasar. Sektor swasta bisa membebankan harga yangberbeda untuk pelanggan yang berbeda dan hal ini tidak akanmengundang protes berupa demonstrasi. Akan tetapi, jika pe-merintah sebagai organisasi penyedia layanan publik mena-ikkan harga pelayanan publik, misalnya harga BBM, tarif dasarlistrik dan telepon, tarif PDAM, maka hal tersebut akan meng-undang reaksi yang hebat dari masyarakat. Hal seperti inilahyang sulit terjadi pada organisasi sektor swasta.

Page 266: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

254

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

5.4 Model Manajemen Pelayanan11

a. Momen Kritis Pelayanan/Moment of Truth

Yaitu kontak yang terjadi antara konsumen dengan setiapaspek organisasi yang akan membentuk opini konsumen ten-tang kualitas pelayanan yang diberikan oleh organisasi terse-but. Untuk menciptakan pelayanan yang berkualitas, setiaporganisasi harus mengidentifikasikan dan mengelola momenkritis pelayanan tersebut secara baik. Dengan kata lain, harusada kesesuaian/kompatibilitas antara 3 faktor dalam penge-lolaan momen kritis pelayanan; yaitu:a. konteks pelayanan (service context)b. referensi yang dimiliki konsumen (customer’s frame of

reference)c. referensi yang dimiliki anggota organisasi penyelenggara

pelayanan (employee’s frame of reference).

SERVICE CONTEXT

CUSTOMER’S FRAME OF

REFERENCE EMPLOYEE’S

FRAME OF REFERENCE

MOMENT

Of TRUTH

Input

Attitudes Values Beliefs Wants

Feelings Expectations

Input

Attitudes Values Beliefs Wants

Feelings Expectations

The Moment of Truth Model

Sumber: Albrecht & Bradford ,1990: 37.

1 1 Albrecht & Bradford , 1990

Page 267: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

255

Reformasi Birokrasi: Optimalisasi Pelayanan Publik

b. Lingkaran Pelayanan/The Cycles of Service (Albrecht &Bradford ,1990).Untuk dapat memberikan pelayanan yang prima, pan-

dangan produsen dan konsumen harus sama. Hal ini sulit diwu-judkan karena biasanya organisasi penyelenggara sudah me-rumuskan sistem dan prosedur pelayanan. Untuk mengatasihal tersebut, Albrecht & Bradford, merumuskan konsep ling-karan pelayanan yang berarti serangkaian momen kritis pela-yanan yang dialami oleh konsumen ketika ia memanfaatkanjasa layanan tersebut.

Lingkaran Pelayanan Di Plaza

Page 268: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

256

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

Dari model tersebut terlihat bahwa, bagi konsumen hampirsetiap detik adalah momen kritis pelayanan yang mungkintidak disadari oleh penyelenggara pelayanan dan orang-or-ang yang ada di dalamnya. Konsep lingkaran pelayanan inidapat digunakan untuk mengidentifikasi momen-momen kritispelayanan yang harus dikelola secara profesional.

c. Teori Exit dan Voice (Albert Hirschman)Menurut teori ini, kinerja pelayanan publik dapat ditingkat-

kan apabila ada mekanisme exit dan voice. Mekanisme exit

mengandung arti bahwa jika pelayanan publik tidak berkuali-tas, maka konsumen/klien harus memiliki kesempatan untukmemilih lembaga penyelenggara pelayanan publik lain yangdisukainya. Mekanisme voice berarti ada kesempatan untukmengungkapkan ketidakpuasan kepada lembaga penyeleng-gara pelayanan publikPenghambat mekanisme exit:

• kekuatan pemaksa dari negara• tidak tersedianya lembaga penyelenggara pelayanan pu-

blik alternatif• tidak tersedianya biaya untuk menciptakan lembaga pe-

nyelenggara pelayanan publik alternatif

Penghambat mekanisme voice:• pengetahuan dan kepercayaan terhadap mekanisme yang

ada

Page 269: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

257

Reformasi Birokrasi: Optimalisasi Pelayanan Publik

• aksesbilitas dan biaya untuk mempergunakan mekanismetersebut.

Dengan demikian untuk meningkatkan pelayanan publikdiperlukan adanya kesetaraan posisi tawar antara klien de-ngan lembaga penyelenggara layanan. Kesetaraan posisi ta-war dapat dicapai dengan:• Memberdayakan klien• Mengontrol kewenangan/kekuasaan lembaga penyeleng-

gara pelayanan.

Keseimbangan posisi tawar antara klien dengan lembagapenyelenggara pelayanan dapat dicapai dengan menerapkankonsep-konsep (salah satu atau beberapa konsep sesuai ka-rakteristik pelayanan umum yang diselenggarakan) sebagaiberikut: a)Customer’s charter, b) Customer service standard,

c) Customer redress, d) Quality guarantees, e) Quality ins-

pectors, f) Customer complaint systems, g) Ombudsmen, h)

Competitive public choice systems, i) Vouchers and reimbur-

sement programs, j)Customer information systems and bro-

kers, k)Competitive bidding, l) Competitive benchmarking,

m) Privatization, n) Sistem penggajian berdasarkan prestasi,

o) Sistem kerja berdasarkan kontrak, p) Sistem Evaluasi

kerja tiga ratus enam puluh derajat (3600).

Page 270: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

258

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

d. Model Gap (Zeithaml, Parasuraman & Berry, 1990).Ketiga pakar ini mengemukakan bahwa manajemen

pelayanan yang baik tidak dapat terwujud karena adanya 5(lima) gap, yaitu :a) Gap 1 (gap persepsi manajemen)b) Gap 2 (gap persepsi kualitas)c) Gap 3 (gap penyelenggaraan pelayanan)d) Gap 4 (gap komunikasi pasar)e) Gap 5 (gap kualitas pelayanan)

Sumber: Zeithaml, Parasuraman & Berry, 1990

Page 271: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

259

Reformasi Birokrasi: Optimalisasi Pelayanan Publik

Gap 1 (gap persepsi manajemen): terjadi apabila terdapatperbedaan antara konsumen dengan persepsi manaje-men mengenai harapan-harapan konsumen. Contoh: ha-rapan konsumen mendapatkan pelayanan prima (hargatidak menjadi soal); sebaliknya manajemen mempunyaipersepsi bahwa konsumen mengharapkan harga yangmurah meskipun kualitasnya agak rendah.

Gap 2 (persepsi kualitas): terjadi apabila terdapat perbedaanantara persepsi manajemen tentang harapan-harapan kon-sumen dengan spesifikasi kualitas pelayanan yang diru-muskan.

Gap 3 (penyelenggaraan pelayanan): terjadi jika pelayananyang diberikan berbeda dengan spesifikasi yang telah di-rumuskan.

Gap 4 (komunikasi pasar): terjadi akibat adanya perbedaanantara pelayanan yang diberikan dgn komunikasi eksternalthdp konsumen.

Gap 5 (kualitas pelayanan): terjadi karena pelayanan yang di-harapkan konsumen tidak sama dengan pelayanan yangsenyatanya diterima/dirasakan oleh konsumen.

Penyebab terjadinya gap.Gap 1:• Kurang/tidak dimanfaatkannya riset pemasaran• Top down komunikasi yang kurang efektif.• Terlalu banyak tingkatan manajemen.

Page 272: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

260

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

Gap 2:• Komitmen manajemen terhadap kualitas pelayanan yang

lemah• Persepsi tentang feasibilitas yang tidak tepat• Standarisasi tugas yang tidak tepat• Perumusan tujuan yang kurang tepat.

Gap 3:• Ketidak jelasan peran• ada konflik peran• Karakteristik pekerja dengan pekerjaan yang tidak cocok• Karakteristik pekerjaan dengan teknologi yang tidak cocok.• Sistem pengawasan yang tidak tepat; kontrol yang lemah.• Tim yang tidak kompak.

Gap 4:• Kurangnya komunikasi horizontal• Cenderung mengobral janji.

Gap 5: Akumulasi dari empat macam gap tsb.

Page 273: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

261

Reformasi Birokrasi: Optimalisasi Pelayanan Publik

e. Model Strategi Pelayanan

Sumber: Denis Welker, 1996 (eds), Mendahulukan Pelanggan: Strategiuntuk Memberikan Pelayanan Bermutu, Binarupa Aksara, Indonesia

5.5 Kualitas Pelayanan PrimaBerdasarkan seluruh pemaparan di atas dapat dikatakan

bahwa pada dasarnya tujuan pelayanan publik adalah memu-askan masyarakat. Untuk mencapai kepuasan itu dituntut kua-litas pelayanan prima yang tercermin dari:1) Transparansi, yakni pelayanan yang bersifat terbuka, mu-

dah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membu-

Page 274: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

262

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

tuhkan dan disediakan secara memadai serta mudahdimengerti;

2) Akuntabilitas, yakni pelayanan yang dapat dipertanggung-jawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-udangan;

3) Kondisional, yakni pelayanan yang sesuai dengan kondisidan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan de-ngan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektivi-tas;

4) Partisipatif, yaitu pelayanan yang dapat mendorong peranserta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan pu-blik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan, danharapan masyarakat.

5) Kesamaan hak, yaitu pelayanan yang tidak melakukan dis-kriminasi dilihat dari aspek apa pun khususnya suku, ras,agama, golongan, status sosial, dan lain-lain;

6) Keseimbangan hak dan kewajiban, yaitu pelayanan yangmempertimbangkan aspek keadilan antara pemberi danpenerima pelayanan publik.

Kualitas pelayanan prima tercermin dalam pelayanan yangsistematis dan komprehensif. Aparat pelayanan hendaknyamemahami variable - variabel pelayanan prima seperti yangterdapat dalam agenda perilaku pelayanan prima sektor publikSESPANASLAN. Variabel dimaksud adalah:

Page 275: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

263

Reformasi Birokrasi: Optimalisasi Pelayanan Publik

1) Pemerintah yang bertugas melayani;2) Masyarakat yang dilayani pemerintah;3) Kebijaksanaan yang yang dijadikan landasan pelayanan

publik;4) Peralatan atau sarana pelayanan yang canggih;5) Resources yang tersedia untuk diracik dalam bentuk ke-

giatan pelayanan;6) Kualitas pelayanan yang memuaskan masyarakat sesuai

dengan standar dan asas pelayanan masyarakat;7) Manajemen dan kepemimpinan serta organisasi pelaya-

nan masyarakat;8) Perilaku pejabat yang terlibat dalan pelayanan masyarakat,

apakah masing-masing telah menjalankan fungsi mereka.

Variable pelayanan prima di sektor publik seperti di atasdapat diimplementasikan apabila aparat pelayanan memilikimindset yang mengedepankan kepuasan pelanggan sebagaitujuan utamanya. Tentu saja perubahan pola pikir dan perilakuaparatur publik menjadi hal yang mutlak dilakukan. Sejauh-mana implementasi orientasi kepada kepuasan pelangganini diterapkan, indikator yang dapat dipakai adalah feedback

dari masyarakat.Patricia Patton (dalam Sampara Lukman, 2004) membe-

rikan konsep peningkatan kualitas pelayanan prima, yang di-namakannya konsep “ layanan sepenuh hati “. Layanan sepe-

Page 276: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

264

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

nuh hati yang digagaskan oleh Patricia Patton dimaksudkanlayanan yang berasal dari diri sendiri yang mencerminkanemosi, watak, keyakinan, nilai, sudut pandang, dan perasaan.Nilai–nilai yang dikedepankan dalam layanan sepenuh hatimenurut Patton dikritalisasikannya pada empat sikap “P” yaitu:• Passionate (gairah).

Ini menghasilkan semangat yang besar terhadap peker-jaan, diri sendiri, dan orang lain. Antusiasme dan perhatianyang dibawakan pada layanan sepenuh hati akan mem-bedakan bagaimana memandang diri sendiri dan peker-jaan dari tingkah laku dan cara memberi layanan kepadapara konsumen.

• Progressive ( progresif).Penciptaan cara baru dan menarik untuk meningkatkanlayanan dan gaya pribadi. Pekerjaan apa pun yang kitatekuni, jika memiliki gairah dan pola pikir yang progresif,akan menjadikan pekerjaan lebih menarik.

• Proactive (proaktif).Supaya aktif harus melibatkan pekerjaan kita. Banyak or-ang yang hanya berdiam diri dan menanti disuruh mela-kukan sesuatu bila diperlukan namun untuk mencapai kua-litas layanan yang lebih bagus diperlukan inisiatif yang te-pat.

• Positive (positif).Senyum merupakan bahasa isyarat universal yang dipa-hami semua orang dimuka bumi ini. Berlaku positif itu sa-

Page 277: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

265

Reformasi Birokrasi: Optimalisasi Pelayanan Publik

ngat menarik hal itu berarti seyogianya berlaku hangat da-lam menyambut para konsumen dan tidak ada pertanyaanatau permintaan yang tidak pada tempatnya.

Page 278: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

266

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

Page 279: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

267

Good Governance dalam Birokrasi

267

BAB VII

GOOD GOVERNANCEDALAM BIROKRASI

(Refleksi Implementasi GoodGovernance dalam Otonomi Daerah)

1. Konsep Good Governance

Kepemerintahan yang baik (Good Governance) merupa-kan isu yang paling mengemuka dalam pengelolaan adminis-trasi publik dewasa ini. Tuntutan dan aspirasi yang menyuara-kan kepada pemerintah untuk melaksanakan penyelengga-raan pemerintahan yang baik sejalan dengan meningkatnyatingkat pengetahuan masyarakat. Tuntutan tersebut sudah se-harusnya direspon oleh pemerintah dengan melakukan per-ubahan – perubahan yang terarah pada terwujudnya penyeleng-garaan kepemerintahan yang baik.

Dalam bab ini, secara khusus disoroti mengenai imple-mentasi nilai-nilai good governance dalam birokrasi. Sema-ngat awal kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah adalahmemberikan otonomi yang sangat luas kepada daerah, khu-susnya kabupaten dan kota. Hal ini ditempuh dalam rangkamengembalikan harkat dan martabat masyarakat di daerah,memberikan peluang pendidikan politik dalam peningkatan

Page 280: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

268

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

kualitas Demokrasi di Daerah, peningkatan efisiensi Pelaya-nan Publik di daerah, peningkatan percepatan PembangunanDaerah dan pada akhirnya diharapkan pula penciptaan caraberpemerintahan yang baik /Good Governance (Rasyid dkk,2003: 211).

Pada hakikatnya, penyelenggaraan pemerintahan dituju-kan kepada terciptanya fungsi pelayanan publik (public ser-

vice) sesuai/sejalan dengan UU No. 32 Th. 2004 tentang Pe-merintahan Daerah. Konsepsi Good Governance menuntutsetiap Aparatur Pemerintah untuk bertanggung jawab danmempertanggung jawabkan segala sikap, perilaku dan kebi-jakannya kepada masyarakat. Untuk itu diperlukan aparaturyang profesional yang mampu mengoptimalkan pelaksanaantugas pokok dan fungsinya serta didukung semangat peng-abdian yang berorientasi pada pelayanan publik, pengayomandan pemberdayaan rakyat

Istilah Good Governance diadopsi dari bahasa Inggris ke-mudian ada yang menterjemahkan Ke-pemerintahan yang

baik (LAN, 2000), Pengelolaan yang baik (Bintoro Tjokro-amidjojo, 2001). Tata Pemerintahan yang baik (Miftah Tho-ha, 2003). Namun sampai saat ini belum ada kesepakatantentang padanan kata yang tepat untuk istilah tersebut, se-hingga para pakar, akademisi dan birokrat sendiri lebih cen-derung menggunakan istilah aslinya.

Konsep good governance bermula dari usulan badan-ba-dan pembiayaan internasional (UNDP, Bank Dunia) yang tidak

Page 281: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

269

Good Governance dalam Birokrasi

hanya diarahkan untuk pembangunan ekonomi atau pemulihanekonomi, tetapi juga dalam penyelenggaraan kehidupan sosialpolitik yang sehat, dimana proses pengambilan keputusan po-litik, proses perumusan kebijakan-kebijakan politik dilakukandengan sharing antara pemerintah, lembaga perwakilan bah-kan media pers dan pendapat umum secara tanggunggugatdan transparan. Alasan lain munculnya gagasan ini adalah ka-rena pelayanan publik (public service) yang dilakukan olehadministrator publik kurang berjalan dengan baik. Oleh karenaitu, perlu keterlibatan sektor swasta atau masyarakat dalampenyelenggaraan pelayanan publik. Good governance hanyadapat diwujudkan apabila terjadi keseimbangan dari ketigaunsur yang ada dalam governance yaitu state (negara ataupemerintah), private sector (sektor swasta atau dunia usaha)dan society (masyarakat) saling berinteraksi dan memainkanperannya masing-masing. Namun yang perlu dicatat adalahbahwa yang menggerakkan ke arah good governance itu tetappemerintah karena fungsi pengaturan yang memfasilitasi unsurswasta dan masyarakat serta fungsi administratif penyeleng-garaan pemerintahan melekat pada unsur ini.1

Governance menunjuk pada pengertian bahwa kekuasaantidak lagi semata-mata dimiliki atau menjadi urusan pemerin-tah. Governance menekankan pada pelaksanaan fungsi go-

verning secara bersama-sama oleh pemerintah dan institusi-

1 Kridawati dan Faizal, 2006, Etika Birokrasi

Page 282: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

270

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

institusi lain (multi-stakeholders), yakni LSM, perusahaanswasta maupun warga negara. Hal ini berbeda dengan pan-dangan klasik, pemerintah dipahami sebagai institusi yangmempunyai kekuasaan dan kewenangan untuk memaksa se-mua penduduk di wilayahnya serta mengontrol pengaruh inter-nasional atas kebijakan domestik dan institusinya.Peran pemerintah dalam governance:a. Dalam kolaborasi negara/pemerintah sebagai figur kunci

namun tidak mendominasi yang memiliki kapasitas meng-koordinasi (bukan memobilisasi)

b. Kekuasaan pemerintah ditransformasikan dari yang se-mula dipahami “kekuasaan atas” menjadi “kekuasaanuntuk” menyelenggarakan kepentingan, memenuhi kebu-tuhan dan menyelesaikan masalah publik.

c. Posisi negara, NGO, swasta dan masyarakat lokal salingmenyeimbangkan untuk tidak menyebut setara.

d. Mendesain ulang struktur dan kultur organisasi agar siapmenjadi katalisator.

e. Negara harus melibatkan semua pilar masyarakat dalamproses kebijakan.

f. Negara harus mampu meningkatkan kualitas responsivi-tas, adaptasi, akuntabilitas publik dalam penyelenggaraankepentingan, pemenuhan kebutuhan, dan penyelesaianmasalah publik.

Page 283: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

271

Good Governance dalam Birokrasi

Gambar 1. Hubungan antar sektor dalam Good Governance

Negara (state) dapat juga diartikan sebagai governing

body of nation yaitu sebuah lembaga atau badan yang me-nyelenggarakan pemerintahan negara. Pengertian negaraatau pemerintahan dalam hal ini secara umum mencakup lem-baga-lembaga politik dan lembaga-lembaga sektor publik.Sektor swasta (private sector) meliputi perusahaan-perusa-haan swasta yang bergerak di berbagai bidang seperti in-dustri, perdagangan, perbankan termasuk sektor informal lainyang ada di pasar. Sedangkan masyarakat (society) terdiridari perseorangan maupun kelompok dalam masyarakat (baikterorganisasi maupun tidak) yang berinteraksi secara sosial,politik dan ekonomi dengan aturan formal maupun tidak for-mal. Society ini meliputi lembaga swadaya masayarakat, or-ganisasi profesi dan lain sebagainya.

Sumber: LAN dan BPKP. Akuntabilitas dan Good Governance (2000:6)

State

Society

Private Sector

Page 284: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

272

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

2. Makna Good dalam Good Governance

Penggabungan kata good dan governance membentuksebuah terminologi yang memuat dimensi nilai – nilai tata ke-pemerintahan. Kata good dalam good governance secarakonseptual berarti “baik”; sehingga term good governance me-ngandung dua makna yaitu 1)Nilai-nilai yang menjunjung tinggikeinginan/kehendak rakyat, dan nilai-nilai yang dapat mening-katkan kemampuan rakyat yang dalam pencapaian tujuan(nasional) kemandirian, pembangunan berkelanjutan dankeadilan sosial; 2) Aspek – aspek fungsional dari pemerin-tahan yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugasnyauntuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.

Good Governance berorientasi pada 2 hal2, yaitu:a. Orientasi ideal negara yang diarahkan pada pencapaian

tujuan nasional. Orientasi ini bertitik tolak pada demokra-tisasi dalam kehidupan bernegara dan elemen-elemenkonstituennya seperti: legitimacy (apakah pemerintah di-pilih secara demokratis dan mendapat kepercayaan rak-yatnya), accountability (bagaimana kewajiban – kewajibandipertangung-jawabankan dan apakah tugas-tugas danwewenang para pejabat diuraikan secara jelas), secur-

ing of human rights (seberapa jauh perlindungan terhadap

2 Bdk. Ibid

Page 285: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

273

Good Governance dalam Birokrasi

hak-hak asasi manusia), autonomy and devolution of

power, (adanya otonomi dan devolusi kekuasaan kepadadaerah) serta assurance of civilian control (adanya ja-minan berjalannya mekanisme kontrol oleh masyarakat).

b. Pemerintahan yang berfungsi secara ideal yaitu secaraefektif dan efisien dalam melakukan upaya pencapaiantujuan nasional. Hal ini tergantung pada sejauhmana pe-merintah mempunyai kompetensi, dan sejauhmana strukturdan mekanisme politik serta administratif berfungsi secaraefektif dan efisien.

