baba 3 plant survey

Upload: bundamega

Post on 05-Nov-2015

34 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

plant survey

TRANSCRIPT

III.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja

III.1.1 Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Keselamatan kerja adalah upaya pencegahan dari kecelakaan dan melindungi pekerja dari mesin, dan peralatan kerja yang akan dapat menyebabkan traumatic injury.1 Secara filosofis, Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan upaya dan pemikiran guna menjamin keutuhan dan kesempurnaan jasmani ataupun rohaniah manusia pada umumnya dan tenaga kerja pada khususnya serta hasil karya dan budaya manusia. Secara hukum, K3 merupakan kumpulan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja. Melalui peraturan yang jelas dan sanksi yang tegas, perlindungan K3 dapat ditegakkan, untuk itu diperlukan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang K3. Dewasa ini, di tingkat internasional telah disepakati adanya konvensi-konvensi yang mengatur tentang K3 secara universal.III.1.2 Peranan dan Tujuan K3

Peranan K3 berdasarkan aspek ekonomis, yaitu dengan menerapkan K3 di perusahaan, maka tingkat kecelakaan kerja akan menurun, sehingga kompensasi terhadap kecelakaan kerja juga menurun, dan biaya tenaga kerja dapat berkurang. Sejalan dengan itu, K3 yang efektif akan dapat meningkatkan produktivitas kerja sehingga dapat meningkatkan hasil produksi. Hal ini kemudian dapat mendorong semua tempat kerja atau industri maupun tempat-tempat umum merasakan perlunya dan memiliki budaya K3 untuk diterapkan disetiap tempat dan waktu, sehingga K3 menjadi salah satu budaya industrial. Pelaksanaan K3 di perusahaan akan mewujudkan, yaitu :

1. Perlindungan tenaga kerja dari risiko kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang dapat terjadi pada waktu melakukan pekerjaan di tempat kerja.

2. Tercipta tempat kerja yang aman, nyaman, sehat dan tenaga kerja yang produktif, sehingga akan meningkatkan produktivitas kerja dan produktivitas perusahaan.

3. Dapat mencegah korban manusia dan segala kerugian akibat kecelakaan.

4. Mewujudkan kualitas hidup dan kemajuan masyarakat sesuai dengan tujuan hidup setiap manusia, untuk mendapatkan kebahagiaan hidup jasmaniah dan rohaniah.

5. Dapat mendorong dan memacu peningkatan produksi serta produktivitas, yang akan meningkatkan daya saing.

Dengan demikian untuk mewujudkan K3 diperusahaan perlu dilaksanakan dengan perencanaan dan pertimbangan yang tepat, dan salah satu kunci keberhasilannya terletak pada peran serta pekerja sendiri baik sebagai subyek maupun obyek perlindungan dimaksud Tujuan dari keselamatan kerja menurut yaitu :

a) Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas nasional.

b) Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja.

c) Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien.2

III.1.3 Dasar Hukum Empat landasan hukum program kesehatan dan keselamatan kerja yaitu :

1. Undang-Undang (UU) No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja

Undang-undang ini memuat antara lain ruang lingkup pelaksanaan keselamatan kerja, syarat keselamatan kerja, pengawasan, pembinaan, tentang kecelakaan, kewajiban dan hak tenaga kerja, kewajiban memasuki tempat kerja, kewajiban pengurus dan ketentuan penutup (ancaman pidana) dan lain-lain.2. UU No. 21 tahun 2003 yang meratifikasi Konvensi ILO No. 81

Pada 19 Juli 1947, badan PBB International Labour Organization (ILO) telah mengesahkan konvensi ILO No. 81 tentang pengawasan tenaga kerja bidang industri dan perdagangan (Labour Inspection in Industry and Commerce). Sebanyak 137 negara atau lebih dari 70 persen anggota ILO meratifikasi konvensi ini, termasuk Indonesia

3. UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Khususnya alinea 5 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja, pasal 86 dan pasal 87. Pasal 86 ayat 1 : Setiap Pekerja / Buruh mempunyai Hak untuk memperoleh perlindungan atas (a) Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

Pasal 86 ayat 2 : Untuk melindungi keselamatan Pekerja / Buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

Pasal 87 : Setiap Perusahaan wajib menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang terintegrasi dengan Sistem Manajemen Perusahaan.

4. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Permenakertrans ini adalah landasan Pedoman Penerapan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3), mirip OHSAS 18001 di Amerika atau BS 8800 di Inggris.3III.1.4. Pengendalian Risiko

Pengendalian risiko menurut Soehatman Ramli (2010) dilakukan terhadap seluruh bahaya yang ditemukan dalam proses identifikasi bahaya dan mempertimbangkan peringkat risiko untuk menentukan prioritas dan cara pengendaliannya. Selanjutnya dalam menentukan pengendalian harusmempertimbangkan hirarki pengendalian mulai dari eliminasi, substitusi,pengendalian teknis, administratif, dan terakhir penyediaan alat keselamatanyang disesuaikan dengan kondisi organisasi, ketersediaan biaya, biayaoperasional, faktor manusia, dan lingkungan.

Pengendalian risiko merupakan langkah menentukan dalam keseluruhan manajemen risiko. Berdasarkan hasil analisis dan evaluasi risiko dapat ditentukan apakah suatu risiko dapat diterima atau tidak. Jika risiko dapat diterima, tentunya tidak diperlukan langkah pengendalian lebih lanjut.

Berkaitan dengan risiko K3, pengendalian risiko dilakukan dengan mengurangi kemungkinan atau keparahan dengan mengikuti hirarki sebagai berikut.

1. Eliminasi

Eliminasi adalah teknik pengendalian dengan menghilangkan sumber bahaya, misalnya lobang di jalan ditutup, ceceran minyak di lantai dibersihkan, mesin yang bising dimatikan. Cara ini sangat efektif karena sumber bahaya dieliminasi sehingga potensi risiko dapat dihilangkan. Karena itu, teknik ini menjadi pilihan utama dalam hirarki pengendalian risiko.

