bahan mentah ao

97
Abses otak terjadi akibat rangsangan infeksi parenkim oleh bakteri piogenik, dimulai pada area serebri dan berkembang menjadi lesi supuratif yang dikelilingi oleh dinding vaskularisasi yang fibrotik. 4 Perjalanan waktu dan perubahan yang terjadi selama pembentukan abses pada anjing dikemukan oleh Britt. Sel inflamatori akut tampak pada pusat meterial yang nekrotik, dikelilingi zona serebritis. Dengan maturasi, timbul neovaskularisasi perifer dan lambat laun terbentuk cincin fibroblas yang menimbun kolagen dan makrofag, berakhir sebagai kapsul berbentuk tegas. Apakah serebritis menjadi abses yang berkapsul tergantung pada interaksi pasien-organisme dan pengaruh terapi. Pada manusia dengan sitem imun baik, proses sejak infiltrasi bakterial hingga abses berkapsul memerlukan sekitar 2 minggu. Daerah terlemah dari kapsul cenderung merupakan daerah yang kurang vaskuler yang menghadap ventrikel, karenanya migrasi sentrifugal proses inflamasi dengan ruptur ventrikuler dan kematian merupakan sekuele yang umum pada masa prabedah dahulu kala. 1 ABSES OTAK (REFERAT) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Upload: edith-perkins

Post on 30-Sep-2015

34 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

sdf

TRANSCRIPT

Abses otak terjadi akibat rangsangan infeksi parenkim oleh bakteri piogenik, dimulai pada area serebri dan berkembang menjadi lesi supuratif yang dikelilingi oleh dinding vaskularisasi yang fibrotik.4Perjalanan waktu dan perubahan yang terjadi selama pembentukan abses pada anjing dikemukan oleh Britt. Sel inflamatori akut tampak pada pusat meterial yang nekrotik, dikelilingi zona serebritis. Dengan maturasi, timbul neovaskularisasi perifer dan lambat laun terbentuk cincin fibroblas yang menimbun kolagen dan makrofag, berakhir sebagai kapsul berbentuk tegas. Apakah serebritis menjadi abses yang berkapsul tergantung pada interaksi pasien-organisme dan pengaruh terapi. Pada manusia dengan sitem imun baik, proses sejak infiltrasi bakterial hingga abses berkapsul memerlukan sekitar 2 minggu. Daerah terlemah dari kapsul cenderung merupakan daerah yang kurang vaskuler yang menghadap ventrikel, karenanya migrasi sentrifugal proses inflamasi dengan ruptur ventrikuler dan kematian merupakan sekuele yang umum pada masa prabedah dahulu kala.1

ABSES OTAK (REFERAT) BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangAbses otak (AO) adalah suatu reaksi piogenik yang terlokalisir pada jaringan otak.1,2 AO pada anak jarang ditemukan dan di Indonesia juga belum banyak dilaporkan. Morgagni (1682-1771) pertama kali melaporkan AO yang disebabkan oleh peradangan telinga.3 Pada beberapa penderita dihubungkan dengan kelainan jantung bawaan sianotik.4,5,6 Mikroorganisme penyebab abses otak meliputi bakteri, jamur dan parasit tertentu.2,7,8,9 Mikroorganisme tersebut mencapai substansia otak melalui aliran darah, perluasan infeksi sekitar otak, luka tembus trauma kepala dan kelainan kardiopulmoner. Pada beberapa kasus tidak diketahui sumber infeksinya.2,3Angka kejadian yang sebenarnya dari AO tidak diketahui. Laki-laki lebih sering daripada perempuan dengan perbandingan 2:1.6,9 Poerwadi melaporkan 18 kasus AO pada anak dengan usia termuda 5 bulan. Abses serebri dapat terjadi di dua hemisfer, dan kira-kira 80% kasus dapat terjadi di lobus frontal, parietal, dan temporal. Abses serebri di lobus occipital, serebelum dan batang otak terjadi pada sekitar 20% kasus.Abses otak dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus infeksi di sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau secara langsung seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi oleh penyebaran hematogen dapat pada setiap bagian otak, tetapi paling sering pada pertemuan substansia alba dan grisea; sedangkan yang perkontinuitatum biasanya berlokasi pada daerah dekat permukaan otak pada lobus tertentu. Abses otak bersifat soliter atau multipel. Yang multipel biasanya ditemukan pada penyakit jantung bawaan sianotik; adanya shunt kanan ke kiri akan menyebabkan darah sistemik selalu tidak jenuh sehingga sekunder terjadi polisitemia. Polisitemia ini memudahkan terjadinya trombo-emboli.3Gejala klinik AO berupa tanda-tanda infeksi yaitu demam, anoreksi dan malaise, peninggian tekanan intrakranial serta gejala nerologik fokal sesuai lokalisasi abses.1,7. Terapi AO terdiri dari pemberian antibiotik dan pembedahan.4,7,8,9,10 Tanpa pengobatan, prognosis AO dapat menjadi jelek.1.2 Tujuan PenulisanDapat mengetahui dan memahami faktor-faktor resiko serta etiologi yang diduga dapat menyebabkan abses otak, sehingga dapat dilakukan intervensi yang sesuai.Mengerti mekanisme dan patofisiologi terjadinya abses otak, sehingga pendekatan diagnostik yang tepat dapat dicapai.Mengetahui pemeriksaan penunjang mana yang diperlukan untuk menunjang diagnostik pada abses otak.Mengetahui penatalaksanaan dari abses otak pada anak.Mengetahui teknik pemilihan antibiotik yang tepat pada abses otak yang terjadi pada anak.BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 DefinisiAbses otak adalah suatu proses infeksi dengan pernanahan yang terlokalisir diantara jaringan otak yang disebabkan oleh berbagai macam variasi bakteri, fungus dan protozoa.1,22.2 EpidemiologiAbses otak dapat terjadi pada berbagai kelompok usia, namun paling sering terjadi pada anak berusia 4 sampai 8 tahun. Penyebab abses otak yaitu, embolisasi oleh penyakit jantung kongenital dengan pintas atrioventrikuler (terutama tetralogi fallot), meningitis, otitis media kronis dan mastoiditis, sinusitis, infeksi jaringan lunak pada wajah ataupun scalp, status imunodefisiensi dan infeksi pada pintas ventrikuloperitonial. Patogenesis abses otak tidak begitu dimengerti pada 10-15% kasus.Walaupun teknologi kedokteran diagnostik dan perkembangan antibiotika saat ini telah mengalami kemajuan, namun rate kematian penyakit abses otak masih tetap tinggi, yaitu sekitar 10-60% atau rata-rata 40%. Penyakit ini sudah jarang dijumpai terutama di negara-negara maju, namun karena resiko kematiannya sangat tinggi, abses otak termasuk golongan penyakit infeksi yang mengancam kehidupan masyarakat (life threatening infection).Menurut Britt, Richard et al., penderita abses otak lebih banyak dijumpai pada laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan 3:1 yang umumnya masih usia produktif yaitu sekitar 20-50 tahun.Yang SY menyatakan bahwa kondisi pasien sewaktu masuk rumah sakit merupakan faktor yang sangat mempengaruhi rate kemtian. Jika kondisi pasien buruk, rate kematian akan tinggi.Hasil penelitian Xiang Y Han (The University of Texas MD. Anderson Cancer Center Houston Texas) terhadap 9 penderita abses otak yang diperolehnya selama 14 tahun (1989-2002), menunjukkan bahwa jumlah penderita laki-laki > perempuan dengan perbandingan 7:2, berusia sekitar 38-78 tahun dengan rate kematian 55%.2Demikian juga dengan hasil penelitian Hakim AA. Terhadap 20 pasien abses otak yang terkumpul selama 2 tahun (1984-1986) dari RSUD Dr Soetomo Surabaya, menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda, dimana jumlah penderita abses otak pada laki-laki > perempuan dengan perbandingan 11:9, berusia sekitar 5 bulan-50 tahun dengan angka kematian 355 (dari 20 penderita, 7 meninggal).52.3 Anatomi Otak 8Anatomi otak adalah struktur yang kompleks dan rumit karena fungsi. Organ yang menakjubkan ini berfungsi sebagai pusat kendali dengan menerima, menafsirkan, serta untuk mengarahkan informasi sensorik di seluruh tubuh. Ada tiga divisi utama otak, yaitu otak depan, otak tengah, dan otak belakang.