Istilah ‘Governance’ mempunyai arti “the act, fact, man-

ner, of governing” (tindakan, fakta, pola dari kegiatan penye-lenggaraan pemerintahan). World Bank seperti dikutip olehBintoro Tjokroamidjojo3 merumuskan governance as “the ex-

ercise of political power to manage a nation’s affairs” (Kepe-merintahan sebagai pelaksanaan kekuasaan politik untuk me-

manage masalah-masalah suatu negara). Sedangkan UnitedNations Development Programme (UNDP) mendefinisikangovernance sebagai “the exercise of political, economic and

administrative authority to manage a nations affair at all lev-

els” (Kepemerintahan adalah pelaksanaan kewenangan di bi-dang politik, ekonomi dan administratif untuk mengelola ber-

3 Bintoro Tjokroamidjojo, 2001, Good Governance: Paradigma Baru ManajemenPembangunan, hlm.34

Page 286: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

274

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

bagai urusan negara pada setiap tingkatannya). Menurutdefinisi UNDP ini governance mempunyai 3 kaki (three legs)yaitu: (1) Political Governance adalah proses-proses pem-buatan keputusan untuk formulasi/ penyusunan kebijakan; (2)Economic Governance meliputi proses-proses pembuatankeputusan (decision making process) yang memfasilitasi ak-tivitas ekonomi yang berimplikasi terhadap keadilan,kesejahteraan dan kualitas hidup (equity, poverty and quality

of live); (3)Administrative Governance adalah sistem imple-mentasi proses kebijakan (LAN dan BPKP,2000:5).

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa governance

mengandung makna yaitu bagaimana pemerintah berinteraksidengan masyarakat dalam mengelola sumber-sumber dayauntuk pembangunan. Seperti dijelaskan pada point 1 bahwainstitusi dari governance meliputi 3 unsur (domain) yaitu state

(negara atau pemerintahan), private sector (sektor swastaatau dunia usaha), dan society (masyarakat) yang saling ber-interaksi dan menjalankan fungsinya masing-masing. State

berfungsi menciptakan lingkungan politik dan hukum yangkondusif, private sector menciptakan lapangan kerja dan pen-dapatan, sedangkan society berperan positip dalam prosesinteraksi sosial, ekonomi dan politik, termasuk mengajakkelompok-kelompok dalam masyarakat untuk berpartisipasidalam aktivitas politik, ekonomi dan sosial.

Page 287: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

275

Good Governance dalam Birokrasi

3. Karakteristik dan Prinsip – prinsip GoodGovernance 4

Dalam definisi yang dikemukakan UNDP ( dalam LAN,2000:7), good governance dipahami sebagai hubungan yangsinergis dan konstruktif diantara negara, sektor swasta danmasyarakat. Berdasarkan definisi ini UNDP kemudian meng-ajukan beberapa karakteristik good governance yang salingmendukung dan saling terkait (interrelated) serta tidak bisaberdiri sendiri, sebagai berikut:a. Partisipasi (Participation)

Setiap warga negara memiliki hak suara yang sama dalamproses pengambilan keputusan, baik secara langsungmaupun melalui institusi yang mewakili kepentingannya.Partisipasi seperti ini dibangun dalam suatu tatanan ke-bebasan berserikat dan berpendapat, serta berpartisipasisecara kontruktif.

b. Aturan Hukum (Rule of Low)Kerangka hukum dan perundang-undangan yang adil dandilaksanakan tanpa diskriminasi, terutama hukum tentanghak-hak asasi manusia.

c. Transparansi (Tranparency)Transparansi harus dibangun dalam kerangka kebebasanmemperoleh informasi. Berbagai proses, kelembagaan

4 Dalam Kridawati dan Faizal, Opcit, hlm. 47 - 54

Page 288: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

276

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

dan informasi dapat diakses secara bebas oleh merekayang membutuhkannya, dan informasinya harus dapat di-fahami dan mudah dimengerti, sehingga dapat digunakansebagai alat monitoring dan evaluasi.

d. Daya Tanggap (Responsiveness)Setiap institusi dan prosesnya harus diarahkan pada upa-ya untuk melayani berbagai fihak yang berkepentingan(stakeholders).Dan responsif terhadap aspirasi masya-rakat

e. Berorientasi Konsensus (Consensus Orientation)Pemerintahan yang baik (good governance) akan bertin-dak sebagai penengah (mediator) bagi berbagai kepen-tingan yang berbeda, untuk mendapatkan konsensus ataukesepakatan yang terbaik bagi kepentingan masing-ma-sing fihak, baik dalam hal kebijakan maupun proseduryang akan ditetapkan.

f. Kesetaraan (Equity).Pemerintahan yang baik akan memberikan kesempatanyang sama baik terhadap laki-laki maupun perempuan da-lam upaya mereka untuk meningkatkan dan memperta-hankan kesejahteraan atau kualitas hidupnya.

g. Efektivitas dan Efisiensi (Effectiveness and Efficiency)Setiap proses-proses dan kelembagaan diarahkan untukmenghasilkan sesuatu sesuai dengan apa yang telah di-tetapkan dengan pemanfaatan yang sebaik-baiknya ber-bagai sumber sumber yang tersedia.

Page 289: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

277

Good Governance dalam Birokrasi

h. Akuntabilitabilitas (Accountability)Para pengambil keputusan (decision maker) dalam pe-merintahan, sektor swasta, dan masyarakat madani, ber-tanggungjawab kepada publik dan lembaga-lembaga sta-kehorlders. Pertanggung-jawaban (akuntabilitas) tersebutberbeda-beda, bergantung kepada sifat keputusan yangdibuat organisasi, apakah keputusan tersebut bersifat in-ternal atau bersifat eksternal.

i. Bervisi Strategis (Strategic Vision)Para pimpinan dan publik harus memiliki perspektif yangluas dan jangka panjang tentang penyelenggaraan peme-rintahan yang baik (good governance) dan pengembangansumberdaya manusia (human resources development),yang dibutuhkan untuk pembangunan; memahami aspek-aspek historis, kultural, dan kompleksitas sosial yang men-dasari perspektif mereka.

Berbeda dengan UNDP, Tjokroamidjojo5 (2001: 75) me-ngemukakan 5 prinsip utama good governance, Beliau ber-alasan bahwa listing/menyusun daftar yang panjang dan ber-beda-beda prinsip-prinsip, tetapi tidak dilaksanakan, tetaplebih baik memfokus yang paling utama tetapi dilaksanakandengan sungguh-sungguh. Kelima prinsip utama good gover-

nanance tersebut sebagai berikut:

5 Tjokroamidjojo, Opcit, hlm.75

Page 290: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

278

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

1) Akuntabilitas (accountability)Akuntabilitas adalah kewajiban untuk memberikan per-tanggungjawaban atau menjawab dan menerang-kan ki-nerja dan tindakan seseorang/pimpinan suatu unit organi-sasi kepada fihak yang memiliki hak atau yang berwewe-nang meminta pertanggungujawaban.

2) Transparansi (Transparancy)Transparansi yaitu dapat diketahuinya oleh banyak fihak(yang berkepentingan) mengenai perumusan kebijaksa-naan (politik) dari pemerintah, organisasi dan badanusaha.

3) Keterbukaan (openness)Pemberian informasi secara terbuka, terbuka untuk openfree suggestion, dan terbuka terhadap kritik yang dilihatsebagai merupakan partisipasi untuk perbaikan. Keter-bukaan ini meliputi bidang politik, ekonomi dan pemerin-tahan (perumusan kebijakan, pengangkatan dalamjabatan).

4) Aturan Hukum (Rule of Low)Keputusan, kebijakan pemerintah, organisasi, badan usa-ha yang menyangkut masyarakat, fihak ketiga dilakukanberdasar hukum (peraturan yang sah).. Adanya jaminankepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat terhadapsetiap kebijakan publik yang ditempuh.

5) Jaminan Perlakuan yang adil/perlakuan kesetaraan (fair-

ness, a level playing field)

Page 291: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

279

Good Governance dalam Birokrasi

Selain itu, dalam rangka perbaikan dan penyempurnaan(reformasi) birokrasi, David Osborne dan Ted Gaebler6 men-fokuskan pada penataan kembali peran birokrasi agar dapatmerangsang pertumbuhan sektor swasta dan masyarakat lu-as, dengan mengemukakan 10 prinsip sebagai berikut:a. Catalytic Government: Steering rather than rowing (Pe-

merintahan katalis: mengarahkan bukan melaksanakan)maksudnya pelayanan publik yang sudah bisa dilakukanoleh swasta atau masyarakat secara lebih baik diserahkansaja kepada mereka, pemerintah melalui kebijakan me-lakukan pengarahan, pengaturan dan pengendalian.

b. Community-Owned Government: Empowering rather

than serving (Pemerintahan milik rakyat: memberi wewe-nang ketimbang melayani) maksudnya pemerintah mem-berdayakan masyarakat agar mampu melayani dirinyasendiri (serving themselves) ketimbang dibebankan ke-pada pemerintah sendiri contohnya polisi memberdayakanmasyarakat untuk mampu menjaga keamanan lingkung-ananya sendiri melalui Siskamling.

c. Competitive Government: Injecting competition into ser-

vice delivery (Pemerintahan yang kompetitip: menyuntikanpersaingan ke dalam pemberian pelayanan) maksudnya

6 David Osborne dan Ted Gaebler, 1996, Reinventing Government: How the entre-preneurial spirits is transforming the public sector (1992) yang telah diterjemahkanke dalam bahasa Indonesia menjadi “Mewirausahakan Birokrasi: Mentransformasisemangat wirausaha ke dalam Sektor Publik” .

Page 292: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

280

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

dalam pemberian pelayanan dilakukan kompetisi (persa-ingan) supaya lebih efisien.

d. Mission-driven Government: Transforming rule-driven or-

ganizations (Pemerintahan yang digerakkan oleh misi:Mengubah organisasi pelaksana yang orientasinya men-jalankan tugas saja sesuai dengan aturan menjadi orga-nisasi yang berorientasi misi

e. Result Oriented Government: Funding outcomes, not in-

puts (Pemerintahan yang berorientasi hasil: membiayaihasil bukan masukan) maksudnya perhatian ditujukan ke-pada hasil yang diperoleh bukan sebaliknya, menghitungmasukan untuk pengeluaran tanpa memperoleh hasil yangdiinginkan contoh mengeluarkan lebih banyak untuk polisidan lembaga pemasyarakatan, namun angka kejahatanterus meningkat seharusnya biaya dikeluarkan untuk me-ngurangi angka kejahatan.

f. Customer-driven Government: Meeting the need of the

customer, not the bureaucracy (Pemerintahan berorien-tasi pelanggan: memenuhi kebutuhan pelanggan, bukanbirokrasi), maksudnya perhatian ditujukan untuk kepenti-ngan pelanggan/konsumen bukan kepentingan/ keperluanbirokrasi dalam hal ini pemerintah dapat memberikan se-bahagian kewenangannya kepada fihak swasta untuk me-jalankan pelayanan publik seperti bidang telekomunikasi.

g. Enterprising Government: Earning rather than spending

(Pemerintahan Wirausaha: menghasilkan ketimbang

Page 293: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

281

Good Governance dalam Birokrasi

membelanjakan) maksudnya lebih mengusahakan penda-patan dari pada menghitung pengeluaran

h. Anticipatory Government: Preventing rather than cure

(Pemerintah antisipatif: mencegah ketimbang mengobati)maksudnya lebih baik melakukan perencanaan dan pre-diksi untuk mengurangi resiko ketidakpastian/kegagalandalam pelaksanaan.

i. Decentralized Government: From hierarchy to participa-

tion and teamwork (Pemerintahan desentralisasi: dari hi-rarki menuju partisipatif dan tim kerja) maksudnya daripa-da bekerja secara hirarkis lebih baik dikembangkan ke-arah privatisasi dan kerja sama tim.

j. Market oriented Government: Leveraging change

throught the market (Pemerintahan berorientasi pasar:mendongkrak perubahan melalui pasar) maksudnya pe-merintahan tidak campur tangan dan melakukan perubah-an melalui mekanisme pasar.

Untuk mendukung dan menguraikan konsep pemikirannyadalam Reinventing Government, David Osborne bersamaPeter Plastrik menulis buku Banishing Bureaucracy : The Five

strategies for Reinventing Government (1997) dan telah di-terjemahkan oleh PPM ke dalam bahasa Indonesia denganjudul Memangkas Birokrasi: Lima strategi menuju pemerin-tahan wirausaha (2000). Kelima strategi itu adalah: core,

Page 294: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

282

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

consequensces, customer, control and culture strategies (5C’s) sebagai berikut:a. Strategi inti (core strategy) dimana ada kejelasan tujuan,

kejelasan peran, dan kejelasan arahb. Strategi konsekwensi (consequensces strategy) dimana

ada persaingan yang terkendali menajemen perusahaaandan kinerja

c. Strategi pelanggann (customer strategy) dimana ada pi-lihan pelanggan, keunggulan kompetitip dan adanya ja-minan pelayanan mutu pelanggan

d. Strategi pengendalaian (control strategy) dimana ada or-ganisasi, pemberdayaan karyawan, pemberdayaan ma-syarakat dan

e. Strategi budaya (culture strategy) dimana ada penghen-tian kebiasaan, menyentuh perasaan dan mengubahfikiran.

Pada bagian selanjutnya dalam bab ini, akan diketengah-kan beberapa penerapan dimensi nilai good governance da-lam birokrasi baik realitas aplikasi penerapannya, harapan,tantangan dan hambatan serta upaya mewujudkannya clean

government, yaitu akuntabilitas, Responsivitas, Tranparansidan Partisipatif.

Page 295: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

283

Good Governance dalam Birokrasi

4. Birokrasi Dan Akuntabilitas PelayananPublik

Realitas menunjukkan bahwa masyarakat yang mengalamiperkembangan dinamis, tingkat kehidupan masyarakat yangsemakin baik, mengakibatkan masyarakat semakin sadarakan apa yang menjadi hak dan kewajibannya sebagai warganegara dalam hidup bermasyarakat, mengajukan tuntutan,keinginan dan aspirasinya kepada pemerintah. Masyarakatsemakin kritis dan semakin berani untuk melakukan kontrolterhadap apa yang dilakukan oleh pemerintahnya.

Birokrasi pemerintah adalah satu-satunya organisasi yangmemiliki legitimasi untuk memaksakan berbagai peraturan dankebijakan menyangkut masyarakat dan setiap warga Negara.Kesejahteraan masyarakat menjadi tujuan dari pelayanan pu-blik yang dilakukan birokrasi. Namun realitasnya menunjukkanbahwa tanggungjawab moral dan tanggungjawab profesionalini masih menjadi salah satu titik lemah yang krusial dalambirokrasi pelayanan publik di Indonesia. Untuk mendapatkanpelayanan yang sederhana saja, masyarakat perlu melewatialur birokrasi yang lumayan rumit dan menyita waktu. Bahkanmuncul kecenderungan bahwa kewajiban birokrasi melayanimasyarakat berbalik menjadi masyarakat yang melayani bi-rokrasi. Pekerjaan di dalam birokrasi hanya sebagai rutinitasbelaka, sebatas menjalankan tugas pokok dan fungsi (tupoksi).

Page 296: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

284

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

4.1 Batasan AkuntabilitasMenurut J.B. Ghartey (LAN & BPKP, 2000: 21)7 akuntabi-

litas ditujukan untuk mencari jawaban terhadap pertanyaanyang berhubungan dengan pelayanan apa, siapa, kepada si-apa, milik siapa, yang mana, dan bagaimana. Pertanyaanyang memerlukan jawaban tersebut antara lain: apa yang harusdipertanggung-jawabkan, mengapa membuat pertanggung-jawaban, kepada siapa pertanggungjawaban tersebut dise-rahkan, siapa yang bertanggungjawab terhadap berbagaibagian kegiatan dalam masyarakat, apakah pertanggung-ja-waban berjalan seiring dengan kewenangan yang memadaidan lain sebagainya.

Dalam The Oxford Advance Learner’s Dictionnary, ac-

countability (Akuntabilitas) diartikan sebagai required or ex-

pected to give an explanation for one’s action. Dengan de-mikian, di dalam akuntabilitas terkandung kewajiban untuk me-nyajikan dan melaporkan segala tindak tanduk dan kegiatan-nya terutama di bidang administrasi keuangan kepada fihakyang lebih tinggi/atasannya. Dalam pengertian yang luas akun-tabilitas administrasi publik menurut Romzek & Dubnick(dalam Widodo, 2001:163)melibatkan lembaga-lembaga pu-blik (agencies) dan birokrat (their workers) untuk mengendali-kan bermacam-macam harapan yang berasal dari dalam danluar organisasi. Dengan kata lain, akuntabilitas administrasi

7 Dalam Kridawati dan Faizal, Opcit, hlm. 55

Page 297: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

285

Good Governance dalam Birokrasi

publik sesungguhnya berkaitan dengan bagaimana birokrasipublik (agencies) mewujudkan harapan-harapan publik. Biro-krasi publik dapat dikatakan akuntabel apabila mereka dapatmewujudkan apa yang menjadi harapan publik. KemudianLembaga Administrasi Negara (2000:2) mendefinisikan akun-tabilitas sebagai suatu perwujudan kewajiban untuk memper-tanggung jawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaanmisi organisasi dalam mencapai tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan melalui suatu media pertang-gungjawaban yang dilaksanakan secara periodik.

Akuntabilitas (accountability) adalah suatu derajat yangmenunjukkan besarnya tanggungjawab aparat atas kebijakanmaupun proses pelayanan publik; suatu kewajiban untuk mem-berikan pertanggungjawaban atau menjawab dan menerang-kan kinerja dan tindakan seseorang/badan hukum/pimpinansuatu organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau ber-kewenangan untuk meminta keterangan atau pertanggungja-waban8. Dengan demikian, semua Instansi Pemerintah/ Badandan Lembaga Negara di Pusat dan Daerah sesuai dengantugas pokok masing-masing harus memahami lingkup akun-tabilitasnya masing-masing yang meliputi keberhasilan dankegagalan pelaksanaan misi instansi yang bersangkutan.Akuntabilitas pelayanan publik berarti pertanggungjawaban pe-

8 Pedoman AKIP dan LAAKIP (LAN dan BPKP, 2000: 43)

Page 298: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

286

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

merintah (birokrat) kepada publik yang menjadi konsumen pe-langgannya.

Dalam konteks birokrasi, akuntabilitas suatu instansi pe-merintah itu merupakan perwujudan kewajiban instansi peme-rintah untuk mempertanggung jawabkan keberhasilan ataukegagalan pelaksanaan misi instansi yang bersangkutan. De-klarasi Tokyo tahun 1985 mengenai petunjuk akuntabilitas pu-blik menyebutkan bahwa akuntabilitas merupakan kewajiban-kewajiban dari individu-individu atau pejabat yang dipercaya-kan untuk mengelola sumber-sumberdaya publik dan yang ber-sangkutan dengannya untuk dapat menjawab hal-hal yang me-nyangkut pertanggungjawaban fiskal, manajerial dan program.Akuntabilitas pelayanan publik berarti pertanggungjawaban pe-gawai pemerintah (birokrat) kepada publik yang menjadi kon-sumen pelanggannya.

Selanjutnya dalam UU Nonor: 28 Tahun 1999 tentang Pe-nyelenggaraan Negara yang bersih dan Bebas dari Korupsi,Kolusi dan Nepotisme disebutkan asas-asas umum penye-lenggaraan negara, salah satunya adalah asas akuntabilitasdisamping asas-asas lainnya yaitu asas kepastian hukum,asas tertib penyelenggaraan negara, asas kepentingan umum,asas keterbukaan, asas proporsionalitas, dan asas profesio-nalitas. Menurut penjelasan UU ini asas akuntabilitas adalahasas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhirdari kegiatan penyelenggaraan negara harus dapat dipertang-gungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pe-

Page 299: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

287

Good Governance dalam Birokrasi

megang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuanperaturan perundang-undangan yang berlaku.

