bab iv hasil&bahasan

Upload: ismail-andi-baso

Post on 08-Apr-2018

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/7/2019 BAB IV Hasil&Bahasan

    1/37

    53

    BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    A. Hasil

    1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

    Posyandu lansia adalah pos pelayanan terpadu untuk

    masyarakat usia lanjut di suatu wilayah tertentu yang sudah

    disepakati, yang digerakkan oleh masyarakat dimana mereka bisa

    mendapatkan pelayanan kesehatan. Posyandu lansia merupakan

    pengembangan dari kebijakan pemerintah melalui pelayanan

    kesehatan bagi lansia yang penyelenggaraannya melalui program

    Puskesmas dengan melibatkan peran serta para lansia, keluarga,

    tokoh masyarakat dan organisasi sosial dalam

    penyelenggaraannya.

    Posyandu Lansia Sejahtera merupakan salah satu 6

    posyandu lansia binaan Puskesmas Sidomulyo Samarinda.

    Posyandu Lansia Sejahtera terletak di Jalan Gurami RT. 02

    Kelurahan Sungai Dama Kecamatan Samarinda Ilir Kota

    Samarinda. Posyandu ini berbatasan langsung dengan Kawasan

    Yayasan Rumah Sakit Islam Samarinda dan Sekolah Menengah

    Pertama Negeri 21 Samarinda .

    Posyandu Lansia Sejahtera berdiri pada 18 Mei 2008 dan

    pengelolaannya dilaksanakan oleh 10 orang kader di bawah binaan

  • 8/7/2019 BAB IV Hasil&Bahasan

    2/37

    54

    Puskesmas Sidomulyo. Struktur organisasi posyandu lansia terdiri

    atas penasehat, ketua, sekretaris, bendahara, dan anggota.

    1) Penasehat : Hj. Sri Banoen

    2) Ketua : Hj. Siti Amaniah

    3) Wakil Ketua : Hapy Gunawan S.Pd

    4) Sekretaris : Niah Arbayah

    5) Bendahara : Yudina Sari

    6) Anggota : a) Saniah Idris

    b) Hj. Salmah S.Pd

    c) Fitri Rumli

    d) Agustini

    e) Hj. Janariah

    Kegiatan posyandu dilaksanakan selama 1 bulan sekali

    setiap tanggal 18 dari pukul 09.00 WITA hingga selesai dengan

    jumlah lansia yang terdaftar hingga bulan Juni tahun 2010

    sebanyak 119 orang lansia dan 7 orang bukan lansia.

    Tabel 4. 1 Jumlah Peserta Posyandu Lansia BerdasarkanUsia di Posyandu Lansia Sejahtera SamarindaTahun 2010

    No Usia Frekuensi Persentase (%)

    1 < 45 tahun 7 5.55

  • 8/7/2019 BAB IV Hasil&Bahasan

    3/37

    55

    2 45 59 tahun 63 50

    3 60 74 tahun 46 36.51

    4 75 90 tahun 10 7.94

    Total 126 100

    Sumber: Posyandu Lansia Sejahtera (2010)

    Pelayanan yang diselenggarakan dalam posyandu lansia

    tergantung pada mekanisme dan kebijakan pelayanan kesehatan di

    suatu wilayah kabupaten maupun kota penyelenggara. Ada yang

    menyelenggarakan posyandu lansia sistem 5 meja seperti

    posyandu balita, ada juga hanya menggunakan sistem pelayanan 3

    meja. Posyandu Lansia Sejahtera menggunakan sistem 3 meja

    dengan kegiatan sebagai berikut :

    a. Meja I : pendaftaran lansia,

    pengukuran dan penimbangan

    berat badan dan atau tinggi badan serta

    pencatatan pada Kartu Menuju Sehat (KMS)

    b. Meja II : Pelayanan kesehatan seperti

    pemeriksaan tekanan

    darah, pemeriksaan kadar gula darah dan asam

    urat serta pengobatan sederhana dan rujukan

    kasus.

    c. Meja III : pengambilan obat, konseling, dan

    penyuluhan.

  • 8/7/2019 BAB IV Hasil&Bahasan

    4/37

    56

    2. Karakteristik Responden

    a. Usia

    Batasan usia lanjut yang digunakan dalam penelitian

    adalah menurut WHO yang mengelompokkan usia lanjut atas 3

    kelompok. Dari 101 responden rata-rata berusia 59 tahun

    dengan usia yang paling tinggi adalah 80 tahun dan paling

    rendah adalah 45 tahun. Distribusi responden menurut usia

    dapat dilihat pada tabel berikut:

    Tabel 4.2 Distribusi Responden Menurut Kelompok Usiapada Lansia di Posyandu Lansia SejahteraSamarinda Tahun 2010

    No Usia

    Frekuens

    i Persentase (%)

    1 45 59 tahun 52 51,5

    2 60 74 tahun 42 41,6

    3 75 90 tahun 7 6,9

    Total 101 100

    Sumber : Data Primer Terolah

    Berdasarkan tabel 4.2 diketahui bahwa distribusi

    responden terbanyak pada usia 45 59 tahun yaitu 52 orang

    (51,5%) dan paling sedikit pada usia 75-90 tahun yaitu 7 orang

    (6,9%).

    b. Jenis Kelamin

  • 8/7/2019 BAB IV Hasil&Bahasan

    5/37

    57

    Jenis kelamin responden adalah kategori responden

    yang didasarkan pada perbedaan biologis seperti struktur organ

    reproduksi, bentuk tubuh, suara dan karakteristik biologis

    lainnya. Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin dapat

    dilihat pada tabel berikut:

    Tabel 4.3 Distribusi Responden Menurut Jenis Kelaminpada Lansia di Posyandu Lansia SejahteraSamarinda Tahun 2010

