benteng daerah : persaingan grup koran nasional dan lokal...

21
101 Benteng Daerah : Persaingan Grup Koran Nasional dan Lokal pada Pasar Pembaca Daerah Bestian Nainggolan Universitas Indonesia [email protected] Pendahuluan Karakteristik pasar industri media cetak daerah tidak hanya diisi oleh para pelaku industri yang berskala usaha lokal, namun ditandai pula oleh kehadiran dua pelaku utama industri media berskala nasional yang berekspansi secara masif. Pertama, kehadiran grup media cetak Jawa Pos yang semula berskala penerbitan lokal Jawa Timur, namun berkembang menjadi penguasa pasar media cetak berskala nasional. Kedua, grup Kompas Gramedia yang semenjak awal kehadirannya berskala penerbitan nasional dan dalam perjalanan bisnisnya gencar berekpansi kapital ke berbagai daerah. Kedua grup korporasi media cetak tersebut semenjak era liberalisasi media 1998 semakin masif berekspansi kapital dengan mengintegrasikan kepemilikannya secara horisontal, vertikal, maupun diagonal, hingga mampu membentuk pasar media cetak yang semakin bersifat oligopolistik (Nainggolan, 2015:45-46). Pergerakan kapital ataupun pola ekspansi kapital yang dilakukan kedua grup media tersebut menunjukkan bagaimana format pengelolaan media cetak di negeri ini lebih banyak bersandar pada hakikat media sebagai komoditas industrial. Kondisi demikian dapat dijelaskan dalam pergerakan kapital (capital movement) kedua grup korporasi media nasional tersebut. Grup Jawa Pos, misalnya, merupakan pelaku pasar industri koran terbesar yang kini mengelola sekitar 195 penerbitan. Koran Jawa Pos, awal kehadirannya bernama Djava Post (1949), merupakan pijakan dimulainya ekspansi bisnis. Pada tahun 1982 oleh PT Grafiti Pers, perusahaan yang terlebih dahulu tergolong

Upload: nguyendung

Post on 03-May-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Benteng Daerah : Persaingan Grup Koran Nasional dan Lokal ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13388/8/BOOK_Mediamorfosa...101 Benteng Daerah : Persaingan Grup Koran Nasional

101

Benteng Daerah : Persaingan Grup Koran Nasional dan Lokal pada Pasar Pembaca Daerah

Bestian NainggolanUniversitas Indonesia

[email protected]

PendahuluanKarakteristik pasar industri media cetak daerah tidak hanya diisi

oleh para pelaku industri yang berskala usaha lokal, namun ditandai pula oleh kehadiran dua pelaku utama industri media berskala nasional yang berekspansi secara masif. Pertama, kehadiran grup media cetak Jawa Pos yang semula berskala penerbitan lokal Jawa Timur, namun berkembang menjadi penguasa pasar media cetak berskala nasional. Kedua, grup Kompas Gramedia yang semenjak awal kehadirannya berskala penerbitan nasional dan dalam perjalanan bisnisnya gencar berekpansi kapital ke berbagai daerah. Kedua grup korporasi media cetak tersebut semenjak era liberalisasi media 1998 semakin masif berekspansi kapital dengan mengintegrasikan kepemilikannya secara horisontal, vertikal, maupun diagonal, hingga mampu membentuk pasar media cetak yang semakin bersifat oligopolistik (Nainggolan, 2015:45-46).

Pergerakan kapital ataupun pola ekspansi kapital yang dilakukan kedua grup media tersebut menunjukkan bagaimana format pengelolaan media cetak di negeri ini lebih banyak bersandar pada hakikat media sebagai komoditas industrial. Kondisi demikian dapat dijelaskan dalam pergerakan kapital (capital movement) kedua grup korporasi media nasional tersebut. Grup Jawa Pos, misalnya, merupakan pelaku pasar industri koran terbesar yang kini mengelola sekitar 195 penerbitan. Koran Jawa Pos, awal kehadirannya bernama Djava Post (1949), merupakan pijakan dimulainya ekspansi bisnis. Pada tahun 1982 oleh PT Grafiti Pers, perusahaan yang terlebih dahulu tergolong

Page 2: Benteng Daerah : Persaingan Grup Koran Nasional dan Lokal ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13388/8/BOOK_Mediamorfosa...101 Benteng Daerah : Persaingan Grup Koran Nasional

102

Mediamorfosa : Transformasi Media Komunikasi di Indonesia

sukses menerbitkan Majalah Tempo, mengambil alih kepemilikan Jawa Pos yang dimiliki oleh Suseno Tedjo (The Chung Sen). Sosok Eric Samola, pebisnis media ambisius sebagai pemegang saham Tempo dari Jaya Raya, menjadi kunci awal dari pencapaian spektakuler Jawa Pos. Samola semenjak awal beranggapan bahwa surat kabar tidak lebih dari sebuah komoditas, seperti layaknya makanan dalam restoran (Dhakidae, 1991:354).

Kendali profesional bisnis Samola mendapat pijakan riil tatkala ia menunjuk Dahlan Iskan, kordinator Tempo di Jawa Timur, untuk mengelola sisi editorial Jawa Pos. Dahlan Iskan selanjutnya menjadi sentral keberhasilan pertumbuhan kapital Jawa Pos, terutama sepak terjang di dalam mengangkat Jawa Pos dari posisi “koran kuning” menjadi “koran rujukan” Surabaya. Dalam dua tahun, pencapaian Jawa Pos spektakuler. Selanjutnya, posisi Dahlan Iskan menjadi semakin dominan.

Perubahan makro politik 1998 dan bergulirnya era otonomi daerah menjadi contoh bagaimana kepiawaian strategi kapital Jawa. Periode ini, Grup Jawa Pos masif merambah ke berbagai wilayah. Beragam strategi dilakukan diantaranya, pengakuisisian kepemilikan media cetak daerah yang secara bisnis tidak lagi sehat dan melalui strategi pendirian surat kabar baru. Sebagai contoh, Harian Fajar (1981) di Makassar, setelah bersatu dengan Jawa Pos tahun 1988, berkembang pesat. Begitu pun surat kabar Riau Pos (1991) menguasai Provinsi Riau.

Ekspansi Jawa Pos juga di Semarang, Jawa Tengah, dan sekitarnya (PT Perintis Meteor Sejahtera), di Sumatera melalui Sumatra Ekspres (PT Citra Bumi Sumatera) yang meliputi Palembang dan sekitarnya, Akcaya (PT Akcaya Utama Press) di Kalimantan Barat, grup Manado Post (PT Wenang Cemerlang Press) di Sulawesi Utara dan sekitarnya, serta grup Manuntung (PT Duta Manuntung) di Kalimantan, Radar Bogor (PT Bogor Ekspress Media) dengan wilayah Bogor, Cianjur, Sukabumi, Lombok Post (PT Suara Nusa Media Pratama) dengan wilayah Lombok, NTB, wilayah Papua dengan Cendrawasih Post (PT Cendrawasih Arena Intim Press), dan berbagai media di wilayah rintisan (PT Perintis Media Utama).

