bab ii tinjauan umum tentang perjanjian, … ii asri.pdf · ... sedangkan dalam kuh perdata,...

21
18 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, KEPAILITAN, DAN PENAFSIRAN 2.1. Perjanjian 2.1.1. Istilah dan pengertian perjanjian Istilah perjanjian merupakan istilah yang mengandung pengertian yang luas. Dewasa ini, umumnya dalam dunia bisnis istilah yang lebih sering digunakan untuk menyebutkan istilah perjanjian tertulis adalah kontrak. Istilah tersebut diambil dari bahasa Inggris contract, yang dalam bahasa Belanda dikenal dengan istilah overeenkomst (Perjanjian), sedangkan dalam KUH Perdata, pengertian istilah perjanjian ada dalam Pasal 1313 KUH Perdata yang bunyinya “Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.” Pengertian yang termuat dalam Pasal 1313 KUH Perdata tersebut tidaklah jelas karena disana hanya mendefinisikan perjanjian sebagai “suatu perbuatan”. Hal ini tentu berarti suatu perbuatan yang dimaksud tersebut tidak hanya berupa perbuatan hukum melainkan dapat juga berupa bukan perbuatan hukum. Dilihat dari sudut pandang doktrin teori lama yang disebut perjanjin adalah “Perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.” Jika kemudian diuraikan, maka unsur-unsur perjanjian menurut teori lama yaitu: 1. adanya perbuatan hukum; 2. persesuaian pernyataan kehendak dari beberapa orang;

Upload: trinhque

Post on 25-Mar-2019

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, … II asri.pdf · ... sedangkan dalam KUH Perdata, pengertian istilah perjanjian ada dalam Pasal 1313 KUH Perdata yang bunyinya ... pengertian

18

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, KEPAILITAN, DAN

PENAFSIRAN

2.1. Perjanjian

2.1.1. Istilah dan pengertian perjanjian

Istilah perjanjian merupakan istilah yang mengandung pengertian yang

luas. Dewasa ini, umumnya dalam dunia bisnis istilah yang lebih sering

digunakan untuk menyebutkan istilah perjanjian tertulis adalah kontrak. Istilah

tersebut diambil dari bahasa Inggris contract, yang dalam bahasa Belanda dikenal

dengan istilah overeenkomst (Perjanjian), sedangkan dalam KUH Perdata,

pengertian istilah perjanjian ada dalam Pasal 1313 KUH Perdata yang bunyinya

“Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau lebih

mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.”

Pengertian yang termuat dalam Pasal 1313 KUH Perdata tersebut tidaklah

jelas karena disana hanya mendefinisikan perjanjian sebagai “suatu perbuatan”.

Hal ini tentu berarti suatu perbuatan yang dimaksud tersebut tidak hanya berupa

perbuatan hukum melainkan dapat juga berupa bukan perbuatan hukum. Dilihat

dari sudut pandang doktrin teori lama yang disebut perjanjin adalah “Perbuatan

hukum berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.” Jika

kemudian diuraikan, maka unsur-unsur perjanjian menurut teori lama yaitu:

1. adanya perbuatan hukum;

2. persesuaian pernyataan kehendak dari beberapa orang;

Page 2: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, … II asri.pdf · ... sedangkan dalam KUH Perdata, pengertian istilah perjanjian ada dalam Pasal 1313 KUH Perdata yang bunyinya ... pengertian

19

3. persesuaian kehendak ini harus dipublikasikan/dinyatakan;

4. perbuatan hukum terjadi karena kerja sama antara dua orang atau lebih;

5. pernyataan kehendak (wilsverklaring) yang sesuai harus saling bergantung

satu sama lain;

6. kehendak ditujukan untuk menimbulkan akibat hukum;

7. akibat hukum untuk kepentingan yang satu atas beban yang lain atau

timbal balik;

8. persesuaian kehendak harus dengan meningat peraturan perundang-

undangan.

