bab iv temuan dan pembahasan - repository.uksw.edu...1.2.4 uji autokorelasi autokorelasi adalah...
TRANSCRIPT
-
BAB IV
TEMUAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini akan membahas tentang hasil penelitian yang telah diperoleh
sekaligus pembahasannya. Hasil penelitian ini menjawab masalah penelitian pada
Bab I yaitu apakah jumlah penduduk berpengaruh terhadap kemiskinan di Jawa
Tengah tahun 2005 – 2010 dan apakah pengangguran berpengaruh terhadap
kemiskinan di Jawa Tengah tahun 2005 – 2010.
1.1 Deskripsi Obyek Penelitian
1.1.1 Kondisi Geografis
Jawa Tengah sebagai salah satu provinsi di Pulau Jawa letaknya diapit oleh
dua provinsi besar yaitu Jawa Barat dan Jawa Timur. Secara geografis letaknya
antara 5040’ dan 8030’ Lintang Selatan dan antara 108030’ dan 110030’ Bujur
Timur (termasuk Pulau Karimunjawa). Jarak terjauh dari barat ke timur adalah
263 km dan dari utara ke selatan adalah 226 km (tidak termasuk Pulau
Karimunjawa).
Luas wilayah Jawa Tengah tercatat sebesar 3.254.412 hektar atau sekitar
25,04 persen dari luas Pulau Jawa dan 1,70 persen dari luas Indonesia. Luas
wilayah tersebut terdiri dari 991 ribu hektar (30,45 persen) lahan sawah dan 2,26
juta hektar (69,55 persen) bukan lahan sawah. Provinsi Jawa Tengah dengan pusat
pemerintahan di Kota Semarang, secara administratif terbagi dalam 35
kabupaten/kota (29 kabupaten dan 6 kota) dengan 565 kecamatan yang meliputi
-
7872 desa dan 622 kelurahan. Secara administratif Provinsi Jawa Tengah
berbatasan oleh :
Sebelah Utara : Laut Jawa
Sebelah Timur : Jawa Timur
Sebelah Selatan : Samudera Hindia
Sebelah Barat : Jawa Barat
1.1.2 Gambaran Umum Subyek Penelitian
Penelitian ini tentang pengaruh jumlah penduduk dan pengangguran
terhadap tingkat kemiskinan di Kabupaten/kota Di Jawa Tengah tahun 2005 –
2010. Data yang diperoleh dalam penelitian ini berasal dari Badan Pusat Statistik
(BPS) Jawa Tengah Jl. Pemuda (Simpang Lima), Semarang. Data jumlah
penduduk di provinsi Tengah tahun 2005 – 2010 terbesar yaitu berada Kabupaten
Brebes yaitu sebanyak 1.814.274 juta jiwa ditahun 2005. Jumlah penduduk yang
paling sedikit yaitu di Kota Magelang yaitu sebesar 129.952 juta jiwa di tahun
2006. Tingkat pengangguran di provinsi Jawa Tengah tahun 2005 - 2008 terbesar
yaitu berada kota Cilacap yaitu sebanyak 17,76 persen ditahun 2005, tetapi di
tahun 2010 yang paling besar yaitu di kota Tegal sebesar 14,22 persen, sedangkan
yang paling sedikit yaitu di Kabupaten Blora yaitu sebesar 4,60 persen di tahun
2005, sedangkan di tahun 2010 yang paling sedikit yaitu kabupaten Magelang
sebesar 2,97 persen. persentase penduduk miskin provinsi Jawa Tengah tahun
2005 - 2010 terbanyak yaitu berada di Kabupaten Wonosobo yaitu sebanyak
34,43 persen di tahun 2006 dan mengalami penurunan hingga 23,15 persen di
-
tahun 2010. Dan kabupaten/Kota yang memiliki persentase penduduk miskin
paling sedikit yaitu di Kota semarang yaitu sebanyak 4,22 persen di tahun 2005.
Penelitian ini menggunakan jenis data panel (pooled data) yang terdiri
antara data cross section dan data time series yaitu terdiri dari 35 kabupaten/kota
di Jawa Tengah selama 4 tahun. Analisis yang digunakan adalah analisis regresi
linear berganda karena variabel independen dalam penelitian ini lebih dari satu.
1.2 Hasil Uji Asumsi Klasik
Pengujian asumsi klasik merupakan syarat utama dalam persamaan regresi.