Tidak hanya berpijak pada pendirian media cetak sejenis, namun grup Jawa Pos juga menerapkan pola integrasi vertikal berupa

Page 3: Benteng Daerah : Persaingan Grup Koran Nasional dan Lokal ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13388/8/BOOK_Mediamorfosa...101 Benteng Daerah : Persaingan Grup Koran Nasional

Bestian Nainggolan, Benteng Daerah :...

103

pendirian usaha pendukung yang menjadi fokus produksi grup ini. Dalam pemenuhan kebutuhan kertas, tahun 1996 dibangun percetakan PT Temprina Media Grafika di Gresik dan kini juga tersebar di wilayah-wilayah pusat produksi surat kabar grup Jawa Pos. Selain itu, Jawa Pos membangun pabrik kertas PT Adiprima Suraprinta di tahun 1994 dan sebagai pemasok energi listrik bagi pabrik tersebut grup ini melengkapinya dengan pengoperasian pembangkit listrik di Sidoarjo dalam naungan PT Prima Elektrik Power (2002). Bahkan, selepas 1998 perluasan bisnis ke berbagai bidang usaha media (cross media integration) juga dilakukan grup Jawa Pos. Pendirian jaringan televisi Jawa Pos TV di tahun 2002 menjadi penanda keberadaan grup ini. Hingga akhir 2015 sekitar 46 stasiun lokal dikelola.

Apabila Grup Jawa Pos diawali oleh kemunculan koran Jawa Pos, Grup Kompas Gramedia dimulai dari kehadiran koran Kompas. Semula, tidak pernah terencanakan jika Kompas yang didirikan oleh Yayasan Bentara Rakjat, 28 Juni 1965, berkembang menjadi suatu grup korporasi media dengan pengakumulasian kapital di berbagai jenis usaha media maupun di luar industri media. Para pendiri yang berlatar belakang aktivis berbagai organisasi Katolik itu menggagas kehadiran suatu surat kabar sebagai penanding semakin kuatnya pengaruh berbagai media Partai Komunis Indonesia dalam membentuk opini publik maupun kebijakan-kebijakan negara (Dhakidae, 1991:237-238).

Pengelolaan kapital Kompas semenjak awal persiapan pem-bentukkan surat kabar hingga pengelolaannya dilakukan oleh duet kepemimpinan Auwjong Peng Koen (PK Ojong) dan Jacob Oetama, sosok berlatar belakang guru dan wartawan.

Semenjak tahun 1970, pergerakan kapital Kompas menjadi lebih signifikan. Sebagaimana generasi industri media saat itu, pergerakan kapital Kompas ditopang pula oleh perubahan makro politik Indonesia. Perubahan politik dalam kepemimpinan Orde Baru lebih menunjukkan pada orientasi pembangunan perekonomian dengan mendukung segenap kegiatan industri. Dukungan negara terwujud dalam pemberian fasilitas serta subsidi terhadap industri pers. Tahun 1972, Kompas berinvestasi dengan membangun kapital percetakan PT Gramedia. Dengan kepemilikan percetakan, sirkulasi Kompas meningkat pesat. Apabila tahun 1972 angka sirkulasi masih di kisaran

Page 4: Benteng Daerah : Persaingan Grup Koran Nasional dan Lokal ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13388/8/BOOK_Mediamorfosa...101 Benteng Daerah : Persaingan Grup Koran Nasional

104

Mediamorfosa : Transformasi Media Komunikasi di Indonesia

100 ribu eksemplar, tahun-tahun selanjutnya meningkat hingga mencapai angka 500 ribu eksemplar.

Pertumbuhan sirkulasi menjadi pendorong semakin banyaknya surplus nilai produksi yang dihasilkan. Tahapan selanjutnya mendorong proses pengakumulasian kapital grup ini. Dimulai pendirian toko buku Gramedia (1970), percetakan Gramedia (1972), Radio Sonora (1972), penerbitan Gramedia (1973), penerbitan majalah Bobo (1973) serta beberapa majalah lainnya hingga mengukuhkan diri sebagai suatu grup korporasi media Kompas Gramedia.

Ekspansi kapital menjadi semakin berwarna era 1980. Pola konsentrasi kepemilikan horizontal, vertikal, ataupun diagonal dilakukan. Secara horizontal, pendirian berbagai surat kabar daerah dilakukan, membentuk jaringan media lokal dalam kendali Grup Tribun (Indo Persda Primamedia). Koran daerah Sriwijaya Post (1987); Serambi Indonesia (1988); Surya (1988); Pos Kupang (1992); Banjarmasin Post (1994); Warta Kota (1999); Metro Banjar (1999); Bangka Pos (1999); Pos Belitung (2001), Tribun Batam (2004); Tribun Timur (2004); Tribun Jabar (2006); Prohaba (2007); Tribun Pekanbaru (2007); Tribun Pontianak (2008); Tribun Medan (2009), Tribun Lampung (2009); Tribun Jambi (2009); Tribun Menado (2009); Tribun Jogya (2011), Tribun Sumsel (2012); Tribun Jateng (2013); dan Tribun Bali (2014) diterbitkan.

Pengembangan media cetak diikuti oleh dukungan vertikal berupa pendirian unit-unit usaha percetakan yang juga tersebar di berbagai daerah dalam jaringan percetakan Gramedia ataupun Indo Persda. Pola distribusi pemasaran dilakukan dengan pendirian perusahaan distribusi Jasatama Pola Media.

Ekspansi kapital Kompas Gramedia dan Jawa Pos ke seluruh pelosok negeri menjadi persoalan krusial. Bagaimana kondisi grup korporasi media yang berpusat operasi di berbagai daerah dapat terlepas dari ancaman penetrasi kedua grup korporasi media nasional tersebut? Apakah pola persaingan yang terbentuk berimplikasi ketersingkiran korporasi media lokal? Masih adakah ruang dimana pasar pembaca koran masih dikuasai oleh korporasi media lokal?

Pertanyaan dan permasalahan demikian menarik dikaji, terutama dalam mencermati dan memahami masa depan pengelolaan persuratkabaran lokal serta keberadaan pelaku industrinya. Sejauh ini,

Page 5: Benteng Daerah : Persaingan Grup Koran Nasional dan Lokal ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13388/8/BOOK_Mediamorfosa...101 Benteng Daerah : Persaingan Grup Koran Nasional

Bestian Nainggolan, Benteng Daerah :...

105

inventarisasi terhadap keberadaan media cetak berskala penerbitan lokal (daerah) menunjukkan, tidak kurang 10 grup korporasi media cetak, dengan perjalanan industri yang tergolong panjang. Di pulau Jawa, terdapat Grup Pikiran Rakyat (1966), Grup Suara Merdeka (1950), Grup Kedaulatan Rakyat (1945), Grup Pos Kota (1970), dan Grup Solo Pos (1985). Sementara di luar Jawa, terdapat Grup Bali Post (1971), di Sumatera di antaranya terdapat Grup Waspada (1947), Grup Analisa (1972), Sinar Indonesia Baru (1970), Grup Singgalang (1969), dan Grup Haluan/Basko (2010). Pergulatan industrial dalam mengantisipasi persaingan dan masa depan pengelolaan media tengah dihadapi setiap korporasi media.

