bab iii pembahasan a. kewenangan majelis...

40
38 BAB III PEMBAHASAN A. Kewenangan Majelis Permusyawaratan Rakyat dalam Struktur Ketatanegaraan Republik Indonesia Setelah Amandemen UUD 1945 ditinjau berdasarkan Teori Trias Politica 1. Trias Politica dalam struktur ketatanegaraan Indonesia Menurut Montesquieu dengan ajaran Trias Politica bahwa kekuasaan negara dipisahkan menjadi tiga yakni eksekutif, legislatif, dan yudikatif yang masing-masing kekuasaan itu dilaksanakan oleh suatu badan yang berdiri sendiri, maka hal ini akan menghilangkan kemungkinan timbulnya tindakan sewenang-wenang dari seorang penguasa atau penyalahgunaan kewenangan. Ketiga badan tersebut harus ada dalam suatu negara, dengan parlemen/legislatif sebagai perwakilan rakyat dan sebagai pelaksana kedaulatan rakyat, eksekutif sebagai pelaksana pemerintahan negara dan yudikatif sebagai pengawasan dari pelaksanaan pemerintahan dan aturan-aturan dalam negara. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebelum amandemen membagi kekuasaan-kekuasaan tersebut dalam isi dari masing-masing bab UUD 1945. Pengaturan mengenai lembaga negara di UUD 1945 tidak secara eksplisit mengatakan bahwa doktrin Trias Politica dianut, tetapi oleh karena Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyelami jiwa dari demokrasi konstitusionil, maka dapat disimpulkan bahwa Indonesia menganut Trias Politica dalam arti pembagian kekuasaan (distribution of

Upload: vuongcong

Post on 07-Apr-2019

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB III PEMBAHASAN A. Kewenangan Majelis …eprints.umm.ac.id/36876/4/jiptummpp-gdl-mohammadar-50354-4-babiii.pdfKetatanegaraan Republik Indonesia Setelah Amandemen UUD 1945 ditinjau

38

BAB III

PEMBAHASAN

A. Kewenangan Majelis Permusyawaratan Rakyat dalam Struktur

Ketatanegaraan Republik Indonesia Setelah Amandemen UUD 1945

ditinjau berdasarkan Teori Trias Politica

1. Trias Politica dalam struktur ketatanegaraan Indonesia

Menurut Montesquieu dengan ajaran Trias Politica bahwa kekuasaan

negara dipisahkan menjadi tiga yakni eksekutif, legislatif, dan yudikatif yang

masing-masing kekuasaan itu dilaksanakan oleh suatu badan yang berdiri

sendiri, maka hal ini akan menghilangkan kemungkinan timbulnya tindakan

sewenang-wenang dari seorang penguasa atau penyalahgunaan kewenangan.

Ketiga badan tersebut harus ada dalam suatu negara, dengan parlemen/legislatif

sebagai perwakilan rakyat dan sebagai pelaksana kedaulatan rakyat, eksekutif

sebagai pelaksana pemerintahan negara dan yudikatif sebagai pengawasan dari

pelaksanaan pemerintahan dan aturan-aturan dalam negara. Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebelum amandemen membagi

kekuasaan-kekuasaan tersebut dalam isi dari masing-masing bab UUD 1945.

Pengaturan mengenai lembaga negara di UUD 1945 tidak secara

eksplisit mengatakan bahwa doktrin Trias Politica dianut, tetapi oleh karena

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyelami

jiwa dari demokrasi konstitusionil, maka dapat disimpulkan bahwa Indonesia

menganut Trias Politica dalam arti pembagian kekuasaan (distribution of

Page 2: BAB III PEMBAHASAN A. Kewenangan Majelis …eprints.umm.ac.id/36876/4/jiptummpp-gdl-mohammadar-50354-4-babiii.pdfKetatanegaraan Republik Indonesia Setelah Amandemen UUD 1945 ditinjau

39

power). Hal ini jelas dari pembagian bab dalam Undang-Undang Dasar 1945.

Misalnya pada Bab II tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Bab III tentang

Kekuasaan Pemerintahan Negara, Bab VII tentang Dewan Perwakilan Rakyat

dan Bab IX tentang Kekuasaan Kehakiman.

Kekuasaan legislatif dijalankan oleh Presiden bersama-sama dengan

DPR. Kekuasaan eksekutif dijalankan oleh Presiden dibantu oleh menteri-

menteri, sedangkan kekuasaan yudikatif dijalankan oleh Mahkamah Agung dan

lain-lain badan kehakiman54. Oleh karena sistem pemerintahannya adalah

Presidensiil, maka kabinet tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan

Rakyat dan tidak dapat dijatuhkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat dalam masa

jabatannya. Sebaliknya Presiden juga tidak dapat membubarkan Dewan

Perwakilan Rakyat. Jadi, pada garis besarnya, ciri-ciri azas Trias Politica dalam

arti pembagian kekuasaan terlihat dalam sistem ketatanegaraan Indonesia55.

Zaman Orde Baru muncul Undang-Undang No 14. Tahun 1970 tentang

kekuasaan kehakiman yang artinya bahwa penyelenggaraan kekuasaan negara

telah dibagi kepada tugas dan fungsinya masing-masing. Hal ini sedikit

membenarkan adanya azas trias politica yang dianut Indonesia. Meskipun

dalam pelaksanaan azas trias politica tersebut masih tidak secara murni tetapi

ada sinyal positif dari penyelenggara negara untuk melaksanakan kehidupan

negara yang demokratis. Melihat dari isi Undang-Undang ini memang benar

istilah Trias Politica tidak disebut secara langsung, tetapi prinsip kebebasan

54 Miriam Budiardjo. 2008. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.

halaman. 156 55 Ibid, halaman. 157

Page 3: BAB III PEMBAHASAN A. Kewenangan Majelis …eprints.umm.ac.id/36876/4/jiptummpp-gdl-mohammadar-50354-4-babiii.pdfKetatanegaraan Republik Indonesia Setelah Amandemen UUD 1945 ditinjau

40

hakim telah dihidupkan kembali. Dari Undang-Undang tersebut dapat ditarik

kesimpulan pula bahwa Indonesia pada garis besarnya telah menganut azas

Trias Politica dalam pengertian sebagai pembagian kekuasaan56.

Menurut Jimly Assiddiqie menyatakan bahwa sebelum amandemen,

UUD 1945 menganut paham pembagian kekuasaan yang bersifat vertikal,

bukan pemisahan kekuasaan yang bersifat horizontal. Kedaulatan rakyat

dianggap terwujud penuh dalam wadah Majelis Permusyawaratan Rakyat

(MPR) yang dapat ditafsirkan sebagai lembaga tertinggi ataupun sebagai forum

tertinggi57. Dari sini, fungsi-fungsi tertentu dibagikan sebagai tugas dan

kewenangan lembaga-lembaga tinggi negara yang ada dibawahnya, seperti

Presiden, DPR, MA, dan seterusnya. Dalam perspektif pembagian kekuasaan

yang bersifat vertikal itu, prinsip kesederajatan dan perimbangan kekuasaan itu

tidaklah bersifat primer. Karena itu, dalam UUD 1945 yang asli (UUD 1945

sebelum amandemen) tidak diatur pemisahan yang tegas dari fungsi legislatif,

eksekutif, dan yudikatif.

Sistem yang lama, bisa diketahui bahwa fungsi utama DPR lebih

merupakan lembaga pengawas daripada lembaga legislatif dalam arti yang

sebenarnya58 Hal ini dapat dilihat dari ketentuan UUD 1945 sebelum

amandemen. Presiden disamping memegang kekuasaan pemerintahan (kepala

eksekutif, Pasal 4 ayat 1)59, juga memegang kekuasaan membentuk undang-

56 Ibid, halaman 159 57 Jimly asshidiqie, 2006, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca

Reformasi, Jakarta: Konstitusi Press. Halaman 187 58 Ibid, halaman 189 59 Pasal 4 ayat 1 UUD 1945 Sebelum Amandemen berbunyi “Presiden Republik Indonesia

memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar”.

Page 4: BAB III PEMBAHASAN A. Kewenangan Majelis …eprints.umm.ac.id/36876/4/jiptummpp-gdl-mohammadar-50354-4-babiii.pdfKetatanegaraan Republik Indonesia Setelah Amandemen UUD 1945 ditinjau

41

undang dan peraturan pemerintah (kekuasaan legislatif, Pasal 560), sementara

fungsi DPR dalam membentuk undang-undang bersifat pasif yaitu sebatas

memberikan persetujuan (Pasal 2061).

Pembentukan peraturan-peraturan negara selain terpusat dengan apa

yang dimiliki oleh presiden, ternyata disisi lain juga dimiliki oleh lembaga

negara lainnya. Seperti kewenangan yang dimiliki oleh Majelis

Permusyawaratan Rakyat (MPR), ini merupakan kewenangan sebagai lembaga

tertinggi negara yang kedudukannya berada langsung di bawah UUD 1945.

Kekuasaannya sangat besar dibandingkan dengan lembaga negara lainnya

karena MPR adalah penjelmaan langsung dari kedaulatan rakyat. Posisinya

dalam struktur ketatanegaraan Indonesia pada masa itu adalah sebagai lembaga

tertinggi yang membagikan beberapa kekuasaan dalam negara kepada lembaga

tinggi negara yang ada dibawahnya. Pertanggungjawaban lembaga negara

ditujukan kepada MPR, hal ini bisa dilihat dari perjalanan sejarah

ketatanegaraan Indonesia dimana presiden adalah sebagai mandataris MPR dan

pertanggungjawaban atas kinerjanya disampaikan kepada MPR.

2. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dalam Struktur

Ketatanegaraan Republik Indonesia

Keanggotaan MPR yang terdiri dari anggota DPR dan anggota DPD

sebagaimana yang tercantum dalam pasal 2 ayat (1) UUD 1945 Perubahan

60 Pasal 5 ayat (1) UUD 1945 (Sebelum Amandemen) berbunyi “Presiden memegang

kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat”. 61 Pasal 20 ayat (1) UUD 1945 (Sebelum Amandemen) berbunyi “Tiap-tiap undang-undang

menghendaki persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat”. Ayat (2) berbunyi “Jika sesuatu rancangan undang-undang tidak mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, maka rancangan tadi tidak boleh dimajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.