4.2 Varian AkuntabilitasAkuntabilitas aparatur publik diklasifikasikan atas dua jenis

yaitu akuntabilitas eksplisit dan implisit. Akuntabilitas eksplisitadalah pertanggungjawaban seorang pejabat/pegawaipemerintah untuk menjawab dan menanggung konsekuensidari cara-cara yang digunakan dalam menyelesaikan tugas-tugas kedinasan. Sedangkan akuntabilitas implisit berartibahwa setiap pejabat/pegawai pemerintah secara implisit ber-tanggungjawab atas setiap kebijakan, tindakan atau prosespelayanan publik yang dilaksanakan. Sirajudin H Salleh danAslam Iqbal, menyebutnya akuntabilitas intern dan ekstern.Darisisi intern individu, akuntabilitas merupakan pertanggungawa-ban seseorang terhadap Tuhannya, artinya segala sesuatuyang dijalankannya hanya diketahui, difahami dan dipertang-gungjawabkan dia sendiri. Sedangkan akuntabilitas eksternadalah pertanggungjawaban orang tersebut terhadap lingku-ngannya baik lingkungan formal dalam organisasi (atasan-ba-wahan) maupun lingkungan masyarakat. Pembedaan ini di-dasarkan pada sikap dan watak seorang manusia.9

Pertanggungjawaban publik dan pelayanan publik dariaparat birokrasi tidak hanya ditentukan oleh faktor intern, se-

9 Sirajudin H Salleh dan Aslam Iqbal, dalam LAN&BPKP, 2000: 26

Page 300: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

288

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

perti perilaku kepemimpinan birokrasi, rangsangan yang me-madai, kejelasan tugas dan prosedur kerja, kejelasan perandan perlengkapan sarana dan prasarana kerja, dan sejenisnya.Akan tetapi juga karena faktor ekstern, yang antara lain berupanorma sosial dan sistem budaya, seperti persepsi, sikap, nilai-nilai organisasi dan sentimen masyarakat terhadap kinerjaaparat birokrasi. Dengan demikian, masalah tanggung jawabpublik dan pelayanan aparat birokrasi sebenarnya bukansemata-mata masalah aparat birokrasi, akan tetapi masalahsemua pihak yang terlibat dalam urusan pemerintahan, se-hingga perlu perhatian dari setiap komponen penyelenggaranegara.

Sehubungan dengan akuntabilitas eksternal ini, SamuelPaul (1991) membagi kedalam 3 jenis yaitu 1)Democratic Ac-

countability merupakan akuntabilitas pemerintah terhadap wa-kil-wakil rakyat (DPR) yang merupakan gabungan antara po-

litical dan administrative accountability, 2) Professional

Accountability merupakan akuntabilitas para profesional da-lam menjalankan tugas-tugasnya yang dilandasi dengan nor-ma-norma dan etika/kode etik profesi, dan 3) Legal Account-

ability merupakan akuntabilitas atas ketaatan terhadap ke-tentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang ber-laku dalam menjalankan tugas sebagai pelayanan publik.

Kemudian, Maria D Yango (LAN&BPKP,2000:26) meng-klasifikasikan akuntabilitas ekternal ini kedalam 4 jenis se-bagai berikut:

Page 301: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

289

Good Governance dalam Birokrasi

a. Regularity Accountability yaitu berkaitan dengan kepatu-han terhadap peraturan yang berlaku, terutama yang terkaitdengan peraturan fiskal dan peraturan pelaksanaan admi-nistratif. Regularity accountability ini disebut juda sebagaicompliance accountability, hal ini ditujukan untuk mem-pertahankan tingkat efisiensi pelaksanaan administrasipublik.

b. Managerial Accountablity yaitu berkaitan dengan perananmanajer atau pejabat dalam pengelolaan sumber dayayang menjadi kewenangannya secara efisien dalam pro-ses pelaksanaan suatu instansi.

c. Program Accountabilty yaitu berkaitan dengan pencapai-an hasil hasil suatu program operasi instansi pemerintahserta kaitannya dengan program-program nasional.

d. Process Accountablity yaitu berkaitan dengan proses dantingkat pencapaian kesejahteraan sosial atas pelaksana-an kebijakan dan aktivitas-aktivitas organisasi.

Adanya kebijakan pemerintah tentang Akuntabilitas Kiner-ja Instansi Pemerintah, tentunya harus direspons oleh semuapihak, karena kebijakan tersebut telah memberikan ruang pu-blik yang positif, sehingga bisa diketahui, seberapa besar ting-kat capaian kinerja instansi publik termasuk di dalamnya apa-raturnya, serta seberapa besar tingkat partisipasi publik untukmemberikan feedback-nya terhadap kondisi yang terjadi be-rupa daya respons yang cerdas agar terpelihara pelayananpublik yang diharapkan dan optimal.

Page 302: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

290

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

ADMINISTRASI YANG OBYEKTIF&

BERTANGGUNG JAWAB

Landasan Netralitas, Pelayanan sipil, Anonimitas Pelayanan, PrinsipKe-

pantasan, pengelolaan fungsi personal

ProfesionalitasPelayanan Publik

Antara Para Politisi &para Pejabat Publikserta atmosfir saling menghargai& menghormati dikembangkan

pada masing² peran

Intervensi² Politik & kepentingan² tertentu sulitdilepaskan &menjadikan jauh dari kepuasan

pihak² yg mendptkan Product-nya

• Menegakkan nilai²profesional

• Netralitas• Obyektif

Akuntabilitas = ukuran yg menunjukkan apakah birokrasi publik

atau pelayanan yg dilakukan telah sesuai dg norma & nilai yg dianut oleh rakyat, atau pe-layanan publik tsb mampu mengakomodasi

Kebutuhan rakyatKesediaan

untuk MenjawabPertanyaan Publik

4.3 Tuntutan dan Hambatan AkuntabilitasPlumptre T (1981) dalam artikelnya “Perspective Account-

ablity in The Public Sector” sebagaimana dikutip oleh Lem-baga Administrasi Negara dalam Akuntabilitas dan Good Go-vernance (2000:35), memberikan beberapa tuntutan untukmencapai keberhasilan akuntabilitas yang dapat disimpulkansebagai berikut:10

a. Exemplary LeadershipPemimpin yang sensitip, responsive dan accountable akantransparan terhadap bawahannya maupun masyarakat,

1 0 Kridawati dan Faizal, Opcit

Page 303: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

291

Good Governance dalam Birokrasi

sehingga untuk memenuhi kebutuhan tersebut ia memer-lukan akuntabilitas.

b. Public DebateSebelum kebijakan yang besar disahkan seharusnya di-adakan public debate terlebih dahulu untuk mendapatklanhasil yang maksimal.

c. CoordinationKoordinasi yang baik antara semua intansi pemerintahakan sangat baik bagi tumbuh kembangnya akuntabilitas.

d. AutonomyInstansi pemerintah dapat melaksanakan kebijakan me-nurut caranya sendiri yang paling menguntungkan, palingefisien, dan paling efektif bagi pencapaian tujuan.

e. Explicitness and clarityStandar evaluasi kinerja harus diungkapkan secara nyatadan jelas sehingga dapat diketahui secara jelas apa yangharus diakuntabilitaskan.

f. Legitimacy and acceptanceTujuan dan makna akuntabilitas harus dikomunikasi-kansecara terbuka kepada semua pihak sehingga standardan aturannya diterima oleh semua fihak.

g. NegotiationHarus dilakukan negosiasi nasional mengenai perbedaan-perbedaan tujuan dan sasaran, tanggung-jawab dan ke-wenangan setiap instansi pemerintah.

Page 304: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

292

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

h. Educational compaign and publicityPerlu dibuatkan pilot project pelaksanaan akuntabilitasyang kemudian dikomunikasikan kepada seluruh masya-rakat sehingga diperoleh ekspektasi dan tanggapan me-reka mengenai hal tersebut.

i. Feedback and evaluationAgar akuntabilitas dapat terus menerus ditingkatkan dandisempurnakan maka perlu diperoleh informasi untuk men-dapatakan umpan balik dari para pembaca/ penerimaakuntabilitas serta dilakukan evaluasi perbaikan.

j. Adaption and recyclingPerubahan yang terjadi di masyarakat akan mengakibat-kan perubahan dalam akuntabilitas. Oleh karena itu sistemakuntabilitas harus terus menerus tanggap terhadap setiapperubahan yang terjadi.

Selain kondisi prasyarat tersebut, perlu juga diperhatikanbeberapa karakteristik akuntabilitas, yaitu:a. Akuntabilitas harus utuh dan menyeluruh terhadap tugas

dan fungsi pokok instansi.b. Mencakup aspek integritas, keuangan, ekonomis dan efi-

sien, efektifitas dan prosedur.c. Sebagai bagian dari sistem manajemen untuk menilai ki-

nerja individu maupun unit organisasi.

Page 305: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

293

Good Governance dalam Birokrasi

d. Didasarkan atas sistem informasi yang handal, untuk men-jamin keabsahan, akurasi, objektifitas dan ketepatan wak-tu penyampaian informasi.

e. Adanya penilaian yang objektif dan independen.f. Adanya tindak lanjut terhadap laporan penilaian atas akun-

tabilitas.

Sedangkan hambatan dalam pelaksanaan akuntabilitas,secara umum dapat dilihat dengan masih merajalelanya ko-rupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Banyak faktor yang me-nyebabkan penerapan akuntabilitas dalam suatu negara tidakdapat dilaksanakan, antara lain sebagai berikut:a. Low literacy percentage

Semakin kurang rasa saling tolong menolong diantara ang-gota dan kelompok masyarakat suatu society akan se-makin tinggi rasa tidak peduli pada tingkat penyelengga-raan pemerintah, sehingga cenderung memberikan tole-ransi terhadap praktek-praktek KKN.

b. Poor standard of livingStandar gaji yang rendah, sehingga pegawai cenderunguntuk berusaha mencari penghasilan tambahan agar dapatmenghidupi keluarganya dengan mengorbankan tugas pe-layanan kepada masyarakat.

c. General decline in the moral valueSikap hidup yang materialistis dan konsumerisme men-dorong lack accountability. Sikap moral sangat menentu-

Page 306: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

294

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

kan dalam usaha untuk membedakan antara nilai-nilai baikdan buruk.

d. A policy of live and let 1liveDengan terjadinya penurunan nilai-nilai moral, maka ma-nusia akan semakin mudah melakukan hal-hal yang me-langgar hukum.

e. Cultural factorsBudaya aparatur pemerintah yang lebih mendahulukan pe-layanan terhadap keluarga, kerabat, kelompok atau golo-ngan dari pada pelayanan kepada publik merupakan buda-ya yang tidak mendukung akuntablititas.

f. Government monopolyAdanya monopoli sumber daya oleh pemerintah, meng-akibatkan penumpukkan tanggungjawab sehingga sulitmengelola, memantau dan mengevaluasinya. Birokrasiyang terlalu besar dan berbelit-belit telah mengurangi pe-laksanaan akuntabilitas.

g. Deficiencies in the accounting systemBuruknya sistem akuntasi merupakan salah satu faktor pe-nyebab tidak dapat diperolehnya informasi yang handaldan dapat dipercaya dalam penerapan akuntabilitas.

h. Lack of will in enforcing accountabilityKurangnya kemauan baik dari aparatur pemerintah untukmenerapkan akuntabilitas.

Page 307: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

295

Good Governance dalam Birokrasi

i. Birocratic secrecyKontrol pemerintah yang sangat ketat terhadap mediamassa, sehingga masyarakat kurang berani mengeluarkanpendapat dan menimbulkan suasana unaccountable padapenyelenggaraan pemerintah.

j. Conflict in perspective and inadequate institusional link-ageKetatnya kontrol pemerintah mengakibatkan sulit melaku-kan review terhadap program-program sektor publik, sulitjuga menentukan siapa sebenarnya yang diwajibkan untukmempertanggungjawabkannya.

k. Quality of officiersJumlah aparatur pemerintah yang terlalu banyak, tetapi de-ngan kualitas yang kurang memadai dan relatif rendah.

l. Technological absolenscence and inadequate surveillancesystemTidak tersedianya teknologi yang dapat mendukung ke-lancaran kerja merupakan factor penghambat yang cukupserius bagi terselenggaranya akuntabilitas.

m. Colonial heritageSuatu negara yang pernah dijajah selama 40 atau 50 ta-hun sangat sulit untuk melakukan perubahan praktek pe-merintahan yang authokratik sebagaimana yang telah di-praktekkan penjajahnya dahulu.

Page 308: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

296

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

n. Defects in the concerning accountabilityKelemahan hukum yang paling menadasar adalah pernya-taan dimana seseorang dianggap tidak bersalah sebelumdapat dibuktikan bahwa dia memang bersalah.

o. Crisis environmentInstabilitas politik telah menciptakan rasa tidak aman danketidakpastian. Masyarakat merasa ketakutan sehinggaakuntabilitas tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya.

Page 309: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

297

Good Governance dalam Birokrasi

5. Birokrasi dan Responsivitas PelayananPublik

Kebijakan desentralisasi dalam otonomi daerah diarahkanuntuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat. Dalamkonteks tersebut, pelayanan publik seharusnya menjadi lebihresponsif terhadap kepentingan publik. Paradigma pelayananpublik berkembang dari pelayanan yang sifatnya sentralistikke pelayanan yang lebih memberikan fokus pada pengelolaanyang berorientasi kepuasan pelanggan/customer driven go-

vernment (baca: kepuasan publik/masyarakat. Lihat juga des-kripsi ciri – ciri pelayanan prima pada bab VI).

Dalam tataran kepuasan pelanggan, pelayanan publikdituntut juga untuk efisien, responsif dan non-partisan. Efisiensipelayanan publik berkenaan dengan upaya aparat publik untukmemaksimalkan output dengan memanfaatkan input semini-mal mungkin. Apabila output dapat dicapai dengan input yangminimal maka tingkat efisiensi semakin baik. Efisiensi dimak-sud, tidak saja dilihat dari perspektif pemberi layanan tetapijuga dari perspektif pengguna layanan.

Responsifitas pelayanan publik adalah kemampuan orga-nisasi untuk mengidentifikasi kebutuhan masyarakat, menyu-sun prioritas kebutuhan, dan mengembangkannya ke dalamberbagai program pelayanan. Responsivitas mengukur dayatanggap organisasi terhadap harapan, keinginan dan aspirasi,serta tuntutan warga pengguna layanan. Tujuan utama pela-

Page 310: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

298

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

yanan publik adalah memenuhi kebutuhan masyarakat (need

and affair public. Bdk. Fokus Administrasi publik)).Sedangkan pelayanan publik non-partisan adalah system

pelayanan yang memperlakukan semua pengguna layanan se-cara adil tanpa membeda-bedakan berdasarkan status sosialekonomi, kesukuan, etnik, agama, kepartaian, dan sebagai-nya. Hal ini sejalan dengan konsep demokrasi dalam peng-aturan Negara. Demokrasi menuntut adanya persamaan per-lakuan dan akses bagi setiap warga negara untuk memperolehhak-haknya. Indikator pelayanan non-partisan adalah adanyaakses yang sama bagi semua orang untuk mendapatkan pe-layanan.

Contoh; pelayanan pembuatan KTP (Kartu Tanda Pendu-duk) yang sudah habis masa berlakunya. Sebenarnya dapatdiperpanjang dengan cara pengi-riman langsung KTP baruke alamat pemiliknya, tetapi selama ini prosedur perpanjanganKTP masih sama seperti prosedur KTP baru yang diawali de-ngan surat pengantar dari RT, disahkan oleh RW kemudiandibawa ke Kelurahan, kemudian dibawa lagi ke Kecamatanuntuk disahkan. Setelah menunggu 2-5 hari, pemiliknya bisamengambilnya. Demikian pula dengan pengurusan SIM (SuratIjin Mengemudi), STNK (Surat Tanda Nomor Kendaraan), SuratTanah (Sertifikat), pengurusan surat-surat perijinan (IMB, ijinsurvey) yang masih terkesan bertele-tele, berbelit-belit, tidaktransparan.

Page 311: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

299

Good Governance dalam Birokrasi

PEMOHON TetanggaLurah/Camat

Pembayaran Retribusipada Loket KPPT

PenandatangananSK IMB

DRAFT SK IMB

PetugasLapangan

Loket PelayananPerizinan Terpadu

KantorPelayanan Perizinan

Terpadu

Berkas tidak lengkap

• Bukti hak tanah, Gambar, PBB, KTP

• Rekomendasi, IjinPrinsip, Site Plan, Sondir, Perhitunganstruktur

Melanggar:• GSB• Tata Ruang

KETERANGAN :DiterimaDitolakGSB = Garis Sepadan Bangunan Lokasi : Kota Palangkaraya Kalteng

+ 7 hari

Bagan ini merupakan alur ideal pengurusan IMB. Namundalam prakteknya seringkali dijumpai penyimpangan denganmemanfaatkan ’tanda merah’ (ditolak). Pengguna berusahaagar berkasnya dapat diterima dan pengurusannya cepat. Un-tuk itu, ’apapun’ dilakukan termasuk jalan pintas negosiasi po-tong jalur. Konsekuensinya, diperlukan sejumlah dana tambah-an untuk itu.

Page 312: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

300

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

6. Birokrasi dan Transparansi PelayananPublik

Transparansi merupakan salah satu prinsip good gover-

nance, yang mengindikasikan adanya keterbukaan dan ak-sesibilitas yang sama bagi para pengguna dan stakeholders

dalam proses penyelenggaraan pelayanan. Ada tiga indikatoryang dapat digunakan untuk mengukur pelayanan publik:pertama, mengukur tingkat keterbukaan proses pelayanan pu-blik, yaitu persyaratan, biaya dan waktu yang dibutuhkan, sertacara pelayanan. Apa saja persyaratan yang harus dipenuhiharus terbuka dan mudah diketahui oleh para pengguna. Ke-

dua, menunjuk pada seberapa mudah peraturan dan prosedurpelayanan dapat dipahami oleh pengguna dan stakeholders

lainnya, termasuk makna dan rasionalitas semua prosedur danperaturan yang disampaikan kepada masyarakat. Ketiga, me-nunjuk kepada kemudahan untuk memperoleh informasi me-ngenai berbagai aspek penyelenggaraan pelayanan publik.Artinya semakin mudah pengguna memperoleh informasi me-ngenai berbagai aspek penyelenggaraan pelayanan publiksemakin tinggi transparansi.

Secara umum dapat dikatakan bahwa pemerintah dituntutuntuk terbuka dan menjamin akses stakeholders terhadap ber-bagai informasi mengenai proses kebijakan publik, alokasianggaran untuk pelaksanaan kebijakan, serta pemantauan danevaluasi pelaksanaan kebijakan. Termasuk informasi menge-

Page 313: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

301

Good Governance dalam Birokrasi

nai tindakan pemerintah, misalnya alasan yang melatarbela-kangi tindakan, bentuk tindakan serta waktu dan cara mela-kukan tindakan tersebut.

Signifikansi aspek transparansi dalam pelayanan publikbukan hanya bagi penyelenggara pemerintahan, tetapi jugapublik harus tahu akan hak dan kewajibannya. Namun kenya-taannya, sebagian besar publik Indonesia tidak mengetahuiapa yang menjadi hak dan kewajibannya; hanya mengikuti sajaapa yang digariskan pemerintah selaku penyelenggara pela-yanan publik.

Ketidakseimbangan antara hak dan kewajiban publik danpenyelenggara pelayanan mengindikasikan beberapa hal:Pertama kondisi ini menunjukkan betapa lemahnya posisi ta-war warga dihadapan pemerintah. Pemerintah dapat mendik-tekan keinginannya terhadap warga. Kedua menunjukkan pe-nyelenggaraan pelayanan yang inkonsistensi dalam mewujud-kan tranparansi. Pemerintah sering mengklaim dirinya telahmelakukan pelayanan yang baik terhadap warga. Contoh yangdikemukakan di atas menunjukkan lemahnya posisi tawar pu-blik karena pelayanan publik dimonopoli oleh pemerintah. Se-hingga, mau atau tidak, masyarakat mengikuti aturan yangdisampaikan pemerintah. Sebab pemerintah merupakan pe-milik otoritas tunggal untuk pengurusan, misalnya KTP, SIM,IMB.

Salah satu contoh upaya untuk mengembangkan transpa-ransi adalah dengan menggunakan clients charter atau citi-

Page 314: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

302

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

zen charter yang mencantumkan mengenai prosedur pelaya-nan, waktu pelayanan, biaya pelayanan, serta hak dan kewa-jiban penyelenggara dan pengguna pelayanan yang diaturdengan jelas. Dengan demikian, masyarakat dapat secaramudah memperoleh informasi mengenai semua persyaratan,waktu yang diperlukan, dan biaya yang harus dibayarkan untukmemperoleh pelayanan.

7. Birokrasi dan Pelayanan Partisipatif

Pada tataran teoretis, munculnya buku “Reinventing Gov-

ernment” karya Osborne dan Gaebler (1992) dapat dianggapsebagai momentum terpenting yang memper-tanyakan domi-nasi birokrasi selama ini. Sebab pada kenyataannya, baik dinegara maju maupun negara berkembang, birokrasi perme-rintah masih mendominasi hampir seluruh aspek kehidupan.Konsep good governance mengisyaratkan sinergitas tiga pi-lar (state, Civil society, corporate) dalam berbagai upaya pem-bangunan termasuk pelayanan publik.