2. Substitusi

Substitusi adalah teknik pengendalian bahaya dengan mengganti alat, bahan, sistem atau prosedur yang berbahaya dengan lebih aman atau lebih rendah bahayanya. Teknik ini banyak digunakan, misalnya bahan kimia berbahaya dalam proses produksi diganti dengan bahan kimia lain yang lebih aman.Hirarki Pengendalian Bahaya

Gambar 2.1. Hirarki Pengendalian Bahaya43. Pengendalian Teknis

Sumber bahaya biasanya berasal dari peralatan atau sarana teknis yang ada di lingkungan kerja. Karena itu, pengendalian bahaya dapat dilakukan melalui perbaikan pada desain, penambahan peralatan dan pemasangan peralatan pengaman. Sebagai contoh, mesin yang bising dapat diperbaiki secara teknis misalnya dengan memasang peredam suara sehingga tingkat kebisingan dapat ditekan. Pencemaran di ruang kerja dapat diatasi dengan memasang sistem ventilasi yang baik. Bahaya pada mesin dapat dikurangi dengan memasang pagar pengaman.

4. Pengendalian Administratif

Pengendalian bahaya juga dapat dilakukan secara administrative misalnya dengan mengatur jadwal kerja, istirahat, cara kerja atau prosedur kerja yang lebih aman, rotasi, atau pemeriksaan kesehatan.5. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)

Pilihan terakhir untuk mengendalikan bahaya adalah dengan memakai alat pelindung diri misalnya pelindung kepala, sarung tangan, pelindung pernafasan (respirator atau masker), pelindung jatuh, dan pelindung kaki. Dalam konsep K3, penggunaan APD merupakan pilihan terakhir atau last resort dalam pencegahan kecelakaan. Hal ini disebabkan karena alat pelindung diri bukan untuk mencegah kecelakaan (reduce likelihood) namun hanya sekedar mengurangi efek atau keparahan kecelakaan (reduce concequences). Sebagai contoh, seseorang yang menggunakan topi keselamatan bukan berarti bebas dari bahaya tertimpa benda. Namun jika ada benda yang jatuh, kepalanya akan terlindung sehingga keparahan dapat dikurangi. Akan tetapi, jika benda yang jatuh sangat berat atau dari tempat yang tinggi, topi tersebut mungkin akan pecah karena tidak mampu menahan beban.

a. Alat pelindung kepala, untuk melindungi bagian kepala dari benda yang jatuh atau benturan misalnya topi keselamatan baik dari plastic, aluminium, atau fiber.

b. Alat pelindung muka untuk melindungi percikan benda cair, benda padat atau radiasi sinar dan panas misalnya pelindung muka (face shield) , dan topeng las.

c. Alat pelindung mata untuk melindungi dari percikan benda, bahan cair dan radiasi panas, misalnya kaca mata keselamatan dan kacamata las.

d. Alat pelindung pernafasan untuk melindungi dari bahan kimia, debu uap dan asap yang berbahaya dan beracun. Alat pelindung pernafasan sangat beragam seperti masker debu, masker kimia,respirator, breathing apparatus (BA).

e. Alat pelindung pendengaran untuk melindungi organ pendengaran dari suara bising misalnya sumbat telinga (ear plug), dan katup telinga (ear muff).

f. Alat pelindung badan untuk melindungi bagian tubuh khususnya dari percikan benda cair, padat, radiasi sinar dan panas misalnya apron dari kulit, plastik, dan asbes.

g. Alat pelindung tangan untuk melindungi bagian jari dan lengan dari bahan kimia, panas atau benda tajam misalnya sarung tangan kulit, PVC, asbes, dan metal.

h. Alat pelindung jatuh untuk melindungi ketika terjatuh dari ketinggian misalnya ikat pinggang keselamatan (safety belt), harness, dan jarring.

i. Alat pencegah tenggelam melindungi jika jatuh ke dalam air misalnya baju pelampung, pelampung, dan jaring pengaman.

j. Alat pelindung kaki untuk melindungi bagian telapak kaki, tumit atau betis dari benda panas, cair, kejatuhan benda, tertusuk benda tajam dan lainnya, misalnya sepatu karet, sepatu kulit, sepatu asbes, pelindung kaki dan betis.

Sesuai dengan ketentuan pasal 14C Undang-undang Keselamatan Kerja No. 1 tahun 1970, pengusaha wajib menyediakan alat keselamatan secara cuma-cuma sesuai dengan sifat bahayanya. Oleh karena itu, pemilihan keselamatan harus dilakukan secara hati-hati dengan mempertimbangkan jenis bahaya serta diperlakukan sebagai pilihan terakhir.4III.2. Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan KerjaIII.2.1. UmumBanyak organisasi telah melakukan "kaji ulang" atau "audit" K3 untuk menilai kinerja K3-nya, Namun dalam pelaksanaan "kaji ulang" atau "audit" secara mandiri ini belum tentu memadai untuk menjamin bahwa kinerja organisasi akan secara berkelanjutan memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan dan kebijakan. Agar efektif, kaji ulang dan audit tersebut harus dilaksanakan dalam suatu sistem manajemen yang terstruktur dan terintegrasi dalam organisasi.5Standar persyaratan SMK3 ini ditujukan untuk menyediakan elemen sistem manajemen K3 yang efektif yang dapat diintegrasikan dengan persyaratan manajemen lain dan membantu organisasi dalam mencapai sasaran K3 dan ekonomi. 5Standar persyaratan SMK3 yang memungkinkan organisasi mengembangkan dan mengimplementasikan kebijakan dan sasaran dengan mempertimbangkan persyaratan legal dan informasi risiko K3. Dasar pendekatan standar ini diperlihatkan pada Gambar 1. Keberhasilan organisasi dalam menerapkan SMK3 bergantung pada komitmen dari seluruh tingkatan dan fungsi organisasi terutama dari manajemen puncak. Sistem ini memungkinkan suatu organisasi mengembangkan kebijakan K3, menetapkan sasaran dan proses untuk mencapai komitmen kebijakan, melakukan tindakan yang diperlukan untuk meningkatkan kinerja dan menunjukkan kesesuaian sistem yang ada terhadap persyaratan dalam standar ini. Tujuan umum dari standar ini adalah untuk menunjang dan menumbuhkembangkan pelaksanaan K3 yang baik, sesuai dengan kebutuhan sosial ekonomi. Keberhasilan penerapan dari standar ini dapat digunakan oleh organisasi untuk memberi jaminan kepada pihak yang berkepentingan bahwa SMK3 yang sesuai telah diterapkan.5

Catatan Standar ini didasarkan pada metodologi yang dikenal sebagai Plan-Do-Check-Act (PDCA). PDCA dapat dijelaskan Iebih lanjut sebagai berikut.