Gambar 2.1. Anatomi otak (Sumber: www. biology.about.com)Pembagian otak:1. Prosencephalon - Otak depan2. Mesencephalon - Otak tengaho Diencephalon = thalamus, hypothalamuso Telencephalon= korteks serebri, ganglia basalis, corpus striatum3. Rhombencephalon - Otak belakango Metencephalon= pons, cerebellumo Myelencephalon= medulla oblongata2.4 Etiologi dan Faktor PredisposisiSebagian besar abses otak berasal langsung dari penyebaran infeksi telinga tengah, sinusitis (paranasal, ethmoidalis, sphenoidalis dan maxillaries).3,4Abses otak dapat timbul akibat penyebaran secara hematogen dari infeksi paru sistemik (empyema, abses paru, bronkiektase, pneumonia), endokarditis bakterial akut dan subakut dan pada penyakit jantung bawaan Tetralogi Fallot (abses multiple, lokasi pada substansi putih dan abu dari jaringan otak).6 Abses otak yang penyebarannya secara hematogen, letak absesnya sesuai dengan peredaran darah yang didistribusi oleh arteri cerebri media terutama lobus parietalis, atau cerebellum dan batang otak.3,6Abses dapat juga dijumpai pada penderita penyakit immunologik seperti AIDS, penderita penyakit kronis yang mendapat kemoterapi/steroid yang dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh. 20-37% penyebab abses otak tidak diketahui. Penyebab abses yang jarang dijumpai, osteomyelitis tengkorak, sellulitis, erysipelas wajah, abses tonsil, pustule kulit, luka tembus pada tengkorak kepala, infeksi gigi luka tembak di kepala, septikemia. Berdasarkan sumber infeksi dapat ditentukan lokasi timbulnya abses di lobus otak.Infeksi sinus paranasal dapat menyebar secara retrograde thrombophlebitis melalui klep vena diploika menuju lobus frontalis atau temporal. Bentuk absesnya biasanya tunggal, terletak superficial di otak, dekat dengan sumber infeksinya. Sinusitis frontal dapat juga menyebabkan abses di bagian anterior atau inferior lobus frontalis. Sinusitis sphenoidalis dapat menyebakan abses pada lobus frontalis atau temporalis. Sinusitis maxillaris dapat menyebabkan abses pada lobus temporalis. Sinusitis ethmoidalis dapat menyebabkan abses pada lobus frontalis. Infeksi pada telinga tengah dapat pula menyebar ke lobus temporalis. Infeksi pada mastoid dan kerusakan tengkorak kepala karena kelainan bawaan seperti kerusakan tegmentum timpani atau kerusakan tulang temporal oleh kolesteatoma dapat menyebar ke dalam serebelum.Bakteri penyebabnya antara lain, Streptococcus aureus, streptococci (viridians, pneumococci, microaerophilic), bakteri anaerob (bakteri kokus gram positif, Bacteroides spp, Fusobacterium spp, Prevotella spp, Actinomyces spp, dan Clostridium spp), basil aerob gram-negatif (enteric rods, Proteus spp, Pseudomonas aeruginosa, Citrobacter diversus, dan Haemophilus spp). Infeksi parasit (Schistosomiasis, Amoeba) dan fungus (Actinomycosis, Candida albicans) dapat pula menimbulkan abses, tetapi hal ini jarang terjadi.Factor predisposisi dapat menyangkut host, kuman infeksi atau factor lingkungan.1. faktor tuan rumah (host)Daya pertahanan susunan saraf pusat untuk menangkis infeksi mencakup kesehatan umum yang sempurna, struktur sawar darah otak yang utuh dan efektif, aliran darah ke otak yang adekuat, sistem imunologik humoral dan selular yang berfungsi sempurna.2. faktor kumanKuman tertentu cendeerung neurotropik seperti yang membangkitkan meningitis bacterial akut, memiliki beberapa faktor virulensi yang tidak bersangkut paut dengan faktor pertahanan host. Kuman yang memiliki virulensi yang rendah dapat menyebabkan infeksi di susunan saraf pusat jika terdapat ganggguan pada system limfoid atau retikuloendotelial.3. faktor lingkunganFaktor tersebut bersangkutan dengan transisi kuman. Yang dapat masuk ke dalam tubuh melalui kontak antar individu, vektor, melaui air, atau udara.92.5 PatofisiologiAbses otak dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus infeksi di sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau secara langsung seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi oleh penyebaran hematogen dapat pada setiap bagian otak, tetapi paling sering pada pertemuan substansia alba dan grisea; sedangkan yang perkontinuitatum biasanya berlokasi pada daerah dekat permukaan otak pada lobus tertentu.2,7Pada tahap awal AO terjadi reaksi radang yang difus pada jaringan otak dengan infiltrasi lekosit disertai udem, perlunakan dan kongesti jaringan otak, kadang-kadang disertai bintik perdarahan. Setelah beberapa hari sampai beberapa minggu terjadi nekrosis dan pencairan pada pusat lesi sehingga membentuk suatu rongga abses. Astroglia, fibroblas dan makrofag mengelilingi jaringan yang nekrotikan. Mula-mula abses tidak berbatas tegas tetapi lama kelamaan dengan fibrosis yang progresif terbentuk kapsul dengan dinding yang konsentris. Tebal kapsul antara beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter. Beberapa ahli membagi perubahan patologi AO dalam 4 stadium yaitu : 1) Stadium serebritis dini (Early Cerebritis)Terjadi reaksi radang local dengan infiltrasi polymofonuklear leukosit, limfosit dan plasma sel dengan pergeseran aliran darah tepi, yang dimulai pada hari pertama dan meningkat pada hari ke 3. Sel-sel radang terdapat pada tunika adventisia dari pembuluh darah dan mengelilingi daerah nekrosis infeksi. Peradangan perivaskular ini disebut cerebritis. Saat ini terjadi edema di sekita otak dan peningkatan efek massa karena pembesaran abses.2) Stadium serebritis lanjut (Late Cerebritis)Saat ini terjadi perubahan histologis yang sangat berarti. Daerah pusat nekrosis membesar oleh karena peningkatan acellular debris dan pembentukan nanah karena pelepasan enzim-enzim dari sel radang. Di tepi pusat nekrosis didapati daerah sel radang, makrofag-makrofag besar dan gambaran fibroblast yang terpencar. Fibroblast mulai menjadi reticulum yang akan membentuk kapsul kolagen. Pada fase ini edema otak menyebar maksimal sehingga lesi menjadi sangat besar3) Stadium pembentukan kapsul dini (Early Capsule Formation)Pusat nekrosis mulai mengecil, makrofag menelan acellular debris dan fibroblast meningkat dalam pembentukan kapsul. Lapisan fibroblast membentuk anyaman reticulum mengelilingi pusat nekrosis. Di daerah ventrikel, pembentukan dinding sangat lambat oleh karena kurangnya vaskularisasi di daerah substansi putih dibandingkan substansi abu. Pembentukan kapsul yang terlambat di permukaan tengah memungkinkan abses membesar ke dalam substansi putih. Bila abses cukup besar, dapat robek ke dalam ventrikel lateralis. Pada pembentukan kapsul, terlihat daerah anyaman reticulum yang tersebar membentuk kapsul kolagen, reaksi astrosit di sekitar otak mulai meningkat.4) Stadium pembentukan kapsul lanjut (Late Capsule Formation)Pada stadium ini, terjadi perkembangan lengkap abses dengan gambaran histologis sebagai berikut: Bentuk pusat nekrosis diisi oleh acellular debris dan sel-sel radang. Daerah tepi dari sel radang, makrofag, dan fibroblast. Kapsul kolagen yang tebal.Lapisan neurovaskular sehubungan dengan serebritis yang berlanjut.Reaksi astrosit, gliosis, dan edema otak di luar kapsul.Abses dalam kapsul substansia alba dapat makin membesar dan meluas ke arah ventrikel sehingga bila terjadi ruptur, dapat menimbulkan meningitis.7 Infeksi jaringan fasial, selulitis orbita, sinusitis etmoidalis, amputasi meningoensefalokel nasal dan abses apikal dental dapat menyebabkan AO yang berlokasi pada lobus frontalis. Otitis media, mastoiditis terutama menyebabkan AO lobus temporalis dan serebelum, sedang abses lobus parietalis biasanya terjadi secara hematogen.2,72.6 Respon Imunologik pada Abses Otak. 9Setelah kuman telah menerobos permukaan tubuh, kemudian sampai ke susunan saraf pusat melalui lintasan-lintasan berikut. Kuman yang bersarang di mastoid dapat menjalar ke otak perkuntinuitatum. Invasi hematogenik melalui arteri intraserebral merupakan penyebaran ke otak secara langsung. Ada penjagaan otak khusus terhadap bahaya yang dating melalui lintasan hematogen, yang dikenal sebagai sawar darah otak atau blood brain barrier. Pada toksemia dan septicemia, sawar darah otak terusak dan tidak lagi bertindak sebagai sawar khusus. Infeksi jaringan otak jarang dikarenakan hanya bakterimia saja, oleh karena jaringan otak yang sehat cukup resisten terhadap infeksi. Kuman yang dimasukkan ke dalam otak secara langsung pada binatang percobaan ternyata tidak membangkitkan abses sereebri/ abses otak, kecuali apabila jumlah kumannya sangat besar atau sebelum inokulasi intraserebral telah diadakan nekrosis terlebih dahulu. Walaupun dalam banyak hal sawar darah otak sangat protektif, namun ia menghambat penetrasi fagosit, antibody dan antibiotik. Jaringan otak tidak memiliki fagosit yang efektif dan juga tidak memiliki lintasan pembuangan limfatik untuk pemberantasan infeksi bila hal itu terjadi. Maka berbeda dengan proses infeksi di luar otak, infeksi di otak cenderung menjadi sangat virulen dan destruktif.2.7 Manifestasi KlinisPada stadium awal gambaran klinik AO tidak khas, terdapat gejala-gejala infeksi seperti demam, malaise, anoreksi dan gejalagejala peninggian tekanan intrakranial berupa muntah, sakit kepala dan kejang. Dengan semakin besarnya abses otak gejala menjadi khas berupa trias abses otak yang terdiri dari gejala infeksi, peninggian tekanan intrakranial dan gejala neurologik fokal.2,7Abses pada lobus frontalis biasanya tenang dan bila ada gejala-gejala neurologik seperti hemikonvulsi, hemiparesis, hemianopsia homonim disertai kesadaran yang menurun menunjukkan prognosis yang kurang baik karena biasanya terjadi herniasi dan perforasi ke dalam kavum ventrikel.2,5,7Abses lobus temporalis selain menyebabkan gangguan pendengaran dan mengecap didapatkan disfasi, defek penglihatan kwadran alas kontralateral dan hemianopsi komplit. Gangguan motorik terutama wajah dan anggota gerak atas dapat terjadi bila perluasan abses ke dalam lobus frontalis relatif asimptomatik, berlokasi terutama di daerah anterior sehingga gejala fokal adalah gejala sensorimotorik.7 Abses serebelum biasanya berlokasi pada satu hemisfer dan menyebabkan gangguan koordinasi seperti ataksia, tremor, dismetri dan nistagmus. Abses batang otak jarang sekali terjadi, biasanya berasal hematogen dan berakibat fatal.2.8 DiagnosisDiagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinik, pemeriksaan laboratorium disertai pemeriksaan penunjang lainnya. Selain itu penting juga untuk melibatkan evaluasi neurologis secara menyeluruh, mengingat keterlibatan infeksinya. Perlu ditanyakan mengenai riwayat perjalanan penyakit, onset, faktor resiko yang mungkin ada, riwayat kelahiran, imunisasi, penyakit yang pernah diderita, sehingga dapat dipastikan diagnosisnya.2,7 Pada pemeriksaan neurologis dapat dimulai dengan mengevaluasi status mental, derajat kesadaran, fungsi saraf kranialis, refleks fisiologis, refleks patologis, dan juga tanda rangsang meningeal untuk memastikan keterlibatan meningen.2Pemeriksaan motorik sendiri melibatkan penilaian dari integritas sistem musculoskeletal dan kemungkinan terdapatnya gerakan abnormal dari anggota gerak, ataupun kelumpuhan yang sifatnya bilateral atau tunggal.2Pada pemeriksaan laboratorium, terutama pemeriksaan darah perifer yaitu pemeriksaan lekosit dan laju endap darah; didapatkan peninggian lekosit dan laju endap darah.2,7. Pemeriksaan cairan serebrospinal pada umumnya memperlihatkan gambaran yang normal. Bisa didapatkan kadar protein yang sedikit meninggi dan sedikit pleositosis, glukosa dalam batas normal atau sedikit berkurang.2,7,12 kecuali bila terjadi perforasi dalam ruangan ventrikel.2,7 Foto polos kepala memperlihatkan tanda peninggian tekanan intrakranial, dapat pula menunjukkan adanya fokus infeksi ekstraserebral; tetapi dengan pemeriksaan ini tidak dapat diidentifikasi adanya abses. Pemeriksaan EEG terutama penting untuk mengetahui lokalisasi abses dalam hemisfer. EEG memperlihatkan perlambatan fokal yaitu gelombang lambat delta dengan frekuensi 13 siklus/detik pada lokasi abses.2,7,13 Pnemoensefalografi penting terutama untuk diagnostik abses serebelum. Dengan arteriografi dapat diketahui lokasi abses di hemisfer. Saat ini, pemeriksaan angiografi mulai ditinggalkan setelah digunakan pemeriksaan yang relatif noninvasif seperti CT scan. Dan scanning otak menggunakan radioisotop tehnetium dapat diketahui lokasi abses; daerah abses memperlihatkan bayangan yang hipodens daripada daerah otak yang normal dan biasanya dikelilingi oleh lapisan hiperderns. CT scan selain mengetahui lokasi abses juga dapat membedakan suatu serebritis dengan abses.2,13 Magnetic Resonance Imaging saat ini banyak digunakan, selain memberikan diagnosis yang lebih cepat juga lebih akurat.

Gambar 2.2. Early cerebritis pada CT-Scan (Sumber: http://emedicine.medscape.com)Gambaran CT-scan pada abses : Early cerebritis (hari 1-3): fokal, daerah inflamasi dan edema. Late cerebritis (hari 4-9): daerah inflamasi meluas dan terdapat nekrosis dari zona central inflamasi. Early capsule stage (hari 10-14): gliosis post infeksi, fibrosis, hipervaskularisasi pada batas pinggir daerah yang terinfeksi. Pada stadium ini dapat terlihat gambaran ring enhancement. Late capsule stage (hari >14): terdapat daerah sentral yang hipodens (sentral abses) yang dikelilingi dengan kontras - ring enhancement (kapsul abses)Pemeriksaan CT scan dapat dipertimbangkan sebagai pilihan prosedur diagnostik, dikarenakan sensitifitasnya dapat mencapai 90% untuk mendiagnosis abses serebri. Yang perlu dipertimbangkan adalah walaupun gambaran CT tipikal untuk suatu abses, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk didiagnosis banding dengan tumor (glioblastoma), infark, metastasis, hematom yang diserap dan granuloma.2,3,7Walaupun sukar membedakan antara abses dan tumor (glioblastoma, metastasis) dari CT scan, ada beberapa parameter yang dapat digunakan untuk membedakan keduanya antara lain : umur penderita, ketebalan ring (cicin tipis hanya 3-6 mm) dan biasanya uniform, diameter ring, rasio lesi dan ring. Pada kasus, kapsul bagian medial lebih tipis dari kapsul subkortikal. Hal ini menunjukkan sedikitnya vaskularisasi dari massa putih dan menjelaskan mengapa daughter abscess biasanya berkembang di medial.Abses serebri yang hematogen ditandai dengan adanya fokus infeksi (yang tersering dari paru), lokasi pada daerah yang diperdarahi oleh arteri serebri media di daerah perbatasan massa putih dan abu-abu dengan tingkat mortalitas yang tinggi.Sedangkan gambaran glioblastoma pada CT scan adalah adanya mixed density tumor, ring enhancement yang berlekuk-lekuk disertai perifokal edema yang luas.2,3,7,8 2.9 PenatalaksanaanTerapi definitif untuk abses melibatkan :1. Penatalaksanaan terhadap efek massa (abses dan edema) yang dapat mengancam jiwa2. Terapi antibiotik dan test sensitifitas dari kultur material abses3. Terapi bedah saraf (aspirasi atau eksisi)4. Pengobatan terhadap infeksi primer5. Pencegahan kejang6. Neurorehabilitasi2,3,4,9Penatalaksanaan awal dari abses otak meliputi diagnosis yang tepat dan pemilihan antibiotik didasarkan pada pathogenesis dan organisme yang memungkinkan terjadinya abses. Ketika etiologinya tidak diketahui, dapat digunakan kombinasi dari sefalosporin generasi ketiga dan metronidazole. Jika terdapat riwayat cedera kepala dan pembedahan kepala, maka dapat digunakan kombinasi dari napciline atau vancomycine dengan sephalosforin generasi ketiga dan juga metronidazole. Antibiotik terpilih dapat digunakan ketika hasil kultur dan tes sentivitas telah tersedia. Pada abses terjadi akibat trauma penetrasi,cedera kepala, atau sinusitis dapat diterapi dengan kombinasi dengan napsiline atau vancomycin, cefotaxime atau cetriaxone dan juga metronidazole. Monoterapi dengna meropenem yang terbukti baik melawan bakteri gram negatif, bakteri anaerob, stafilokokkus dan streptokokkus dan menjadi pilihana alternatif. Sementara itu pada abses yang terjadi akibat penyakit jantung sianotik dapat diterapi dengan penissilin dan metronidazole. Abses yang terjadi akibat ventrikuloperitoneal shunt dapat diterapi dengan vancomycin dan ceptazidine. Ketika otitis media, sinusitis, atau mastoidits yang menjadi penyebab dapat digunakan vancomycin karena strepkokkus pneumonia telah resisten terhadap penissilin. Ketika meningitis citrobacter, yang merupakan bakteri utama pada abses local, dapat digunakan sefalosporin generasi ketiga, yang secara umum dikombinasikan dengan terapi aminoglikosida. Pada pasien dengan immunocompromised digunakan antibiotik yang berspektrum luas dan dipertimbangkan pula terapi amphoterids.Tabel 2.1 Dosis dan Cara Pemberian Antibiotik pada Abses Otak Drug DoseFrekwensi dan rute