Kemudian, seorang ahli hukum bernama Van Dunne mengemukakan

sebuah teori yang disebut teori baru. Menurut teori ini, yang diartikan sebagai

perjanjian adalah “Suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih

berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.” Teori ini tidak

hanya mengkaji pengertian dari perjanjian atau kontrak melainkan juga

menentukan unsur-unsur apa saja yang harus ada sehingga suatu perbuatan

kemudian dapat disebut dengan kontrak. Ada tiga unsur kontrak yaitu sebagai

berikut.

1. The agreement fact between the parties (adanya kesepakatan tentang fakta

antara dua belah pihak).

2. The agreement as written (persetujuan dibuat secara tertulis).

Page 3: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, … II asri.pdf · ... sedangkan dalam KUH Perdata, pengertian istilah perjanjian ada dalam Pasal 1313 KUH Perdata yang bunyinya ... pengertian

20

3. The set of rights and duties created by (1) and (2) (adanya orang yang

berhak dan berkewajiban untuk membuat: (1) kesepakatan dan (2)

persetujuan tertulis).1

Dari definisi-definisi perjanjian yang dikemukakan oleh para ahli di atas,

maka dapat ditarik pengertian mengenai perjanjian yaitu suatu hubungan hukum

antara satu atau beberapa orang dengan satu atau beberapa orang lainnya yang

dilandasi dengan kesepakatan mengenai suatu hal.

2.1.2 Asas-asas dalam perjanjian

Di dalam KUH Perdata Buku ke III dikenal adanya lima macam asas

hukum yang menjiwai ketentuan-ketentuan di dalamnya. Kelima asas tersebut,

yaitu asas kebebasan berkontrak, asas iktikad baik, asas konsualisme, asas pacta

sunt servanda (asas kepastian hukum), dan asas kepribadian. Asas-asas tersebut

merupakan asas umum dalam perjanjian, sebagaimana dijabarkan dibawah ini.

1. Asas Kebebasan Berkontrak

Jika dilihat pada ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata maka

disanalah dapat dilihat ketentuan yang berdasarkan asas kebebasan

berkontrak ini. Pasal 1338 menyatakan: “semua perjanjian yang dibuat

secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang

membuatnya.” Rumusan tersebut dipertegas lagi oleh ayat (2) Pasal yang

sama, yang menyatakan bahwa perjanjian yang telah disepakati tersebut

tidak dapat ditarik kembali kecuali dengan kesepakatan kedua belah pihak,

atau karena alasan yang ditentukan undang-undang. Secara umum para

1Salim H.S. I, op.cit, h. 16.

Page 4: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, … II asri.pdf · ... sedangkan dalam KUH Perdata, pengertian istilah perjanjian ada dalam Pasal 1313 KUH Perdata yang bunyinya ... pengertian

21

ahli hukum seringkali menghubungkan dan memperlakukan ketentuan

sebagaimana diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata dan Pasal 1338 KUH

Perdata sebagai asas kebebasan berkontrak.

Ahmad Miru mengemukakan bahwa asas kebebasan berkontrak

memberikan jaminan kepada setiap orang mengenai beberapa hal yang

berkaitan dengan perjanjian yaitu: (1) bebas menentukan apakah ia akan

melakukan perjanjian atau tidak; (2) bebas menentukan dengan siapa ia

akan melakukan perjanjian; (3) bebas menentukan isi atau klausul

perkankian; (4) bebas menentukan bentuk perjanjian; dan (5) kebebasan-

kebebasan lainnya yang tidak bertentangan dengan perundang-undangan.

Asas kebebasan berkontrak merupakan merupakan suatu dasar yang

menjamin kebebasan orang dalam melakukan kontrak.