Gambar 1 Model Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja5Standar ini berisi persyaratan yang dapat diaudit secara obyektif. Namun demikian standar ini tidak menetapkan persyaratan mutlak untuk kinerja K3 di luar komitmen, di dalam kebijakan K3, untuk memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan yang diberlakukan dan persyaratan lain yang diacu organisasi, untuk mencegah cedera dan gangguan kesehatan, dan untuk melakukan perbaikan berkelanjutan. Dengan demikian dua organisasi yang melakukan kegiatan yang hampir sama tetapi memiliki kinerja K3 yang berbeda keduanya dapat dinyatakan memenuhi persyaratan standar ini. 5Standar ini tidak mencakup persyaratan tertentu pada sistem manajemen yang lain, seperti manajemen mutu, manajemen lingkungan, manajemen keamanan, atau manajemen keuangan. Walaupun demikian, elemen-elemen dalam standar ini dapat digabungkan atau diintegrasikan dengan sistem-sistem manajemen tersebut. Hal ini memungkinkan organisasi dapat menyesuaikan sistem manajemen yang ada dengan maksud untuk menetapkan SMK3 yang sesuai dengan persyaratan standar ini. Namun demikian, harus ditegaskan bahwa penerapan berbagai elemen boleh berbeda bergantung pada tujuan yang diharapkan dan keterlibatan pihak yang berkepentingan. Tingkat kerumitan dan kerincian SMK3, luas cakupan dokumentasi dan sumber daya yang diperuntukkan bergantung pada beberapa faktor, seperti lingkup sistem, ukuran dan sifat kegiatan, produk dan jasa, dan budaya organisasi. III.2.2. Ruang lingkupStandar ini tidak menyatakan kriteria kinerja K3 secara khusus, atau memberikan spesifikasi rinci untuk perancangan suatu sistem manajemen. Standar ini dapat diterapkan oleh setiap organisasi yang akan:

a. menetapkan SMK3 untuk mengurangi risiko bagi pegawai dan pihak lain yang berkepentingan yang mungkin mengalami bahaya K3 akibat kegiatannya;b. menerapkan, memelihara dan melakukan perbaikan SMK3 secara berkelanjutan;c. menjamin kesesuaiannya dengan pernyataan kebijakan K3;

d. menunjukkan kesesuaiannya dengan:

1. membuat kebulatan tekad dan deklarasi did; atau

2. mencari konfirmasi kesesuaian pelaksanaan K3 dari pihak yang memiliki kepentingan dengan organisasi, seperti pelanggan; atau

3. mencari konfirmasi mengenai deklarasi did dari pihak luar organisasi; atau

4. mencari sertifikasi SMK3 dari Badan Sertifikasi.Spesifikasi standar ini diarahkan pada keselamatan dan kesehatan kerja, dan bukan pada bidang keselamatan dan kesehatan yang lain seperti program kesejahteraan pegawai, keselamatan produk, kerusakan aset atau dampak lingkungan. Organisasi yang kegiatannya melibatkan pengoperasian fasilitas/instalasi nuklir/radiasi atau melakukan pemanfaatan zat radioaktif dan/atau sumber radiasi pengion dalam menerapkan SMK3 di samping menerapkan semua persyaratan dalam standar ini, juga harus memenuhi segala ketentuan yang disyaratkan dalam peraturan perundangan di bidang ketenaganukliran yang sesuai dengan kegiatan organisasi. 5III.2.3. PERSYARATAN MANAJEMEN K3III.2.3.1 UmumOrganisasi harus menetapkan, mendokumentasikan, menerapkan, memelihara dan melakukan perbaikan berkelanjutan SMK3 sesuai dengan persyaratan standar ini dan menentukan cara memenuhi persyaratannya. Organisasi harus menentukan dan mendokumentasikan Iingkup SMK.III.2.3.2 Kebijakan K3

Manajemen puncak harus menetapkan dan mengesahkan kebijakan SMK3 organisasi dan memastikan bahwa, kebijakan tersebut6a. Sesuai dengan sifat dan skala risiko SMK3 organisasi berdasarkan hasil

pemeringkatan;

b. Mencakup komitmen untuk pencegahan cedera dan gangguan kesehatan dan perbaikan berkelanjutan manajemen dan kinerja K3;

c. Mencakup komitmen untuk memenuhi sekurangnya dengan persyaratan peraturan perundang-undangan yang dapat diterapkan dan dengan persyaratan lain yang akan dipenuhi oleh organiasi yang terkait bahaya K3d. Menyediakan kerangka kerja untuk mengatur dan mengkaji sasaran K3e. Didokumentasikan, diterapkan dan dipelihara;

f. Dikomunikasikan kepada semua personel yang bekerja dibawah pengendalian organisasi dengan maksud agar mereka menyadari kewajiban K3-nya secara individual;

g. Tersedia untuk pihak yang berkepentingan

h. Dikaji ulang secara berkala untuk memastikan bahwa kebijakan tersebut masih relevan dan sesuai dengan organisasi.

III.2.4. PerencanaanIII.2.4.1UmumOrganisasi harus membuat perencanaan K3 yang efektif dengan sasaran yang jelas dan terukur. Perencanaan harus memuat tujuan, sasaran dan indikator kinerja yang diterapkan dengan mempertimbangkan identifikasi sumber bahaya, pemeringkatan, penilaian dan pengendalian risiko sesuai dengan persyaratan perundangan yang berlaku serta hasil pelaksanaan tinjauan awal terhadap K3.7III.2.4.2 SasaranSasaran K3 yang ditetapkan oleh organisasi sekurang-kurangnya harus memenuhi kualifikasi:a. dapat diukur;b. satuan/indikator pengukuran;c. sasaran pencapaian;d. jangka waktu pencapaian; dan e. konsisten dengan kebijakan K3. Penetapan sasaran K3 harus dikonsultasikan dengan wakil pegawai, bidang/bagian/tim K3, atau pihak-pihak lain yang terkait. Sasaran yang telah ditetapkan ditinjau kembali secara teratur sesuaidenganperkembangan.7III.2.4.3 Indikator kinerja