Cefotaxime (Claforan) 50-100 mg/KgBBt/Hari 2-3 kali per hari,IV

Ceftriaxone (Rocephin)50-100 mg/KgBBt/Hari 2-3 kali per hari,IV

Metronidazole (Flagyl)35-50 mg/KgBB/Hari 3 kali per hari,IV

Nafcillin (Unipen, Nafcil)2 gramssetiap 4 jam,IV

Vancomycin 15 mg/KgBB/Hari setiap 12 jam,IV

Kebanyakan studi klinis menunjukkan bahwa penggunaan steroid dapat mempengaruhi penetrasi antibiotik tertentu dan dapat menghalangi pembentukan kapsul abses. Tetapi penggunaannya dapat dipertimbangkan pada kasus-kasus dimana terdapat risiko potensial dalam peningkatan tekanan intrakranial. Dosis yang dipakai 10 mg dexamethasone setiap 6 jam intravenous, dan ditapering dalam 3-7 hari.Pada penderita ini, kortikosteroid diberikan dengan pertimbangan adanya tekanan intrakranial yang meningkat, papil edema dan gambaran edema yang luas serta midline shift pada CT scan. Kortikosteroid diberikan dalam 2 minggu setelah itu di tap-off, dan terlihat bahwa berangsur-angsur sakit kepala berkurang dan pada pemeriksaan nervus optikus hari XV tidak didapatkan papil edema. Penatalaksanaan secara bedah pada abses otak dipertimbangkan dengan menggunakan CT-Scan, yang diperiksa secara dini, untuk mengetahui tingkatan peradangan, seperti cerebritis atau dengan abses yang multipel. Terapi optimal dalam mengatasi abses serebri adalah kombinasi antara antimikrobial dan tindakan bedah. Pada studi terakhir, terapi eksisi dan drainase abses melalui kraniotomi merupakan prosedur pilihan. Tetapi pada center-center tertentu lebih dipilih penggunaan stereotaktik aspirasi atau MR-guided aspiration and biopsy. Tindakan aspirasi biasa dilakukan pada abses multipel, abses batang otak dan pada lesi yang lebih luas digunakan eksisi.Pada beberapa keadaan terapi operatif tidak banyak menguntungkan, seperti: small deep abscess, multiple abscess dan early cerebritic stage.Kebanyakan studi menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna diantara penderita yang mendapatkan terapi konservatif ataupun dengan terapi eksisi dalam mengurangi risiko kejang.Pada penderita ini direncanakan untuk dilakukan operasi kraniotomi mengingat proses desak ruang yang cukup besar guna mengurangi efek massa baik oleh edema maupun abses itu sendiri, disamping itu pertimbangan ukuran abses yang cukup besar, tebalnya kapsul dan lokasinya di temporal.Antibiotik mungkin digunakan tersendiri, seperti pada keadaan abses berkapsul dan secara umum jika luas lesi yang menyebabkan sebuah massa yang berefek terjadinya peningkatan tekanan intrakranial. Dan harus ditatalaksanakan dengan kombinasi antibiotik dan aspirasi abses.Pembedahan secara eksisi pada abses otak jarang digunakan, karena prosedur ini dihubungkan dengan tingginya angka morbiditas jika dibandingkan dengan teknik aspirasi. Indikasi pembedahan adalah ketika abses berdiameter lebih dari 2,5 cm, adanya gas di dalam abses, lesi yang multiokuler, dan lesi yng terletak di fosa posterior, atau jamur yang berhubungan dengan proses infeksi, seperti mastoiditis, sinusitis, dan abses periorbita, dapat pula dilakukan pembedahan drainase. Terapi kombinasi antibiotik bergantung pada organisme dan respon terhadap penatalaksanaan awal. Tetapi, efek yang nyata terlihat 4-6 minggu.Penggunaan antikonvulsan dipengaruhi juga oleh lokasi abses dan posisinya terhadap korteks. Oleh karena itu kapan antikonvulsan dihentikan tergantung dari kasus per kasus (ditetapkan berdasarkan durasi bebas kejang, ada tidaknya abnormalitas pemeriksaan neurologis, EEG dan neuroimaging). 3Pada penderita ini diberikan fenitoin oral, mengingat penderita sudah mengalami kejang dengan frekuensi yang cukup sering. Penghentian antikonvulsan ini ditetapkan berdasarkan perkembangan klinis penderita selanjutnya.2.10 KomplikasiAbses otak menyebabkan kecacatan bahkan kematian. Adapun komplikasinya adalah:1. Robeknya kapsul abses ke dalam ventrikel atau ruang subarachnoid2. Penyumbatan cairan serebrospinal yang menyebabkan hidrosefalus3. Edema otak4. Herniasi oleh massa Abses otak2.11 PrognosisAngka kematian yang dihubungkan dengan abses otak secara signifikan berkurang, dengan perkiraan 5-10% didahului CT-Scan atau MRI dan antibiotic yang tepat, serta manajemen pembedahan merupakan faktor yang berhubungan dengan tingginya angka kematian, dan waktu yang mempengaruhi lesi, abses mutipel, kesadaran koma dan minimnya fasilitas CT-Scan. Angka harapan yang terjadi paling tidak 50% dari penderita, termasuk hemiparesis, kejang, hidrosefalus, abnormalitas nervus kranialis dan masalah-masalah pembelajaran lainnya.Prognosis dari abses otak ini tergantung dari: 1) Cepatnya diagnosis ditegakkan 2) Derajat perubahan patologis 3) Soliter atau multipel 4) Penanganan yang adekuat. Dengan alat-alat canggih dewasa ini AO pada stadium dini dapat lebih cepat didiagnosis sehingga prognosis lebih baik. Prognosis AO soliter lebih baik dan mu1tipel. Defisit fokal dapat membaik, tetapi keajng dapat menetap pada 50% penderita.3,4

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangAbses otak (AO) adalah suatu reaksi piogenik yang terlokalisir pada jaringan otak. Kasus ini bisa terjadi pada anak dan dewasa. Infeksi yang terjadi diakibatkan oleh jamur, bakteri, parasit dan komplikasi lain, misalnya otitis media dan mastoiditis. Pada pasien yang mengalami abses otak akan rentan terhadap komplikasi-komplikasi yang sangat berbahaya bagi penderitanya, misalnya: gangguan mental, paralisis, kejang, defisit neurologis fokal, hidrosephalus serta herniasi, oleh karena itu perlu adanya penanganan yang serius terhadap kasus ini( Guyton, 1987)

B. TujuanTujuan disusunnya asuhan keperawatan ini adalah:1. Tujuan UmumUntuk memenuhi kegiatan belajar mengajar dari mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II (KMB II).

2. Tujuan Khusus a. Memperoleh gambaran mengenai abses otak.b. Dapat memahami tentang konsep asuhan keperawatan pasien dengan abses otak.

BAB IIPEMBAHASAN

A. PengertianAbses otak (AO) adalah suatu proses infeksi yang melibatkan parenkim otak; terutama disebabkan oleh penyebaran infeksi dari fokus yang berdekatan atau melaui sistem vaskular. Timbunan abses pada daerah otak mempunyai daerah spesifik, pada daerah cerebrum 75% dan cerebellum 25% ( Elizabeth J,2009).Abses otak adalah kumpulan nanah yang terbungkus oleh suatu kapsul dalam jaringan otak yang disebabkan karena infeksi bakteri atau jamur. Abses otak biasanya akibat komplikasi dari suatu infeksi, trauma atau tindak pembedahan. Keadaan-keadaan ini jarang terjadi, namun demikian insidens terjadinya abses otak sangat tinggi pada penderita yang mengalami gangguan kekebalan tubuh (seperti penderita HIV positif atau orang yang menerima transplantasi organ). (Harsono, 1996)

B. EtiologiPenyebab dari abses otak ini antara lain, yaitu:1. Bakteri Bakteri yang tersering adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus anaerob, Streptococcus beta hemolyticus, Streptococcus alpha hemolyticus, E. coli dan Baeteroides. Abses oleh Staphylococcus biasanya berkembang dari perjalanan otitis media atau fraktur kranii. Bila infeksi berasal dari sinus paranasalis penyebabnya adalah Streptococcus aerob dan anaerob, Staphylococcus dan Haemophilus influenzae. Abses oleh Streptococcus dan Pneumococcus sering merupakan komplikasi infeksi paru. Abses pada penderita jantung bawaan sianotik umumnya oleh Streptococcus anaerob. ( Elizabeth J,2009).2. Jamur Jamur penyebab AO antara lain Nocardia asteroides, Cladosporium trichoides dan spesies Candida dan Aspergillus. 3. Parasit Walaupun jarang, Entamuba histolitica, suatu parasit amuba usus dapat menimbulkan AO secara hematogen.4. Komplikasi dari infeksi lainKomplikasi dari infeksi telinga (otitis media, mastoiditis) hampir setengah dari jumlah penyebab abses otak serta komplikasi infeksi lainnya seperti: paru-paru (bronkiektaksis, abses paru, empisema), jantung (endokarditis), organ pelvis, gigi dan kulit. (Barbara C, 1996)

C. PatofisiologiFase awal abses otak ditandai dengan edema lokal, hiperemia infiltrasi leukosit atau melunaknya parenkim. Trombisis sepsis dan edema. Beberapa hari atau minggu dari fase awal terjadi proses liquefaction atau dinding kista berisi pus. Kemudian terjadi ruptur, bila terjadi ruptur maka infeksi akan meluas keseluruh otak dan bisa timbul meningitis. ( Elizabeth J,2009) AO dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus infeksi di sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau secara langsung seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi oleh penyebaran hematogen dapat pada setiap bagian otak, tetapi paling sering pada pertemuan substansia alba dan grisea; sedangkan yang perkontinuitatum biasanya berlokasi pada daerah dekat permukaan otak pada lobus tertentu.AO bersifat soliter atau multipel. Yang multipel biasanya ditemukan pada penyakit jantung bawaan sianotik; adanya shunt kanan ke kiri akan menyebabkan darah sistemik selalu tidak jenuh sehingga sekunder terjadi polisitemia. Polisitemia ini memudahkan terjadinya trombo-emboli. Umumnya lokasi abses pada tempat yang sebelumnya telah mengalami infark akibat trombosis; tempat ini menjadi rentan terhadap bakteremi atau radang ringan. Karena adanya shunt kanan ke kin maka bakteremi yang biasanya dibersihkan oleh paru-paru sekarang masuk langsung ke dalam sirkulasi sistemik yang kemudian ke daerah infark. Biasanya terjadi pada umur lebih dari 2 tahun. Dua pertiga AO adalah soliter, hanya sepertiga AO adalah multipel. Pada tahap awal AO terjadi reaksi radang yang difus pada jaringan otak dengan infiltrasi lekosit disertai udem, perlunakan dan kongesti jaringan otak, kadang-kadang disertai bintik perdarahan. Setelah beberapa hari sampai beberapa minggu terjadi nekrosis dan pencairan pada pusat lesi sehingga membentuk suatu rongga abses. Astroglia, fibroblas dan makrofag mengelilingi jaringan yang nekrotik. Mula-mula abses tidak berbatas tegas tetapi lama kelamaan dengan fibrosis yang progresif terbentuk kapsul dengan dinding yang konsentris. Tebal kapsul antara beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter.