Page 5: BAB III PEMBAHASAN A. Kewenangan Majelis …eprints.umm.ac.id/36876/4/jiptummpp-gdl-mohammadar-50354-4-babiii.pdfKetatanegaraan Republik Indonesia Setelah Amandemen UUD 1945 ditinjau

42

Keempat62 membuktikan bahwa MPR merupakan sebuah lembaga yang berdiri

sendiri. Meskipun dalam struktur keanggotaannya terdiri dari kedua lembaga

tersebut. Menurut Bagir Manan susunan keanggotaan menurut Pasal 2 ayat (1)

UUD Negara RI Tahun 1945 (hasil perubahan) dimaksudkan sebagai jalan

untuk mewujudkan gagasan sistem perwakilan dua kamar (bicameral). MPR

menjadi wadah badan perwakilan yang terdiri atas DPR dan DPD. Tetapi dari

susunan yang menyebutkan terdiri dari anggota-anggota DPR dan DPD tidak

tergambar konsep dua kamar. Dalam susunan dua kamar, bukan anggota yang

menjadi unsur, tetapi badan yaitu DPR dan DPD63. Berbeda dengan yang ada

di negara Amerika Serikat yang menerapkan sistem bikameral dimana konsep

MPR sebagai sebuah joint session dari DPR dan DPD dengan nama yang

berbeda dan kewenangan yang berbeda. Dalam Konstitusi Amerika Serikat

disebutkan bahwa “All legislative power vested in Congress which consist of

the Senate and the House of Representatives”. Segala kekuasaan legislatif

berada di Kongres yang terdiri atas House of Representative dan Senat64.

Melihat prinsip ketatanegaraan yang ada di Indonesia menyatakan

bahwa MPR berbeda dengan kongres tersebut. Karena yang mempunyai

kewenangan legislatif adalah DPR dan presiden. DPD sebagai perwakilan

daerah tidak memiliki satupun single authority65. Sedangkan letak MPR sendiri

62 Pasal 2 ayat (1) UUD 1945 (setelah amandemen) berbunyi “Majelis Permusyawaratan

Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang

63 Bagir Manan, 2003. Teori dan Politik Hukum Konstitusi, FH UII Press, Yogyakarta, halaman 7

64 Jimly Asshiddiqie, Trikameralisme Dewan Perwakilan Daerah (DPD), diakses dari www.jimly.com pada 17 Mei 2017.

65 Romi librayanto, 2008, Trias Politica dalam Struktur Ketatanegaraan Indonesia, Makasar : PUKAP, Halaman 161

Page 6: BAB III PEMBAHASAN A. Kewenangan Majelis …eprints.umm.ac.id/36876/4/jiptummpp-gdl-mohammadar-50354-4-babiii.pdfKetatanegaraan Republik Indonesia Setelah Amandemen UUD 1945 ditinjau

43

yang keanggotaanya terdiri dari anggota legislatif masih diragukan sebagai

lembaga legislatif. Kewenangan MPR untuk ikut campur dalam proses legislasi

tidaklah ada. Seperti untuk menciptakan produk hukum yang berkaitan dengan

perkembangan kehidupan ketatanegaraan dan kesejahteraan negara.

MPR sebagai lembaga negara setelah perubahan Undang-Undang Dasar

telah di pandang sebagai sebuah lembaga tinggi negara yang tidak ideal lagi.

Karena kewenangan yang dimiliki sangat minim dibandingkan sebelum

perubahan UUD 1945 padahal sebenarnya cita-cita dalam amandemen UUD

adalah untuk :

1. Menyempurnakan aturan dasar mengenai tatanan negara dalam

mencapai tujuan nasional yang tertuang dalam pembukaan UUD

1945 dan memperkokoh NKRI yang berdasarkan Pancasila.

2. Menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan pelaksanaan

kedaulatan rakyat serta memperluas partisipasi rakyat agar sesuai

dengan perkembangan paham demokrasi.

3. Menyempurnakan aturan dasar penyelenggaraan negara secara

demokratis dan moderen, antara lain melalui pembagian kekuasaan

yang lebih tegas, saling mengawasi dan mengimbangi (check and

balances) yang lebih ketat dan transparan, dan pembentukan

lembaga-lembaga negara yang baru untuk mengakomodasi

perkembangan kebutuhan bangsa dan tantangan zaman66.

66 MPR RI, 2014, Panduan dalam Memasyarakatkan UUD Tahun 1945, Sekertariat Jendral

MPR RI: Jakarta, Halaman 13

Page 7: BAB III PEMBAHASAN A. Kewenangan Majelis …eprints.umm.ac.id/36876/4/jiptummpp-gdl-mohammadar-50354-4-babiii.pdfKetatanegaraan Republik Indonesia Setelah Amandemen UUD 1945 ditinjau

44

Tujuan perubahan tersebut diharapkan mampu menciptakan kehidupan

bernegara yang demokratis terutama dalam hal kinerja dari lembaga

permusyawaratan dan perwakilan. Lembaga negara dalam bentuk parlemen

yang ada di Indonesia dengan adanya perubahan UUD 1945 tersebut

menjadikan Indonesia tidak lagi menganut sistim satu kamar (unicameral) atau

dua kamar (bicameral) melainkan tiga kamar (trikameral)67. MPR yang berdiri

sendiri sebagai sebuah badan/lembaga bukan sebagai tempat berkumpul DPR

dan DPD. Gambaran mengenai MPR dalam struktur ketatanegaraan Republik

Indonesia sebelum amandemen UUD 1945 adalah sebagai berikut :

(Gambar 3: Bagan Struktur Ketatanegaraan Republik Indonesia Sebelum

Amandemen UUD 1945 )

MPR sebelum amandemen UUD 1945 adalah sebagai lembaga tertinggi

negara yang kedudukannya berada langsung dibawah UUD 1945. Refleksi dari

sebuah kedaulatan rakyat yang dipegang sepenuhnya oleh lembaga ini, karena

pada dasarnya MPR merupakan wujud dari kekuatan rakyat Indonesia. Terlepas

dari unsur politik yang ada di dalam lembaga sebenarnya tujuan MPR

67 Jimly Asshiddiqie, Trikameralisme Dewan Perwakilan Daerah (DPD), diakses dari

www.jimly.com pada 17 Mei 2017.

UUD 1945

MPR

PRESIDEN BPK DPA M A DPR

Page 8: BAB III PEMBAHASAN A. Kewenangan Majelis …eprints.umm.ac.id/36876/4/jiptummpp-gdl-mohammadar-50354-4-babiii.pdfKetatanegaraan Republik Indonesia Setelah Amandemen UUD 1945 ditinjau

45

diletakkan sebagai lembaga tertinggi tidaklah salah. Karena menurut penulis

sejarah MPR sebagai sebuah generasi moderen dari KNIP yang kewenangannya

sangat besar yaitu membuat sebuah konstitusi dasar atau UUD bagi negara

Indonesia. Selain itu menurut Maria Farida, semua lembaga negara yang

mengeluarkan produk peraturan perundang-undangan maka kedudukannya

lebih tinggi dari yang lain. Dan MPR merupakan lembaga negara yang

mengeluarkan peraturan yang lebih tinggi68.

Kedudukan sebagai lembaga tertinggi tersebut kemudian

mempengaruhi kewenangannya untuk membagikan kekuasaan-kekuasaan

negara sebagaimana yang ada di dalam UUD 1945 kepada lembaga-lembaga

negara yang lainnya. Inilah yang kemudian disebut sebagai trias politica

(pembagian kekuasaan). Karena kekuasaan negara yang ada di dalam UUD

1945 dibagikan secara vertikal kepada lembaga tinggi negara. Selain itu adanya

Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang dibuat oleh MPR sebagai arah dari

tujuan negara yang perlu dijalankan oleh segenap lembaga negara merupakan

bukti bahwa kuatnya keberadaan MPR sebagai pemegang kedaulatan rakyat.

Secara das sollen memang sangat ideal untuk bisa dilaksanakan di negara

Indonesia ini sebagai negara besar yang terdiri dari banyak gugusan pulau dan

keberagaman. Tetapi fakta dilapangan berbicara lain. Banyak terjadi praktek-

praktek penyimpangan yang ada di lingkungan pemerintahan. Negara yang

68 Maria farida indrati soeprapto, 1998, ilmu perundang-undangan: dasar-dasar dan

pembentukannya. Jakarta : Kanisius.

Page 9: BAB III PEMBAHASAN A. Kewenangan Majelis …eprints.umm.ac.id/36876/4/jiptummpp-gdl-mohammadar-50354-4-babiii.pdfKetatanegaraan Republik Indonesia Setelah Amandemen UUD 1945 ditinjau

46

hendak menciptakan suasana harmonis dan sejahterah justru menjadi negara

yang terkekang oleh sebuah rezim penguasa.

Tuntutan perubahan kearah yang lebih baik terus digalakkan oleh para

kaum akademisi yang ada di negeri ini. Banyak peristiwa-peristiwa bersejarah

tentang perjuangan untuk menciptakan sebuah pemerintahan yang ideal.

Sampai pada puncaknya adalah sebuah reformasi dengan tuntutan yang terkenal

adalah untuk meruntuhkan kekuasaan soeharto sebagai seorang presiden pada

masa itu. Kemudian pada tanggal 21 Mei 1998 secara resmi presiden soeharto

mundur sebagai Presiden Republik Indonesia. Agenda lain yang menjadi fokus

untuk sebuah pembaharuan dalam ketatanegaraan Indonesia adalah dengan

Amandemen UUD 1945.

MPR sebagai lembaga tertinggi negara pada masa itu mempunyai

kewenangan untuk melakukan tugas amandemen UUD Republik Indonesia

1945 dengan berlandaskan pasal 37 UUD 194569. Kemudian MPR melakukan

amandemen UUD sebanyak empat kali, pertama tanggal 19 Oktober 1999,

kedua tanggal 7-18 Agustus 2000, ketiga tanggal 9 November 2001, dan

keempat tanggal 1-11 Agustus 200270. Amandemen tersebut mengakibatkan

berubahnya sistem ketatanegaraan Indonesia secara mendasar. Salah satu

perubahan adalah pada lembaga negara. Lembaga tertinggi negara dalam hal ini

69 Pasal 37 UUD 1945 (sebelum amandemen)

Ayat (1) : Untuk mengubah Undang-Undang Dasar sekurang-kurangnya 2/3 daripada jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat harus hadir. Ayat (2) : Putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 daripada jumlah anggota yang hadir.

70 Jimly Asshiddiqie, 2007, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Pasca Reformasi, PT. Bhuana Ilmu Populer, Jakarta, halaman 111.