    No Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)

    1 Pria 21 20,8

    2 Wanita 80 79,2

    Total 101 100

    Sumber : Data Primer Terolah

    Data pada tabel 4.3 menunjukkan bahwa sebagian besar

    responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 80 orang

    (79,2%) dan sisanya adalah responden berjenis kelamin pria

    sebanyak 21 orang (20,8%).

    c. Suku

    Suku adalah golongan bangsa sebagai bagian dari bangsa yang

    besar (Indonesia). Distribusi responden menurut suku dapat

    dilihat pada tabel berikut:

    Tabel 4.4 Distribusi Responden Menurut Pekerjaan padaLansia di Posyandu Lansia Sejahtera Samarinda

    Tahun 2010

  • 8/7/2019 BAB IV Hasil&Bahasan

    6/37

    58

    No Suku Frekuensi Persentase (%)

    1 Banjar 15 14,9

    2 Bugis 7 6,9

    3 Buton 36 35,6

    4 Dayak 1 1,0

    5 Jawa 40 39,6

    6 Tiong Hua 2 2,0

    Total 101 100

    Sumber: Data Primer Terolah

    Data pada tabel menunjukkan bahwa sebagian besar

    responden adalah suku jawa sebanyak 40 orang (39,6%) dan

    suku buton sebanyak 36 (35,6%). Sedangkan responden

    dengan suku paling sedikit adalah suku dayak sebanyak 1

    orang (1,0%).

    d. Pekerjaan

    Pekerjaan responden adalah segala sesuatu yang

    dilakukan responden untuk mencari nafkah atau penghasilan .

    Distribusi responden menurut pekerjaan dapat dilihat pada tabel

    berikut:

    Tabel 4.5 Distribusi Responden Menurut Pekerjaan padaLansia di Posyandu Lansia Sejahtera SamarindaTahun 2010

  • 8/7/2019 BAB IV Hasil&Bahasan

    7/37

    59

    No

    PekerjaanFrekuens

    iPersentase (%)

    1 Tidak Bekerja 70 69,3

    2 Pensiun PNS 11 10,9

    3 Pedagang 8 7,9

    4 Pembantu Rumah Tangga 3 3,0

    5 Pegawai Negeri Sipil 3 3,0

    6 Pegawai Swasta 2 2,0

    7 Tukang Becak 2 3,0

    8 Pemulung 1 1,0

    9 Penjahit 1 1,0

    Total 101 100

    Sumber: Data Primer Terolah

    Data pada tabel 4.4 menunjukkan bahwa distribusi

    responden sebagian besar tidak bekerja sebanyak 70 orang

    (69,3%) sedangkan paling sedikit sebagai pemulung dan

    penjahit masing-masing 1 orang (1%).

    e. Status Perkawinan

    Status perkawinan adalah keadaan atau kedudukan

    pernikahan responden yang sah berdasarkan peraturan yang

    berlaku. Distribusi responden menurut status perkawinan dapat

    dilihat pada tabel berikut:

    Tabel 4.6 Distribusi Responden Menurut StatusPerkawinan pada Lansia di Posyandu LansiaSejahtera Samarinda Tahun 2010

    No Status Perkawinan Frekuensi Persentase

  • 8/7/2019 BAB IV Hasil&Bahasan

    8/37

    60

    (%)

    1 Kawin 73 72,3

    2 Tidak Kawin 1 1,0

    3 Janda 25 24,8

    4 Duda 2 2,0

    Total 101 100

    Sumber : Data Primer Terolah

    f. Tatanan Hidup

    Tatanan hidup meliputi keadaan responden tinggal dalam

    melaksanakan aktivitas sehari-hari. Distribusi responden

    menurut tatanan hidup dapat dilihat pada tabel berikut:

    Tabel 4.7 Distribusi Responden Menurut Tatanan Hiduppada Lansia di Posyandu Lansia SejahteraSamarinda Tahun 2010

    No Tatanan Hidup Frekuensi Persentase (%)

    1 Pasangan 7 6,9

    2 Anak/keluarga 29 28,7

    3Pasangan dananak/keluarga

    65 64,4

    Total 101 100

    Sumber: Data Primer Terolah

    Data pada tabel 4.6 menunjukkan bahwa sebagian besar

    responden tinggal dengan pasangan dan anak atau keluarga

    sebanyak 65 orang (64,4%) dan paling sedikit tinggal dengan

    pasangan sebanyak 7 orang (6,9%).

  • 8/7/2019 BAB IV Hasil&Bahasan

    9/37

    61

    3. Analisa Univariat

    Analisa univariat dilakukan untuk mendeskripsikan setiap

    variabel penelitian dengan cara membuat tabel distribusi frekuensi

    tiap variabel.

    a. Diabetes Melitus (DM)

    Diabetes Melitus (DM) adalah gangguan kesehatan

    berupa kumpulan gejala yang disebabkan peningkatan kadar

    gula (glukosa) darah akibat kekurangan ataupun resistensi

    insulin. Distribusi penderita DM di Posyandu Lansia Sejahtera

    dapat dilihat pada tabel berikut:

    Tabel 4.8 Distribusi Responden Menurut PenderitaDiabetes Melitus di Posyandu Lansia SejahteraSamarinda Tahun 2010

    No Diabetes MelitusFrekuens

    iPersentase (%)

    1 Tidak Menderita DM 74 73,3

    2 Menderita DM 27 26,7

    Total 101 100

    Sumber: Data Primer Terolah

    Data pada tabel 4.7 menunjukkan bahwa sebagian besar

    responden tidak menderita DM yaitu 74 orang (73,3%) dan yang

    menderita DM sebanyak 27 orang (26,7%).