D. Manifestasi KlinikTanda dan gejala awal dan umum dari abses otak adalah nyeri kepala, IM menurun kesadaran mungkin dpat terjadi, kaku kuduk, kejang, defisit motorik, adanya tandatanda peningkatan tekanan intrakranial. Tanda dan gejala lain tergantung dari lokasi abses. (Elizabeth J,2009).LokasiTanda dan GejalaSumber Infeksi

Lobus frontalis1. Kulit kepala lunak/lembut2. Nyeri kepala yang terlokalisir di frontal3. Letargi, apatis, disorientasi4. Hemiparesis /paralisis5. Kontralateral6. Demam tinggi7. Kejang Sinus paranasal

Lobus temporal1. Dispagia2. Gangguan lapang pandang3. Distonia 4. Paralisis saraf III dan IV5. Paralisis fasial kontralateral

cerebellum1. Ataxia ipsilateral2. Nystagmus3. Dystonia4. Kaku kuduk positif5. Nyeri kepala pada suboccipital6. Disfungsi saraf III, IV, V, VI.Infeksi pada telinga tengah

E. Pemeriksaan DiagnostikPemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada pasien dengan kasus abses otak, yaitu:1. X-ray tengkorak, sinus, mastoid, paru-paru: terdapat proses suppurative.2. CT scan: adanya lokasi abses dan ventrikel terjadi perubahan ukuran.3. MRI: sama halnya dengan CT scan yaitu adanya lokasi abses dan ventrikel terjadi perubahan ukuran.4. Biopsi otak: mengetahui jenis kuman patogen.5. Lumbal Pungsi: meningkatnya sel darah putih, glukosa normal, protein meningkat (kontraindikasi pada kemungkinan terjadi herniasi karena peningkatan TIK). (Barbara C, 1996)

F. PenatalaksanaanPenetalaksaan medis yang dilakukan pada abses otak, yaitu:1. Penatalaksaan Umuma) Support nutrisi: tinggi kalori dan tinggi protein.b) Terapi peningktan TIKc) Support fungsi tanda vitald) Fisioterapi2. Pembedahan3. Pengobatana) Antibiotik: Penicillin G, Chlorampenicol, Nafcillin, Matronidazole.b) Glococorticosteroid: Dexamethasonec) Anticonvulsants: Oilantin.

G. KomplikasiKemungkinan komplikasi yang akan terjadi pada pasien dengan abses otak adalah:1. Gangguan mental2. Paralisis, 3. Kejang4. Defisit neurologis fokal5. Hidrosephalus6. Herniasi

A. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN ABSES OTAKa. Pengkajian1. Anamnesis Identitas klien ;usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tgl MRS, askes dst. Keluhan utama ; nyeri kepala disertai dengan penurunan kesadaran Riwayat penyakit sekarang ; demam, anoreksi dan malaise, peninggian tekanan intrakranial serta gejala nerologik fokal . Riwayat penyakit dahulu : pernah atau tidak menderita infeksi telinga (otitis media, mastoiditis ) atau infeksi paru-paru (bronkiektaksis, abses paru, empiema ) jantung ( endokarditis ), organ pelvis, gigi dan kulit.

2. Pemeriksaan fisik KU Pola fungsi kesehatan : Aktivitas/istirahat, adapun gejalanya : a) MalaiseTanda ;ataksia,masalah berjalan,kelumpuhan,gerakan involunter. b) SirkulasiGejala: adanya riwayat kardiopatologi, seperti endokarditisTanda: TD meningkat,nadi menurun (berhubungan peningkatan TIK dan pengaruh pada vasomotor). c) EliminasiTanda: adanya inkontensia dan/atau retensid) NutrisiGejala: kehilangan nafsu makan,disfagia (pada periode akut )Tanda: anoreksia,muntah.turgor kulit jelek,membrane Mukosa kering.e) HigieneTanda: ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri(pada periode akut).f) NeurosensoriGejala: sakit kepala,parestesia,timbul kejang, gangguan penglihatanTanda: penurunan status mental dan kesadaran,kehilangan memori, sulit dalam mengambil keputusan,afasia,mata, Pupil unisokor (peningkatan TIK),nistagmus.kejang umum lokal.g) Nyeri /kenyamananTanda: tampak terus terjaga. Menangis/mengeluh.Gejala: Sakit kepala mungkin akan diperburuk oleh ketegangan;leher/punggung kaku.h) PernapasanGejala: adanya riwayat infeksi sinus atau paruTanda: peningkatan kerja pernapasan ( episode awal ). Perubahan mental (letargi sampai koma) dan gelisah.i) KeamananGejala: adanya riwayat ISPA/infeksi lain meliputi ; mastoiditis, telinga tengah, sinus,abses gigi; infeksi pelvis,abdomen atau kulit;fungsi lumbal, pembedahan, fraktur pada tengkorak/cedera kepala.Tanda: suhu meningkat, diaforesis, menggigil. Kelemahan secara umum; tonus otot flaksid atau spastik: paralisis atau parese, Gangguan sensasi.

3. Prosedur diagnostic Adapun pemeriksaan laboratoriumnya : LED meningkat dan mungkin disertai leukositosis. Pemeriksaan penunjang :

CT Scan Mengidentifikasi dan melokalisasi abses besar dan abses kecil disekitarnya. Arteriografi Menunjukkan lokasi abses di lobus temporal atau abses cerebellum.

b. Diagnosa keperawatanDiagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan abses otak, yaitu:1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan proses peradangan, peningkatan tekanan intra kranial (TIK).2. Resiko injuri: jatuh berhubungan dengan aktivitas kejang, penurunan kesadaran dan status mental.3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan umum, defisit neurologik.4. Hipertermia berhubungan dengan infeksi.5. Ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan intake tidak adekuat, kehilangan cairan.

c. IntervensiIntervensi yang direncanakan pada klien dengan abses otak, yaitu:1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan proses peradangan, peningkatan tekanan intra kranial (TIK).Kriteria hasil:a) Mempertahankan tingkat kesadaran dan orientasib) Tanda vital dalam batas normalc) Tidak terjadi defisit neurologi.IntervensiRasional

Monitor status neurologi setiap 2 jam: tingkat kesadaran, pupil, refleks, kemampuan motorik, nyeri kepala, kaku kuduk. Monitor tanda vital dan temperatur setiap 2 jam. Kurangi aktivitas yang dapat menimbulkan peningkatan TIK: batuk, mengedan, muntah, menahan napas. Berikan waktu istirahat yang cukup dan kurangi stimulus lingkungan. Tinggikan posisi kepala 30-40o pertahankan kepala pada posisi neutral, hindari fleksi leher. Kolaborasi dalam pemberian diuretik osmotik, steroid, oksigen, antibiotik. Tanda dari iritasi meningeal terjadi akibat peradangan dan mengakibatkan peningkatan TIK. Perubahan tekanan nadi dan bradikardia indikasi herniasi otak dan peningkatan TIK. Menghindari peningktan TIK. Mengurangi peningkatan TIK. Memfasilitasi kelancaran aliran darah vena. Mengurangi edema serebral, memenuhi kebutuhan oksigenasi, menghilangkan faktor penyebab.

2. Resiko injuri: jatuh berhubungan dengan aktivitas kejang, penurunan kesadaran dan status mental.Kriteria hasil:a) Mempertahankan tingkat kesadaran dan orientasi.b) Kejang tidak terjadi.c) Injuri tidak terjadi.IntervensiRasional

Kaji status neurologi setiap 2 jam. Pertahankan keamanan pasien seperti penggunaan penghalang tempat tidur, kesiapan suction, spatel, oksigen. Catat aktivitas kejang dan tinggal bersama pasien selama kejang. Kaji status neurologik dan tanda vital setelah kejang. Orientasikan pasien ke lingkungan. Kolaborasi dalal pemberian obat anti kejang. Menentukan keadaan pasien dan resiko kejang. Mengurangi resiko injuri dan mencegah obstruksi pernapasan. Merencanakan intervensi lebih lanjut dan mengurangi kejang. Mengetahui respon post kejang. Setelah kejang kemungkinan pasien disorientasi. Mengurangi resiko kejang/ menghentikan kejang.

3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan umum, defisit neurologik.Kriteria hasil:a) Pasien dapat mempertahankan mobilisasinya secara optimal.b) ntegritas kulit utuh.c) Tidak terjadi atropi.d) Tidak terjadi kontraktur.IntervensiRasional

Kaji kemampuan mobilisasi. Alih posisi pasien setiap 2 jam. Lakukan mesage bagian tubuh yang tertekan. Lakukan ROM pasive. Monitor tromboemboli, konstipasi. Konsul pada ahli fisioterapi jika diperlukan. Hemiparese mungkin dapat terjadi. Menghindari kerusakan kulit. Melancarkan aliran darah dan mencegah dekubitus. Menghindari kontraktur dan atropi. Komplikasi imobilitas. Perencanaan yang penting lebih lanjut.

4. Hipertermia berhubungan dengan infeksi.Kriteria Hasil:a) Suhu tubuh normal 36,5 37, 5o C.b) Tanda vital normal.c) Turgor kulit baik.d) Pengeluaran urine tidak pekat, elektrolit dalam batas normal.IntervensiRasional

Monitor suhu setiap 2 jam. Monitor tanda vital. Monitor tanda-tanda dehidrasi. Berikan obat anti pieksia. Berikan minum yang cukup 2000 cc/hari. Lakukan kompres dingin dan hangat. Mengetahui suhu tubuh. Efek dari peningkatan suhu adalah perubahan nadi, pernapasan dan tekanan darah. Tubuh dapat kehilangan cairan melalui kulit dan penguapan. Mengurangi suhu tubuh. Mencegah dehidrasi. Mengurangi suhu tubuh melalui proses konduksi.

5. Ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan intake tidak adekuat, kehilangan cairan.Kriteria Hasil :a) Suhu tubuh normal 36,5 37, 5o C.b) Tanda vital normal.c) Turgor kulit baik.d) Pengeluaran urine tidak pekat, elektrolit dalam batas normal.IntervensiRasional

Ukur tanda vital setiap 4 jam. Monitor hasil pemeriksaan laboraturium terutama elektrrolit. Observasi tanda-tanda dehidrasi. Catat intake dan output cairan. Berikan minuman dalam porsi sedikit tapi sering. Pertahankan temperatur tubuh dalam batas normal. Kolaborasi dalam pembeian cairan intravena. Pertahankan dan monitor tekanan vena setral. Ketidak seimbangan cairan dan elektrolit menimbulkan perubahan tanda vital seperti penurunan tekanan darah, dan peningkatan nadi. Mengetahui perbaikan atau ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Mencegah secara dini terjadi dehidrasi. Mengetahui keseimbangan cairan. Mengurangi distensi gaster. Penningkatan temperatur mengakibatkan pengeluaran cairan lewat kulit bertambah. Pemenuhan kebutuhan cairan dengan IV akan mempercepat pemulihan dehidrasi. Tekanan vena sentral untuk mengetahui keseimbangan cairan.

d. Evaluasi Hasil evaluasi yang diharapkan setelah dilakukan implementasi dari intervensi yang direncanakan, yaitu:1. Mencapai perubahan tingkat kesadaran dan orientasi yang meningkat.a. Menunjukkan peningkatan kesadaran.b. Pandangan bagusc. Menurunnya kelemahan motorikd. Tanda vital dalam batas normale. Menunjukkan tidak terjadinya defisit neurologif. Menunjukkan tidak adanya refleks patologis.

2. Tidak terjadinya resiko yang dapat menyebabkan injuria. Menunjukkan peningkatan kesadaranb. Tidak terjadi kejangc. Peningkatan satus mental

3. Klien mampu beradaptasi terhadap ganggaun mobilitas fisik yang dialamia. Menunjukkan mobilisasi secara aktif dan optimal b. Menunjukkan integritas kulit yang utuhc. Tidak terjadinya atropid. Tidak terjadinya kontraktur.e. Menetapkan program istirahat dan latihan yang seimbang.f. Menunjukkan partisipasi dalam perawatan.

4. Mencapai penurunan suhu tubuha. Menunjukkan tanda vital yang normalb. Menunjukkan pengeluaran urine yang tidak pekatc. Menunjukkan suhu tubuh normald. Menunjukkan turgor kulit yang baik

5. Mencapai kebutuhan nutrisi yang terpenuhia. Menunjukkan tanda-tanda nutrisi yang terpenuhi.b. Mentaati program medikasic. Menujukkan nafsu makan yang baikd. Menunjukkan intake makanan yang baik.e. Menunjukkan peningkatan berat badan.

BAB IIIPENUTUP

A. KesimpulanAbses otak (AO) adalah suatu reaksi piogenik yang terlokalisir pada jaringan otak. Kasus ini bisa terjadi pada anak dan dewasa. Infeksi yang terjadi diakibatkan oleh jamur, bakteri, parasit dan komplikasi lain, misalnya otitis media dan mastoiditis. Pada pasien yang mengalami abses otak akan rentan terhadap komplikasi-komplikasi yang sangat berbahaya bagi penderitanya, misalnya: gangguan mental, paralisis, kejang, defisit neurologis fokal, hidrosephalus serta herniasi. Kasus ini dapat menyebabkan masalah keperawatan, seperti: perubahan perfusi jaringan serebral, resiko injuri, kerusakan mobilitas fisik, hipertermia, ketidakseimbangan cairan, nutrisi kurang dari kebutuhan serta nyeri. (Elizabeth J, 2009)

B. SaranAbses otak dapat menyebabkan perubahan status kesehatan pada penderitanya serta dapat menimbulkan komplikasi yang dapat memperparah kondisi prognosis pada klien dengan kasus tersebut. Oleh karena itu perlu adanya penanganan yang serius terhadap kasus ini.