Hal ini tidak terlepas juga dari sifat Buku III KUH Perdata yang hanya

merupakan hukum yang mengatur sehingga para pihak dapat

menyimpanginya (mengesampingkannya), kecuali terhadap pasal-pasal

tertentu yang sifatnya memaksa.2

2. Asas Pacta Sunt Servanda

Selain bernama asas Pacta Sunt Servanda, asas ini juga dikenal dengan

sebutan asas kepastian hukum. Asas ini berkaitan dengan akibat dari

perjanjian yang dibuat oleh para pihak, dimana asas ini tersimpul pada

Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang menyatakan: “Semua perjanjian

yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang

2Ahmad Miru, 2007, Hukum Kontrak Perencanaan Kontrak, PT. Rajagrafindo Persada,

Jakarta, h. 4.

Page 5: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, … II asri.pdf · ... sedangkan dalam KUH Perdata, pengertian istilah perjanjian ada dalam Pasal 1313 KUH Perdata yang bunyinya ... pengertian

22

membuatnya.” Ini berarti baik hakim maupun pihak ketiga tidak dapat

melakukan intervensi terhadap substansi perjanjian yang dibuat oleh para

pihak tersebut.

3. Asas Konsensualisme

Konsensualisme berasal dari bahasa latin “consensus” yang berarti

sepakat. Asas konsensualisme sendiri bermakna bahwa pada dasarnya

perjanjian dan perikatan yang timbul sudah dilahirkan sejak detik

tercapainya kata sepakat. Asas ini sangat erat kaitannya dengan asas

kebebasan berkontrak dan tercermin juga dari Pasal 1320 dan Pasal 1338

KUH Perdata. Berdasarkan asas konsensualisme ini, perjanjian itu sudah

sah apabila sudah disepakati mengenai hal-hal yang pokok, dan tidaklah

memerlukan suatu formalitas.

4. Asas Iktikad Baik

Asas iktikad baik tercermin dari Pasal 1338 KUH Perdata yang

menyatakan bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik.

Menurut Subekti, pengertian iktikad baik dapat ditemui dalam hukum

benda (pengertian subyektif) maupun dalam hukum perjanjian seperti yang

diatur dalam Pasal 1338 ayat (2) (pengertian obyektif).3

5. Asas Personalia

Asas Personalia (Asas Kepribadian) tercermin dalam Pasal 1315 KUH

Perdata dan dipertegas lagi dengan ketentuan Pasal 1340 KUH Perdata.

Dari kedua pasal tersebut, pada intinya mengatur bahwa perjanjian pada

3Subekti, 2001, Hukum Pembuktian, Pradnya Paramita, Jakarta, h. 42

Page 6: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, … II asri.pdf · ... sedangkan dalam KUH Perdata, pengertian istilah perjanjian ada dalam Pasal 1313 KUH Perdata yang bunyinya ... pengertian

23

dasarnya hanya akan melahirkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban

diantara para pihak yang membuatnya. Pada dasarnya, seorang tidak dapat

mengikatkan dirinya untuk kepentingan maupun kerugian pihak ketiga,

kecuali dalam hal terjadinya peristiwa penanggungan (dalam hal

demikianpun penanggungan tetap berkewajiban untuk membentuk

perjanjian dengan siapa penanggungan tersebut akan diberikan dan dalam

hal yang demikian, perjanjian yang ditanggung dalam perjanjian

penanggungan). Ini berarti perjanjian dibuat oleh para pihak tersebut, demi

hukum hanya mengikat para pihak yang membuatnya.4

Itulah kelima asas yang menjiwai ketentuan-ketentuan mengenai perjanjian

(kontrak).

2.1.3 Syarat sah-nya perjanjian

Selanjutnya sebuah perjanjian atau kotrak baru untuk dapat dikatakana sah

maka harus memenuhi syarat-syarat yang terdapat dalam Pasal 1320 KUH

Perdata. Syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut.

a. Kesepakatan

Kesepakatan atau consensus dari masing-masing pihak merupakan syarat

paling esensial dalam sebuah perjanjian atau kontrak. Agar kontrak

menjadi sah, para pihak harus sepakat terhadap hal yang terdapat di dalam

perjanjian.5 Kesepakatan diartikan sebagai persesuaian pernyataan

4Kaligis O.C., 2013, Kontrak Bisnis Teori dan Praktik, PT Alumni Bandung, h. 6.

