bab iii mengumpul potongan cerita simbolik di negeri...

23
87 BAB III MENGUMPUL POTONGAN CERITA SIMBOLIK DI NEGERI 1001 SENJA 1 PENGGUNAAN METODE PENELITIAN Uraian Bab tiga ini hendak menerangkan bagaimana penulis berada di lokasi penelitian, beraktifitas sebagai peneliti dan menggunakan metode penelitian sebagai alat ukur dalam menghimpun potongan-potongan cerita simbol yang tersimpan dalam konsep memori masyarakat adatis delapan suku di “Negeri 1001 Senja”. Yang melatar belakangi penulis untuk melakukan penelitian pada wilayah yang dijuluki “Negeri 1001 Senja”, bukan pada keindahan senja yang telah mendunia, disaat mentari hendak merebah membungkuk memantul sinar keemasan memecah membungkus hijaunya puncak gunung Kumawa, Fudi dan Genova, di dalam keindahan keemasan sinar senja tersebut, terbungkus rapih sesuatu yang nir-logis, karya ilahi yang tidak pernah hilang ditelan masa. Menjadi menarik untuk diteliti adalah ketika yang nir-logis tidak diakui dalam konsep pembangunan modern, namun mereka tetap eksis menijadi simbol yang hidup di atas tanah: Mairasi, Kuri, Irarutu, Koiwae, Madewana, Oburauw, Napiti dan Miere. Mungkin dalam kehidupan modern mereka sebut nir-logis, akan tetapi yang nir-logis itu memiliki kekuatan dan menjadi pendorong dalam diri penulis untuk melakukan penelitian ini. 1 Penggunaan istilah Negeri 1001 Senja baru digunakan oleh Pemerintah Kabupaten Kaimana pada tahun-tahun terakhir ini, lebih khusus pada saat menyiapkan diri sebagai tuan rumah penyelenggaraan PESPARAWI (Pesta Paduan Suara Gerejawi) XII tahun 2017 se-Tanah Papua. Penggunaan istilah Negeri 1001 Senja sangat berhubungan dengan keindahan panorama Senja Indah di Kaimana dan keunggulan bawah laut Teluk Triton yang dipromosikan sebagai aset wisata oleh Pemerintah Kabupaten Kaimana).

Upload: others

Post on 21-Nov-2019

25 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB III MENGUMPUL POTONGAN CERITA SIMBOLIK DI NEGERI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16489/3/T2_092016007_BAB III.pdf · MENGUMPUL POTONGAN CERITA SIMBOLIK . DI NEGERI

87

BAB III

MENGUMPUL POTONGAN CERITA SIMBOLIK

DI NEGERI 1001 SENJA1

PENGGUNAAN METODE PENELITIAN

Uraian Bab tiga ini hendak menerangkan bagaimana penulis

berada di lokasi penelitian, beraktifitas sebagai peneliti dan

menggunakan metode penelitian sebagai alat ukur dalam menghimpun

potongan-potongan cerita simbol yang tersimpan dalam konsep

memori masyarakat adatis delapan suku di “Negeri 1001 Senja”.

Yang melatar belakangi penulis untuk melakukan penelitian

pada wilayah yang dijuluki “Negeri 1001 Senja”, bukan pada keindahan

senja yang telah mendunia, disaat mentari hendak merebah

membungkuk memantul sinar keemasan memecah membungkus

hijaunya puncak gunung Kumawa, Fudi dan Genova, di dalam

keindahan keemasan sinar senja tersebut, terbungkus rapih sesuatu

yang nir-logis, karya ilahi yang tidak pernah hilang ditelan masa.

Menjadi menarik untuk diteliti adalah ketika yang nir-logis tidak

diakui dalam konsep pembangunan modern, namun mereka tetap eksis

menijadi simbol yang hidup di atas tanah: Mairasi, Kuri, Irarutu, Koiwae, Madewana, Oburauw, Napiti dan Miere. Mungkin dalam

kehidupan modern mereka sebut nir-logis, akan tetapi yang nir-logis

itu memiliki kekuatan dan menjadi pendorong dalam diri penulis

untuk melakukan penelitian ini.

1 Penggunaan istilah Negeri 1001 Senja baru digunakan oleh Pemerintah Kabupaten Kaimana pada tahun-tahun terakhir ini, lebih khusus pada saat menyiapkan diri sebagai tuan rumah penyelenggaraan PESPARAWI (Pesta Paduan Suara Gerejawi) XII tahun 2017 se-Tanah Papua. Penggunaan istilah Negeri 1001 Senja sangat berhubungan dengan keindahan panorama Senja Indah di Kaimana dan keunggulan bawah laut Teluk Triton yang dipromosikan sebagai aset wisata oleh Pemerintah Kabupaten Kaimana).

Page 2: BAB III MENGUMPUL POTONGAN CERITA SIMBOLIK DI NEGERI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16489/3/T2_092016007_BAB III.pdf · MENGUMPUL POTONGAN CERITA SIMBOLIK . DI NEGERI

88

Walaupun dalam kenyataannya, penelitian ini didasarkan pada

fenomena riil demonstrasi massa melawan implementasi kebijakan

pemerintah. Fakta ini menunjukkan bahwa sesuatu yang dipandang nir

logis ternyata memiliki kemampuan mewarnai jalannya pemerintahan

di Kabupaten Kaimana sepanjang hampir tiga periode. Karena itu,

substansi permasalahan dalam penelitian ini, tidak mempersoalkan

“mengapa ada simbol”! dan atau “untuk apa simbol digunakan”! Sebab

pertanyaan mengapa ada simbol”! dan atau “untuk apa simbol digunakan”! tidak mengurangi substansi simbol itu sendiri. Artinya,

sebelum pembangunan dimulai, simbol adat masyarakat adatis tidak

pernah doberi ruang bahkan seakan terabaikan. Ketika muncul

gerakan demonstrasi massa dengan menggunakan simbol masyarakat

adatis, barulah muncul kesadaran kalau simbol-simbol adatis benar-

benar ada. Simbol yang dianggap nir logika tersebut ternyata memiliki

kemampuan melampaui batas-batas otoritas dan semakin melebar jauh

hingga mencapai wilayah otoritas pemerintah.

Dahulu sebelum wilayah delapan suku asli Kaimana yang

dijuluki “Negeri 1001 Senja” dinyatakan menjadi sebuah kabupaten,

hubungan masyarakat adatis bersama pemerintah dan suku-suku

nusantara di “Negeri 1001 Senja” hidup damai dan saling menghargai.

Namun setelah terbentuk menjadi sebuah kabupaten, muncul

demonstrasi massa dengan menggunakan simbol adat terhadap

implementasi kebijakan pemerintah. Hal ini menjadi daya tarik

tersendiri bagi penulis untuk melakukan kajian terhadap fenomena

tersebut.