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi Revisi. EGC: JakartaGuyton. 1987. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit Edisi Revisi. EGC: Jakarta.Harsono. 1996. Buku Ajar Neurologi Klinis. Edisi I. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.Jukarnain. 2011. Keperawatan Medikal Bedah gangguan Sistem Persarafan.Long, Barbara C. 1996. Keperawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan.Bandung: yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan.Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis dan Proses-Proses Penyakit Volume 1 Edisi 6. EGC: Jakarta.http://ochonny.blogspot.com/2013/05/asuhan-keperawatan-pada-abses-otak.html

Abses otak

BAB IPENDAHULUAN

1.Latar belakangAbses otak (AO) adalah suatu reaksi piogenik yang terlokalisir pada jaringan otak. AO pada anak jarang ditemukan dan di Indonesia juga belum banyak dilaporkan. Morgagni (1682-1771) pertama kali melaporkan AO yang disebabkan oleh peradangan telinga..Angka kejadian yang sebenarnya dari AO tidak diketahui. Laki-laki lebih sering daripada perempuan dengan perbandingan 2:1. Goodkin dkk melaporkan prevalensi dari abses serebri di Rumah Sakit Anak Boston dari tahun 1981 sampai tahun 2000 sekitar 386 pasien. 55 diantaranya didiagnosa berdasarkan hasil CT-Scan dan juga biopsy. Berdasarkan data retrospektif terhadap 55 pasien ini diketahui range usia pasien adalah 5 hari sampai 34 tahun, dimana 7 pasien berusia lebih muda dari 8 minggu, dan 5 pasien berusia lebih muda dari 1 bulan. Abses serebri dapat terjadi di dua hemisfer, dan kira-kira 80% kasus dapat terjadi di lobus frontal, parietal, dan temporal. Abses serebri di lobus occipital, serebelum dan batang otak terjadi pada sekitar 20% kasus.Abses otak dapat terjadi pada berbagai kelompok usia, namun paling sering terjadi pada anak berusia 4 sampai 8 tahun. Penyebab abses otak yaitu, embolisasi oleh penyakit jantung kongenital dengan pintas atrioventrikuler (terutama tetralogi fallot), meningitis, otitis media kronis dan mastoiditis, sinusitis, infeksi jaringan lunak pada wajah ataupun scalp, status imunodefisiensi dan infeksi pada pintas ventrikuloperitonial (VP-Shunt). Patogenesis abses otak tidak begitu dimengerti pada 10-15% kasus.Walaupun teknologi kedokteran diagnostik dan perkembangan antibiotika saat ini telah mengalami kemajuan, namun rate kematian penyakit abses otak masih tetap tinggi, yaitu sekitar 10-60% atau rata-rata 40%. Penyakit ini sudah jarang dijumpai terutama di negara-negara maju, namun karena resiko kematiannya sangat tinggi, abses otak termasuk golongan penyakit infeksi yang mengancam kehidupan masyarakat (life threatening infection). Menurut Britt, Richard et al., penderita abses otak lebih banyak dijumpai pada laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan 3:1 yang umumnya masih usia produktif yaitu sekitar 20-50 tahun. Yang SY menyatakan bahwa kondisi pasien sewaktu masuk rumah sakit merupakan faktor yang sangat mempengaruhi rate kematian. Jika kondisi pasien buruk, rate kematian akan tinggi.Hasil penelitian Xiang Y Han (The University of Texas MD. Anderson Cancer Center Houston Texas) terhadap 9 penderita abses otak yang diperolehnya selama 14 tahun (1989-2002), menunjukkan bahwa jumlah penderita laki-laki > perempuan dengan perbandingan 7:2, berusia sekitar 38-78 tahun dengan rate kematian 55%. Demikian juga dengan hasil penelitian Hakim AA. Terhadap 20 pasien abses otak yang terkumpul selama 2 tahun (1984-1986) dari RSUD Dr Soetomo Surabaya, menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda, dimana jumlah penderita abses otak pada laki-laki > perempuan dengan perbandingan 11:9, berusia sekitar 5 bulan-50 tahun dengan angka kematian 355 (dari 20 penderita, 7 meninggal).

2. Tujuan - Mahasiswa dapat mengenal tentang penyakit abses otak - Mahasiswa mampu menjelaskan anatomi dan fisiologi dari otak- mahasiswa dapat membuat asuhan keperawatan untuk penderita abses otak- mahasiswa mampu mengaplikasikan asuhan keperawatan itu di saat dirumah sakit

BAB IIANATOMI FISIOLOGI

1. Anatomi OtakAnatomi otak adalah struktur yang kompleks dan rumit. Organ ini berfungsi sebagai pusat kendali dengan menerima, menafsirkan, serta mengarahkan informasi sensorik di seluruh tubuh. Ada tiga divisi utama otak, yaitu otak depan, otak tengah, dan otak belakang.

Gambar 2.1. Anatomi otak (Sumber: www. biology.about.com)

Pembagian otak: 1. Prosencephalon - Otak depan 2. Mesencephalon - Otak tengah o Diencephalon = thalamus, hypothalamus o Telencephalon= korteks serebri, ganglia basalis, corpus striatum 3. Rhombencephalon - Otak belakang o Metencephalon= pons, cerebellum o Myelencephalon= medulla oblongata

2. FISIOLOGISawar Darah Otak (Blood Brain Barrier) Sawar darah otak memisahkan dua kompartemen utama dari susunan saraf, yaitu otak dan likuor serebrospinalis, dari kompartemen ketiga, yaitu darah. Tempat-tempat rintangan itu adalah tapal batas antara darah dan kedua kompartemen susunan saraf tersebut di atas, yaitu pleksus korioideus, pembuluh darah serebral dan ruang subarachnoid serta membrane araknoid yang menutupi ruang subaraknoid. Semua tempat sawar dibentuk oleh sel-sel yang bersambung satu dengan yang lain dengan tight junction, yang membatasi difus interseluler. Sel-sel tersebut adalah endothelium pembuluh darah, epithelium pleksus korioideus dan sel-sel membran araknoid serta perineurium. Sawar darah otak dapat mengalami perubahan jika terjadi beberapa proses patologis, seperti anoksia dan iskemia, lesi destruktif dan proliferatif, reaksi peradangan dan imunologik, dan juga jika terdapat autoregulasi akibat sirkulasi serebral yang terganggu.Gambar 2.2 Mekanisme Imunologi Sawar Darah OtakSumber: www.stanford.edu/group/parasites/ParaSites Tight junction dari endothelium pembuluh darah serebral biasanya mampu menghalangi masuknya leukosit ataupun mikroorganisme patogen ke susunan saraf pusat. Tetapi pada proses radang dan imunologik, tight junction dapat menjadi bocor. Leukosit polinuklearis terangsang oleh substansi-substansi yang dihasilkan dari sel-sel yang sudah musnah sehingga ia dapat melintasi pembuluh darah, tanpa menimbulkan kerusakan structural. Limfosit yang tergolong dalam T-sel ternyata dapat juga menyebrangi endothelium tanpa menimbulkan kerusakan structural pada pembuluh darah.BAB IIITINJAUAN TEORI

1. Definisi Abses otak adalah suatu proses infeksiyangmelibatkan parenkim otak; terutama disebabkan oleh penyebaran infeksidarifokus yang berdekatan melaui sistem vascular (Price,2005).Abses Serebral merupakan infeksi intrakranial yang dapat melibatkan jaringan otak, atau lapisan otak dan medulla spinalis (meningitis), atau adanya akumulasi bebas / terbentuknya pus berkapsul didalam otak yang dapat menyebabkan penurunan neurologis hingga kematian (Berhman RE,1997).Dari dua definisi diatas dapat disimpulkam bahwa, Abses Otak merupakan kumpulan dari unsur-unsur infeksius di dalam atau melibatkan jaringan otak, berupa penumpukan substansi eksudat hasil proses infeksi atau peradangan berupa pus atau nanah didalam otak, yang dapat mengakibatkan penurunan hingga kerusakan fungsi neurologis.

2. EtiologiMenurut Long (1996), berbagai mikroorganisme dapat ditemukan pada Abses otak, yaitu :a. BakteriBakteri yang tersering adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus anaerob, Streptococcus beta hemolyticus, Streptococcus alpha hemolyticus, E. coli dan Baeteroides.b. JamurAntara lain Nocardia asteroides, Cladosporium trichoides dan spesies Candida dan Aspergillus.c. ParasitWalaupun jarang, namun Amuba usus Entamuba Histolitica dapat menimbulkan abses otak secara hematogen. Kira-kira 60% abses otak disebabkan oleh flora campuran, dan kurang lebih 25% abses otak adalah kriptogenik (tidak diketahui sebabnya).

Adapun beberapa proses infeksi yang dapat menyebabkan abses menurut Muttaqin Arif (2008) :a. Invasi otak langsung dari trauma intrakranial atau pembedahanb. Penyebaran infeksi dari daerah lain seperti sinus, telinga dan gigi (infeksi sinus paranasal, otitis media, sepsis gigi).c. Penyebaran infeksi dari organ lain (abses paru, endokarditis infektif), dan dapat menjadi komplikasi yang berhubungan dengan beberapa bentuk abses otak.

3. Manifestasi KlinisMenurut Dodge.PR (2001), tanda dan gejala yang mungkin muncul pada abses otak yaitu : Pada stadium awal gambaran klinik abses otak tidak khas, terdapat gejala-gejala infeksi seperti demam, malaise, anoreksia dan gejala-gejala peninggian tekanan intrakranial berupa muntah, sakit kepala dan kejang. Dengan semakin besarnya abses otak gejala menjadi khas berupa Trias abses otak yang terdiri dari gejala infeksi, peninggian tekanan intrakranial dan gejala neurologik fokal. Abses yang berlokasi pada satu hemisfer dan menyebabkan gangguan koordinasi seperti ataksia, tremor, dismetri dan nistagmus. Penderita abses pada lobus frontalis biasanya tenang dan bila ada gejala-gejala neurologik seperti hemikonvulsi, hemiparesis, hemianopsia homonim disertai kesadaran yang menurun menunjukkan prognosis yang kurang baik karena biasanya terjadi herniasi dan perforasi kedalam kavum ventrikel.Abses lobus temporalis selain menyebabkan gangguan pendengaran dan mengecap didapatkan disfasi, defek penglihatan kwadran alas kontralateral dan hem ianopsi komplit. Gangguan motorik terutama wajah dan anggota gerak atas dapat terjadi bila perluasan abses ke dalam lobus frontalis relatif asimptomatik, berlokasi terutama di daerah anterior sehingga gejala fokal adalah gejala sensorimotorik

4. KomplikasiKlien dengan Abses Otak sangat beresiko untuk mengalami komplikasi jika tidak ditangani secara efektif. Adapun komplikasi yang mungkin muncul menurut Poerwadi (2000), yaitu : Herniasi unkal atau tonsiler karena kenaikan TIK Ventrikulitis karena pecahnya abses di ventrikel Perdarahan abses Retardasi Mental Epilepsi Penurunan Kesadaran Kelainan nerologik fokal yang lebih berat Kelumpuhan Fisik Sepsis

5. PatofisiologiMikroorganisme penyebab abses masuk ke otak dengan cara :1. Implantasi langsung akibat trauma, tindakan operasi, pungsi lumbal, penyebaran infeksi kronik pada telinga, sinus, mastoid, dimana bakteri dapat masuk ke otak melalui tulang atau pembuluh darah.2. Penyebaran bakteri dari fokus primer pada paru-paru seperti abses paru, bronchiectasis, empyema, pada endocarditis dan pericarditis.3. Komplikasi dari meningitis purulenta.Fase awal abses otak ditandai dengan edema lokal, hiperemia infiltrasi leukosit atau melunaknya parenkim.Trombisis sepsis dan edema. Beberapa hari atau minggu dari fase awal terjadi proses liquefaction atau dinding kista berisi pus. Kemudian terjadi ruptur, bila terjadi ruptur maka infeksi akan meluas keseluruh otak dan bisa timbul meningitis.Abses otak dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus infeksi di sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau secara langsung seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi oleh penyebaran hematogen dapat pada setiap bagian otak, tetapi paling sering pada pertemuan substansia alba dan grisea; sedangkan yang perkontinuitatum biasanya berlokasi pada daerah dekat permukaan otak pada lobus tertentu.Abses otak bersifat soliter atau multipel. Yang multipel biasanya ditemukan pada penyakit jantung bawaan sianotik; adanya shunt kanan ke kiri akan menyebabkan darah sistemik selalu tidak jenuh sehingga sekunder terjadi polisitemia. Polisitemia ini memudahkan terjadinya trombo-emboli.Umumnya lokasi abses pada tempat yang sebelumnya telah mengalami infark akibat trombosis; tempat ini menjadi rentan terhadap bakteremi atau radang ringan. Karena adanya shunt kanan ke kin maka bakteremi yang biasanya dibersihkan oleh paru-paru sekarang masuk langsung ke dalam sirkulasi sistemik yang kemudian ke daerah infark. Biasanya terjadi pada umur lebih dari 2 tahun.Dua pertiga abses otak adalah soliter, hanya sepertiga abses otak adalah multipel.Pada tahap awal abses otak terjadi reaksi radang yang difus pada jaringan otak dengan infiltrasi lekosit disertai udem, perlunakan dan kongesti jaringan otak, kadang-kadang disertai bintik perdarahan.Setelah beberapa hari sampai beberapa minggu terjadi nekrosis dan pencairan pada pusat lesi sehingga membentuk suatu rongga abses.Astroglia, fibroblas dan makrofag mengelilingi jaringan yang nekrotik.Mula-mula abses tidak berbatas tegas tetapi lama kelamaan dengan fibrosis yang progresif terbentuk kapsul dengan dinding yang konsentris.Tebal kapsul antara beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter. Beberapa ahli membagi perubahan patologi abses otak dalam 4 stadium yaitu :1. stadium serebritis dini2. stadium serebritis lanjut3. stadium pembentukan kapsul dini4. stadium pembentukan kapsul lanjut.Abses dalam kapsul substansia alba dapat makin membesar dan meluas ke arah ventrikel sehingga bila terjadi ruptur, dapat menimbulkan meningitis. Infeksi jaringan fasial, selulitis orbita, sinusitis etmoidalis, amputasi meningoensefalokel nasal dan abses apikal dental dapat menyebabkan abses otak yang berlokasi pada lobus frontalis.Otitis media, mastoiditis terutama menyebabkan abses otak lobus temporalis dan serebelum, sedang abses lobus parietalis biasanya terjadi secara hematogen.

6. Pemeriksaan PenunjangDiagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinik, pemeriksaan penunjang yang terkait dengan abses otak. Adapun jenis pemeriksaan penunjang yang bias dilakukan pada penderita abses otak :a. Radiologi Foto polos kepala memperlihatkan tanda peninggian tekanan intra-kranial, dapat pula menunjukkan adanya fokus infeksi ekstraserebral ; tetapi dengan pemeriksaan ini tidak dapat diidentifikasi adanya abses. Pemeriksaan EEG terutama penting untuk mengetahui lokalisasi abses dalam Hemisfer. EEG memperlihatkan perlambatan fokal yaitu gelom-bang lambatdeltadengan frekuensi 13 siklus / detik pada lokasi abses. Pnemoensefalografi penting terutama untuk diagnostik abses serebelum. Dengan arteriografi dapat diketahui lokasi abses di hemisfer. Saat ini, pemeriksaan angiografi mulai ditinggalkan setelah digunakan pemeriksaan yang relatif noninvasif seperti CT Scan adan MRI. CT scan dan scanning otak menggunakan radioisotop tehnetium dapat diketahui lokasi abses; daerah abses memperlihatkan bayangan yang hipodens daripada daerah otak yang normal dan biasanya dikelilingi oleh lapisan hiperderns. CT scan selain mengetahui lokasi abses juga dapat membedakan suatu serebritis dengan abses. MRI (Magnetic Resonance Imaging) saat ini banyak digunakan, selain memberikan diagnosis yang lebih cepat juga lebih akurat.

b. Laboratorium Haematologi1) Pemeriksaan darah perifera) LeukositPemeriksaan Leukosit merupakan point utama dalam pendiagnosisan abses otak melalui metode laboratorium darah. Mengingat abses otak merupakan kondisi infeksi pada jaringan otak, maka peningkatan kadar leukosit didalam darah biasanya sudah dalam keadaan diatas kadar normal. Pemantauan leukosit penting dilakukan untuk menilai tingkat resiko terjadinya Sepsis dan memantau perkembangan keberhasilan terapi antibiotik yang diberikan kepada penderita.b) Haemoglobin (Hb)Haemoglobin (Hb) merupakan salah satu dari komponen pertahanan sekunder tubuh manusia. Keadaan haemoglobin yang rendah didalam darah dapat mengakibatkan semakin menurunnya kemampuan pertahan tubuh untuk melawan infeksi yang sedang terjadi didalam otak.2) Pemeriksaan cairan SerebrospinalPada pemeriksaan cairan serebrospinal pada umumnya memperlihatkan gambaran yang normal. Bisa didapatkan kadarproteinyang sedikit meninggi dan sedikit pleositosis, glukosa dalam batas normal atau sedikit berkurang, kecuali bila terjadi perforasi dalam ruangan ventrikel. Total volume cairan serebrospinal adalah 125 ml.

7. Penatalaksanaano Pengobatan antibiotika diberikan untuk menghilangkan organisme sebagai penyebab atau menurunkan perkembangan virus. Dosis besar melalui intravena biasanya ditentukan praoperatif untuk menembus jaringan otak dan abses otak. Terapi diteruskan pasca operasi.o Kortikosteroid dapat diberikan untuk menolong menurunkan imflamasi edema serebral jika pasien menunjukkan adanya peningkatan defisit neurologiso Obat-obatan antikonvulsan (ferotinin, fenobarbital) dapat diberikan sebagai profilaksis mencegah terjadinya kejang. Abses yang luas dapat diobati dengan terapi antimikroba yang tepat, dengan pemantauan ketat melalui pengamatan dengan CT Scan.

8. Patoflow Trauma,hematogen,komplikasi meningitis

Invasi mikroorganisme pathogen

Reaksi inflamasi

Pembentukan AbsesPeningkatan volume Pembesaran absesPeregangan dan penekanan saraf

jaringan otakRuptur Abses

peningkatan tekananResiko infeksi sekunder

Nyeri Akut

intra cranial

peningkatan struktur jaringan serebralPerubahan perfusi serbral

Perubahan struktur seluler korteks sensori

perubahan korteks motorik

Penurunan kemampuan proses interpretasi informasi

peningkatan responneuro muscular

ketidakseimbanggan koordinasiPerubahan perepsi sensorik

motorikPerubahan mobilisasi fisik

BAB IV ASUHAN KEPERAWATAN

1. PengkajianPengkajian neurologisanak-anak harus berdasarkan tingkat perkembangan anak dan berupaya untuk menentukan apakah masalah bersifat akut atau kronis, difus atau fokal, stabil atau progresif.a. Anamnesis1. Identitas klien : Usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal masuk rumah sakit, askes dan sebagainya.2. Riwayatkesehatan Gambaran jelas mengenai gejala-gejala mencakup durasi, lokasi dan presipitasi. Gejala-gejala utama dapat mencakup sakit kepala, pingsan dan pusing, perubahan tingkat kesadaran,caraberjalan, gerakan atau koordinasi yang abnormal, hambatan perkembangan atau kehilangan tahapan penting perkembangan. Kaji riwayat prenatal, individu, keluarga untuk adanya faktor-faktor resiko gangguan neurologik.1. Faktor resiko prenatal mencakup malnutrisi maternal, pengobatan obat (dengan resep, terutama antikonvulsan, dan obat terlarang), konsumsi alkohol, dan penyakit (campak, cacra, HIV/AIDS, toksoplasmosis, rubela, sitomegalovirus, herpes, sipilis, toksemia, dan diabetes)2. Faktor resiko individu antara lain prematuritas, hipoksia perinatal, trauma lahir, keterlambatan tahap penting perkembangan, cedera kepala, hampir tenggelam, keracunan, meningitis, penyakit kronis, penganiayaan anak, anomali kromosom, dan penyalahgunaan zat.3. Faktor resiko keluarga mencakup anomali kromosom, penyakit mental, penyakit neurologik, penyakit neurokutaneus, gangguan kejang, retardasi mental, masalah belajar dan defek tuba neural.

b. Pemeriksaan Fisik1) Keadaan Umum2) Tanda-Tanda Vital3) Tingkat KesadaranGejala : Kesadaran penuh, bingung, diorientasi, letargi, apatis, stupor, atau koma.4) Pola KesehatanAktivitas / Istirahat :Gejala : malaisea. Tanda : ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan involunter.b. SirkulasiGejala : adanya riwayat kardiopatologi, seperti endokarditisTanda : TD meningkat,nadi menurun (berhubungan peningkatan TIK dan pengaruh pada vasomotor).c. Eliminasi Tanda : adanya inkontensia atau retensid. NutrisiGejala ; kehilangan nafsu makan,disfagia (pada periode akut )Tanda ; anoreksia,muntah.turgor kulit jelek,membran mukosa kering.e. HigieneTanda ; ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri (pada periode akut).f. NeurosensoriGejala ; Sakit kepala,parestesia,timbul kejang, gangguan penglihatanTanda ; Penurunan status mental dan kesadaran,kehilangan memori, sulit dalam mengambil keputusan,afasia,mata; pupil unisokor (peningkatan TIK),nistagmus.kejang umum lokal.

g. Nyeri /kenyamananGejala ; Sakit kepala mungkin akan diperburuk oleh ketegangan;leher/punggung kaku.Tanda ; tampak terus terjaga. Menangis/mengeluh.h. PernapasanGejala ; adanya riwayat infeksi sinus atau paru.Tanda ; peningkatan kerja pernapasan (episode awal). Perubahan mental (letargi sampai koma) dan gelisah.i. KeamananGejala ; adanya riwayat ISPA/infeksi lain meliputi ; mastoiditis, telinga tengah, sinus,abses gigi, infeksi pelvis, abdomen atau kulit, fungsi lumbal, pembedahan, fraktur pada tengkorak/cedera kepala.Tanda ; suhu meningkat, diaforesis, menggigil. Kelemahan secara umum; tonus otot flaksid atau spastik; paralisis atau parese.

2. Diagnosa KeperawatanMenurut Muttaqin, Arif (2008) diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan untuk abses otak yaitu :- Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d akumulasi sekret, kemampuan batuk menurun akibat penurunan tingkat kesadaran.- Perubahan perfusi jaringan otak yang b/d peradangan dan edema otak dan selaput otak- Nyeri kepala b/d iritasi selaput dan jaringan otak- Resiko cedera b/d kejang, perubahan status mental, dan penurunan tingkat kesadaran- Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d ketidak mampuan menelan, hipermetabolik.3. Intervensi KeperawatanMenurut Muttaqin, Arif (2008) intervensi keperawatan yang dapat diberikan sesuai dengan diagnosa diatas yaitu :

- Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d akumulasi sekret, kemampuan batuk menurun akibat penurunan tingkat kesadaran.Tujuan :Jalan nafas kembali efektifKriteria hasil : Sesak nafas berkurang, frekuensi nafas normal, tidak menggunakanotot bantu nafas, tidak terdengar ronkhi, tidak terdengar bunyiwheezing, klien dapat mendemonstrasikan cara batuk efektif.Intervensi :1. Kaji fungsi paru, adanya bunyi nafas tambahan, perubahan irama dan kedalaman, penggunaan otot-otot bantu pernafasan, warna dan kekentalan sputum. 2. Atur posisi fowler dan semifowler3. Ajarkan cara batuk efektif4. Lakukan fisioterapi dada; vibrasi dada5. Penuhi hidrasi cairan via oral, seperti minumair putih dan pertahankan asupan cairan 2500 ml/hari6. Lakukan pengisapan lendir di jalan nafas

- Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan peradangan dan edema otak dan selaput otakTujuan : Perfusi jarinagn otak meningkatKriteria hasil : Tingkat kesadaran meningkat menjadi sadar, disorientasinegatif, konsentrasi baik, perfusi jaringan dan oksigenasi baik, tanda-tanda vital dalam batas normal, dan syok dapat dihindari. Intervensi :1. Monitor klien dengan ketat terutama setelah lumbal pungsi. Anjurkan klien berbaring minimal 4-6 jam setelah lumbal pungsi.2. Monitor tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial selama perjalanan penyakit (nadi lambat, tekanan darah meningkat, kesadaran menurun, nafas irreguler, refleks pupil menurun, kelemahan)3. Monitor tanda-tanda vital dan neurologis tiap 5-30 menit. Catat dan laporkan perubahan-perubahan tekanan intrakranial.4. Hindari posisi tungkai ditekuk atau gerakan-gerakan klien, anjurkan untuk tirah baring.5. Tinggikan kepala klien dengan hati-hati, cegah gerakan yang tiba-tiba dan tidak perlu dari fleksi leher, hindari fleksi leher.6. Bantu seluruh aktivitas dan gerakan-gerakan klien.7. Beri penjelasan kepada klien tentang keadaan lingkungan8. Evaluasi selama masa penyembuhan terhadap gangguan motorik, sensorik, dan intelektual9. Kolaborasi pemberian steroid osmotic