Maka dari itu harus dilakukan 4 pengujian yaitu: (1) data berdistribusi normal (Uji
Normalitas) (2) tidak terdapat autokorelasi (Uji Autokorelasi) (3) tidak terdapat
multikolinearitas antar variabel independen (Uji multikolinearitas) (4) tidak
terdapat heteroskedastisitas (Uji Heteroskedastisitas). Dalam analisis regresi perlu
di perhatikan adanya penyimpangan – penyimpangan atas asumsi klasik, jika
tidak di penuhi maka variabel – variabel yang menjelaskan akan menjadi tidak
efisien.
Tabel 4.4.
Hasil Regresi Utama Pengaruh Jumlah Penduduk Dan Pengangguran
Terhadap Kemiskinan di Jawa Tengah Tahun 2005 – 2010.
Coefficient t-Statistic Prob.
C
JP
PG
17.15089
5.54E-06
-0.517534
10.28613
5.155023
-3.379077
0.0000
0.0000
0.0009
R-Squared
F-statistic
Prob(F-
Statistic)
Durbin Watson
0.166247
20.63747
0.000000
0. 454023
Sumber: lampiran 1
-
1.2.1 Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui data variabel penelitian
berdistribusi normal atau tidak. Pengujian normalitas dalam penelitian ini
menggunakan teknik analisis Jarque-Bera dan untuk perhitungannya
menggunakan program Eviews 5. Hasil uji Normalitas dengan Uji Jarque-Bera
menunjukan bahwa residual model penelitian mempunyai nilai signifikansi lebih
besar dari 0,05 (sig>0,05). Sehingga dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa
semua variabel penelitian berdistribusi normal. Hasil Uji J-B test dapat dilihat
pada Gambar 4.1 berikut ini:
Gambar 4.1
Hasil Uji Jarque-Bera Pengaruh Jumlah Penduduk Pengangguran terhadap
Tingkat Kemiskinan di Jawa Tengah Tahun 2005 – 2010.
Tabel 4.5 Hasil Uji Normalitas
Variabel Sig. Kesimpulan
Jumlah Penduduk dan
Pengangguran terhadap
Kemiskinan di Jawa Tengah
0.271123 Normal
Sumber: lampiran 2
0
4
8
12
16
20
24
-15 -10 -5 0 5 10 15
Series: Residuals
Sample 1 210
Observations 210
Mean -1.23e-16
Median -0.468016
Maximum 16.81517
Minimum -17.06807
Std. Dev. 6.069632
Skewness 0.177699
Kurtosis 3.414752
Jarque-Bera 2.610366
Probability 0.271123
-
Pada model persamaan pengaruh jumlah penduduk dan pengangguran
terhadap kemiskinan di Jawa Tengah tahun 2005 - 2010 dengan n = 210 dan k
= 2, maka diperoleh degree of freedom (df) = 208 (n-k), dan menggunakan α =
5 persen diperoleh nilai χ2 tabel sebesar 242,64. Dibandingkan dengan nilai
Jarque Bera pada Gambar 4.1 sebesar 2,610, dapat ditarik kesimpulan bahwa
probabilitas gangguan μ1 regresi tersebut terdistribusi secara normal karena
nilai Jarque Bera lebih kecil dibanding nilai χ2 tabel.
1.2.2 Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas merupakan suatu keadaan dimana terdapat hubungan linier
atau terdapat korelasi antara variabel Independen. Dalam penelitian ini, untuk
mengkaji ada tidanya multikolinearitas dapat dilihat darai perbandingan antara nilai
R2 Regresi Parsial (auxiliary regression) dengan nilai R
2 regresi utama. Jika nilai
dari R2 Regresi Parsial (auxiliary regression) lebih besar dari pada R
2 regresi
utama, maka dapat disimpulkan bahwa dalam persamaan tersebut terjadi
multikolinearitas. Tabel 4.6 menunjukan bahwa semua variabel independen
mempunyai nilai R2 Regresi Parsial (auxiliary regression) lebih kecil dari R
2
regresi utama, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas.
Tabel 4.6
R2
Auxiliary Regression Pengaruh Jumlah Penduduk dan Pengangguran
terhadap Kemiskinan
di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005 – 2010.
No. Persamaan R2* R
2 Kesimpulan
1.
2.
JP PG
PG JP
0.007319
0.007319
0.166247
0.166247
Non
Multikolinearitas
Non
Multikolinearitas
Sumber: lampiran 3
-
1.2.3 Uji Heteroskedastisitas
Pengujian heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan varience dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi
heteroskedastisitas dan untuk mengetahui adanya heteroskedastisitas dengan
menggunakan uji White. Jika variabel independen tidak signifikan secara statistik
tidak mempengaruhi variabel dependen, maka ada indikasi tidak terjadi
heteroskedastisitas.
Berikut ini adalah hasil uji heteroskedastisitas terhadap model regresi pada
penelitian ini.