Berawal dari kisah riil penulis belajar bersama-sama mereka,

memahami sikap dan karakter mereka, penulis menjadikannya sebagai

benang merah yang terus mendorong penulis untuk melakukan kajian

terhadap tesis ini. Selain itu, untuk mendudukan kajian tesis ini secara

akademik, penulis masuk dalam ruang-ruang diskusi formal dan non

formal untuk membangun kerangka pikir dan menetapkan metode

penelitian serta mendudukan model pendekatan yang tepat. Hal ini

penting, karena dengan penggunaan metode serta model pendekatan

yang tepat, hal itu akan menentukan tingkat keberhasilan penulis

Page 3: BAB III MENGUMPUL POTONGAN CERITA SIMBOLIK DI NEGERI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16489/3/T2_092016007_BAB III.pdf · MENGUMPUL POTONGAN CERITA SIMBOLIK . DI NEGERI

89

dalam melakukan penelitian ini. Dari ruang formal hingga non formal

yang dilewati penulis, akhirnya bersama dengan para Dosen

(pembimbing, penguji dan para sahabat), tesis ini berhasil dinarasikan

dengan judul “Resistensi Simbolik: Gerakan Perlawanan Simbol Adat

Terhadap Kebijakan Pemerintah Kabupaten Kaimana”.

Memilih Lokasi Penelitian Di Negeri 1001 Senja

Memilih “Negeri 1001 Senja” sebagai tempat penelitian, tidak

didasarkan pada angan-angan, suka dan tidak suka, serta untung rugi

hasil penelitian ini terhadap penulis. Penentuan sikap melakukan

penelitian “Negeri 1001 Senja” sesungguhnya didasarkan pada

fenomena sosial yang terjadi dan fenomena tersebut menarik untuk

diteliti.

Jika pertanyaan yang nantinya dimunculkan oleh pihak lain

seperti mengapa tertarik dan untuk apa diteliti, maka pada bagian ini

penulis merunut kembali kebersamaan penulis bersama warga

masyarakat. Sejak tahun 1995–2015, penulis saat itu aktif sebagai

pegawai gereja dalam jabatan Pendeta di gereja GPI Papua (Gereja

Protestan Indonesia di Papua), tepatnya di wilayah pemerintahan

Distrik Teluk Arguni dan Teluk Arguni Bawah. Lebih kurang dua

puluh tahun penulis bersama warga masyarakat, pemerintah, tokoh

agama dan tokoh adat, kami membangun pelayanan melayani warga

masyarakat dalam situasi sosial yang sangat harmonis.

Pada tahun 2003 hingga 2017, muncul gerakan demonstrasi

massa dengan menggunakan simbol adat menyegel infrastruktur

pemerintahan dan beberapa fasilitas infestor yang berada diwilayah

masyarakat adat. Kegiatan penyegelan dimulai dari perkampungan dan

terus melebar hingga memasuki wilayah perkotaan. Karena itu, penulis

merasa penting untuk menyimak sejauh mana harmonisasi hubungan

yang sudah terbangun dengan baik antar masyarakat dengan

pemerintah, saat ini berada dalam lingkaran masalah sosial yang

berkepanjangan dan memengaruhi kelancaran pembangunan. Sangat

Page 4: BAB III MENGUMPUL POTONGAN CERITA SIMBOLIK DI NEGERI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16489/3/T2_092016007_BAB III.pdf · MENGUMPUL POTONGAN CERITA SIMBOLIK . DI NEGERI

90

tidak menarik dan tidak elok jika fenomena ini tidak diteliti apalagi

sengaja dibiarkan.

Walaupun penulis merupakan bagian dari masyarakat setempat,

dan cukup lama mengenal secara dekat tempat penelitian, tidak berarti

penulis dengan gampang melakukan penelitian. Ada sejumlah prosedur

yang harus ditaati untuk dilaksanakan oleh peneliti sebelum memasuki

wilayah penelitian, seperti: surat keterangan penelitian dari program

studi FPI (Fakultas Pembangunan Interdisiplin) UKSW (Universitas

Kristen Satya Wacana) Salatiga. Setelah memasuki wilayah penelitian,

peneliti harus melaporkan diri kepada pemerintah daerah dan

mengantongi Surat Izin Penelitian dari kantor KESBANG LINMAS

(Kesatuan Bangsa - Perlindungan Masyarakat) dan dari pihak

kepolisian setempat POLRES (Polisi Resort) Kaimana. Kegunaan Surat

Keterangan Izin Penelitian dan Surat Izin Penelitian, akan sangat

berguna bagi penulis untuk memasuki wilayah penelitian untuk

melakukan wawancara kepada para responden. Mengingat penelitian

ini berkaitan dengan masalah yang sangat sensitif, maka prosedur

mengantongi keterangan penelitian dan izin penelitian harus

dilengkapi oleh penulis sebelum meneliti.

Gambar : 3.1 Peta Pulau Papua-Provinsi Papua dan Papua Barat serta lokasi

Penelitian-Kabupaten Kaimana

PROVINSI PAPUA

PROVINSI

PAPUA BARAT

WILAYAH

PENELITIAN

Page 5: BAB III MENGUMPUL POTONGAN CERITA SIMBOLIK DI NEGERI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16489/3/T2_092016007_BAB III.pdf · MENGUMPUL POTONGAN CERITA SIMBOLIK . DI NEGERI

91

Memilih Menggunakan Metode Penelitian

Berdasarkan ada bagian latar belakang masalah yang telah

disampaikan pada bagian awal, maka penelitian tesis ini menggunakan

metode penelitian kualitatif. Berangkat dari pandangan: John W.

Creswall (2013), Hatc (2002), serta Marshall dan Rossman (2011),2

menjelaskan bahwa metode penelitian kualitatif cenderung digunakan

pada “lingkungan alamiah” (Natural Setting). Artinya, upaya untuk

mendapatkan data valid maka peneliti secara langsung harus turun di

lokasi penelitian. Karena lokasi penelitian merupakan wilayah yang

cukup luas, dengan jumlah suku asli sebanyak delapan suku3, maka

penulis melakukan pemetaan wilayah penelitian menjadi lima bagian

dengan sebutan “arena”.

Tujuan pemetaan wilayah penelitian menjadi lima “arena” agar

memudahkan peneliti dalam pengambilan data. Setelah melakukan

pemetaan wilayah menjadi masing-masing “arena” maka peneliti

langsung berada di lapangan penelitian karena merujuk pada metode

penelitian kualitatif disebut bahwa “peneliti merupakan instrumen kunci” (researcher as key instrument). Sebagai informan kunci,

peneliti harus berusaha mengambil data dari “beragam sumber data” (multiple sources of data). Dari data yang ditemukan, peneliti

melakukan kerja “analisis data induktif dan deduktif” (inductive and deductive data analysis). Proses analisa data induktif, merupakan upaya

peneliti dalam mengelola berulang-ulang tema dan database untuk

membangun serangkaian tema yang utuh (holistic). Kemudian secara

deduktif peneliti kembali melihat data yang diperoleh dari setiap

“arena”, apakah terdapat sejumlah bukti yang dapat mendukung tema-

tema yang telah dibuat, jika ternyata belum mencukupi, maka peneliti

menarik simpulan dari keadaan umum untuk menentukan apakah data

partisipan tersebut telah memiliki makna dari para partisipan

(participan meaning), tentang masalah yang diteliti. Jika peneliti belum

2 Lihat Research Desain, Pendekatan Metode Kualitatif, Kuantitatif, dan Campuran, John W. Creswell. Edisi 4. Cetakan II Tahun 2017. Hlm.249. 3 Lihat penjelasan pada bagian latar belakang ada Bab I penulis telah menguraikan masing-masing nama suku di Kabupaten Kaimana (Negeri 1001 Senja).