Dalam menetapkan sasaran K3 organisasi harus menggunakan indikator kinerja yang dapat diukur sebagai dasar penilaian kinerja K3 yang sekaligus merupakan informasi mengenai keberhasilan pencapaian SMK3.7III.2.4.4 Program SMK3

Program SMK3 yang berhasil memerlukan rencana yang dapat dikembangkan secara berkelanjutan dan menetapkan sasaran SMK3 dengan jelas. Hal ini dapat dicapai dengan:

a. Menetapkan sistem pertanggungjawaban dalam pencapaian sasaran sesuai dengan fungsi dan tingkat manajemen organisasi yang bersangkutan; dan

b. Menetapkan sarana, metodologi dan kerangka waktu untuk pencapaian sasaran.7III.2.4.5 Penerapan Jaminan kemampuanOrganisasi harus menyediakan personel yang memiliki kompetensi, sarana dan dana yang memadai sesuai SMK3 yang diterapkan. Dalam menyediakan sumber daya tersebut, organisasi harus membuat prosedur yang dapat digunakan untuk memantau manfaat yang akan diperoleh maupun biaya yang harus dikeluarkan. Dalam penerapan SMK3 yang efektif perlu mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :a. Menyediakan sumber daya yang memadai sesuai dengan ukuran dan kebutuhan;b. Melakukan identifikasi kompetensi kerja yang diperlukan pada setiap tingkatan manajemen organisasi dan menyelenggarakan setiap pelatihan yang dibutuhkan;c. Membuat prosedur untuk mengkomunikasikan informasi K3 secara efektif;d. Membuat prosedur untuk mendapatkan masukan dan saran dari pihak lain yang terkait di bidang K3;e. Membuat prosedur untuk pelaksanaan konsultasi dan keterlibatan pegawai secara aktifIII.2.4.6 IntegrasiOrganisasi dapat mengintegrasikan SMK3 ke dalam sistem manajemen organisasi yang ada. Jika dalam hal pengintegrasian tersebut terdapat pertentangan dengan sasaran dan prioritas organisasi, maka:

a. sasaran dan prioritas SMK3 harus diutamakan;

b. penyatuan SMK3 dengan sistem manajemen organisasi dilakukan secara selaras dan seimbang.6III.2.4.7 Tanggung jawab dan tanggung gugatTanggung jawab manajemen organisasi terhadap K3 adalah:

a. manajemen puncak harus mengambil tanggung jawab akhir SMK3;

b. manajemen puncak dapat mendelegasikan tugas dalam pelaksanaan SMK3 kepada kepala bidang/bagian/tim K3;

c. kepala bidang/bagian/tim K3 yang ditunjuk untuk bertanggung jawab harus memastikan bahwa SMK3 telah diterapkan dan hasilnya sesuai dengan yang diharapkan pada setiap lokasi dan jenis kegiatan dalam organisasi;

d. manajemen organisasi harus memahami kemampuan pegawai sebagai sumber daya yang berharga yang dapat ditunjuk untuk menerima wewenang dan tanggung jawab dalam menerapkan dan mengembangkan SMK3.6III.2.4.8 Budaya keselamatanPegawai harus memiliki sikap dan perilaku untuk selalu peduli terhadap aspek K3 dalam pelaksanaan pekerjaannya, melakukan pekerjaannya dengan hati-hati dan teliti, serta selalu mengkomunikasikan hal-hal yang berhubungan dengan keselamatan, peningkatan kinerja dan setiap kejanggalan pada tempat kerja yang mempunyai potensi menimbulkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja.Manajemen organisasi harus dapat menciptakan lingkungan kerja sedemikian rupa sehingga pegawai dapat mengungkapkan isu K3 tanpa takut dipersalahkan, diintimidasi, didiskriminasi atau mendapat sanksi.Manajemen organisasi harus mempromosikan perilaku, tata nilai dan asumsi dasar yang dapat mengembangkan budaya keselamatan yang kuat. Manajemen organisasi harus memantau dan memperkuat sifat-sifat yang telah diidentifikasi yang sangat penting untuk mencapai budaya keselamatan yang kuat dan harus memberikan perhatian pada tandatanda awal penurunan sifat-sifat tersebut, yang berarti pula penurunan pada budaya keselamatan.7III.2.5 Kegiatan pendukung

III.2.5.1 KomunikasiKomunikasi dua arch yang efektif dan pelaporan rutin merupakan sumber penting dalam penerapan SMK3. Penyediaan informasi yang sesuai bagi pegawai dan semua pihak yang terkait dapat digunakan untuk memotivasi dan mendorong penerimaan serta pemahaman umum dalam upaya organisasi untuk meningkatkan kinerja K3.Organisasi harus mempunyai prosedur untuk memastikan bahwa informasi K3 terbaru dikomunikasikan ke semua pihak dalam organisasi. Ketentuan dalam prosedur tersebut harus dapat memastikan pemenuhan kebutuhan untuk:

a. mengkomunikasikan hasil dari SMK3, pemantauan, audit dan kaji ulang manajemen pada semua pihak terkait yang bertanggung jawab dan memiliki andil dalam kinerja organisasi;

b. melakukan identifikasi dan menerima informasi yang terkait K3 dari luar organisasi; danc. memastikan bahwa informasi yang terkait K3 dikomunikasikan kepada pihak lain di luar organisasi yang membutuhkannya.6III.2.5.2 PelaporanProsedur pelaporan informasi yang terkait dan tepat waktu harus ditetapkan untuk memastikan bahwa SMK3 dipantau dan kinerjanya ditingkatkan.2

Prosedur pelaporan internal perlu ditetapkan untuk menangani:a. pelaporan terjadinya insiden;b. pelaporan ketidaksesuaian;c. pelaporan kinerja K3; dand. pelaporan identifikasi sumber bahaya.Prosedur pelaporan eksternal perlu ditetapkan untuk menangani

a.pelaporan yang dipersyaratkan peraturan perundangan sesuai dengan lingkup kegiatannya;b. pelaporan kepada mitra kerja terkait

III.2.5.3 DokumentasiDokumentasi merupakan unsur utama dari setiap sistem manajemen dan harus dibuat sesuai dengan kebutuhan organisasi. Proses dan prosedur kegiatan organisasi harus ditentukan dan didokumentasikan serta diperbaharui apabila diperlukan.III.3 Kecelakaan Kerja

III.3.1. Pengertian Kecelakaan Kerja

Kecelakaan kerja kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan. Tak terduga, oleh karna itu di belakang peristiwa itu tidak dapat unsur kesengajaan, lebih-lebih dalam bentuk perencanaan. Kecelakaan bisa terjadi kondisi tidak membawa keselamatan kerja, atau perbuatan tidak yang tidak selamat. Jadi, defenisi kecelakaan kerja adalah setiap perbuatan atau kondisi tidak selamat yang dapat mengakibatkan kecelakaan.