Dalam tataran birokrasi Indonesia (khususnya dalam oto-nomi daerah), partisipasi publik tidak hanya dilihat sebataspada keterlibatan masyarakat dalam pemilihan umum, tetapijuga dalam berbagai aktivitas politik yang berimplikasi terha-dap kepentingan masyarakat banyak. Misalnya dalam prosespembuatan kebijakan publik yang melibatkan berbagai sta-

keholder. Dengan melibatkan masyarakat dalam pengambilan

Page 315: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

303

Good Governance dalam Birokrasi

keputusan yang menyangkut pelayanan publik, maka peme-rintah akan memperoleh beberapa keuntungan, diantaranyayaitu:1) Pemerintah daerah akan tahu kebutuhan masyarakat dan

dapat memenuhinya dengan baik.2) Mengembangkan rasa saling percaya dan hubungan yg

harmonis antara pemerintah dengan masyarakat.3) Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam implementasi

berbagai proyek bersama.

Upaya meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pe-nyelenggaraan pelayanan publik kerapkali menemui hambatanbaik dari pemerintah maupun dari masyarakat.

Dari pihak pemerintah, kendala-kendala yang muncul da-pat berupa:1) Lemahnya komitmen politik para pengambil keputusan un-

tuk melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusanyang menyangkut pelayanan publik.

2) Lemahnya dukungan SDM yang diandalkan untuk meng-implementasikan strategi peningkatan partispasi.

3) Rendahnya kemampuan lembaga legislatif dalam meng-artikulasikan kepentingan masyarakat.

4) Lemahnya dukungan anggaran.

Sedangkan dari pihak masyarakat, kendala yang munculdapat berupa; 1) Budaya paternalisme yang dianut oleh ma-

Page 316: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

304

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

syarakat selama ini menyulitkan, 2) Apatisme: tidak adanyatrust (kepercayaan) masyarakat kepada pemerintah.

8. Good Governance Dan Good LocalGovernance

Perubahan paradigma di dalam politik pemerintahan darimonolitik sentralistik ke demokrasi khususnya demokrasi

lokal, otonomi atau desentralisasi menampak-kan fenomenakeberadaan kelembagaan pemerintahan di pusat maupundaerah yang lebih berkonotasi the process of political inter-

action daripada practical administration atau technical admi-

nistration yang berorientasi pada terjadinya atau tercapainyaefisiensi atau efektifitas (Warsito Utomo, 2003:183)

Pada hakikatnya, desentralisasi dan otonomi daerah di-harapkan dapat memberikan otonomi yang sangat luas ke-pada daerah, khususnya kabupaten dan kota. Hal ini ditempuhdalam rangka mengembalikan harkat dan martabat masya-rakat di daerah, memberikan peluang pendidikan politik dalampeningkatan kualitas Demokrasi di Daerah, peningkatan efi-siensi Pelayanan Publik di daerah, peningkatan percepatanPembangunan Daerah dan pada akhirnya diharapkan pulapenciptaan cara berpemerintahan yang baik/Good Gover-

nance (Rasyid dkk, 2003: 211).Tujuan utama Kebijakan desentralisasi adalah membe-

baskan Pemerintah pusat dari beban-beban yang tidak perlu

Page 317: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

305

Good Governance dalam Birokrasi

dalam menangani urusan domestik, sehingga berkesempatanmemahami, merespon berbagai kecenderungan global dalammengambil manfaat dari padanya. Pemerintah pusat juga di-harapkan mampu berkonsentrasi pada perumusan Kebijakanmakro yang bersifat strategis. Di lain pihak, dengan desen-tralisasi kewenangan Pemerintah pada Daerah akan meng-alami proses pemberdayaan, kemampuan prakarsa, kreatifi-tas akan terpacu, sehingga kapasitasnya dalam mengatasimasalah domestik akan semakin kuat ( Gaffar, 2003: 172).

Pengertian desentralisasi dalam turunannya memilikiempat (4) bentuk:

1. Devolution - yang merupakan penyerahan urusan fungsi-fungsi pemerintahan dari pemerintah pusat atau pemerin-tahan yang lebih atasnya kepada pemerintah di bawahnya,sehingga menjadi urusan rumah tangga Daerah.

2. Dekonsentrasi - merupakan pelimpahan kewenangan daripemerintah pusat /atasnya kepada para pejabat merekadi daerah.

3. Delegation - yang merupakan penunjukkan oleh pemerin-tah pusat/pemerintah atasanya kepada pemerintah Dae-rah untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan de-ngan pertanggungjawaban tugas kepada pemerintah atas-annya.

4. Privatization-merupakan pengalihan kewenangan daripemerintah kepada orang nonpemerintah (Pramusinto,2000:463).

Page 318: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

306

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

Dapat dikatakan bahwa urgensitas desentralisasi adalah:a. Dari segi politik untuk meningkatkan partisipasi politik

warga.b. Dari segi manajemen pemerintahan dapat meningkatkan

efektivitas, eisiensi dan akuntabilitas publik terutama da-lam penyediaan pelayanan publik.

c. Pemberdayaan kultur daerahd. Melancarkan proses formulasi dan implementasi program

pembangunane. Mengatasi kelemahan pemerintah pusat dalam mengawa-

si program-programnyaf. Meningkatkan kompetisi pembangunan antar daerah

Dengan kata lain, kebijakan otonomi daerah membukasumbatan pada saluran demokrasi di tingkat local; memberi-kan peluang kepada daerah untuk mengelola sumberdayayang dimiliki dan mengguna-kannya sebagai modal untukmengatasi permasalahan, memenuhi kebutuhan, dan menya-lurkan kepentingan publik (masyarakat lokal), sehingga padagilirannya tercipta Good local governance yang dapat menjadispirit penyelenggaraan otonomi daerah.

Merefleksi implementasi kebijakan otonomi daerah yangsudah berjalan lebih dari satu dasawarsa, ada berbagai rea-litas yang mestinya dilakukan koreksi konstruktif untuk me-ngembalikan spirit kebijakan ini pada koridor yang sebenar-nya. Realitas tersebut antara lain:

Page 319: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

307

Good Governance dalam Birokrasi

1) Pola pemerintahan di Indonesia masih terpengaruh padakonsep klasik yakni serba negara. Asumsi yang menga-takan bahwa makin terdesentralisasi suatu pemerintahan,makin efektif kebijakan dan pelayanan publik, belum se-penuhnya dapat dibuktikan dalam penerapannya.

2) Kultur pemerintahan masih berorientasi kekuasaan danbukan pelayanan, budaya paternalistik masih melekat pa-da pemerintahan dan birokrasinya. Secara umum praktekpenyelenggaraan pelayanan publik masih jauh dari prinsip-prinsip good governance; tindakan-tindakan diskriminasiatas dasar pertemanan, afiliasi politik, kesamaan etnisagama dan praktik pungutan liar atas dasar konsensusmutualisme semu (bdk. Contoh pengurusan SIM, KTP, danlain sebagainya).

3) Otonomi daerah ’meningkatkan’ praktik KKN, seiring de-ngan bergesernya kekuasaan dari elit pusat ke elit lokal.Korupsi yang dulunya terbatas dan tertutup kini makinmeluas pada semua level pemerintahan dan terbuka.

4) Otonomi daerah ditafsirkan sebagai kemerdekaan dae-rah; membentuk eksklusivitas kedaerahan (daerahisme).Hal ini bisa dicermati pada kecenderungan praktik penye-lenggaraan pemerintahan daerah, seperti: a) Pemekaranwilayah, b) Prioritas “putera daerah”/ primordialisme ( da-lam suksesi kepemimpinan dan rekrutmen pegawai negerisipil)

Page 320: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

308

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

Konsepsi Kepemerintahan yang baik menuntut setiap Apa-ratur Pemerintah untuk bertanggung jawab dan mempertang-gung jawabkan segala sikap, perilaku dan kebijakannya ke-pada masyarakat. Untuk itu diperlukan aparatur yang profe-sional yang mampu mengoptimalkan pelaksanaan tugas po-kok dan fungsinya serta didukung semangat pengabdian yangberorientasi pada pelayanan publik, pengayoman dan pem-berdayaan rakyat.

Untuk itu, perlu dilakukan upaya: a) memberdayakan se-luruh komponen birokrasi pemerintahan agar menjadi aparaturpemerintahan yang professional, b) pendayagunaan sistemadministrasi memerlukan keterlibatan sistem-sistem lain (le-gislatif, yudikatif, media massa dan organisasi-organisasi ma-syarakat).

Page 321: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

309

Korupsi dan Manipulasi

309

BAB VIII

KORUPSI DAN MANIPULASI

1. Pendahuluan

Pemberantasan Korupsi yang sering juga disebut white

collar crime merupakan salah satu agenda reformasi. Parapelaku korupsi adalah orang-orang berpendidikan, mempunyaikemampuan materiil, memanfaatkan celah hukum dan teror-ganisir. Masyarakat lewat para wakilnya di DPR menghendakiadanya upaya untuk meningkatkan efektivitas penegakkan tin-dak korupsi (antara lain dengan merumuskan kebijakan yangdapat bermanfaat secara optimal).

Ada dua alasan mengapa korupsi dan manipulasi menjadipokok bahasan tersendiri dalam tema etika birokrasi dalampelayanan publik:a) Tindakan penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang

kerap dilakukan juga oleh aparat pelayanan publik (pe-merintah dalam berbagai lapisannya). Aparatur publik me-miliki diskresi yang cenderung dimanfaatkan untuk keun-tungan diri atau kelompok (bdk. Potret birokrasi Indone-sia)

b) Di satu sisi, pemerintah adalah penentu kebijakan penye-lenggaraan kehidupan bangsa dan negara, termasuk pe-layanan publik dan pemberantasan tindak korupsi.

Page 322: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

310

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

Korupsi di tubuh birokrasi mempunyai dampak yang luasdan destruktif terhadap pembangunan ekonomi serta masya-rakat secara umum. Korupsi dalam birokrasi pada umumnyaberskala luas dengan jumlah (nominal) yang besar dan meli-batkan pejabat negara, elit politik maupun pegawai negeri.Sedangkan, kasus-kasus korupsi pada sektor bisnis, padaumumnya berskala kecil dan hanya berdampak pada perusa-haannya sendiri. Sektor – sektor yang sangat rawan dengantindakan manipulasi dan korupsi antara lain, pengadaan ba-rang dan jasa mencakup konstruksi, pekerjaan umum, per-lengkapan militer, dan barang jasa pemerintah. Sedangkankasus suap dan pemerasan, seringkali terjadi di kepolisian,sektor peradilan, pajak dan bea cukai, serta sektor perijinan(Bandingkan Kasus Susno Duadji di Mabes POLRI, JaksaUrip Tri Gunawan di Kejaksaan Agung RI, dan lain sebagainya).Korupsi juga terjadi di kalangan politisi (anggota DPR danpartai politik).

Dengan demikian, pelaku korupsi dan manipulasi terdiridari aparat pemerintah, pelaku sektor bisnis, dan warga ma-syarakat. Umumnya, pelaku korupsi dikaitkan dengan peme-rintah atau aparat birokrasi dengan warga. Namun realitas saatini menunjukkan kecenderungan adanya peningkatan kontri-busi atas tingkatan korupsi dari pelaku di sektor bisnis. Atauterbentuk jejaring tindak pidana korupsi yang multisektor danmultiaktor sehingga semakin sulit dilacak. Salah satu contoh

Page 323: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

311

Korupsi dan Manipulasi

adalah tindak pidana moneylaundering yang mirip cara kerja’mafia’.

Korupsi berasal dari kata corruption yang berarti keropos/menggerogoti (seringkali koruptor dilambangkan dengantikus). Tikus senang hidup di tempat yang lembab dan banyakmakanan, begitu pula koruptor yang senang hidup di “lahanbasah” tempat mengalirnya uang negara. Analogi koruptor de-ngan tikus memang mudah dicerna secara empiris masyara-kat umumnya. Korupsi menjadi salah satu isu yang paling kru-sial untuk dipecahkan oleh bangsa dan pemerintah Indonesiasampai saat ini. Hal ini disebabkan semakin lama tindak pi-dana korupsi di Indonesia semakin sulit untuk diatasi. Marak-nya korupsi di Indonesia disinyalir terjadi di semua bidang dansektor pembangunan. Apalagi setelah ditetapkannya pelak-sanaan otonomi daerah, berdasarkan Undang-Undang Nomor22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang diperba-harui dengan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, disinyalirkorupsi terjadi bukan hanya pada tingkat pusat tetapi juga pa-da tingkat daerah dan bahkan menembus ke tingkat peme-rintahan yang paling kecil di daerah. Distribusi kewenangansekaligus distribusi korupsi?

Pemerintah Indonesia sebenarnya tidak tinggal diam da-lam mengatasi praktek-praktek korupsi. Upaya pemerintah di-laksanakan melalui berbagai kebijakan berupa peraturan per-undang-undangan dari yang tertinggi yaitu Undang-Undang

Page 324: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

312

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

Dasar 1945 sampai dengan Undang-Undang tentang KomisiPemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dan yang baru di-sahkan adalah Undang – undang Pencegahan dan Pembe-rantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Selain itu, peme-rintah juga membentuk komisi-komisi yang berhubungan lang-sung dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidanakorupsi seperti Komisi Pemeriksa Kekayaan PenyelenggaraNegara (KPKPN) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pembe-rantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah dirubahdengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 adalah dasardan acuan yang digunakan oleh para penegak hukum di negeriini untuk memberantas tindak pidana korupsi. Namun sebe-rapa jauh dan seberapa optimalnya kinerja aparat pemerintahdalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi? Ataukahkebijakan – kebijakan tersebut hanya retorika/jargon belaka?.Sebab berbagai upaya telah dilakukan, namun belum men-dapatkan hasil yang cukup signifikan.

Disinyalir, stagnasi pemberantasan korupsi di Indonesiadisebabkan oleh upaya pelemahan sistematis terhadap pem-berantasan korupsi, terutama terhadap Komisi Pemberantas-an Korupsi (KPK); sistem hukum dan politik di Indonesia ma-sih korup (bdk. Proses pemilihan Presiden, anggota DPR/DPRD, dan pemilu kepala daerah yang harus umbar duit). Se-lain itu, pemberantasan korupsi melalui penindakan atau pen-cegahan juga tidak terintegrasi.

Page 325: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

313

Korupsi dan Manipulasi

CENTURYGATE(dikumpulkan dari berbagai sumber)

Skandal Bank Century (bank gagal) yang mendapat suntikandana sebesar Rp 6,7 trilyun dari Lembaga Penjamin Simpanan(LPS), jauh melebihi Rp 1,3 trilyun yang disetujui DPR-RI. Centu-rygate telah ‘menyeret’ lembaga penegak hukum maupun beberapapetinggi negeri ini. Sebut saja;• Konflik KPK versus Polri, bagaikan membuka kotak Pandora

yang sebelumnya agak tertutup: drama cicak melawan buaya.Yang menyedot perhatian publik dan tertuju pada AnggodoWidjojo, yang dijuluki “calon Kapolri” atau “Kapolri baru”.

• Penahanan Bibit Samad Ryanto dan Chandra M. Hamzah olehMabes Polri dapat ditafsirkan sebagai usaha mencegah KPKbekerjasama dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)dalam membongkar skandal Bank Century.

• Dua orang deposan terbesar Bank Century adalah Siti HartatiMurdaya, pemimpin kelompok Central Cipta Mudaya = Rp321 milyar, dan Boedi Sampoerna, Rp 1.895 milyar. Keduanyasama-sama penyumbang logistik SBY dalam Pemilu lalu…

• Mayoritas anggota DPR memutuskan pengucuran dana bail-out Bank Century senilai Rp 6,7 triliun bermasalah dan harusdilanjutkan ke ranah hukum. Namun sampai sekarang kelan-jutan prosesnya belum jelas.

• Wakil Presiden Boediono dan Sri Mulyani dilukiskan menge-nakan baju tahanan berwarna hitam putih dan berada di dalampenjara yang diberi tulisan tahanan penjara KPK. Di baju keduaorang tersebut bertuliskan “Century Gate” Baliho ini dibawaratusan orang saat melakukan aksi unjuk rasa di depan IstanaWakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jumat (5/3/2010).

• Kemudian, mundurnya Sri Mulyani mantan Ketua KSSK darijabatannya selaku Menteri Keuangan KIB Jilid II.

• Centurygate pun masih menjadi momok pemerintahan SBY –Budiono, terutama karena kebijakan bailout dikeluarkan padasaat Budiono menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia.

Page 326: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

314

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

2. Konsep Korupsi dan Manipulasi

Istilah korupsi seringkali dikaitkan dengan ‘penggelapanuang’, baik uang negara maupun swasta untuk keuntungandiri sendiri maupun kelompok tertentu. Ciri ini menjadi unsuryang sama yang terkandung dalam setiap definisi korupsi. Se-cara etimologis, kata korupsi berasal dari bahasa Latin yaitucorruptio, Corrumpere, atau Corruptus yang berarti penyim-pangan dari kesucian (profanity), tindakan tidak bermoral,kerusakan, ketidakjujuran atau kecurangan. Dalam istilah lainadalah Corrupt, Corruption (Inggris), Korruptie (Belanda).Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (BalaiPustaka, 597: 2001), korupsi adalah penyelewengan atau pe-nyalahgunaan uang negara (perusahaan dsb.) untuk keuntu-ngan pribadi atau orang lain; atau perbuatan berupa menerimasuap, memanfaatkan jabatan untuk mengeruk keuntungansecara tidak sah. Dengan demikian korupsi dapat diartikansebagai penyelewengan dan penyalahgunaan wewenang (ja-batan) untuk memperoleh keuntungan/ penghasilan secaratidak sah.1

Kemudian beberapa pakar menambahkan definisi menge-nai korupsi, antara lain: Juniadi Suwartojo (1997) menyatakanbahwa korupsi ialah tingkah laku atau tindakan seseorang atau

1 Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (KBI-Besar) yang disusun oleh Sulchan Yasin,1997, dalam Kridawati dan Faizal, 2006, Etika Birokrasi, hlm. 72

Page 327: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

315

Korupsi dan Manipulasi

lebih yang melanggar norma-norma yang berlaku denganmenggunakan dan/atau menyalahgunakan kekuasaan ataukesempatan melalui proses pengadaan, penetapan pungutanpenerimaan atau pemberian fasilitas atau jasa lainnya yangdilakukan pada kegiatan penerimaan dan/atau pengeluaranuang atau kekayaan, penyimpanan uang atau kekayaan sertadalam perizinan dan/atau jasa lainnya dengan tujuan keuntu-ngan pribadi atau golongannya sehingga langsung atau tidaklangsung merugikan kepentingan dan/atau keuangan negara/masyarakat.

Dawam Rahardjo (dalam Kurniawan, dkk.2003:10) mem-berikan pengertian Korupsi sebagai perbuatan yang melang-gar hukum yang berakibat rusaknya tatanan yang sudah dise-pakati. Tatanan ini dapat berwujud pemerintahan, administrasiatau manajemen. Selanjutnya David H Bayley mendefinisikankorupsi sebagai perangsang (seorang pejabat pemerintah)berdasarkan itikat buruk (seperti suap) agar ia melakukanpelanggaran kewajibannya. Sedangkan suap (bribery) diberidefinisi hadiah, penghargaan, pemberian atau keistimewaanyang dianugrahkan atau dijanjikan, dengan tujuan merusak per-timbangan atau tingkah laku, terutama seorang dari dalamkedudukan terpercaya (sebagai pejabat pemerintah). Dalamarti yang seluas-luasnya korupsi mencakup penyalahgunaankekuasaan serta pengaruh jabatan atau kedudukan istimewadalam masyarakat untuk maksud-maksud pribadi.

Page 328: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

316

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

Menurut Kumurotomo2, tindakan – tindakan yang dapatdikategorikan korupsi adalah: (a) setiap perbuatan yang dila-kukan oleh siapapun untuk kepentingan diri sendiri, orang lainatau suatu badan yang menyebabkan kerugian negara (b) se-tiap perbuatan yang dilakukan oleh pejabat pemerintah denganmempergunakan kesempatan atau kewenangan kekuasaan,baik langsung atau tidak langsung membawa keuntungan bagidirinya. Sedangkan Mas’oed (2003:167) menyatakan bahwakorupsi adalah perilaku yang menyimpang dari kewajiban for-mal suatu jabatan publik karena kehendak untuk memperolehkeuntungan ekonomis atau status bagi diri sendiri dan keluargadekat.

Sementara itu, Samuel Huntington mengatakan “Corrup-

tion is behaviour of public officials which deviate from ac-

cepted norms in order to serve private ends” (Korupsi adalahperilaku menyimpang dari pegawai-pegawai publik dari nor-ma-norma yang diterima dan dianut oleh suatu masyarakat).Perilaku menyimpang ini dilakukan oleh public officials dengantujuan untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi. Se-bagai ilustrasi Huntington mencontohkan peran publik dan ke-pentingan pribadi lewat peran seorang raja. Kalau budaya po-litik tidak membedakan peran raja sebagai seorang pribadidengan peran dia sebagai raja, maka tidak mungkin orang

2 Wahyudi Kumorotomo, 2001, Etika Administrasi Negara, hlm. 173

Page 329: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

317

Korupsi dan Manipulasi

menuduh raja melakukan korupsi ketika dia menggunakan da-na-dana umum.