Page 6: BAB III MENGUMPUL POTONGAN CERITA SIMBOLIK DI NEGERI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16489/3/T2_092016007_BAB III.pdf · MENGUMPUL POTONGAN CERITA SIMBOLIK . DI NEGERI

92

menemukan data yang dicarai, maka perlu melakukan penggalian data

tambahan. Dengan demikian, ketika proses induktif dimulai, secara

bersamaan dilakukan pula langkah-langkah deduktif sebagai bentuk

langkah maju yang disebut oleh Creswell “rancangan yang perkembang” (emergent design).

Bagi para peneliti yang menggunakan metode penelitian

kualitatif, proses penelitian selalu berkembang dinamis, artinya,

strategi perencanaan penelitian awal disaat peneliti berada di lapangan

penelitian, pasti mengalami perubahan. Dalam melakukan penelitian

tesis ini, ternyata asumsi yang dibangun peneliti untuk lebih dahulu

melakukan studi dokumen, ternyata peneliti sulit mendapatkan

dokumen yang menjadi target dalam melakukan penelitian. Konetks

ini disebabkan karena dokumen tersebut memiliki nilai privat, pada sisi

lain, masih ada di beberapa “arena” penelitian seperti “arena birokrasi”, mereka tidak mendokumentasi setiap peristiwa pemalangan tersebut.

Menghadapi konteks seperti ini, peneliti mengubah arah jumpa yang

semula pada studi dokumen, peneliti mengarahkan perhatian pada

“arena LDA”, “arena tokoh masyarakat”, dan “tokoh adat”. Melalui

perjumpaan pada ketiga “arena” tersebut, barulah peneliti menemukan

dokumen yang dicari.

Dalam konteks seperti ini, yang dibutuhkan oleh seorang peneliti

adalah “refleksifitas” (revlexivity), ketika memasuki lapngan penelitian. Dari keseluruhan data yang diperoleh, peneliti membuat “pandangan

menyeluruh (holistic account) terhadap semua data yang telah

diperoleh. Tugas seorang peneliti kualitatif dari data yang telah

diperoleh dibuat sebuah sketsa/model dan dinampakkan pada uraian

bab empat dan lima tesis ini (lihat, Creswll dan Brown, 1992).

Posisi peneliti dalam penelitian kualitatif dan pemetaan wilayah

penelitian

Dalam melakukan penelitian ini, penulis terlibat secara langsung

dalam pengambilan data melalui observasi dan wawancara mendalam

terhadap para responden. Sebagai bagian dari para responden selama

kurang lebih duapuluh tahun, penulis sangat paham karakteristik para

responden yang diwawancarai. Hubungan ini pada satu sisi sangat

Page 7: BAB III MENGUMPUL POTONGAN CERITA SIMBOLIK DI NEGERI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16489/3/T2_092016007_BAB III.pdf · MENGUMPUL POTONGAN CERITA SIMBOLIK . DI NEGERI

93

menguntungkan penulis pada saat melakuan wawancara terhadap para

responden, tetapi pada sisi lain, penulis akan mengalami kesulitan

ketika data yang dicari telah diketahui oleh peneliti, maka masyarakat

adat cenderung bersifat ekslusif, sehingga bisa saja data yang

ditampilkan cenderung subjektif. Konteks ini dengan sendirinya

memberi dampak terhadap kasus-kasus yang dicari oleh penulis.

Karena itu, untuk menghindari hal-hal tersebut, peneliti

melakukan proses pengumpulan data. Tahapan-tehapan tersebut

dilakukan dengan cara, peneliti terlebih dahulu melakukan pemetaan

wilayah penelitian menjadi beberapa bagian, yang diistilah oleh

peneliti dengan sebutan “arena”. Tujuan pemetaan wilayah penelitian

menjadi beberapa “arena”, agar dari setiap “arena”, penulis dapat

menemukan data dan mencocokan setiap data untuk disesuaikan

dengan tema-tema yang telah dibuat oleh penulis. Adapun pemetaan

“arena” penelitian tersebut penulis membaginya menjadi lima bagian

dengan menggunakan tema pada setiap wilayah dengan sebutan

sebagai berikut:

Arena responden studi dokumen

Pilihan untuk melakukan pengumpulan data, penulis

mengawalinya pada “arena studi dokumentasi”. Hal mendasar penulis

memulai pengumpulan data dari “arena studi dokumentasi”. Dari data

dokumentasi, peneliti dapat mengembangkannya sesuai petunjuk data

dokumen. Satu hal yang meyakinkan penulis adalah, bahwa melalui

data dokumentasi, penulis dapat menemukan sejumlah petunjuk yang

memiliki kaitannya dengan arena responden lainnya.

Ternyata upaya penulis untuk menemuan dokumen yang dicarai

tidak semudah yang dibayangkan, dikarenakan berkaitan dengan sifat

kerahasiaan dokumen yang dimiliki setiap instansi. Selain itu kegiatan

demonstrasi massa yang terjadi terhadap beberapa instansi pemerintah

maupun terhadap para investor tidak didokumentasikan, kalaupun ada

yang mengabadikan kegiatan demonstrasi massa, hal itu hanya

dilakukan sebatas dokumen pribadi atau kelompok tertentu.

Page 8: BAB III MENGUMPUL POTONGAN CERITA SIMBOLIK DI NEGERI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16489/3/T2_092016007_BAB III.pdf · MENGUMPUL POTONGAN CERITA SIMBOLIK . DI NEGERI

94

Salah satu bagian dari “arena responden studi dokumentasi”

yang ditemui penulis berinisial MA, saat ditemui, penulis diberi

jaminan kalau dia akan membantu memberikan dokumentasi yang

dibutuhkan. Namun, beberapa minggu kemudian, ketika penulis

melakukan kontak via HP (HandPhone), ternyata yang bersangkutan

menyampaikan bahwa dokumen yang dia miliki telah hilang

(terhapus), pada saat yang bersangkutan melakukan penginstalan

komputer. Kondisi ini mengakibatkan penulis melakukan perubahan

pemetaan wilayah dengan mengubah strategi pendekatan

pengumpulan data penelitian.

Arena responden LDA (Lembaga Dewan Adat) Kabupaten Kaimana

Alasan peneliti memilih LDA sebagai arena jumpa responden,

karena substansi TUPOKSI (Tugas Pokok dan Fungsi) terbentuknya

LDA adalah menghimpun dan mengamankan kekayaan adat delapan

suku di “Negeri 1001 Senja” yang tersimpul dalam simbol-simbol adat.