Menurut sumamur (1989), kecelakaan kerja adalah kecelakaan berhubungan dengan hubungan kerja pada perusahaan. Hubungan kerja disini dapat berarti, bahwa kecelakaan terjadi dikarenakan oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan.

Kecelakaan menurut M. Sulaksmono (1997) adalah suatu kejadian tidak diduga dan tidak dikehendaki yang mengacaukan proses suatu aktivitas yang telah diatur. Kecelakaan akibat kerja adalah berhubungan dengan hubungan kerja pada perusahaan. Hubungan kerja disini dapat berarti bahwa kecelakaan terjadi dikarenakan pekerjaan atau pada waktu pekerjaan berlangsung.Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 03/Men/98 adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak di duga semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda.III.3.2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Kecelakaan Kerja

Menurut Sumamur (1989) menyatakan bahwa kecelakaan kerja yang terjadi dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu :

a. Faktor manusia meliputi aturan kerja, kemampuan pekerja (usia, masa

kerja/pengalaman, kurangnya kecakapan dan lambatnya mengambil keputusan),disiplin kerja, perbuatan-perbuatan yang mendatangkan kecelakaan, ketidakcocokan fisik dan mental. Kesalahan-kesalahan yang disebabkan oleh pekerja dan karena sikap yang tidak wajar seperti terlalu berani, sembrono, tidak mengindahkan instruksi, kelalaian, melamun, tidak mau bekerja sama, dan kurang sabar. Kekurangan kecakapan untuk mengerjakan sesuatu karena tidak mendapat pelajaran mengenai pekerjaan. Kurang sehat fisik dan mental seperti adanya cacat, kelelahan dan penyakit.

b. Faktor mekanik dan lingkungan, letak mesin, tidak dilengkapi dengan alat pelindung, alat pelindung tidak pakai, alat-alat kerja yang telah rusak. Lingkungan kerja berpengaruh besar terhadap moral pekerja. Faktor-faktor keadaan lingkungan kerja yang penting dalam kecelakaan kerja terdiri dari pemeliharaan rumah tangga (house keeping), kesalahan disini terletak pada rencana tempat kerja, cara menyimpan bahan baku dan alat kerja tidak pada tempatnya, lantai yang kotor dan licin. Ventilasi yang tidak sempurna sehingga ruangan kerja terdapat debu, keadaan lembab yang tinggi sehingga orang merasa tidak enak kerja. Pencahayaan yang tidak sempurna misalnya ruangan gelap, terdapat kesilauan dan tidak ada pencahayaan setempat.III.3.3 Teori Kecelakaan Kerja

Terjadinya suatu kecelakaan adalah :

1. Teori kebetulan Murni (Pure Chance Theory), yang menyimpulkan bahwa kecelakaan terjadi atas kehendak Tuhan, sehingga tidak ada pola yang jelas dalam rangkaian peristiwanya, karena itu kecelakaan terjadi secara kebetulan saja.

2. Teori Kecenderungan Kecelakaan (Accident prone Theory), pada pekerja tertentu lebih sering tertimpa kecelakaan, karena sifat-sifat pribadinya yang memang cenderung untuk mengalami kecelakaan kerja.

3. Teori Tiga Faktor (Three Main Factor), menyebutkan bahwa penyebab

kecelakaan peralatan, lingkungan dan faktor manusia pekerja itu sendiri.

4. Teori Dua Faktor (Two main Factor), kecelakaan disebabkan oleh kondisi berbahaya (unsafe condition) dan tindakan berbahaya (unsafe action).

5. Teori Faktor Manusia (Human Factor Theory), menekankan bahwa pada akhirnya seluruh kecelakaan kerja tidak langsung disebabkan karena

kesalahan manusia.III.3.4. Pencegahan Kecelakaan Kerja

Untuk mencegah kecelakaan kerja sangatlah penting diperhatikannyaKeselamatan Kerja .Keselamatan kerja adalah keselamatan yang berhubungan dengan peralatan,tempat kerja, lingkungan kerja,serta tata cara dalam melakukan pekerjaan yang bertujuan untuk menjamin keadaan, keutuhan dan kesempurnaan,baik jasmaniah maupun rohaniah manusia,serta hasil karya budayanya tertuju pada kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan pekerja pada khususnya.Kecelakaan kerja pada prinsipnya dapat dicegah dan pencegahan ini menurut Bennet NBS (1995) merupakan tanggung jawab para manajer lini, penyelia, mandor kepala dan juga kepala urusan.etapi menurut M. Sulaksmono (1997) dan yang tersirat dalam UU No.1 tahun 1970 pasal 10 ,bahwa tanggung jawab pencegahan kecelakaan kerja,selain pihak perusahaan juga karyawan (naker) dan pemerintah. Pencegahan kecelakaan kerja menurut para pakar , antara lain: Bennet NB Silalahi, Julian B.Olishifki dan Sumamur.A. Menurut Bennet NB Silalahi (1995) bahwa teknik pencegahan kecelakaan harus didekati dua aspek, yakni : Aspek perangkat keras (peralatan , perlengkapan,mesin, letak dsb) Aspek perangkat lunak (manusia dan segala unsur yang berkaitan)

B. menurut Julian B.Olishifki (1985) bahawa aktivitas pencegahan yang

profesional adalah : memperkecil (menekan) kejadian yang membahayakan dari mesin,cara kerja,material dan struktur perencanaan memberikan alat pengaman agar tidak membahayakan sumber daya yang ada dalam perusahaan tersebut memberikan pendidikan (training) kepada karyawan tentang kecelakaan dan keselamatan kerja memberikan alat pelindung diri tertentu terhadap tenaga kerja yang berada pada area yang membahayakan.C. Menurut Sumamur (1996), kecelakaan kecelakaan akibat kerja dapat dicegah dengan 12 hal berikut:

Peraturan perundangan, yaitu ketentuan-ketentuan yang diwajibkan mengenai

kondisi kerja pada umumnya, perencanaan, konstruksi, perawatan dan

pemiliharaan, pengawasan, pengujian dan cara kerja peralatan industri,tugastugas

pengusaha danburuh, latihan,supervisi medis, P3K dan pen\meriksaan

kesehatan. Standarisasi yang ditetapkan secara resmi, setengah resmi atau

tidak resmi mengenai misalnya syarat- syarat keselamatan sesuai instruksi

peralatan industri dan alat pelindung diri (APD) Pengawasan ,agar ketentuan

UU wajib dipatuhi Penelitian bersifat teknik ,misalnya tentang bahanbahanyang

berbahaya,pagar pengaman,pengujian APD , pencegahan ledakan

peralatan lainnya Riset medis, terutama meliputi efek fisiologis dan patologis,

faktor lingkungan dan teknologi dan keadaan yang mengakibatkan kecelakaan

Penelitian psikoogis, meliputi penelitian tentang pola pola kewajibanyang

mengakibatkan kecelakaan Penelitian secara statistik, untuk menetapkan jenisjenis

kecelakaan yang terjadi Pendidikan Latihan-latihan Penggairahan,

pendekatan lain agar bersikap yangt selamat ?Asuransi, yaitu insentif finansial untuk meningkatkan pencegahan kecelakaanUsaha keselamatan pada tingkat perusahaanIII.3.5 Klasifikasi Kecelakaan Akibat Kerja

Klasifikasi kecelakaan akibat kerja menurut Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) tahun 1962 adalah sebagai berikut:

1. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan

a. Terjatuh.

b. Tertimpa benda jatuh.

c. Tertumbuk atau terkena benda-benda, terkecuali benda jatuh.

d. Terjepit oleh benda.

e. Gerakan-gerakan melebihi kemampuan.

f. Pengaruh suhu tinggi.

g. Terkena arus listrik.

h. Kontak dengan bahan-bahan berbahaya atau radiasi.

i. Jenis-jenis lain, termasuk kecelakaan-kecelakaan yang data-datanya tidak

cukup atau kecelakaan-kecelakaan lain yang belum masuk klasifikasi

tersebut.

2. Klasifikasi menurut penyebab

a. Mesin.

i. Pembangkit tenaga, terkecuali motor-motor listrik.

ii. Mesin penyalur (Transmisi).

iii. Mesin-mesin untuk pengerjaan logam.

iv. Mesin-mesin pengolah kayu.

v. Mesin-mesin pertanian.

vi. Mesin-mesin pertambangan.

vii. Mesin-mesin lain yang tidak termasuk klasifikasi tersebut.

b. Alat angkut dan alat angkat.

i. Mesin angkat dan peralatannya.

ii. Alat angkutan diatas rel.

iii. Alat angkutan lain yang beroda, kecuali kereta api.

iv. Alat angkutan udara.

v. Alat angkutan air.

vi. Alat-alat angkutan lain.

c. Peralatan lain.

i. Bejana bertekanan.

ii. Dapur pembakar dan pemanas.

iii. Instalasi pendingin.

iv. Instalasi listrik, termasuk motor listrik, tetapi dikecualikan alat-alat

listrik (tangan).

v. Alat-alat listrik (tangan).

vi. Alat-alat kerja dan perlengkapannya, kecuali alat-alat listrik.

vii. Tangga.

viii. Perancah (steger).

ix. Peralatan lain yang belum termasuk klasifikasi tersebut.

d. Bahan-bahan, zat-zat dan radiasi.

i. Bahan peledak.

ii. Debu, gas, cairan dan zat-zat kimia, terkecuali bahan peledak.

iii. Benda-benda melayang.

iv. Radiasi.

v. Bahan-bahan dan zat lain yang belum termasuk golongan tersebut.

e. Lingkungan kerja.

i. Diluar bangunan.

ii. Didalam bangunan.

iii. Dibawah tanah.

f. Penyebab-penyebab lain yang belum termasuk golongan-golongan

tersebut.

i. Hewan.

ii. Penyebab lain.

g. Penyebab-penyebab yang belum termasuk golongan tersebut atau data tak

memadai.

3. Klasifikasi menurut sifat luka atau kelainan

a. Patah tulang.

b. Dislokasi/keseleo.

c. Regang oto/urat.

d. Memar dan luar dalam yang lain.

e. Amputasi.

f. Luka-luka lain.

g. Luka dipermukaan.

h. Gegar dan remuk.

i. Luka bakar.

j. Keracunan-keracunan mendadak (akut).

k. Akibat cuaca dan lain-lain.

l. Mati lemas.

m. Pengaruh arus listrik.

n. Pengaruh radiasi.

o. Luka-luka yang banyak dan berlainan sifatnya.

p. Lain-lain.

4. Klasifikasi menurut letak kelainan atau luka ditubuh

a. Kepala.

b. Leher.

c. Badan.

d. Anggota atas.

e. Anggota bawah.

f. Banyak tempat.

g. Kelainan umum.

h. Letak lain yang tidak dapat dimasukan klasifikasi tersebut.

Klasifikasi tersebut yang bersifat jamak adalah pencerminan kenyataan, bahwa kecelakaan akibat kerja jarang sekali disebabkan oleh suatu, melainkan oleh berbagai faktor. Penggolongan menurut jenis menunjukkan peristiwa yang langsung mengakibatkan kecelakaan dan menyatakan bagaimana suatu benda atau zat sebagai penyebab kecelakaan menyebabkan terjadinya kecelakaan, sehingga sering dipandang sebagai kunci bagi penyelidikan sebab lebih lanjut.