Selain itu, Robert Klitgaard dalam bukunya “MembasmiKorupsi” (2001:98) membuat persamaan sederhana untukmenjelaskan pengertian korupsi: C = Corruption/Korupsi M = Monopoly/Monopoli D = Discretion/Diskresi/keleluasaan A = Accountability/Akuntabilitas

Konsep Klitgaard di atas menjelaskan bahwa korupsi ha-nya bisa terjadi apabila seseorang atau pihak tertentu mem-punyai hak monopoli atas urusan tertentu serta ditunjang olehdiskresi atau keleluasaan dalam menggunakan kekuasaannya,sehingga cenderung menyalahgunakannya, namun lemah da-lam hal pertanggung jawaban kepada publik (akuntabilitas).

Berbagai pengertian dan definisi diatas menunjukkan bah-wa korupsi adalah suatu tindakan penyelewengan dan penya-lahgunaan wewenang atau jabatan yang dilakukan aparaturpemerintah/pejabat publik untuk memperkaya diri sendiri atauorang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan ke-uangan negara atau perekonomian negara.Dan unsur-unsur korupsi terdiri dari:a. adanya penyelewengan dan penyalahgunaan wewenang

atau jabatanb. dilakukan oleh aparatur pemerintah /pejabat publik

Page 330: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

318

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

c. menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi,orang lain atau korporasi

d. merugikan keuangan negara atau perekonomian negara

Istilah lain yang juga sering dikaitkan dengan korupsi ada-lah Manipulasi. Manipulasi berasal dari bahasa Inggris to ma-

nipulate yang berarti memainkan, menggunakan, menyele-wengkan atau mendalangi. Manipulasi adalah tindakan untukmengerjakan sesuatu dengan tangan atau alat-alat mekanissecara terampil, upaya kelompok atau perseorangan untukmempengaruhi perilaku, sikap, dan pendapat orang lain tanpaorang itu menyadarinya; penggelapan, penyelewengan. Me-manipulasi mengatur (mengerjakan) dengan cara yang pandaisehingga dapat mencapai tujuan yang dikehendaki, berbuatcurang (memalsu surat – surat, menggelapkan barang –barang, dll) KBBI, 2001: 712.

Secara implisit, batasan ini mengandung dua makna; per-tama: berbuat curang dengan cara memalsu surat-surat, meng-gelapkan barang dan sebagainya, kedua: mengatur atau me-ngerjakan dengan cara licik untuk mencapai tujuan yangdiinginkan. Kaitan antara korupsi dengan manipulasi ini adalahbahwa korupsi mengandung pengertian yang lebih luas danabstrak dibanding manipulasi. Perbuatan Korupsi adalah pe-nyalahgunaan kewenangan, kedudukan atau jabatan dan prak-teknya dapat berbentuk penggelapan atau kecurangan untuk

Page 331: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

319

Korupsi dan Manipulasi

memperkaya diri sendiri atau kelompok yang dapat merugikankeuangan negara.

Selain itu, istilah lain yang terkait dengan korupsi adalahNepotisme yaitu setiap perbuatan penyelenggara negara se-cara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan ke-luarga dan atau kroninya di atas kepentingan masyarakat,bangsa dan negara (UU No. 28/1999). Alatas mendefinisikanNepotisme sebagai “the appointment of relatives, friends or

political associates to public offices regardless of their mer-

its and the consequences on the public weal” (pengangkatankerabat, kawan atau sekutu politik untuk menduduki jabatan-jabatan publik, terlepas dari kemampuan, dan akibatnya bagikemaslahatan umum). Sedangkan Kumurotomo memberikanpengertian Nepotisme sebagai usaha-usaha yang disengajaoleh seorang pejabat dengan memanfaatkan kedudukan danjabatannya untuk menguntungkan posisi, pangkat, dan karier,diri sendiri, famili, atau kawan dekatnya dengan cara-cara yangtidak adil (fair). Sebagai contoh pemilihan atau pengangkatanorang pada jabatan tertentu terkadang tidak melalui cara-carayang rasional dan seleksi yang terbuka melainkan hanya ter-gantung rasa suka atau tidak suka. Sepintas lalu nepotismeini tidak membawa kerugian pada masyarakat, tetapi jika halini terus berlanjut akan berakibat merosotnya kewibawaan pe-merintah. Nepotisme dapat terjadi pada semua jenjang atautingkat mulai dari operasional sampai kepada keputusan-ke-

Page 332: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

320

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

putusan yang bersifat politis. Terkait dengan aspek politisdapat dilihat manakala keputusan-keputusan yang dibuatbukan didasarkan atas kepentingan masyarakat secara umum, tetapi lebih didasarkan atas kemauan dan kepentingan untukmaksud-maksud tertentu yang membawa agenda pribadiyang dibungkus dengan kepentingan masyarakat.3

3. Korupsi dan Mal-administration

Pada pendahuluan bab ini, sudah diketengahkan alasanpembahasan korupsi dan manipulasi dalam konteks Etika Bi-rokrasi dalam Pelayanan Publik. Karena itu, pada bagian inijuga dijelaskan mengenai mal-administrasi.

Mal Administrasi adalah suatu praktek yang menyimpangdari etika administrasi atau suatu praktek administrasi yangmenjauhkan dari pencapaian tujuan administrasi (WidodoJoko, 2001).

Menurut Nigro & Nigro (dalam Muhadjir Darwin,1999),

terdapat 8 bentuk Mal-Administrasi yaitu:1) Ketidakjujuran (dishonesty), yaitu suatu tindakan adminis-

trasi yang tidak jujur. Dikatakan tidak jujur karena tindakantersebut berbahaya dan menimbulkan ketidakpercayaan(distrust) dan dalam beberapa contoh (mengambil uangbarang publik untuk kepentingan sendiri, menerima uang

3 Kridawati dan Faizal, Op.Cit, hlm. 74

Page 333: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

321

Korupsi dan Manipulasi

suap dari pelanggan, menarik pungutan liar, dsb) dapatmerugikan kepentingan organisasi atau masyarakat.

2) Perilaku yang buruk (unethical behaviour), misalnya se-orang administrator publik melakukan tindakan dalam ba-tas-batas yang diperkenankan hukum tetapi tindakan ter-sebut dapat digolongkan sebagai tidak etis sehingga tidakdapat dituntut secara hukum, misalnya: seorang pimpinanminta agar meluluskan seorang familinya dalam seleksipegawai.

3) Mengabaikan hukum (disregard of the law), yaitu adminis-trator publik yang mengabaikan hukum atau membuat taf-siran hukum yang menguntungkan kepentingannya. Misal-nya: seorang pegawai kantor memakai mobil dinas untukkepentingan keluarga padahal tahu secara hukum hanyadiperuntukkan kepentingan dinas.

4) Faforitisme dalam menafsirkan hukum, yaitu pejabat ataupegawai di suatu instansi tetap mengikuti hukum yang ber-laku tetapi hukum tersebut ditafsirkan untuk menguntung-kan kepentingan tertentu.

5) Perlakukan yang tidak adil terhadap pegawai, yaitu se-orang pegawai yang diperlakukan secara tidak adil, mi-salnya seorang pimpinan yang menghambat karirnya ka-rena merasa tersaingi.

6) Inefisiensi bruto (gross ineffienssy), sebaik apapun mak-sud sebuah kebijakan atau program, jika suatu instansitidak mampu melakukan tugasnya secara memadai maka

Page 334: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

322

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

para adminsitrator tersebut dapat dikatakan gagal. Misal-nya: pemborosan dana secara berlebihan.

7) Menutup-nutupi kesalahan, yaitu seorang pegawai yangmenutup-nutupi kesalahan sendiri atau kesalahan bawah-annya, menolak diperiksa atau dikontrol legislatif, mela-rang pers meliput kesalahannya atau instansinya semuaitu dilakukan untuk melindungi diri atau posisi tertentu.

8) Gagal menunjukkan inisiatif, yaitu seorang pegawai yanggagal membuat keputusan yang positif atau menggunakandiskresi (keleluasaan) yang diberikan hukum kepadanya.

Salah satu bentuk dari Mal-Administrasi adalah Korupsi,yaitu bentuk perbuatan menggunakan barang publik, bisa be-rupa uang dan jasa, untuk kepentingan memperkaya diri danbukan untuk kepentingan publik. Dilihat dari proses terjadinya,perilaku korupsi dapat dibedakan dalam tiga bentuk:1) Graft, yaitu korupsi yang bersifat internal (korupsi yang di-

lakukan tanpa melibatkan pihak ketiga: menggunakan ataumengambil barang kantor, uang kantor, jabatan kantoruntuk kepentingan sendiri). Korupsi ini terjadi karena me-reka mempunyai kedudukan dan jabatan di Kantor terse-but. Dengan wewenangnya para bawahan tidak dapat me-nolak permintaan atasannya. Mereka justru berkewajibanmelayani atasannya, bila menolak atau mencegah permin-taan atasan maka dianggap sebagai tindakan yang tidak

Page 335: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

323

Korupsi dan Manipulasi

loyal terhadap atasan. Contoh yang sering dilakukan da-lam birokrasi kita adalah manipulasi Surat Perintah Per-jalanan Dinas (SPPD). Misalnya untuk tugas dua atau tigahari, diperintahkan kepada staf untuk membuat SPPD se-lama seminggu atau sepuluh hari. Dalam hal ini, staf meng-ikutinya saja.

2) Bribery (penyogokan, penyuapan), yaitu tindakan korupsiyang melibatkan orang lain di luar dirinya (instansinya).Tindakan ini dilakukan dengan maksud agar dapat mem-pengaruhi objektivitas dalam membuat keputusan ataukeputusan yang dibuat akan menguntungkan pemberi, pe-nyuap atau penyogok. Tindakan ini bisa berupa materiataupun jasa, korupsi semacam ini seringkali terjadi padadinas/instansi yang mempunyai tugas pelayanan, mener-bitkan surat ijin, rekomendasi dan sebagainya sehinggamereka yang berkepentingan lebih suka mencari calo,memberi uang pelicin agar urusannya dapat diperlancar.

3) Nepotism, yaitu tindakan korupsi berupa kecenderunganpengambilan keputusan yang tidak berdasar pada per-timbangan objektif, rasional, tapi didasarkan atas pertim-bangan “nepitis” dan” kekerabatan”,(misalnya: masih te-man, keluarga, golongan, pejabat, dan sebagainya). Me-reka melakukan tindakan terbut karena akan merasa amandan dilindungi.

Page 336: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

324

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

Sedangkan korupsi bila dilihat dari sifat korupsinya dibe-dakan menjadi dua yaitu:1) Korupsi Individualis, yaitu penyimpangan yang dilakukan

oleh salah satu atau beberapa orang dalam suatu organi-sasi dan berkembang suatu mekanisme muncul, hilangdan jika ketahuan pelaku korupsi akan terkena hukumanyang bisa berupa disudutkan, dijauhi, dicela, dan bahkandiakhiri nasib karirnya. Perilaku korup ini dianggap olehkelompok (masyarakat) sebagai tindakan yang menyim-pang, buruk, dan tercela.

2) Korupsi Sistemik, yaitu korupsi yang dilakukan oleh se-bagian besar (kebanyakan) orang dalam suatu organisasi(melibatkan banyak orang). Dikatakan sistemik karena tin-dakan korupsi ini bisa diterima secara wajar atau biasa(tidak menyimpang) oleh orang-orang yang berada di se-kitarnya yang merupakan bagian dari suatu realita.Jika ke-tahuan maka diantara mereka akan saling melindungi,menutup-nutupi dan mendukung satu sama lain demi untukmenyelamatkan orang yang ketahuan tersebut.

Faktor-faktor timbulnya Mal-Administrasi ada 2, yaitu:1) Faktor Internal, yaitu faktor yang berupa kepribadian se-

seorang yang berwujud suatu niat, kemauan, doronganyang tumbuh dari dalam diri seseorang untuk melakukantindakan mal-administrasi. Faktor ini disebabkan oleh le-mahnya mental, dangkalnya agama dan keimanan sehing-

Page 337: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

325

Korupsi dan Manipulasi

ga memudahkan mereka untuk melakukan suatu tindakanmal-administrasi.

2) Faktor Eksternal, yaitu faktor yang berasal dari luar diriseseorang yang melakukan tindakan mal-administrasi, di-sebabkan karena lemahnya peraturan, lemahnya lembagakontrol, lingkungan kerja dan sebagainya yang membukapeluang (kesempatan) untuk melakukan tindakan mal-administasi (korupsi).

Fenomena “Markus” Gayus Tambunan(Makelar Kasus Pajak)

• Gayus Tambunan bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS)golongan III-A dia bekerja dibagian penelaah keberatan pajakperorangan dan badan hukum di Kantor Pusat Direktorat Pajak,kesaktian Gayus Tambunan meskipun PNS golongan III-A tapidia memiliki rekening tabungan 25 milyar, kekayaan sangatFantastis bagi seorang PNS golongan III-A,

• Gayus pertama kali disebut oleh mantan Kepala Badan ReserseKriminal Susno Duadji , yang menyebutkan Gayus memiliki Rp25miliar di rekeningnya, namun hanya Rp 395 juta yang dijadikanpidana dan disita negara.

• Susno menuduh ada empat petinggi Polri yang terlibat pencairanitu..Dalam kasus pajak ini Gayus dituntut kepolisian dengan tigapasal, yakni pasal penggelapan, pencucian uang, dan korupsi.Namun di persidangan dia hanya dituntut dengan pasalpenggelapan, dengan vonis ; 1 tahun percobaan.

• Rumah Gayus Tambunan beralamat di Taman Puspa III, Blok ZENomor 1, Gading Park View harganya mencapai Rp 3,5 M. Gayustambunan juga dikabarkan mempunya Apartemen di CempakaMas.

• Gayus masih di penjara, namun ia seringkali bebas keluar penjara,seperti ketika Gayus tertangkap kamera wartawan sedangmenonton pertandingan tenis tingkat internasional di Bali.

griya-informasi.blogspot.com

Page 338: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

326

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

Sumber: PP Nomor 8 Tahun 2009

Golongan kepangkatan

Masa Kerja Gaji Pokok (Rp)

Ia 0 tahun 1.040.000 Ia 4 tahun 1.091.700 Ia 16 tahun 1.262.700

II a 0 tahun 1.320.300 II b 5 tahun 1.462.300 II b 15 tahun 1.650.800 II c 3 tahun 1.487.600 II c 7 tahun 1.561.600 II c 15 tahun 1.720.700 II d 3 tahun 1.550.600 II d 7 tahun 1.627.600 II d 15 tahun 1.793.400 III a 0 tahun 1.655.800 III a 4 tahun 1.738.100 III a 10 tahun 1.869.300 IV a 0 tahun 1.954.300 IV a 4 tahun 2.051.400 IV a 10 tahun 2.206.200 IV a 32 tahun 2.880.800 IV d 0 tahun 2.212.900 IV d IV d

4 tahun 10 tahun

2.322.900 2.498.200

IV d 32 tahun 3.262.000 IV e 0 tahun 2.306.500 IV e 4 tahun 2.421.200 IV e 10 tahun 2.603.900 IV e 32 tahun 3.400.000

Page 339: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

327

Korupsi dan Manipulasi

4. Faktor – faktor Penyebab terjadinya korupsi

Korupsi yang terjadi dalam birokrasi mendapat perhatiandan penekanan tersendiri dalam kajian ini, karena birokrasiatau pemerintah memiliki peranan ganda yaitu sebagai pelakudan pemberantas korupsi itu sendiri. Kasus-kasus korupsiyang menjadi sorotan banyak pihak baik dalam maupun luarnegeri adalah korupsi yang terjadi di tubuh birokrasi, sebabselain berakibat luas dan destruktif terhadap pembangunanekonomi serta masyarakat secara umum, korupsi dalam biro-krasi pada umumnya berskala luas dengan jumlah (nominal)yang besar dan melibatkan pejabat negara, elit politik maupunpegawai negeri. Sekaligus menjadi salah satu indikator kredi-bilitas negara di mata internasional.

Mengapa korupsi terjadi?4 Pendapat Klitgaard bahwa ko-rupsi hanya bisa terjadi apabila seseorang atau pihak tertentumempunyai hak monopoli atas urusan tertentu serta ditunjangoleh diskresi atau keleluasaan dalam menggunakan kekua-saannya, sehingga cenderung menyalahgunakannya, namunlemah dalam hal pertanggung jawaban kepada publik (akun-tabilitas) atau C = M + D – A ; sangat relevan untuk menjelaskanfaktor – faktor penyebab terjadinya korupsi.

Korupsi adalah tindakan penyalahgunaan wewenang ataujabatan oleh pejabat pemerintah. Namun tanpa disadari ma-

4 Ibid

Page 340: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

328

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

syarakatpun ikut membuka peluang tumbuh suburnya korupsi.Dengan demikian tindakan korupsi itu umumnya merupakantransaksi antara dua fihak yaitu fihak yang mempunyai wewe-nang atau menduduki jabatan dengan fihak lain yang bertindaksebagai pribadi. Dalam banyak kasus, transaksi tersebut di-lakukan tanpa diketahui oleh orang lain, namun pada beberapakasus, transaksi semacam itu ‘ seakan – akan’ diamini olehmasyarakat. ( perhatikan saja proses tilang yang dilakukanpolisi, berakhir dengan kesepakatan membayar ‘denda’ ditempat oleh para pelanggar tanpa harus mengikuti persidang-an di pengadilan; proses pengurusan KTP/SIM, dan lain se-bagainya)

Mochtar Mas’oed (2003:170) berpendapat bahwa terja-dinya korupsi disebabkan oleh faktor kultural dan faktor struk-tural. Faktor kultural adalah adanya tradisi pemberian hadiahkepada pejabat pemerintah dan ikatan keluarga serta kese-tiaan. Dan faktor struktural adalah adanya posisi dominan bi-rokrasi pemerintah, sehingga seringkali lepas dari kontrol ma-syarakat. Sedangkan Mukthie Fadjar (dalam Kurniawan,dkk,2003:6) menyebutkan faktor utama pendorong orang mela-kukan korupsi adalah adanya “peluang” yang terbuka yangdidukung oleh keinginan kuat untuk melakukan tindakan mem-perkaya diri sendiri dengan memanfaatkan kesempatan yangada di depan mata. Korupsi juga terjadi karena adanya “ke-sempatan” untuk melakukan tindakan-tindakan korup. Kesem-patan ini terjadi karena birokrasi yang kompleks dan tidak

Page 341: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

329

Korupsi dan Manipulasi

transparan, tertutupnya akses publik atas informasi dan pe-ngawasan yang kurang maksimal sehingga menambah se-makin merajalelanya korupsi yang dilakukan oleh pejabat pu-blik.

Menurut Kumurotomo5, beberapa faktor penyebab terja-dinya korupsi atau peluang terjadinya tindakan korupsi dapatdirinci sebagai berikut:a. Adanya kekuasaan yang didelegasikan (delegated po-

wer), artinya pelaku-pelaku korupsi adalah orang-orangyang memperoleh kekuasaan atau wewenang yang dibe-rikan kepadanya dan memanfaatkannya untuk kepentinganpribadi, orang lain atau korporasi.

b. Adanya fungsi ganda yang kontradiktif dari pejabat-pe-jabat yang melakukannya. Misalnya ketika seorang pejabatdisuap untuk mengeluarkan izin trayek angkutan oleh se-orang pengusaha, maka pemberian izin tersebut memangmerupakan fungsi dari jabatannya, namun tindakan penyu-apan oleh pengusaha tersebut jelas merupakan tindakandi luar hukum, sebab ia telah mempengaruhi keputusanyang tidak adil dan mengurangi kesempatan pengusaha-pengusaha lain untuk mendapatkan hak mereka.

c. Bertentangan dengan kepentingan negara, organisasimaupun kepentingan umum, karena korupsi dilakukan de-

5 Kumoroto, Op.Cit, hlm. 177 - 178

Page 342: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

330

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

Bagan 8.1 Faktor – faktor penyebab terjadinya Korupsi

ngan tujuan untuk memperkaya diri sendiri, kelompok ataukorporasi.

d. Adanya motif tersembunyi yang selalu merahasiakan per-buatannya, ini disebabkan karena setiap tindakan korupsimengandung unsur penipuan dan ketidakjujuran.

e. Adanya unsur kesengajaan dan kesadaran oleh para pe-lakunya, artinya tindakan korup itu tidak ada hubungannyadengan rasionalitas pribadi.

Page 343: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

331

Korupsi dan Manipulasi

Korupsi merupakan tindakan yang merugikan keuangannegara atau perekenomian negara baik secara langsung atau-pun tidak langsung. Meskipun begitu, akhir-akhir ini mulai ber-kembang persepsi, bahwa korupsi tidak hanya terjadi di pe-merintahan saja, tetapi di perusahaan (swasta) bahkan jugapada organisasi non pemerintah (NGO/LSM) . Walaupun ko-rupsi yang terjadi di perusahaan atau NGO/LSM tidak meru-gikan negara secara langsung, tetapi dapat merugikan ma-syarakat/negara secara tidak langsung sehingga menggang-gu perekonomian negara seperti kasus BLBI (Bantuan Likwi-ditas Bank Indonesia) kepada Perbankan Nasional yang di-kenal dengan kasus Bank Bali, Bank Harapan Sentosa (BHSBank) dan lain-lain (Jawa Pos, 20 Agustus 2002). Atau tindakpidana pencucian uang (Money Laundering) dimana uang-uang yang berasal dari hasil kejahatan kemudian “dicuci” de-ngan melalui berbagai transaksi yang menyesatkan sehinggajejak pelacakannya menjadi hilang serta sulit untuk ditemukan.Misalnya kasus yang menyeret nama Eddy Tansil yang meru-pakan terpidana korupsi 1,3 triliyun rupiah yang telah diputusoleh Mahkamah Agung Republik Indonesia dan hingga kinimasih menjadi buronan karena melarikan diri. Bahkan sampaisaat ini pun Anggoro Widjojo Direktur PT. Masaro Radiokomyang menjadi tersangka kasus pengadaan Sistem KomunikasiRadio Terpadu di Departemen Kehutanan juga belum diketa-hui keberadaannya.