5 Ibid

Page 7: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, … II asri.pdf · ... sedangkan dalam KUH Perdata, pengertian istilah perjanjian ada dalam Pasal 1313 KUH Perdata yang bunyinya ... pengertian

24

kehendak antara pihak-pihak yang membuat perjanjian tersebut. Ada lima

cara terjadinya persesuaian pernyataan kehendak, yaitu dengan:

1. Bahasa yang sempurna dan tertulis;

2. Bahasa yang sempurna secara lisan;

3. Bahasa yang tidak sempurna asal dapat diterima oleh pihak lawan.

Hal ini mengingat dalam kenyataannya sering kali seeorang yang

menyampaikan dengan bahasa yang tidak sempurna tetapi

dimengerti oleh pihak lawannya;

4. Bahasa isyrat asal dapat diterima oleh pihak lawannya; dan

5. Diam atau membisu tetapi asal dipahami atau diterima pihak

lawan.

Mariam Darus Badrulzaman memberikan pengertian sepakat sebagai

kehendak yang disetujui (overeenstemende wilsverklaring) antara pihak-

pihak. Pernyatan dari pihak yang menawarkan disebut tawaran (offerte),

dan pernyataan dari pihak yang menerima penawaran disebut akseptasi

(acceptatie) menurut ajaran yang lazim dianut sekarang, perjanjian harus

dianggap lahir pada saat pihak yang melakukan penawaran (offerte)

menerima jawaban yang termaktub dalam surat tersebut.6

Menurut Pasal 1321 KUH Perdata, kata sepakat yang diberikan menjadi

tidak sah, apabila kemudian kata sepakat tersebut diberikan karena salah

pengertian (khilaf), paksaan, atau penipuan. Hal tersebut dikarenakan

persetujuan diberikan dengan cacat kehendak, sehingga menjadi tidak sah.

6 Subekti, 2004, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta, h. 28.

Page 8: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, … II asri.pdf · ... sedangkan dalam KUH Perdata, pengertian istilah perjanjian ada dalam Pasal 1313 KUH Perdata yang bunyinya ... pengertian

25

Perjanjian yang demikian dapat dimohonkan pembatalannya kepada

pengadilan. Hal tersebut harus mengenai intisari pokok persetujuan. Ada

dua jenis salah pengertian atau kekeliruan yaitu “kekeliruan mengenai

hakikat benda atau barang yang menjadi obyek dari suatu perjanjian (error

in substantia)” dan “kekeliruan mengenai orangnya (error in persona)”.

Salah pengertian mengenai orangnya tidak menyebabkan persetujuan

dibatalkan.7

b. Kecakapan bertindak

Dalam KUH Perdata kecakapan dikaitkan dengan batasan usia dewasa

yaitu 21 tahun atau sudah kawin sesuai dengan yang ditetapkan dalam

Pasal 330 KUH Perdata. Jadi jika seseorang belum mencapai usia 21 tahun

namun telah menikah, maka ia dianggap sudah cakap. Sedangkan dalam

hal perkawinan, Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan

menetapkan ukuran kedewasaan yang berbeda dari KUH Perdata, yaitu 19

tahun bagi laki-laki dan 16 tahun bagi perempuan.

Sedangkan Pasal 1330 KUH Perdata menyatakan, “Tidak cakap untuk

membuat suatu persetujuan-persetujuan adalah:

1. orang-orang yang belum dewasa

2. mereka yang ditaruh di bawah pengampuan

3. perempuan yang telah kawin dalam hal-hal yang ditentukan undang-

undang dan pada umumnya semua orang yang oleh undang-undang

dilarang untuk membuat persetujuan tertentu.