  • 8/7/2019 BAB IV Hasil&Bahasan

    10/37

    62

    b. Aktivitas Fisik

    Aktivitas fisik adalah total semua pergerakkan anggota

    tubuh yang menyebabkan pengeluaran tenaga (aktivitas) yang

    berbeda selama periode pengkajian dinyatakan dalam ekuivalen

    MET yang dikalikan dengan waktu yang digunakan bagi semua

    aktivitas dalam 1 minggu.

    Pengukuran aktivitas fisik menggunakan International

    Physical Activity Questionnaire (IPAQ) yang membagi aktivitas

    fisik ke dalam kategori ringan, sedang dan berat. Metode yang

    digunakan adalah IPAQ short form yang mengukur aktivitas fisik

    secara spesifik yaitu berjalan, aktivitas dengan intensitas

    sedang, dan aktivitas dengan intensitas keras.

    Level MET setiap intensitas adalah berjalan sebanyak

    3.3 METs, aktivitas sedang sebanyak 4.0 METs, dan aktivitas

    keras sebanyak 8.0 METs. Total aktivitas fisik atau total

    MET/menit-minggu adalah: Berjalan (MET x menit x hari) +

    Sedang (MET x menit x hari) + Keras (MET x menit x hari).

    Adapun kategori aktivitas fisik yang digunakan adalah

    1) Ringan

  • 8/7/2019 BAB IV Hasil&Bahasan

    11/37

    63

    Merupakan level terendah dalam aktivitas fisik.

    Seseorang yang termasuk ke dalam kategori ini adalah

    apabila tidak melakukan aktivitas fisik apapun atau tidak

    memenuhi kriteria aktivitas fisik sedang dan berat.

    2) Sedang

    Dikatakan termasuk dalam aktivitas fisik sedang jika

    memenuhi kriteria berikut:

    a) Melakukan aktivitas fisik dengan intensitas keras

    minimal 20 menit selama 3 hari atau lebih,

    b) atau melakukan aktivitas fisik dengan intenistas

    sedang selama minimal 5 hari dan atau berjalan minimal

    30 menit setiap hari,

    c) atau kombinasi berjalan, aktivitas fisik dengan

    intenistas sedang atau keras selama 5 hari atau lebih

    yang menghasilkan total aktivitas fisik dengan minimal

    600 MET-menit/minggu.

    3) Berat

    Dikatakan termasuk dalam aktivitas fisik berat jika

    memenuhi kriteria berikut:

  • 8/7/2019 BAB IV Hasil&Bahasan

    12/37

    64

    a) Melakukan aktivitas fisik dengan intensitas keras

    selama 3 hari atau lebih yang menghasilkan total

    aktivitas fisik minimal sebanyak 1500 MET-menit/minggu,

    b) atau jika melakukan kombinasi berjalan, aktivitas fisik

    dengan intenistas keras atau kuat selama 7 hari atau

    lebih yang menghasilkan total aktivitas fisik minimal

    sebanyak 3000 MET-menit/minggu.

    Berdasarkan kriteria tersebut maka dilakukan

    pengumpulan aktivitas fisik responden berdasarkan intensitas,

    durasi, dan frekuensi selama 1 minggu. Distribusi responden

    menurut aktivitas fisik responden dapat dilihat pada tabel

    berikut:

    Tabel 4.9 Distribusi Responden Menurut Aktivitas Fisikdi Posyandu Lansia Sejahtera SamarindaTahun 2010

    No Aktivitas Fisik Frekuensi Persentase (%)

    1 Ringan 36 35,6

    2 Sedang 61 60,4

    3 Berat 4 4,0

    Total 101 100

    Sumber: Data Primer Terolah

    Data pada tabel 4.8 menunjukkan bahwa sebagian besar

    responden melakukan aktivitas fisik sedang sebanyak 61orang

    (60,4%) dan responden yang melakukan aktivitas fisik ringan

  • 8/7/2019 BAB IV Hasil&Bahasan

    13/37

    65

    sebanyak 36 orang (35,6%) serta aktivitas fisik berat sebanyak

    4 orang (4,0%).

    Berdasarkan level intensitas aktivitas fisik, terlihat bahwa

    responden paling banyak melakukan aktivitas berjalan

    kemudian kegiatan rumah tangga karena sebagian besar

    responden tidak bekerja dan berjenis kelamin perempuan.

    Adapun distribusi responden berdasarkan level intensitas

    dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

    Tabel 4.10 Distribusi Responden Menurut Level IntensitasAktivitas Fisik di Posyandu Lansia Sejahtera

    Samarinda Tahun 2010

    No Aktivitas Fisik FrekuensiPersentase

    (%)

    1 SedangYa

    Tidak

    98

    3

    97,0

    3,0

    2 KerasYa

    Tidak

    10

    91

    9,9

    90,1

    3 BerjalanYa

    Tidak

    99

    2

    98,0

    2,0

    Total 101 100

    Sumber: Data Primer Terolah

    Berdasarkan tabel 4.9 diketahui bahwa sebanyak 99

    responden (98,0%) melakukan aktvitas berjalan dan 98

  • 8/7/2019 BAB IV Hasil&Bahasan

    14/37

    66

    responden (97%) melakukan aktivitas fisik dengan intensitas

    sedang.

    c. Stress

    Stress adalah gangguan pada tubuh dan pikiran yang

    disebabkan oleh perubahan dalam hidup yang menuntut

    penyesuaian diri. Pengukuran stress menggunakan skala stress

    Holmes atau Rahe Holmes Stress Scale dengan kriteria tidak

    stress jika skor < 150, stress jika skor 150, dan sangat stress

    jika skor > 250. Distribusi tingkat stress responden dapat dilihat

    pada tabel berikut:

    Tabel 4.11 Distribusi Responden Menurut Tingkat Stressdi Posyandu Lansia Sejahtera SamarindaTahun 2010

    No Tingkat StressFrekuens

    iPersentase (%)

    1 Tidak Stress 79 78,2

    2 Stress 19 18,8

    3 Sangat Stress 3 3,0

    Total 101 100

    Sumber: Data Primer Teroleh

    Data pada tabel 4.10 menunjukkan bahwa sebagian

    besar responden tidak mengalami stress yaitu sebanyak 81

  • 8/7/2019 BAB IV Hasil&Bahasan

    15/37

    67

    orang (80,2%) sedangkan yang mengalami stress sebanyak 17

    orang (16,8%) dan yang sangat stress sebanyak 3 orang

    (3,0%). Adapun distribusi responden menurut kejadian stress

    yang dialami dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

    Tabel 4.12 Distribusi Responden Menurut Kejadian Stressyang Dialami di Posyandu Lansia SejahteraSamarinda Tahun 2010

    No Stress Frekuensi Persentase (%)

    1Kematian PasanganHidup

    Ya

    Tidak

    0

    101

    0

    100

    2 PerceraianYa

    Tidak

    0

    101

    0

    100

    3Berpisah tempat tinggaldengan pasangan

    Ya

    Tidak

    0

    101

    0

    100

    4 DipenjaraYa

    Tidak

    0

    101

    0

    100

    5Kematian anggotakeluarga selainpasangan hidup

    Ya

    Tidak

    20

    81

    19,8

    80,2

    No Stress Frekuensi Persentase (%)

    6 MenopauseYa

    Tidak

    0

    101

    0

    100

    7 Sakit seriusYa

    Tidak

    25

    76

    24,8

    75,2

    8 MenikahYa

    Tidak

    0

    101

    0

    100

    9 DipecatYa

    Tidak

    0

    101

    0

    100

    10 Rujuk Ya 0 0

  • 8/7/2019 BAB IV Hasil&Bahasan

    16/37

  • 8/7/2019 BAB IV Hasil&Bahasan

    17/37

    69

    25Mencapai prestasi luarbiasa

    Ya

    Tidak

    1

    100

    1,0

    99,0

    26

    Pasangan mulai atau

    berhenti kerja

    Ya

    Tidak

    9

    92

    8,9

    91,1

    27Mulai atau lulussekolah

    Ya

    Tidak

    0

    101

    0

    100

    28Perubahan di rumah(tamu, menginap,renovasi rumah)

    Ya

    Tidak

    25

    76

    24,8

    75,2

    29Perubahan kebiasaanhidup (diet, puasa dll)

    Ya

    Tidak

    24

    77

    23,8

    76,2

    30 Alergi kronisYa

    Tidak

    3

    98

    3,0

    97,0

    31 Masalah dengan bosYa

    Tidak

    0

    101

    0

    100

    32 Perubahan jam kerjaYa

    Tidak

    3

    98

    3,0

    97,0

    33 Pindah rumahYa

    Tidak

    1

    100

    1,0

    99,0

    No Stress Frekuensi Persentase (%)

    34 Menjelang mensYa

    Tidak

    1

    100

    1,0

    99,0

    35 Perubahan di sekolahYa

    Tidak

    0

    101

    0

    100

    36Perubahan aktivitasreligius

    Ya

    Tidak

    29

    72

    28,7

    71,3

    37Perubahan aktivitassosial

    Ya

    Tidak

    27

    74

    26,7

    73,3

    38 Utang kecil-kecilanYa

    Tidak

    10

    91

    9,9

    90,1

    39 Perubahan frekuensi Ya 14 13,9

  • 8/7/2019 BAB IV Hasil&Bahasan

    18/37

    70

    bertemu keluargaTidak

    8786,1

    40 Liburan

    Ya

    Tidak

    15

    86

    14,9

    85,1

    Total 101 100

    Sumber: Data Primer Terolah

    Data pada tabel 4.12 menunjukkan bahwa kejadian

    stress yang banyak dialami responden adalah perubahan

    kondisi kesehatan sebanyak 46 (45,5%) dan perubahan kondisi

    keuangan sebanyak 41 (40,6%). Sedangkan kejadian stress

    yang tidak dialami responden adalah kematian pasangan hidup,

    perceraian, berpisah tempat tinggal dengan pasangan, dan

    dipenjara.

    d. Pola Makan

    1) Pola Makan Nasi

    Pola makan nasi adalah gambaran kebiasaan makan

    sehari-hari yang terdiri dari frekuensi makan nasi yang

    dikonsumsi. Distribusi pola makan responden dapat dilihat

    pada tabel berikut:

  • 8/7/2019 BAB IV Hasil&Bahasan

    19/37

    71

    Tabel 4.13 Distribusi Responden Menurut Pola Makan

    Nasi di Posyandu Lansia Sejahtera

    Samarinda Tahun 2010

    No Pola Makan Nasi Frekuensi Persentase (%)

    1 3 x sehari 53 52,5

    2 2 x sehari 35 34.7

    3 1 x sehari 4 4,0

    4 4-6 x seminggu 3 3,0

    5 1-3 x seminggu 3 3,0

    6 Jarang 3 3,0

    Total 101 100

    Sumber: Data Primer Terolah

    Data tabel 4.9 menunjukkan bahwa sebagian besar

    responden mengkonsumsi nasi 3 x sehari sebanyak 53

    orang (52,5%) dan pa;ing sedikit makan nasi 4-6 x

    seminggu, 1 3 x seminggu, dan jarang masing-masing

    sebanyak 3 orang (3,0%).