Kajian TeoriBagaimana suatu perubahan terjadi di dalam kehidupan industri,

termasuk industri media, seringkali merujuk pada jalannya proses evolusi dalam kehidupan mahkluk hidup. Dimmick (2003) menguatkan hal ini dengan memaparkan bahwa upaya memahami organisasi media tidak lepas dari keberadaan pola-pola dalam hukum alam yang bersifat universal.

Rujukan pandangan dominan terkait perjalanan hidup organisme tertuju pada rumusan evolusi Charles Darwin. Bagi Darwin, bentuk-bentuk baru spesies makhluk hidup saat ini disebabkan dari hasil suatu seleksi alam. Seleksi alam merujuk pada suatu proses yang dilalui dimana terdapat kemunculan mahluk hidup yang baru dan di sisi lain terdapat mahluk hidup yang punah, yang semua terjadi akibat pola perbedaan adaptasi (Cohen, 1985:281 dalam Rogers, 1997). Dalam kehidupan sosial (selanjutnya dipraktikkan dalam kehidupan industri media), konsep Darwin selaras dengan Herbert Spencer. Spencer memunculkan terminologi evolusi sosial, sebagai suatu pola kompetisi “survival of the fittes” di antara anggota masyarakat yang berlangsung sebagai bagian dari proses bertahan dalam seleksi alam (Rogers, 1997).

Persaingan dalam industri media menjadi bagian yang tidak terlepaskan dari upaya penguasaan pasar. Keberhasilan dalam penguasaan pasar identik dengan memenangkan persaingan dalam memperebutkan sumber daya bagi kehidupan media. Sebaliknya, kekalahan dalam persaingan berimplikasi pada ketersingkiran,

Page 6: Benteng Daerah : Persaingan Grup Koran Nasional dan Lokal ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13388/8/BOOK_Mediamorfosa...101 Benteng Daerah : Persaingan Grup Koran Nasional

106

Mediamorfosa : Transformasi Media Komunikasi di Indonesia

yang sekaligus mengindikasikan ketidakmampuan pelaku industri beradaptasi pada pasar persaingan yang terbentuk.

Keberhasilan dalam persaingan dan penguasaan pasar merupakan orientasi masyarakat dalam sistem produksi kapitalisme. Dalam sistem produksi masyarakat kapitalistik, Karl Marx (1867, 1997) menegaskan bahwa kapital menjadi konsep sentral dari suatu cara produksi (mode of production). Dalam hal ini, penguasaan kapital merupakan penentu dari relasi produksi yang ditujukan sebagai penciptaan “surplus nilai” (profit). Surplus nilai yang dihasilkan, selain digunakan untuk konsumsi para penguasa kapital, sebagian akan dikembalikan menjadi bentuk kapital, direproduksi, dan menghasilkan surplus nilai baru.

Berdasarkan konsep kapital, produksi, reproduksi, surplus nilai itulah pemahaman kapitalisme sebagai suatu sistem ekonomi dikenalkan. Intinya, kapitalisme merujuk pada suatu sistem ekonomi yang bersandar pada upaya penciptaan surplus nilai berulang. Penopang kondisi tersebut dikarakteristikkan adanya pengakuan terhadap kepemilikan privat, kebebasan dalam persaingan pasar, dan rasionalitas. Namun, sebagaimana yang ditambahkan Luxemberg (1913, 2003), bahwa skema reproduksi kapitalisme murni Marx tersebut harus bersifat terbuka dan mengkaitkan berbagai elemen lain di luar sistem produksi yang berlangsung sehingga proses kapitalisme (ekspansi kapital) semakin meluas, bahkan mengglobal.

Dengan konsep demikian, maka dalam sistem kapitalisme, kapital harus bergerak dan bekerja dalam berbagai usaha-usaha produktif agar surplus nilai diperoleh. Kapital yang tidak diproduktifkan merupakan kapital “mati” yang dinilai tidak hanya membahayakan para pemilik kapital namun juga bagi sistem ekonomi serta masyarakat (Knoche, 1999).

Perkembangan media sebagai institusi ekonomi juga tidak lepas dari prinsip kapitalisme (Schiller, 1969; Kellner, 1990; Murdock, 1990; McChesney, 2008; Suarez-Villa, 2015). Penciptaan suplus nilai dalam industri media dihasilkan dari rangkaian proses produksi informasi yang melibatkan kapital media, tenaga kerja, dan alat kerja. Sirkuit perputaran kapital media berlangsung, tatkala surplus nilai yang dihasilkan kembali direproduksi sebagai kapital media selanjutnya digunakan untuk menciptakan kembali surplus nilai melalui ekspansi usaha.

Page 7: Benteng Daerah : Persaingan Grup Koran Nasional dan Lokal ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13388/8/BOOK_Mediamorfosa...101 Benteng Daerah : Persaingan Grup Koran Nasional

Bestian Nainggolan, Benteng Daerah :...

107

Dalam pendekatan ekonomi politik, pola ekspansi kapital dilakukan secara terintegrasi yang sejalan dengan apa yang disebut sebagai proses spasialisasi (Mosco, 1996, 2009). Proses spasialisasi merujuk pada berbagai upaya yang dilakukan oleh kapitalis industri media dalam menghadapi hambatan-hambatan ruang (spasial) dan waktu.

Spasialisasi berlangsung sebagai suatu strategi gerak pengkonsentrasian kapital yang ditujukan dalam penguasaan pasar industri. Penguasaan pasar industri dapat dilihat dari corak konsentrasi pasar industri media yang terbentuk, yaitu bagaimana konsentrasi kepemilikan (concentration of ownership) yang berlangsung (Picard, 1991; Albaran, 1996). Semakin terkonsentrasi kepemilikan media pada sebagian kecil para pemilik kapital maka struktur pasar yang terbentuk semakin bersifat oligopolistik. Bagi penguasa kapital, dengan motif pencapaian surplus nilai maksimal, penciptaan pasar yang semakin terkonsentrasi menjadi tujuan. Hal semacam inilah menjadi strategi para pemilik kapital untuk terus-menerus menggerakan kapitalnya melalui ekspansi, yang dilakukan secara horisontal (horizontal integration), integrasi vertikal (vertical integration), dan integrasi diagonal (cross-media integration).

Integrasi horisontal dilakukan dengan upaya penguasaan kapital pada jenjang produksi yang sama. Dalam hal ini, suatu korporasi media cetak akan melakukan ekspansi kapital ke berbagai bidang usaha media cetak sejenis. Berbeda dengan pola pengintegrasian vertikal, pada pola demikian ekspansi kapital ditujukan pada lini produksi yang berjenjang. Suatu korporasi media cetak berintegrasi secara vertikal jika pengembangan kapital ditujukan dalam pendirian usaha yang mendukung produksi media cetak (kapital media-oriented), seperti pendirian percetakan, pendirian pabrik kertas, ataupun pembangunan infrastruktur media cetak (kapital media-infrastucture). Sementara dalam pola pengintegrasian diagonal (cross-media integration) perluasan kapital dilakukan baik secara horisontal maupun vertikal.

Semenjak liberalisasi ekonomi dan politik 1998 berlangsung di negeri ini, pola ekspansi terintegrasi secara horizontal, vertikal, hingga diagonal menjadi pilihan bagi pelaku industri. Sebagai hasil, terbentuk 13 grup konglomerasi media nasional (Lim, 2012; Nugroho,dkk, 2012).