- Nyeri kepala b/d iritasi selaput dan jaringan otakTujuan : keluhan nyeri berkurang/rasa sakit terkendaliKriteria hasil : klien dapat tidur dengan tenang, wajah rileks, dan klien memverbalisasikan penurunan rasa sakit.Intervensi :1. Berikan lingkungan yang aman dan tenang2. Kompres dingin (es) pada kepala3. Lakukan penatalaksaan nyeri dengan metode distraksi dan relaksasi nafas dalam4. Lakukan latihan gerak aktif atau pasif sesuai kondisi dengan lembut dan hati-hati5. Kolaborasi pemberian analgetik

- Resiko cedera b/d kejang, perubahan status mental, dan penurunan tingkat kesadaranTujuan : Klien bebas dari cedera yang disebabkan oleh kejang dan penurunan kesadaranKriteria Hasil : Klien tidak mengalami cedera apabila ada kejang berulangIntervensi :1. Monitor kejang pada tangan, kaki, mulut, dan otot-otot muka lainnya2. Persiapkan lingkungan yang aman seperti batasan ranjang, papan pengaman, dan alat suction selalu berada dekat klien.3. Pertahankan bedrest total selama fase akut4. Kolaborasi pemberian terapi; diazepam, fenobarbital

- Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d ketidakmampuan menelan, hipermetabolikTujuan : Kebutuhan klien terpenuhiKriteria hasil : Turgor baik, asupan dapat masuk sesuai kebutuhan, terdapatkemampuan menelan, sonde dilepas, berat badan meningkat,Hb dan albumin dalam batas normal.Intervensi:1. Observasi tekstur dan turgor kulit2. Lakukan oral hygiene3. Observasi asupan dan keluaran4. Observasi posisi dan keberhasilan sonde5. Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan dan refleks batuk6. Kaji kemampuan klien dalam menelan, batuk dan adanya sekret. 7. Auskultasi bising usus, amati penuruanan atau hiperaktivitas bising usus8. Timbang berat badan sesuai indikasi9. Berikan makanan denagn cara meninggikan kepala10. Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, selama dan sesudah makan11. Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual dengan menekan ringan diatas bibir/ dibawah dagu jika dibutuhkan12. Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu13. Mulailah untuk memberikan makanan per oral setengah cair dan makanan lunak ketika klien dapat menelan air14. Anjurkan klien menggunakan sedotan untuk minum15. Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan cairan melalui IV atau makanan melalui selang

- Koping individu tidak efektif b/d prognosisi penyakit, perubahan psikosis, perubahan persepsi kognitif, perubahan aktual dalam struktur dan fungsi ketidakberdayaan dan merasa tidak ada harapanTujuan : Setelah dilakukan intervensi harga diri klien meningkatKriteria hasil : Mampu menyatakan atau mengkomunikasikan dengan orangterdekat tentang situasi dan perubahn yang sedang terjadi, mampu menyatakan penerimaan diri terhadap situasi, mengakui dan menggabungkan perubahan ke dalam konsep diri dengan cara yang akurat tanpa harga diri yang negatif. Intervensi :1. Kaji perubahan dari gangguan persepsi dan hubungan dengan derajat ketidakmampuan2. Identifikasiarti darikehilangan atau disfungsi pada klien. 3. Anjurkan klien untuk mengekspresikan perasaan termasuk permusuhan dan kemarahan4. Bantu dan anjurkan perawatan yang baik dan memperbaiki kebiasaan. 5. Anjurkan orang-orang yang terdekat untuk menginjikan klien melakukan sebanyak-banyaknya hal-hal untuk dirinya6. Dukung perilaku atau usaha seperti peningkatan minat atau partisipasi dalam aktivitas rehabilitasi7. Monitor gangguan tidur, peningkatan kesulitan konsentrasi, letargi dan menarik diri8. Kolaborasi : rujuk pada ahli neuropsikologi dan konseling bila ada indikasi

BAB VPENUTUP

1. Kesimpulan Abses Otak merupakan kumpulan dari unsur-unsur infeksius di dalam atau melibatkan jaringan otak, berupa penumpukan substansi eksudat hasil proses infeksi atau peradangan berupa pus atau nanah didalam otak, yang dapat mengakibatkan penurunan hingga kerusakan fungsi neurologis, abses otak sangat berbahay apalagi jika terjadi pada anak maka akan mempengaruhi tumbuh kembang anak dan proses ataupun csrs berpikir anak. Abses otak perlu diketahui dan ditangani sedini mungkin sebelum menyebar dan meradang lebih lama karna akan berdampak lebih fatal.

2. Saran Jika merasakan nyeri dikepala yang tak tertahankan dan berkepanjangan sebaiknya segera periksakan kedokter. Karena gejala pada abses otak tidak berbeda jauh dengan sakit kepala biasa.http://armalas.blogspot.com/2012/05/abses-otak.html

C.PatofisiologiAbses otak dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus infeksi di sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau secara langsung seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi oleh penyebaran hematogen dapat pada setiap bagian otak, tetapi paling sering pada pertemuan substansia alba dan grisea; sedangkan yang perkontinuitatum biasanya berlokasi pada daerah dekat permukaan otak pada lobus tertentuMikroorganisme penyebab abses masuk ke otak dengan cara:a.Implantasi langsung akibat trauma, tindakan operasi, pungsi lumbal. Penyebaran infeksi kronik pada telinga, sinus, mastoid, dimana bakteri dapat masuk ke otak dengan melalui tulang atau pembuluh darah.b.Penyebaran bakteri dari fokus primer pada paru-paru seperti abses paru, bronchiactasis, empyema, pada endokarditis dan perikarditis.c.Komplikasi dari meningitis purulenta.Fase awal abses otak ditandai dengan edema lokal, hiperemia infiltrasi leukosit atau melunaknya parenkim. Trombisis sepsis dan edema. Beberapa hari atau minggu dari fase awal terjadi proses liquefaction atau dinding kista berisi pus. Kemudian terjadi ruptur, bila terjadi ruptur maka infeksi akan meluas keseluruh otak dan bisa timbul meningitis. pada tahap awal AO terjadi reaksi radang yang difus pada jaringan otak dengan infiltrasi lekosit disertai udem, perlunakan dan kongesti jaringan otak, kadang-kadang disertai bintik perdarahan. Setelah beberapa hari sampai beberapa minggu terjadi nekrosis dan pencairan pada pusat lesi sehingga membentuk suatu rongga abses. Astroglia, fibroblas dan makrofag mengelilingi jaringan yang nekrotikan. Mula-mula abses tidak berbatas tegas tetapi lama kelamaan dengan fibrosis yang progresif terbentuk kapsul dengan dinding yang konsentris. Tebal kapsul antara beberapa milimeter sampai beberapa sentimeterAO dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus infeksi di sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau secara langsung seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi oleh penyebaran hematogen dapat pada setiap bagian otak, tetapi paling sering pada pertemuan substansia alba dan grisea; sedangkan yang perkontinuitatum biasanya berlokasi pada daerah dekat permukaan otak pada lobus tertentu.AO bersifat soliter atau multipel. Yang multipel biasanya ditemukan pada penyakit jantung bawaan sianotik; adanya shunt kanan ke kiri akan menyebabkan darah sistemik selalu tidak jenuh sehingga sekunder terjadi polisitemia. Polisitemia ini memudahkan terjadinya trombo-emboli. Umumnya lokasi abses pada tempat yang sebelumnya telah mengalami infark akibat trombosis; tempat ini menjadi rentan terhadap bakteremi atau radang ringan. Karena adanya shunt kanan ke kin maka bakteremi yang biasanya dibersihkan oleh paru-paru sekarang masuk langsung ke dalam sirkulasi sistemik yang kemudian ke daerah infark. Biasanya terjadi pada umur lebih dari 2 tahun. Dua pertiga AO adalah soliter, hanya sepertiga AO adalah multipel. Pada tahap awal AO terjadi reaksi radang yang difus pada jaringan otak dengan infiltrasi lekosit disertai udem, perlunakan dan kongesti jaringan otak, kadang-kadang disertai bintik perdarahan. Setelah beberapa hari sampai beberapa minggu terjadi nekrosis dan pencairan pada pusat lesi sehingga membentuk suatu rongga abses. Astroglia, fibroblas dan makrofag mengelilingi jaringan yang nekrotik. Mula-mula abses tidak berbatas tegas tetapi lama kelamaan dengan fibrosis yang progresif terbentuk kapsul dengan dinding yang konsentris. Tebal kapsul antara beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter. Beberapa ahli membagi perubahan patologi AO dalam 4 stadium yaitu :1.stadium serebritis dini2.stadium serebritis lanjut3.stadium pembentukan kapsul dini4.stadium pembentukan kapsul lanjut.Abses dalam kapsul substansia alba dapat makin membesar dan meluas ke arah ventrikel sehingga bila terjadi ruptur, dapat menimbulkan meningitis.Infeksi jaringan fasial, selulitis orbita, sinusitis etmoidalis, amputasi meningoensefalokel nasal dan abses apikal dental dapat menyebabkan AO yang berlokasi pada lobus frontalis. Otitis media, mastoiditis terutama menyebabkan AO lobus temporalis dan serebelum, sedang abses lobus parietalis biasanya terjadi secara hematogen.Beberapa ahli membagi perubahan patologi AO dalam 4 stadium yaitu :1)Stadium serebritis dini (Early Cerebritis)Terjadi reaksi radang local dengan infiltrasi polymofonuklear leukosit, limfosit dan plasma sel dengan pergeseran aliran darah tepi, yang dimulai pada hari pertama dan meningkat pada hari ke 3. Sel-sel radang terdapat pada tunika adventisia dari pembuluh darah dan mengelilingi daerah nekrosis infeksi. Peradangan perivaskular ini disebut cerebritis. Saat ini terjadi edema di sekita otak dan peningkatan efekmassakarena pembesaran abses.2)Stadium serebritis lanjut (Late Cerebritis)Saat ini terjadi perubahan histologis yang sangat berarti. Daerah pusat nekrosis membesar oleh karena peningkatanacellular debrisdan pembentukan nanah karena pelepasan enzim-enzim dari sel radang. Di tepi pusat nekrosis didapati daerah sel radang, makrofag-makrofag besar dan gambaran fibroblast yang terpencar. Fibroblast mulai menjadi reticulum yang akan membentuk kapsul kolagen. Pada fase ini edema otak menyebar maksimal sehingga lesi menjadi sangat besar3)Stadium pembentukan kapsul dini (Early Capsule Formation)Pusat nekrosis mulai mengecil, makrofag menelan acellular debris dan fibroblast meningkat dalam pembentukan kapsul. Lapisan fibroblast membentuk anyaman reticulum mengelilingi pusat nekrosis. Di daerah ventrikel, pembentukan dinding sangat lambat oleh karena kurangnya vaskularisasi di daerah substansi putih dibandingkan substansi abu. Pembentukan kapsul yang terlambat di permukaan tengah memungkinkan abses membesar ke dalam substansi putih. Bila abses cukup besar, dapat robek ke dalam ventrikel lateralis. Pada pembentukan kapsul, terlihat daerah anyaman reticulum yang tersebar membentuk kapsul kolagen, reaksi astrosit di sekitar otak mulai meningkat.4) Stadium pembentukan kapsul lanjut (Late Capsule Formation)Pada stadium ini, terjadi perkembangan lengkap abses dengan gambaran histologis sebagai berikut: Bentuk pusat nekrosis diisi olehacellular debrisdan sel-sel radang. Daerah tepi dari sel radang, makrofag, dan fibroblast. Kapsul kolagen yangtebal. Lapisan neurovaskular sehubungan dengan serebritis yang berlanjut. Reaksi astrosit, gliosis, dan edema otak di luar kapsul.Abses dalam kapsul substansia alba dapat makin membesar dan meluas ke arah ventrikel sehingga bila terjadi ruptur, dapat menimbulkan meningitis.Infeksi jaringan fasial, selulitis orbita, sinusitis etmoidalis, amputasi meningoensefalokel nasal dan abses apikal dental dapat menyebabkan AO yang berlokasi pada lobus frontalis. Otitis media, mastoiditis terutama menyebabkan AO lobus temporalis dan serebelum, sedang abses lobus parietalis biasanya terjadi secara hematogen.Setelah kuman telah menerobos permukaan tubuh, kemudian sampai ke susunan saraf pusat melalui lintasan-lintasan berikut. Kuman yang bersarang di mastoid dapat menjalar ke otak perkuntinuitatum. Invasi hematogenik melalui arteri intraserebral merupakan penyebaran ke otak secara langsung.Adapenjagaan otak khusus terhadap bahaya yang dating melalui lintasan hematogen, yang dikenal sebagai sawar darah otak atau blood brain barrier. Pada toksemia dan septicemia, sawar darah otak terusak dan tidak lagi bertindak sebagai sawar khusus. Infeksi jaringan otak jarang dikarenakan hanya bakterimia saja, oleh karena jaringan otak yang sehat cukup resisten terhadap infeksi. Kuman yang dimasukkan ke dalam otak secara langsung pada binatang percobaan ternyata tidak membangkitkan abses sereebri/ abses otak, kecuali apabila jumlah kumannya sangat besar atau sebelum inokulasi intraserebral telah diadakan nekrosis terlebih dahulu. Walaupun dalam banyak hal sawar darah otak sangat protektif, namun ia menghambat penetrasi fagosit, antibody dan antibiotik. Jaringan otak tidak memiliki fagosit yang efektif dan juga tidak memiliki lintasan pembuangan limfatik untuk pemberantasan infeksi bila hal itu terjadi. Maka berbeda dengan proses infeksi di luar otak, infeksi di otak cenderung menjadi sangat virulen dan destruktif.D.Manifestasi KlinikTanda dan gejala awal dan umum dari abses otak adalah nyeri kepala, IM menurun kesadaran mungkin dpat terjadi, kaku kuduk, kejang, defisit motorik, adanya tandatanda peningkatan tekanan intrakranial. Tanda dan gejala lain tergantung dari lokasi abses.LokasiTanda dan GejalaSumber Infeksi