Tabel 4.7
Hasil Uji White Pengaruh Jumlah Penduduk dan Pengangguran
terhadap kemiskinan
di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005 – 2010.
Obs*R-Squared Sig. Kesimpulan
3.944391 0.413584 Non Heteroskedastisitas
Sumber: Lampiran 4
Tabel 4.7 menunjukkan bahwa uji white menghasilkan kesimpulan tidak ada
masalah heteroskedastisitas, hal ini dibuktikan dengan nilai signifikansinya
sebesar 0.413584 lebih besar dari 0,05.
1.2.4 Uji Autokorelasi
Autokorelasi adalah korelasi atau hubungan yang terjadi antara anggota-
anggota dari serangkaian pengamatan yang tersusun dalam rangkaian waktu (data
time series) maupun tersusun dalam rangkaian ruang atau disebut data cross
sectional. Salah satu uji formal yang paling populer untuk mendeteksi autokorelasi
-
adalah uji Durbin-Watson. Pengujian menggunakan uji Durbin Watson untuk
melihat gejala autokorelasi :
Tabel 4.8
Kriteria Pengujian Durbin Watson
Hipotesis Nol Keputusan Kriteria
Ada autokorelasi positif Tolak 0 < d < dl
Tidak ada autokorelasi
positif
Tidak ada keputusan dl < d
-
1.3 Pengujian Statistik Analisis Regresi
1.3.1 Uji Signifikansi parameter Indivdual (Uji t)
Uji signifikansi parameter individual (Uji t) merupakan pengujian untuk
menunjukkan pengaruh secara individu variabel independen yang ada di dalam
model terhadap variabel terikat. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa
jauh pengaruh satu variabel bebas menjelaskan variasi variabel terikat. Apabila
nilai t hitung lebih besar dari t tabel dan nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05
(sig
-
1.3.2 Uji Signifikansi Simultan (Uji F)
Uji F (Fisher) digunakan untuk menguji signifikansi model regresi. yaitu
untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh semua variabel bebas jumlah
penduduk dan pengangguran secara bersama-sama terhadap kemiskinan di Jawa
Tengah. Apabila nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 (p F-tabel). Berdasarkan perhitungan dengan
uji F diketahui bahwa F-hitung sebesar (20,63) > F-tabel (3,04), sehingga
inferensi yang diambil adalah menerima H1 dan menolak Ho. Dengan kata lain,
-
hipotesis yang berbunyi “Ada pengaruh antara variabel jumlah penduduk dan
pengangguran secara simultan terhadap kemiskinan”, diterima pada kepercayaan
95%.
1.3.3 Uji Koefisien Determinasi (Uji R2)
Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai
koefisien determinasi adalah nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan
variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat
terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen
memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi
variabel dependen.
Hasil regresi pengaruh jumlah penduduk dan pengangguran terhadap
kemiskinan di Jawa Tengah tahun 2005 - 2010 diperoleh nilai R2 sebesar
0,166247. Hal ini berarti sebesar 16,62 persen variasi kemiskinan kabupaten/kota
di Jawa Tengah dapat dijelaskan oleh variasi dua variabel independennya yakni
jumlah penduduk (JP) dan PG (Pengangguran), sedangkan sisanya sebesar 83,38
persen dijelaskan oleh variabel lain di luar model.
1.4 Pembahasan
1.4.1 Pengaruh Jumlah Penduduk dan Pengangguran Terhadap
kemiskinan di Jawa Tengah Tahun 2005 -2010
Dalam analisis regresi pengaruh jumlah penduduk dan pengangguran
terhadap kemiskinan di Jawa Tengah tahun 2005 - 2010, diperoleh nilai koefisien
regresi untuk setiap variabel dalam penelitian dengan persamaan sebagai berikut :
-
KM = 17,15 – 5,54 (JP) – (-0,51) (PG)..................................(4.1)
Interpretasi hasil regresi pengaruh jumlah penduduk dan pengangguran
terhadap kemiskinan di Kabupaten/Kota Jawa Tengah tahun 2005 – 2010 adalah
sebagai berikut:
1.4.2 Jumlah Penduduk dan Kemiskinan
Variabel jumlah penduduk berpengaruh positif terhadap variabel tingkat
kemiskinan dan signifikan. Hal tersebut dibuktikan dari nilai t hitung sebesar
5,155023 dengan nilai signifikansi sebesar 0,0000 dan koefisien regresi memiliki
arah positif sebesar 5,54E-06. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa dalam
penelitian ini jumlah penduduk berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan di Jawa
Tengah. Hasil tersebut sesuai dengan teori yang menjadi landasan teori dalam
penelitian ini. Menurut Todaro (2000) bahwa besarnya jumlah penduduk
berpengaruh positif terhadap kemiskinan. Hal itu dibuktikan dalam perhitungan
indek Foster Greer Thorbecke (FGT), yang mana apabila jumlah penduduk
bertambah maka kemiskinan juga akan semakin meningkat. Jumlah penduduk
yang terlalu besar akan membatasi anggaran pemerintah untuk menyediakan
berbagai pelayanan kesehatan, ekonomi dan social bagi generasi baru.
