bangunan kolonial belanda "museum semarajaya"
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Salah satu peninggalan kolonial Belanda di Kabupaten Klungkung, Bali, Indonesia. Ciri dan karakteristik bangunan kolonial.TRANSCRIPT
- 1. MATA KULIAH ARSITEKTUR INDONESIA PERAN & PENGARUH ARSITEKTUR KOLONIAL PADA MUSEUM SEMARAJAYA DI KLUNGKUNG (KELAS A) OLEH: DWI ADINTYA ERADIPUTRA 1104205008 DOSEN PEMBIMBING Dr. Ir. Putu Rumawan Salain, MSi Dr. Ir. A.A Ayu Oka Saraswati, M.T JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA 2014 MATA KULIAH ARSITEKTUR INDONESIA PERAN & PENGARUH ARSITEKTUR KOLONIAL PADA MUSEUM SEMARAJAYA DI KLUNGKUNG (KELAS A) OLEH: DWI ADINTYA ERADIPUTRA 1104205008 DOSEN PEMBIMBING Dr. Ir. Putu Rumawan Salain, MSi Dr. Ir. A.A Ayu Oka Saraswati, M.T JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA 2014 MATA KULIAH ARSITEKTUR INDONESIA PERAN & PENGARUH ARSITEKTUR KOLONIAL PADA MUSEUM SEMARAJAYA DI KLUNGKUNG (KELAS A) OLEH: DWI ADINTYA ERADIPUTRA 1104205008 DOSEN PEMBIMBING Dr. Ir. Putu Rumawan Salain, MSi Dr. Ir. A.A Ayu Oka Saraswati, M.T JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA 2014
- 2. ii Arsitektur Indonesia | Jurusan Arsitektur | Fakultas Teknik | Universitas Udayana Kata Pengantar Puji syukur saya panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena berkat rahmat-Nya, saya dapat mewujudkan dan menyelesaikan sebuah tugas Peran & Pengaruh Arsitektur Kolonial Pada Museum Semarajaya di Klungkung mata kuliah Arsitektur Indonesia. Serta puji syukur pula saya panjatkan atas kekuatan yang diberikan-Nya, sehingga saya mampu menuangkan pikiran dan ide-ide kedalam tugas ini. Di sisi lain, penulis tak lupa juga mengucapkan terimakasih kepada Dr. Ir. Putu Rumawan Salain, MSi dan Dr. Ir. A.A Ayu Oka Saraswati, M.T selaku pembimbing. Demikian pula saya mengucapkan terima kasih yang sedalam- dalamnya terhadap keluarga dan teman-teman yang telah membantu dalam pembuatan tugas ini. Penulis merasa bangga mempunyai keluarga dan teman yang mampu membimbing dan mendukung dengan sangat baik. Dalam pembuatan tugas Peran & Pengaruh Arsitektur Kolonial Pada Museum Semarajaya di Klungkung ini tentunya masih terdapat kekurangan, maka dengan tangan terbuka saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak. Akhir kata penulis meminta maaf jika ada kesalahan dan kata-kata yang kurang berkenan. Semoga tugas ini dapat diterima dan berguna bagi pembaca. Denpasar, Mei 2014 Dwi Adintya Eradiputra
- 3. iii Arsitektur Indonesia | Jurusan Arsitektur | Fakultas Teknik | Universitas Udayana DAFTAR ISI Kata Pengantar ................................................................................................. ii Daftar Isi........................................................................................................... iii Daftar Tabel dan Gambar................................................................................. iv BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah...................................................................................... 1 1.3 Tujuan ....................................................................................................... 2 1.4 Manfaat ..................................................................................................... 2 1.5 Sistematika Penulisan ............................................................................... 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 4 2.1 Pengertian Peran......................................................................................... 4 2.2 Pengertian Pengaruh................................................................................... 4 2.3 Pengertian dan Karakteristik Arsitektur Zaman Kolonial Belanda ........... 4 BAB III ARSITEKTUR MUSEUM SEMARAJAYA ................................ 9 3.1 Letak Museum Semarajaya........................................................................ 9 3.2 Sejarah Museum Semarajaya ..................................................................... 10 3.3 Arsitektur Museum Semarajaya................................................................. 11 BAB IV PEMBAHASAN............................................................................... 15 4.1 Batasan Pembahasan Museum Semarajaya ............................................... 15 4.2 Elemen Arsitektur Kolonial Pada Museum Semarajaya............................ 16 4.3 Peran & Pengaruh Arsitektur Kolonial di Museum Semarajaya ............... 21 BAB V PENUTUP.......................................................................................... 22 5.1 Kesimpulan ................................................................................................ 22 5.2 Saran........................................................................................................... 22 DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 23
- 4. iv Arsitektur Indonesia | Jurusan Arsitektur | Fakultas Teknik | Universitas Udayana DAFTAR TABEL DAN GAMBAR A. Tabel No. Tabel Keterangan Halaman Tabel 4.1 Elemen Arsitektur Kolonial Belanda di Museum Semarajaya. 15,16 B. Gambar No. Gambar Keterangan Halaman Gambar 2.1 Tipologi Bentuk Jendela Bangunan Kolonial 7 Gambar 3.1 Letak Museum Semarajaya Ditinjau Dari Pulau Bali 9 Gambar 3.2 Letak Museum Semarajaya di Klungkung 9 Gambar 3.3 Tanda Peresmian Museum Semarajaya Oleh Menteri Dalam Negeri RI 10 Gambar 3.4 Karang Goak di Bebaturan Museum Semarajaya 11 Gambar 3.5 Karang Tapel di Bebaturan Museum Semarajaya 12 Gambar 3.6 Arca Kala di Museum Semarajaya 12 Gambar 3.7 Arca Dewa di Museum Semarajaya 12 Gambar 3.8 Patung Naga Sebagai Pengapit Tangga di Museum Seamrajaya 13 Gambar 3.9 Berbagai Jenis Pepatraan di Bebaturan Museum Semarajaya 13 Gambar 3.10 Konsep Tri Angga di Bangunan Museum Semarajaya 14 Gambar 3.11 Perspektif Museum Semarajaya Diambil Dari Atas Bale Kulkul 14 Gambar 4.1 Perspektif & Fasade Depan Museum 16 Gambar 4.2 Pintu Ganda di Serambi Depan Museum 17 Gambar 4.3 Jendela Kayu di Museum Semarajaya 17
- 5. v Arsitektur Indonesia | Jurusan Arsitektur | Fakultas Teknik | Universitas Udayana Gambar 4.4 Jendela Kayu Persegi di Museum Semarajaya 17 Gambar 4.5 Jendela Kayu Persegi Panjang di Museum Semarajaya 17 Gambar 4.6 Gevel di Fasade Depan Museum Semarajaya 18 Gambar 4.7 Balustrade di Bagian Batur Museum Semarajaya 18 Gambar 4.8 Ilustrasi Denah Museum Semarajaya 19 Gambar 4.9 Cripedoma di Fasade Depan Museum 20 Gambar 4.10 Deretan Kolom di Selasar Depan Museum Semarajaya 20
- 6. 1 Arsitektur Indonesia | Jurusan Arsitektur | Fakultas Teknik | Universitas Udayana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Arsitektur adalah ruang tempat hidup manusia, yang lebih dari sekedar fisik, tapi juga menyangkut pranata-pranata budaya dasar. Pranata ini meliputi: tata atur kehidupan sosial dan budaya masyarkat, yang diwadahi dan sekaligus mempengaruhi arsitektur. (Rappoport, 1981) Arsitektur adalah cerminan dari kebudayaan, oleh karena itu, dari sebuah karya arsitektur, kita dapat mengetahui latar belakang budaya satu bangsa, (Hidayatun, 2005). Dari pengertian arsitektur di atas dapat disimpulkan bahwa arsitektur selalu dipengaruhi oleh sosial dan budaya masyarakatnya. Perkembangan arsitektur sejalan dengan perkembangan perbedaan manusia dari periode ke periode berikutnya. Dimana manusia membutuhkan ruang sebagai wadah kegiatan hidup dengan aman, nyaman, bermanfaat, dan dapat memberikan kenikmatan, dan rasa kebahagiaan. Demikian pula dengan arsitektur di Indonesia, perkembangan arsitektur di Indonesia dipengaruhi oleh perkembangan sosial dan budaya masyarakatnnya, termasuk juga pengaruh dari zaman kolonialisme Belanda. Pada masa penjajahan Belanda, Indonesia mengalami pengaruh Occidental (Barat) dalam berbagai segi kehidupan termasuk dalam tata kota dan bangunan. Para pengelola kota dan arsitek Belanda banyak menerapkan konsep lokal atau tradisional dalam perencanaan dan pengembangan kota, permukiman dan bangunan-bangunannya. Adanya pencampuran budaya, membuat arsitektur kolonial Belanda di Indonesia menjadi fenomena budaya yang unik. Arsitektur kolonial di berbagai tempat di Indonesia bila diteliti lebih jauh, mempunyai perbedaan-perbedaan dan ciri tersendiri antara tempat yang satu dengan yang lain. 1.2 Rumusan Masalah Dari latar belakang permasalahan peran dan pengaruh arsitektur kolonial di Indonesia, maka penulis mengambil studi kasus bangunan Museum Semarajaya
- 7. 2 Arsitektur Indonesia | Jurusan Arsitektur | Fakultas Teknik | Universitas Udayana di Kabupaten Klungkung sebagai objek pengamatan. Dari objek tersebut dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1.2.1 Elemen arsitektur kolonial apa saja yang terdapat pada Museum Semarajaya? 1.2.2 Bagaimana peran & pengaruh arsitektur kolonial di Museum Semarajaya? 1.3 Tujuan Berdasarkan latar belakang serta rumusan masalah, maka ditentukan tujuan dari pengerjaan makalah ini yaitu sebagai berikut: 1.3.1 Untuk mengetahui elemen-elemen arsitektur kolonial yang ada di Museum Semarajaya. 1.3.2 Untuk mempelajari dan mengetahui peran & pengaruh arsitektur kolonial di Museum Semarajaya. 1.4 Manfaat Manfaat yang didapat baik bagi penulis maupun pembaca yaitu untuk mengetahui peran dan pengaruh dari arsitektur kolonial di Indonesia, khususnya pada bangunan Museum Semarajaya serta elemen-elemen arsitektur kolonial yang terdapat di bangunannya. 1.5 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan yang digunakan dalam penyusunan makalah arsitektur Indonesia yang berjudul Peran & Pengaruh Arsitektur Kolonial pada Museum Semarajaya di Klungkung ini adalah sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan ini mengemukakan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan, manfaat, dan sitematika penulisan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi tinjauan teori yang akan digunakan untuk melakukan pembahasan di bab IV. Tinjauan yang dimaksud yaitu mengenai pengertian peran & pengaruh, serta pengertian dan karakteristik dari arsitektur kolonial Belanda.
- 8. 3 Arsitektur Indonesia | Jurusan Arsitektur | Fakultas Teknik | Universitas Udayana BAB III ARSITEKTUR MUSEUM SEMARAJAYA Dalam bab ini secara khusus menguraikan tentang objek yang dibahas yaitu Museum Semarajaya di Kabupaten Klungkung. Hal yang dibahas adalah letak / lokasi objek, sejarah berdirinya museum, serta elemen-elemen arsitektur Bali dari objek. BAB IV PEMBAHASAN Di bagian pembahasan akan diuraikan analisa mengenai elemen-elemen arsitektur kolonial yang terdapat di Museum Semarajaya dan dikaitkan dengan peran serta pengaruhnya terhadap objek. BAB V PENUTUP Pada bagian penutup terdapat kesimpulan dari pembahasan dan juga saran- saran sebagai usaha dalam mengembangkan makalah dan pembacanya.
- 9. 4 Arsitektur Indonesia | Jurusan Arsitektur | Fakultas Teknik | Universitas Udayana BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Peran Menurut Soekanto (1990:268), peran adalah aspek dinamis dari kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka dia menjalankan suatu peran. Sementara menurut Liliweri (n.d), peran adalah sebuah harapan budaya terhadap suatu posisi atau kedudukan. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan peran sebagai perangkat tingkah yg diharapkan dimiliki oleh orang yg berkedudukan di masyarakat. 2.2 Pengertian Pengaruh Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 849), pengaruh adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang atau benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang. Sementara itu, Surakhmad (1982:7) menyatakan bahwa pengaruh adalah kekuatan yang muncul dari suatu benda atau orang dan juga gejala dalam yang dapat memberikan perubahan terhadap apa-apa yang ada di sekelilingnya. Jadi, dari pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pengaruh merupakan suatu daya atau kekuatan yang timbul dari sesuatu, baik itu orang maupun benda serta segala sesuatu yang ada di alam sehingga mempengaruhi apa-apa yang ada di sekitarnya. 2.3 Pengertian & Karakteristik Arsitektur Kolonial Belanda Pada masa penjajahan Belanda, Indonesia mengalami pengaruh Occidental (Barat) dalam berbagai segi kehidupan termasuk dalam tata kota dan bangunan. Para pengelola kota dan arsitek Belanda banyak menerapkan konsep lokal atau tradisional dalam perencanaan dan pengembangan kota, permukiman dan bangunan-bangunannya. 2.3.1 Pengertian Arsitektur Kolonial Belanda Arsitektur kolonial merupakan arsitektur yang memadukan antara budaya Barat dan Timur. Arsitektur ini hadir melalui karya arsitek Belanda dan
- 10. 5 Arsitektur Indonesia | Jurusan Arsitektur | Fakultas Teknik | Universitas Udayana diperuntukkan bagi bangsa Belanda yang tinggal di Indonesia pada masa sebelum kemerdekaan. (Safeyah, 2006). Arsitektur kolonial adalah arsitektur cangkokan dari negeri induknya Eropa kedaerah jajahannya. Arsitektur kolonial Belanda adalah arsitektur Belanda yang dikembangkan di Indonesia, selama Indonesia masih dalam kekuasaan Belanda sekitar awal abad 17 sampai tahun 1942. (Soekiman,2011) 2.3.2 Karakteristik Arsitektur Kolonial Belanda Sebagai sebuah langgam arsitektur, tentu arsitektur kolonial Belanda di Indonesia ini memiliki karakteristik tertentu yang membedakannya dari arsitektur lainnya di Indonesia. Karakteristik bangunan kolonial ini dapat terlihat secara fisik dan non fisik. Ciri fisik dapat terlihat dari fasade bangunan, material, elemen- elemen pembentuk bangunannya (lantai, dinding, dan atap), serta ragam hias dari bangunan tersebut. Berikut merupakan beberapa karakter yang dapat dilihat dari beberapa elemen yang biasa digunakan pada bangunan kolonial. A. Gable/Gevel Terletak pada bagian depan atau tampak bangunan, memiliki bentuk segitiga atau yang mengikuti bentuk dari atap bangunan itu sendiri. B. Tower/Menara Memiliki bentuk yang sangat beragam, mulai dari bentuk kotak segi empat, segi enam, bulat, hingga bentuk-bentuk geometris lainnya, dan beberapa di antara memadukanya denga gevel depan. Tower / menara biasanya berfungsi sebagai penanda pintu masuk bagian depan bangunan. C. Nok Acroteire / Hiasan Puncak Atap Hiasan puncak atap biasanya digunakan pada rumah-rumah para petani di Belanda. Pada awalnya di Negara Belanda hiasan puncak atap menggunakan alang-alang, namun di daerah Hindia Belanda hiasan ini dibuat menggunakan semen. D. Dormer/Cerobong Asap Semu Memiliki fungsi untuk penghawaan dan pencahayaan pada bangunan. Memiliki bentuk yang menjulang tinggi keatas, dormer di negara aslinya, Belanda, biasanya digunakan sebagai ruang atau cerobong asap perapian.
- 11. 6 Arsitektur Indonesia | Jurusan Arsitektur | Fakultas Teknik | Universitas Udayana E. Windwijer / Penunjuk Angin Berfungsi sebagai penunjuk arah angin, biasanya diletakan di atas nok dan dapat berputar mengikuti arah angin. F. Ballustrade Memiliki fungsi sebagai pagar pembatas balkon, ataupun dek bangunan. Biasanya terbuat dari beton cor ataupun dari bahan metal. G. Tympanum Bagian dari bentuk geometri dan hiasan (dekorasi) yang berbentuk segitiga (kadang juga setengah lingkaran) di atas pintu, jendela atau portico. Di Indonesia, banyak digunakan pada bagian atas portico, bentukan atap, serta di atas pintu dan jendela. H. Geveltoppen Geveltoppen atau hiasan kemuncak tampak depan terlentak di puncak gevel. Ragam hias yang dipahatkan seringkali berupa huruf yang distilisasi sehingga menjadi motif ragam hias (runenschrift) I. Ragam Hias Pada Tubuh Bangunan Ragam hias juga terdapat pada bagian tubuh bangunan, misalnya pada lubang- lubang angin (bovenlicht) yang terletak diatas pintu atau jendela. Selain itu ragam hias juga bisa terdapat di kolom-kolom yang berjajar dengan gaya neo clasic. J. Fasade Simetris Fasade bangunan memiliki komposisi yang simetri dengan perulangan yang seimbang serta bentuk hirarki yang terpusat menurut skala, wujud dan peletakkan unsur-unsur fasade bangunan seperti pada kolom, jendela, serta tower dan memiliki nilai hirarki yang tinggi pada entrance sebagai komposisi yang dominan pada fasade bangunan. K. Material Dari Batu Bata / Kayu Tanpa Pelapis Penggunaan material batu bata dan/atau kayu tanpa pelapis disesuaikan dengan karakter dan material lokal yang terdapat di daerah. L. Entrance Mempunyai 2 Daun Pintu Penggunaan entrance utama bangunan kolonial biasanya menggunakan pintu dengan 2 daun pintu (pintu dari serambi/ruang tamu menuju ruang
- 12. 7 Arsitektur Indonesia | Jurusan Arsitektur | Fakultas Teknik | Universitas Udayana keluarga/utama). Sedangkan pintu lain di dalam ruangan menggunakan pintu dengan 1 daun. M. Pintu Masuk Terletak di Samping Bangunan Tipe rumah kolonial tahun 1950-an (tipe jengki), memiliki ciri-ciri pintu rumah telah bergeser ke pinggir (tidak di bagian depan bangunan). N. Denah Simetris Bentukan simetris pada rumah tinggal yang menggunakan susunan dua lajur kolom (ruang) dengan koridor di tengah bangunan, sehingga terbentuk garis simetri bangunannya. Penataan ini sesuai dengan studi yang menunjukkan mengenai pola simetris rumah tinggal kolonial. Aspek simetris pada bangunan dapat dilihat secara sebagian, dalam arti simetris pada unit ruang. Aspek simetris dapat terlihat pada tatanan fasade, yang terdiri atas penataan pintu dan jendela utama. O. Jendela Besar Berbingkai Kayu Bangunan kolonial Belanda identik dengan jendela-jendela besar dengann bingkai kayu. Terdapat 3 tipe bentuk jendela yaitu jendela tunggal dengan bukaan satu arah, jendela rangkap ganda yaitu jendela dengan dua rangkap (kayu di luar, kaca di dalam), dan jendela ganda yaitu jendela dengan dua bukaan keluar. P. Cripedoma Merupakan trap-trap tangga naik menuju bangunan (untuk masuk ke bangunan melewati beberapa tingkat tangga). Gambar 2.1 Tipologi Bentuk Jendela Bangunan Kolonial Sumber: Bunga Indra (2011:150)
- 13. 8 Arsitektur Indonesia | Jurusan Arsitektur | Fakultas Teknik | Universitas Udayana Q. Kolom-Kolom Berjajar Ciri/karakteristik ini merupakan perkembangan dari gaya klasik di eropa, dengan deretan kolom-kolom besar di bagian fasade depan bangunan untuk memberi kesan megah, besar, kokoh dan kuat bagi bangunan dan status orang yang mendiaminya.
- 14. 9 Arsitektur Indonesia | Jurusan Arsitektur | Fakultas Teknik | Universitas Udayana BAB III ARSITEKTUR MUSEUM SEMARAJAYA 3.1 Letak Museum Semarajaya Museum Semarajaya terletak di Jalan Untung Surapati, Semarapura, Kabupaten Klungkung, Provinsi Bali. Museum ini terletak dalam satu kompleks dengan Kertha Gosa, tepatnya berada di bagian Barat kawasan. Museum Semarajaya yang dahulunya merupakan Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Klungkung ini terletak di pusat kabupaten dan menjadi salah satu objek wisata di Klungkung. Gambar 3.1 Letak Museum Semarajaya Ditinjau Dari Pulau Bali Sumber: google.maps/museum semarajaya Gambar 3.2 Letak Museum Semarajaya di Klungkung Sumber: google.maps/museum semarajaya
- 15. 10 Arsitektur Indonesia | Jurusan Arsitektur | Fakultas Teknik | Universitas Udayana 3.2 Sejarah Museum Semarajaya Bangunan Museum Semarajaya dahulunya merupakan bekas gedung Sekolah Menengah (MULO) pada zaman pemerintahan Hindia Belanda, yang kemudian menjadi Sekolah Menengah Pertama Negeri I Klungkung hingga pada akhir tahun 1990. Gedung tersebut memang dibangun oleh pemerintah Hindia Belanda setelah runtuhnya Kerajaan Klungkung pada tanggal 28 April 1908 sehingga gedung yang digunakan sebagai sekolah MULO tersebut dibangun pada sekitar tahun 1920. Kini gedung yang penampilannya lain daripada yang lain di antara gedung-gedung di sekitarnya, oleh Pemerintah Daerah Tingkat II Klungkung dipergunakan sebagai Gedung Museum Semarajaya setelah mendapat renovasi gedung yang intensif. Museum Semarajaya ini diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia pada tanggal 28 April 1992 yang bersamaan dengan peresmian Monumen Puputan Klungkung. Selain itu, museum ini juga berada dalam satu kompleks dengan Kertha Gosa dan Pemedal Agung (yaitu pintu bekas Istana Kerajaan Klungkung). Di dalam museum ini dipamerkan barang-barang atau benda-benda koleksi dari zaman prasejarah (purbakala) hingga sampai benda-benda yang dipergunakan selama perang Puputan Klungkung. Benda-benda koleksi di dalam museum ini berada dalam 3 ruangan, yaitu ruangan pertama benda-benda prasejarah, ruangan yang kedua benda-benda yang bersejarah, dan ruangan ketiga untuk barang- barang hasil kerajinan yang mengandung nilai sejarah yang khas Klungkung. Selain koleksi-koleksi tersebut, dapat dilihat juga barang-barang yang dipergunakan sebagai perlengkapan upacara-upacara adat oleh raja-raja Klungkung serta terdapat koleksi-koleksi berupa foto-foto dokumentasi silsilah atau keturunan raja-raja yang pernah berkuasa di kerajaan Klungkung. Gambar 3.3 Tanda Peresmian Museum Semarajaya Oleh Menteri Dalam Negeri RI Foto: Adintya (2014)
- 16. 11 Arsitektur Indonesia | Jurusan Arsitektur | Fakultas Teknik | Universitas Udayana 3.3 Arsitektur Museum Semarajaya Bangunan Museum Semarajaya yang telah berdiri sejak tahun 1920 ini memiliki ciri arsitektur khas tropis di Indonesia secara umum dan Bali secara khusus. Hal ini dapat terlihat dari tritisan atap (overstack) yang lebar. Selain itu juga terdapat penggunaan konsep Tri Angga pada bangunan, penggunaan ornamen hias khas Bali, serta bukaan-bukaan bangunan yang lebar dan dalam jumlah yang banyak. 3.3.1 Ragam Hias Tradisional Arsitektur Tradisional Bali merupakan perwujudan keindahan manusia dan alamnya yaang mengeras ke dalam bentuk-bentuk bangunan dengan ragam hias yang dikenakannya. Benda-benda alam yang diterjemahkan ke dalam bentuk- bentuk ragam hias tumbuh-tumbuhan, binatang, nilai-nilai agama dan kepercayaan disarikan ke dalam suatu perwujudan keindahan yang harmonis. Dalam pengertian tradisional, bumi terbentuk dari lima unsur yang disebut Panca Mahabhuta: Apah (air/zat cair), Teja (sinar), Bhayu (angin), Akhasa (udara), Pertiwi (tanah bebatuan/zat padat). Unsur-unsur tersebut melatarbelakangi perwujudan bentuk-bentuk hiasan. (Gelebet,1986:331). Di Museum Semarajaya terdapat berbagai jenis ragam hias tradisional Bali. Ornamen-ornamen ini terletak di bagian Bebaturan bangunan. Ragam hias berupa Kekarangan, Pepatraan, Patung serta ornamen lainnya menghiasi bangunan museum ini. A. Karang Goak Bentuknya menyerupai kepala burung gagak atau goak. Disebut pula karang manuk karena serupa dengan kepala ayam dengan penekanan pada paruhnya. Karang Goak dengan paruh atas bertaring dan gigi-gigi runcing dan mata bulat. Sesuai dengan kehidupan manuk atau gagak sebagai binatang bersayap, hiasan Karangmanuk yang juga disebut Karang Goak ditempatkan pada sudut-sudut bebaturan di bagian atas. Gambar 3.4 Karang Goak Di Bebaturan Museum Semarajaya Foto: Adintya (2014)
- 17. 12 Arsitektur Indonesia | Jurusan Arsitektur | Fakultas Teknik | Universitas Udayana Karang Goak sebagai hiasan bagian pipi dan kepalanya dilengkapi dengan hiasan patra punggel. Karang Goak umumnya disatukan dengan Karang Simbar dari jenis flora yang ditempatkan di bawah Karang Goak. (Gelebet, 1986:360). B. Karang Tapel Menyerupai Karang Boma dalam bentuk yang lebih kecil hanya dengan bibir atas. Gigi datar taring runcing, mata bulat dengan hidung ke depan, lidah menjulur. Tapel adalah topeng, bagian muka yang diambil dari jenis-jenis muka galak. Hiasan kepala dan pipi mengenakan Patra Punggel. (Gelebet, 1986:360). C. Patung Arca Kala & Arca Dewa Sebagai ragam hias yang diterapkan pada bangunan, patung dengan bentuk-bentuk perwujudannya selain fungsinya sebagai elemen hiasan berfungsi pula sebagai ungkapan nilai-nilai kesakralan. Patung-patung raksasa, sarwakala dengan bentuk-bentuk badan kekar sikap berdiri atau duduk tinggi kaki tegak, bertaring dengan mata bulat. Kesan galak dan angker lengkap dengan senjata di tangan. Sedangkan patung awatara, manifestai dewa-dewa dalam bentuk-bentuk perwedujudannya ditampilkan dalam sikap-sikap ketenangan. (Gelebet, 1986:395). Gambar 3.5 Karang Tapel Di Bebaturan Museum Semarajaya Foto: Adintya (2014) Gambar 3.6 Arca Kala Di Museum Semarajaya Foto: Adintya (2014) Gambar 3.7 Arca Dewa Di Museum Semarajaya Foto: Adintya (2014) 12 Arsitektur Indonesia | Jurusan Arsitektur | Fakultas Teknik | Universitas Udayana Karang Goak sebagai hiasan bagian pipi dan kepalanya dilengkapi dengan hiasan patra punggel. Karang Goak umumnya disatukan dengan Karang Simbar dari jenis flora yang ditempatkan di bawah Karang Goak. (Gelebet, 1986:360). B. Karang Tapel Menyerupai Karang Boma dalam bentuk yang lebih kecil hanya dengan bibir atas. Gigi datar taring runcing, mata bulat dengan hidung ke depan, lidah menjulur. Tapel adalah topeng, bagian muka yang diambil dari jenis-jenis muka galak. Hiasan kepala dan pipi mengenakan Patra Punggel. (Gelebet, 1986:360). C. Patung Arca Kala & Arca Dewa Sebagai ragam hias yang diterapkan pada bangunan, patung dengan bentuk-bentuk perwujudannya selain fungsinya sebagai elemen hiasan berfungsi pula sebagai ungkapan nilai-nilai kesakralan. Patung-patung raksasa, sarwakala dengan bentuk-bentuk badan kekar sikap berdiri atau duduk tinggi kaki tegak, bertaring dengan mata bulat. Kesan galak dan angker lengkap dengan senjata di tangan. Sedangkan patung awatara, manifestai dewa-dewa dalam bentuk-bentuk perwedujudannya ditampilkan dalam sikap-sikap ketenangan. (Gelebet, 1986:395). Gambar 3.5 Karang Tapel Di Bebaturan Museum Semarajaya Foto: Adintya (2014) Gambar 3.6 Arca Kala Di Museum Semarajaya Foto: Adintya (2014) Gambar 3.7 Arca Dewa Di Museum Semarajaya Foto: Adintya (2014) 12 Arsitektur Indonesia | Jurusan Arsitektur | Fakultas Teknik | Universitas Udayana Karang Goak sebagai hiasan bagian pipi dan kepalanya dilengkapi dengan hiasan patra punggel. Karang Goak umumnya disatukan dengan Karang Simbar dari jenis flora yang ditempatkan di bawah Karang Goak. (Gelebet, 1986:360). B. Karang Tapel Menyerupai Karang Boma dalam bentuk yang lebih kecil hanya dengan bibir atas. Gigi datar taring runcing, mata bulat dengan hidung ke depan, lidah menjulur. Tapel adalah topeng, bagian muka yang diambil dari jenis-jenis muka galak. Hiasan kepala dan pipi mengenakan Patra Punggel. (Gelebet, 1986:360). C. Patung Arca Kala & Arca Dewa Sebagai ragam hias yang diterapkan pada bangunan, patung dengan bentuk-bentuk perwujudannya selain fungsinya sebagai elemen hiasan berfungsi pula sebagai ungkapan nilai-nilai kesakralan. Patung-patung raksasa, sarwakala dengan bentuk-bentuk badan kekar sikap berdiri atau duduk tinggi kaki tegak, bertaring dengan mata bulat. Kesan galak dan angker lengkap dengan senjata di tangan. Sedangkan patung awatara, manifestai dewa-dewa dalam bentuk-bentuk perwedujudannya ditampilkan dalam sikap-sikap ketenangan. (Gelebet, 1986:395). Gambar 3.5 Karang Tapel Di Bebaturan Museum Semarajaya Foto: Adintya (2014) Gambar 3.6 Arca Kala Di Museum Semarajaya Foto: Adintya (2014) Gambar 3.7 Arca Dewa Di Museum Semarajaya Foto: Adintya (2014)
- 18. 13 Arsitektur Indonesia | Jurusan Arsitektur | Fakultas Teknik | Universitas Udayana D. Patung Naga Perwujudan ular naga dengan mahkota kebesaran hiasan gelung kepala, bebadong leher, anting-anting telinga, rambut terurai, rahang terbuka, taring gigi runcing, lidah api bercabang. Patung naga sikap tegak bertumpu pada dada, ekor menjulang ke atas gelang dan permata diujung ekor. Patung naga sebagai penghias bangunan dapat ditempatkan sebagai pengapit tangga menghadap ke depan, lekuk-lekuk ekor mengikuti tingkat-tingkat tangga ke arah atas. (Gelebet, 1986:363). E. Pepatraan Pepatraan banyak didasarkan pada bentuk-bentuk keindahan flora, menamai pepatraan dengan jenis flora yang diwujudkan. Ragam hias yang tergolong pepatraan merupakan pola yang berulang yang dapat pula diwujudkan dalam pola berkembang. Masing-masing patra memiliki identitas yang kuat untuk penampilannya sehingga mudah diketahui. Dalam penerapannya dapat bervariasi sesuai kreasi masing-masing seniman sangging yang merancang tanpa meniggalkan pakem-pakem identitasnya. (Gelebet, 1986:333). 3.3.2 Konsep Tri Angga Tri Angga adalah ungkapan tata nilai pada ruang terbesar jagat raya mengecil sampai elemen-elemen terkecil pada manusia dan arsitektur. Pada alam semesta (bhuwana agung) susunan tersebut tampak selaku bhur, bhuwah dan swah (tiga dunia/tri loka) bhur sebagai alam bawah adalah alam hewan atau butha Gambar 3.9 Berbagai Jenis Pepatraan di Bebaturan Museum Semarajaya Foto: Adintya (2014) Gambar 3.8 Patung Naga Sebagai Pengapit Tangga di Museum Semarajaya Foto: Adintya (2014)
- 19. 14 Arsitektur Indonesia | Jurusan Arsitektur | Fakultas Teknik | Universitas Udayana memiliki nilai nista, bwah adalah alam manusia dengan nilai madya dan swah alam para Dewa memiliki nilai utama. Demikin pula pada manusia (bhuwana alit) ungkapan tata nilai ini terlihat pada tubuhnya yang tersusun atas: kaki sebagai nista angga, badan sebagai madya angga dan kepala adalah utama angga. Konsep Tri Angga ini diproyeksikan dalam setiap wujud fisik arsitektur, teritorial perumahan dan teritorial desa. Pada arsitektur konsep Tri Angga menampakan dirinya dengan jelas, yakni rab/atap bangunan adalah kepalanya; pengawak atau badan bangunan selaku madya angga; serta bebaturan merupakan kaki sebagai nista angga. Atap sebagai kepala bangunan Dinding sebagai badan bangunan Bebaaturan sebagai kaki bangunan Gambar 3.10 Konsep Tri Angga di Bangunan Museum Semarajaya Foto: Adintya (2014) Gambar 3.11 Perspektif Museum Semarajaya Diambil dari Atas Bale Kulkul Foto: Adintya (2014) 14 Arsitektur Indonesia | Jurusan Arsitektur | Fakultas Teknik | Universitas Udayana memiliki nilai nista, bwah adalah alam manusia dengan nilai madya dan swah alam para Dewa memiliki nilai utama. Demikin pula pada manusia (bhuwana alit) ungkapan tata nilai ini terlihat pada tubuhnya yang tersusun atas: kaki sebagai nista angga, badan sebagai madya angga dan kepala adalah utama angga. Konsep Tri Angga ini diproyeksikan dalam setiap wujud fisik arsitektur, teritorial perumahan dan teritorial desa. Pada arsitektur konsep Tri Angga menampakan dirinya dengan jelas, yakni rab/atap bangunan adalah kepalanya; pengawak atau badan bangunan selaku madya angga; serta bebaturan merupakan kaki sebagai nista angga. Atap sebagai kepala bangunan Dinding sebagai badan bangunan Bebaaturan sebagai kaki bangunan Gambar 3.10 Konsep Tri Angga di Bangunan Museum Semarajaya Foto: Adintya (2014) Gambar 3.11 Perspektif Museum Semarajaya Diambil dari Atas Bale Kulkul Foto: Adintya (2014) 14 Arsitektur Indonesia | Jurusan Arsitektur | Fakultas Teknik | Universitas Udayana memiliki nilai nista, bwah adalah alam manusia dengan nilai madya dan swah alam para Dewa memiliki nilai utama. Demikin pula pada manusia (bhuwana alit) ungkapan tata nilai ini terlihat pada tubuhnya yang tersusun atas: kaki sebagai nista angga, badan sebagai madya angga dan kepala adalah utama angga. Konsep Tri Angga ini diproyeksikan dalam setiap wujud fisik arsitektur, teritorial perumahan dan teritorial desa. Pada arsitektur konsep Tri Angga menampakan dirinya dengan jelas, yakni rab/atap bangunan adalah kepalanya; pengawak atau badan bangunan selaku madya angga; serta bebaturan merupakan kaki sebagai nista angga. Atap sebagai kepala bangunan Dinding sebagai badan bangunan Bebaaturan sebagai kaki bangunan Gambar 3.10 Konsep Tri Angga di Bangunan Museum Semarajaya Foto: Adintya (2014) Gambar 3.11 Perspektif Museum Semarajaya Diambil dari Atas Bale Kulkul Foto: Adintya (2014)
- 20. 15 Arsitektur Indonesia | Jurusan Arsitektur | Fakultas Teknik | Universitas Udayana BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Batasan Pembahasan Museum Semarajaya Berdasarkan tinjauan pustaka, terdapat beberapa elemen yang menjadi ciri khas arsitektur kolonial Belanda di Indonesia. Namun tidak semua elemen arsitektur tersebut terdapat pada bangunan Museum Semarajaya, sehingga diperlukan batasan-batasan pembahasan dari elemen arsitektur kolonial di objek pengamatan. Berikut merupakan tabel elemen-elemen yang terdapat pada bangunan Museum Semarajaya. Tabel Elemen Arsitektur Kolonial Belanda di Museum Semarajaya No. Elemen Arsitektur Kolonial Belanda Di Museum Semarajaya Ada Tidak Ada 1. Fasade simetris v 2. Material dari bata atau kayu tanpa pelapis v 3. Entrance mempunyai dua daun pintu v 4. Pintu masuk terletak di samping bangunan v 5. Denah simetris v 6. Jendela besar berbingkai kayu v 7. Dormer v 8. Gevel (gable) pada tampak bangunan v 9. Tower v 10. Windwijzer (penunjuk angin) v 11. Nok acroterie (hiasan puncak atap) v 12. Geveltoppen (hiasan kemuncak atap depan) v 13. Balustrade v 14. Ragam hias klasik pada tubuh bangunan v 15. Cripedoma (trap-trap tangga naik) v 16. Kolom-kolom berjajar (seperti gaya neo v
- 21. 16 Arsitektur Indonesia | Jurusan Arsitektur | Fakultas Teknik | Universitas Udayana clasic) 17. Tympanum v Dari tabel di atas akan digunakan sebagai acuan dan batasan dalam pembahasan elemen arsitektur kolonial. Elemen yang dibahas adalah hanya elemen arsitektur kolonial yang ada di Museum Semarajaya sesuai dengan tabel. 4.2 Elemen Arsitektur Kolonial Pada Museum Semarajaya Elemen arsitektur kolonial pada Museum Semarajaya di Kabupaten Klungkung dapat dilihat dari tampilan bangunan yang menggabungkan elemen arsitektur lokal dengan arsitektur Belanda yang melahirkan bangunan dengan arsitektur kolonial yang unik. Pengaruh kolonial terlihat pada elemen-elemen bangunan museum yang dapat diuraikan sebagai berikut. 4.2.1 Fasade Simetris Museum Semarajaya ini memiliki fasade yang simetris, dengan bentuk persegi panjang dan serambi di bagian depan bangunan. Bangunan terletak di bagian Barat tapak dan menghadap ke arah Timur, dengan fasade yang memanjang. Dari sekilas dapat juga dilihat bangunan menggunakan konsep Tri Angga, dimana bangunan dibagi menjadi 3 bagian yaitu kepala (atap), badan (dinding), dan kaki (batur). Gambar 4.1 Perspektif & Fasade Depan Museum Foto: Adintya (2014) Tabel 4.1 Elemen Arsitektur Kolonial Belanda di Museum Semarajaya
- 22. 17 Arsitektur Indonesia | Jurusan Arsitektur | Fakultas Teknik | Universitas Udayana 4.2.2 Entrance Mempunyai Dua Daun Pintu Entrance utama menuju museum menggunakan pintu dengan dua daun pintu. Namun pada bangunan ini hanya terdapat 1 ruangan yang menggunakan pintu dengan dua daun, sedangkan pintu lainnya tidak. Bentuk dari pintu tidak terdapat ornamen hias yang banyak, hanya terdapat lis dengan bentuk sederhana. Pintu ini menggunakan bukaan ke arah dalam bangunan. 4.2.3 Jendela Besar Berbingkai Kayu Bentuk jendela persegi atau persegi panjang dengan material dari kayu dengan bukaan mengarah keluar. Bukaan jendela mencapai hampir 1800 , hingga jendela sampai menyentuh dinding luar. Ciri khas ini juga menjadi ciri khas dari arsitektur di Jakarta/Betawi. Jendela tidak menggunakan material kaca, sehingga bila jendela di tutup maka ruangan di dalamnya akan menjadi gelap. Gambar 4.2 Pintu Ganda di Serambi Depan Museum Foto: Adintya (2014) Pintu ganda dengan 2 daun pintu, bukaan mengarah ke dalam. Gambar 4.3 Jendela Kayu di Museum Semarajaya Foto: Adintya (2014) Jendela besar dengan material kayu Gambar 4.4 Jendela Kayu Persegi di Museum Semarajaya Foto: Adintya (2014) Gambar 4.5 Jendela Kayu Persegi Panjang di Museum Semarajaya Foto: Adintya (2014)
- 23. 18 Arsitektur Indonesia | Jurusan Arsitektur | Fakultas Teknik | Universitas Udayana 4.2.4 Gevel (Gable) Gevel / Gable terletak pada bagian depan atau tampak bangunan, memiliki bentuk segitiga atau yang mengikuti bentuk dari atap bangunan itu sendiri. Bentuk gevel di museum ini menggunakan bentuk pediment yaitu bentuk segitiga di tampak bangunan. Pada bangunan klasik biasanya menggunakan penutup atap dengan material beton, namun di bangunan musem ini tetap menggunakan genteng sebagai ciri khas bangunan tropis di Indonesia. Selain itu, pada gevel/gable ini juga terdapat overstack sepanjang 1 meter sehingga air hujan tidak langsung mengenai bagian depan gevel. 4.2.5 Balustrade Balustrade merupakan dinding sebagian yang berfungsi sebagai pengaman dan estetika di bagian tangga dan depan serambi. Balustrade di Museum Semarajaya hanya terdapat di bagian sisi kiri dan kanan tangga serta bagian depan serambi, sedangkan pada bagian samping serambi serta koridor tidak terdapat balustrade. Gambar 4.6 Gevel di Fasade Depan Museum Semarajaya Foto: Adintya (2014) Gevel / Gable di bagian atap (fasade depan) Overstack atap di bagian depan Gevel Gambar 4.7 Balustrade di Bagian Batur Museum Semarajaya Foto: Adintya (2014) Balustrade di bagian depan serambi
- 24. 19 Arsitektur Indonesia | Jurusan Arsitektur | Fakultas Teknik | Universitas Udayana 4.2.6 Denah Simetris Dari gambar denah di atas, terlihat adanya pengulangan denah dalam bangunan. Zona denah pertama melintang dari utara ke selatan, dengan sebuah serambi di tengahnya. Begitu pula dengan zona denah kedua identik namun dengan arah yang berbeda yaitu membujur ke arah timur-barat. Denah terlihat simetris dengan adanya serambi dan deretan kolom disepanjang koridor bangunan. Terlihat pada denah, koridor memegang peranan penting, karena setiap ruangan museum dihubungkan dengan koridor/selasar tersebut. Selain itu, koridor juga menghubungkan antara museum dengan kantor yang ada dibelakangnya. Gambar 4.8 Ilustrasi Denah Museum Semarajaya Sumber: Adintya (2014)
- 25. 20 Arsitektur Indonesia | Jurusan Arsitektur | Fakultas Teknik | Universitas Udayana 4.2.7 Cripedoma Cripedoma atau trap tangga naik menuju bangunan ini terletak di depan serambi. Tangga naik menghubungkan halaman / natah dengan bangunan Museum. Ketinggian lantai dari natah 1 meter dan terdapat dua tangga akses untuk menuju ke dalam museum yang terletak di bagian Utara dan Timur, serta satu tangga lainnya di bagian selatan (bagian kantor). 4.2.8 Kolom-Kolom Berjajar Bangunan Museum Semarajaya menggunakan deretan kolom dengan dimensi 30 cm dan jarak antar kolom sekitar 250 cm (jarak kolom di serambi 500 cm). Kolom ditata berjajar sepanjang selasar, dengan jumlah kolom yang terlihat sebanyak 23 buah (hanya kolom di bagian Utara & Timur). Dari segi bentuk dan ornamen yang digunakan adalah ornamen bernuansa Bali. Gambar 4.9 Cripedoma di Fasade Depan Museum Foto: Adintya (2014) Gambar 4.10 Deretan Kolom di Selasar Depan Museum Semarajaya Sumber: Adintya (2014) Kolom-kolom berjajar sepanjang koridor/selasar
- 26. 21 Arsitektur Indonesia | Jurusan Arsitektur | Fakultas Teknik | Universitas Udayana 4.3 Peran & Pengaruh Arsitektur Kolonial di Museum Semarajaya Gaya arsitektur kolonial di Indonesia seolah lekat dengan perjalanan panjang negeri ini dalam bingkai pembangunan menuju kemerdekaan. Bangunan- bangunan bergaya kolonial banyak tersebar diberbagai kota di tanah air sebagai dampak dari pengaruh kolonialisme. Ditinjau dari objek yaitu Museum Semarajaya di Kabupaten Klungkung, dapat diuraikan peran serta pengaruh arsitektur kolonial terhadap museum ini, sebagai berikut. A. Tipologi Baru Arsitektur kolonial merupakan sebutan singkat untuk langgam arsitektur yang berkembang selama masa pendudukan Belanda di tanah air. Masuknya unsur Eropa ke dalam komposisi kependudukan menambah kekayaan ragam arsitektur di nusantara. Seiring berkembangnya peran dan kuasa, kamp-kamp Eropa semakin dominan dan permanen hingga akhirnya berhasil berekspansi dan mendatangkan tipologi bangunan-bangunan baru. Semangat modernisasi dan globalisasi (khususnya pada abad ke-18 dan ke-19) memperkenalkan bangunan modern seperti administrasi pemerintah kolonial, rumah sakit, sekolah atau fasilitas militer. Dilihat dari segi arsitektur tradisional Bali, tentu tidak ditemukan tipologi bangunan sekolah (dahulunya Museum Semarajaya adalah sekolah) ataupun tipologi bangunan museum. Hal ini bertanda bahwa arsitektur kolonial berperan penting terhadap berkembangnya tipologi-tipologi bangunan baru seperti saat ini. B. Perkembangan & Kombinasi Arsitektur Adanya kolonialisme juga mempengaruhi perkembangan arsitektur di Indonesia. Perkembangan baik dari segi jenis, material, langgam/gaya, serta perkawinan/ kombinasi arsitektur. Hal ini dapat dilihat dari objek Museum Semarajaya dimana terdapat perbedaan dari jenis bangunan, material yang digunakan, serta langgam/ gaya bangunan yang timbul lain daripada bangunan disekitarnya. Kombinasi dari arsitektur eropa dan lokal Bali ini menghasilkan bangunan dengan langgam kolonial khas Bali.
- 27. 22 Arsitektur Indonesia | Jurusan Arsitektur | Fakultas Teknik | Universitas Udayana BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Arsitektur kolonial Belanda berperan dan memberi pengaruh terhadap perkembangan desain arsitektur di Indonesia. Masuknya Belanda ke Indonesia memberi perubahan pada tampilan arsitektur tradisional di Indonesia. Bangunan- bangunan yang muncul dengan perkawinan arsitektur modern dari Belanda dengan arsitektur khas tropis di Nusantara menyebabkan lahirnya bangunan dengan gaya kolonial yang unik .Secara khusus, pada bangunan Museum Semarajaya di Klungkung muncul sebagai salah satu hasil pencampuran tampilan arsitektur Belanda dengan arsitektur lokal (Bali). Ciri khas kolonial ini dapat dilihat dari tampilan fasade bangunannya yang simetris, denah simetris, tampilan pintu & jendelanya, gevel, balustrade, kolom yang berderet dan lain sebagainya. 4.2 Saran Sisi positif dari arsitektur kolonial di Indonesia dapat dipergunakan sebagai pelajaran. Arsitektur kolonial timbul karena adaptasi dan penyesuaian nilai arsitektur luar dengan arsitektur lokal dengan penyesuaian elemen-elemen pembentuknya. Diharapkan kajian mengenai bangunan kolonial Museum Semarajaya ini mampu menjadi acuan terhadap perkembangan bentuk arsitektur kolonial yang berlandaskan kebudayaan lokal dan iklim tropis, sehingga diharapkan bentuk-bentuk arsitektur mampu dijadikan cerminan pada bangunan kolonial di Indonesia serta mampu dijadikan titik awal mengenai karakteristik, peran serta pengaruh arsitektur kolonial dalam rangka menambah pengetahuan mengenai pelestarian bangunan bersejarah di Indonesia serta menganalisis bangunan sebagai cagar budaya dan kekayaan bangsa Indonesia
- 28. 23 Arsitektur Indonesia | Jurusan Arsitektur | Fakultas Teknik | Universitas Udayana DAFTAR PUSATAKA Arsitektur Kolonial. http://www.nuharifiandi.blogspot.com. Diakses tanggal 15 April 2014 Indra, Bunga.2011. Tipologi Fasade bangunan Kolonial di Koridor Jalan Letnan Jenderal Soeprapto Kota Semarang. Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas Brawijaya: Malang Museum Semarajaya. http://maps.google.co.id. Diakses tanggal 15 April 2014. Museum Semarajaya. http://www.klungkungkab.go.id. Diakses tanggal 15 April 2014. Museum Semarajaya. http://www.wisatadewata.com. Diakses tanggal 15 April 2014. Samsudi.2000. Aspek-aspek Arsitektur Kolonial Belanda pada Bangunan Puri Mangkunegaran. Program Pasca Sarjana Magister Teknik Arsitektur Universitas Diponegoro: Semarang. Satiti, Lintang. 2010. Tata Ruang Dalam Rumah Peninggalan Masa Kolonial di Temenggungan Kota Malang. Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas Brawijaya: Malang Sumalio, Yulianto.1995.Arsitektur Kolonial Belanda di Indonesia.Gadjah Mada University Press. Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta: Balai Pustaka