Arena responden birokrasi pemerintah

Penulis memilih birokrasi pemerintah menjadi salah satu “arena responden”, karena peran birokrasi pemerintah sebagai pembuat

sekalgus sebagai eksekutor kebijakan, terkait dengan masalah sosial

yang dihadapi oleh masyarakat di “Negeri 1001 Senja”. Karena itu,

penulis menetapkan arena birokrasi sebagai titik jumpa penulis

bersama beberapa instansi teknis sebagai eksekutor kebijakan

pemerintah daerah.

Arena responden individu tokoh masyarakat dan tokoh adat

Hal mendasar penulis memilih dan menentuan “arena responden individu tokoh masyarakat dan tokoh adat”, sebagai titik jumpa

pengambilan data penelitian, karena sejarah simbol adat merupakan

sejarah tuturan yang tersebar pada setiap individu masyarakat adat.

Karena itu, menjadi tanggungjawab penulis untuk menghimpun data

penelitian dari setiap individu dan mengkonstruksikan cerita simbol

tersebut menjadi sebuah kerangka simbol yang utuh. Selain itu pula,

cerita simbol adat yang dikonstruksikan oleh peneliti, dapat mewakili

Page 9: BAB III MENGUMPUL POTONGAN CERITA SIMBOLIK DI NEGERI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16489/3/T2_092016007_BAB III.pdf · MENGUMPUL POTONGAN CERITA SIMBOLIK . DI NEGERI

95

semua komponen masyarakat adatis, baik secara individu, kelompok

marga/klan, hingga mencakup komunitas suku.

Arena responden media sosial

Ada alasan penulis menetapkan “arena responden media sosial” sebagai sumber data. Berangkat dari buntutnya pencarian data

dokumentasi terhadap berbagai instansi dan para wartawan yang

meliput peristiwa, maka penulis melakukan jelaja data melalui

sejumlah media sosial diantaranya melalui Youtube, surat kabar Online

yang telah diunggah dalam bentuk video. Dari sejumlah informasi yang

dihimpun, penulis malakukan kajian analisis.

Dalam melakuan pemetaan wilayah penelitian menjadi lima

“arena wilayah penelitian”, penulis melakukannya secara sengaja dan

penuh perencenaan (purposefully select). Hal ini didasarkan pada

empat aspek yang dinyatakan oleh Miles dan Hubermas (1994), yaitu:

setting (lokasi penelitian), aktor (siapa yang akan diobservasi dan

diwawancarai), peristiwa (kejadian apa saja yang dirasakan oleh aktor

yang dijadikan topik wawancara dan observasi), dan proses (sifat

persitiwa yang dirasakan oleh aktor dalam lokasi penelitian).

Pada sisi lain, upaya pemetaan wilayah penelitian menjadi lima

“arena”, memiliki tujuan agar identitas responden bisa disamarkan.

Alasannya adalah, karena setiap “arena” penelitian terdapat sejumlah

individu yang memiliki konsep saling bertolak belakang, dan data dari

setiap responden sangat berhubungan dengan masalah privasi individu

dalam setiap “arena”. Selain itu pula penulis membagi wilayah

penelitian menjadi lima “arena” penelitian, agar ada keterwakilan data

dari setiap “arena” dapat dinventarisasi secara baik. Tujuan

dilakukannya pembagian wilayah penelitian menjadi beberapa arena

penelitian dimaksudkan juga untuk mendekteksi sejauhmana terdapat

informasi-informasi dari setiap responden yang bertolak belakang satu

dengan yang lain. Pembahasannya akan terlihat pada bab empat dan

bab lima.

Page 10: BAB III MENGUMPUL POTONGAN CERITA SIMBOLIK DI NEGERI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16489/3/T2_092016007_BAB III.pdf · MENGUMPUL POTONGAN CERITA SIMBOLIK . DI NEGERI

96

Prosedur perekaman hasil wawancara

Prosedur perekaman hasil wawancara merupakan bagian dari

style seorang peneliti memasuki wilayah penelitian dan melakukan

pengumpulan data lapangan. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar data

yang diteliti benar-benar terekam secara baik. Dalam etika penelitian,

prosedur perekaman harus dilakukan atas izin responden, agar tidak

melampaui batas etis maka setiap proses perekaman hasil wawancara

penulis meminta persetujuan dari responden.

Dari hasil perekaman data, ada dua hal yang penulis temukan

yaitu: pertama, data menurut responden penting, privasi namun

menurut penulis tidak penting; kedua, data menurut penulis penting,

privasi namun menurut responden tidak penting. Perbedaan ini

menjadi menarik, “mengapa bagi penulis penting namun bagi responden tidak penting, dan mengapa bagi responden hal itu privat namun bagi peneliti tidak privat” untuk membuktikan kebenaran data

tersebut, penulis terus mencari data penelitian pada setiap “arena”

hingga data menjadi jenuh.

Untuk memulai perekaman peneliti selalu memulai dengan

memperkenalkan identitas dan tujuan dilakukannya penelitian. Selain

itu pula penulis mengawali kegiatan wawancara dengan pertanyaan

seperti ini: “apakah saya bisa merekam pembicaraan bapak”? responden

secara positif setuju untuk dilakukan wawancara, namun terkesan

setiap responden sangat hati-hati dalam berbicara, dan hal itu jelas

terlihat dari cara responden menyampaikan informasi dengan kalimat

seperti ini: “kalau yang ini anak rekam tapi jangan ditulis”4.

Kebiasaan dalam melakukan wawancara, cerita responden yang

disampaikan terkadang menimbulkan pertanyaan baru dan memancing

penulis untuk ingin bertanya. Sebagai seorang peneliti, penulis

mensiasati hal itu dengan menggunakan catatan pribadi untuk

mencatat bagian cerita yang menimbulkan pertanyaan baru. Pada

4 Kalau yang “ini” menunjuk masalah privat yang boleh didengar dan direkam tetapi tidak bisa ditulis/dipublikasi

Page 11: BAB III MENGUMPUL POTONGAN CERITA SIMBOLIK DI NEGERI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16489/3/T2_092016007_BAB III.pdf · MENGUMPUL POTONGAN CERITA SIMBOLIK . DI NEGERI

97

posisi seperti inilah, manfaat buku catatan pribadi sangat berguna bagi

seorang peneliti.

Menggunakan Pendekatan Riset Dalam Penelitian Kualitatif

Creswell menjelaskan bahwa dalam melakukan penelitian

kualitatif, terdapat lima model pendekatan yang bisa digunakan,

diantaranya adalah: penelitian naratif (narrative research), riset

fenomenologi (phenomenological research), graunded theory, etnografi, dan studi kasus.