Klasifikasi menurut penyebab dapat dipakai untuk mengolongkan penyebab menurut kelainan atau luka-luka akibat kecelakaan atau menurut jenis kecelakaan terjadi yang diakibatkannya. Keduanya membantu dalam usaha pencegahan kecelakaan, tetapi klasifikasi yang disebut terakhir terutama sangat penting. Penggolongan menurut sifat dan letak luka atau kelainan ditubuh berguna bagi penelaahan tentang kecelakaan lebih lanjut dan terperinci.III.4. Kesehatan Kerja

Bahaya Faktor Kimia

Risiko kesehatan timbul dari pajanan berbagai bahan kimia. Banyak bahan kimia yang memiliki sifat beracun dapat memasuki aliran darah dan menyebabkan kerusakan pada sistem tubuh dan organ lainnya. Bahan kimia berbahaya dapat berbentuk padat, cairan, uap, gas, debu, asap atau kabut dan dapat masuk ke dalam tubuh melalui tiga cara utama antara lain:

a. Inhalasi (menghirup): Dengan bernapas melalui mulut atau hidung, zat beracun dapat masuk ke dalam paru-paru. Seorang dewasa saat istirahat menghirup sekitar lima liter udara per menit yang mengandung debu, asap,gas atau uap. Beberapa zat, seperti fiber/serat, dapat langsung melukai paruparu. Lainnya diserap ke dalam aliran darah dan mengalir ke bagian lain dari tubuh.b. Pencernaan (menelan): Bahan kimia dapat memasuki tubuh jika makan makanan yang terkontaminasi, makan dengan tangan yang terkontaminasi atau makan di lingkungan yang terkontaminasi. Zat di udara juga dapat tertelan saat dihirup, karena bercampur dengan lendir dari mulut, hidung atautenggorokan. Zat beracun mengikuti rute yang sama sebagai makanan bergerak melalui usus menuju perut.c. Penyerapan ke dalam kulit atau kontak invasif: Beberapa di antaranya adalah zat melewati kulit dan masuk ke pembuluh darah, biasanya melalui tangan dan wajah. Kadang-kadang, zat-zat juga masuk melalui luka dan lecet atau suntikan (misalnya kecelakaan medis). Guna mengantisipasi dampak negatif yang mungkin terjadi di lingkungan kerja akibat bahaya faktor kimia maka perlu dilakukan pengendalian lingkungan kerja secara teknis sehingga kadar bahan-bahan kimia di udara lingkungan kerja tidak melampaui nilai ambang batas (NAB).

Bahan kimia di tempat kerja

Bahan-bahan kimia digunakan untuk berbagai keperluan di tempat kerja. Bahan-bahan kimia tersebut dapat berupa suatu produk akhir atau bagian bentuk bahan baku yang digunakan untuk membuat suatu produk. Juga dapat digunakan sebagai pelumas, untuk pembersih, bahan bakar untuk energi proses atau produk samping.

Banyak bahan kimia yang digunakan di tempat kerja mempengaruhi kesehatan kita dengan cara-cara yang tidak diketahui. Dampak kesehatan dari beberapa bahan kimia bisa secara perlahan atau mungkin membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk berkembang.

Apa yang perlu diketahui untuk mencegah atau mengurangi bahaya?

1. kemampuan bahan kimia untuk menghasilkan dampak kesehatan negative (sifat beracun). Semua bahan kimia harus dianggap sebagai sumber potensi bahaya sampai dampak bahan kimia tersebut sepenuhnya diketahui;2. wujud bahan kimia selama proses kerja. Hal ini dapat membantu untuk menentukan bagaimana mereka bisa kontak atau masuk ke dalam tubuh dan bagaimana paparan dapat dikendalikan;3. bagaimana mengenali, menilai dan mengendalikan risiko kimia misalnya dengan memasang peralatan pembuangan (exhaust) pada sumber polutan, menggunakan rotasi pekerjaan untuk mempersingkat pajanan pekerja terhadap bahaya;4. jenis alat pelindung diri (APD) yang diperlukan untuk melindungi pekerja, seperti respirator dan sarung tangan ;5. bagaimana mengikuti sistem komunikasi bahaya bahan kimia yang sesuai melalui lembar data keselamatan (LDK) dan label dan bagaimana menginterpretasikan LDK dan label tersebut.

Bahaya Faktor Fisik

Faktor fisik adalah faktor di dalam tempat kerja yang bersifat fisika antara lain kebisingan, penerangan, getaran, iklim kerja, gelombang mikro dan sinar ultra ungu. Faktor-faktor ini mungkin bagian tertentu yang dihasilkan dari proses produksi atau produk samping yang tidak diinginkan.

1. Kebisingan

Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran. Suara keras, berlebihan atau berkepanjangan dapat merusak jaringan saraf sensitif di telinga, menyebabkan kehilangan pendengaran sementara atau permanen. Hal ini sering diabaikan sebagai masalah kesehatan, tapi itu adalah salah satu bahaya fisik utama. Batasan pajanan terhadap kebisingan ditetapkan nilai ambang batas sebesar 85 dB selama 8 jam sehari.2. PeneranganPenerangan di setiap tempat kerja harus memenuhi syarat untuk melakukan pekerjaan. Penerangan yang sesuai sangat penting untuk peningkatan kualitas dan produktivitas. Sebagai contoh, pekerjaan perakitan benda kecil membutuhkan tingkat penerangan lebih tinggi, misalnya mengemas kotak.

Studi menunjukkan bahwa perbaikan penerangan, hasilnya terlihat langsung dalam peningkatan produktivitas dan pengurangan kesalahan. Bila penerangan kurang sesuai, para pekerja terpaksa membungkuk dan mencoba untuk memfokuskan penglihatan mereka, sehingga tidak nyaman dan dapat menyebabkan masalah pada punggung dan mata pada jangka panjang dan dapat memperlambat pekerjaan mereka3. GetaranGetaran adalah gerakan bolak-balik cepat (reciprocating), memantul ke atas dan ke bawah atau ke belakang dan ke depan. Gerakan tersebut terjadi secara teratur dari benda atau media dengan arah bolak balik dari kedudukannya.

Hal tersebut dapat berpengaruh negatif terhadap semua

atau sebagian dari tubuh. Misalnya, memegang peralatan yang bergetar sering mempengaruhi tangan dan lengan pengguna, menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah dan sirkulasi di tangan. Sebaliknya, mengemudi traktor di jalan bergelombang dengan kursi yang dirancang kurang sesuai sehingga menimbulkan getaran ke seluruh tubuh, dapat mengakibatkan nyeri punggung bagian bawah.