Page 8: Benteng Daerah : Persaingan Grup Koran Nasional dan Lokal ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13388/8/BOOK_Mediamorfosa...101 Benteng Daerah : Persaingan Grup Koran Nasional

108

Mediamorfosa : Transformasi Media Komunikasi di Indonesia

Dari keseluruhan grup korporasi konglomerasi media nasional tersebut, terdapat dua grup korporasi, yaitu Jawa Pos dan Kompas Gramedia yang tergolong signifikan penguasaannya dalam pasar industri media cetak (Nainggolan, 2015). Di sisi lain, gerak kapital grup konglomerasi media nasional tersebut berhadapan pula dengan 10 grup korporasi media cetak lokal, yang sama-sama menggerakkan kapital media yang dimilikinya guna penciptaan surplus nilai berkelanjutan. Dalam lingkup pasar pembaca yang tersebar di berbagai daerah itulah, grup korporasi media nasional maupun grup korporasi media lokal saling bersaing, berkontestasi, dan mempraktikkan strategi kapital masing-masing guna menguasai pangsa pasar.

Metode PenelitianKajian ini bersifat eksploratif yang menelusuri gerak ekspansi

kapital industri media cetak (surat kabar) nasional dan daerah. Picard (1989:17) menunjukkan di dalam industri media sekalipun di dalam proses produksi media menghasilkan satu produk industri (one product) berupa konten informasi atau hiburan, namun produk tersebut beroperasi pada dua pasar produk (dual product market) yaitu pasar audiens (audiences market) dan pasar pengiklan (advertiser market). Kajian ini memfokuskan analisisnya pada pasar audiens, pembaca koran semenjak tahun 2008 hingga kini.

Terdapat 8 daerah (ibukota provinsi) yang dijadikan lokasi kajian pasar media cetak, yaitu Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Makassar, dan Medan. Pertimbangannya, kota-kota tersebut menjadi pusat persaingan antara grup korporasi media cetak nasional dan grup korporasi media cetak berskala penerbitan lokal. Grup media cetak nasional yang dikaji yaitu Grup Jawa Pos dan Grup Kompas Gramedia. Di sisi lain, grup korporasi media cetak lokal: Grup Bali Post, Grup Pikiran Rakyat, Grup Kedaulatan Rakyat, Grup Pos Kota, Grup Waspada, Grup Analisa, Sinar Indonesia Baru, dan grup Suara Merdeka. Di luar korporasi di atas, terdapat pula beberapa grup media nasional ataupun daerah yang terpantau namun tidak signifikan pola penguasaan pasarnya.

Seluruh pelaku industri media dikaji dengan bersandar pada analisis Industrial Organization (IO theory). Analisis ekonomi media semacam ini dilakukan untuk mencermati kondisi Market Structure-

Page 9: Benteng Daerah : Persaingan Grup Koran Nasional dan Lokal ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13388/8/BOOK_Mediamorfosa...101 Benteng Daerah : Persaingan Grup Koran Nasional

Bestian Nainggolan, Benteng Daerah :...

109

Market Conduct-Market Performance (SCP). Dalam model analisis ini, fokus kajian pada bagaimana suatu satuan bisnis (korporasi media) sebagai pelaku industri media menentukan strategi dan kebijakan industrialnya (market conduct) dalam merespons struktur pasar industri yang terbentuk (market concentration dan market competition), dan bagaimana strategi dan kebijakan yang diterapkan pada akhirnya turut membentuk struktur pasar industri media (Albarran, 1996, 2002; 2010: 29-41; Young, 2000; Wirth & Bloch, 1995).

Analisis yang digunakan menitikberatkan pada analisis struktur pasar (market structure), khususnya pencermatan terhadap gerak ekspansi kapital industri yang terkonsentrasi pada berbagai bentuk integrasi kepemilikan kapital (horisontal, vertikal, maupun diagonal) maupun pola persaingan dan penguasaan pasar pembaca yang terbentuk di antara para pelaku pasar. Besaran penguasaan pasar dihitung berdasarkan proporsi market share dari tiap-tiap pelaku industri. Sebagai pembanding, digunakan juga model pengukuran ceruk pasar yang didasarkan pada perhitungan niche overlap untuk mengetahui pola kompetisi yang berlangsung di dalam memperebutkan sumber daya yang sama di antara masing-masing pelaku industri media (Dimmick, 2003). Data yang digunakan bersandar pada pencatatan survey pembaca koran (audience survey) yang dilakukan Nielsen Media secara berkala (1997-2015).

Hasil dan PembahasanPencermatan terhadap pasar pembaca koran di berbagai daerah

ibukota provinsi menunjukkan derajat persaingan dan pola penguasaan pasar pembaca yang berbeda-beda di antara grup korporasi media cetak. Pola ekspansi kapital media nasional yang secara masif memasuki pasar pembaca media cetak daerah sejauh ini tidak semua berhasil terkuasai. Sekalipun kecenderungan pola penguasaan pasar yang semakin meningkat dari waktu ke waktu, namun terdapat sebagian daerah yang masih terkuasai oleh grup korporasi media cetak lokal. Pola persaingan dan penguasaan pasar yang terjadi pada akhirnya memilah dua jenis wilayah persaingan, yaitu daerah yang menjadi wilayah penguasaan grup korporasi media cetak nasional dan daerah yang masih berhasil dikuasai oleh korporasi media lokal.

Page 10: Benteng Daerah : Persaingan Grup Koran Nasional dan Lokal ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13388/8/BOOK_Mediamorfosa...101 Benteng Daerah : Persaingan Grup Koran Nasional

110

Mediamorfosa : Transformasi Media Komunikasi di Indonesia

Daerah Penguasaan Media NasionalDi daerah pusat kehadiran kedua grup korporasi media cetak

berskala penerbitan nasional, dapat dipastikan tidak tersedia ruang bagi korporasi media cetak lain dalam menguasai pembaca koran. Kota Surabaya, tempat kemunculan Koran Jawa Pos, lebih tiga perempat bagian pembaca terkuasai grup Jawa Pos. Dari waktu ke waktu, kekuatan grup Jawa Pos dalam menjaga wilayah penguasaannya relatif tidak berkurang, sangat dominan (Tabel 1).

Jika di Surabaya sebelumnya terdapat pelaku utama pasar pembaca koran, Surabaya Pos, namun semenjak kemunculan Jawa Pos dan berbagai konflik internal yang dihadapinya, membuat koran lokal ini tidak lagi berdaya. Berbagai upaya dilakukan, seperti pergantian manajemen pengelolaan, dukungan permodalan baru, tidak mampu mengatasi persoalan yang dialami. Bahkan kini, Surabaya Post tidak tampak dalam pasar persuratkabaran.

Sebaliknya, Jawa Pos berkembang menjadi grup korporasi media yang menasional dan tetap mempertahankan basis pasar Surabaya dan Jawa Timur. Berbagai upaya dilakukan grup koran nasional lainnya seperti Grup Kompas Gramedia, Grup MNC, ataupun korporasi surat kabar nasional lain yang mencoba menguasai pasar Surabaya dan Jawa Timur tergolong gagal.