Dari kelima model pendekatan penelitian yang diuraikan oleh

Chreswell, peneliti cenderung menggunakan pendekatan graunded theory. Alasan mendasar peneliti menggunakan pendekatan ini karena:

1) masalah yang diteliti merupakan peristiwa sosial yang dihidupkan

lintas generasi dan diaksikan dalam kehidupan keseharian mereka; 2)

bahwa, aksi-aksi massa yang terjadi di “Negeri 1001 Senja”, merupakan

cara masyarakat adatis berinteraksi dengan menggunakan simbol-

simbol adat sebagai alat perlawanan terhadap pemerintah daerah;

karena itu: 3) dengan menggunakan pendekatan riset grounded theory, peneliti hendak menjelaskan pertanyaan dan tujuan penelitian yang

telah diuraikan pada bab satu.

Untuk melakukan pendekatan pada responden, penulis membagi

responden dalam lima “arena” yang oleh penulis menggunakan istilah

“responden keterwakilan” yang berasal dari: a) arena responden studi

dokumentasi; b) arena responden LDA Kabupaten Kaimana; c) arena

responden birokrasi pemerintah; d) arena responden individu tokoh

masyarakat adat; dan e) arena responden media masa.

Penulis melakukan pengelompokkan ini, karena teori tidak

muncul dengan sendirinya, tetapi dimunculkan atau didasarkan pada

data dari para partisipan yang telah mengalami peristiwa tersebut

(Staruss & Corbin,1998). Karena itu, peneliti penggunaan metode

pendekatan grounded theory sebagai desain riset kualitatif, untuk

memunculkan penjelasan umum (teori) tentang proses, aksi, atau

Page 12: BAB III MENGUMPUL POTONGAN CERITA SIMBOLIK DI NEGERI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16489/3/T2_092016007_BAB III.pdf · MENGUMPUL POTONGAN CERITA SIMBOLIK . DI NEGERI

98

interaksi yang dibentuk oleh pandangan dari sejumlah besar partisipan.

Lebih lanjut, grounded theory menjelaskan bahwa, teori harus

“didasarkan” pada data lapangan, khususnya pada aksi, interaksi, dan

proses sosial dalam masyarakat. Pada bagian ini, peneliti akan

menjelaskan tingkat kesulitan dalam menggunakan metode penelitian

kualitatif dengan pendekatan grounded theory.

Sakitnya itu di sini

Karena peneliti menggunakan riset graunded theory, maka yang

diangkat oleh peneliti dari para partisipan adalah proses aksi dan

interaksi dari pendangan partisipan. Untuk itu, dalam proses

pengumpulan data, peneliti melewati tahapan-tahapan seperti:

observasi, wawancara mendalam, analisa data dan pelaporan. Tujuan

dari penggunaan riset graunded theory adalah untuk bergerak ke luar

dari deskripsi dan untuk memunculkan atau menemukan teori,

“penjelasan teoretis gabungan” (Corbin & Strauss, 2007, hlm.107).

Dalam dunianya, kegunaan simbol-simbol adat hanya digunakan

dalam konteks masyarakat lokal dengan tujuan menjaga kelestarian

alam, menciptakan keseimbangan antar pemilik simbol (manusia)

dengan asal-usul simbol (alam). Karena itu, penggunaan simbol adat

sangat ekslusif, hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi penulis.

Artinya, untuk orang lain yang bukan bagian dari komunitas pemilik

simbol, hal itu dilarang untuk mengetahui cerita-cerita simbol tersebut.

Konteks ini menyadarkan penulis ketika beberapa responden tidak

bersedia diwawancarai, walaupun antara penulis dengan para

responden tersebut telah membuat kesepakatan untuk bertemu dan

bersedia diwawancara. Penulis juga menyadari bahwa filosofi

masyarakat adatis tentang sesuatu yang memiliki nilai keramat, hal itu

dipandang sebagai gudang pengetahuan mereka, sehingga mereka tidak

bisa menceritakan hal-hal itu kepada orang lain. Kalaupun bisa

diceritakan, harus melalui prosedur garis turunan laki-laki sulung atau

mereka yang memegang jabatan dalam lembaga strukutur adat

setempat.

Berbekal pengetahuan dengan metode penelitian, hal itu tidak

menjadi jaminan keberhasilan seorang peneliti, jika seorang peneliti

Page 13: BAB III MENGUMPUL POTONGAN CERITA SIMBOLIK DI NEGERI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16489/3/T2_092016007_BAB III.pdf · MENGUMPUL POTONGAN CERITA SIMBOLIK . DI NEGERI

99

tidak memiliki kemampuan beradaptasi. Adaptasi tidak datang secara

tiba-tiba kepada seorang peneliti disaat melakukan penelitian, atau

karena menghafal sejumlah teori pendekatan. Metode penelitian hanya

satu cara dari beragam cara yang harus dimiliki oleh seorng peneliti

tentang bagaimana seorang peneliti bisa memperoleh data di tempat

penelitian. Artinya, metode hanyalah kumpulan teori yang diterima

peneliti untuk memulai tahapan-tahapan atas apa yang akan diteliti,

sementara metode tidak memberi kejelasan secara detail kepada

seorang peneliti tentang keadaan serta karakter manusia dalam wilayah

penelitian. Misalnya: kebiasaan menggunakan koteka bagi masyarakat

Papua Tengah dan mereka yang memakai cawat dari kulit kayu di

wilayah pesisir Papua Barat tidak bisa dijelaskan oleh metode yang

digunakan penulis. Begitupula terhadap makanan asli orang Papua

Tengah yang hidup dengan cara bercocok tanam untuk dijadikan

bahan makanan, berbeda dengan masyarakat Papua pesisir yang

mengandalkan hutan sagu dari alam.

Untuk bisa mengetahui sejumlah alasan tersebut, seorang

peneliti harus bisa beradaptasi dan menjadi bagian dari masyarakat

setempat. Caranya adalah, seorang peneliti harus bisa hidup dan tinggal

bersama-sama masyarakat dengan cara: makan bersama mereka, tidur

bersama mereka, beraktifitas sesuai dengan aktifitas mereka. Cara

berproses seperti ini akan menjadi “embrio pengetahuan lokal” yang

tumbuh dalam diri seorang peneliti untuk mengetahui seluk beluk

kehidupan masyarakat yang akan diteliti. Dalam konteks seperti ini

maka penulis merangkai sub judul ini dengan istilah “sakitnya itu di sini”.

Sebelum melakukan penelitian, peneliti memiliki sejarah hidup

bersama dengan masyarakat lokal selama dua puluh tahun. Riwayat

hidup bersama mereka menjadi akses masuk untuk menemui

“responden keterwakilan” yang telah dipetakan dalam lima “arena”. Sesungguhnya secara kuantitas waktu, tidak menjadi jaminan utama

apakah seorang peneliti berhasil mendapatkan data atau tidak sama

sekali, karena dalam waktu yang singkat, bisa saja seorang peneliti

berhasil memperoleh data yang dicari. Karena itu penekanan peneliti

Page 14: BAB III MENGUMPUL POTONGAN CERITA SIMBOLIK DI NEGERI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16489/3/T2_092016007_BAB III.pdf · MENGUMPUL POTONGAN CERITA SIMBOLIK . DI NEGERI

100

soal waktu peneliti hidup berama masyarakat, hal itu bertujuan hanya

untuk menggambarkan bahwa sebelum memulai penelitian ini, peneliti

telah ada bersama-sama dengan masyarakat lokal walaupun dalam

konteks yang berbeda (bukan sebagai peneliti) saat itu. Karena itu,

kehadiran peneliti saat melakukan penelitian, peneliti tidak disambut

sebagai seorang peneliti, tetapi diterima sebagai seorang anak dalam

komunitas mereka. Dalam konteks inilah kami bercerita dan

melakukan wawancara tanpa ada kecurigaan. Ungkap masyarakat

setempat kepada peneliti ketika duduk bersama, mereka katakan

seperti begini “mari bagi-bagi isi noken”, di sinilah penggunaan riset graunded theory mulai digunakan.

Ada kemungkinan kalau masalah yang diteliti bukan judul

seperti ini, maka menurut penulis, sejumlah kecurigaan terhadap

peneliti tidak mungkin terjadi. Berawal dari pengurusan izin penelitian

pada kantor KESBANG LINMAS dan dilanjutkan pengurusan izin di

POLRES Kabupaten Kaimana, peneliti harus mengikuti sejumlah

prosedur yang berlaku. Saat bertemu dengan KAPOLRES, sambil

menyampaikan maksud kahadiran penulis, hadir salah salah satu

anggota yang memiliki kewenangan mengeluarkan izin penelitian.

Salah satu pertanyaan yang disampaikan kepada peneliti oleh anggota

polisi tersebut seperti ini; “Apakah bapak akan meneliti tentang bendera bintang kejora”?. Pertanyaan seperti ini, menurut peneliti

adalah sesuatu yang wajar, karena kajian tesis yang diteliti bisa saja

menimbulkan beragam tafsir dari pihak-pihak yang memiliki

kepentingan dari masalah yang diteliti. Karena itu, sebagai seorang

peneliti, dibutuhkan kepekaan dalam menjawab pertanyan tersebut.

Secara singkat peneliti memberi jawaban seperti ini “saya hanya meneliti simbol yang telah digunakan dalam wilayah penelitian sebagai simbol perlawanan”.

Setelah menerima izin penelitian dari KESBANG LINMAS dan

POLRES setempat, penulis memulai tahapan penelitian lanjut, yaitu

dengan menemui para responden yang telah bersedia diwawancara.

Dari beberapa catatan tersebut, menurut penulis, seorang peneliti

fomula hendaknya memiliki kepekaan sebelum memulai penelitian,

Page 15: BAB III MENGUMPUL POTONGAN CERITA SIMBOLIK DI NEGERI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16489/3/T2_092016007_BAB III.pdf · MENGUMPUL POTONGAN CERITA SIMBOLIK . DI NEGERI

101

sebab masalah yang akan diteliti tentu akan berbeda pada sudut

pandang orang yang berbeda profesi dengan seorang peneliti.

Menganalisa data

Untuk menganalisa data, penulis memulai dari tumpukan data

dari para responden yang dipetakan dalam lima “arena” penelitian,

yang disebut oleh peneliti sebagai “responden keterwakilan”. Artinya,

dari luas wilayah penelitian dengan tingkat kesulitan jangkauan serta

minimnya akses transportasi, penulis mencoba mendesain wilayah

penelitian tersebut menjadi lima “arena” yang mewakili wilayah

komponen responden diantaranya: a) arena responden studi

dokumentasi; b) arena responden LDA Kabupaten Kaimana; c) arena

responden birokrasi pemerintah; d) arena responden individu tokoh

masyarakat adat; dan e) arena responden media masa.

Adapun tujuan melakukan pemetaan wilayah penelitian menjadi

lima “arena”, agar penulis dapat melakukan pendekatan pengumpulan

data, sekaligus dapat melakukan kontral terhadap data yang sudah dan

belum diperolah penulis. Dari sejumlah data yang diperoleh pada setiap

“arena”, peneliti memulainya dengan sebuah proses pengorganisasian

data dengan cara mengurut-urutkan data yang telah ada dari setiap

“arena” ke dalam pola, kategori, dan satuan untuk menemukan tema-

tema baru sehingga menghasilkan hipotesis kerja sesuai seruan data

yang telah terkumpul. Lihat gambar bagan proses pemetaan wilayah

oleh peneliti menjadi lima arena.

Page 16: BAB III MENGUMPUL POTONGAN CERITA SIMBOLIK DI NEGERI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16489/3/T2_092016007_BAB III.pdf · MENGUMPUL POTONGAN CERITA SIMBOLIK . DI NEGERI

102

Gambar : 3. 2 cara membagi wilayah penelitian saat melakukan penelitian

Creswell (2007), Rossman dan Rallis (1998) mendeskripsikan

bahwa: “analisis data merupakan proses berkelanjutan yang membutuhkan refleksi terus-menerus terhadap data, mengajukan pertanyaan-pertanyaan analisis dan menulis catatan singkat sepanjang penelitian”. Selanjutnya Creswell menetapkan empat langkah dalam

melakukan analisa data yang dimulai dari bawah. Empat langkah ini

didasarkan pada pendekatan grounded theory (Corbin & Straus, 2007;

Strauss & Corbin, 1990, 1998) seperti dalam gambar di bawah ini.

Arena Responden B

Arena Responden A

Arena Responden E

Arena Responden D

Arena Responden C

Penulis memulai urutan data secara

beraturan menjadi a, b, c, d, e, dan memulai proses menganalisa data

Proses mengumpul data mentah yang belum beratruan

(c,a, e.b.d)

Pusat

wilayah penelitian

Page 17: BAB III MENGUMPUL POTONGAN CERITA SIMBOLIK DI NEGERI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16489/3/T2_092016007_BAB III.pdf · MENGUMPUL POTONGAN CERITA SIMBOLIK . DI NEGERI

103

Gambar. 3. 3 Analisa Data dalam Penelitian Kualitatif

Berpedoman pada gambar data penelitian (Corbin & Straus, 2007;

Strauss & Corbin, 1990, 1998), John W. Creswell menawarkan

pendekatan analisa data dilakukan secara linear dan hirarkis dari

bawah ke atas. Jika menggunakan model ini, maka pendekatan analisa

oleh penulis dilakukan seperti begini: Data mentah berupa (transkripsi,

data lapangan, gambar dan sebagainya), data ini penulis dapatkan dari

“responden keterwakilan” diantaranya: a) arena responden studi

Menginterpretasi tema-

tema/deskripsi-deskripsi

Menghubungkan tema-

tema/mendeskripsi-

mendeskripsi (seperti,

grounded theory, studi kasus)

Tema Deskripsi

Mengcoding data

(tangan atau komputer)

Membaca keseluruhan data

Mengolah dan

mempersiapkan data untuk

dianalisa

Data mentah

(transkripsi, data lapangan,

gambar, dan sebagainya)

Memvalidasi

Keakuratan

Informasi

Page 18: BAB III MENGUMPUL POTONGAN CERITA SIMBOLIK DI NEGERI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16489/3/T2_092016007_BAB III.pdf · MENGUMPUL POTONGAN CERITA SIMBOLIK . DI NEGERI

104

dokumentasi; b) arena responden LDA Kabupaten Kaimana; c) arena

responden birokrasi pemerintah; d) arena responden individu tokoh

masyarakat adat; dan e) arena responden media masa).