Page 344: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

332

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

Secara normatif, korupsi merupakan suatu penyimpanganatau pelanggaran, sedangkan dari aspek etika dan moral ma-ka korupsi adalah tindakan yang buruk atau tindakan yang ti-dak bermoral. Hanya saja dalam praktek nya korupsi ini sulitdideteksi karena mengambil bentuk yang licik, tipu-mulihat danmembudaya . Berdasarkan uraian diatas maka secara singkatdapat disebutkan bahwa korupsi mempunyai karakteristik se-bagai berikut:a. Tidak mengandung kekerasan (non-violence)b. Mengandung unsur-unsur tipu-muslihat (guile) dan ketidak-

jujuran (deceit)c. Penyembunyian suatu kenyataan (concealment)d. Mengandung tindakan yang licik dan membudaya.

Bila kita mencermati berbagai definisi korupsi yang dike-mukakan oleh para pakar maupun undang – undang, adabeberapa indikator tindak korupsi, yaitu:1) Suatu pengkhianatan terhadap kepercayaan.2) Penipuan terhadap badan pemerintah, lembaga swasta

atau masyarakat umumnya.3) Dengan sengaja melalaikan kepentingan umum untuk ke-

pentingan khusus.4) Dilakukan dengan rahasia, kecuali dengan keadaan di-

mana orang-orang berkuasa atau bawahannya mengang-gapnya tidak perlu.

5) Melibatkan lebih dari satu orang atau pihak.

Page 345: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

333

Korupsi dan Manipulasi

6) Adanya kewajiban dan keuntungan bersama dalam bentukuang atau yang lain.

7) Terpusatnya kegiatan (korupsi) pada mereka yang meng-hendaki keputusan yang pasti dan mereka yang dapatmempengaruhinya.

8) Adanya usaha untuk menutupi perbuatan korup dalam ben-tuk-bentuk pengesahan hukum.

9) Menunjukkan fungsi ganda yang kontradiktif pada merekayang melakukan korupsi.

5. Jenis -jenis korupsi

Syed Hussein Alatas dalam bukunya Korupsi: Sifat, Sebabdan Fungsi (1987) menyebutkan ada 7 jenis korupsi yaitu6:a. Transactive Corruption

Korupsi ini disebabkan oleh adanya kesepakatan timbalbalik (kolusi) antara dua fihak yang memberi dan menerimademi keuntungan bersama, dimana kedua belah fihak sama-sama aktif menjalankan perbuatan tersebut, dapat melibatkanpejabat dengan masyarakat atau antara pemerintah dengandunia usaha. Contohnya: pengadaan barang/inventaris peme-rintah, dimana pengusaha akan memberikan fee kepada pim-piman proyek apabila proyek tersebut diberikan kepadanya.

6 Kridawati dan Faizal, Op.Cit

Page 346: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

334

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

b. Extortive Corruption

Korupsi ini terjadi dengan menyertakan bentuk-bentuk ko-ersif tertentu, dimana fihak pemberi dipaksa (pemerasan)untuk menyerahkan sejumlah uang (suap) guna mencegahkerugian yang mengancam dirinya, kepentingan orang-orangnya, atau hal-hal yang dihargainya. Contohnya:Pengambilan persentase dari proyek-proyek pemerintah.

c. Investive Corruption

Korupsi ini terjadi karena mengharapkan keuntungan di-masa yang akan datang, biasanya untuk mengikat moraldengan cara memberikan sesuatu barang atau jasa (so-gokan) tanpa ada keuntungan secara langsung bagi pem-beri. Contohnya: pemberian hadiah, fasilitas atau sum-bangan oleh pengusaha yang melebihi batas ketentuanundang-undang.

d. Nepotistic Corruption

Korupsi ini disebabkan oleh adanya penunjukkan secaratidak sah atau perlakuan khusus terhadap pertemananatau yang mempunyai kedekatan hubungan kekeluargaandalam rangka menduduki suatu jabatan publik Contohnya:pengangkatan/penunjukkan pejabat tanpa didasarkan hal-hal yang rasional dan seleksi yang terbuka tetapi lebih ber-sifat suka atau tidak suka.

e. Defensive Corruption

Korupsi yang terpaksa dilakukan dalam rangka memper-tahankan diri dimana posisi sesorang disini sebagai

Page 347: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

335

Korupsi dan Manipulasi

korban korupsi itu sendiri. Contohnya : seorang pegawaiterpaksa melakukan penyelewengan (korupsi) karena diasendiri merupakan korban korupsi dari atasannya.

f. Autogenic Corruption

Korupsi yang dilakukan individu karena mempunyai ke-sempatan untuk mendapatkan keuntungan dari pengeta-huan dan pemahamannya atas sesuatu yang hanyadiketahui seorang diri termasuk sanksinya. Contohnya:anggota dewan yang mendukung berlakunya sebuah un-dang-undang atau peraturan daerah tanpa mempertim-bangkan akibat-akibatnya dikemudian hari, tetapi justrumemperoleh keuntungan dari pengetahuan dan pemaham-annya atas undang-undang atau peraturan daerah ter-sebut.

g. Supportive Corruption.Korupsi yang mengacu pada penciptaan suasana yangkondusif untuk mendudkung, melindungi atau memperta-hankan seseorang untuk menduduki atau yang akanmenduduki suatu jabatan strategis Contohnya: anggota de-wan yang melakukan kunjungan ke luar negeri atau luardaerah yang tidak perlu bahkan tidak berhubungan dengantugasnya dan mengulur waktu kunjungan atas biaya pe-merintah (daerah)

Page 348: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

336

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

6. Bentuk – bentuk praktek Korupsi

Secara umum praktek korupsi dapat dikenal dalam ber-bagai bentuk umum yaitu: 1) bribery (penyuapan); 2) em-

bezzlement (penggelapan/pencurian); 3) fraud (penipuan); 4)extortion (pemerasan); dan 5) favouritism (favoritisme). Keli-ma bentuk ini tidak dapat dipahami secara dikotomis karenaseringkali muncul bersamaan atau saling mengikuti. Penyu-apan adalah pembayaran (dalam bentuk uang atau sejenisnya)yang diberikan atau diambil dalam hubungan korupsi. Sehing-ga esensi korupsi dalam konteks penyuapan adalah baik tin-dakan membayar maupun menerima suap. Beberapa istilahyang memiliki kesamaan arti dengan penyuapan adalah kick-

backs, gratuities, baksheesh, sweeteners, pay-offs, speed

money, grease money.Tindakan kejahatan menggelapkan atau mencuri uang rak-

yat tersebut dilakukan oleh pegawai pemerintah atau aparatbirokrasi. Penggelapan ini juga bisa dilakukan oleh pegawaidi sektor swasta. Sedangkan fraud atau penipuan diartikansebagai “fraud is an economic crime that involves some kind

of trickery, swindle or deceit (Amundsen, 2000: 3). Fraud ada-lah kejahatan ekonomi yang berwujud kebohongan, penipuan,dan perilaku tidak jujur. Jenis korupsi ini merupakan kejahatanekonomi yang terorganisir dan melibatkan pejabat. Fraud rela-

Page 349: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

337

Korupsi dan Manipulasi

tif lebih berbahaya dan berskala lebih luas dibanding keduajenis korupsi sebelumnya. Salah satu contoh dalam hal ini ada-lah kerjasama antar pejabat/instansi dalam menutupi satu halkepada publik.

Bentuk korupsi lainya adalah extortion atau pemerasanyang didefinisikan sebagai “extortion is money and other reso-

urces extracted by the use of coercion, violance or the threats

to use force” (Amundsen, 2000: 4). Korupsi dalam bentuk pe-merasan adalah jenis korupsi yang melibatkan aparat yangmelakukan pemaksaan atau pendekatan koersif untuk men-dapatkan keuntungan sebagai imbal jasa atas pelayanan yangdiberikan.

Korupsi di Indonesia terjadi secara sistemik dan meluassehingga tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi jugatelah melanggar hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat se-cara luas, maka pemberantasan korupsi perlu dilakukan de-ngan cara luar biasa. Dengan demikian, pemberantasan tindakpidana korupsi harus dilakukan dengan cara yang khusus an-tara lain penerapan sitem pembuktian terbalik yakni pembuk-tian yang dibebankan kepada terdakwa.

Di sini dikemukakan salah satu contoh kasus korupsi yangmelibatkan banyak pihak dan menyedot perhatian masyarakat.

Page 350: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

338

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

Kasus Dana BLBI(Penyadapan Telpon. Penahanan Jaksa Pengusut, Penjara

Mewah Artalyta hingga PK)

• TEMPO Interaktif, Jakarta - Satuan Tugas Pemberantasan Ma-fia Hukum melakukan inspeksi mendadak ke dalam sel penjaraArtalyta Suryani alias Ayin. Inspeksi juga dilakukan di sel-sellain di Rumah Tahanan Wanita Pondok Bambu, Jakarta Timur,tempat terpidana perkara suap terhadap jaksa Urip Tri Gunawanitu menjalani hukuman lima tahun penjara.”Ada sejumlah tahananmenerima fasilitas lebih lengkap,”...Di sel Liem Marita alias Aling,misalnya, ditemukan berbagai fasilitas yang melebihi tahananlainnya, antara lain tempat tidur, kulkas, ruang tamu, sofa, radio-tape, serta meja kerja. Bahkan Satuan Tugas menemukan ruangkaraoke yang dilengkapi televisi. Saat mendatangi sel Artalyta,Satuan Tugas mendapati ruang penjara Ayin terpisah dari selpara tahanan lain. Bahkan ada pintu khusus menuju ruangan besaryang dihuni orang dekat Sjamsul Nursalim ini. “Ruangannyamencapai 8 x 8 meter,” ... (11 Januari 2010)

• Ayin divonis lima tahun penjara oleh Pengadilan Tindak PidanaKorupsi dan denda Rp 250 juta. Pengadilan tingkat bandingmemperbaiki putusan ini dengan mengancam lima bulan kurungantambahan bila Ayin tak membayar denda tersebut. Majelis hakimagung tingkat kasasi pun menguatkan putusan ini pada Februari2009.

•  Ayin divonis bersalah karena terbukti menyuap Jaksa Urip TriGunawan sebesar AS$ 660.000. Tujuan penyuapan itu adalahagar Urip menghentikan perkara BLBI yang melibatkan taipanSjamsul Nursalim, yang masih tergolong kerabat Ayin. Urip sendiritelah divonis 20 tahun penjara.

• Juru Bicara MA, Hatta Ali mengatakan majelis hakim agungmemang baru saja mengabulkan permohonan peninjauan kembali(PK) Artalyta Suryani... Hukuman Artalyta dikurangi menjadi empattahun enam bulan,” ujar Hatta melalui sambungan telepon, Selasa(6/4). Salah satu pertimbangan majelis mengurangi hukuman Ayin–demikian Artalyta disapa- adalah karena alasan kemanusiaan.Ayin, dinilai oleh majelis hakim, tidak secara langsung dalamkasus penyuapan tersebut. “Dia hanya sebagai perantara.

Page 351: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

339

Korupsi dan Manipulasi

Di dalam Undang-Undang Nomor : 20 Tahun 2001 tentangPerubahan atas Undang-Undang Nomor: 31 Tahun 1999 ten-tang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, disebutkan ben-tuk-bentuk praktek korupsi sebagai berikut:1) Perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau

suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negaraatau perekonomian negara

2) Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau saranayang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yangdapat merugikan keuangan negara atau perekonomiannegara

3) Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai ne-geri atau penyelenggara negara dengan maksud supayapegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut ber-buat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yangbertentangan dengan kewajibannya.

4) Memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penye-lenggara negara karena atau berhubungan dengan sesu-atu yang bertentangan dengan ke-wajiban, dilakukan/tidakdilakukan dalam jabatannya.

5) Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seorang ha-kim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan tentangperkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili.

6) Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang,yang menurut ketentuan peraturan perundang-undanganditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang

Page 352: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

340

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

pengadilan, dengan maksud untuk mempengaruhi nasihatatau pendapat yang akan diberikan berhubung denganperkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili.

7) Pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat ba-ngunan atau penjual bahan bangunan yang pada waktumenyerahkan bahan bangunan, melakukan perbuatan cu-rang yang dapat membahayakan keamanan orang ataubarang, atau keselamatan negara dalam keadaan pe-rang,.

8) Setiap orang yang mengawasi pembangunan atau penye-rahan barang bangunan, sengaja membiarkan perbuatanyang curang.

9) Setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang Ten-tara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Re-publik Indonesia melakukan perbuatan curang yang dapatmembahayakan keselamatan negara dalam keadaanperang.

10) Setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan ba-rang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Ke-polisian Republik Indonesia dengan sengaja membiarkanperbuatan curang.

11) Pegawai Negeri atau orang selain pegawai negeri yangditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terusmenerus atau untuk sementara waktu, dengan sengajamenggelapkan uang atau surat berharga yang disimpankarena jabatannya, atau membiarkan uang atau surat ber-

Page 353: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

341

Korupsi dan Manipulasi

harga itu diambil atau digelapkan oleh orang lain, ataumembantu dalam melakukan perbuatan tersebut.

12) Pegawai Negeri atau orang selain pegawai negeri yangdiberi tugas menjalankan suatu jabatan umum terus me-nerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja me-malsu buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pe-meriksaan administrasi.

13) Pegawai Negeri atau orang selain pegawai negeri yangdiberi tugas menjalankan suatu jabatan umumsecara terusmenerus atau untuk sementara waktu dengan sengajamenggelapkan, menghancurkan, merusakkan atau mem-buat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftaryang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan dimuka pejabat yang berwenang yang dikuasai karenajabatannya

14) Pegawai Negeri atau orang selain pegawai negeri yangdiberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terusmenerus atau untuk sementara waktu dengan sengajamembiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan,merusakkan atau membuat tidak dapat dipakai barang,akta, surat, atau daftar tersebut.

15) Pegawai Negeri atau penyelenggara negara yang mene-rima hadiah atau janji padahal diketahui dan patut diduga,bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekua-saan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabat-annya, atau yang menurut fikiran orang yang memberikan

Page 354: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

342

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabat-annya.

16) Pegawai Negeri atau penyelenggara negara yang mene-rima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut didugabahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk meng-gerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatudalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajiban-nya.

17) Pegawai Negeri atau penyelenggara negara yang mene-rima hadiah padahal diketahui atau patut diduga bahwahadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkankarena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu da-lam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.

18) Hakim yang menerima hadiah atau janji padahal diketahuiatau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberi-kan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkankepadanya untuk diadili

19) Seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan untuk menjadi advokat untukmenghadiri sidang pengadilan, menerima hadiah atau jan-ji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah ataujanji tersebut untuk mempengaruhi nasihat atau pendapatyang akan diberikan, berhubung dengan perkara yang di-serahkan kepada pengadilan untuk diadili.

20) Pegawai Negeri atau penyelenggara negara yang denganmaksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain

Page 355: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

343

Korupsi dan Manipulasi

serta melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan ke-kuasaannya, memaksa seseorang memberikan sesuatu,membayar atau menerima pembayaran dengan potongan,atau untuk mengerjakan sesuatu bagi diri sendiri

21) Pegawai Negeri atau penyelenggara negara yang padawaktu menjalankan tugas meminta, menerima, atau me-motong pembayaran kepada pegawai negeri atau penye-lenggara negara yang lain atau kepada kas umum, seolah-olah pegawai negeri atau pe-nyelenggara negara yang lainatau kas umum tersebut mempunyai utang kepadanya, pa-dahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakanutang

22) Pegawai Negeri atau penyelenggara negara yang padawaktu menjalankan tugas, meminta atau menerima peker-jaan atau penyerahan barang seolah-olah merupakanutang kepada dirinya, padahal diketahui bahwa hal terse-but bukan merupakan utang

23) Pegawai Negeri atau penyelenggara negara yang padawaktu menjalankan tugas, telah menggunakan tanahnegara diatasnya terdapat hak pakai, seolah-olah sesuaidengan peraturan perundang-undangan , telah merugikanorang yang berhak, padahal diketahuinya bahwa perbu-atan tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

24) Pegawai Negeri atau penyelenggara negara baik lang-sung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta

Page 356: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

344

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

dalam pemborongan, pengadaan atau persewaan yangpada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau seba-gian, ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.

25) Setiap Grafitasi (pemberian dalam arti luas yakni meliputipemberian uang, barang, rabat, komisi, pinjaman tanpabunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan perjalananwisata, pengobatan cuma-cuma dan fasilitas lainnya) ke-pada pegawai negeri atau penyelenggara negara diang-gap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabat-annya dan yang berlawanan dengan kewajibannya atautugasnya.

26) Setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pe-gawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewe-nang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atauoleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat padajabatan atau kedudukan tersebut.

27) Setiap orang yang melanggar ketentuan undang-undangyang secara tegas menyatakan bahwa pelanggaran ter-hadap ketentuan undang-undang tersebut sebagai tindakpidana korupsi.

28) Setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuanatau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidanakorupsi.

29) Setiap orang di luar wilayah negara Republik Indonesiayang memberikan bantuan, kesempatan sarana, atau ke-terangan untuk terjadinya tindak pidana korupsi.

Page 357: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

345

Korupsi dan Manipulasi

Korupsi dan manipulasi dalam berbagai bentuknya terusdilakukan dalam praktek penyelenggaraan Negara. Indone-sia menempati urutan ke-5 dari 10 negara di Asia Tenggaradi bawah Thailand. Sementara itu Singapura dianggap seba-gai negara paling bebas dari korupsi alias terbersih soal uru-san korupsi. Demikian pengumuman sebuah perusahaan kon-sultan yang bermarkas di Hongkong, Political and Economic

Risk Consultancy (PERC) (KOMPAS.com-10 April 2009)

Tabel 8.2 Indeks Persepsi Korupsi di Asia Tenggara

No Negara IPK 1 Singapura 9,3 2 Brunei Darussalam 5,5 3 Malaysia 4,4 4 Thailand 3,5 5 Indonesia 2,8 6 Vietnam 2,7 7 Timor Leste 2,5 8 Filipina 2,4 9 Kamboja 2,1 10 Myanmar 1,4

Sumber: PERC, 2009

Angka Indeks Persepsi Korupsi Indonesia tahun 2010 te-tap 2,8 atau berada di peringkat ke-110 dari 178 negara yangdisurvei. Nilai ini sama persis dengan tahun 2009 sehinggabisa dimaknai pemberantasan korupsi di negeri ini jalan ditempat.

Page 358: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

346

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

Nilai Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia sama de-ngan Bolivia, Gabon, Benin, Kosovo, dan Kepulauan Solomon.IPK Indonesia lebih rendah dibandingkan Singapura (yang ter-tinggi di Asia Tenggara, Brunei Darussalam, Malaysia, danThailand. Hanya lebih baik dibandingkan Vietnam, TimorLeste, Filipina, Kamboja, dan Myanmar.

“Saya terkejut Indonesia bertahan dengan 2,8. Dugaan saya, skorIPK Indonesia turun di bawah 2,8 karena melemahnya kinerja pembe-rantasan korupsi dalam setahun terakhir ini,” kata Todung Mulya Lubis,Ketua Dewan Pengurus Transparency International Indonesia (TII),dalam peluncuran IPK tahun 2010, Selasa (26/10) di Jakarta.

IPK adalah indeks gabungan dari 13 survei oleh 10 lembaga independenyang mengukur persepsi tingkat korupsi di 178 negara di dunia.Todung menyebutkan, stagnasi pemberantasan korupsi di Indonesiadisebabkan oleh upaya pelemahan sistematis terhadap pemberanta-san korupsi, terutama terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).Wakil Ketua KPK M Jasin menilai, stagnannya pemberantasan korupsidisebabkan sistem hukum dan politik di Indonesia masih korup. “Ang-gota DPR, DPRD, dan pemilu kepala daerah harus umbar duit. Iniberisiko politik karena setiap pilkada tak ada yang berakhir tenang.Semua ricuh. Inilah yang dinilai peneliti internasional,” katanya

Pemberantasan korupsi melalui penindakan atau pencegahan jugatidak terintegrasi. Jasin menilai, dengan tiadanya perbaikan dalampemberantasan korupsi, target Presiden Susilo Bambang Yudhoyonoagar skor IPK Indonesia pada tahun 2015 sebesar 5,0 dipastikan takakan terwujud. Target Presiden itu disampaikan dalam Rencana Pem-bangunan Jangka Menengah tahun 2010. Diperkirakan, IPK Indone-sia paling tinggi 3,1.