Tabel 1.

Pola Persaingan dan Penguasaan Pasar Pembaca Koran di Surabaya dan sekitarnya

No Korporasi Media Cetak

 

Penguasaan Pasar Pembaca (%)

2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

1 Grup Kompas Gramedia 2,3 13,2 12,5 18,8 18,5 12,9 13,4

2 Grup Jawa Pos 96,9 82,8 84,4 79,0 80,1 83,3 83,8

3 Media Nasional Lainnya 0,3 0,7 1,5 0,8 0,5 0,9 1,8

4 Surabaya Post (Lokal) 0,5 3,4 1,6 1,3 1,0 3,0 1,0

Total 100 100 100 100 100 100 100

Apabila Surabaya dan Jawa Timur menjadi basis penguasaan Grup Jawa Pos, Jakarta dan sekitarnya menjadi wilayah penguasaan Grup Kompas Gramedia. Dua surat kabar grup ini, Kompas dan Warta Kota mampu mengambil hampir separuh pasar pembaca koran.

Page 11: Benteng Daerah : Persaingan Grup Koran Nasional dan Lokal ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13388/8/BOOK_Mediamorfosa...101 Benteng Daerah : Persaingan Grup Koran Nasional

Bestian Nainggolan, Benteng Daerah :...

111

Porsi penguasaan grup ini pun semakin membesar beberapa tahun terakhir (Tabel 2). Sebaliknya, para pesaing, termasuk koran yang mengkhususkan kota Jakarta sebagai konten penerbitan sekaligus sebagai basis pasar pembacanya, semakin menyusut.

Tabel 2. Pola Persaingan dan Penguasaan Pasar Pembaca Koran di Jakarta dan sekitarnya

No Korporasi Media Cetak

 

Penguasaan Pasar Pembaca (%)

2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

1 Grup Kompas Gramedia 43,4 43,4 39,4 40,0 43,8 44,5 48,7

2 Grup Jawa Pos 11,9 4,8 11,6 11,5 10,9 11,1 12,2

3 Media Nasional Lainnya 26,9 30,5 33,9 34,7 25,4 25,7 23,8

4 Grup Pos Kota (Lokal) 17,7 21,3 15,2 13,8 19,9 18,6 15,3

Total 100 100 100 100 100 100 100

Grup Pos Kota sebelumnya dikenal sebagai penguasa pasar pembaca koran di Jakarta dan sekitarnya. Koran Pos Kota (PT Media Antar Kota Jaya) yang terbit sejak 15 April 1970 mengkhususkan materi penerbitan pada berita-berita kondisi sosial ekonomi kota, secara khusus persoalan kriminalitas. Semenjak diterbitkan, perkembangan sirkulasi Pos Kota tergolong spektakuler. Pada era tahun 1988, mampu menembus di atas 450 ribu eksemplar, menyaingi sirkulasi nasional Kompas. Pos Kota yang didirikan oleh lima jurnalis pendiri, termasuk Harmoko (menteri penerangan era Orde Baru), berkembang menjadi grup media, berekspansi mendirikan koran sore Terbit, Metro Pos, Surya, majalah Warna Sari, Pos Film, majalah Film, majalah Serasih, dan bergerak pada agensi perfilman dan rumah produksi perfilman (Dhakidae, 1991:370-375). Di samping itu, integrasi kepemilikan secara vertikal dilakukan Grup Pos Kota dengan mendirikan percetakan Media Antar Kota Jaya juga pabrik kertas Gede Karang (PT Tridaya Kreasi) di kawasan Purwakarta, Jawa Barat.

Namun, upaya Grup Pos Kota mempertahankan penguasaan pasar pembacanya tidak mulus. Kehadiran koran sejenis, Warta Kota yang dikendalikan grup Kompas Gramedia, koran Lampu Merah, Lampu Hijau, dan beberapa koran sejenis yang dikelola oleh Grup Jawa Pos (Grup Rakyat Merdeka) selepas era 1998, turut menyusutkan porsi penguasaan pasar pembaca Pos Kota. Kini, Pos Kota tidak lagi tampil sebagai pemimpin pasar.

Page 12: Benteng Daerah : Persaingan Grup Koran Nasional dan Lokal ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13388/8/BOOK_Mediamorfosa...101 Benteng Daerah : Persaingan Grup Koran Nasional

112

Mediamorfosa : Transformasi Media Komunikasi di Indonesia

Persoalan yang sama juga terjadi pada Grup Pikiran Rakyat, yang menjadikan Bandung dan Jawa Barat sebagai pusat produksi sekaligus pembacanya. Grup Pikiran Rakyat diinisiasi oleh kesuksesan koran Pikiran Rakyat yang terbit 24 Maret 1966. Semula, 30 Mei 1950, koran ini sudah muncul, namun terhenti karena situasi sosial politik yang mengharuskan harian ini berafiliasi pada salah satu kekuatan politik. Campur tangan militer (Kodam Siliwangi) dan para wartawan, Sakti Alamsyah, Atang Ruswita, dan lainnya, terbit koran Angkatan Bersenjata edisi Jawa Barat, yang selanjutnya menjadi Pikiran Rakyat.

Seperti juga pers industri yang tumbuh di masa Orde Baru, perkembangan bisnis Pikiran Rakyat pesat. Pada 9 April 1973, badan hukum berubah dari yayasan menjadi PT. Pikiran Rakyat Bandung. Berbagai ekspansi dilakukan, secara horisontal dengan mendirikan edisi Pikiran Rakyat di berbagai daerah. Di wilayah Banten, Pikiran Rakyat berkembang menjadi Fajar Banten (PT Fajar Pikiran Rakyat). Harian Galamedia juga menjadi salah satu perluasan usaha. Secara vertikal, mendirikan percetakan Granesia. Grup Pikiran Rakyat juga mengambangkan bisnis Radio PR (PT Mustika Parahyangan), dan memiliki ijin pertelevisian (PT Pikiran Rakyat Televisi).

Namun, posisi bisnis Grup Pikiran Rakyat tidak lepas dari ancaman pesaing, terutama kehadiran koran-koran yang dikendalikan oleh Grup Kompas Gramedia dan Grup Jawa Pos. Pada tabel di bawah ini (Tabel 3), semenjak tahun 2008 hingga 2014 lalu, porsi penguasaan pasar pembaca Grup Pikiran Rakyat menurun secara signifikan. Jika pada tahun 2008, melalui koran Pikiran Rakyat dan Gala Media, masih menguasai hampir tiga perempat pasar pembaca di Bandung dan sekitarnya, kini merosot menjadi sepertiga bagian saja.

Kehadiran Tribun Jabar dan Kompas (Grup Kompas Gramedia) menjadi pengganggu utama pasar koran di Bandung. Porsi penguasaan pasar pembaca grup ini meningkat signifikan, dari sekitar 24 persen dan kini menjadi 58 persen, sekaligus menempatkan grup ini sebagai penguasa pasar pembaca terbesar. Sementara itu, keberadaan Grup Jawa Pos melalui koran Bandung Ekspres dan Radar Bandung, belum terlalu signifikan. Begitu pun dengan koran-koran nasional seperti Sindo (Grup MNC), Koran Tempo, Media Indonesia, dan lainnya tidak mampu mengubah konfigurasi penguasaan pasar yang terbentuk.

Page 13: Benteng Daerah : Persaingan Grup Koran Nasional dan Lokal ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13388/8/BOOK_Mediamorfosa...101 Benteng Daerah : Persaingan Grup Koran Nasional

Bestian Nainggolan, Benteng Daerah :...

113

Tabel 3. Pola Persaingan dan Penguasaan Pasar Pembaca Koran di Bandung dan sekitarnya

No Korporasi Media Cetak

 

Penguasaan Pasar Pembaca (%)

2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

1 Grup Kompas Gramedia 23,9 28,5 40,6 50,1 46,4 56,7 58,1

2 Grup Jawa Pos 0,0 0,0 0,7 2,5 2,2 1,9 1,3

3 Media Nasional Lainnya 4,8 3,1 3,6 1,9 1,0 1,0 4,6

4 Grup Pikiran Rakyat (Lokal) 71,2 68,4 55,1 45,4 50,4 40,4 36,0

Total 100 100 100 100 100 100 100

Sepak terjang Grup Kompas Gramedia dalam penguasaan pasar pembaca daerah tidak hanya di Bandung dan sekitarnya, namun juga di Makassar. Pola penguasaan pasar grup ini melalui koran Tribun Timur dan Kompas mampu menguasai hingga dua pertiga pasar pembaca kota Makassar. Pesaing terdekatnya, Grup Jawa Pos, melalui Grup Fajar, mampu menguasai hingga sepertiga bagian (Tabel 4). Pada pasar kota Makassar, tidak tampak koran-koran lain baik koran lokal di luar kedua grup konglomerasi media tersebut ataupun koran nasional yang signifikan kehadirannya.

Tabel 4. Pola Persaingan dan Penguasaan Pasar Pembaca Koran di Makassar dan sekitarnya

No Korporasi Media Cetak

 

Penguasaan Pasar Pembaca (%)

2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

1 Grup Kompas Gramedia 39,3 41,1 41,5 56,8 55,3 48,7 69,3

2 Grup Jawa Pos 58,9 56,0 52,7 41,3 38,9 41,7 30,1

3 Media Nasional Lainnya 1,8 2,9 5,8 1,9 5,7 9,6 0,6

Total 100 100 100 100 100 100 100

Kondisi yang agak berbeda terjadi di Medan dan sekitarnya. Sekalipun dua grup korporasi media nasional berhasil mengambil alih porsi dominan pasar pembaca koran, namun terdapat beberapa pelaku industri lokal ataupun media daerah yang tergolong signifikan porsi penguasaan pasar pembaca koran. Grup koran Analisa (PT. Media Warta Kencana) yang pertama terbit 23 Maret 1972 ini, menjadi media lokal yang mampu menguasai hingga seperlima pasar pembaca koran. Selanjutnya Grup Waspada (terbit sejak 11 Januari 1947) yang

Page 14: Benteng Daerah : Persaingan Grup Koran Nasional dan Lokal ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13388/8/BOOK_Mediamorfosa...101 Benteng Daerah : Persaingan Grup Koran Nasional

114

Mediamorfosa : Transformasi Media Komunikasi di Indonesia

didirikan Mohammad Said dan Ani Idrus, dan posisi selanjutnya koran Sinar Indonesia Baru (terbit sejak 9 Mei 1970) yang didirikan oleh GM Panggabean. Total penguasaan ketiga media tersebut mencapai sepertiga bagian dari total pasar pembaca koran di Medan. Sisanya, dikuasai oleh Grup Jawa Pos dan Kompas Gramedia (Tabel 5).

Tabel 5. Pola Persaingan dan Penguasaan Pasar Pembaca Koran di Medan dan sekitarnya

No Korporasi Media Cetak

 

Penguasaan Pasar Pembaca (%)

2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

1 Grup Kompas Gramedia 2,4 2,6 2,7 8,5 14,4 17,6 21,4

2 Grup Jawa Pos 40,0 47,6 45,0 42,9 34,8 40,2 40,5

3 Media Nasional Lainnya 4,8 0,5 0,0 0,0 0,0 0,0 3,1

4 Analisa (Lokal) 30,6 29,4 31,6 29,0 25,8 25,2 19,4

5 Waspada (Lokal) 11,6 11,7 16,2 14,1 23,0 14,2 11,9

6 Sinar Indonesia Baru (Lokal) 10,5 8,4 4,4 5,5 2,0 2,8 3,6

Total 100 100 100 100 100 100 100

Kondisi yang mengkhawatirkan, porsi penguasaan ketiga korporasi media lokal tersebut cenderung menyusut. Dengan menggambil acuan tahun 2008, saat itu ketiga media lokal masih mampu menguasai hingga separuh pasar pembaca.

Daerah Penguasaan Media Lokal Di tengah arus ekspansi kapital grup media cetak nasional dalam

pasar pembaca di berbagai daerah, terdapat beberapa grup korporasi media daerah yang tetap mampu menjadi pemimpin pasar di daerahnya. Grup Bali Post, menjadi grup korporasi media yang mempertahankan dominasinya. Grup media yang diawali oleh kehadiran koran Bali Post (1972) oleh Ketut Nadha itu semenjak era 1980-an sudah menguasai pasar media di Bali. Peningkatan kapital membuat grup ini mendirikan berbagai media cetak, terutama di tahun 1998 dengan menerbitkan berbagai media cetak, seperti Denpost (1998), Bisnis Bali, Suara NTB (2004), dan Bisnis Jakarta (2008), tabloid Lintang, Wiyata Mandala, Tokoh (1998), Bali Travel News (1998).

Sepeninggal pendirinya di tahun 2001 dan beralih dalam pengelolaan anaknya, ABG Satria Naradha, gerak ekspansi Grup Bali Pos

Page 15: Benteng Daerah : Persaingan Grup Koran Nasional dan Lokal ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13388/8/BOOK_Mediamorfosa...101 Benteng Daerah : Persaingan Grup Koran Nasional

Bestian Nainggolan, Benteng Daerah :...

115

semakin meluas ke berbagai bidang media, khususnya dalam industri radio seperti Radio Global (1999), Kini Jani, Suara Besakih, Genta FM (2002), Singaraja FM (2002), Suara Banyuwangi, Lombok FM, Negara FM. Dunia pertelevisian pun dimasuki dengan mendirikan Jaringan BaliTV (2002), BandungTV, JogyaTV, SemarangTV, MedanTV, Aceh TV, Sriwijaya TV, Makasar TV dan Surabaya TV. Pola ekspansi yang dilakukan Bali Post ini menunjukkan kekuatan grup korporasi media daerah yang berkembang secara nasional.

Dalam pasar media nasional, Grup Bali Post memang tidak menjadi pelaku utama. Namun, dalam pasar lokal, Bali khususnya, grup ini sangat dominan. Sebagai gambaran, sejak tahun 2008 hingga tahun 2014, porsi penguasaan pembaca di Denpasar dan sekitarnya tergolong stabil, menguasai hampir 60 persen. Porsi penguasaan yang sangat dominan tersebut tidak mampu tertandingi media nasional ataupun lokal lainnya. Grup Jawa Pos yang ikut meramaikan persaingan media cetak di Bali melalui Radar Bali hanya mampu menguasai hingga seperempat bagian. Begitupun Grup Kompas Gramedia, menguasai pasar tidak lebih dari 10 persen (Tabel 6).