7 Kaligis O.C., op.cit, h. 8.

Page 9: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, … II asri.pdf · ... sedangkan dalam KUH Perdata, pengertian istilah perjanjian ada dalam Pasal 1313 KUH Perdata yang bunyinya ... pengertian

26

Namun dalam perkembangannya, seorang perempuan yang telah kawin

(istri) dapat melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal

31 UU No. 1 Tahun 1974 jo SEMA No. 3 Tahun 1963.

a. Suatu hal tertentu

Perjanjian haruslah tentang suatu hal tertentu yang telah di sepakati oleh

kedua belah pihak. Suatu hal tertentu tersebut merupakan hak dan

kewajiban, atau yang kerap disebut prestasi. Prestasi dapat berupa

perbuatan positif maupun perbuatan negatif. Dalam Pasal 1234

dinyatakan, “perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk

berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.”

Prestasi itu harus dapat ditentukan, dibolehkan, dimungkinkan, dan dapat

dinilai dengan uang. Dapat ditentukan artinya, di dalam mengadakan

perjanjian, isi perjanjian harus dipasikan, dalam arti dapat ditentukan

secara cukup.8

b. Suatu Sebab yang Hahal

Dalam suatu perjanjian yang dimaksud dengan suatu sebab yang halal atau

orzaak (kausa yang halal) adalah berkaitan dengan isi dari perjanjian

tersebut. Pasal 1320 KUH Perdata tidak memberikan penjelasan mengenai

apa itu orzaak, namun di dalam Pasal 1337 KUH Perdata disebutkan apa

saja yang dianggap kausa terlarang. Pasal 1337 KUH Perdata menyatakan:

8 Salim H.S., Abdullah H., dan Wiwiek Wahyuningsih, op.cit, h. 10.

Page 10: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, … II asri.pdf · ... sedangkan dalam KUH Perdata, pengertian istilah perjanjian ada dalam Pasal 1313 KUH Perdata yang bunyinya ... pengertian

27

“suatu sebab adalah terlarang, jika sebab itu dilarang oleh undang-undang

atau apabila sebab itu bertentangan dengan kesusilaan atau dengan

ketertiban umum.”

Jadi agar suatu perjanjian menjadi sah maka, perjanjian tersebut harus

memenuhi 4 syarat yang terdapat dalam Pasal 1320 KUH Perdata seperti

yang telah dijabarkan di atas. Syarat nomor 1 dan 2 disebut syarat

subyektif, karena berkaitan degan orang-orang atau subyek yang

mengadakan perjanjian, sedangak syarat nomor 3 dan 4 disebut syarat

obyektif, karena berkaita dengan obyek dari suatu perjanjian. Jika

kemudian syarat 1 dan 2 tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut dapat

dibatalkan, artinya salah satu pihak dapat mengajukan pembatalah

perjanjian tersebut ke pengadilan. Sedangkan jika syarat 3 dan 4 yang

tidak terpenuhi maka secara otomatis perjanjian tersebut batal demi

hukum.

2.2 Kepailitan

2.2.1 Pengertian pailit dan kepailitan

Pengertian dari pailit tidak dapat kita temukan di dalam UUKPKPU

karena pembuat undang-undang tidak merumuskan pengertian pailit di dalamnya.

Oleh karena itu, pengertian pailit dapat kita kutip dari literatur-literatur maupun

pendapat ahli. Pailit merupakan suatu keadaan dimana debitor tidak mampu

untuk elakukan pembayaran-pembayaran terhadap utang-utang dari para

Page 11: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, … II asri.pdf · ... sedangkan dalam KUH Perdata, pengertian istilah perjanjian ada dalam Pasal 1313 KUH Perdata yang bunyinya ... pengertian

28

kreditornya.9 Tidak jauh berbeda dari pengertian tersebut, Subekti dan R.

Tjitrosoedibio memberikan pengertian sebagai berikut.