Lobus frontalis1. Kulit kepala lunak/lembut2. Nyeri kepala yang terlokalisir di frontal3. Letargi, apatis, disorientasi4. Hemiparesis /paralisis5. Kontralateral6. Demam tinggi7. KejangSinus paranasal

Lobus temporal1. Dispagia2. Gangguan lapang pandang3. Distonia4. Paralisis saraf III dan IV5. Paralisis fasial kontralateral

cerebellum1. Ataxia ipsilateral2. Nystagmus3. Dystonia4. Kaku kuduk positif5. Nyeri kepala pada suboccipital6. Disfungsi saraf III, IV, V, VI.

http://emirzanurwicaksono.blog.unissula.ac.id/2013/05/16/abses-otak/

BAB IIIKONSEP KEPERAWATAN

III. 1. Pengkajian1. Identitas klien dan psikososiala. usia, b. Jenis kelamin c. Pendidikand. Alamate. Pekerjaanf. Agamag. Suku bangsah. Reran keluargai. Penampilan sebelum sakitj. Mekanisme kopingk. Tempat tinggal yang kumuh2. Keluhan utama: nyeri kepala disertai dengan penurunan kesadaran.3. Riwayat penyakit sekarang: demam, anoreksi dan malaise, peninggikatan tekanan intrakranial serta gejala nerologik fokal .4. Riwayat penyakit dahulu: pernah atau tidak menderita infeksi telinga (otitis media, mastoiditis) atau infeksi paru-paru (bronkiektaksis,abses paru,empiema), jantung (endokarditis), organ pelvis, gigi dan kulit.5. Pemeriksaan fisika. Tingkat kesadaranb. Nyeri kepalac. Nystagmusd. Ptosise. Gangguan pendengaran dan penglihatanf. Peningkatan sushu tubuhg. Paralisis/kelemahan ototh. Perubahan pola napasi. Kejangj. Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranialk. Kaku kudukl. Tanda brudzinskis dan kernigs positif6. Pola fungsi kesehatan a. Aktivitas/istirahatGejala: malaiseTanda: ataksia,masalah berjalan,kelumpuhan,gerakan involunter.b. SirkulasiGejala: adanya riwayat kardiopatologi, seperti endokarditisTanda: TD meningkat,nadi menurun (berhubungan peningkatan TIK dan pengaruh pada vasomotor).c. EliminasiTanda: adanya inkontensia dan/atau retensid. NutrisiGejala: kehilangan nafsu makan,disfagia (pada periode akut).Tanda: anoreksia,muntah.turgor kulit jelek,membran mukosa kering.e. HigieneTanda: ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri(pada periode akut)f. NeurosensoriGejala: sakit kepala,parestesia,timbul kejang, gangguan penglihatanTanda: penurunan status mental dan kesadaran,kehilangan memori, sulit dalam mengambil keputusan,afasia,mata; pupil unisokor (peningkatan TIK),nistagmus.kejang umum lokal.g. Nyeri /kenyamananGejala: Sakit kepala mungkin akan diperburuk oleh ketegangan pada leher/punggung kaku.Tanda: tampak terus terjaga. Menangis/mengeluh.h. PernapasanGejala: adanya riwayat infeksi sinus atau paruTanda: peningkatan kerja pernapasan ( episode awal ). Perubahan mental (letargi sampai koma) dan gelisah.i. KeamananGejala: adanya riwayat ISPA/infeksi lain meliputi ; mastoiditis, telinga tengah, sinus,abses gigi; infeksi pelvis,abdomen atau kulit;fungsi lumbal, pembedahan, fraktur pada tengkorak/cedera kepala.Tanda: suhu meningkat, diaforesis, menggigil. Kelemahan secara umum; tonus otot flaksid atau spastik;paralisis atau parese.Gangguan sensasi.

III. 2. DiagnosaDiagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan abses otak, yaitu:1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan proses peradangan, peningkatan tekanan intra kranial (TIK)Ditandai dengan :Data Subjektif (DS):a. Klien mengatakan nyeri kepalab. Klien mengatakan merasa mualc. Klien mengatakan merasa lemahd. Klien mengatakan bahwa pandangannya kaburData Objektif (DO):a. Perubahan kesadaranb. Perubahan tanda vitalc. Perubahan pola napas, bradikardiad. Nyeri kepalae. Muntah f. Kelemahan motorikg. Kerusakan pada Nervus kranial III, IV, VI, VII, VIIIh. Refleks patologisi. Perubahan nilai ACDj. Hasil pemeriksaan CT scan adanya edema serebri, abses2. Resiko injuri: jatuh berhubungan dengan aktivitas kejang, penurunan kesadaran dan status mental.Ditandai dengan:Data Subjektif (DS):Kelurga klien mengatakan bahwa klien mengalami penurunan kesadaran.Data Objektif (DO):a. Penurunan kesadaranb. Aktivitas kejangc. Perubahan status mental3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan umum, defisit neurologik.Ditandai dengan:Data Subjektif (DS):Pasien mengatakan lemah.Data Objektif (DO):a. Paralisis, parese, hemiplegia, tremorb. Kekuatan otot kurangc. Kontraktur, atropi.4. Hipertermia berhubungan dengan infeksiDitandai dengan:Data Subjektif (DS):Pasien mengatakan demam dan rasa haus.Data Objektif (DO):a. Suhu tubuh diatas 38o C.b. Perubahan tanda vitalc. Kulit keringd. Peningkatan leukosit5. Ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan intake tidak adekuat, kehilangan cairan.Ditandai dengan:Data Subjektif (DS):Pasien mengatakan demam dan rasa haus, muntahData Objektif (DO):a. Suhu tubuh di atas 38oC. b. Turgor kulit kurangc. Mukosa mulut keringd. Urine pekate. Perubahan nilai elektrolit6. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, kelemahan, mual dan muntah, intake yang tidak adekuat.Ditandai dengan:Data Subjektif (DS):Pasien mengatakan tidak nafsu makan, mual dan muntah.Data Objektif (DO):a. Pasien tidak menghabiskan makanan yang telah disediakanb. Diet makanc. Penurunan BBd. Adanya tanda-tanda kekurangan nutrisi: anemis, cepat lelah.e. Hb dan Albumin kurang dari normalf. Tekanan darah kurang dari normal.7. Nyeri berhubungan dengan nyeri kepala, kaku kuduk, iritasi meningeal.Ditandai dengan:Data Subjektif (DS):Pasien menguluh nyeri kepala, kaku pada leher dan merasa tidak nyaman.Data Objektif (DO):a. Ekspresi wajah menunjukkan rasa nyerib. Kaku kuduk positifIII. 3. IntervensiIntervensi yang direncanakan pada klien dengan abses otak, yaitu:1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan proses peradangan, peningkatan tekanan intra kranial (TIK)Kriteria hasil:a. Mempertahankan tingkat kesadaran dan orientasib. Tanda vital dalam batas normalc. Tidak terjadi defisit neurologiIntervensi:a. Monitor status neurologi setiap 2 jam: tingkat kesadaran, pupil, refleks, kemampuan motorik, nyri kepala, kaku kuduk.R/ : Tanda dari iritasi meningeal terjadi akibat peradangan dan mengakibatkan peningkatan TIK.b. Monitor tanda vital dan temperatur setiap 2 jam.R/ : perubahan tekanan nadi dan bradikardia indikasi herniasi otak dan peningkatan TIK.c. Kurangi aktivitas yang dapat menimbulkan peningkatan TIK: batuk, mengedan, muntah, menahan napas.R/ : Menhindari peningktan TIK.d. Berikan waktu istirahat yang cukup dan kurangi stimulus lingkungan.R/ : mengurangi peningkatan TIK.e. Tinggikan posisi kepala 30-40o pertahankan kepala pada posisi neutral, hindari fleksi leher.R/ : Memfasilitasi kelancaran aliran darah vena.f. Kolaborasi dalam pemberian diuretik osmotik, steroid, oksigen, antibiotik.R/ : Mengurangi edema serebral, memenuhi kebutuhan oksigenasi, menghilangkan faktor penyebab.2. Resiko injuri: jatuh berhubungan dengan aktivitas kejang, penurunan kesadaran dan status mental.Kriteria hasil:a. Mempertahankan tingkat kesadaran dan orientasib. Kejang tidak terjadic. Injuri tidak terjadiIntervensi:a. Kaji status neurologi setiap 2 jam.R/ : Menentukan keadaan pasien dan resiko kejang.b. Pertahankan keamanan pasien seperti penggunaan penghalangtempat tidur, kesiapan suction, spatel, oksigen.R/ : Mengurangi resiko injuri dan mencegah obstruksi pernapasan.c. Catat aktivitas kejang dan tinggal bersama pasien selama kejang.R/ : Merencanakan intervensi lebih lanjut dan mengurangi kejang.d. Kaji status neurologik dan tanda vital setelah kejang.R/ : Mengetahui respon post kejang.e. Orientasikan pasien ke lingkungan.R/ : Setelah kejang kemungkinan pasien disorientasi.f. Kolaborasi dalal pemberian obat anti kejang.R/ : Mengurangi resiko kejang / menghentikan kejang.3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan umum, defisit neurologik.Kriteria hasil:a. Pasien dapat mempertahankan mobilisasinya secara optimal.b. Integritas kulit utuh.c. Tidak terjadi atropi.d. Tidak terjadi kontraktur.Intervensi:a. Kaji kemampuan mobilisasi.R/ : Hemiparese mungkin dapat terjadi.b. Alih posisi pasien setiap 2 jam.R/ : Menghindari kerusakan kulit.c. Lakukan masage bagian tubuh yang tertekan.R/ : Melancarkan aliran darah dan mencegah dekubitus.d. Lakukan ROM pasive.R/ : Menghindari kontraktur dan atropi.e. Monitor tromboemboli, konstipasi.R/ : Komplikasi immobilitas.f. Konsul pada ahli fisioterapi jika diperlukan.R/ : Perencanaan yang penting lebih lanjut.4. Hipertermia berhubungan dengan infeksiKriteria Hasil:a. Suhu tubuh normal 36,5 37, 5o C.b. Tanda vital normal.c. Turgor kulit baik.d. Pengeluaran urine tidak pekat, elektrolit dalam batas normal.Intervensi:a. Monitor suhu setiap 2 jam.R/ : Mengetahui suhu tubuh.b. Monitor tanda vital.R/ : Efek dari peningkatan suhu adalah perubahan nadi, pernapasan dan tekanan darah.c. Monitor tanda-tanda dehidrasi.R/ : Tubuh dapat kehilngan cairan melalui kulit dan penguapan.d. Berikan obat anti pireksia.R/ : Mengurangi suhu tubuh.e. Berikan minum yang cukup 2000 cc/hari.R/ : Mencegah dehidrasi.f. Lakukan kompres dingin dan hangat.R/ : Mengurangi suhu tubuh melalui proses konduksi.g. Monitor tanda-tanda kejang.R/ : Suhu tubuh yang panas berisiko terjadi kejang.5. Ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan intake tidak adekuat, kehilangan cairan.Kriteria Hasil :a. Suhu tubuh normal 36,5 37, 5o C.b. Tanda vital normal.c. Turgor kulit baik.d. Pengeluaran urine tidak pekat, elektrolit dalam batas normal.Intervensi:a. Ukur tanda vital setiap 4 jam.R/ : Ketidak se