Data mentah yang diperoleh dari lapangan penelitian,

ditindaklanjuti oleh penulis dengan tahapan kedua yaitu mendengar

berulang-ulang hasil rekaman wawancara dari HP Samsung J1.

Kemudian dari data rekaman tersebut, penulis menyalin ulang

kemudian peneliti membaca berulang-berulang keseluruhan data

wawancara. Membaca berulang-ulang adalah sebuah keharusan, karena

pada saat melakukan rekaman, responden seringkali menceritakan

berulang-ulang informasi yang diketahui responden. Karena itu,

dengan membaca berulang-ulang hasil salinan wawancara maka

peneliti dapat membaca maksud responden, sebab bahasa wawancara

adalah bahasa responden, karena itu yang dibutuhkan seorang peneliti

untuk memahami bahasa responden dari sudut pandang responden.

Hasil salin ulang rekaman tersebut, peneliti membangun general sence (pengertian/gagasan umum) atas informasi yang diperoleh dan

merefleksikan makananya secara keseluruhan. Artinya, penulis

berusaha memahami gagasan umum dari hasil wawancara bersama

responden, selanjutnya penulis mengambil kesan dari hasil wawancara,

dan membuat catatan khusus dari setiap responden dengan kategori

memisahkan data yang bersifat umum dan kategori data khusus.

Pemisahan data umum dan data khusus selanjutnya penulis menguji

sampai sejauhmana kedalaman dan kredibilitas dari informasi yang

didapat.

Dari pemisahan data khusus dan data umum, lebih lanjut penulis

menganalisa dan meng-coding data. Tujuan dari pemisahan data umum

dan data khusus adalah agar setiap data yang dicoding dapat

disegmentasikan dalam satuan unit masing-masing sebelum

memaknainya (Rossman & Rallis, 1998:171). Artinya, dalam konteks

penelitian yang dilakukan oleh penulis, hasil cerita/bicara yang

dibahasakan oleh responden dan dokumen yang ditemukan, diberi

lebel sesuai dengan nama responden, kelompok/kategori dan asal suku,

bentuk ini oleh Creswell menggunakan istilah in vivo artinya apakah

Page 19: BAB III MENGUMPUL POTONGAN CERITA SIMBOLIK DI NEGERI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16489/3/T2_092016007_BAB III.pdf · MENGUMPUL POTONGAN CERITA SIMBOLIK . DI NEGERI

105

benar data yang disampaikan itu valid dan disampaikan oleh orang

yang tepat.

Profesi memengaruhi gaya menulis

Meng-coding data dan meng-analisa data penelitian, bukanlah

akhir dari proses penelitian. Artinya, masih ada tahapan lanjutan yang

harus dilakukan hingga data yang dianalisa menjadi satu kesatuan

cerita yang memberi arti bagi para pembaca.

Penekanan para ahli pada bagian ini, menunjukan bahwa hasil

laporan penelitian sangat memainkan peran dalam sebuah riset yang

dilakukan. Loflan (1974) menegaskan bahwa: “meskipun stragi-strategi

pengumpulan dan analisa data relatif sama dalam berbagai metode

kualitatif, namun cara melaporkan hasil penelitian cenderung berbeda.

Miles dan Huberman (1984) menjelaskan pentingnya membuat

tampilan data, dan tulisan naratif adalah bentuk yang paling sering

digunakan untuk menampilkan data kualitatif. Karena penelitian ini

merupakan penelitian naturalistik, maka hasil-hasilnya akan lebih pas

bila disajikan dalam bentuk deskriptif-naratif ketimbang dalam bentuk

laporan saintifik”.

Menulis bicara atau cerita seseorang yang direkam oleh peneliti,

butuh kesabaran yang sebanding dengan kecermatan penulis saat

melakukan penelitian. Berawal dari kegiatan kumpul data hingga

analisis data, penulis mulai menulis dan terus menulis, hingga

menghasilkan tesis seperti yang berwujud buku seperti ini. Hasil

seperti ini tidak menggambarkan sebuah keadaan mulus dalam

menulis, justru sebaliknya, jatuh bangun dalam menganalisa data yang

dirangkai dalam kalimat selalu dilakukan mewarnai aktifitas tulisan ini.

Jika yang terlihat sekarang, hasil yang terstruktur dari bab ke bab

hingga bagian simpulan, maka peneliti perlu menggambarkan bahwa

dalam proses menulis, tidaklah demikian. Berawal dari seminar

proposal tesis pada tanggal 9 Desember 2016, dan dinyatakan lolos oleh

dosen penguji untuk melakukan penelitian, maka peneliti mulai

berproses dalam tahapan penelitian. Setalah proses pengambilan data

dan dianalisis oleh peneliti, maka hasil analisis data tersebut

dituangkan pada bab empat dan bab lima.

Page 20: BAB III MENGUMPUL POTONGAN CERITA SIMBOLIK DI NEGERI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16489/3/T2_092016007_BAB III.pdf · MENGUMPUL POTONGAN CERITA SIMBOLIK . DI NEGERI

106

Hasil penulisan bab satu hingga bab lima penulis lakukan di

Kabupaten Kaimana yang merupakan wilayah penelitian, setelah itu

dikirim melalui email kepada kedua dosen pembimbing. Hasil yang

dikirim dikoreksi dosen pembimbing dengan beberapa catatan yang

berhubungan dengan hasil penelitian. Hasil koreksi dosen pembimbing

lebih menekankan pada data penelitian yang diuraikan pada bab

empat dan bab lima. Menurut dosen pembimbing, sebaiknya penulis

mengangkat data yang berhubungan dengan penggunaan simbol

terhadap sejumlah implementasi kebijakan pemerintah, sementara

simbol adat yang tidak digunakan dipisahkan dari penulisan bab empat

dan lima yang telah ditulis oleh peneliti. Dengan demikian penulis

melakukan perombakan dan memulai proses penulisan ulang bab

empat dan bab lima dengan menyunati beberapa data yang tidak

berhubungan dengan pertanyaan dan tujuan penelitian. Begitu pula

pada bab dua masih sangat lemah dalam mendudukan teori, untuk itu

dosen pembimbing menghimbau penulis agar bab dua dibenahi setelah

penulis kembali ke kampus agar proses bimbingan dapat berjalan

intensif sekaligus bisa memanfaatkan ketersediaan buku referensi

diperpustakaan UKSW yang memiliki kelengkapan literatur.

Setelah berada di kampus, peneliti mulai membenahi penulisan

tesis dari bab satu hingga bab tujuh (simpulan). Setelah dinyatakan

rampung oleh kedua dosen pembimbing, penulis mengikuti ujian pada

tanggal 18 Oktober 2017. Walau telah dinyatakan lulus, penulis masih

terus menyempurnakan tesis ini berdasarkan catatan dosen penguji dan

dosen pembimbing.