Getaran dapat dirasakan melalui lantai dan dinding oleh orang-orang disekitarnya. Misalnya, mesin besar di tempat kerja dapat menimbulkan getaran yang mempengaruhi pekerja yang tidak memiliki kontak langsung dengan mesin tersebut dan menyebabkan nyeri dan kram otot. Batasan getaran alat kerja yang kontak langsung maupun tidak langsung pada lengan dan tangan tenaga kerja ditetapkan sebesar 4 m/detik2

4. Iklim kerja

Iklim kerja berdasarkan suhu dan kelembaban ditetapkan dalam Kepmenaker No51 tahun 1999 diatur dengan memperhatikan perbandingan waktu kerja dan waktu istirahat setiap hari dan berdasarkan beban kerja yang dimiliki tenaga kerja saat bekerja (ringan, sedang dan berat). Bahaya Faktor Biologi

Faktor biologi penyakit akibat kerja sangat beragam jenisnya. Seperti pekerja di pertanian, perkebunan dan kehutanan termasuk di dalam perkantoran yaitu indoor air quality, banyak menghadapi berbagai penyakit yang disebabkan virus, bakteri atau hasil dari pertanian, misalnya tabakosis pada pekerja yang mengerjakan tembakau, bagasosis pada pekerja - pekerja yang menghirup debu-debu organic misalnya pada pekerja gandum (aspergillus) dan di pabrik gula,. Penyakit paru oleh jamur sering terjadi pada pekerja yang menghirup debu organik, misalnya pernah dilaporkan dalam kepustakaan tentang aspergilus paru pada pekerja gandum.

Demikian juga grain asma sporotrichosis adalah salah satu contoh penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh jamur. Penyakit jamur kuku sering diderita para pekerja yang tempat kerjanya lembab dan basah atau bila mereka terlalu banyak merendam tangan atau kaki di air seperti pencuci. Agak berbeda dari faktor-faktor penyebab penyakit akibat kerja lainnya, faktor biologis dapat menular dari seorang pekerja ke pekerja lainnya. Usaha yang lain harus pula ditempuh cara pencegahan penyakit menular, antara lain imunisasi dengan pemberian vaksinasi atau suntikan,

mutlak dilakukan untuk pekerja-pekerja di Indonesia sebagai usaha kesehatan biasa. Imunisasi tersebut berupa imunisasi dengan vaksin cacar terhadap variola, dan dengan suntikan terhadap kolera, tipus dan para tipus perut. Bila memungkinkan diadakan pula imunisasi terhadap TBC dengan BCG yang diberikan kepada pekerja-pekerja dan keluarganya yang reaksinya terhadap uji Mantaoux negatif, imunisasi terhadap difteri, tetanus, batuk rejan dari keluarga-keluarga pekerja sesuai dengan usaha kesehatan anak-anak dan keluarganya, sedangkan di Negara yang maju diberikan pula imunisasi dengan virus influenza

Bahaya Faktor Ergonomi dan Pengaturan Kerja

Industri barang dan jasa telah mengembangkan kualitas dan produktivitas. Restrukturisasi proses produksi barang dan jasa terbukti meningkatkan produktivitas dan kualitas produk secara langsung berhubungan dgn disain kondisi kerja Pengaturan cara kerja dapat memiliki dampak besar pada seberapa baik pekerjaan dilakukan dan kesehatan mereka yang melakukannya. Semuanya dari posisi mesin pengolahan sampai penyimpanan alat-alat dapat menciptakan

hambatan dan risiko.

Penyusunan tempat kerja dan tempat duduk yang sesuai harus diatur sedemikian sehingga tidak ada pengaruh yang berbahaya bagi kesehatan. Tempat tempat duduk yang cukup dan sesuai harus disediakan untuk pekerja-pekerja dan pekerja pekerja harus diberi kesempatan yang cukup untuk menggunakannya

Prinsip ergonomi adalah mencocokan pekerjaan untuk pekerja. Ini berarti mengatur pekerjaan dan area kerja untuk disesuaikan dengan kebutuhan pekerja, bukan mengharapkan pekerja untuk menyesuaikan diri. Desain ergonomis yang efektif menyediakan workstation, peralatan dan perlengkapan yang nyaman dan efisien bagi pekerja untuk digunakan. Hal ini juga menciptakan lingkungan kerja yang sehat, karena mengatur proses kerja untuk mengendalikan atau menghilangkan potensi bahaya. Tenaga kerja akan memperoleh keserasian antara tenaga kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya. Cara bekerja harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan ketegangan otot, kelelahan yang berlebihan atau gangguan kesehatan yang lain.

Risiko potensi bahaya ergonomi akan meningkat:

dengan tugas monoton, berulang atau kecepatan tinggi;

dengan postur tidak netral atau canggung;

bila terdapat pendukung yang kurang sesuai;

bila kurang istirahat yang cukup

Daftar Pustaka

1. Colling, David A. 1990. Industrial Safety Management and Technology. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall.

2. Sumamur. 1988. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: CV.Haji Masagung3. ILO

4. Ramli, Soehatman. 2010. Pedoman Praktis Manajemen Risiko Dalam Perspektif K3 OHS Risk Maagement. Jakarta: Dian Karya.

5. Manajemen hiperkes dan keselamatan kerja diperusahaan, Dra. Eko nursanti, Yogyakarta 2010.6. Audit hiperkes dan keselamatan kesehatan diperusahaan, hendarto budiyono, SMI., MM. Balai hiperkes dan KK, jakarta, 2004. 7. Ergonomi dab fisiologi kerja, Ir. Kentari Septiasih, MS. Dipl. OSH&D, Balai Hiperkes dan KK Yogyakarta 2010.

Kebisingan dan getaran, Ir. Prihantoyo, M.kes., Balai Hiperkes dan kk Yogyakarta 2010.

Pencahayaan, iklim kerja dab radiasi, Wahyono, S.Pd., Balai Hiperkes dan Kk Yogyakarta 2010.

Radiasi, Murni Siswati, Pusat Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Jakarta 2006.

Potensi bahaya kimia ditempat kerja dan toksikologi industri, Drs. Petrus Widikarsana, balai Hiperkes dan KK Yogyakarta 2010.

Kesehatan kerja, dr. Nuryono Cahyo Adji, M.kes., Balai Hiperkes dan KK Yogyakarta 2010.