Sumber: Kompas, 2010/10/27

Page 359: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

347

Korupsi dan Manipulasi

Tabel 8.3Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia Tahun2003 - 2010

NO Tahun IPK 1 2003 1,9 2 2004 2,0 3 2005 2,2, 4 2006 2,4 5 6 2009 2,8 7 2010 2,8

Sumber: TII 2010 (diolah)

Pada tahun 2006, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indone-sia menempati urutan ke-130 dari 163 negara. Tabel di atasmenunjukkan bahwa penanganan kasus korupsi di Indonesiamasih sangat lambat dan belum mampu membuat jera parakoruptor, sehingga tidak ada perbaikan secara signifikan.

7. Strategi Memberantas Korupsi

Pemberantasan korupsi menjadi agenda sangat pentingdi era reformasi. Upaya pemberantasan korupsi melibatkansemua pihak, semua sektor dan seluruh komponen perumuskebijakan baik itu pemerintah dan penyelenggara negara la-innya, tidak terkecuali anggota masyarakat secara umum. Se-bab praktek korupsi bukan merupakan monopoli perilaku daripegawai atau pejabat pemerintah saja, tetapi merupakan pe-rilaku kolektif yang melibatkan hampir semua unsur dalam ma-syarakat.

Page 360: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

348

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

Untuk itu, berbagai upaya telah dilakukan Pemerintah Indo-nesia, baik secara internal maupun eksternal dengan acuankebijakan yang jelas. Upaya pencegahan praktek korupsi di-lakukan di lingkungan eksekutif atau penyelenggara negara,dimana masing-masing instansi memiliki Internal Control Unit

(unit pengawas dan pengendali dalam instansi) yang berupainspektorat. Inspektorat berfungsi mengawasi dan memeriksapenyelenggaraan kegiatan pembangunan di instansi masing-masing, terutama pengelolaan keuangan negara, agar kegi-atan pembangunan berjalan secara efektif, efisien dan eko-nomis sesuai sasaran. Di samping pengawasan internal, adajuga pengawasan dan pemeriksaan kegiatan pembangunanyang dilakukan oleh instansi eksternal yaitu Badan PemeriksaKeuangan (BPK) dan Badan Pengawas Keuangan Pemba-ngunan (BPKP).

Selain lembaga internal dan eksternal, lembaga swadayamasyarakat (LSM) juga ikut berperan dalam melakukan pe-ngawasan kegiatan pembangunan, terutama kasus-kasuskorupsi yang dilakukan oleh penyelenggara negara. BeberapaLSM yang aktif dan gencar mengawasi dan melaporkan prak-tek korupsi yang dilakukan penyelenggara negara antara lainadalah Indonesian Corruption Watch (ICW), Government

Watch (GOWA), dan Masyarakat Tranparansi Indonesia (MTI).Indonesia juga sudah mempunyai instrumen hukum yang

secara eksplisit menggunakan istilah korupsi dalam pasal-pasalnya, antara lain:

Page 361: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

349

Korupsi dan Manipulasi

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945,khususnya pasal 21 dan pasal 5 (ayat 1)

b. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang HukumAcara Pidana

c. Ketetapan MPR Nomor XI Tahun 1998d. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penye-

lenggaraan Pemerintahan yang bersih dan bebas daripraktek KKN

e. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembe-rantasan Tindak Pidana Korupsi

f. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahanatas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pem-berantasan Tindak Pidana Korupsi

g. Dibentuknya Komisi Pemeriksa Kekayaan PenyelenggaraNegara (KPKPN) tahun 2001 berdasarkan Undang-Un-dang Nomor 28 Tahun 1999

h. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KomisiPemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPTPK)

i. Dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tahun2003 berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999junto Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 junto Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 .

Page 362: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

350

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

Robert Klitgaard dalam bukunya “Membasmi Korupsi”(2001:98) memberikan panduan mengatasi korupsi sebagaiberikut:7

Pertama adalah perbaikan gaji, sebagaimana dianut dinegara-negara yang bersih seperti Singapura, Hongkong danJepang. Klitgaard memaparkannya secara matematis bahwajika resiko/biaya yang harus diambil seorang pegawai untukmelakukan korupsi lebih kecil dari pada resiko/biaya yang di-tanggungnya jika tidak melakukan korupsi, pegawai itu mem-punyai insentif (rangsangan) untuk melakukan korupsi.Sebaliknya kalau resiko korupsi lebih besar dibanding tidakkorupsi, pegawai itu tidak akan melakukan korupsi. Jadi pim-pinan harus menciptakan insentif untuk mencegah korupsi danmendorong pegawai bertindak jujur.

Kedua adalah menciptakan sistem hukum agar pegawaitakut melakukan korupsi. Hukuman harus tegas (pemecatan,penjara) sehingga pegawai akan takut melakukan korupsi. Ri-siko untuk tertangkap juga harus dibuat sebesar mungkin me-lalui pengawasan.

Ketiga adalah harus ada sanksi moral dan sosial yangkuat. Di Jepang misalnya selain sanksi hukum yang kuat, sank-si moral dan sosial juga sangat kuat. Seseorang yang tertang-kap melakukan korupsi akan merasa sangat dipermalukan

7 Ibid

Page 363: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

351

Korupsi dan Manipulasi

secara sosial sehingga dia akan rela melakukan hara-kiri (bu-nuh diri).

Keempat adalah bahwa seorang pegawai tidak diper-bolehkan mempunyai hubungan yang terlalu monopolistis de-ngan klien yang dilayaninya. Kalau pegawai itu mempunyaikewenangan yang terlalu besar terhadap klien, kecenderunganberbuat korup akan lebih besar. Misalnya pada sebuah kantorjasa pelayanan pajak, seorang pembayar pajak tidak diper-bolehkan hanya berhubungan dengan seorang pegawai. Pim-pinannya harus bisa memecah ketergantungan itu dengan me-lakukan rotasi atau mendampingi pegawai itu dengan pegawailainnya.

Dengan kata lain, ada beberapa rumusan strategi pokoksebagai upaya pemberantasan korupsi, yang dapat diterap-kan dalam pelayanan publik, yaitu:1) Mengikis budaya paternalistik2) Menegakkan kriteria efektivitas dan efisiensi3) Merampingkan struktur dan memperkaya fungsi (miskin

struktur – kaya fungsi)4) Sistem penggajian berdasarkan kinerja5) Mengakomodasi kritik dari publik6) Memupuk semangat kerjasama dan mengutamakan si-

nergi7) Membudayakan delegasi sebagai kewenangan yang ber-

tanggung jawab8) Orientasi kepada pelayanan pengguna jasa

Page 364: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

352

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

Menurut Kumorotomo (2001), ada tiga hal yang secaraumum dapat dilakukan untuk menangkal berjangkitnya korupsi,yaitu:1. Cara sistemik-struktural dapat dilakukan dengan menda-

yagunakan segenap supra strukutur maupun infrastrukturpolitik dan pada saat yang sama membenahi birokrasisehingga peluang untuk melakukan tindak pidana korupsisemakin tertutup.

2. Cara abolisionistik didasari oleh asumsi bahwa korupsimerupakan suatu kejahatan yang harus diberantas denganterlebih dahulu mengindentifikasi factor-faktor penyebab-nya, kemudian upaya penanggulangan korupsi diarahkanpada usaha menghilangkan faktor-faktor penyebab korup-si tersebut

3. Cara moralistic berorientasi pada aspek moral manusiasebagai pengawas sekaligus sebagai pelaku dari upayapemberantasan korupsi. Hal ini dapat dilakukan secaraumum melalui pembinaan mental dan moral manusia de-ngan cara ceramah, pembinaan rohani.

Ketiga cara tersebut di atas tingkat keberhasilannya sa-ngat ditentukan oleh beberapa pra kondisi yang kondusifseperti perangkat hukum yang kuat dan kepastian hukum. Se-lain itu juga kondisi lain yang dibutuhkan adalah partisipasimasyarakat dalam menjalankan fungsinya sebagai kontrol so-sial, serta teladan pemimpin.

Page 365: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

353

Dilema Etika

353

BAB IX

DILEMA ETIKA*

Pengantar

Setiap hari para pegawai negeri menghadapi beragamsituasi yang menguji kejujuran dan etika pribadi dalam profesimereka, namun tidak ada alasan untuk menghalalkan segalacara atau perilaku tidak etis dalam penyelenggaraan peme-rintahan. Kecurangan, pemborosan, penyalahgunaan wewe-nang dan jabatan dapat mengakibatkan hilangnya keperca-yaan masyarakat kepada pemerintah. Imbalan yang harus di-bayar sebagai akibat kemerosotan kepercayaan mengharus-kan kita untuk menuntut tingkah laku etis di kalangan pejabat-pejabat, baik pejabat-pejabat yang dipilih (politis) maupunyang diangkat (karier).

Keempat belas pertanyaan dilema etika dibawah ini di-kutip dari buku Government, Ethics and Managers karyaSteinberg dan Austern (1999 : 5 - 11) tetapi tidak disertai de-ngan jawaban. Hal ini diharapkan pembaca dapat memberi-kan jawaban sendiri-sendiri berdasarkan petunjuk yang ada,sebab jawaban setiap orang dapat berbeda-beda bisa “Ya”

* Lihat Kridawati dan Faizal, 2006, Etika Birokrasi.

Page 366: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

354

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

atau “tidak” yang di skor sehingga dapat menunjukkan standaretika dari masing-masing individu.

Petunjuk

1. Bacalah masing-masing dilema secara teliti dan cermatdan jawablah semua pertanyaan tersebut

2. Setiap dilema dapat dijawab dengan “Ya” atau “Tidak”artinya jawaban-jawaban barangkali/mungkin dan tergan-tung tidak diterima, anggaplah diri anda sebagai orangyang harus membuat keputusan untuk memecahkan ma-salah.

3. Untuk mengetahui nilai masing-masing jawaban dan skor-nya, cocokanlah jawaban anda pada halaman terakhir ba-gian ini (Daftar Nilai Etika).

Pertanyaan 1

Anda adalah seorang pejabat kota atau kabupaten. De-wan Direksi Kamar Dagang mengadakan suatu pesta akhirpekan tahun di sebuah tempat hiburan beberapa kilometerdari kota anda. Selama akhir pekan itu, diadakan acara golf,tenis, berenang, main kartu, makan malam yang disertai de-ngan hiburan dan pesta “cocktail”.

Pada siang hari, diselenggarakan sidang-sidang untukmengevaluasi kemajuan yang dicapai oleh direksi kamar da-gang dan membahas rencana-rencana untuk tahun yang akan

Page 367: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

355

Dilema Etika

datang. Selama beberapa tahun kota anda menyumbangkan$100.000 setiap tahun untuk mendukung kamar dagang.

Anda diundang menghadiri acara akhir pekan kamar da-gang itu, dengan catatan semua pengeluaran akan ditanggungoleh kamar dagang. Aapakah anda menerima undangan ter-sebut dan pergi berakhir pekan?

Pertanyaan 2

Selama bertahun-tahun, anda dan Frank Jordan bersaha-bat karib. Anda berdua menuntut ilmu di sekolah dan universi-tas yang sama. Lalu, ketika anda atau Frank menikah, secarabergantian anda dan Frank menjadi pendamping pengantin.Bahkan isteri-isteri kalian berteman baik. Beberapa kesem-patan terakhir ini, Frank dan isterinya menjamu anda dan isteripada acara makan malam yang bertepatan dengan hari ulangtahun anda. Mulanya acara ini merupakan keinginan kerasFrank, lama-kelamaan menjadi tradisi. Frank mampu mem-buat demikian karena ia memiliki perusahaan pemasok pipaterbesar di negara bagian anda. Laba yang diperolehpun cu-kup besar, yaitu lebih dari sepuluh juta dolar setahun dalamtransaksi dengan dinas pemerintahan setempat di kota anda.

Anda sendiri menjadi makelar selama hidup anda. Tigatahun lalu anda berkampanye untuk menjadi anggota DPR dikota anda dan akhirnya terpilih. Anda tetap menaruh perhatianaktif pada urusan asuransi anda. Tambahan lagi, anda baru

Page 368: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

356

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

saja ditunjuk menjadi ketua komisi DPRD yang mengawasikontrak-kontrak pembelian termasuk pemasok pipa.

Hari ulang tahun anda tinggal beberapa minggu lagi. Franktelah menelpon anda bahwa ia dan isterinya akan menyajikansesuatu yang khusus dalam jamuan makan malan hari ulangtahun. Untuk itu ia telah memesan tempat di sebuah restoranbaru yang mewah yang menjadi buah bibir semua orang. Apa-kah anda menerimanya?

Pertanyaan 3

Selama sepuluh tahun ini, anda menduduki suatu jabatanpimpinan dalam pemerintahan kabupaten. Anda meraih suk-ses besar dalam karier. Isteri atau suami anda mengatakanbahwa ia ingin berkampanye menjadi anggota DPRD tingkatkabupaten yaitru badan pilihan rakyatyang merupakan tempatanda untuk melaporkan pertanggung-jawaban hasil kerja. Bilaisteri atau suami anda terpilih, masihkah anda tetap menjabatsebagai kepala kabupaten?

Pertanyaan 4

Anggaplah bahwa anda adalah seorang walikota pilihanwarga. Pada suatu kesempatan, sebuah pusat pembelanjaanumum yang sedang dirancang akan menyemarakkan daerahpusat kota anda. Namun inflasi menyebabkan kurangnya danapembangunan. Obligasi yang dikeluarkan tiga tahun yang lalutidak dapat menjamin penyelesaian proyek pembangunan. Se-

Page 369: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

357

Dilema Etika

orang pengembang yang ingin membangun gedung perkan-toran dan pusat pembelanjaan di dekat lokasi pembangunanpusat pembelanjaan menawarkan diri untuk membeli sejumlahlahan kosong luas di lokasi pembangunan. Pengembang ter-sebut berjanji akan menyumbang kepada anda, dengan im-balan agar Dinas Tata Kota memberikan izin untuk memba-ngun gedung lebih tinggi daripada ketentuan yang berlaku.

Pengembang mengajukan tawaran ini kepada anda dania menyerahkan keputusan kepada anda untuk meneruskantawaran ini kepada DPRD. Apakah anda akan meneruskantawaran ini kepada DPRD?

Pertanyaan 5

George Stevens adalah seorang pegawai administrasi dikantor kabupaten anda. Ia diwajibkan. Ia diwajibkan memper-tanggungjawabkan pelaksanaan kinerja dan tugas-tugasnyakepada anda. Salah satu tugas George adalah meneliti semuadenda yang dipungut pengadilan lalu linmtas dan mencocokanjumlah penerimaan dengan tepat atas dasar kewenanganuntuk denda-denda yang dipungut. Dalam hal ini, George ber-tanggungjawab, hebat sekali. Ia memperhatikan sampai hal-hal yang sekecil-kecilnya, bahkan yang yang sungguh-sungguhmengagumkan bahwa George bekerja tepat waktu. Disam-ping itu George memiliki kepribadian yang menyenangkan.

Sebuah cerita beredar di kota, berita ini mengenai pe-nangkapan seorang warga kabupaten terkemuka. Ketika ken-

Page 370: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

358

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

daraan si warga terhormat dihentikan oleh polisi setempat,ternyata warga tersebut menunjukkan kadar alcohol 0,30 dalamnapasnya (kadar 0,10 saja sudah menunjukkan keadaan ma-buk). Tidak hanya itu, warga tersebut ditemani oleh seorangwanita yang mengaku sebagai seorang pelacur dari Chicago.Kisah penangkapan ini diceritakan dalam sebuah pertemuansetempat dan menjadi bahan pembicaraan utama di seluruhkabupaten itu. Warga terkemuka itu mengadu kepada andamengenai keberadaan cerita tersebut. Berdasarkan penyeli-dikan, anda meyakinkan bahwa George Stevens-lah yangmenceritakan kisah tersebut dalam pertemuan itu. Ketika andamenghadapkan George dengan fakta, ia mengakui bahwaialah yang menceritakan kisah itu. Apakah anda akan memecatGeorge?

Pertanyaan 6

Oscar Philips telah bekerja di kepolisian kabupaten sela-ma sembilan belas tahun. Oscar memulai kariernya dari bawahhingga mencapai pangkat yang sekarang yaitu sebagai kap-ten. Minggu lalu, Oscar di panggil Ke TKP (tempat kejadianperkara), dimana dua orang bawahannya menangkap se-orang warga. Ternyata warga tersebut adalah Jordan Hanks,anak seorang ketua DPRD, Ford Hanks. Ford Hanks menya-takan bahwa anaknya tidak bersalah dan telah dijebak olehpolisi. Kedua petugas polisi melaporkan kepada Kapten Phil-lips bahwa mereka melihat Jordan melampai batas kecepatan

Page 371: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

359

Dilema Etika

dengan melarikan kendaraannya 25 km per jam. Seketika itujuga mereka memerintahkannya untuk meminggirkan mobil-nya. Kedua petugas polisi pun menemukan kira-kira 200 ponganja dengan nilai jalanan $40.000 di bak truk pickup yangdikendarai Hanks. Jordan Hanks berkata bahwa ia tidak tahubagaimana ganja itu ada di bak trucknya. Ford Hanks meng-ancam Kapten Phillips dan kedua petugas yang melakukanpenangkapan bahwa mereka akan kehilangan pekerjaan dangaji, menghadapi penurunan pangkat, bahkan menghadapituntutan hokum karena telah melakukan penangkapan yangtidak benar-bial anaknya disidangkan.

Agaknya, karena takut kehilangan pekerjaan, Kapten Phil-lips memerintah kedua petugas untuk melepaskan Hanks danmemusnahkan semua catatan peristiwa tersebut. Ia sendirimenyita ganja dan membakarnya. Sekarang hal itu dihadap-kan kepada anda, apakah anda akan memecat KaptenPhillips?

Pertanyaan 7

Merek Wiski kesenangan anda ialah Chevas Regal. Na-mun, anda tidak terlalu sering membelinya, sebab minumanitu begitu mahal. Anda pernah menceritakan hal itu kepadapenjual minuman langganan anda. Sekedar iseng sa-ja.”Berfikirlah kaya meskipun minuman murah”, Begitu andakadang-kadang bercanda bila membeli merek yang tidak be-gitu terkenal berharga murah.

Page 372: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

360

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

Pada suatu kesempatan, penjual minuman itu menghadapimasalah karena menjadi Bandar taruhan pacuan kudasehingga mengakibatkan izinnya terancam. Meskipun andaseorang pejabat tingkat menengah, anda sama sekali tidakmempunyai hubungan apapun dengan sidang dengar penda-pat tentang pencabutan sementara izin si penjual minuman.Ketika dilain waktu, anda membeli minuman, anda mendapatibahwa dalam kantong yang berisi minuman terdapat tambahansatu botol Chevas Regal yang tidak anda pesan ataupun bayar.Apakah anda akan mengembalikan tambahan itu?

Pertanyaan 8

Seorang dokter yang juga adalah sahabat anda mena-nyakan ketertarikan anda untuk menanamlan modal dalampembangunan gedung poliklinik yang direncanakan oleh seke-lompok dokter di kota yang anda kepalai. Anda tidak dituntutuntuk membuat keputusan – keputusan mengenai investasi,berkaitan dengan jabatan anda. Para dokter hanya menjualsaham-saham dalam mengembangkan usaha mereka. Ge-dung itu akan terletak berdampingan dengan sebuah pusatperbelanjaan di bagian kota yang berkembang dengan cepat.

Anda akan memperoleh empat kali lipat dari setiap sahamyang bernilai $24.000 dalam waktu singkat. Bahkan mungkinlebih dari itu. Anda punya cukup uang. Apakah anda akanmenginvestasikan uang dalam pembangunan gedung praktektersebut?

Page 373: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

361

Dilema Etika

Pertanyaan 9

Kabupaten memerlukan 20 kendaraan baru, 15 kendaraanakan digunakan oleh polisi dan sisanya digunakan bagianumum. Tradisi yang berlaku di negara bagian dan kabupatenadalah kewajiban dilakukannya pembelian dari tender yangpaling murah. DPRD menetapkan pembelian sedan-sedanFord. Seorang penjual mobil setempat menawarkan untuk me-masok ke 20 mobil itu dengan harga total $220.000. Akantetapi seorang penjual di kabupaten lain yang terletak 30 kmdari tempat anda menawarkan mobil-mobil yang sepdan de-ngan harga $200.000, Dapatkah anda membeli mobil-mobilitu dari penjual setempat dengan harga yang lebih tinggi?

Pertanyaan 10

Hazel Steven adalah karyawati yang sangat dihargai. Iabekerja untuk anda selama 10 tahun. Hazel adalah pekerjayang dapat diandalkan untuk bekerja ekstra (lembur) bila perlu.Ia selalu siap bila anda krisis, bahkan beberapa kali ia telahmenangani situasi-situasi yang tidak mengenakkan anda.Anda benar-benar banyak berhutang padanya.