    2) Pola Minum Teh

    Pola minum teh adalah gambaran kebiasaan minum

    teh sehari-hari yang terdiri dari frekuensi minum teh yang

  • 8/7/2019 BAB IV Hasil&Bahasan

    20/37

    72

    dikonsumsi. Distribusi pola minum teh responden dapat

    dilihat pada tabel berikut:

    Tabel 4.14 Distribusi Responden Menurut Pola Minum

    Teh di Posyandu Lansia Sejahtera

    Samarinda Tahun 2010

    No Pola Minum Teh Frekuensi Persentase (%)

    1 3 x sehari 53 52,5

    2 2 x sehari 35 34.7

    3 1 x sehari 4 4,0

    4 4-6 x seminggu 3 3,0

    5 1-3 x seminggu 3 3,0

    6 Jarang 3 3,0

    Total 101 100

    Sumber: Data Primer Terolah

    Data tabel 4.9 menunjukkan bahwa sebagian besar

    responden mengkonsumsi nasi 3 x sehari sebanyak 53

    orang (52,5%) dan pa;ing sedikit makan nasi 4-6 x

    seminggu, 1 3 x seminggu, dan jarang masing-masing

    sebanyak 3 orang (3,0%).

    4. Analisa Bivariat

  • 8/7/2019 BAB IV Hasil&Bahasan

    21/37

    73

    Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui besarnya

    hubungan variabel indenpenden dengan variabel dependen pada

    lansia di wilayah kerja Posyandu Lansia Sejahtera Samarinda.

    Hubungan dikatakan bermakna secara statistik apabila diperoleh

    nila p value < 0,05.

    a. Hubungan aktivitas fisik dengan Diabetes Melitus (DM) pada

    lansia

    Aktivitas fisik yang dilakukan secara rutin dapat

    mencegah terjadinya DM dikemudian hari, aktivitas fisik yang

    cukup juga dapat membantu mengendalikan kadar gula dalam

    darah sehingga dapat mencegah terjadinya komplikasi pada

    penderita DM. Hasil analisis hubungan aktivitas fisik dengan DM

    terdapat pada tabel berikut:

    Tabel 4.15 Analisis Hubungan Aktvitas Fisik dengan

    Diabetes Melitus di Posyandu Lansia Sejahtera

    Samarinda Tahun 2010

    AktivitasFisik

    Diabetes Melitus

    PValue

    PhiValue

    TidakMenderita DM

    Menderita DM Total

    n % n % N %

    Ringan

    Sedang

    Berat

    15

    55

    4

    14,9

    54,5

    4,0

    21

    6

    0

    20,8

    5,9

    0

    36

    61

    4

    35,6

    60,4

    4,0

    0,0005 0,533

    Total 65 73,3 27 26,7 101 100

    Sumber: Data Primer Terolah

  • 8/7/2019 BAB IV Hasil&Bahasan

    22/37

    74

    Hasil analisis hubungan aktivitas fisik dengan Diabetes

    Melitus (DM) menunjukkan aktivitas fisik responden kategori

    ringan 14,9% tidak menderita DM, aktivitas fisik responden

    kategori sedang 5,9% menderita DM dan aktivitas fisik

    responden kategori berat 4% tidak menderita DM.

    Hasil uj chi square dengan = 0,05 diperoleh nilai <

    (0,0005) maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang

    bermakna antara aktvitas fisik dengan diabetes mellitus pada

    lansia di Posyandu Lansia Sejahtera Samarinda.

    Analisis selanjutnya diperoleh nilai Phi Cramers 0,533

    artinya hubungan aktivitas fisik dengan DM pada lansia memiliki

    tingkat keeratan hubungan lemah.

    b. Hubungan stress dengan Diabetes Melitus (DM) pada lansia

    Stress dapat menyebabkan Diabetes Mellitus (DM).

    Selain masalah-masalah praktis yang berkaitan dengan

    makanan dan menu, dalam keadaan tertekan terdapat

    kenyataan bahwa orang yang mengalami masalah emosional

    atau memendam emosi, akan mengalami penambahan kadar

    gula dalam darahnya. Hasil analisis hubungan stress dengan

    DM terdapat pada tabel berikut:

  • 8/7/2019 BAB IV Hasil&Bahasan

    23/37

    75

    Tabel 4.16 Analisis Hubungan Stress dengan Diabetes

    Melitus di Posyandu Lansia SejahteraSamarinda Tahun 2010

    Stress

    Diabetes Melitus

    PValue

    PhiValue

    TidakMenderita DM

    Menderita DM Total

    n % n % N %

    TidakStress

    Stress

    SangatStress

    68

    5

    1

    67,3

    5,0

    1,0

    11

    14

    2

    10,9

    13,9

    2,0

    79

    19

    3

    78,2

    18,8

    3,0

    0,0002 0,549

    Total 74 73,3 27 25,8 101 100

    Sumber: Data Primer Terolah

    Hasil analisis hubungan stress dengan Diabetes Melitus

    (DM) menunjukkan responden yang tidak mengalami stress

    10,9% menderita DM, responden yang mengalami stress 5,0%

    tidak menderita DM, dan responden yang sangat stress 1,0%

    tidak menderita DM.

    Hasil uj chi square dengan = 0,05 diperoleh nilai <

    (0,0002) maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang

    bermakna antara stress dengan diabetes mellitus pada lansia di

    Posyandu Lansia Sejahtera Samarinda.

    Analisis selanjutnya diperoleh nilai Phi Cramers 0,549

    artinya hubungan stress dengan DM pada lansia memiliki

    tingkat keeratan hubungan lemah.