Tabel 6. Pola Persaingan dan Penguasaan Pasar Pembaca Koran di Denpasar dan sekitarnya

No Korporasi Media Cetak

 

Penguasaan Pasar Pembaca (%)

2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

1 Grup Kompas Gramedia 1,8 0,5 1,4 0,0 4,4 0,0 9,7

2 Grup Jawa Pos 34,3 39,8 37,0 32,8 37,8 40,6 25,7

3 Media Nasional Lainnya 3,3 1,8 0,7 0,0 0,0 0,0 0,0

4 Grup Bali Post (Lokal) 52,4 50,7 53,6 63,8 51,1 52,9 57,6

5 Nusa Bali (Lokal) 8,1 7,2 7,2 3,4 6,7 6,5 6,9

Total 100 100 100 100 100 100 100

Di samping Grup Bali Post, Grup Suara Merdeka dan Grup Kedaulatan Rakyat juga tergolong mampu menguasai pasar pembaca koran di daerah kekuasaannya masing-masing. Di Jawa Tengah, khususnya Semarang, porsi penguasaan Grup Suara Merdeka tampak dominan, menguasai separuh dari total pembaca koran. Kondisi yang tidak jauh berbeda juga di Yogyakarta, lebih dari separuh bagian pasar pembaca koran terkuasai media cetak yang menjadi bagian dari

Page 16: Benteng Daerah : Persaingan Grup Koran Nasional dan Lokal ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13388/8/BOOK_Mediamorfosa...101 Benteng Daerah : Persaingan Grup Koran Nasional

116

Mediamorfosa : Transformasi Media Komunikasi di Indonesia

Grup Kedaulatan Rakyat. Hanya, agak berbeda dengan Grup Bali Pos, sekalipun menguasai pasar di daerahnya terjadi tren penurunan porsi penguasaan Suara Merdeka maupun Kedaulatan Rakyat.

Perjalanan industrial Grup Suara Merdeka diawali kehadiran koran Suara Merdeka (PT Suara Merdeka Press) yang didirikan H. Hetami sejak 11 Februari 1950. Sejak 1982, Budi Santoso, menantu Hetami, mengambil alih kendali dan mengembangkan Suara Merdeka menjadi grup korporasi media terbesar di Jawa Tengah. Suara Merdeka mengembangkan sayap bisnisnya dengan berintegrasi secara horisontal melalui pendirian Koran Wawasan, Tabloid Cempaka, maupun Ototrack. Grup ini juga mengoperasikan stasiun radio Trax FM. Sejak 2010, generasi kepemimpinan beralih pada putra sulungnya, Kukrit Suryo Wicaksono.

Sekalipun masih menguasai pasar pembaca Jawa Tengah, jika dicermati ancaman penurunan porsi penguasaan Grup Suara Merdeka signifikan terjadi. Sebagai gambaran, di Semarang dan sekitarnya, pada era sebelum tahun 2012 koran-koran Grup Suara Merdeka masih mampu menguasai hingga tiga perempat bagian pasar pembaca. Namun, kini merosot tersisa separuh bagian dari total pembaca (Tabel 7).

Tabel 7. Pola Persaingan dan Penguasaan Pasar Pembaca Koran di Semarang dan sekitarnya

No Korporasi Media Cetak

 

Penguasaan Pasar Pembaca (%)

2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

1 Grup Kompas Gramedia 8,8 9,4 6,5 8,4 9,4 21,0 32,9

2 Grup Jawa Pos 18,4 16,2 15,8 15,4 12,5 10,3 9,6

3 Media Nasional Lainnya 1,1 3,2 2,7 1,4 0,0 1,1 2,7

4 Grup Suara Merdeka (Lokal) 71,7 71,2 75,0 74,8 78,1 67,5 54,8

Total 100 100 100 100 100 100 100

Tren penurunan porsi penguasaan pembaca Grup Suara Merdeka diikuti oleh tren peningkatan porsi penguasaan pasar Grup Kompas Gramedia. Semenjak kehadiran Tribun Jateng milik Kompas Gramedia tahun 2013, porsi penguasaan koran-koran Grup Suara Merdeka menyusut. Pada kesempatan yang sama, penurunan porsi penguasaan pembaca juga dialami oleh koran milik Grup Jawa Pos di Semarang seperti Radar Semarang dan Meteor.

Page 17: Benteng Daerah : Persaingan Grup Koran Nasional dan Lokal ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13388/8/BOOK_Mediamorfosa...101 Benteng Daerah : Persaingan Grup Koran Nasional

Bestian Nainggolan, Benteng Daerah :...

117

Persoalan yang agak mirip juga terjadi pada Kedaulatan Rakyat (PT BP Kedaulatan Rakyat Yogyakarta). Grup media cetak yang dimotori oleh kehadiran koran Kedaulatan Rakyat (27 September 1945) oleh pendirinya HM. Samawi dan M. Wonohito, berkembang menjadi media cetak paling berpengaruh di Yogyakarta. Secara horisontal, Grup Kedaulatan Rakyat mendirikan Koran Merapi dan Minggu Pagi. Kini, dalam kepemimpinan Nugroho Samawi, sekalipun masih menjadi pemimpin pasar di Yogyakarta dan sekitarnya, Kedaulatan Rakyat bergulat menghadapi ancaman penurunan porsi pasar pembaca koran (Tabel 8).

Tabel 8. Pola Persaingan dan Penguasaan Pasar Pembaca Koran di Yogyakarta dan sekitarnya

No Korporasi Media Cetak

 

Penguasaan Pasar Pembaca (%)

2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

1 Grup Kompas Gramedia 9,5 10,7 9,9 5,9 27,7 37,6 35,2

2 Grup Jawa Pos 9,3 5,7 11,7 3,3 2,9 2,4 3,4

3 Media Nasional Lainnya 1,8 1,6 5,8 1,7 2,0 1,6 4,3

4 Grup Kedaulatan Rakyat (Lokal)

75,6 77,7 68,5 87,3 65,9 56,8 55,1

5 Bernas (Lokal) 3,8 4,3 4,2 1,7 1,5 1,6 2,1

Total 100 100 100 100 100 100 100

Penurunan porsi pasar Kedaulatan Rakyat juga disebabkan oleh semakin membesarnya porsi penguasaan pasar Grup Kompas Gramedia di Yogyakarta. Kehadiran Tribun sejak 11 April 2011, secara signifikan meningkatkan porsi penguasaan Grup Kompas Gramedia di Yogyakarta dari sekitar 6 persen (2011) setahun selanjutnya menjadi 27 persen. Saat ini, tidak kurang sudah sepertiga bagian porsi pembaca koran di Yogyakarta dikuasai Grup Kompas Gramedia. Di sisi lain, Grup Kedaulatan Rakyat yang sebelumnya mampu menguasai hingga tiga perempat bagian pasar pembaca kini menyusut, menjadi 55 persen.