"Pailit adalah keadaan di mana seorang debitor telah berhenti membayar

utang-utangnya. Setelah orang yang demikian atas permintaan para

kreditornya atau atas permintaan sendiri oleh pengadilan dinyatakan pailit,

maka harta kekayaannya dikuasai oleh Balai Harta Peninggalan selaku

curatrice (pengampu) dalam urusan kepailitan tersebut untuk dimanfaatkan

bagi semua kreditor."10

Pengertian dari pailit dan kepailitan tidaklah sama, namun keduanya

memiliki hubungan yang erat karena kepailitan berasal dari kata pailit itu sendiri.

Jika pailit merupakan keadaan dari si debitor yang tidak mampu membayar utang-

utang kepada kreditornya, maka kepailitan adalah suatu mekanisme atau proses

sita umum terhadap harta kekayaan debitor pailit untuk membayar utang-utangnya

tersebut. Peter J.M mengungkapkan sebagai berikut.

“A bankruptcy petition has to state facts and circumstances that constitute

prima facie evidence that the debtor has ceased to pay its debts. This isi

considered to be the case if there are at least two creditors, one of who,

has a claim whis is due and payable and which the debtor cannot pay,

refuses to pay, or simply does not pay.”11

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Kepailitan memberikan definisi

kepailitan sebagai berikut.

“Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang

pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah

9 M. Hadi Subhan, Op.cit, h.1

10Syamsudin M. Sinaga, op.cit, h. 4, dikutip dari Subekti dan R. Tjitrosoedibio, 1978,

Kamus Hukum, Pradya Pramita, Jakarta, h. 89.

11

M. Hadi Subhan, Op.cit h. 4, dikutip dari Peter J.M. Declercq, 2002, Netherlands

Insolvency Law, The Netherlands Bankruptcy Act and The Mose Important Legagl Concept,

T.M.C. Asser Press, The Haque.

Page 12: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, … II asri.pdf · ... sedangkan dalam KUH Perdata, pengertian istilah perjanjian ada dalam Pasal 1313 KUH Perdata yang bunyinya ... pengertian

29

pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam undang-undang

ini.”

Dari pengertian yang diberikan oleh UUKPKPU tersebut tentu jelas bahwa

kepailitan ini adalah suatu proses untuk menyelesaikan suatu keadaan pailit dari

seorang debitor sehingga kreditornya mampu mendapatkan pelunasan atas

piutangnya.

2.2.2 Syarat permohonan kepailitan

Dalam mengajukan pernohonan kepailitan tentu pemohon harus

memperhatikan syarat yang ditelah ditentukan oleh UUKPKPU. Syarat

mengajukan permohonan kepailitan tersebut tertuang dalam Pasal 2 ayat (1)

UUKPKPU yaitu:

“Debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar

lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih,

dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya

sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih Kreditornya.”

Berdasarkan rumusan Pasal 2 ayat (1) tersebut dapat kita ketahui syarat-

syarat kepailitan adalah sebagai berikut.

1. Adanya utang yang tidak di bayar lunas

Utang merupakan hal yang paling mendasar dalam perkara kepailitan,

karena tanpa adanya utang maka tidak ada kepailitan. Utang dalam

UUKPKPU di definisikan dalam Pasal 1 angka 6 sebagai berikut.

Page 13: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, … II asri.pdf · ... sedangkan dalam KUH Perdata, pengertian istilah perjanjian ada dalam Pasal 1313 KUH Perdata yang bunyinya ... pengertian

30

“utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam

jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing,

baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau

kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau undang – undang dan yang

wajib dipenuhi oleh Debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada

kreditor untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitor.”

Selain memastikan bahwa telah ada utang, maka juga harus dipastikan

bahwa utang tersebut belum di bayarkan hingga lunas. Dalam hal ini

mungkin saja debitur telah melakukan pembayaran secara berkala, namun

jika belum seluruhnya utang tersebut dibayarkan, maka satu syarat

permohonan pailit ini terpenuhi.

2. Adanya minimal satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih

Dalam penjelasan Pasal 2 ayat (1) dikatakan bahwa yang dimaksud dengan

“utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih” adalah kewajiban untuk

membayar utang yang telah jatuh waktu, baik karena telah diperjanjikan,

karena percepatan penagihan sebagaimana diperjanjikan, karena

pengenaan sanksi atau denda oleh instansi yang berwenang, maupun

karena putusan pengadilan, arbiter, atau majelis arbitrase.

Selanjutnya M. Hadi Subhan dalam bukunya juga menjelaskan bahwa

suatu utang dapat ditagih jika utang tersebut timbul bukan dari perikatan

alami (natuurlijke verbintenis). Perikatan yang pemenuhannya tidak dapat

dituntut di muka pengadilan dan yang lazimnya disebut perikatan alami

Page 14: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, … II asri.pdf · ... sedangkan dalam KUH Perdata, pengertian istilah perjanjian ada dalam Pasal 1313 KUH Perdata yang bunyinya ... pengertian

31

(natuurlijke verbintenis) tidak dapat digunakan sebagai alasan untuk

mengajukan permohonan pailit.12

3. Adanya dua atau lebih kreditor

Syarat ini berarti bahwa debitor haruslah memiliki minimal dua kreditor.

Dimana dalam bagian penjelasan Pasal 2 ayat (1) UUKPKPU dijelaskan,

yang dimaksud dengan “Kreditor” adalah baik Kreditor konkuren,

Kreditor separatis, maupun Kreditor preferen.

Keseluruh syarat dalam Pasal 2 ayat (1) ini adalah bersifat kum ulatif,

sehingga tidak dapat dikurangi. Jadi permohonan pailit baru dapat diterima

ketika semua syarat tersebut terpenuhi.

2.2.3 Pihak yang dapat memohonkan pailit

Pengajuan permohonan pailit tidaklah dapat dilakukan oleh semua orang,

melainkan terbatas hanya pada pihak-pihak yang telah ditentukan oleh pembuat

undang-undang. Hal tersebut dijabarkan dalam Pasal 2 UUKPKPU, yang dimana

pada pkoknya menyatakan bahwa pihak yang dapat mengajukan pailit adalah

Debitor sendiri, Kreditor, Kejaksaan, Bank Indonesia, Badan Pengawas Pasar

Modal, dan Menteri Keuangan.

Mengenai dalam hal apa kemudian pihak-pihak tersebut dapat bertindak

sebagai pemohon pailit adalah sebagai berikut.

1. Debitor

Bila debitor merasa dirinya tidak mampu lagi untuk membayar utang-

utangnya pada kreditor maka debitor dapat melakukan permohonan pailit.

12

Op.cit, h. 91.

Page 15: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, … II asri.pdf · ... sedangkan dalam KUH Perdata, pengertian istilah perjanjian ada dalam Pasal 1313 KUH Perdata yang bunyinya ... pengertian

32

2. Kreditor

Kreditor memiliki hak untuk mengajukan permohonan pailit terhadap

debitornya. Kreditor yang dimaksud disini adalah baik itu Kreditor

Sparatis, Kreditor konkuren, maupun Kreditor preferen. Bagi kreditor

separatis dan juga Kreditor preferen kehilangan hak agunan atas

kebendaan yang mereka miliki terhadap harta kekayaan debitor. Walaupun

ada kekhususan tersebut namun hak untuk mengajukan bai ketiga

golongan kreditor ini adalah sama.