Baru-baru ini, Hazel menghadap dan mengaku kepadaanda bahwa selama beberapa waktu ia telah “meminjam”uang dari dana pengeluaran kecil dan membuat kuitansi-kui-tansi palsu untuk menutupinya. Tidak pernah banyak, biasanya$10 atau $15, tetapi ia selalu membayar kembali. Namun hatinuraninya begitu mengganggunya sehingga ia harus membuat

Page 374: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

362

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

pengakuan. Dalam kebijakan personal anda, tindakannya itujelas merupakan alasan untuk memecatnya. Apakah andaakan memecatnya?

Pertanyaan 11

Selama enam tahun anda bekerja dalam pemerintahankota dalam penanganan sejumlah kontrak bernilai jutaan dol-lar. Anda menerima tawaran untuk bergabung dengan sebuahperusahaan swasta yang tampaknya terlalu bagus untuk dito-lak. Lalu anda meninggalkan jabatan kota anda. Sayangnyapekerjaan itu gagal karena manajemennya buruk – yang bukantermasuk kewenangan anda. Anda menghabiskan waktu limabulan untuk mencari pekerjaan tetap. Dalam masa ini andadiminta kembali untuk menjabat sebagai konsultan perusahaanyang anda tinggalkan untuk membantu para pemilik baru agarperusahaan itu bangkit lagi. Anda bekerja untuk mereka sela-ma hari penuh. Tiba-tiba pekerjaan lama anda di pemerintah-an kota terbuka lagi. Anda melamar dan diterima setelah men-jalani proses kompetitif.

Sekitar setahun kemudian, instansi anda mengumumkanakan mengadakan pembelian yang sangat mirip dengan tran-saksi pembelian yang dulu anda awasi. Atasan anda memintaanda untuk menjadi anggota Dewan Seleksi Sumber. Andapunmenerima keputusannya dengan baik. Tidak lama setelah itu,salah satu pemilik baru perusahaan konsultan dahulu menelponanda untuk menanyakan kabar dan keadaan anda. Dalam per-

Page 375: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

363

Dilema Etika

cakapan itu, ia menanyakan soal pembelian yang akan dilaku-kannya dan mengatakan bahwa ia sedang mempertimbang-kan untuk mengajukan penawaran. Anda mengatakan kepa-danya bahwa anda tidak dapat membicarakan soal itu lagi.Apakah anda akan mengundurkan diri sebagai Ketua DewanSeleksi Sumber?

Pertanyaan 12

Anda diundang untuk berbicara pada pertemuan minggupagi dewan kota di sebuah kota kecil yang terletak di seberangsungai perbatasan negara bagian yang anda kepalai. DewanKota meminta anda menceritakan program pengurangan ang-garan dalam menghadapi pembahasan sebuah rancangandewan legislatif negara bagian.

Pada akhir ceramah anda, ketua pertemuan menyerahkansebuah amplop berisi honorarium $250 dan menjelaskan “Iniuntuk menyatakan penghargaan kami atas pengorbanan ming-gu pagi anda. Apakah anda menerima honorarium itu?

Pertanyaan 13

Selama beberapa waktu, polisi-polisi yang bertugas di luarkdaerah patroli yang saling berbatasan bertemu setiap haridi sebuah restoran yang berdekatan dengan lokasi persilanganpatroli. Biasanya , mereka minum kopi bersama dan makankue.

Page 376: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

364

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

Anda baru saja ditugaskan di salah satu daerah patroliitu. Untuk pertamakalinya anda ikut beristirahat minum kopi,dan anda pergi ke kasir untuk membayar. Ketika hendak me-nyerahkan uang kasir yang juga pemilik berkata “ Tidak perlubayar, saya senang dikunjungi anda semua. Petugas-petugaslain pergi tanpa membayar”. Apakah anda tetap membayar?

Pertanyaan 14

Henry Settles telah lama bekerja dalam bagian anda. Iaorang yang teratur, bahkan mungkin terlalu diatur. Setidaknyadalam pandangan banyak rekan kerjanya. Ia selalu bekerjatepat waktu sesuai dengan jam kerja yang ditetapkan. Tam-bahan lagi, Henry bekerja sangat keras. Akan tetapi, ia meng-harapkan semua orang juga seperti dia. Seringkali dia me-ngeluh tentang pegawai lain yang lamban atau berlama-lamapada istirahat makan siang. Selain itu ia mengeluh akan ke-bohongan para karyawan yang melapor sakit, padahal hampirsemua orang tahu bahwa mereka tidak sakit.

Baru-baru ini Henry melaporkan kepada anda bahwa be-berapa pegawai membuat lembar-lembar fotokopi tanpa izindi bagian anda. Lebih buruk lagi, dalam pandangan Henry,mereka mneggunakan telepon untuk urusan pribadi pada harikerja. Anda mengeluarkan memo mengenai perbuatan-per-buatan demikian. Sejak saat itu, Henry menjadi orang yangtidak disenangi oleh banyak rekan sekerjanya. Henry mungkinsekali cocok untuk sebuah kedudukan baru, kedudukan yang

Page 377: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

365

Dilema Etika

akan berarti promosi baginya. Apakah anda akan mempro-mosikan Henry?.

Page 378: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

366

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

DAFTAR NILAI DILEMA ETIKA

Bagaimana menilai jawaban anda?

Tabel dibawah ini menunjukkan nilai untuk masing-masingjawaban “Ya” atau “Tidak”. Cocokkan apakah anda memper-oleh nilai 1, 2 atau 3 atas masing-masing pertanyaan. Lalu,jumlahkan nilai-nilai anda dan baca penjelasan “arti masing-masing nilai” di halaman berikutnya

Pertanyaan Nilai YA Nilai Tidak 1 2 1 2 1 2 3 1 2 4 1 3 5 2 1 6 1 3 7 1 3 8 1 2 9 1 2

10 2 1 11 1 3 12 2 1 13 1 3 14 1 2

Page 379: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

367

Dilema Etika

Arti masing-masing nilai

Nilai 1 untuk sebuah jawaban menunjukkan anda memilikistandar etika yang tinggi. Nilai tersebut pun menyatakan bahwaanda adalah pejabat hasil pemilihan atau pejabat yang diang-kat berdasarkan dedikasi. Andapun dituntut untuk merefleksi-kan teladan untuk orang-orang yang ada disekitar anda. Mung-kin dalam masyarakat anda terdapat hokum atau kode etikayang kuat yang membantu anda menetapkan standar-standardan harapan. Bila anda mencapai jumlah nilai 14 – 18.

Nilai 2 untuk sebuah jawaban menyatakan meskipun andamungkin tidak “melanggar hukum” atau menyuruh orang lainuntuk tidak melanggar hukum, anda juga tidak tegas menindakpara pelaku perbuatan salah atau praktek-praktek yang “agakmenyeleweng”. Mungkin sekali anda lebih suka menjaga agarsegala sesuatu tetap berjalan lancar dari pada meluruskanapa yang bengkok. Bila anda mencapai nilai 19 – 24, sebaik-nya anda perlu sekali-kali merenungkan secara serius kera-wanan anda terhadap praktek-praktek tidak etis.

Nilai 3 untuk sebuah jawaban menunjukkan bahwa andabermasalah. Nilai ini menunjukkan kecenderungan perilakuyang tidak didasarkan pada etika atau nilai-nilai kehidupan.Dengan kata lain, sikap anda menunjukkan ketidakpedulianterhadap pandangan yang mencerminkan komitmen padaetika. Bila anda mencapai nilai 25 atau lebih, anda perlumenyewa advokat yang baik.

Page 380: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

368

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

Page 381: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

369

Daftar Pustaka

369

DAFTAR PUSTAKA

Abdul, W.S. 1997. Analisis Kebijaksanaan dari Formulasi ke

lmplementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara.Albrow, M. 1989. Birokrasi. Yogyakarta: Tiara Wacana.Alatas, S.H. 1987. Korupsi: Sifat, Sebab, dan Fungsi, Jakarta:

LP3ES.Amundsen, I. 2000. Corruption: Definitions and Concepts. Chr.

Michelsen Institute Development Studies and Human Rights.Arikunto, S. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.

Jakarta: PT Rineka Cipta.Bennet, R.J. (edited) 1994. Local Government and Market

Decentralization:Experiences in Industrialized, Developing and

Bloc Countries. Tokyo-New York-Paris: United Nations Uni-versity Press.

Berry, I.L., Parasuraman A., Zeithaml, A.V. 1988. The Service

Quality Puzzle, Bussiness HorizonsBertens, K. 2000. Etika. Seri Filsafat Atma Jaya: 15. Jakarta:

Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.Denhardt, K.G. 1988. The ethics of Public Service. Westport,

Connecticut: Greenwood PressDenhardt, K.G., and Denhardt, R.B. 2003. The New Public Ser-

vice: Serving , not Steering. Armonk. Etc.: ME Sharpe.Dolbeare, K.M. (ed) 1975. Public Policy Evalution. California: Sage

Publications.

Page 382: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

370

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

Dwiyanto, A. 2001. Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia, Yog-yakarta: Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK),UGM Yogyakarta.

Dwiyanto, A. 2002. Kinerja Birokrasi Pelayanan Publik, Tesis,Yogyakarta.

Dwiyanto, A. 2003, Teladan dan Pantangan dalam Penyelengga-

raan Pemerintahan dan Otonomi Daerah. Pusat Studi Ke-pendudukan dan Kebijakan (PSKK), UGM Yogyakarta.

Dewa, M.J. 1999. Pelaksanaan Dekonsentrasi dan Peningkatan

Mutu Pelayanan Publik, Tesis, Bali.Dunn, N.W. 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik, II.

Yogyakarta: Penerbit Gajah Mada University Press.Dye, T.R. 1992. Understanding Public Policy (Seventh edition,

Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall.Effendi, S. 1991. Membangun Kapasitas Administrasi Untuk Pe-

laksanaan Otonomi Daerah, Dalam Prospektif No 3 Vol. 3:213.Folz, D.H. 1996. Survey Research for Public Administration.

Thoasan Oaks, California, Sage Publication.Franz, M.S. 1988. Etika Politik. Jakarta: Gramedia.Gaffar, K.A. (ed). 2003. Kompleksitas Persoalan Otonomi Daerah

di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.Kartasasmita, G. Etika Birokrasi Dalam Administrasi Pembangu-

nan; Tantangan Menghadapi Era Globalisasi (manuscript),1996.

Hardjapamekas, E.R. 2003. Reformasi Birokrasi: Tantangan danPeluang. Disampaikan pada Acara Seminar dan LokakaryaPembangunan Hukum Nasional VIII yang Diselenggarakan

Page 383: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

371

Daftar Pustaka

oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Keha-kiman dan HAM. Denpasar, 15 Juli.

Henry, N. 1995. Public Administration and Public Affairs. SixthEdition. Englewood Cliffs, N.J.: Prentice-Hall International, Inc.

Islamy, M.I. 1984. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan

Negara. Jakarta: Bumi Aksara.Islamy, M.I. 1998. Agenda Kebijakan Reformasi Administrasi

Negara. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Dalam IlmuKebijakan Publik pada FIA UNIBRAW Malang.

Juwono, T., Abdullah, P. 1994. Kamus Lengkap Bahasa Indone-

sia. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara.Keban, Y. 2004. Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik:

Konsep, Teori dan Issue. Yogyakarta: Gava Media.Kencana, I. 1999. Ilmu Administrasi Publik. Jakarta: Rineka Cipta.Klitgaard, R., Ronald, M.A., & H Lindsey, P. 2002. Penuntun Pem-

berantasan Korupsi dalam Pemerintahan Daerah. Jakarta.Yayasan Obor Indonesia.

Kumorotomo, W. 2005. Akuntabilitas Birokrasi Publik: Sketa pada

Masa Transisi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.Kumorotomo, W. 2002. Etika Administrasi Negara. Jakarta: Ra-

jawali Press.Kei Ho A T and Coates P. 2002. Citizen Participation:Legitimazing

Performance Measurement as a Decision Tool. GovernmentFinance Review.

Lewis, L.B.R. 1990. Managing Services Quality in Date, BG (Ed),Managing Quality, 2 Edition. New Jersey: Prentice Hall.

Page 384: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

372

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

Lukman, S. 2004. Manajemen Kualitas Pelayanan, STIA LANPress, Jakarta.

Myrdal, G. 1977. Asia Drama: An Iquiry into the Poverty of Na-

tions, Sydney: Penguin Book.Moekijat. 1995. Teknik Menumbuhkan dan Memelihara Prilaku

Organisasi. PT Toko Gunung Agung, Jakarta.Moenir, H.A.S. 2000. Manejemen Pelayanan Umum di Indone-

sia, Cetakan keempat. Jakarta: PT Bumi Aksara.Mustopadidjaja, A.R. 2002. Kompetensi Aparatur dalam Memikul

Tanggung Jawab Otonomi Daerah dalam Sistem AdministrasiNegara Kesatuan RI. Ceramah Perdana pada Program Pas-casarjana. Jakarta, STIA LAN RI (manuscript).

Mustopadidjaja, A.R. 2003. Dimensi-dimensi Pokok Sistem Ad-ministrasi Negara Kesatuan RI.

Nurtjahjo, H. 2005. Filsafat Demokrasi. Jakarta: Bumi Aksara.Osborn, D., and Plastrik. 1997. Banishing Bureacracy (The Five

Strategy for Reinventing Government). New York: Addison-Wesley Publishing, Inc.

Osborn, D., and Plastrik., and Peter, H. 2004. The Price of Gov-

ernment, Getting the Result We Need In An Age of Perma-

nent Fiscal Crisis, Cambride, MA: Basic BooksOsborn, D., and Plastrik., and T Gaebler. 1992. Reinventing Gov-

ernment: How the Entrepreneurial spirit is trasforming the

public sector, Reading, MA: Addison-Wesley.Parasuraman, A. 1998. Assesment of Expectations as A Com-

parison Standart in Measure of Quality: Implications for Fur-

Page 385: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

373

Daftar Pustaka

ther Research, Journal Organisasi Market Services, Januari,pp.111-124.

Perry, J.L. 1989. Handbook of Public Administration. San Fran-sisca, CA: Jossey- Bass Limited.

Shafritz, J.M., dan E.W.Russell. 1997. Introducing Public Admin-istration. New York, N.Y.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2001. Kamus

Besar Bahasa Indonesia III. Jakarta: Balai Pustaka.Rasyid, R. 1998. Desentralisasi dalam Menunjang Pembangunan

Daerah dalam Pembangunan Administrasi di Indonesia,Pustaka LP3ES, Jakarta.

Rayner, M. 1997. Local Government: Where democracy is born,dalam Local Government Focus akses via internetwww.locgov.focus.aus.net/1997/december/where.htm

Rosen, B. 1982. Holding Government Bureaucracies Account-

able. Boston: Praeger Publisher.Sabhlok, S. 1997. Six Propositions and Recommendations on

Bureaucratic Corruption in Government Organisations of Less

Developed Countrie. Econ Paper. No 537 University of South-ern California, Spring.

Scottish Executive. Customer and Citizen Focused Public Ser-

vice Provision, akses via internet www.scotland.gov.uk/cru/kd01/blue/ccfp-07.asp.

Smith, S.R., and Igram. 1993. Public Policy and Democracy dalam

SR Smith and H Igram, eds, Public Policy for Democracy.

Washington DC. The Brookings Institutions,pp.1-14

Page 386: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

374

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

Sudarmo. 1997. Birokrasi Pelayanan Masyarakat Kota (Studi

Pembentukan Tetib Interaksi Birokrasi Garis Depan Dengan

Warga Kota), Tesis, Jakarta.Sugiyono, B., dan Mardiyono. 2000. Bunga Rampai Manajemen

Pelayanan Publik, PPS-UB dan PPS UNMER Malang.Sumarto, H. 2004. Inovasi, Partisipasi dan Good Governance:

Prakarsa Inovatif dan Partisipatif di Indonesia. Jakarta:Yayasan Obor Indonesia.

Susanto, E. 2002. Otonomi Daerah Peluang dan Problematikanya

dalam Pembangunan Birokrasi Daerah, dalam JKAP vol 6Nomor1. MAP Yogyakarta.

Sutherland, H. 1979. The Making of a Bureaucratic Elite. Singa-pore: ASAA Southest Publication Series. Heinemann Educa-tional Books.

Sumartono. 2007. Reformasi Administrasi Publik Dalam Pelaya-

nan Publik, Pidato Pengukuhan Guru Besar di Univ BrawijayaMalang, 3 Maret 2007.

Tamin, F. 2004. Reformasi Birokrasi, Blantika, JakartaThoha, M. 1996. Pembinaan Organisasi (Proses Diagnosa dan

Intervensi). Jakarta: Raja Grafindo Persada.Thoha, M. 1998. Deregulasi an Denirokratisasi dalam Upaya

Peningkatan Pelayanan Masyarakat, dalam Pemba-ngunan

Administrasi di Indonesia, Pusata LP3ES Jakarta.Tjokrowinoto, M. 1997. Perencanaan Pembangunan Daerah dan

Nasional (Modul Kuliah), UNTAG Surabaya.Tjokroamidjojo, B. 1995. Pengantar Administrasi Pembangunan.

Pustaka LP3ES Indonesia.

Page 387: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

375

Daftar Pustaka

UNDP. 1997. Tata Pemerintahan yang Baik dari Kita untuk Kita.Jakarta.

Van der Hart, HWC. 1991. Government Organizations and their

Customers in the Netherlands: Strategy, Tactics and Opera-

tions. European Journal of Marketing. V 24 (7)Vaughn, R.G. 1980. The Personal Accountability of Civil Servants.

The Bureaucrats. FallWagle, U. 2000. The Policy Science of Democracy: The issue of

methodology and citizen participation. Policy Science,v33.pp.207-223.

Wals, K. 1994. Marketing and Public Sector. European Journal ofMarketing, V 28 (3), PP 63-71.

Weiss, T.G. 2000. Governance, good Governance and Global

Governance: Conceptual and actual challenges, Third WorldQuarterly.V 21.pp 795-814.

Welker, D. 1996 (eds.) Mendahulukan Pelanggan: Strategi untuk

Memberikan Pelayanan Bermutu. Binarupa Aksara. Indone-sia

Wibowo, S. Dkk. 1984. Evaluasi Kebijaksanaan Publik. RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Wibowo, S. Dkk. 1991, Pembangunan Berkelanjutan Konsep dan

Kasus, Tiara Wacana Yogyakarta.Widodo, J. 2001. Good Governance, Insan Cendekia, Surabaya.Whittaker, J.B. 1995. The Government Performance and Result

Act of 1993: Amandate for Startegic Planning and Performance

Measurement, Ecucational Services Institute, Arlington, Vir-ginia

Page 388: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

376

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik

Wilcox, d. 1994. The Guide to Effective Participation, akses viainternet www. Partnership.org.uk

Wray, L.D. dkk. 2000. Engaging Citizens in Achieving Results that

Matter: A Model for Effective 21st Century Governance.Yoeti, A.O. 1999. Customer Services, Cara Efektif Memuaskan

Pelanggan. Jakarta: Pradana Paramita.Yudoyono, B. 2003. Otonomi Daerah: Desentralisasi dan Pengem-

bangan SDA Aparatur Pemda dan Anggota DPRD, PustakaSinar Harapan, Jakarta.

Zauhar, S., dalam Achmady ZA dkk, 1994. Kebijakan Publik danPembangunan, FIA Brawijaya Malang-IKIP Malang.

Peraturan Perundangan:

Undang-Undang Nomor 28 tahun 1999 tentang PenyelenggaraanNegara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme(Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lem-baran Negara Nomor 3851)

Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Dae-rah (Lembaran Negara Nomor 125, Tambahan LembaranNegara Nomor 4437)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 Ten-tang Pelayanan Publik

Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang PeraturanDisiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Tahun 1980Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara nomor 3175)

Page 389: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

377

Daftar Pustaka

Peraturan Pemerintah Nomor 68 tahun 1999 tentang Tata Cara

Pelakanaan Peran Serta Masyarakat Dalam Penyelengga-

raan Negara (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 129,Tambahan Lembaran Negara Nomor 3866)

Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2009 tentang PerubahanGaji Pegawai Negeri Sipil.

Peraturan Daerah Propinsi Jawa Tikur Nomor 11 Tahun 2005 ten-tang Pelayanan Publik di Propinsi Jawa Timur.

Peraturan Pemerintah No 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin PegawaiNegeri Sipil

Keputusan Menpan No 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang PedomanUmum Penyelenggaraan Pelayanan Publik.

Keputusan MENPAN No 25/KEP/M PAN/2/2004 tentang IndeksKepuasan Masyarakat.

Lembaga Administrasi Negara dan Badan Pengawas Keuangandan Pembangunan RI, 2000, Pedoman Penyusunan Pelapo-

ran Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.

Lembaga Administrasi Negara dan Badan Pengawas Keuangandan Pembangunan RI, 1999, Pengukuran Kinerja Injstansi Pe-

merintah.Lembaga Administrasi Negara dan Badan Pengawas Keuangan

dan Pembangunan RI, 2000, Akuntabilitas dan Good Gover-

nance.Longman.http://budiutomo79.blogspot.com/2007/11/etika-dalam-

pelayanan-publik.html 

Page 390: eprints.unmer.ac.ideprints.unmer.ac.id/309/1/Etika Birokrasi Dalam Pelayanan Publik.pdf · iv Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik Sadhana Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik–Oleh:

378

Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik