bab iv dinamika kehidupan paguyuban sumarah di surakarta

45
BAB IV Dinamika Kehidupan Paguyuban Sumarah Di Surakarta Tahun 1970-1998 Hubungan antara Islam dan negara mengalami metamorfosis. Pada awalnya hubungan di antara mereka bersifat antagonistik (1966-1981), kemudian berubah menjadi resiprokal-kritis dalam rentang waktu tahun 1982-1985 dan mengambil pola hubungan akomodatif sejak tahun 1985 dan semakin transparan pada tahun 1990-an. 1 Hal tersebut berbanding terbalik dengan hubungan antara kebatinan dengan pemerintah, artinya Islam dan kebatinan saling berebut posisi kedekatan dengan pemerintah, sementara pemerintah sendiri terutama kebijakan yang dikeluarkan oleh Presiden Soeharto dari sisi keberpihakan tergantung dari suasana percaturan politik pada waktu itu, pada awal pemerintahannya mendukung sekali kebatinan kemudian karena oposisi Islam semakin kuat maka dukungan terhadap kebatinan semakin dibatasi. Pada awal perjuangan orde baru (1966-1970) Paguyuban Sumarah mulai menggeliat organisasinya dengan melakukan pendekatan diri kepada para penguasa. Kepengurusan waktu itu dipindahkan ke Jakarta dengan sebutan Dewan Pimpinan Pusat Sumarah (organisasi memasuki ranah politik di bawah kendali Arymurthy, seorang tokoh intelektual, birokrat sekaligus tokoh politik. Ia ingin menghimpun aliran kepercayaan yang ada di Indonesia dalam kekaryaan yang 1 Zainal Abidin Amir., Peta Islam Politik Pasca-Soeharto, (Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia anggota IKAPI, 2003), hlm.2-3. 86 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

Upload: others

Post on 20-Oct-2021

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB IV Dinamika Kehidupan Paguyuban Sumarah Di Surakarta

86

BAB IV

Dinamika Kehidupan Paguyuban Sumarah Di Surakarta

Tahun 1970-1998

Hubungan antara Islam dan negara mengalami metamorfosis. Pada

awalnya hubungan di antara mereka bersifat antagonistik (1966-1981), kemudian

berubah menjadi resiprokal-kritis dalam rentang waktu tahun 1982-1985 dan

mengambil pola hubungan akomodatif sejak tahun 1985 dan semakin transparan

pada tahun 1990-an.1 Hal tersebut berbanding terbalik dengan hubungan antara

kebatinan dengan pemerintah, artinya Islam dan kebatinan saling berebut posisi

kedekatan dengan pemerintah, sementara pemerintah sendiri terutama kebijakan

yang dikeluarkan oleh Presiden Soeharto dari sisi keberpihakan tergantung dari

suasana percaturan politik pada waktu itu, pada awal pemerintahannya

mendukung sekali kebatinan kemudian karena oposisi Islam semakin kuat maka

dukungan terhadap kebatinan semakin dibatasi.

Pada awal perjuangan orde baru (1966-1970) Paguyuban Sumarah mulai

menggeliat organisasinya dengan melakukan pendekatan diri kepada para

penguasa. Kepengurusan waktu itu dipindahkan ke Jakarta dengan sebutan Dewan

Pimpinan Pusat Sumarah (organisasi memasuki ranah politik di bawah kendali

Arymurthy, seorang tokoh intelektual, birokrat sekaligus tokoh politik. Ia ingin

menghimpun aliran kepercayaan yang ada di Indonesia dalam kekaryaan yang

1

Zainal Abidin Amir., Peta Islam Politik Pasca-Soeharto, (Jakarta:

Pustaka LP3ES Indonesia anggota IKAPI, 2003), hlm.2-3.

86

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 2: BAB IV Dinamika Kehidupan Paguyuban Sumarah Di Surakarta

87

disebut Badan Koordinasi Karyawan Kerohanian/ Ketabiban/ Kejiwaan Indonesia

(BK5I). Secara kelembagaan kelompok ini di bawah kendali Paguyuban Sumarah

yang secara politis melekat pada Golongan Karya. Ketika itu Sumarah menjadi

besar dan dibesarkan pengaruhnya sampai ke daerah-daerah lebih besar lagi

tatkala Zahid Hussein masuk ke Pengurusan Sumarah pada 1970-1974. Ia menjadi

ketua yang membidangi organisasi dan pengembangan,dan dikenal sebagai

kepercayaan presiden Soeharto.2

Pada tahun 1978, kebatinan secara resmi diakui sebagai sebuah ekspresi

keimanan yang sah, yang diwakili di Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Pada saat yang sama ekspresi kejawaan ini juga menghadirkan dirinya kepada

masyarakat pada sebuah acara mingguan di televisi, seperti halnya kesempatan

yang diberikan untuk agama yang lain.3

Pada masa Orde Baru, penghayat kepercayaan diberikan legalitas untuk

memilih dalam kolom agama/ kepercayaan. Meskipun demikian, para anggota

Paguyuban Sumarah sendiri tetap memilih agama karena berpendapat bahwa Ilmu

Sumarah merupakan pelengkap dalam menjalankan ritual agama masing-masing,

meskipun kegiatan Paguyuban Sumarah berbasis spiritualitas, namun pemeluknya

semuanya mempunyai agama. Jadi tetap menjalankan dengan tambahan kegiatan

spiritualitas yaitu Sumarah.4 Anggota Paguyuban Sumarah juga sependapat bahwa

kegiatan spiritualitas/ ajaran Sumarah tidak memiliki pertentangan terhadap

2 Kementerian Agama RI, Perkembangan Paham Keagamaan Lokal di

Indonesia, (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2011), hlm. 137. 3 Niels Mulder, Ruang Batin Masyarakat Indonesia, (Yogyakarta: LKiS,

2001), hlm.19. 4 Wawancara dengan Nunun Tri Widarwati tanggal 28 Januari 2016

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 3: BAB IV Dinamika Kehidupan Paguyuban Sumarah Di Surakarta

88

agama manapun karena bersama-sama ingin senantiasa ingat dan menyembah

kepada Tuhan Yang Maha Esa.5

A. Landasan Hukum dan Dukungan Politik

1. Landasan Hukum

“…kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa bukan

merupakan agama. Pembinaan terhadap kepercayaan kepada Tuhan Yang

Maha Esa dilakukan agar tidak mengarah pada pembentukan agama baru.

Dan dalam mengefektifkan pembinaan yang perlu adalah agar

pelaksanaan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa benar-benar

sesuai dengan kemanusiaan yang adil dan beradab” (TAP II MPR/

1988).6

“Di dalam Undang-Undang no. 16 tahun 1969 dan dihubungkan

dengan Undang-Undang no.5 Tahun 1975, yang dalam Pasal 6 (untuk

anggota MPR-RI) dan Pasal 14 (untuk keangotaan DPR-RI) ayat (1)

menyatakan bahwa sebelum mereka memangku jabatannya terlebih dahulu

secara bersama-sama diambil sumpah/ janjinya menurut agama atau

Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa masing-masing. Tanda

Anggota Golkar-pun ada kolom agama/ kepercayaan. Disini nampak jelas

sekali negara memberikan perlakuan yang sama terhadap mereka pemeluk

5 Wawancara dengan Nunun Tri Widarwati tanggal 28 Januari 2015

6 Abu Su’ud., Ritus-Ritus Kebatinan, (Surakarta: Muhammadiyah

University Press, 2001), hlm. 4.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 4: BAB IV Dinamika Kehidupan Paguyuban Sumarah Di Surakarta

89

agama ataupun mereka penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang

Maha Esa dalam kedudukannya sebagai warga Negara.”7

a Undang-Undang Dasar 1945:

1) Bab XA tentang Hak Asasi Manusia, pasal 28 E ayat 2:

Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan,

menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nuraninya.

2) Bab XI tentang Agama, pasal 29 ayat:

a) Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa

b) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk

untuk memeluk agamanya dan kepercayaannya itu.

c) Bab XIII tentang Pendidikan dan Kebudayaan pasal 32

ayat 2: Pemerintah memajukan kebudayaan nasional

Indonesia dengan menjamin kemerdekaan dalam

melestarikan dan mengembangkan kebudayaannya.

b Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4)

Dalam memenuhi kewajibannya sebagai warga negara dan

warga masyarakat, manusia Indonesia dalam menghayati dan

mengamalkan Pancasila secara bulat dan utuh menggunakan Pedoman

Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetia Pancakarsa). Di

salah satu butir Pancasila, terdapat sila Ketuhanan Yang Maha Esa.

Dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa, Bangsa Indonesia

7 Toeloes Koesoemaboedaja, Exsistensi Penghayat Kepercayaan Terhadap

Tuhan Yang Maha Esa, (Semarang: DPD HPK Tk. I Jawa Tengah ,1984), hlm. 27.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 5: BAB IV Dinamika Kehidupan Paguyuban Sumarah Di Surakarta

90

menyatakan kepercayaan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha

Esa dan oleh karenanya manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap

Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya

masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.8

Di dalam kehidupan masyarakat Indonesia dikembangkan sikap

hormat-menghormati dan bekerjasama antara pemeluk-pemeluk agama

dan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda, sehingga

dapat selalu dibina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama

dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.9

Sadar bahwa agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang

Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi dengan

Tuhan Yang Maha Esa yang dipercayai dan diyakininya, maka

dikembangkanlah sikap saling menghormati kebebasan menjalankan

ibadah sesuai agama dan kepercayaannya itu kepada orang lain.10

Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 kemerdekaan tiap-

tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat

menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Kebebasan agama adalah

merupakan salah satu hak yang paling asasi di antara hak-hak asasi

manusia, karena kebebasan beragama itu langsung bersumber kepada

8 Bab II angka I tentang Sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Pedoman

Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetia Pancakarsa) dan Garis-Garis

Besar Haluan Negara (GBHN), (Jakarta: Departemen Penerangan RI, 1978), hlm

13-14. 9 Ibid.

10 Ibid.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 6: BAB IV Dinamika Kehidupan Paguyuban Sumarah Di Surakarta

91

martabat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Hak kebebasan

beragama bukan pemberian Negara atau bukan pemberian golongan.11

Sasaran yang hendak dicapai dalam pelaksanaan Pembangunan

Jangka Panjang di bidang Agama dan Kepercayaan terhadap Tuhan

Yang Maha Esa (Sosial-Budaya) adalah:

Atas dasar kepercayaan Bangsa Indonesia terhadap Tuhan

Yang Maha Esa maka kehidupan manusia dan masyarakat Indonesia

harus benar-benar selaras dalam hubungannya dengan Tuhan Yang

Maha Esa, dengan sesama dan alam sekitarnya serta memiliki

kemantapan keseimbangan dalam kehidupan lahiriah dan batiniah serta

mempunyai jiwa yang dinamis dan semangat gotong royong yang

berkembang, sehingga sanggup serta mampu untuk melanjutkan

perjuangan Bangsa dalam mencapai tujuan nasional dengan

memanfaatkan landasan ekonomi yang seimbang. Bentuk-bentuk

kebudayaan sebagai pengejawantahan Pribadi Manusia Indonesia

harus benar-benar menunjukkan nilai hidup dan makna kesusilaan

yang dijiwai Pancasila. Sedangkan kebudayaan itu sendiri harus

merupakan penghayatan nilai-nilai yang luhur sehingga tidak

dipisahkan dari Manusia Budaya Indonesia sebagai pendukungnya.12

11

Penjelasan atas Bab II Angka I Pedoman Penghayatan dan Pengamalan

Pancasila, Ketetapan MPR No. II/MPR/1978, (Jakarta: Departemen Penerangan

RI, 1978), hlm. 20. 12

Sasaran yang hendak dicapai dalam pelaksanaan Pembangunan Jangka

Panjang di bidang Agama dan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa

(Sosial-Budaya) Bab III Pola Umum Pembangunan Jangka Panjang, Naskah

Garis-Garis Besar Haluan Negara, hlm. 46-47.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 7: BAB IV Dinamika Kehidupan Paguyuban Sumarah Di Surakarta

92

Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa tidak merupakan

agama. Pembinaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dilakukan agar

tidak mengarah pada pembentukan agama baru, selain itu untuk

mengefektifkan pengambilan langkah yang perlu agar pelaksanaan

kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa benar-benar sesuai

dengan dasar Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan

yang adil dan beradab.13

2. Dukungan Politik

Hakikat kelahiran dan tujuan Orde Baru adalah melaksanakan

Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekwen. Hal ini merupakan

kesempatan bagi para penghayat kepercayaan yang memiliki kesamaan

kehendak dalam menegakkan Pancasila dan UUD 1945. Pada masa

pemerintahan Orde Baru, organisasi dan kelompok kebatinan

legitimasinya bertambah dengan dukungan politik dari Golongan Karya.

Dalam Sekretariat Bersama Golongan Karya atau lebih dikenal dengan

Sek. Ber. Golkar ditumbuhkan organisasi di bidang spiritual yaitu Badan

Koordinasi Karyawan Kebathinan/ Kerokhanian/Kejiwaan Indonesia

13

Bab IV Pola Umum Pelita Ketiga Bidang Agama dan Kepercayaan

terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Sosial Budaya poin (f) dalam Naskah Garis-

Garis Besar Haluan Negara, hlm. 76-77

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 8: BAB IV Dinamika Kehidupan Paguyuban Sumarah Di Surakarta

93

(BK5I) dan di daerah-daerah berdiri Ikatan Karyawan Rokhaniah

(IKRAR) terutama di Jawa Tengah.14

Sebagai organisasi politik yang paling kuat, Golkar dapat

menyalurkan patronase yang banyak sekali dengan mendanai masjid-

masjid dan mensponsori infrastruktur keagamaan yang lain. Dengan

demikian, Golkar telah bisa mempengaruhi perilaku dan pendapat dari

beberapa pemimpin masyarakat Islam yang lebih oportunis.15

Dengan cara

seperti itu, dukungan terhadap kebatinan oleh pemerintah dapat terus

berjalan dan terus berkembang pada awal pemerintahan Orde Baru serta

membendung pengaruh Islam yang menjadi salah satu pesaing kuat dalam

perpolitikan Negara.

Pada Februari-Maret 1970, para tokoh kebatinan secara resmi

diminta untuk dijadikan calon oleh Golkar, partai pemerintah, dalam

perwakilan daerah. Pada November 1970, usaha untuk menyatukan

kebatinan dalam satu gerakan tunggal yang berjuang bagi pengakuan legal

mencapai puncaknya dalam sidang Panitia Nasional Simposium

epercayaa Kebatinan, Kejiwaan, dan Kerohanian Indonesia di

Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, kembali dengan Mr. Wongsonegoro

sebagai ketua kehormatan dan dengan restu nyata dari pemerintah.

Desember tahun yang sama, kebatinan memperoleh satu bentuk pengakuan

14

Toeloes Koesoemoboedojo, Sejarah dan Peranan Himpunan Penghayat

Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, DPD HPK tingkat I Jawa Tengah,

hlm.18 15

Niels Mulder, Ruang Batin Masyarakat Indonesia, (Yogyakarta: LKiS,

2001), hlm.180.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 9: BAB IV Dinamika Kehidupan Paguyuban Sumarah Di Surakarta

94

resmi dengan menggabungkan diri ke dalam Golkar, organisasi politik

kelompok-kelompok fungsional yang didominasi oleh pemerintah; Golkar

mendirikan badan koordinasi para pemimpin spiritual dan mistik sederajat

dengan badan koordinasi serupa yang terdiri atas para ulama Islam.16

Jalinan hubungan antara Sek. Ber. Golkar dengan organisasi aliran

kepercayaan berlanjut dengan diselenggarakannya Musyawarah Nasional I

di Yogyakarta pada desember 1970 dengan hasil terbentuknya SKK

(Sekretariat Kerjasama Kepercayaan) yang kemudian menjadi wadah

nasional tunggal bagi organisasi kebatinan/ kepercayaan maupun

kebatinan dalam tataran individu.

Apabila dalam organisasi-organisasi aliran kepercayaan

mempunyai wadah nasional tunggal dalam menyalurkan aspirasinya dan

berhubungan dengan pemerintah melalui SKK, di lain pihak pemerintah

kemudian menerapkan kebijakan yang berbeda dengan pemerintahan

sebelumnya yaitu mengurangi wewenang Departemen Agama untuk tidak

mengurusi masalah aliran kepercayaan serta membentuk Direktorat

tersendiri bagi pembinaan penghayat kepercayaan terrhadap Tuhan Yang

Maha Esa.

Pembinaan masyarakat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha

Esa, semula berada dalam wewenang Departemen Agama dan

pelaksanaannya diserahkan kepada Sub Bagian Tata Usaha Kantor

Wilayah Departemen Agama tingkat Propinsi. Kemudian dalam ketetapan

16

Niels Mulder, Kebatinan dan Hidup Sehari-hari Orang Jawa:

Kelangsungan dan Perubahan Kulturil, (Jakarta: PT.Gramedia,1983), hlm.8.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 10: BAB IV Dinamika Kehidupan Paguyuban Sumarah Di Surakarta

95

MPR. No. IV/ MPR/ 1978 tanggal 22 Maret 1978 tentang Garis-Garis

Besar Haluan Negara ditetapkan bahwa Kepercayaan terhadap Tuhan

Yang Maha Esa tidak merupakan Agama. Oleh karena itu Menteri Agama

pada tanggal 11 April 1978 No. 4 tahun 1978 mengeluarkan instruksi

kepada unit-unit kerjanya di Daerah untuk tidak lagi mengurusi soal-soal

Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Selanjutnya pada tanggal 31 Agustus 1978 keluarlah Keppres No.

27 tahun 1978 yang menambah lampiran 12 Keppres No. 45 tahun 1974

pasal 9 yaitu mengenai struktur Direktorat Jenderal Kebudayaan, dengan

satu ayat lagi yaitu ayat (6) yang berupa pembentukan unit baru dengan

nama “Direktorat Pembinaan Penghayatan Kepercayaan terhadap Tuhan

Yang Maha Esa”. Dengan demikian sejak itu, secara formil Direktorat

Pembinaan Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa

terdapat dalam Direktorat Jenderal Kebudayaan. Khusus mengenai nama

Direktorat baru ini dengan Keppres Nomor 40 tahun 1978 tanggal 9

Nopember 1978, diubah menjadi Direktorat Pembinaan Penghayat

Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Dalam Keputusan Menteri P dan K tanggal 30 Juni 1979 No.

0145/0/1979 ditetapkan bahan tugas pokok Direktorat Pembinaan

Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah

pembinaan peri kehidupan masyarakat Penghayat Kepercayaan terhadap

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 11: BAB IV Dinamika Kehidupan Paguyuban Sumarah Di Surakarta

96

Tuhan Yang Maha Esa.17

Dalam hal publikasi, Direktorat Pembinaan dan

Penghayat Kepercayaan (PPK) melakukan pembinaan perikehidupan

berkepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa telah menghasilkan:

a. Seri Pembinaan 12 naskah diterbitkan sebanyak 24.000

eksemplar.

b. Naskah siaran RRI sebanyak 12; naskah siaran TVRI sebanyak

5, penyiarannya bekerjasama dengan HPK.18

B. Wadah Nasional Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan

Yang Maha Esa

Timbulnya SKK telah mewarnai trace politik baru dalam Orde Baru, dan

mampu menggerakkan hatinya para Karyawan yang tergabung dalam Sek. Ber.

Golkar dan mereka itu berhasil memasukkan konsep pembangunan di bidang

Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa ke dalam TAP.IV/MPR/1973

disamping pembangunan di bidang agama. Di sini Nampak kesejajaran

kedudukan hukumnya antara Kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa dengan

17

Ruyandi, Bahan Sarasehan Program dan Kegiatan Direktorat Pembinaan

Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Proyek Inventarisasi

Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Dit. PPK Ditjen Kebudayaan, Dep.

P dan K. 18

Program Direktorat PPK 1983/1984 Seri Pembinaan Penghayat

Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa edisi 15, Departemen Pendidikan

dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan Direktorat Pembinaan

Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa Proyek Inventarisasi

Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa 1983.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 12: BAB IV Dinamika Kehidupan Paguyuban Sumarah Di Surakarta

97

Agama.19

Sementara itu, Munas Kepercayaan ke III yang diselenggarakan di

Tawangmangu Surakarta menghasilkan keputusan perubahan nama SKK menjadi

HPK (Himpunan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa).

HPK dibentuk sebagai pengganti wadah aspirasi organisasi aliran

kepercayaan sebelum-sebelumnya yang masih kurang efektif, yaitu: Sekretariat

Kerjasama Kepercayaan (SKK), Badan Kongres Kebatinan Indonesia (BKKI),

dan Badan Koordinator Karyawan Kebatinan, Kejiwaan, Kerohanian Indonesia

(BK5I).

Sarasehan Tingkat Nasional Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang

Maha Esa tanggal 25 s/d 27 November 1981 di Jakarta menghasilkan keputusan

salah satunya adalah menerima dan menyetujui tentang adanya Wadah Nasional

Tunggal bagi Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yakni

Himpunan Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa (HPK).

Persetujuan mengenai wadah tunggal bagi penghayat kepercayaan terlihat pada

laporan Direktur PPK/pemimpin proyek inventarisasi kepercayaan terhadap

Tuhan Yang Maha Esa sebagai berikut:

1. Telah dirintis oleh masyarakat penghayat sendiri dengan membentuk

Wadah Nasional sejak 1970 yang disebut SKK dan yang kini bernama

HPK, yang diharapkan dapat:

a. Menampung, memadu dan memperjuangkan aspirasi penghayat

kepercayaan, dan

19

Toeloes Koesoemaboedaja., Sejarah dan Perananan Himpunan

Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, (Semarang: DPD Himpunan

Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, 1982), hlm. 21.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 13: BAB IV Dinamika Kehidupan Paguyuban Sumarah Di Surakarta

98

2. Merumuskan, menyelenggarakan dan mengusahakan pemenuhan

kepentingan bersama.

3. Terdapat pada Garis-Garis Besar Haluan Negara, yang merupakan tempat

penampungan kehendak rakyat untuk memberikan arah perjuangan Negara

dan Bangsa Indonesia, demi mewujudkan keadaan yang diinginkan dan

mungkin dicapai dalam jangka waktu lima tahun secara bertahap.20

Organisasi HPK menjadi wadah aspirasi, penggalian nilai budi luhur,

penyebaran, dan sekaligus kontrol dalam kehidupan penghayat. HPK ikut

membina penghayat agar dalam mengimplementasikan budi luhur dan budi

pekerti ke dalam pekerti sehari-hari sesuai dengan Dzat Kang Maha Suci. Selain

itu, HPK juga berperan mengkoordinasikan kegiatan, terutama dalam hal

menjembatani hubungan antara penghayat dengan pemerintah.21

Pada periode

tahun 1979-1984, HPK masih dalam tahap pemantapan diri. Pada 1984-1989,

organisasi kebatinan ini mengawali kegiatannya, dengan menyelenggarakan

Munas Kepercayaan ke IV yang berlangsung tanggal 20-22 April 1989 di Cibubur,

Jakarta, dan berhasil membuat rumusan-rumusan, pernyataan, dan

20

Laporan Direktur PPK/ Pemimpin Proyek pada Sarasehan Tingkat

Nasional Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa tanggal 25 s/d

27 November 1981 di Jakarta. Seri Pembinaan Penghayat Kepercayaan Terhadap

Tuhan Yang Maha Esa seri ke-11 mengenai Sarasehan Tingkat Nasional.

Diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal

Kebudayaan Direktorat Pembinaan Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan

Yang Maha Esa 1982. 21

Suwardi, Budi Luhur dan Agamaisasi Penghayat Kepercayaan Kejawen

Masa Kini”. Laporan Akhir Kegiatan Penelitian, Hibah Penelitian untuk

Mahasiswa Program Doktor tahun Anggaran 2009, (Yogyakarta:. Fakultas Ilmu

Budaya Universitas Gadjah Mada, 2009), hlm. 11.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 14: BAB IV Dinamika Kehidupan Paguyuban Sumarah Di Surakarta

99

penyempurnaan organisasi. Hasil Munas Kepercayaan ke IV tersebut berupa janji

(prasetya), bahwa penghayat tetap setia kepada Pancasila dan UUD.22

C. Kehidupan Paguyuban Sumarah Surakarta

tahun 1970-1998

Dalam kehidupan keorganisasian, Paguyuban Sumarah DPD tingkat II

Surakarta berkembang selaras dengan kondisi DPP Sumarah (pusat) yang pada

saat itu perkembangannya didasari oleh adanya dukungan politik masa Orde Baru,

hal itu terlihat dalam kebijakan yang tertuang dalam landasan hukum yang

menyangkut permasalahan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, tokoh

besar Sumarah pesantrenyang mewakili Sumarah dalam percaturan politik kala itu

yaitu Arymurthy sebagai Dirjen pertama Binahayat dan Zahid Hussein sebagai

kepercayaan Presiden dalam mengoperasikan dana bantuan presiden (masing-

masing dari mereka pernah menjadi ketua HPK yang berarti secara tidak langsung

membawa ajaran Sumarah tidak hanya dalam pemerintahan namun juga dalam

organisasi persatuan para penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa

skala nasional).

Dengan adanya perkembangan secara organisasi dari pusat, terjadi

perkembangan organisasi di tingkat Daerah, Cabang, dan Ranting. Hal tersebut

terlihat dalam keputusan-keputusan dalam Rakernas Paguyuban Sumarah. Pada

22

Sejarah dan Peranan Himpunan Penghayat Kepercayaan terhadap

Tuhan Yang Maha Esa, hlm..18

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 15: BAB IV Dinamika Kehidupan Paguyuban Sumarah Di Surakarta

100

periode DPP ke-III (1974-1978), terdapat adanya konsolidasi internal dalam

Paguyuban Sumarah, antara lain:

a. DPP ke-III dipilih oleh Kongres ke-7 pada tanggal 13-15 September

1974 di Surabaya. Sesuai ketentuan dalam AD/ART maka dalam masa

jabatan 4 tahun telah diadakan tiga kali konferensi DPP-Pleno, masing-

masing dalam tahun 1975 di Yogya, dalam tahun 1976 di Semarang

dan dalam, tahun 1977 di Denpasar.23

b. Lingkungan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) tercatat 11 buah ialah:

DPD I Jakarta Raya, berkedudukan di Jakarta.

DPD II Jawa Barat, sementara bertingkat DPC di Bandung.

DPD III Jawa Tengah Utara, berkedudukan di Semarang.

DPD IV D.I. Yogyakarta, berkedudukan di Yogya.

DPD V Jawa Timur, berkedudukan di Surabaya.

DPD VI Jawa Timur, berkedudukan di Kediri.

DPD VII Jawa Timur, berkedudukan di Madiun.

DPD VIII Jawa Timur, berkedudukan di Ponorogo.

DPD IX Surakarta, berkedudukan di Sala.

DPD X Jawa Timur, berkedudukan di Nganjuk.

DPD XI Jawa Tengah Selatan, berkedudukan di Magelang.

c. Dalam konferensi DPP Pleno tanggal 24-25 Oktober 1975 diresmikan

penggunaan Pendapa Sumarah yang dibangun di tempat kediaman alm.

23

Tuntunan Sumarah selama 43 Tahun (8 September 1935/1978) dalam

Keputusan Kongres ke-VIII Paguyuban Sumarah tanggal 8-10 September 1978 di

Pendopo Agung Sumarah, Wirabrajan Ng. 7/158 Yogyakarta, hlm. 5

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 16: BAB IV Dinamika Kehidupan Paguyuban Sumarah Di Surakarta

101

R. Ng. Sukinohartono dengan ditandai surya sengkala Nata Kawruh

Sanggem Manunggal (1935). Pembangunan pendapa tersebut

dilaksanakan oleh Yayasan Sukino (Akte Notaris tanggal: 12

September 1972 No. 16) dan di tangani oleh warga-warga paguyuban

sendiri.

d. Melaksanakan penataran warga paguyuban untuk tiap DPD dalam

Jemaah bersama DPP demi menghayati bersama martabat siaga yang

dikelola oleh hukum purbawisesa dalam fase ke-IV. Sejak itu para

warga paguyuban dipersiapkan dalam fungsinya sebagai pamong

pribadi masing-masing, sedang para pamong hendaknya berorientasi

kepada fungsinya yang baru ialah sebagai pamong umum dan pamong

jaman. Tempat penyelenggaraan yang dipilihnya ialah Jakarta, Punten-

Malang, Semarang, Yogya, Madiun, Ponorogo, Nganjuk, Bandung,

dan Tegal.

e. Memperingati tanggal turunnya Tuntunan/ Wahyu Sumarah yang

pertama kalinya, bukan untuk mengkeramatkan tanggalnya, melainkan

untuk mengadakan kesempatan meneliti bersama bahwa perjalanan

Paguyuban Sumarah tidak menyimpang dari sumber tuntunan yang

melahirkannya, bahkan yang mestinya makin meningkat dalam

kemampuan untuk menerima hikmat kesuciannya. Telah disepakati

bersama bahwa peringatannya diadakan di Pendapa Agung ialah

Pendapa Sumarah, bukan untuk mengkeramatkan pendapanya,

melainkan untuk melestarikan lahirnya Sumarah di Bumi Indonesia.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 17: BAB IV Dinamika Kehidupan Paguyuban Sumarah Di Surakarta

102

f. Terus menghimpun wewarah-wewarah dan petunjuk-petunjuk

Sumarah, darimana dapat disusun bagian-bagian data bagi penulisan

Sejarah Paguyuban Sumarah, dan bukan informasi bagi umum.

Adapun wewarah dan petunjuk Sumarah tersebut bukanlah produk

produk pribadi melainkan menjabar dalam Jemaah kecil dan besar

secara langsung dan momental, tidak dikarang melainkan disuarakan

seketika di tengah Jemaah rutin, jemaah pertemuan konferensi dan

kongres terus dicatat atau direkam. Petugas yang menyuarakan

wewarah dan petunjuk itu disebut warono, sedang ciri kebenarannya

otentiknya dipersaksikan dalam iklim Jemaah itu sendiri yang

berlangsung dengan rahayu (khidmat dalam jiwa raga).24

Dengan adanya penguatan dalam intern organisasi Paguyuban

Sumarah, tidak hanya berdampak positif bagi Paguyuban Sumarah tingkat

pusat (DPP) namun di tingkat terkecil pun mendapatkan manfaat dengan

adanya konsolidasi tersebut. Hubungan antara pusat dengan daerah

menjadi lebih rapat dengan adanya agenda rutin kunjungan, temu

kekadangan, peringatan turunnya wahyu Sumarah, sehingga kehidupan

dalam menghayati Sumarah secara berjamaah ikatannya kian kuat.

24

Tuntunan Sumarah selama 43 Tahun (8 September 1935/1978) dalam

Keputusan Kongres ke-VIII Paguyuban Sumarah tanggal 8-10 September 1978 di

Pendopo Agung Sumarah, Wirabrajan Ng. 7/158 Yogyakarta, hlm. 7

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 18: BAB IV Dinamika Kehidupan Paguyuban Sumarah Di Surakarta

103

1. Penghayatan Paguyuban Sumarah Surakarta tahun 1970-1998

Sumarah merupakan ilmu pelengkap kekhusyukan dalam

menjalankan sembahyang keagamaan. Pada 1970-an di Surakarta

terdapat dua gaya tuntunan sujud yang masing-masing punya pengaruh

besar. Keduanya berporos pada pamong-pamong paling dinamis di

kota itu, yaitu Suwondo dan Sudarno Ong. Suwondo sudah diakui

sebagai pamong senior sejak awal 1970-an. Dia memiliki kedudukan

penting sebagai penuntun gerakan di Surakarta dan di cabang terpencil

di sekitarnya. Gaya tuntunan sujudnya lugas dan lebih menekankan

pada apa yang dipandang penting dalam terminologi dan nilai-nilai

Islam. Berbeda dengan Suwondo, Sudarno Ong yang aktif pada 1960-

an hingga wafatnya pada 1982 cenderung memakai filosofi Buddha

ketimbang Islam. Menjelang 1967, dia mengembangkan gaya tuntunan

sujud yang berbeda dan membuatnya lain dari pamong lainnnya. Dia

membimbing meditasi untuk Masyarakat Teosofi di Surakarta dan

sebagian besar komunitas Cina penganut Buddhisme Theravada di

Wihara Tanah Putih Semarang.25

Meskipun ada dua tokoh besar dalam Paguyuban Sumarah

Surakarta yaitu Sudarno Ong dan Suwondo, namun dalam intern

Paguyuban, anggota tidak terlalu mengenal Sudarno Ong dan berpusat

pada pola pengajaran Suwondo. Hal ini dikarenakan Sudarno Ong

mengembangkan sujud sendiri yang berada di luar papan Sumarah.

25

Paul Stange, Kejawen Modern: Hakikat dalam Penghayatan Sumarah,

(Yogyakarta: LKiS, 2009), hlm. 287.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 19: BAB IV Dinamika Kehidupan Paguyuban Sumarah Di Surakarta

104

Pada saat kepemimpinan Suwondo sebagai Pamong (Guru

Spiritual yang memimpin sujud Sumarah) terdapat perkembangan

kuantitas keanggotaan dan melebarkan pengajaran Sumarah hingga ke

luar negeri. Suwondo dikenal sebagai tangan kedua Suhardo yang

merupakan pinisepuh Paguyuban Sumarah.

Kualitas penghayatan cukup baik, hal ini dapat dibuktikan pada

saat pertemuan hari Kamis di pendopo Kratonan rumah Alm. Bp.

Suwondo banyak yang hadir dan tulus ikhlas mengikuti proses

penghayatan dari jam 13.00 s/d 16.00. Dalam proses penghayatan

setelah selesai meditasi diadakan Tanya jawab atau cocokan hasil

meditasi hal ini beragam menurut martabat kejiwaan masing individu

namun juga ada pertanyaan diluar meditasi misalnya kondisi pribadi

seharian yang kurang baik dan menghadapi problem harian disitu bisa

disampaikan.26

Pada waktu itu kuantitas menonjol sekali, tapi soal kualitas

sebetulnya tergantung pada masing-masing personal, ada mungkin

kualitas pada saat masuk Sumarah karena ada masalah kemudian

masuk, banyak yang begitu. Jadi yang berminat betul-betul kualitasnya

itu memang sedikit. Makanya Pak Wondo menyatakan “nek melu

Paguyuban Sumarah belajar ilmu Sumarah itu, yang terus bener yang

keluar juga bener. Lha yen keluar mergane yo entuke yo ngene terus.

Lha sing terus merasa ada perubahan dan diteruskan sampai sekarang

26

Wawancara dengan Pak Ripto tanggal 21 Desember 2015

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 20: BAB IV Dinamika Kehidupan Paguyuban Sumarah Di Surakarta

105

lalu menjadi kualitas. Memang belajar ini nggak setaun dua tahun kok

10 tahun-20 tahun, ojo njaluk instan tidak bisa”. Hal itu yang

menyebabkan sampai saat ini yang berminat betul-betul sedikit

jumlahnya. Ilmu Sumarah ini terus berkembang tidak ada habisnya.

Selama kita diberi hidup, ini tugas kita mempelajari ini.27

Pola pengajaran sujud sumarah pada tahun 1970-1998 masih

sama dengan sistem pamong, sistem pamong ini prakteknya para

kadang sumarah datang sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan

misal warga yang sudah dewasa martabatnya datang langsung patrap

sujud/meditasi mengikuti arahan pamong sedangkan warga yang baru

atau tingkat martabatnya masih muda biasanya pamong masih

mengikuti apa yang diinginkan dan pamong cenderung membiarkan

mereka ikut suasana nyaman dulu ini berlangsung lama bahkan

tahunan, sebagai ilustrasi saja ada warga yang ikut latihan

sujud/meditasi karena suasananya nyaman dan enak sampai tertidur,

dalam kondisi tertidur ini pamong membiarkan dan menunggui sampai

bangun, ada yang sampai jam 02.00 itu sudah biasa.28

Dari data diatas dapat diperoleh informasi bahwa memasuki era

kepamongan Suwondo merupakan era dimana Paguyuban Sumarah

Surakarta mampu mempertahankan pola pengajaran pamong

pendahulunya, kualitas sujud dinilai cukup baik meskipun kembali lagi

27

Wawancara dengan Pak Saryanto tanggal 19 Desember 2015 28

Wawancara dengan Pak Ripto tanggal 21 Desember 2015

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 21: BAB IV Dinamika Kehidupan Paguyuban Sumarah Di Surakarta

106

pada tiap individu masing-masing. Sehingga pada tahun 1970 hingga

1998 atas sumbangan pengajaran dan pemikiran Suwondo, Paguyuban

Sumarah Surakarta mampu menjaga kemurnian ajaran dan

menciptakan suasana yang harmonis dan diantara anggota-anggota di

Paguyuban Sumarah Surakarta sendiri maupun dengan cabang-cabang

di eks-Karesidenan Surakarta.

a. Faktor Pendorong Menjadi Anggota Sumarah

Banyak faktor yang membuat seseorang tertarik untuk ikut dan

mendalami suatu gerakan/ organisasi kepercayaan terhadap Tuhan

Yang Maha Esa. Para Penghayat (sebutan dari orang yang mendalami

praktik kebatinan/ kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa)

kebanyakan sudah memiliki pengalaman bersinggungan dengan dunia

mistik sebelumnya diantaranya dengan ikut mencoba penghayatan di

aliran kebatinan satu ke yang lain sampai menemukan yang cocok pola

pengajarannya ataupun pengalaman ikut orang tua/ saudara yang

menghayati suatu aliran kepercayaan tertentu.

Salah satu anggota Paguyuban Sumarah Surakarta Dian Sakti

Kusumo mengemukakan bahwa alasan yang melatarbelakangi dirinya

untuk masuk mempelajari ilmu Sumarah adalah karena garis keturunan

dimana sesepuh dulu sudah meyakini ilmu Sumarah dimana bisa

membawa kelanggengan hidup dan setelah hidup. Paguyuban Sumarah

tidak mempelajari mistik kejawen dan bukan suatu agama atau

keyakinan bahkan kepercayaan. Ilmu Sumarah adalah sistem

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 22: BAB IV Dinamika Kehidupan Paguyuban Sumarah Di Surakarta

107

kesadaran umat untuk selalu mawas diri di setiap waktu detik

kehidupan kita. Intinya kalau agama hanya sebatas pelajaran Syarekat,

kalau Sumarah sudah menuju hakekat bahkan bisa sampai makrifat.29

Sementara itu menurut pemaparan dari Ketua Umum

Paguyuban Sumarah Surakarta bahwa yang melatarbelakangi ikut

latihan Sumarah banyak faktor diantaranya masalah fisik (sakit)

seperti yang dialami oleh Pak Agus T. H. , persoalan rumah tangga

seperti Pak Saryanto Waluyo Kusumo, pekerjaan, kanuragan dan

sebagainya yang belum mendapatkan solusi, namun apabila sudah

mendapatkan solusi biasanya hanya berhenti disitu yang seharusnya

masih berlanjut dan ini juga tergantung dari tingkat martabatnya, maka

di Sumarah tidak ada ikatan apapun jadi yang terus boleh dan keluar

dari Sumarah juga dipersilahkan, mau masuk lagi juga

diperkenankan.30

Di sisi lain ada pula anggota yang mengikuti

Paguyuban Sumarah dikarenakan keingintahuan serta untuk

mendalami ajaran agama masing-masing seperti yang dilakukan oleh

Ibu Nunun Tri Widarwati, Pak Sugiyono, Pak Ripto, dan Pak Suparno

R. L.

29

Wawancara dengan Dian Sakti Kusumo tanggal 3 Februari 2016 30

Wawancara dengan Pak Ripto tanggal 3 Februari 2016

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 23: BAB IV Dinamika Kehidupan Paguyuban Sumarah Di Surakarta

108

b. Pengaruh Penghayatan Sumarah terhadap Kehidupan

Anggota

Di dalam suatu Paguyuban utamanya dalam Paguyuban aliran

kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang menjadi patokan

dalam menilai eksistensinya adalah suasana harmonis, keterikatan

secara bersama-sama menyatukan visi misi yang dilakukan dengan

konsekuen, serta pengalaman masing-masing anggota yang mengarah

pada meningkatnya martabat secara spiritual.

Pada Paguyuban Sumarah Surakarta, anggota yang aktif secara

rutin mengikuti pertemuan sujud berjamaah rata-rata merupakan

anggota lama yang kebanyakan bergabung dari tahun 1970-1984,

sehingga secara pengalaman spiritual dan perbedaan yang dirasakan

setelah mengikuti penghayatan Sumarah dapat terlihat. Setiap anggota

memiliki pengalaman tersendiri hingga kemudian merasa cocok

dengan penghayatan Sumarah.

Seperti pengalaman yang diceritakan oleh salah satu anggota

berikut ini, beliau (Sukasno) mengembangkan Sumarah memakai

sepeda motor di daerah Pancingsari, Jatisrono, Wonogiri. Disana tidak

ada yang berani karena disana banyak orang-orang Jawa Timur

sebangsa Warok. Beliau masuk Sumarah sejak tahun 1957. Ketika

Sukasno dinas di AURI, teman-temannya tidak senang dengan beliau

sehingga secara realitas kepangkatannya tidak lancar. Namun setelah

beliau menilik ulang ke depan berdasarkan kenyataan yang terjadi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 24: BAB IV Dinamika Kehidupan Paguyuban Sumarah Di Surakarta

109

bahwa Tuhan memberikan apa yang ia butuhkan, menyadari hal itu

dengan ditambah proses praktek Sumarah dirinya mengaku hidupnya

senantiasa penuh ketenangan. Sumarah itu bukan pendidikan, bukan

rasional tapi ada hati nurani dan kesadaran. Kesadaran itu berhubungan

dengan Tuhan, sehingga dengan kesadaran tersebut Sumarah bukanlah

filsafat namun merupakan spiritual etuhanan.”31

Di sisi lain, pengalaman yang berbeda dirasakan oleh Saryanto.

Beliau masuk Sumarah setelah dikenalkan oleh Suwondo.

Permasalahan keluarga yang ada dapat diatasi setelah beliau

menjalankan perilaku penghayatan Sumarah, dengan mawas diri dan

menekan ego beliau dapat menciptakan suasana yang harmonis.

Dengan mengikuti penghayatan Sumarah, anggota yang masih

aktif dalam Paguyuban Sumarah menyatakan banyak sekali manfaat

yang dirasakan selama mempelajari ilmu Sumarah. Diantaranya bisa

merasakan lebih dekat kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Ibadah

menjadi lebih khusyuk, merasa teduh, tentram, tenang dalam batiniah,

dan kalau menghadapi situasi apapun bisa nggelemi (bisa menerima).32

Lebih lanjut beliau menyatakan bahwa setelah mendalami ilmu

Sumarah kemudian merasakan hidup ini indah. Mendekat kepada

Allah itu indah, bahkan berbicara tentang spiritualitas itu lebih nikmat

daripada membicarakan tentang duniawi. Kalau dalam pekerjaan/

kehidupan sehari-hari beliau dalam melayani mahasiswa bisa

31

Wawancara dengan Pak Sukasno Pratipto Nagoro tanggal 24 Juni 2015 32

Wawancara dengan Nunun Tri Widarwati tanggal 28 Januari 2016

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 25: BAB IV Dinamika Kehidupan Paguyuban Sumarah Di Surakarta

110

memposisikan diri harus bagaimana bersikap, di lingkungan pekerjaan

dan di rumah ingin menjadi orang yang lumrah.

Sementara itu, berdasarkan pengalaman Ripto mengenai

pengalaman pribadi beliau mula-mula mencoba mengikuti pertemuan

Sumarah tiap Rabu malam dan Kamis siang. Pada waktu permulaan

tidak tahu apa yang didiskusikan dalam pertemuan tersebut, dan ini

berlangsung sampai 3-4 tahunan namun tetap hadir dalam pertemuan

tersebut. Sampai suatu saat ada pengalaman spiritual yang kemudian

dimintakan cocokan dan saran pada pamong saat itu yaitu Bapak

Suwondo. Disitu dijelaskan ternyata pada waktu mulai ikut sampai 3-4

tahun itu ada rekaman di dalam batin beliau dan baru terasa, mengerti

dan melihat kasunyatan belakangan sampai sekarang perbedaan yang

terjadi pada diri beliau antara sebelum dan sesudahnya sangat banyak

dan intinya saya mengerti keseimbangan lahir dan batin tidak hanya

sekedar ngerti saja tetapi sampai sadar betul jasmani dan rokhaninya.33

Dalam kenyataan sehari-hari misalnya dalam pekerjaan dengan

kesadaran yang lengkap lahir dan batin, beliau tidak takut menghadapi

kehidupan dan keseharian ini, karena ada keyakinan kalau

melaksanakan tugas bekerja maupun apa saja niatnya jujur dan nanti

Tuhan akan memberikan juga yang terbaik, jadi kalau dulu ada

ketakutan misalnya mau menghadap pejabat, atau menghadapi teman

33

Wawancara dengan Ripto tanggal 3 Februari 2016

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 26: BAB IV Dinamika Kehidupan Paguyuban Sumarah Di Surakarta

111

bisnis, sekarang sikapnya batin semelah tapi tegas karena bekalnya

jujur.

Dengan mempelajari ilmu Sumarah, anggota bisa memberikan

iklim karahayon, kepada diri pribadi, keluarga, masyarakat di

sekitarnya, dan meluasnya berfungsi nyata dalam negara dan bangsa,

ekonomi pekerjaan, sosial masyarakat semua tertata, lebih sabar, lebih

menguasai iklim/ kondisi dalam kehidupan.34

Sejalan dengan

pengalaman pribadi Pak Suparno R. L dengan keikutsertaannya

mendalami ilmu Sumarah, beliau merasakan ada suatu ketentraman

jiwa, batin dari sedikit mulai bisa mengatur. Awalnya saya dulu mudah

marah, kemudian sekarang ini mulai memahami kalau seperti itu tidak

baik. Bisa mengendalikan diri, bisa menerima kenyataandan selalu

bersyukur terhadap apapun yang di alami. Jadi berusaha untuk tidak

kecewa terhadap apa yang dialami.35

Perbedaan yang menonjol terlihat dari sikap dan bertutur kata

para penghayat dengan masyarakat awam pada umumnya. Seperti yang

terlihat dari anggota Paguyuban Sumarah Surakarta dalam

menyeimbangkan dan penataan kehidupan, bagaimana cara mereka

harus bertingkah laku dan bertutur kata sebisa mungkin harus

mencerminkan perilaku penghayat yang mentaati poin di dalam

Sesanggeman. Apabila anggota Sumarah sanggup mentaati

Sesanggeman dan mempraktekkannya dalam perilaku sehari-hari maka

34

Wawancara dengan Dian Sakti Kusumo tanggal 3 Februari 2016 35

Wawancara dengan Suparno R. L tanggal 28 Februari 2016

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 27: BAB IV Dinamika Kehidupan Paguyuban Sumarah Di Surakarta

112

tidak hanya bermanfaat bagi diri pribadi tetapi juga lingkungan sekitar

akan merasakan iklim karahayon yang terpancar dalam diri anggota.

2. Keanggotaan dan Organisasi Paguyuban Sumarah Surakarta

tahun 1970-1998

a. Kuantitas Anggota

Pada tahun 1970-an anggota Paguyuban Sumarah

Surakarta merupakan anggota yang sebelumnya ada dalam

kepengurusan Soetadi dan Soehardo yang masih mengikuti

praktek penghayatan di Paguyuban tersebut dan tergabung

kembali ke jajaran pengurus maupun keanggotaan setelahnya

yaitu pada masa Kepamongan Soewondo. Pada saat Soewondo

mulai menjadi Pamong di Paguyuban Sumarah Surakarta,

banyak yang kemudian masuk untuk menjadi anggota rata-rata

oleh kharisma tokoh Soewondo yang dikenal ramah dan tulus

melayani 24 jam dalam memberikan bantuan penyelesaian

permasalahan kehidupan dan dalam mengenalkan apa itu

Sumarah pada orang awam.

Kuantitas anggota sumarah pada tahun 1985 yang saya

ketahui se-ex Karesidenan Surakarta kurang lebih 1.500 orang

dari jumlah itu rata rata usianya antara 35 tahun s/d 80 tahun

dan biasanya ini pengikut dari pamong pamong pendahulu.36

36

Wawancara dengan Pak Ripto tanggal 21 Desember 2015

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 28: BAB IV Dinamika Kehidupan Paguyuban Sumarah Di Surakarta

113

Meskipun terjadi peningkatan kuantitas anggota

terhitung sejak kepamongan Suwondo pada tahun 1970-an

hingga akhir tahun 1980-an, namun penurunan anggota

memang terjadi salah satunya dikarenakan pamor organisasi

penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa

menurun akibat peran pemerintah Orde Baru yang kembali

condong kepada kaum Muslimin, tapi disumarah tidak menjadi

soal karena pamong Bp Suwondo pun pernah ngendiko yang

masuk sumarah itu ya betul dan yang keluar dari sumarah pun

juga betul karena disini ukurannya kebutuhan jiwa.37

Di

Paguyuban Sumarah Surakarta lebih mengutamakan segi

kualitas individu dibandingkan kuantitas banyaknya anggota

yang bergabung.

Beberapa faktor apa yang menjadikan kurangnya minat

untuk mempelajari/ mendalami penghayatan/ masuk menjadi

anggota Paguyuban Sumarah terutama kaum muda adalah

kebanyakan kaum muda ini mencari yang instan, cepat-cepat

bisa, inilah yang membuat susah dalam mempelajari ilmu

Sumarah, perlu laku yang sangat utama, benar-benar, dituntut

kesadaran setiap detik setiap waktunya. Kalau agama mudah

dipelajari tetapi Sumarah memakai laku sendiri yaitu berbuat

baik dan utama. Semua yang tertulis dalam buku ayat maupun

37

Wawancara dengan Pak Ripto tanggal 21 Desember 2015

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 29: BAB IV Dinamika Kehidupan Paguyuban Sumarah Di Surakarta

114

firman Tuhan kita amalkan yakini setiap harinya, bukan

sebagai aksesoris saja.38

Upaya regenerasi agak sulit karena untuk menjadi

anggota Sumarah, seseorang harus berupaya menerima

kenyataan yang ada. Tidak setiap orang bisa. Kebanyakan

protes, dalam bentuk kata-kata mengiyakan tapi dalam batin/

hati tidak bisa menerima. Padahal kalau kita benar-benar sudah

yakin, sesuatu yang mengatur segalanya adalah Allah, nantinya

kita tidak bisa apa-apa. Pada intinya dengan sikap pasrah total

akan kehendak Tuhan (Sumarah ing Allah) maka manusia akan

menemukan kebahagiaan dan kedamaian sejati dalam hidup.39

b. Agenda Rutin Paguyuban Sumarah Surakarta

Penentuan kegiatan sumarah ditentukan didalam AD

ART sedangkan pelaksanaanya melalui Rakernas Paguyuban

Sumarah, kemudian DPD dan DPC menyesuaikan pelaksanaan

Rakernas Rakerda dan Rakercab ketentuannya satu tahun

sekali, sedangkan pertemuan ataupun kegiatan dimasing

masing daerah memutuskan sendiri berdasarkan rapat kerja.

Tempat pertemuan sujud berbeda dengan masa

sebelumnya yang dulunya berada di rumah Pak Soetadi

38

Wawancara dengan Dian Sakti Kusumo tanggal 3 Februari 2016 39

Wawancara dengan Suparno R. L tanggal 28 Januari 2016

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 30: BAB IV Dinamika Kehidupan Paguyuban Sumarah Di Surakarta

115

(pinisepuh Paguyuban Sumarah) dan rumah Pamong Sumarah

di Surakarta pada masa Pak Soetadi dan Pak Soehardo masih

mengajarkan Sumarah. Pada tahun 1970 sejak Suwondo

menjadi Pamong, pertemuan seperti latihan sujud secara rutin

hari Kamis dilakukan di rumah beliau yang juga berfungsi

sebagai tempat pertemuan antar Daerah dan Cabang untuk

wilayah Surakarta tepatnya di Kratonan Jl. Madukoro no. 2.

Dulu sekitar tahun 1980 latihan sujud dan pertemuan

ada di Manahan dekat Kraton karena ada pengurusnya tinggal

disitu, tapi setelah Pak Wondo meninggal pengurus tersebut

sudah tidak aktif. Tempat pertemuan lainnya di rumah Pak

Saryanto dan rumahnya Dian. Jadi seminggu itu hampir ada

terus. Yang tidak ada cuma sabtu. Senin malam tempatnya

Dian, selasa malam (khusus pengurus) dan yang martabatnya

sudah sama disamping latihan itu klita juga secara

kepengurusan. Rabunya di Kratonan, Kamis Kratonan, Jumat

dan Minggu di Kerten.40

Selain pertemuan pada hari kamis Alm. Bapak

Suwondo pada bulan ganjil minggu pertama keliling

mendatangi tempat tempat latihan diantaranya di Selogiri di

Rumah Bapak Tirtodinomo dan Bapak Dwijo jam 08.00 s/d

jam 11.00 kemudian dilanjutkan ke Puron Kecamatan

40

Wawancara dengan Pak Saryanto tanggal 19 Desember 2015

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 31: BAB IV Dinamika Kehidupan Paguyuban Sumarah Di Surakarta

116

Tawangsari Rumah Bapak Harjo jam 12.00 s/d jam 14.00

terakhir di daerah Klaten di rumah Bapak Cipto sampai jam

16.00 yang sampai saat ini tradisi keliling masih dilanjutkan

oleh pengurus sampai sekarang.

Pada saat Pamongnya Pak Wondo, Kemisan penuh.

Orang-orang dari DPC (Perwakilan Cabang) dari Sukoharjo,

dari Wonogiri, Klaten, Sragen, Karanganyar kalau Kamis siang

itu khusus dari mereka-mereka. Latihan sujud dan acara di

Paguyuban Sumarah Surakarta ramai, yang ikut sujud cukup

banyak, sampai Pak Wondo meninggal hari Rabu Desember

1999, dua hari sebelum tahun 2000. 41

Gambar. 2

Suasana sujud Sumarah tahun 1970-an di Kratonan rumah Pak Suwondo

Sumber: Koleksi Paguyuban Sumarah Surakarta

41

Wawancara dengan Pak Saryanto tanggal 19 Desember 2015

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 32: BAB IV Dinamika Kehidupan Paguyuban Sumarah Di Surakarta

117

3. Konsolidasi Eksternal Paguyuban Sumarah Surakarta

Selain adanya penyatuan dalam intern Paguyuban, terjadi pula

konsolidasi eksternal di Paguyuban Sumarah baik di tingkat pusat

hingga tingkat terbawah. Konsolodasi eksternal disini diartikan sebagai

penyatuan hubungan, kerjasama dengan pemerintah maupun hal-hal di

luar organisasi dan paguyuban Sumarah. Konsolidasi ini terjadi pada

tataran hubungannya dengan pemerintah, hubungan dengan sesama

penghayat kepercayaan yang tercermin pada wadah penyalur aspirasi

nasional SKK/ HPK, serta dengan keterlibatan Warga Negara Asing

dalam prosesnya memasuki Sumarah melalui Paguyuban Sumarah

Surakarta.

a. Hubungan dengan Pemerintah

Hubungan Paguyuban Sumarah dengan pemerintahan

Soeharto sangat erat dengan keterlibatan tokoh besar Sumarah

seperti Arymurthy dan Zahid Hussein. DPP Paguyuban Sumarah

selalu erat dengan Pemerintah Pusat dan menjadi pendukung kuat

dengan adanya keterlibatan pada sekber Golkar dan manjadi salah

satu kunci dalam mempertahankan pemerintahan Soeharto pada

waktu itu. Zaman Orde Baru, Pak Zahid itu dekat sekali dengan

Pak Harto, waktu itu menjadi Kepala Biro Bantuan Presiden

(Banpres) bertugas mengendalikan dana yang disalurkan ke

pesantren-pesantren. Pak Zahid berjasa dalam Serangan Umum

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 33: BAB IV Dinamika Kehidupan Paguyuban Sumarah Di Surakarta

118

Sebelas Maret dan diangkat menjadi Kolonel Zahid Hussein.

Sementara Pak Arymurthy dulunya saat menjadi ketua HPK

mengusulkan adanya bimbingan para penghayat sehingga muncul

Dirjen Binahayat yang pada waktu itu Pak Arymurthy menjadi

Ketua pertamanya.42

Kepercayaan Pemerintah untuk mengisi siaran TV bidang

Kepercayaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa, merupakan bukti

bahwa suara Sumarah, Iman kepada Tuhan Yang Maha Esa dapat

dikenal oleh rakyat Indonesia dari Aceh sampai Timor Timur.

Bahkan sebagian rakyat Malaysia dan Singapura ada juga yang ikut

memonitor (mendengarkan), demikian wakil-wakil negara asing

yang berada di Indonesia., mencatat dan memperhatikan bahwa di

Indonesia diberi tempat, dan bahkan dihayati masalah Kepercayaan

kepada Tuhan Yang Maha Esa.43

Keterlibatan politik dan dukungan Paguyuban Sumarah

terhadap Golkar (pemerintah) terlihat pada statement Ketua DPP

Paguyuban Sumarah Periode 1987 s/d 1992 berikut ini, “…Orang

Sumarah itu ikut siapa ya?, ikut Golkar kok melu politik, ikut PDI

apalagi, ikut P3 itu membawa teklek, padahal tidak punya teklek.

Jadi begini, ini saya kutipkan kembali Pak Kino Tahun 1968,

waktu itu masih ada Sekbergolkar. Nah Pak Ary, Pak Puguh ini

42

Wawancara Pak Sugiyono tanggal 27 Februari 2015 43

Arsip Paguyuban Sumarah tahun 1992 koleksi Paguyuban Sumarah

cabang Wonogiri tentang Laporan Pertanggungjawaban Ketua DPP Paguyuban

Sumarah Periode 1987 s/d 1992.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 34: BAB IV Dinamika Kehidupan Paguyuban Sumarah Di Surakarta

119

sudah merintis ada di BK5I, saya juga tahu Pak Ary masih sedikit

takut, sebab masih jinja jaman (Org. Orla)…dan Pak ino bilang:

kalau Masyumi mesti tidak mau menerima Pancasila, Panca Sila

mesti dikurangi atau ditambahi (Organisasinya Pak Hartono pada

saat itu Front Nasional namanya). Kalau PNI itu betul kaum

Nasionalis tapi sudah kemasukan PKI, padahal PKI atau Komunis

itu, jahat, yang tidak sepaham ditindak. Masih aji (berharga) ayam

enak ikannya. Lah kalau orang dipitesi saja… Orang yang dipites

pasti mati. Nah kalau Sekbergolkar ini mestinya bisa diandalkan

mempertahankan Pancasila, nilainya disana. Jadi Sekbergolkar,

Pak Kino sendiri mengatakan: Masih bisa diandalkan

mempertahankan kemurnian Pancasila, itu ungkapan Pak Kino

tahun 1968. Sekarang tahun 1986/ 1987, jadi saya kira kalau saya

ceritakan ini masih relevan masih ada kaitannya, jadi dalam

perjuangan dunia lahiriyah, saya kira bagi warga Paguyuban

Sumarah tidak keliru kalau berada pada Golkar, tetap menegakkan

kemenangan Orde Baru, yang dalam hal ini Golongan Karya. 44

Dengan keterlibatan Paguyuban Sumarah dengan

pemerintah yaitu melalui Sek. Ber. Golkar yang dipelopori oleh

tokoh DPP yang juga aktif dalam tataran politik Orde Baru,

memberikan kontribusi tidak hanya di tingkat pusat namun juga

44

Sambutan/Pengarahan DPP Paguyuban Sumarah Pada Acara Pertemuan

Antar DPD-DPD Paguyuban Sumarah Se-Jawa Timur tanggal 6 Desember 1986

oleh Bapak Zahid Hussein. Bulletin Sumarah no.22/ Th. 5-17 Agustus 1987.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 35: BAB IV Dinamika Kehidupan Paguyuban Sumarah Di Surakarta

120

sampai ke wilayah terkecil dengan adanya dukungan politik Orde

Baru sehingga kehidupan berorganisasi, berkumpulnya anggota

Paguyuban Sumarah didukung sepenuhnya dan mengalami

perkembangan dari segi kegiatannya, kualitas serta kuantitas

anggotanya, tak luput pula kematangan organisasi dan

penghayatannya. Sementara itu, pemerintah diuntungkan dengan

adanya dukungan politik dari sektor kaum penghayat yang

terwadahi dalam HPK bersama dengan pemerintah menjalin

kerjasama dalam mempertahankan kedudukan Orde Baru dan

bergabung dalam Sek. Ber. Golkar.

b. Hubungan dengan Sekretariat Kerjasama Kepercayaan

(SKK) dan Himpunan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang

Maha Esa (HPK)

Tugas Paguyuban Sumarah adalah agar Ketuhanan Yang

Maha Esa dapat dipahami oleh seluruh Bangsa Indonesia. Karena

itu tiada jalan lain kecuali bahwa warga Paguyuban Sumarah

merasa wajib aktif dalam SKK.45

Hingga 1966 Sumarah nyaris

tidak pernah menjalin hubungan dengan gerakan kebatinan lain.

Setelah SKK dibentuk pada 1971, Sumarah mulai merespon secara

positif dengan dukungan komitmen Arymurthy. Sejak saat itulah,

45

Lampiran Keputusan Kongres ke VIII Paguyuban Sumarah dalam

Bidang Umum, poin VI, hlm. 15.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 36: BAB IV Dinamika Kehidupan Paguyuban Sumarah Di Surakarta

121

Sumarah secara resmi berafiliasi dan aktif di dalam organisasi

payung kebatinan itu.46

Di tingkat nasional, perwakilan Sumarah dalam

kepengurusan SKK sedemikian kuat sehingga memberi kesan

adanya dominasi dan ketimpangan. Dinamika yang terjadi dalam

SKK langsung memberi sumbangan berarti bagi berubahnya status

kebatinan pada 1970-an. Kemajuan itu ditandai dengan

disyahkannya UU tahun 1973 yang melegalkan keanggotaan

kebatinan. Dengan kata lain, mereka tidak perlu lagi

mencantumkan salah satu agama dalam kartu identitas mereka.

Kemudian pada 1978, DPR menyetujui pembentukan sebuah

direktorat yang bertanggung jawab mengurusi gerakan kebatinan di

bawah otoritas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Secara

teknis, keputusan itu membebaskan aliran kebatinan dari

cengkraman Kementerian Agama yang didominasi orang Islam.

Pada 1979, Arymurthy menjadi Dirjen pertamanya.47

Jika di Yogyakarta Sumarah sudah aktif di SKK sejak

pertama, di Surakarta mereka baru aktif pada akhir 1970-an.

Arymurthy dan Zahid Hussein adalah tokoh yang sering tampil di

TVRI, menguraikan arti penting dimensi spiritual kepada

masyarakat. Keduanya juga kerap diundang untuk memimpin

46

Paul Stange., op. cit., hlm. 247. 47

Ibid., hlm. 248-249.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 37: BAB IV Dinamika Kehidupan Paguyuban Sumarah Di Surakarta

122

meditasi bersama dalam pertemuan yang digelar SKK.48

Seperti

pada SKK, dalam perkembanganya menjadi HPK, Arymurthy dan

Zahid Hussein perannya kian aktif terutama dengan adanya

dukungan politik dari pemerintah yang semakin kuat. Secara tidak

langsung dengan adanya keterlibatan aktif dan peran penting tokoh

Sumarah tersebut membawa Paguyuban Sumarah ke tataran politik

yang lebih tinggi dan diakui oleh organisasi aliran kepercayaan

lainnya. Sementara pada tingkat yang semakin kecil seperti daerah,

cabang, dan ranting, warga Paguyuban Sumarah terjamin dalam

penghayatannya serta dari segi kuantitas dan kualitas progressnya

sangat baik.

c. Hubungan dengan Warga Negara Asing

Paul Stange dalam bukunya yang berjudul “ ejawen

Modern” secara tidak langsung menceritakan bagaimana

pengalamannya sebagai orang Luar Negeri pertama yang masuk

dalam kehidupan penghayatan Sumarah. Jadi selain mengobservasi

apapun yang berurusan dengan Paguyuban Sumarah dari proses

terbentuknya, dia sekaligus menjadi saksi sejarah karena

keterlibatannya dalam proses arus kedatangan para Warga Negara

Asing dalam menghayati ilmu Sumarah yang membawa perubahan

48

Ibid., hlm. 249.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 38: BAB IV Dinamika Kehidupan Paguyuban Sumarah Di Surakarta

123

bagi Paguyuban Sumarah Surakarta yang membedakannya dengan

cabang-cabang lainnya.

Dalam banyak hal, latihan Sumarah di Surakarta

melanjutkan pola yang sudah ditinggalkan oleh cabang lain. Model

nyemak atau tuntunan spiritual satu per satu masih dijalankan oleh

pamong Surakarta, bahkan latihan kanoman juga masih sering

diamalkan.49

Hal ini pula yang menjadi salah satu penarik minat

orang Barat untuk memulai mempelajari Sumarah karena kurang

modern-nya sehingga tingkat penghayatannya masih lebih murni.

Selain karena pola yang cenderung lebih tertinggal, dari segi

organisasi, Paguyuban Sumarah Surakarta juga dilihat dari sejarah

perkembangannya sempat memisahkan diri dari arahan Pengurus

Besar tahun 1950 hingga 1966 dan lebih fokus pada persujudannya.

Sehingga dari segi organisasi, di daerah ini baru memulai

mengorganisir kepengurusannya saat periode DPP tahun 1966.

Walaupun daya Tarik Surakarta masih menjadi misteri bagi

kalangan Sumarah lain, agaknya tidak demikian di mata para

pelancong dan manca Negara. Kurangnya penekanan pada

organisasi, justru membuat kelompok ini menjadi terbuka karena

tidak ada bermacam formalitas seperti diterapkan cabang lainnya.

49

Ibid., hlm. 254.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 39: BAB IV Dinamika Kehidupan Paguyuban Sumarah Di Surakarta

124

Pada masa itu, orang Barat selalu menaruh perhatian terhadap gaya

tuntunan sujud langsung yang dipraktikkan pamong Surakarta.50

Proses pengenalan orang Barat dengan Sumarah terlihat

pada pemaparan Paul Stange, “Bukti nyata (jadi bukan cuma

“pandangan saya”) adalah bahwa hampir seketika orang Barat lain

mulai mengikuti. Bukan satu dua, melainkan ratusan di dalam

dasawarsa 1970-an, dan diantaranya puluhan yang secara khusyuk

mengikuti latihan di Solo selama beberapa bulan atau malah

bertahun-tahun. Di dalam periode itu, hampir semuanya baru

mengenal Sumarah di kota Surakarta saja, walaupun mulai 1973

perkembangan itu mulai diketahui organisasi, sampai pada waktu

berangkat ke luar negeri yang telah agak lama di Surakarta diajak

mampir berkenalan dengan Arymurthy, demi persaksian51

sujud. Di

samping itu, pada awal tahun 1974, saya pernah mengantar satu

rombongan (sekitar 15 orang) untuk berkenalan dengan kalangan

Sumarah luas, ke Ponorogo). Selama tahun-tahun 1970-an hampir

semua mereka belum mampu berbahasa Indonesia. Setiap kali ada

latihan di Surakarta, yang paling banyak dilayani Pak Darno Ong

dan Pak Wondo, terpaksa ada penerjemah. Di waktu saya ada di

Surakarta (1971-1974) dan di dalam kunjungan singkat hampir

setiap tahun, dan untuk enam bulan tahun 1991, saya biasanya

50

Ibid., hlm. 260 51

Ibid., hlm. 268.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 40: BAB IV Dinamika Kehidupan Paguyuban Sumarah Di Surakarta

125

menjadi juru bahasa.52

Mereka tidak terikat organisasi, mereka

bukan warga Paguyuban Sumarah. Kepada mereka diberikan suatu

“certificate of acknowledgement” sebagai tanda bahwa mereka

pernah kontak dengan DPP. Paguyuban Sumarah yang

memberikan kesaksian atas dirinya dalam kondisi sujud dalam

tingkat awal mereka sebut “relaxed meditation”. Mereka dapat

berkorespondensi sekembalinya di negaranya sendiri bila dianggap

perlu dan secara bebas.53

Pak Wondo pengalamannya bisa dibawa ke luar negeri.

Pada awalnya banyak orang asing yang ke Kratonan, dari Australia

yang paling banyak. Pada suatu ketika orang Australia kesini

biasanya 8 orang atau 10 orang selama berapa minggu atau satu

minggu, lama-lama punya inisiatif daripada 8 kesini lebih baik 1

yang kesana. Pak Wondo meskipun begitu juga stress karena

pertama bahasa Inggrisnya kurang. Setelah itu makin banyak

orang-orang asing yang kesini (Paguyuban Sumarah Surakarta)

dari dari negara-negara Eropa lainnya seperti Italia, Australia, dan

Jerman54

52

Ibid., hlm. 269. 53

Tuntunan Sumarah selama 43 Tahun (8 September 1935/1978) dalam

Keputusan Kongres ke-VIII Paguyuban Sumarah tanggal 8-10 September 1978 di

Pendopo Agung Sumarah, Wirabrajan Ng. 7/158 Yogyakarta, hlm.8 54

Wawancara dengan Pak Saryanto tanggal 19 Desember 2015

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 41: BAB IV Dinamika Kehidupan Paguyuban Sumarah Di Surakarta

126

Gambar. 3

Bapak Suwondo dan Paul Stange (Peneliti dan Warga Nagara Asing pertama yang

ikut mendalami Sumarah)

Sumber: Koleksi Paguyuban Sumarah Surakarta

Dalam tahun-tahun 1990-an ada perkembangan dan

kemajuan praktik luar negeri melalui Laura Romano. Dia mulai

mengikuti latihan di Surakarta sekitar 1975 dan saat itu menetap di

Solo, mula-mula sebagai seniman dan merangkap sebagai ilmuwan

(tesisnya juga mengenai Sumarah untuk universitasnya di Itali).

Pada penghujung tahun 1980-an, dia mulai menonjol sebagai

penerjemah, khususnya di dalam pertemuan yang dipamongi

Suwondo Hardosaputro.55

Kemudian, dia mulai menyelenggarakan

workshop demi latihan Sumarah sekeliling Eropa. Jadi, tahun yang

lalu ada jaringan yang lebih mantap lewat para penghayat luar

negeri.

55

Paul Stange, op. cit., hlm. 266.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 42: BAB IV Dinamika Kehidupan Paguyuban Sumarah Di Surakarta

127

“Banyak Warga Negara Asing yang tertarik dengan

Sumarah khususnya pada tahun 70-80an. Tahun 80-90an lumayan

banyak tapi tidak terlalu banyak. Lalu mulai berkurang. Itu

mengenai orang asing yang disini. Kalau orang asing yang disana

itu banyak. Karena sejak 20 tahun sejak tahun 95, Laura,

katakanlah membawa ilmu Sumarah ini ke Eropa dengan

mengadakan workshop-workshop, website yang disana ada event

mengenai workshop-workshop yang ia adakan di Itali, di Jerman,

dimana-mana. Lalu ada orang Barat yang ketemu dengan ilmu

Sumarah mungkin cara yang Laura bawa mungkin sedikit berbeda,

karena disesuaikan dengan budaya disana. Nah itu berkembang di

Eropa mungkin ada kira-kira 500-an orang lah. Sementara di

Indonesia dulu tahun 75 itu Paguyuban Sumarah anggotanya

10.000, kalau sekarang mungkin tinggal 2.500. Karena anak-anak

muda, generasi muda tidak terlalu tertarik. Sehingga orang-orang

tua meninggal dan tidak ada penggantinya.56

Ketertarikan Laura Romano pada Sumarah pada waktu

tahun 1975 karena bertemu seseorang yang namanya Pak Suwondo.

Pada waktu itu beliau dengan rombongan teater, Laura dan teman-

temannya yang berkewarganegaraan asing melakukan latihan teater

dan koreografernya yang berasal dari Indonesia itu kemudian

memanggil Pak Suwondo untuk memberi semacam latihan

56

Wawancara dengan Laura Romano tanggal 20 Juni 2015

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 43: BAB IV Dinamika Kehidupan Paguyuban Sumarah Di Surakarta

128

relaksasi. Laura tertarik dengan sistem Pak Wondo ini dalam

menjalankan relaksasi sehingga pada akhirnya bertanya pada

koreografernya mengenai orang ini. Dia tidak pernah

membicarakan tentang meditasi, Pak Wondo berkata itu semacam

meditasi tradisi Jawa. Lalu hari rabu berikutnya Laura datang dan

terpesona dengan beliau, dengan cara dia menerangkannya, dengan

juga wataknya yang menyenangkan.”57

Gambar. 4

Foto Warga Negara Asing yang ikut pertemuan latihan sujud Sumarah berjamaah

di rumah Pak Suwondo di Kratonan Surakarta

Sumber: Koleksi Paguyuban Sumarah Surakarta

Dengan banyaknya minat dari orang Asing yang ingin

mendalami Sumarah, pada awalnya seringkali terjadi

ketidakcocokan atau kesalahpahaman yang diakibatkan oleh

57

Wawancara dengan Laura Romano tanggal 20 Juni 2015

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 44: BAB IV Dinamika Kehidupan Paguyuban Sumarah Di Surakarta

129

perbedaan budaya serta perbedaan martabat (tingkat spiritualitas)

dari para WNA dengan anggota yang sudah mengikuti laku

Sumarah. Dengan berjalannya waktu dan niat yang sungguh-

sungguh dalam mempelajari ilmu Sumarah, mereka dapat berbaur

bersama-sama dalam sujud dan memahami apa yang sebenarnya

tujuan dari praktik Sumarah itu sendiri bukan hanya sekedar rasio

namun juga penghayatan secara spiritual (batin).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 45: BAB IV Dinamika Kehidupan Paguyuban Sumarah Di Surakarta

86

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user