PenutupKajian ini menyimpulkan di tengah arus penetrasi kapital grup

media cetak nasional ke berbagai pasar pembaca daerah, tidak semua mampu terkuasai. Beberapa korporasi media lokal di beberapa daerah, khususnya Bali (Denpasar), Jawa Tengah (Semarang), DI Yogyakarta

Page 18: Benteng Daerah : Persaingan Grup Koran Nasional dan Lokal ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13388/8/BOOK_Mediamorfosa...101 Benteng Daerah : Persaingan Grup Koran Nasional

118

Mediamorfosa : Transformasi Media Komunikasi di Indonesia

(Yogyakarta), masih mampu menjadi penguasa pasar pembaca. Namun, apa yang terjadi di Jakarta, Surabaya, Bandung, Makassar, Medan, menjadi wilayah dimana penetrasi media cetak nasional mampu mengambil alih penguasaan pasar pembaca lokal.

Dalam perspektif ekonomi politik, kondisi persaingan dan penguasaan pasar daerah semacam ini memberikan implikasi berbeda bagi prospek industri media cetak di negeri ini. Di satu sisi, kemampuan grup korporasi media lokal mempertahankan pasar pembaca daerah menunjukkan tidak semua kekuatan kapital media nasional mampu mengambil alih pasar pembaca lokal. Media lokal, dengan segenap kekuatan dan kelemahannya, masih menjadi bagian dari sumber-sumber utama informasi di wilayah produksinya. Masyarakat pembaca daerah sebagai konsumen informasi pun masih menganggap proksimitas informasi (lokalitas) menjadi sisi penting dalam pemenuhan kebutuhan informasi.

Pada sisi lain, ketidakmampuan grup korporasi media nasional dalam menguasai pasar daerah menunjukkan masih terdapat peluang keragaman produk-produk informasi yang tersedia di daerah. Kondisi demikian potensial menguatkan terjadinya keragaman kepemilikan media (external pluralism). Dengan keragaman kepemilikan media, output (informasi) yang dihasilkan pun potensial menjadi semakin beragam (internal pluralism), tidak hanya terpaku pada kepentingan penguasa media. Keragaman semacam ini yang menjadi salah satu esensi demokratisasi media dalam kehidupan masyarakat (Doyle, 2002).

Sekalipun prospek media lokal masih dapat terasakan, namun tren peningkatan porsi penguasaan pasar korporasi media nasional di berbagai daerah signifikan terlihat. Persoalan demikian menjadi masalah pelik yang secara langsung mengancam eksistensi koran lokal di negeri ini. Terlebih, dikaitkan dengan arus perubahan teknologi komunikasi informasi yang signifikan mengubah pola penggunaan medium informasi. Serikat Perusahaan Pers (SPS) memperkirakan tahun 2017 ini, anggota SPS diperkirakan menyusut tinggal 400 media cetak dari sekitar 500 anggota lima tahun lalu (Kompas, 30/6/2017). Tumbangnya media cetak disebabkan pendapatan iklan media cetak daerah menyusut hingga 40 persen, dan di sisi lain terjadi peralihan

Page 19: Benteng Daerah : Persaingan Grup Koran Nasional dan Lokal ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13388/8/BOOK_Mediamorfosa...101 Benteng Daerah : Persaingan Grup Koran Nasional

Bestian Nainggolan, Benteng Daerah :...

119

iklan tersebut pada keberadaan media sosial. Artinya, media cetak daerah tidak hanya terancam media nasional namun juga ancaman perubahan medium informasi.

Di tengah berbagai tekanan yang dihadapi, menjadi semakin menarik untuk diketahui seberapa jauh faktor lokalitas, baik dari sisi kandungan nilai konten maupun model pengelolaan media yang selama ini dirujuk sebagai kekuatan utama dari media-media cetak di berbagai daerah, masih menjadi kekuatan yang signifikan menangkal berbagai intervensi eksternal nasional maupun global. Pertanyaan krusial yang menjadi keterbatasan dalam kajian ini membuka peluang bagi kajian-kajian komprehensif lainnya.

Page 20: Benteng Daerah : Persaingan Grup Koran Nasional dan Lokal ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13388/8/BOOK_Mediamorfosa...101 Benteng Daerah : Persaingan Grup Koran Nasional

120

Mediamorfosa : Transformasi Media Komunikasi di Indonesia

Daftar PustakaAlbarran, B Alan. (1996). Media Economics: Understanding Markets,

Industries and Concepts. Iowa: Iowa State University Press.

Dhakidae, Daniel. (1991). The State, The Rise of Capital and The Fall of Political Journalism. Political Economy of Indonesian News Industry. Disertasi Cornell University, tidak diterbitkan.

Dimmick, JW. (2003). Media Competition and Coexistence-The Theory of the Niche. London, Lawrence Erlbaum Associates.

Doyle, Gillian. (2002). Media Ownership: The Economics and Plitics of Convergence and Concentration in the UK and European Media. London: Sage Publications.

Fidler, Roger. (1997). Mediamorfosis: Understanding New Media. Thousand Oaks, California, Pine Forge Press.

Knoche, Manfred. (1999). The Media Industry’s Structural Transformation in Capitalism and The Role of the State: Media Economics in the Age of Digital Communications. Triple C 14 (1): 1-47.

Lim, Merlyna, (2012). The League of Thirteen Media Concentration in Indonesia. Participatory Media Lab, Arizona State University & Ford Foundation.

Luxemburg (2003). The Accumulation of Capital. London, Routledge.

Marx, Karl. (1992). Capital: A Critique of Political Economy: The Process of Circulation of

Capital. Penguin Classics

Mosco, Vincent. (1996, 2009). The Political Economy of Communication. London: Sage.

Nainggolan, Bestian (2015). Konglomerasi Media Nasional: Tipologi, Konsentrasi, dan

Kompetisi Pasar, dalam Menegakkan Kedaulatan Komunikasi. Jakarta: ISKI

Nielsen Media (2015, 1997). Media Scene 1997-2015. Jakarta: ITKP Mediatama Advertising

Nugroho, Y., Putri, DA., Laksmi, S, (2012). Memetakan Lanskap Industri Media Kontemporer di Indonesia (Edisi Bahasa Indonesia). Laporan. Jakarta: CIPG dan HIVOS.

Page 21: Benteng Daerah : Persaingan Grup Koran Nasional dan Lokal ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13388/8/BOOK_Mediamorfosa...101 Benteng Daerah : Persaingan Grup Koran Nasional

Bestian Nainggolan, Benteng Daerah :...

121

Picard, R.G, (1989). Media Economics. Beverly Hills: Sage.

Picard, R.G. (2009, 1988). Measures of Concentration in The Daily Newspaper Industry.,

Journal of Media Economics, 1:1, 61-74.

Rogers, M.Everett. (1997). A History of Communication Study. A Biographical Approach. New York:The Free Press.

Sen, Krishna; David T.Hill. (2000). Media, Culture and Politics in Indonesia. Melbourne: Oxford University Press.

Young, D.P.T. (2000). Modelling Media Markets: How Important is Market Structure? Journal of Media Economics, 13: 27-44.

Wirtz, BW. (2001). Reconfiguration of Value Chains in Coverging Media and Communication Market. Long Range Planning 34 (4): 489-506.