Page 10: BAB III PEMBAHASAN A. Kewenangan Majelis …eprints.umm.ac.id/36876/4/jiptummpp-gdl-mohammadar-50354-4-babiii.pdfKetatanegaraan Republik Indonesia Setelah Amandemen UUD 1945 ditinjau

47

adalah MPR berubah kedudukannya sebagai lembaga tinggi negara yang sejajar

dengan lembaga tinggi lainnya seperti ekskutif (Presiden), Legislatif (DPR dan

DPD), dan Yudikatif (MA, MK, dan KY). Kedudukan yang setara inilah

kemudian digambarkan kedalam sebuah bagan struktur ketatanegaraan setelah

amandemen UUD 1945 sebagai berikut :

LEGISLATIF EKSEKUTIF YUDIKATIF

(Gambar 4: Bagan Struktur Ketatanegaraan Republik Indonesia Setelah

Amandemen UUD 1945 )

Keterangan : MPR = Majelis Permusyawaratan Rakyat DPR = Dewan Perwakilan Rakyat MA = Mahkamah Agung UUD = Undang–Undang Dasar KY = Komisi Yudikatif MK = Mahkamah Konstitusi DPD = Dewan Perwakilan Daerah BPK = Badan Pemeriksa Keuangan

Bagan di atas menunjukkan beberapa perbedaan terutama terhadap

kedudukan MPR yang sebelumnya berdiri sendiri di bawah langsung dari UUD

1945, menjadi sejajar dengan lembaga negara lain dan terdiri atas anggota dari

lembaga perwakilan yaitu DPR dan DPD. MPR merupakan sebuah parlemen

yang kedudukannya setara dengan lembaga tinggi negara dalam kekuasaan

eksekutif dan yudikatif. Ini merupakan sebuah dampak langsung yang

UUD 1945

BPK PRESIDEN MPR KEKUASAAN KEHAKIMAN

WAPRES DPD DPR M K M A K Y

Page 11: BAB III PEMBAHASAN A. Kewenangan Majelis …eprints.umm.ac.id/36876/4/jiptummpp-gdl-mohammadar-50354-4-babiii.pdfKetatanegaraan Republik Indonesia Setelah Amandemen UUD 1945 ditinjau

48

dihasilkan dari amandemen UUD 1945 pada perubahan ketiga dan keempat.

Selain tujuan diatas terdapat tujuan lain salahsatunya adalah sebagai bentuk

penyederhanaan lembaga untuk mencegah kesewenang-wenangan dari

kekuasaan yang dimiliki dan agar mampu bertugas menghasilkan keputusan-

keputusan penting dalam urusan kenegaraan serta menciptakan kesejahteraan

yang bisa dirasakan oleh warganegara.

Sistem perwakilan dalam parlemen yang terkait dengan bagan tersebut

biasanya disebut sebagai parlemen satu kamar (unicameral parliament) dan

parlemen dua kamar (bicameral parliament)71. Sistem parlemen satu kamar

adalah sistem pemerintahan yang hanya memiliki satu kamar pada parlemen

atau lembaga legislatif. Negara yang menggunakan sistem ini biasanya adalah

negara kesatuan yang wilayahnya kecil dan masyarakatnya homogen jadi tidak

terlalu memikirkan perbedaan. Sedangkan di negara yang besar kemudian

muncul sistem perwakilan dua kamar (bicameral) adalah sebagai bentuk

representatif untuk mewadahi adanya demokrasi perwakilan bagi kepentingan-

kepentinngan yang heterogen.

Kedua sistem perwakilan tersebut memang memiliki kelebihan dan

kekurangannya masing-masing. Selain faktor masyarakat, kemudian apa yang

membuat sebuah negara memilih memakai salahsatu sistem?. Ada yang

berpendapat bahwa satu kamar mencerminkan mayoritas dari kehendak rakyat

karena dipilih langsung oleh rakyat. Proses mayoritas inilah yang kemudian

71 Mahfud MD, 2012. konstitusi dan hukum dalam kontroversi isu, jakarta: rajawali press.

Halaman 182

Page 12: BAB III PEMBAHASAN A. Kewenangan Majelis …eprints.umm.ac.id/36876/4/jiptummpp-gdl-mohammadar-50354-4-babiii.pdfKetatanegaraan Republik Indonesia Setelah Amandemen UUD 1945 ditinjau

49

dianggap sesuai dengan konsep demokrasi dan secara teori prosedur

pegambilan pendapat dan keputusan dapat berjalan dengan relatif cepat.

Sedangkan sistem dua kamar beranggapan bahwa sistem satu kamar lebih

mudah terjadi penyalahgunaan kekuasaan sebagaimana yang pernah terjadi di

Indonesia dengan MPR sebagai lembaga parlemen yang memiliki kewenangan

besar atau sebagai lembaga yang superbody72.

Terlepas dari perbedaan satu kamar dan dua kamar dalam parlemen ada

hal yang lebih menarik bahwa sebenarnya yang terjadi di Indonesia bukanlah

menganut keduanya, melainkan adalah tiga kamar (tricameral) yang terdiri dari

DPR, DPD, dan MPR. Karena menurut Goodnow maupun menurut

Montesquieu, yang dimaksud dengan fungsi legislatif atau legislature itu

berkaitan dengan semua kegiatan yang dengan mengatasnamakan atau

mewakili rakyat dalam membuat kebijakan-kebijakan negara. Inilah yang

disebut sebagai legislature atau fungsi legislatif. Pelembagaan fungsi legislature

itulah yang disebut parlemen73. Berkaitan dengan fungsinya maka di Indonesia

parlemen tidak hanya DPR dan DPD saja tetapi MPR juga sebagai lembaga

parlemen yang berdiri sendiri.

DPR merupakan lembaga perwakilan politik (political representation),

DPD merupakan perwakilan daerah (regional representation), sedangkan MPR

merupakan penjelmaan keseluruhan rakyat, baik dari segi politik maupun

72 Lembaga superbody maksudnya adalah lembaga tersebut mempunyai kekuatan yang kuat

di pemerintahan terkait dengan kuatnya kedudukan dan luasnya kewenangan yang miliki. 73 Jimly Asshiddiqie, Trikameralisme Dewan Perwakilan Daerah (DPD), diakses dari

www.jimly.com pada 1 Juni 2017.

Page 13: BAB III PEMBAHASAN A. Kewenangan Majelis …eprints.umm.ac.id/36876/4/jiptummpp-gdl-mohammadar-50354-4-babiii.pdfKetatanegaraan Republik Indonesia Setelah Amandemen UUD 1945 ditinjau

50

kedaerahan74. Hal ini sangat berbeda dengan apa yang dimaksud dengan sistem

dua kamar (bicameral). Seperti yang diungkapkan mengenai definisi

bikameralisme dan penerapannya di beberapa negara, adalah sebagai berikut :

a. Bicameral sistem: A legislature which has two chamber rather

then one (unicameral sistem), providing check and Balances and

lessening, the risk of aletive dictatorship, at the birth of the

united, Benjamin Franklin wrote that “a plural legislature is

nesesary to good government as a single executive”

Artinya: sistem bikameral adalah badan legislatif yang terdiri dari

dua kamar untuk melaksanakan mekanisme check and balences agar

terhindar dari resiko pemerintah yang diktator, Benjamin Franklin menulis

kemajemukan pembuat undang-undang adalah cara untuk menjadikan

pemerintah yang baik (good government) diatas eksekutif yang tunggal.

b. Bicameral: the division of legislative or judikal body into to

components or cembers. The US congress is a bicameral

legislature, sinse its dividedinto to houses, the senate and the

house of refresentative75.

Artinya: bikameral adalah devisi dalam badan legislatif yang terdiri

dari beberapa komponen atau kamar. Di Amerika kongres terdiri dari dua

kamar yaitu senate dan house of representative.

74 Ibid 75 Reni Dwi Purnomowati, 2005. Implementasi bicameral dalam parlemen di Indonesia,

Jakarta : Raja grafindo persada, halaman13

Page 14: BAB III PEMBAHASAN A. Kewenangan Majelis …eprints.umm.ac.id/36876/4/jiptummpp-gdl-mohammadar-50354-4-babiii.pdfKetatanegaraan Republik Indonesia Setelah Amandemen UUD 1945 ditinjau

51

c. Bicameral of legislature having two legislative House (usu. The

house of refresentatives, or the assembly, and the sanate). The

federal government and all states excep nabraska have

bicameral legislatures76.

Artinya: sistem bikameral dalam badan pembuat undang-undang

terdiri dari dua badan atau kamar (biasanya disebut house of refresentatives

dan senate), setiap pemerintahan yang menganut sistem federal mempunyai

dua badan pembuat undang-undang.

Penerapan sistem bikameral di negara Amerika memang banyak

menjadi kiblat bagi negara-negara lainnya karena dianggap sebagai sebuah

negara maju yang konsisten dalam penerapan sistem tersebut untuk

menciptakan proses check and balances dalam pemerintahan. Konsep

bikameral yang diterapkan oleh negara Amerika yang berkaitan dengan

kewenangannya sebagai lembaga legislatif berada langsung di tangan kongres.

Kongres ini sendiri merupakan bagian atau sebuah joint session dari senate dan

house of representative. Kewenangan yang dimiliki oleh kongres sendiri begitu

besar seperti dalam hal fungsi legislasi. Bisa dilihat bahwa fungsi legislasi yang

diterapkan oleh Amerika Serikat sangat tegas terkait pemisahan antara legislatif

dan eksekutif. Bahkan menurut I Gede Pasek Dianta tidak ada satu pasal pun

dalam konstitusi Amerika Serikat yang menetukan Presiden Amerika Serikat

berwenang untuk mengajukan suatu RUU77. Sangat berbeda jauh dengan

76 Ad.Bryian A. Garner, 2004. Black Law Dictionary, United States Of America: Eighth

edition. halaman 171 77 I Made Pasek Diantha, 1990. Tiga Tipe Pokok Sistem Pemerintahan dalam Demokrasi

Modern, Bandung: Abardin, halaman 37

Page 15: BAB III PEMBAHASAN A. Kewenangan Majelis …eprints.umm.ac.id/36876/4/jiptummpp-gdl-mohammadar-50354-4-babiii.pdfKetatanegaraan Republik Indonesia Setelah Amandemen UUD 1945 ditinjau

52

Indonesia yang mana fungsi legislasi tersebut masih menjadi campur tangan

dari lembaga eksekutif (Presiden). Tanggung jawab fungsi legislasi sepenuhnya

berada di kongres tersebut. Pihak eksekutif hanya bisa melakukan fungsinya

sebagai eksekutif atau menjalankan undang-undang yang telah dibuat oleh

kongres.

Menurut C.F. Strong bahwa satu-satunya hubungan antara eksekutif dan

legislatif dalam praktek sistem presidensil Amerika Serikat adalah melalui

laporan Presiden (Presidential Message) dan tak seorangpun pejabat kabinet

Presiden diizinkan turut serta dalam suatu majelis lembaga legislatif78. Karena

pada dasarnya fungsi legislasi sebagai negara bikameral di Amerika Serikat

hanya di miliki oleh dua kamar dalam kongres tersebut yaitu senate dan house

of representatives. Setiap undang-undang sebagai produk dari kongres harus

mendapatkan persetujuan dari kedua kamar tersebut, sehingga dalam hal ini dua

kamar dalam kongres mempunyai kekuatan yang sama, inilah yang kemudian

menjadi alasan untuk sistem parlemen amerika disebut sebagai strong

bicameral. Bisa dibuktikan langsung sebagaimana yang ada di dalam konstitusi

Amerika Serikat Article 1 section 7 angka 2 yang berbunyi :

Every bill which shall passed the House of Representatives and the Senate, before it become the law, be presented to the President of the United States; If he approve he shall sign it, but if not he shall return it, with his objection to the house in which it shall have originated, who shall enter the objection at large on their journal, and proceed to consider it. If after such consideration two third of that House shall agree to pass the bill, it sent together with the objection, to other house, by which it shall like wise be considered, and if

78 C.F. Strong, 1975. Modern Political Constitution;An Introduction to The Comparative

Study of Their History and Existing Form, London: Sidwick & Jackson Limited, halaman 238

Page 16: BAB III PEMBAHASAN A. Kewenangan Majelis …eprints.umm.ac.id/36876/4/jiptummpp-gdl-mohammadar-50354-4-babiii.pdfKetatanegaraan Republik Indonesia Setelah Amandemen UUD 1945 ditinjau

53

approved by two thirds of that House, it shall become a law. But in all such cases the votes of both Houses shal be determined by yeas and nays, and the name of the persons voting for and against the Bill shall be entered on the journal of each House respectively. If any Bill shall not be returned by the President within ten day (Sunday excepted) after it shall have been presented to him, the same shall be a law, in like manner as if he had signed it, unless the Congressby their adjournment prevent its return in which case it shall not be a law.79

Maksud dari article dalam konstitusi Amerika tersebut adalah setiap

undang-undang (Bill) harus mendapatkan persetujuan dalam kongres yaitu

senate dan house of refresentatives. Sebelum menjadi undang-undang harus

diajukan ke Presiden untuk mendapatkan pengesahan (Approving). Jika sepakat

maka undang-undang tersebut akan ditandatangani oleh presiden, dan bila tidak

maka akan dikembalikan kepada senate dan house of refresentatives dengan

memberikan alasan-alasan penolakan (objection). Penolakan Presiden terhadap

bill yang sudah disetujui oleh kedua kamar dalam kongres Amerika Serikat

biasa disebut dengan veto. Veto merupakan wewenang konstitusional yang

dimiliki oleh Presiden Amerika Serikat untuk mengesahkan suatu bill. Dalam

teori, praktek seperti ini disebut dengan “presidential veto”80. Tetapi,

disamping itu, hak veto yang dimiliki oleh Presiden Amerika Serikat tersebut

dapat dibatalkan oleh Senate dan DPR melalui paranata yang disebut dengan

“legislative veto”.

79 Sofyan hadi, Fungsi Legislasi dalam Sistem Pemerintahan Presidensil jurnal ilmu hukum

februari 2013, vol 9, no. 18, halaman 78 - 84 80 Saldi Isra, 2010. Pergeseran Fungsi Legislasi; Menguatnya Model Legislasi Parlementer

dalam Sistem Presidensial Indonesia. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada. halaman 88

Page 17: BAB III PEMBAHASAN A. Kewenangan Majelis …eprints.umm.ac.id/36876/4/jiptummpp-gdl-mohammadar-50354-4-babiii.pdfKetatanegaraan Republik Indonesia Setelah Amandemen UUD 1945 ditinjau

54

Konstitusi Amerika Serikat menjelaskan bahwa istilah penolakan ini

disebut dengan “override”. Override yang dilakukan oleh kedua kamar baik

Senate maupun DPR Amerika Serikat dengan syarat memenuhi 2/3 suara dari

masing-masing kamar. Apabila syarat 2/3 tersebut terpenuhi maka, bill tersebut

menjadi undang-undang (if approved by two third of that House, it shall become

a law)81. Melihat dari penerapan fungsi legislasi yang ada di Amerika tersebut

bahwa sangat jelas yang mempunyai kewenangan penuh hanyalah senate dan

house of refresentative. Sedangkan di Indonesia kewenangan yang demikian

masih ada campur tangan dari pihak eksekutif (presiden). Dan DPD sebagai

bagian dari lembaga legislatif bersama dengan MPR tidak mempunyai fungsi

kuat dalam hal legislasi. Fungsi legislasi yang ada di Indonesia bersifat joint

function karena yang mempunyai peranan dalam struktur ketatanegaraan adalah

DPR dan Presiden. MPR yang keanggotaanya adalah terdiri dari anggota DPR

dan DPD sebagaimana yang tercantum dalam pasal 2 ayat (1) UUD 194582

tidaklah memiliki kewenangan untuk membuat Undang-undang. Tapi

sebenarnya fungsi legislasi tersebut tetap dimiliki oleh lembaga ini.

Sistem parlemen yang di terapkan oleh Amerika Serikat dengan

Indonesia jelas berbeda. Bila diatas tersebut menjelaskan bahwa Amerika

serikat menggunakan sistem strong bicameral maka di Indonesia ada yang

menyebutnya sebagai sistem soft bicameral. Fakta yang terjadi dalam praktek

81 Sofyan hadi, Fungsi Legislasi dalam Sistem Pemerintahan Presidensil. jurnal ilmu hukum

februari 2013, vol 9, no. 18, halaman 82 82 Pasal 2 ayat (1) UUD 1945 berbunyi “Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota

Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang”.

Page 18: BAB III PEMBAHASAN A. Kewenangan Majelis …eprints.umm.ac.id/36876/4/jiptummpp-gdl-mohammadar-50354-4-babiii.pdfKetatanegaraan Republik Indonesia Setelah Amandemen UUD 1945 ditinjau

55

ketatanegaraan Indonesia menempatkan MPR sebagai sebuah lembaga yang

berdiri sendiri sehingga Indonesia mempunyai tiga parlemen aktif.

Mengacu pada pendapat Jimly Asshidiqie Indonesia mempunyai tiga

forum parlemen yang masing-masing memiliki fungsi legislasi dalam arti yang

luas. struktur parlemen Indonesia dewasa ini disebut dengan parlemen

trikameral. Karena Indonesia tidak menganut prinsip unikameralisme, bukan

pula bikameralisme, melainkan trikameralisme. Dengan demikian, adanya

MPR, DPR, dan DPD dalam sistem ketatanegaraan kita berdasarkan UUD 1945

dewasa ini merupakan satu kesatuan kelembagaan parlemen Indonesia yang

mempunyai tiga forum perwakilan dan permusyawaratan dalam rangka

pengambilan keputusan mengenai kebijakan negara berdasarkan UUD 194583.

Tabel perbandingan sistem parlemen dibeberapa negara akan

menjelaskan secara ringkas tentang perbedaan sistem yang dianut oleh negara

Indonesia. Bila diatas dengan sistem bikameral yang dibandingakan dengan

negara Amerika serikat maka tabel dibawah ini akan menjelaskan perbedaan

implementasi ketiga sistem parlemen negara yang dianut oleh beberapa negara.

83 Jimly Asshiddiqie, Trikameralisme Dewan Perwakilan Daerah (DPD), diakses dari

www.jimly.com pada 1 Juni 2017.

Page 19: BAB III PEMBAHASAN A. Kewenangan Majelis …eprints.umm.ac.id/36876/4/jiptummpp-gdl-mohammadar-50354-4-babiii.pdfKetatanegaraan Republik Indonesia Setelah Amandemen UUD 1945 ditinjau

56

Tabel perbandingan sistem parlemen di beberapa negara

No. Aspek Sistem unikameralisme Sistem bikameralisme Sistem trikameralisme

1. Ciri parlemen

Terdiri dari satu kamar parlemen

Terdiri dari dua kamar parlemen

Terdiri dari tiga kamar parlemen

2. Masyarakat di negara

Diterapkan di negara yang masyarakatnya homogen

Diterapkan di negara yang masyarakatnya heterogen

Diterapkan di negara dengan masyarakat yang majemuk

3. Keanggotaan Proses keanggotaan dipilih rakyat melalui pemilu

Keanggotaan berdasarkan pemilu atau dengan perwakilan seperti dari partai atau daerah

Keanggotaan diambil dari lembaga negara yang telah di pilih oleh rakyat sebagai perwakilannya.

4. Fungsi Mempunyai fungsi tunggal dan pokok sebagai legislatif

Fungsi antar kedua lembaga atau kamar yang seimbang

Fungsi yang berbeda-beda sesuai dengan masing-masing kamar yang ada

5. Penerapan Penerapan di Indonesia sebelum amandemen UUD terwujud oleh lembaga MPR sebagai lembaga tertinggi negara

Penerapan di Indonesia setelah amandem UUD terwujud oleh DPR dan DPD sebagai sebuah parlemen 2 kamar

Penerapan di Indonesia bila tidak mengesampingkan MPR sebagai sebuah kamar tersendiri dalam parlemen

6. Negara penganut

Vietnam, Singapura, Laos, Korea Selatan, Syiria, Kuwait, Dll

Amerika Serikat, Inggris, Indonesia, Australia, Jepang, Dll

Indonesia

Perbedaan masing-masing sistem tersebut tidaklah mutlak tetapi

tergantung dengan bagaimana negara tersebut menerapkannya. Pada dasarnya

setiap sistem yang dianut oleh masing-masing negara mempunyai nilai positif

dan negatifnya tersendiri. Hal ini dipengaruhi oleh karakteristik dari masing-

masing negara yang berbeda. Seperti Indonesia yang di perbandingkan dengan

Amerika jelas berbeda meskipun ada yang mengatakan sama-sama

menggunakan sistem bikameral, tapi implementasi di lapangan jelas ada titik

perbedaan yang menjadi karakter dari negara tersebut. Selain dari tabel diatas

alasan lain yang menguatkan tentang tricameralisme parliament adalah bisa

Page 20: BAB III PEMBAHASAN A. Kewenangan Majelis …eprints.umm.ac.id/36876/4/jiptummpp-gdl-mohammadar-50354-4-babiii.pdfKetatanegaraan Republik Indonesia Setelah Amandemen UUD 1945 ditinjau

57

dihayati dari norma tertinggi negara Indonesia yaitu Pancasila. Pada sila

keempat berbunyi “kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

permusyawaratan/perwakilan” nilai yang terkandung dalam sila tersebut telah

jelas bahwa didalam kerakyatan bangsa Indonesia terdapat permusyawaratan

dan perwakilan. Wujudnya adalah lembaga legislatif yang merupakan

representasi perwakilan rakyat. Dan roh dari permusyawaratan lembaga

perwakilan tersebut berada pada lembaga MPR. Sehingga MPR bukanlah

sebuah lembaga negara baru, melainkan lembaga negara yang telah lama

digagas dalam era perjuangan kemerdekaan Indonesia.

3. Fungsi Legislasi Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)

Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai lembaga tinggi negara

yang keanggotaannya terdiri dari lembaga legislatif merupakan sebuah

konsekuensi dari amandemen UUD 1945. Anggota dari MPR tersebut adalah

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang

merupakan lembaga perwakilan sebagai hasil dari pemilihan umum langsung

oleh rakyat. Perbedaan dari keduanya adalah DPR sebagai representasi politik

sedangkan DPD sebagai lembaga representasi daerah84.

Sistem ketatanegaraan Republik Indonesia setelah adanya amandemen

mengisyaratkan adanya pemisahan kekuasaan (separation of power)

sebagaimana yang disebut trias politica tapi dalam prakteknya tidak diterapkan

secara murni. Karena fakta yang terjadi sampai saat ini adalah lembaga legislatif

84 Sekretariat Jenderal DPR RI. 2011. Selayang pandang Mekanisme Kerja Dewan

Perwakilan Rakyat Indonesia. Jakarta. Biro Humas dan Pemberitaan. Hal 1

Page 21: BAB III PEMBAHASAN A. Kewenangan Majelis …eprints.umm.ac.id/36876/4/jiptummpp-gdl-mohammadar-50354-4-babiii.pdfKetatanegaraan Republik Indonesia Setelah Amandemen UUD 1945 ditinjau

58

yang terdiri dari DPR, DPD, dan MPR tidak sepenuhnya mempunyai fungsi

legislasi dan masih ada lembaga eksekutif yang mempunyai fungsi legislasi.

Lembaga eksekutif tersebut adalah presiden hal ini didasarkan pada pasal 5

UUD 194585. Pasal yang menjadi dasar oleh presiden untuk mempunyai andil

dalam pembuatan peraturan perundang-undangnya sebagai bentuk fungsi

legislasi oleh lembaga eksekutif. Kondisi seperti ini memang sudah terjadi sejak

perubahan Undang-Undang Dasar dan ada konsekuensi yang bisa menjadi

kendala dalam pelaksanaan fungsi legislasi oleh lembaga eksekutif ini, yaitu

bila pemerintah tidak mendapatkan dukungan mayoritas dari parlemen

(legislatif) maka akan terjadi kepincangan kebijakan. Seperti pada awal

kepemimpinan presiden Joko Widodo tahun 2014. Pemilihan umum saat itu

untuk parlemennya dimenangkan oleh partai oposisi dari partai yang

mengusung presiden terpilih. Oleh pengamat politik hal ini dianggap akan

mempengaruhi dari setiap kebijakan atau Undang-Undang yang akan di buat.

Problematika tersebutlah yang menjadikan sebuah regulasi atau aturan

yang merupakan hasil dari fungsi legislasi menjadi sarat akan unsur politik.

Sehingga baik itu kebijakan yang dibuat atau aturan yang mengikat banyak

mengandung unsur kepentingan didalamnya. Dapat ditarik garis besar bahwa

sebuah hukum dilahirkan dari proses politik antar golongan tersebut.

85 Pasal 5 ayat (1) UUD 1945 berbunyi : presiden berhak mengajukan rancangan Undang-

undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

Page 22: BAB III PEMBAHASAN A. Kewenangan Majelis …eprints.umm.ac.id/36876/4/jiptummpp-gdl-mohammadar-50354-4-babiii.pdfKetatanegaraan Republik Indonesia Setelah Amandemen UUD 1945 ditinjau

59

Dominannya unsur politik dalam pembentukan Undang-undang menyebabkan

kuatnya politik transaksional dalam praktek perundangan86.

Keadaan legislatif sekarang bila dibandingkan dengan sebelum adanya

perubahan UUD jelas jauh berbeda. Sekarang bila dilihat dalam struktur

ketatanegaraan, MPR ditempatkan sejajar sebagai sebuah parlemen/legislatif

tentu bakal mempunyai kewenangan atau fungsi-fungsi yang sejajar pula

dengan parlemen lainnya. Karena pada dasarnya fungsi parlemen di sebuah

negara meliputi fungsi legislasi atau fungsi pengaturan (regelende fungtie),

fungsi pengawasan (control fungtie), dan fungsi representasi (representation

fungtie). Fungsi pengaturan berkenaan dengan kewenangan untuk menentukan

peraturan perundang-undangan yang mengikat warga negara dengan norma

hukum yang mengikat dan membatasi. Selain itu, fungsi legislasi menyangkut

beberapa kegiatan sebagai berikut, yaitu :87

1. Prakarsa pembuatan undang-undang (legislative initiation)

2. Pembahasan rancangan undang-undang (law making process)

3. Persetujuan atas pengesahan rancangan undang-undang (law

enactment approval)

4. Pemberian persetujuan pengikatan atau ratifikasi atau perjanjian

atau persetujuan internasional dan dokumen hukum yang mengikat

lainnya. (Binding decision making on international agreement and

treaties or other legal binding documents).

86 Aldis Ruly Subardi, Iwan Rachmad Soetijono, Warah Atikah. Kewenangan Dewan

Perwakilan Daerah Dalam Proses Legislasi Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum, Universitas Jember (UNEJ)

87 Jimly Asshidiqie. 2006. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II. Jakarta. Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI. halaman 34

Page 23: BAB III PEMBAHASAN A. Kewenangan Majelis …eprints.umm.ac.id/36876/4/jiptummpp-gdl-mohammadar-50354-4-babiii.pdfKetatanegaraan Republik Indonesia Setelah Amandemen UUD 1945 ditinjau

60

Sementara itu fungsi pengawasan meliputi pengawasan pemerintahan

(control of executive), pengawasan pengeluaran (control of expenditure), dan

pengawasan pemungutan pajak (control of taxation). Fungsi-fungsi tersebut

dapat dirinci lagi meliputi :88

1. Pengawasan terhadap penentuan kebijakan (control of policy

making)

2. Pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan (control of policy

executing)

3. Pengawasan terhadap penganggaran dan belanja Negara (control of

budgeting)

4. Pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran dan belanja negara

(control of budget implementation)

5. Pengawasan terhadap kinerja pemerintahan (control of government

performances)

6. Pengawasan terhadap pengangkatan pejabat public (control of

political appointment of public officials)

Sedangkan fungsi representasi ada tiga, yaitu: Representasi politik

(political representation); Representasi teritorial (territorial representation)

dan Representasi fungsional (functional representation)89. Representasi politik

adalah perwakilan melalui partai politik. Dalam perkembangan pilar partai

politik ini dipandang tidak sempurna sehingga perlu dilengkapi dengan

perwakilan daerah (regional representation) atau perwakilan teritorial

(territorial representation).

88 Ibid, halaman 36 89 Ibid, halaman 154

Page 24: BAB III PEMBAHASAN A. Kewenangan Majelis …eprints.umm.ac.id/36876/4/jiptummpp-gdl-mohammadar-50354-4-babiii.pdfKetatanegaraan Republik Indonesia Setelah Amandemen UUD 1945 ditinjau

61

Negara Indonesia yang menerapkan sistem presidensil sebenarnya harus

melakukan pemisahan tegas terkait fungsi legislasi antara lembaga legislatif

dengan eksekutif. Karena secara umum fungsi legislasi mempunyai karakter

umum sebagai berikut :90

1. The legislature tends to have broad power to amend any legislation. Lack of sources, and other factor may act to blunt this power.

2. The potential for legislative assertiveness is greater in presidential sistem, but the actual realization (and staffing up for assertiveness) depends on the presence of other condition

3. Legislature in presidential system are more likely to have specialized and permanent standing committees and subcommittees with a number of professional staff to half draft, review and amend legislation.

4. Via the committee system, the legislature has exstensif power to call expert witnesses, members of cabinet, presidential advisors, etc. for public or private hearing before the legislature.

5. President can veto legislation, which can only be overridden by a 2/3 vote in the legislature.

Artinya bahwa kekuasaan legislatif memiliki peranan yang dominan

dalam menjalankan fungsi legislasi ketimbang eksekutif. Wewenang yang

dominan tersebut dimiliki mulai dari proses perencanaan sampai penetapan

suatu undang-undang. Kekuasaan legislatif dapat menentukan sendiri suatu

undang-undang yang akan mengikat rakyat. Namun dalam praktek, karakter

seperti itu, tidak mutlak dapat dijalankan sepenuhnya karena disebabkan oleh

beberapa faktor seperti kurangnya sumber daya, pengaruh sistem kepartaian dan

faktor-faktor lainnya. Sehingga sebagai karakter khas dalam sistem presidensil,

90 Anonim, Governing System and Executive-Legislative Relation; Presidential,

Parliamentary, and Hybrid System, dalam Saldi Isra, Pergeseran…Op. Cit. halaman 82-83

Page 25: BAB III PEMBAHASAN A. Kewenangan Majelis …eprints.umm.ac.id/36876/4/jiptummpp-gdl-mohammadar-50354-4-babiii.pdfKetatanegaraan Republik Indonesia Setelah Amandemen UUD 1945 ditinjau

62

Presiden memiliki hak veto yaitu berupa hak untuk menolak suatu undang-

undang yang telah ditetapkan oleh kekuasaan eksekutif.

Fungsi legislasi oleh lembaga legislatif dalam hal ini adalah MPR bisa

dirasakan secara langsung ketika sebelum adanya amandemen UUD 1945.