Dari sejumlah rangkaian proses penulisan tesis yang dijalani,

prosesnya penulisan tesis ini tidak sekali jadi. Butuh kesiapan mental,

kesiapan fisik dan ketabahan hati serta siap berproses bersama dosen

pembimbing secara terus menerus. Karena menulis tesis tidak sekedar

merangkai kata dan kalimat dari hasil penelitian, melainkan hasil

penulisan tesis merupakan bukti bagaimana seorang peneliti berproses

dengan sejumlah tahapan yang dihadapi.

Page 21: BAB III MENGUMPUL POTONGAN CERITA SIMBOLIK DI NEGERI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16489/3/T2_092016007_BAB III.pdf · MENGUMPUL POTONGAN CERITA SIMBOLIK . DI NEGERI

107

Simpulan bab

Memilih delapan suku asli di Kabupaten Kaimana sebagai

wilayah penelitian, penulis didorong oleh rasa empati terhadap situasi

sosial yang dialami oleh masyarakat dan pemerintah daerah.

Terkadang pula muncul fenomena dalam suatu wilayah, hingga

membuat semua orang mulai merasa panik, maka yang nampak dalam

kehidupan sosial saat itu adalah saling mempersalahkan satu dengan

yang lain. Bahkan mungkin saja ada diantara sekian banyak orang,

saling menyudutkan dan melempar kesalahan terhadap pihak-pihak

yang dianggap bertanggung jawab. Padahal mungkin saja kita

menuduh kita juga berada dalam lingkaran masalah yang sementara

terjadi.

Penulis meminjam istilah yang digunakan untuk kegiatan

demonstrasi massa di Jakarta “demonstrasi jilid satu, jilid dua dst”,

istilah sangat cocok digunakan untuk kegiatan demonstrasi di

Kabupaten Kaimana. Perbedaan demonstrasi di Jakarta dan di Kaimana,

ada pada penggunaan at-ribut disaat melakukan demonstrasi. Jika di

Jakarta demonstrasi menggunakan simbol-simbol agama, maka berbeda

dengan demonstrasi massa di Kaimana yang menggunakan simbol-

simbol adat.

Konteks ini yang menjadi alasan mendasar bagi penulis membuat

keputusan sepihak untuk meneliti fenomena yang terjadi di Kabupaten

Kaimana. Pertanyaan sederhana yang ingin penulis munculkan adalah:

mengapa demonstrasi massa berjilid-jilid terus dilakukan, bukankah

sebelum wilayah Kaimana menjadi kabupaten, masyarakat delapan

suku asli bersama kaum migran hidup harmonis? Mengapa setelah

menjadi sebuah wilayah pemerintahan kabupaten muncul demonstrasi

massa?

Sebenarnya tidak perlu banyak bertanya, sebab untuk apa

dipertanyakan, semua sudah terjadi. Karena penulis butuh jawaban,

maka untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut penulis turun

sendiri, cari data sendiri, analisa data sendiri, dan menulis sendiri.

Page 22: BAB III MENGUMPUL POTONGAN CERITA SIMBOLIK DI NEGERI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16489/3/T2_092016007_BAB III.pdf · MENGUMPUL POTONGAN CERITA SIMBOLIK . DI NEGERI

108

Itulah metode kualitatif yang digunakan penulis dalam melakukan

penelitian ini.

Agar menjadi tesis dan memenuhi ketentuan persyaratan dan

layak maju ujian, maka butuh seorang peneliti yang memiliki rasa

penasaran terhadap kasus yang diteliti. Walaupun terkadang janji-janji

untuk bertemu dengan para responden tidak terealisasi untuk

melakukan wawancara, terkadang menimbulkan rasa sakit itu di sini.

Namun sebagai peneliti, mental sakit hati, kecewa haruslah

dihilangkan, demi untukmu data lapangan terpaksa aku harus berusaha

sekuat semampuku, hingga kau yang bernama data menjadi jenuh.

Mencari dan terus menggali dari bawah adalah model

pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini, “graunded theory” mengharuskan seorang peneliti untuk mencari data yang tersembunyi

dan mungkin disembunyikan.

Walaupun penulis bukan anak asli Kaimana namun lebih kurang

dua puluh tahun (1995-2015) penulis sudah menjadi bagian dari

masyarakat setempat sejak bertugas sebagai Pendeta GPI Papua (Gereja

Protestan Indonesia di Papua) waktu itu. Ternyata hidup bersama-sama

dengan masyarakat kampung di wilayah Teluk Arguni, ada hal yang

luar biasa yang penulis dapatkan.

Perilaku hidup keseharian masyarakat yang ditampilkan dalam

bentuk-bentuk simbol, tidak pernah terbayangkan oleh penulis, bahwa

suatu saat kehidupan simbolik masyarakat lokal akan mewarnai jalan

hidup penulis dalam menempuh pendidikan pada Program Studi

Pascasarjana-Fakultas Pembangunan Interdisiplin-Universitas Kristen

Satya Wacana – Salatiga.

Dari sejumlah data yang berhasil penulis kumpul, dan terekam

dalam HPJ1, penulis mulai menyalin ulang hasil rekaman. Kesulitan

menyalin ulang data rekaman dipengaruhi oleh suara-suara kodok yang

ternyata terekam juga pada saat melakukan wawancara terhadap salah

satu responden di Kampung Warwasi. Begitu sulit mendengar suara

responden.

Page 23: BAB III MENGUMPUL POTONGAN CERITA SIMBOLIK DI NEGERI …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16489/3/T2_092016007_BAB III.pdf · MENGUMPUL POTONGAN CERITA SIMBOLIK . DI NEGERI

109

Hasil rekaman data mulai diproses, mulai dari data yang tidak

beraturan, penulis mulai melakukan sortiran data, (lihat gambar

pemetaan wilayah penelitian nomor: ). Setelah data disortir dan diberi

koding, maka peneliti mulai melakukan analisa data induktif dan

deduktif.

Setelah melewati proses dan tahapan pengumpulan data, penulis

mulai melakukan proses penulisan, data yang ditemukan ditulis dalam

dua bab. Bab empat memuat sikap kebijakan pemerintah dan protes

dari demonstrasi massa, dan pada bab lima, memuat bentuk-bentuk

penggunaan simbol oleh demonstrasi massa.

Hingga penulisan ini selesai dan diuji oleh tim penguji tanggal 18

Oktober 2017, penulis masih membenahi beberapa data informasi di

antaranya terkait dengan kegagalan berangkat CJH (Calon Jemah Haji)

asal Kabupaten Kaimana ke Tanah Suci sebanyak tiga puluh sembilan

orang CJH.

Walaupun dalam rancangan proposal penelitian penulis telah

menggambarkan strategi dalam melakukan penelitian, ternyata

sesampai di lapangan penelitian, rancangan mengalami perubahan.

Sebagai peneliti yang menggunakan metode kualitatif, Creswell bilang

hal itu biasa, karena metode penelitian kualitatif fleksibel, mudah

menyesuaikan dalam kondisi latar apapun.