  • 8/7/2019 BAB IV Hasil&Bahasan

    24/37

    76

    c. Hubungan pola makan dengan Diabetes Melitus (DM) pada

    lansia

    1) Hubungan Pola Makan Nasi

    Makanan tradisional seperti nasi yang dimakan

    dengan jumlah yang berlebihan juga bisa menyebabkan

    diabetes. Nasi terbuat dari beras yang memiliki Indeks

    Glikemik tinggi sehingga meningkatkan kadar gula darah

    dengan cepat. Hasil analisis hubungan pola makan nasi

    dengan diabetes melitus dapat dilihat pada tabel berikut:

    Tabel 4.17 Analisis Hubungan Pola Makan Nasidengan Diabetes Melitus di PosyanduLansia Sejahtera Samarinda Tahun 2010

    Pola MakanNasi

    Diabetes Melitus

    PValue

    PhiValue

    TidakMenderita DM

    MenderitaDM

    Total

    n % n % N %

    3x sehari

    2x sehari

    1x sehari

    4-6x seminggu

    1-3x seminggu

    Jarang

    31

    30

    4

    3

    3

    3

    30,7

    29,7

    4,0

    3,0

    3,0

    3,0

    22

    5

    0

    0

    0

    0

    21,8

    5,0

    0

    0

    0

    0

    53

    35

    4

    3

    3

    3

    52,5

    34,

    4,0

    3,0

    3,0

    3,0

    0,02 0,365

    Total 74 73,3 27 25,8 101 100

    Sumber: Data Primer Terolah

  • 8/7/2019 BAB IV Hasil&Bahasan

    25/37

  • 8/7/2019 BAB IV Hasil&Bahasan

    26/37

    78

    Tabel 4.17 Analisis Hubungan Pola Makan Nasidengan Diabetes Melitus di PosyanduLansia Sejahtera Samarinda Tahun 2010

    Pola MinumTeh

    Diabetes Melitus

    PValue

    PhiValue

    TidakMenderita DM

    MenderitaDM

    Total

    n % n % N %

    3x sehari

    2x sehari

    1x sehari

    4-6x seminggu

    1-3x seminggu

    Jarang

    23

    28

    9

    1

    6

    7

    22,8

    27,7

    8,9

    1,0

    5,9

    6,9

    8

    6

    3

    2

    4

    4

    7,9

    5,9

    3,0

    2,0

    4,0

    4,0

    53

    35

    4

    3

    3

    3

    52,5

    34,

    4,0

    3,0

    3,0

    3,0

    0,377 0,230

    Total 74 73,3 27 25,8 101 100

    Sumber: Data Primer Terolah

    Hasil analisis hubungan pola minum teh dengan

    Diabetes Melitus (DM) menunjukkan responden yang minum

    teh 3x sehari menderita DM sebanyak 8 orang (7,9%),

    responden yang minum teh 3x sehari menderita DM

    sebanyak 23 orang (22,8%). Responden yang 1-3 seminggu

  • 8/7/2019 BAB IV Hasil&Bahasan

    27/37

    79

    minum teh menderita DM dan responden yang jarang minum

    teh menderita DM masing-masing sebanyak 4 orang (4,0%)

    dan

    Hasil uj chi square dengan = 0,05 diperoleh nilai 25

    tahun. Beberapa variabel dikenal sebagai variabel yang

    berpengaruh terhadap kejadian diabetes yaitu aktivitas fisik,

    kebiasaan merokok, konsumsi serat, derajat kegemukan (obesitas),

    tekanan darah, kadar kolesterol darah. Untuk menentukan kandidat

    dilakukan seleksi terhadap independen variabel dengan ketentuan

    masuk kandidat apabila siknifikansi < 0,25. Diperoleh hasil variabel

    obesitas, aktivitas fisik dan hipertensi masuk sebagai kandidat. Uji

    regresi logistik ganda menunjukkan bahwa obesitas dan aktivitas

    fisik terbukti secara bermakna berpengaruh terhadap kejadian DM.

    Perubahan aktivitas fisik sudah diterapkan dalam tiga dari

    empat penelitian utama yang berhasil mencegah perkembanngan

    diabetes pada orang-orang yang rentan terhadapnya. Berikut ini

    pengaruh aktivitas fisik (Nathan dan Linda, 2009):

    a. Aktivitas fisik langsung memperbaiki sensitivitas otot-otot

    terhadap insulin, sehingga kadar gula lebih mudah ditimbun

    dalam otot daripada dibiarkan meningkat dalam peredaran

    darah.

    b. Efek terbaik dari aktivitas fisik diperoleh bila dilakukan dengan

    teratur, setidaknya tiga sampai empat kali seminggu.

    c. Selain efek langsungnya, aktivitas fisik bisa membantu

    menurunkan berat badan, dan khususnya lebih berguna untuk

    mempertahankan berat badan yang diperoleh berkat perubahan

    komposisi makanan.

  • 8/7/2019 BAB IV Hasil&Bahasan

    29/37

    81

    d. Program pencegahan dan pengobatan diabetes yang paling

    berhasil memasukkan peningkatan aktivitas fisik dengan

    intensitas sedang dalam kehidupan sehari-hari.

    Adapun hasil analisis berdasarkan penelitian menunjukkan

    bahwa responden dengan kriteria aktivitas fisik ringan menderita

    DM sebanyak 21 orang (20,8%) sedangkan responden dengan

    aktivitas fisik sedang tidak menderita DM sebanyak 55 orang

    (54,5%). Hal ini disebabkan karena sebagian besar responden

    berjenis kelamin perempuan (79,2%) dan tidak bekerja (69,3%)

    sehingga banyak melakukan aktivitas fisik berjalan (98,0%) seperti

    berjalan ke pasar dan aktivitas fisik dengan intensitas ringan (97%)

    berupa pekerjaan rumah tangga seperti memasak, mencuci, dan

    membersihkan rumah. Selain itu 35,6% responden merupakan

    suku buton yang tinggal di daerah lereng gunung sehingga

    melakukan aktivitas fisik dengan intensitas ringan yaitu berjalan

    menaiki atau menuruni tanjakan.

    Hasil analisis juga menunjukkan responden dengan kriteria

    aktivitas fisik ringan 14,9% tidak menderita DM. Hal ini terjadi

    karena 6,9% responden berusia 75 90 tahun sehingga tidak

    mampu melakukan aktivitas fisik sedang dan berat.

    Bertambahnya usia akan disertai penurunan fungsi dan

    metabolisme serta komposisi tubuh. Proses degeneratif pada otot

    ditandai dengan berkurangnya jumlah dan ukuran serabut otot.

    Pergeseran komposisi tubuh dari berkurangnya massa otot ke

  • 8/7/2019 BAB IV Hasil&Bahasan

    30/37

    82

    arah bertambahnya lemak sering bersamaan dengan menurunnya

    kandungan protein plasma dan bertambahnya lemak di dalam

    plasma dalam bentuk peningkatan kadar kolesterol dan trigliserida.

    Kurang kuatnya otot dan ditambah dengan rasa nyeri atau

    kaku pada sendi dan tulang menyebabkan aktivitas fisik para

    lansia menurun sehingga kebutuhan energi untuk aktivitas fisik

    akan menurun pula (Maryam dkk, 2008).

    2. Hubungan stress dengan Diabetes Melitus (DM) pada lansia

    Hasil analisis hubungan stress dengan Diabetes Melitus

    (DM) diperoleh nilai < (0,0002) maka dapat disimpulkan bahwa

    ada hubungan yang bermakna antara stress dengan diabetes

    mellitus pada lansia di Posyandu Lansia Sejahtera Samarinda.

    Berdasarkan Data Survei Nasional Departemen Kesehatan

    tahun 2008 dalam Suyono (2010), didapat 5,7% penderita diabetes

    dari 225 juta jiwa penduduk indonesia dengan rincian 1,5%

    terdiagnosis dan 4,2% tidak terdiagnosis. Banyak makan dan

    kurang exercise menjadi pemicu utamanya. Lebih lanjut stress juga

    memegang peranan dalam meningkatnya penderita DM. Kondisi

    lingkungan yang tidak nyaman, polusi, kemacetan dan beragam

  • 8/7/2019 BAB IV Hasil&Bahasan

    31/37

    83

    problematika hidup yang dihadapi setiap orang berpengaruh besar

    terhadap timbulnya stress.

    Menurut Sunaryo (2004) secara umum, yang dimaksud

    stress adalah reaksi tubuh terhadap situasi yang menimbulkan

    tekanan, perubahan, ketegangan, dan emosi. Stress dapat terjadi

    apabila tuntutan atau keinginan diri kita tidak terpenuhi. Vincent

    Cornelli mendefinisikan stress sebagai gangguan pada tubuh dan

    pikiran yang disebabkan oleh perubahan baik oleh lingkungan

    maupun penampilan individu di dalam lingkungan tersebut.

    Tingkat gula darah tergantung pada kegiatan hormon yang

    dikeluarkan kelenjar adrenal, yaitu adrenalin dan kortikosteroid.

    Kedua hormon tersebut mengatur kebutuhan ekstra energi tubuh

    dalam menghadapi keadaan darurat (fight or flight). Adrenalin akan

    memacu kenaikan kebutuhan gula darah dan kortikosteroid akan

    menurunkannya kembali. Adrenalin yang dipacu terus menerus

    akan mengakibatkan insulin kewalahan mengatur kadar gula darah

    yang ideal, dan kadar gula darah jadinya naik secara drastis

    (Mangoenprasodjo, 2005).

    Hasil analisis juga menunjukkan responden yang tidak

    mengalami stress menderita DM sebanyak 10,9% dan responden

    yang stress tidak menderita DM sebabnyak 5,0%. Hal ini terjadi

    karena seiring bertambahnya usia, lansia mengalami berbagai

    perubahan dalam hidupnya. Berdasarkan distribusi responden

  • 8/7/2019 BAB IV Hasil&Bahasan

    32/37

    84

    menurut kejadian stress yang dialami, responden paling banyak

    mengalami perubahan kondisi kesehatan sebanyak 46 orang

    (45,5%) dan perubahan kondisi keuangan sebanyak 41 orang

    (40,6%). Hal tersebut dikarenakan sebanyak 24,8% lansia adalah

    janda dan tinggal dengan anak atau keluarga (28,7%). Selain itu

    dari keseluruhan responden sebanyak 69,3% tidak bekerja

    sehingga kehidupan ekonominya bergantung pada anak atau

    keluarga yang tinggal dengannya.

    Mengingat umur harapan hidup pada penduduk lansia

    wanita lebih tinggi daripada pria, jumlah penduduk lansia wanita

    yang mempunyai status menikah lebih kecil daripada penduduk

    lansia pria. Karena tingkat pendidikan lansia wanita rendah dan

    partisipasi angkatan kerja golongan ini tidak tinggi, mereka harus

    menanggung beban ekonomi lebih berat setelah suaminya

    meninggal. Banyak diantara mereka tidak dapat hidup secara

    mandiri lagi dan terpaksa menjadi tanggungan anak serta

    keluarganya (Hardywinoto dan Tony, 2005).

    Ketika lansia memasuki pensiun, maka terjadi penurunan

    pendapatan secara tajam dan semakin tidak memadai, karena

    biaya hidup terus meningkat, sementara tabungan/pendapatan

    berkurang.

    Dengan seiring munculnya masalah kesehatan, pengeluaran

    untuk biaya kesehatan merupakan masalah fungsional yang utama.

  • 8/7/2019 BAB IV Hasil&Bahasan

    33/37

    85

    Adanya harapan hidup yang meningkat memungkinkan lansia

    untuk dapat hidup lebih lama dengan masalah kesehatan yang ada

    (Maryam dkk, 2008).

    3. Hubungan pola makan dengan Diabetes Melitus (DM) pada

    lansia

    a. Hubungan pola makan nasi dengan DM pada lansia

    Hasil uj chi square dengan = 0,05 diperoleh nilai <

    (0,02) maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang

    bermakna antara pola makan nasi dengan diabetes mellitus

    pada lansia di Posyandu Lansia Sejahtera Samarinda.

    Penelitian mengenai DM pernah dilakukan pada

    penderita DM di Laboratorium Klinik Pekalongan. Penelitian ini

    merupakan penelitian penjelasan (explanatory research) yaitu

    menjelaskan pengaruh antara variabel terikat dan variabel

    bebas dengan pengujian hipotesis. Rancangan penelitian ini

    adalah cross sectional. Hasil penelitian menunjukan bahwa

    umur sampel paling banyak (82,60%) terdapat pada kelompok

    umur dewasa tua 50-69 tahun, pola makan sampel terbanyak

    (59,50%) terdapat pada pola makan yang tidak baik. Kadar gula

    darah buruk (>>200mg/dl) dengan persentase terbanyak pada

    sampel dengan pola makan tidak baik (41,20%). Dari hasil uji

    statistik didapatkan persentase kadar gula darah buruk dengan

  • 8/7/2019 BAB IV Hasil&Bahasan

    34/37

    86

    pola makan tidak baik sebesar 76,00%. Ada hubungan yang

    signifikan antara pola makan dengan kadar gula darah pada

    penderita diabetes melitus dengan p < 0,05 (p=0,023)

    (Febriana, 2005).

    Jadwal makan untuk penderita DM adalah 3 kali

    makanan utama dan 3 kali makanan selingan. Penderita DM

    dianjurkan untuk menghindari gula sederhana atau gula murni

    dan lebih banyak mengkonsumsi karbohidrat kompleks seperti

    nasi beras merah, gandum, kentang dan sereal.

    Karbohidrat yang tidak mudah dipecah menjadi glukosa

    banyak terdapat pada kacang-kacangan, serat (sayur dan

    buah), pati, dan umbi-umbian. Oleh karena itu, penyerapannya

    lebih lambat sehingga mencegah peningkatan kadar gula darah

    secara drastis. Sebaliknya karbohidrat yang mudah diserap

    seperti gula (baik gula pasir, gula merah, maupun sirup), produk

    padi-padian (nasi, roti, pasta), dan makanan panggang justru

    akan mempercepat peningkatan gula darah.

    Hasil analisis juga menunjukkan bahwa responden

    dengan pola makan nasi 1x sehari tidak menderita DM

    sebanyak 4,0% dan responden dengan pola makan 4-6x

    seminggu, 1-3x seminggu, serta jarang menderita DM masing-

    masing sebesar 3,0%. Hal ini dapat terjadi karena sebesar

  • 8/7/2019 BAB IV Hasil&Bahasan

    35/37

  • 8/7/2019 BAB IV Hasil&Bahasan

    36/37

    88

    b. Hubungan pola minum teh dengan DM pada lansia

    Hasil uj chi square dengan = 0,05 diperoleh nilai <

    (0,377) maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan

    yang bermakna antara pola minum teh dengan diabetes mellitus

    pada lansia di Posyandu Lansia Sejahtera Samarinda.

    Analisis selanjutnya diperoleh nilai Phi Cramers 0,230

    artinya hubungan pola minum teh dengan DM pada lansia tidak

    memiliki asosiasi atau kecil.

    Penelitian di Kota Palembang menggunakan rancangan

    studi kasus control dengan sampel 482 kelompok diabetes Tipe

    2 dengan kriteria gula darah sewaktu 200 mg% atau gula

    darah puasa 125 mg% dan kelompok kontrol non DM tipe 2

    diambil secara acak dengan penyepadanan kelompok umur

    dengan batasan usia subjek penelitian lebih dari 45 tahun.

    Kebiasaan minum teh lebih tinggi pada kelompok

    diabetes tipe 2 dibandingkan dengan kelompok non DM dengan

    odd ratio = 1.91 (p=0.000012). Dengan lamanya minum teh

    diantara 310 tahun dapat disimpulkan teh merupakan salah

    satu faktor resiko kejadian DM.

    Kebiasaan masyarakat Indonesia meminum teh

    merupakan salah satu pemicu terjadinya diabetes.

    Penjelasannya sederhana. Tingginya asupan gula

    menyebabkan kadar gula darah melonjak tinggi. Belum risiko

  • 8/7/2019 BAB IV Hasil&Bahasan

    37/37

    89

    kelebihan kalori. Segelas teh manis kira-kira mengandung 250-

    300 kalori (tergantung kepekatan).Contohnya kebutuhan kalori

    wanita dewasa rata-rata adalah 1.900 kalori per hari (tergantung

    aktivitas). Dari teh manis saja sudah didapatkan 1.000-1.200

    kalori (Anonim, 2010).

    Hasil analisis yang menunjukkan tidak ada hubungan

    bermakna antara pola minum teh dengan DM dapat disebabkan

    karena minum teh sudah menjadi kebiasaan masyarakat. Selain

    itu, DM tidak hanya disebabkan oleh satu faktor saja melainkan

    banyak faktor seperti aktivitas fisik dan stress. Hasil

    menunjukkan bahwa sebanyak 64,4 % responden melakukan

    aktivitas fisik ringan

    Aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur mampu

    membakar kalori dari makanan yang dikonsumsi. Aktivitas fisik

    secara teratur bermanfaat untuk mengatur berat badan dan

    menguatkan sistem jantung dan pembuluh darah. (Depkes RI,

    2006).