MPR sebagai lembaga tertinggi secara produktif mengeluarkan kebijakan-

kebijakan legislasi dalam bentuk ketetapan-ketetapan. Ketetapan MPR

mempunyai kekuatan hukum yang kuat karena menurut hierarki perundangan

berada langsung di bawah UUD 1945 sebagai hukum/konstitusi tertinggi negara

Indonesia. Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa perubahan

kewenangan, kedudukan, dan fungsi MPR sebagai akibat dari amandemen

UUD 1945 menjadi sebuah awal bagi redupnya produktifitas MPR sebagai

lembaga legislatif. Fungsi legislasi yang mampu memberikan kontribusi bagi

perkembangan hukum di Indonesia tidak lagi bisa maksimal. Padahal secara

keanggotaan telah jelas MPR sebagai sebuah lembaga legislatif/parlemen

dengan komposisi didalamnya adalah anggota DPR dan anggota DPD.

Produktifitas MPR dalam melakukan fungsi legislasi dengan membuat

ketetapan memang tidak secara menyeluruh dihapuskan. karena MPR masih

bisa untuk membuat ketetapan tapi terkhusus untuk beberapa hal saja.

Ketetapan yang bisa dibuat MPR hanya yang bersifat regelling dan mengikat

kedalam. Atas dasar konstitusional MPR masih dapat membuat ketetapan dalam

keadaan seperti berikut :

1. Menetapkan Wakil Presiden sebagai Presiden apabila Presiden

mangkat, berhenti, diberhentikan dari jabatannya;

Page 26: BAB III PEMBAHASAN A. Kewenangan Majelis …eprints.umm.ac.id/36876/4/jiptummpp-gdl-mohammadar-50354-4-babiii.pdfKetatanegaraan Republik Indonesia Setelah Amandemen UUD 1945 ditinjau

63

2. Memilih dan menetapkan Wakil Presiden apabila terjadi

kekosongan jabatan Wakil Presiden;

3. Memilih dan menetapkan Presiden dan Wakil Presiden apabila

Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan atau

tidak dapat lagi melakukan kewajibannya secara bersama-sama91.

MPR yang memiliki kewenangan kuat sebagai sebuah lembaga negara

dalam hal legislasi merupakan salahsatu bentuk dari sebuah pengakuan

keberadaan sebagai sebuah parlemen yang berdiri sendiri dan berbeda dengan

sebuah joint session seperti di Amerika serikat. Struktur ketatanegaraan

Indonesia menghendaki bahwa pemegang fungsi legislasi adalah Dewan

Perwakilan Rakyat yang dilakukan secara bersama-sama dengan Presiden untuk

mendapatkan persetujuan bersama. Apabila tidak mendapatkan persetujuan

bersama maka RUU tersebut tidak dapat menjadi undang-undang. Sehingga

fungsi legislasi di Indonesia bersifat Joint function92. Sedangkan DPD sebagai

kamar kedua, peranannya hanya bersifat supporting terhadap wewenang DPR

dan Presiden. Keberadaan MPR dalam hal ini masih tidak terlihat padahal MPR

sebenarnya mempunyai porsi dan seharusnya mempunyai kewenangan tersebut

karena bertindak sebagai lembaga legislatif.

91 Tim Kerja Sosialisasi MPR RI (b), 2011, Bahan Tayangan Materi Sosialisasi Putusan MPR

RI : Ketetapan MPR RI dan Keputusan MPR RI Sekertariat Jenderal MPR RI, Halaman 6. 92 Sofyan hadi, Fungsi Legislasi dalam Sistem Pemerintahan Presidensil. jurnal ilmu hukum

februari 2013, vol 9, no. 18, halaman 83

Page 27: BAB III PEMBAHASAN A. Kewenangan Majelis …eprints.umm.ac.id/36876/4/jiptummpp-gdl-mohammadar-50354-4-babiii.pdfKetatanegaraan Republik Indonesia Setelah Amandemen UUD 1945 ditinjau

64

B. Prospek Kewenangan MPR sebagai Lembaga Legislatif di Indonesia

1. Majelis Permusyawaratan Rakyat Repulik Indonesia (MPR RI) di era

Reformasi/Amandemen UUD 1945

Peristiwa bersejarah bangsa Indonesia yang merupakan awal balik dari

perjuangan untuk melakukan perubahan pada kehidupan bangsa Indonesia

terjadi pada rentan tahun 1998an dengan sebutan reformasi. Gejolak masa itu

dianggap mempunyai andil dalam pergolakan sistem ketatanegaraan yang ada.

Terutama tentang lembaga negara sebagai representasi kedaulatan rakyat atau

pada masanya disebut sebagai lembaga tertinggi negara yang mempunyai

kekuasaan dan kewenangan penuh di dalam kehidupan ketatanegaraan

Indonesia. Lembaga negara keberadaannya masih di pertahankan sampai saat

ini yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Majelis Permusyawaratan Rakyat atau disingkat MPR mempunyai

makna sebagai tempat rakyat Indonesia untuk berkumpul, bermusyawarah dan

bermufakat, sebagaimana hal ini cerminan dari sikap bangsa Indonesia dalam

mengaplikasikan sila keempat Pancasila. Lembaga MPR adalah wadah bagi

perwakilan rakyat untuk bermusyawarah dalam mengambil keputusan dan

kebijakan yang berkaitan dengan kepentingan bangsa dan negara. Alasan

sederhana mengapa lembaga ini harus ada adalah sebagai berikut :

Pertama, dari aspek wilayah, luasnya wilayah negara Indonesia yang

terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil sangat tidak memungkinkan

terjadinya intervensi langsung oleh rakyat dalam hal pelaksanaan pemerintahan

negara, sehingga diperlukan wakil-wakil yang merupakan bagian dari rakyat

Page 28: BAB III PEMBAHASAN A. Kewenangan Majelis …eprints.umm.ac.id/36876/4/jiptummpp-gdl-mohammadar-50354-4-babiii.pdfKetatanegaraan Republik Indonesia Setelah Amandemen UUD 1945 ditinjau

65

yang akan mewakili kepentingan rakyat tersebut dalam proses pengambilan

keputusan dan kebijakan dalam negara. Mekanisme atau proses penentuan

wakil-wakil atau pemimpin rakyat tersebut dilakukan melalui mekanisme

pemilihan umum. Kedua, Dari aspek jumlah penduduk, Indonesia yang

memiliki jumlah penduduk yang sangat banyak terdiri dari berjuta-juta jiwa

tidak mungkin untuk dikumpulkan disuatu waktu dan tempat tertentu untuk ikut

serta secara langsung menentukan kebijakan pemerintahan, sehingga

dibutuhkan orang-orang tertentu yang bisa mewakili kepentingan mereka dalam

proses tersebut93.

Zaman reformasi terdapat alasan untuk mengurangi kewenangan MPR

sebagai lembaga tertinggi negara dilatarbelakangi dari keberadaan MPR pada

masa orde baru yang sangat dominan. Kekuasaan tidak terbatas oleh MPR

disalahgunakan oleh sebuah rezim untuk melanggengkan suatu kekuasaan

pemerintahannya. Hal ini dipengaruhi oleh strategi politik penguasa yang

mampu mendominasi partai politik yang ada di lembaga MPR. Sehingga

menimbulkan banyak praktek pemerintahan yang tidak baik seperti Korupsi,

Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Dari kondisi yang demikianlah kemudian

muncul desakan untuk reformasi Indonesia.

Reformasi yang di gagas oleh kaum mahasiswa selain untuk

meruntuhkan rezim penguasa juga mengagendakan beberapa hal penting

terutama berkaitan dengan amandemen UUD Republik Indonesia 1945.

93 Siti hasanah, Penguatan Tradisi Musyawarah Mufakat dalam Sistem Kekuasaan Negara:

Studi Tentang Lembaga MPR di Masa Kini dan Akan Datang. Halaman 163

Page 29: BAB III PEMBAHASAN A. Kewenangan Majelis …eprints.umm.ac.id/36876/4/jiptummpp-gdl-mohammadar-50354-4-babiii.pdfKetatanegaraan Republik Indonesia Setelah Amandemen UUD 1945 ditinjau

66

Pembaharuan UUD 1945 diharapkan benar-benar menjadi The big law atau the

supreme law of the land dalam sistem hukum Indonesia. Faktor utama yang

menentukan pembaharuan UUD adalah keadaan masyarakat. Dorongan

demokrasi, pelaksanan Negara kesejahteraan (welfarestaat), perubahan pola

dan sistem ekonomi akibat industrialisasi, kemajuan ilmu dan teknologi dapat

menjadi kekuatan (forces) pendorong pembaharuan UUD94. Aktor

pemerintahan yang berperan langsung dalam amandemen UUD 1945 adalah

MPR sebagai sebuah lembaga legislatif yang mempunyai kewenangan langsung

terhadap UUD. Selain amandemen UUD 1945 adapun tuntutan lainnya adalah

sebagai berikut :

1. Penghapusan doktrin dwifungsi Angkatan Bersenjata Republik

Indonesia (ABRI)

2. Penegakan supremasi hukum, penghormatan hak asasi manusia

(HAM), serta pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN)

3. Desentralisasi dan hubungan yang adil antara pusat dan daerah

(otonomi daerah)

4. Mewujudkan kebebasan pers

5. Mewujudkan kehidupan demokrasi

Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 yang dilakukan oleh MPR, selain merupakan perwujudan tuntutan

reformasi, juga sejalan dengan pidato Ir. Soekarno, Ketua Panitia Penyusun

94 Bagir Manan, 2003. Teori dan Politik Hukum Konstitusi, FH UII Pres, Yogyakarta,

halaman 30.

Page 30: BAB III PEMBAHASAN A. Kewenangan Majelis …eprints.umm.ac.id/36876/4/jiptummpp-gdl-mohammadar-50354-4-babiii.pdfKetatanegaraan Republik Indonesia Setelah Amandemen UUD 1945 ditinjau

67

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam rapat

Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) tanggal 18 Agustus 1945.

Pada kesempatan itu ia menyatakan antara lain, “bahwa ini adalah sekedar

Undang-Undang Dasar Sementara, Undang-Undang Dasar kilat, bahwa

barangkali boleh dikatakan pula, inilah revolutiegrondwet. Nanti kita membuat

Undang-Undang Dasar yang lebih sempurna dan lengkap”95.