Melonjaknya beban pembiayaan atas anggaran pemerintah tersebut jelas akan
mengurangi kemungkinan dan kemampuan pemerintah untuk meningkatkan taraf
hidup generasi dan mendorong terjadinya masalah kemiskinan kepada generasi
mendatang yang berasal dari keluarga berpenghasilan menengah ke bawah.
Menurut Todaro (2006), beberapa langkah pengendalian jumlah penduduk
antara lain:
-
(1) pemerintah dapat mempengaruhi masyarakat agar memilih pola keluarga kecil,
melalui kegiatan-kegiatan penerangan lewat media massa dan proses pendidikan,
baik yang bersifat formal (sistem sekolah) maupun informal (pendidikan di luar
sekolah);
(2) pemerintah dapat melancarkan program-program keluarga berencana dengan
menyediakan dukungan pelayanan kesehatan dan alat kontrasepsi secara besar-
besaran dalam rangka mendorong timbulnya suatu pola perilaku masyarakat yang
diinginkan;
(3) pemerintah secara terencana bisa memanipulasi insentif maupun disinsentif
ekonomi guna mengurangi jumlah anak per keluarga, misalnya, melalui
penghapusan atau pengurangan jangka waktu cuti hamil dan jumlah tunjangannya,
penghapusan atau pengurangan insentif dalam bentuk uang atau pengenaan sanksi
keuangan bagi keluarga-keluarga yang mempunyai anak di atas batas maksimum;
pengembangan sistem tunjangan hari tua agar orang tua tidak terlalu
mengandalkan anak sebagai sandaran hidupnya nanti dan peraturan batas usia
minimum bagi tenaga kerja anak untuk bekerja; peningkatan uang sekolah dan
penghapusan subsidi pemerintah atas biaya bersekolah di tingkat lanjutan (agar
orang tua yang menginginkan anaknya berpendidikan tinggi mau membatasi
jumlah anaknya); serta yang terakhir, melalui pemberian bantuan keuangan secara
langsung kepada keluarga-keluarga yang anaknya hanya sedikit;
(4) pemerintah dapat mencoba memaksa rakyatnya secara langsung agar mereka
tidak memiliki banyak anak melalui pemberlakuan peraturan perundang-undangan
khusus yang dilengkapi dengan sanksi-sanksi tertentu;
-
(5) menaikkan status sosial dan ekonomi kaum wanita, dengan cara ini akan
tercipta kondisi-kondisi positif yang mendorong kaum wanita menjarangkan
kehamilan dan menunda perkawinan.
1.4.3 Pengangguran dan Kemiskinan
Pengangguran berpengaruh negatif dan signifikan terhadap variable
tingkat kemiskinan. Hal ini dibuktikan dari uji t diperoleh hasil uji t untuk variabel
pengangguran diperoleh nilai t hitung sebesar – 3.379077 dengan nilai
signifikansi sebesar 0,0009 dan koefisien regresi sebesar – 0,517534. Dengan
demikian dapat dinyatakan bahwa dalam penelitian ini pengangguran berpengaruh
terhadap tingkat kemiskinan. Hasil tersebut tidak sesuai dengan teori yang
menjadi landasan teori dalam penelitian ini. Menurut Licolind Arsyad menyatakan
bahwa ada hubungan yang erat sekali antara tingginya tingkat pengangguran dan
kemiskinan. Bagi sebagian besar mereka, yang tidak mempunyai pekerjaan yang
tetap atau hanya bekerja paruh waktu (part time) selalu berada diantara kelompok
masyarakat yang sangat miskin. Selain itu, yang menyebabkan signifikansinya
pengangguran dalam mempengaruhi kemiskinan dikarenakan bahwa tidak semua
orang menganggur itu selalu miskin, karena seperti halnya penduduk yang
termasuk dalam kelompok pengangguran terbuka ada beberapa macam
penganggur, yaitu mereka yang mencari kerja, mereka yang mempersiapkan
usaha, mereka yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin
mendapatkan pekerjaan dan yang terakhir mereka yang sudah punya pekerjaan
tetapi belum mulai bekerja.