Perubahan UUD tersebut dilakukan sebanyak 4 kali. Pada amandemen

ketiga dan empat perubahan mendasar terjadi pada kedudukan dan wewenang

MPR. Semenjak dirubahnya Pasal 1 ayat (2) dan tidak dimasukkan lagi

penjelasan UUD 1945 sebagai bagian dari UUD 1945, maka sejak saat itu

kedudukan MPR tidak lagi disebut lembaga tertinggi negara dan hanya disebut

sebagai lembaga tinggi negara yang mempunyai kedudukan sejajar dengan

lembaga tinggi negara yang lain. MPR hanya sebagai nama genus lembaga

legislatif atau rumah legislatif yang terdiri dari dua kamar (bicameral) yang

ditempati oleh DPD dan DPR.

MPR setelah perubahan tersebut menjadi sebuah lembaga negara yang

tugas dan wewenangnya hanya bersifat kasuistis dan seremonial, sehingga

keberadaannya sangat kontroversial. Selain kewenangan yang terbatas tersebut

mengenai kedudukannya juga tidak jelas dalam struktur ketatanegaraannya.

Bila mengacu kepada sistem ketatanegaraan Amerika maka seharusnya MPR

adalah lembaga negara yang bersifat sementara atau ad hoc seperti kongres

95 Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, 2014, Panduan dalam

Memasyarakatkan UUD Tahun 1945, Sekertariat Jendral MPR RI: Jakarta, Halaman 8

Page 31: BAB III PEMBAHASAN A. Kewenangan Majelis …eprints.umm.ac.id/36876/4/jiptummpp-gdl-mohammadar-50354-4-babiii.pdfKetatanegaraan Republik Indonesia Setelah Amandemen UUD 1945 ditinjau

68

yang merupakan joint session dari senate dan house of refresentative. Tetapi

Indonesia bukanlah negara bagian dari Amerika yang semuanya harus

mengikuti negara tersebut. Letak MPR sebagai sebuah lembaga negara yang

tetap dipertahankan keadaanya merupakan sebuah keunikan dan kekhasan yang

dimiliki oleh Indonesia.

Harapan dengan tetap mempertahankan MPR adalah karena lembaga ini

merupakan sebuah perwujudan dari roh negara yang menganut demokrasi

pancasila. Mengedepankan musyawarah mufakat sebagai sebuah tradisi yang

sudah berkembang sejak lama di Indonesia. Tapi dewasa ini semangat untuk

musyawarah mufakat tersebut nampaknya sulit untuk ditemui dalam praktek

bernegara yang dilakukan oleh lembaga legislatif. Kebanyakan sekarang adalah

dengan mekanisme voting sebagai sebuah cara untuk menentukan pilihan

bersama. Begitupun yang terjadi dengan MPR yang sangat disayangkan adalah

kewenangannya tak lagi sama seperti dulu.

MPR setelah reformasi hanya menjadi sebatas simbol negara yang

tugasnya hanya bersifat kasuistis. Inilah yang kemudian sedikit demi sedikit

akan melunturkan makna demokrasi yang ada di Indonesia. Karena jiwa

musyawarah dan mufakat yang menjadi ikon demokrasi ala Indonesia yang

terwakili dalam mekanisme pengambilan keputusan kebijakan di Lembaga

MPR menjadi hilang. Kondisi ini memperburuk kondisi politik Indonesia yang

disebabkan karena hilangnya esensi dasar musyawarah dan mufakat tergantikan

oleh prinsip-prinsip demokrasi liberal yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip

demokrasi Indonesia yang tercermin dalam idiologi Pancasila. Kondisi ini harus

Page 32: BAB III PEMBAHASAN A. Kewenangan Majelis …eprints.umm.ac.id/36876/4/jiptummpp-gdl-mohammadar-50354-4-babiii.pdfKetatanegaraan Republik Indonesia Setelah Amandemen UUD 1945 ditinjau

69

dipulihkan kembali dengan cara menguatkan kembali esensi demokrasi

Indonsia dan diterapkan secara menyeluruh dalam struktur pemerintahan negara

dari tingkat pusat sampai ketingkat terendah yaitu pemerintahan desa.

Menumbuhkan kembali peran MPR sebagai lembaga negara adalah hal yang

penting agar nantinya lembaga ini mempunyai peran yang aktif bagi perjalanan

sistem ketatanegaraan Republik Indonesia.

MPR yang mempunyai kedudukan kuat sebagai sebuah lembaga negara

atau badan resmi sebagaimana bila mengacu pada teori trias politica berada

pada kekuasaan legislatif haruslah mempunyai kewenangan yang sama dengan

lembaga legislatif lainnya termasuk DPD juga harus mempunyai porsi

kewenangan yang tepat. Dalam ketatanegaraan Amerika kekuasaan legislatif

secara penuh hanya dimiliki oleh senate dan house of refresentatives tanpa ada

campur tangan dari pihak presiden sebagai kekuasaan eksekutif. Nampaknya

bila negara Indonesia konsisten dalam ketatanegaraan sesuai dengan kajian teori

yang ada harusnya lembaga legislatif mempunyai kekuasaan penuh terhadap

pembuatan Undang-Undang. Lembaga legislatif Indonesia yang terdiri dari

DPR, DPD, dan MPR layak untuk mempunyai porsi yang sama terkait dengan

implementasi dari kekuasaan legislatif sebagaimana trias politica Indonesia

yang menghendaki separation of power (pemisahan kekuasaan).

Kekuasaan legislatif sepenuhnya harus diadakan sesuai dengan hakikat

dari kekuasaan tersebut dan tidak menghilangkan fungsinya sebagai sebuah

lembaga pembuat peraturan perundang-undangan. Sehingga nantinya akan

nampak jelas bahwa lembaga legislatif yang ada memang kekuasaannya

Page 33: BAB III PEMBAHASAN A. Kewenangan Majelis …eprints.umm.ac.id/36876/4/jiptummpp-gdl-mohammadar-50354-4-babiii.pdfKetatanegaraan Republik Indonesia Setelah Amandemen UUD 1945 ditinjau

70

berkaitan dengan pembuatan Undang-Undang (rule making of law) bukan

sebagai lembaga kosong yang tugas dan fungsinya tidak produktif untuk

kemajuan ketatanegaraan bangsa dan negara.

2. Revitalisasi Kewenangan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik

Indonesia (MPR RI)

Kewenangan MPR RI setelah terjadinya peristiwa reformasi pada tahun

1998 memang dirasakan mengalami penurunan dari sebelumnya. Sebelumnya

kewenangan MPR sangatlah aktif dan produktif dalam ketatanegaraan seperti

di ketahui bahwa kewenangan MPR sebelum amandemen UUD 1945 adalah

sebagai berikut :

1. Menetapkan Undang-Undang Dasar

2. Menetapkan GBHN

3. Memilih Presiden dan Wakil Presiden

4. Mengambil sumpah/janji Presiden dan Wakil Presiden

5. Mengubah Undang-Undang Dasar

Kemudian diperjelas dalam TAP MPR Nomor 1 Tahun 1978 tentang

Peraturan Tata Tertib MPR disebutkan lebih luas tugas dan wewenang Majelis,

antara lain :

a. Membuat peraturan-peraturan yang tidak dapat dibatalkan oleh

lembaga negara yang lain, termasuk menetapkan GBHN yang

pelaksanaannya ditugaskan kepada Presiden/Mandataris.

b. Memberikan penjelasan yang bersifat penafsiran terhadap putusan-

putusan Majelis.

c. Meminta pertanggungjawaban dari Presiden/ Mandataris mengenai

pelaksanaan GBHN dan menilai pertanggung- jawaban tersebut.

Page 34: BAB III PEMBAHASAN A. Kewenangan Majelis …eprints.umm.ac.id/36876/4/jiptummpp-gdl-mohammadar-50354-4-babiii.pdfKetatanegaraan Republik Indonesia Setelah Amandemen UUD 1945 ditinjau

71

d. Mencabut mandat dan memberhentikan Presiden dalam masa

jabatannya apabila Presiden/Mandataris sungguh-sungguh

melanggar haluan negara dan/atau Undang-Undang Dasar.

e. Menetapkan Peraturan Tata Tertib Majelis.

f. Menetapkan Pimpinan Majelis yang dipilih dari dan oleh anggota

Majelis.

g. Memberikan keputusan terhadap anggota yang melanggar sumpah

janji angota96.

Keaktifan MPR tersebut sebagai lembaga tinggi negara yang kemudian

membawa kepada penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan oleh MPR.

Pada masa tersebut MPR sangatlah berjaya dengan menguasai UUD dan

seluruh lembaga negara yang ada dibawahnya. Kemudian terjadilah peristiwa

reformasi dengan agenda Amandemen UUD 1945 yang salahsatu dampaknya

adalah terkikisnya kewenangan MPR dan juga turunnya kedudukan MPR dari

lembaga tertinggi negara menjadi lembaga tinggi negara yang sederajat dengan

lembaga tinggi negara lainnya.

Amandemen UUD Republik Indonesia 1945 berdampak besar pada

sistem ketatanegaraan Indonesia, terutama pada kewenangan lembaga MPR.

Kewenangan MPR tidak lagi sama seperti sebelum amandemen. Kewenangan

yang ada hanya sebagai berikut :

96 Moh. Mahfud MD, 2001, Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia, Jakarta: PT Asdi

Mahastya, halaman 107

Page 35: BAB III PEMBAHASAN A. Kewenangan Majelis …eprints.umm.ac.id/36876/4/jiptummpp-gdl-mohammadar-50354-4-babiii.pdfKetatanegaraan Republik Indonesia Setelah Amandemen UUD 1945 ditinjau

72

a. Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik Presiden dan/atau Wakil

Presiden (pasal 3 ayat 2 Perubahan ke 3 UUD1945), adalah tugas

formal MPR dengan sebuah upacara untuk melantik Presiden dan

Wakil Presiden yang menang dalam proses pemilihan umum. Ini

merupakan sebuah konsekuensi dari adanya perubahan ketiga UUD

1945 yang mewajibkan melakukan pemilihan umum untuk memilih

Presiden dan Wakil Presiden secara langsung oleh rakyat. Melantik

dalam hal ini bukanlah sebuah wewenang tapi merupakan kewajiban

yang harus dilakukan bila presiden dan wakil presiden telah terpilih.

b. Melakukan peninjauan terhadap materi dan status hukum Ketetapan

Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis

Permusyawaratan Rakyat tahun 2003 (pasal 1 aturan tambahan

perubahan keempat UUD 1945), yakni tugas MPR melakukan

peninjauan materi dan status hukum TAP MPRS dan MPR

merupakan tugas yang sifatnya sementara. Pasal 1 aturan tambahan

menyatakan bahwa MPR harus “melakukan peninjauan terhadap

materi dan status hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan

Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat

untuk diambil putusan pada sidang Majelis Permusyawaratan

Rakyat tahun 2003”97. Dalam aturan ini jelas bahwa setelah putusan

pada sidang MPR tahun 2003 telah diambil maka tugas ini akan

berakhir dengan sendirinya.

97 Undang-Undang Dasar 1945 amandemen keempat pada aturan tambahan

Page 36: BAB III PEMBAHASAN A. Kewenangan Majelis …eprints.umm.ac.id/36876/4/jiptummpp-gdl-mohammadar-50354-4-babiii.pdfKetatanegaraan Republik Indonesia Setelah Amandemen UUD 1945 ditinjau

73

Menjadi sebuah dilema ketika tugas dan wewenang MPR selaku

lembaga tinggi negara justru malah tidak dijelaskan secara jelas. Sedangkan

yang bisa ditemui mengenai wewenang MPR RI dalam UUD 1945 adalah

sebagai berikut :

1. Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan

menetapkan Undang-Undang Dasar 1945. (Pasal 3 ayat 1 perubahan

ketiga UUD RI 1945).

2. Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dapat memberhentikan

Presiden dan atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut

Undang-Undang Dasar 1945. (Pasal 3 ayat 3 perubahan ketiga UUD

RI 1945).

3. Memilih Presiden atau Wakil Presiden pengganti sampai terpilihnya

Presiden dan atau Wakil Presiden sebagaimana mestinya. (Pasal 8

ayat 3 perubahan keempat UUD RI 1945)98.

Perubahan kewenangan MPR tersebut sebenarnya memang sudah bagus

pada masanya karena bertujuan untuk mengurangi kekuasaan penuh atas suatu

negara oleh sebuah badan/lembaga. Dan dilakukannya amandemen UUD

adalah sebagai bentuk pemisahan kekuasaan antar lembaga negara yang

mempunyai kekuasaan (separation of power). Tapi pemisahan tersebut

harusnya diatur lebih jelas lagi, selain dalam hal kewenangan MPR yang

dipermasalahkan. Sebenarnya hadirnya DPD sebagai kamar baru di parlemen

98 Jimly Asshiddiqie, Struktur Ketatanegaraan Indonesia Setelah Perubahan Keempat

UUD Tahun 1945,

Page 37: BAB III PEMBAHASAN A. Kewenangan Majelis …eprints.umm.ac.id/36876/4/jiptummpp-gdl-mohammadar-50354-4-babiii.pdfKetatanegaraan Republik Indonesia Setelah Amandemen UUD 1945 ditinjau

74

yang merupakan bentuk representasi dari daerah juga perlu dipertimbangkan

kedudukan dan kewenangannya pula. Bila dianalisa secara kasat mata dengan

fakta yang terjadi di lapangan adalah kekuatan penuh dimiliki oleh DPR sebagai

lembaga legislatif sedangkan untuk DPD dan MPR hanya bersifat suporting

saja.

MPR setelah perubahan secara keanggotaan sudah ideal karena terdiri

dari anggota DPR dan DPD yang dipilih langsung oleh rakyat. Tapi secara

fungsinya harus ditingkatkan kembali. Karena MPR bukanlah sebuah joint

session seperti yang ada di Amerika. MPR adalah bagian dari lembaga legislatif

negara Indonesia yang kedudukannya sama atau setara dengan lembaga

legislatif lainnya. Maka dari itu perlu untuk melakukan revitalisasi atau

pemugaran kembali kewenangan MPR sebagai sebuah lembaga legislatif. Hal

ini bertujuan agar MPR secara jelas mampu melaksanakan fungsinya sesuai

dengan hakikat dari lembaga permusyawaratan.

Kewenangan MPR terkait fungsi legislasi yang perlu ditekankan adalah

dalam hal perumusan atau perubahan UUD 1945, MPR mempunyai inisiatif

aktif dalam mengambil tindakan berkaitan dengan itu semua. Selain itu dalam

fungsi legislasi yang lainnya MPR haruslah terlibat langsung dalam penyusunan

RPJPN (Rancangan Pembangunan Jangka Panjang Nasional) sebagai bentuk

tugas pengganti dari kewenangan untuk menyusun GBHN (Garis Besar Haluan

Negara) pada masa sebelum UUD 1945. Selain itu keterlibatan MPR dalam

penyusunan RPJPN tersebut juga sebagai kontrol dari lembaga perwakilan

rakyat. Dalam pelaksanaannya MPR juga bisa mengkritisi dari pelaksanaan

Page 38: BAB III PEMBAHASAN A. Kewenangan Majelis …eprints.umm.ac.id/36876/4/jiptummpp-gdl-mohammadar-50354-4-babiii.pdfKetatanegaraan Republik Indonesia Setelah Amandemen UUD 1945 ditinjau

75

RPJPN tersebut melalui sidang umum yang dilaksanakan bersama lembaga

negara lainnya. Sikap saling mengawasi antar lembaga legislatif dengan

eksekutif inilah yang kemudian mencerminkan implementasi dari check and

balances.

Apabila kewenangan-kewenangan tersebut diberikan kepada MPR

maka tidak mungkin lagi MPR menjadi sebuah lembaga yang tugas dan

fungsinya hanya sebagai lembaga ceremonial saja. Produktifitas dan kontribusi

MPR sebagai lembaga tinggi negara akan bisa terlihat secara aktif. Karena pada

dasarnya MPR adalah lembaga legislatif yang sah menurut UUD 1945 dan

secara tugas, fungsi maupun kewenangannya juga tidak terlepas dari fungsi

legislasi. Selain itu MPR yang mempunyai kewenangan aktif ini akan

mempengaruhi pula bagi kinerja anggota DPR dan DPD. Untuk bisa bersinergi

dalam membangun kesejahteraan rakyat melalui sebuah peraturan perundang-

undangan. Menghadirkan MPR untuk sebuah kewenangan dalam penyusunan

RPJPN merupakan sebuah solusi tepat bagi keberlangsungan sistem check and

balances antar lembaga negara. Dalam teori trias politica keberadaan MPR

sebagai sebuah kekuasaan legislatif adalah mutlak untuk berkontribusi bagi

negara dan bekerjasama dengan kekuasaan negara lainnya seperti eksekutif

maupun yudikatif.

Trias politica yang menghendaki dalam sebuah negara terdapat tiga

kekuasaan yang saling bersinergi yaitu kekuasaan legislatif, eksekutif, dan

yudikatif merupakan tujuan ideal bagi negara agar tidak menjadikan kekuasaan

tersebut hanya terpusat pada satu lembaga saja. Dan disini MPR sebagai bagian

Page 39: BAB III PEMBAHASAN A. Kewenangan Majelis …eprints.umm.ac.id/36876/4/jiptummpp-gdl-mohammadar-50354-4-babiii.pdfKetatanegaraan Republik Indonesia Setelah Amandemen UUD 1945 ditinjau

76

dari kekuasaan legislatif dengan bersama DPR dan DPD haruslah tidak

dihilangkan kekuasaannya. Penguatan MPR dengan merevitalisasi

kewenangannya lantas tidak membuat MPR kembali seperti sebelum

amandemen UUD 1945 tetapi hanya menguatkan kembali kewenangan-

kewenangan potensial MPR sebagai lembaga tinggi negara yang kedudukannya

sama dengan DPR dan DPD. Sehingga anggapan di lapangan yang menyatakan

bahwa MPR ibarat macan ompong yang tidak punya taring kembali menjadi

kuat dengan merevitalisasi kewenangan-kewenangan potensialnya.

Kewenangan potensial MPR dalam ketatanegaraan Indonesia sebagai

bentuk bagian dari fungsi legislasi adalah ikut terlibatnya MPR dalam

perumusan peraturan perundang-undangan. Undang-undang yang sebelumnya

merupakan produk dari DPR dan Presiden dikembalikan kepada lembaga

negara yang berhak untuk membuatnya yaitu lembaga negara yang berada pada

kekuasaan legislatif. Undang-undang yang dibuat langsung oleh lembaga

legislatif DPR, DPD, dan MPR merupakan produk langsung dari keinginan

rakyat. Seperti halnya yang ada di Amerika segala bentuk peraturan perundang-

undangan merupakan hasil dari senate dan house of refresentatives tanpa ada

campur tangan dari presiden. MPR adalah lembaga ideal yang pantas untuk ikut

terlibat dalam kewenangan pembuatan peraturan perundang-undangan. Hal ini

karena MPR sebagai bagian dari lembaga legislatif bersama dengan DPR dan

DPD harus mempunyai porsi kekuatan yang sama. MPR sebagai sebuah

lembaga tinggi negara yang berdiri sebagai kamar sendiri harus diperkokoh

dengan kewenangan-kewenangan yang strategis selain perumusan dan

Page 40: BAB III PEMBAHASAN A. Kewenangan Majelis …eprints.umm.ac.id/36876/4/jiptummpp-gdl-mohammadar-50354-4-babiii.pdfKetatanegaraan Republik Indonesia Setelah Amandemen UUD 1945 ditinjau

77

perubahan UUD 1945, tetapi juga terlibat langsung dalam upaya-upaya

menangapi persoalan kenegaraan yang ada melalui peraturan perundang-

undangan. Dengan direvitalisasikannya kewenangan MPR sebagai lembaga

tinggi negara maka akan mengakibatkan beberapa konsekuensi bagi

berjalannya sistem ketatanegaraan yang ada. Termasuk juga dampak terhadap

saling bersinggungannya antar lembaga yang mempunyai kekuasaan legislatif.

Gejolak akan terjadi diantara kekuasaan legislatif yang ada seperti pada awal

reformasi. Tetapi gejolak dalam sebuah pemerintahan adalah hal yang wajar

untuk mencapai tujuan dan cita-cita bersama sebuah negara. Perjalanan sistem

ketatanegaraan Indonesia akan bisa secara jelas seperti doktrin trias politica

sebagai bentuk pemisahan kekuasaan (separation of power). Kekuasaan

eksekutif tidak akan ikut mencampuri dari tugas yang dimiliki oleh kekuasaan

legislatif begitupun sebaliknya tetapi ketiga kekuasaan ini akan terus bersinergi

untuk bekerja sama dan saling berhubungan sebagai sebuah badan atau lembaga

negara yang kedudukannya sejajar.