3. Kejaksaan

Kejaksaan dapat mengajukan permohonan kepaiitan dalam hal demi

kepentingan umum. Berkaitan dengan hal tersebut dalam Penjelasan Pasal

2 Ayat (2) diberikan batasan yang dimaksud dengan “kepentingan umum”

oleh pembuat undang-undang, yaitu adalah kepentingan bangsa dan negara

dan/ atau kepentingan masyarakat luas, misalnya:

a. debitor melarikan diri;

b. debitor menggelapkan bagian dari harta kekayaan;

c. debitor mempunyai utang kepada Badan Usaha Milik Negara atau badan

usaha lainnya yang menghimpun dana dari masyarakat;

d. debitor mempunyai utang yang berasal dari penghimpunan dana dari

masyarakat luas;

e. debitor tidak beriktikad baik atau tidak kooperatif dalam menyelesaikan

masalah utang piutang yang telah jatuh waktu; atau

f. dalam hal lainnya menurut kejaksaan merupakan kepentingan umum.”

Page 16: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, … II asri.pdf · ... sedangkan dalam KUH Perdata, pengertian istilah perjanjian ada dalam Pasal 1313 KUH Perdata yang bunyinya ... pengertian

33

4. Bank Indonesia

Dalam hal Debitor adalah Bank, maka Pasal 2 ayat (3) menentukan bahwa

yang boleh mengajukan permohonan pernyataan pailitnya hanya Bank

Indonesia. Bagian penjelasan pasal ini menerangkan bahwa pengajuan

permohonan pailit oleh Bank Indonesia selalu dilakukan semata-mata

dengan didasarkan atas penilaian kondisi keuangan bank tersebut dan

kondisi perbankan secara keseluruhan.

5. Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam)

Jika debitor merupakan perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring dan

penjaminan, lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, maka permohonan

pernyataan pailit hanya dapat dilakukan oleh Badan Pengawas Pasar

Modal (Bapepam). Hal ini dikarenakan Debitor menjalankan usaha yang

menghimpun dana besar dari masyarakat luas sehingga pengajuan

permohonan pailitnya tidak dapat dilakukan oleh sembarangan orang.

6. Menteri Keuangan

Jika Debitor merupakan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi,

Dana Pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang

kepentingan public, maka permohonan pernyataan pailit hanya dapat

diajukan oleh Menteri Keuangan.

2.2.4 Pihak yang dapat dimohonkan pailit

Mengenai siapa pihak yang dapat dimohonkan pailit tentunya adalah

debitor, maka kita harus melihat ketentuan pada Pasal 1 angka 3 yang

mendefinisikan sebagai “Debitor adalah orang yang mempunyai utang karena

Page 17: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, … II asri.pdf · ... sedangkan dalam KUH Perdata, pengertian istilah perjanjian ada dalam Pasal 1313 KUH Perdata yang bunyinya ... pengertian

34

perjanjian atau undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih dimuka

pengadilan.”

Dari definisi tersebut maka kita mengetahui bahwa debitor adalah “orang”

yaitu adalah “setiap orang”, dimana dalam Pasal 1 angka 11 menyatakan sebagai

berikut.

“Setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi termasuk

korporasi yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum

dalam likuidasi.”

Di sini jelas bahwa tidak hanya orang perorangan ataupun badan hukum

yang bisa dimohonkan pailit, melainkan juga korporasi yang bukan badan hukum.

2.3 Penafsiran

2.3.1 Pengertian penafsiran

Setiap ketentuan dari undang–undang adalah berbentuk tertulis sehingga

bersifat statis serta sulit diubah serta kaku. Sering kali maksna suatu kata dalam

undang-undang tersebut tidaklah selalu jelas, sehingga hakim sebagai penegak

hukum dan keadilan dalam rangka memberikan putusan yang seadil-adilnya,

diberikan kewenangan melakukan penafsiran-penafsiran hukum (Interpretasi).

Penafsiran (Interpretasi) menurut Soedjono Dirdjosisworo, adalah menentukan

arti atau makna suatu teks atau bunyi pasal berdasar pada kaitannya.13

Sedangkan

13

Soedjono Dirdjosisworo, 2008, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, PT Rajagafindo

Persada, h. 156.

Page 18: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, … II asri.pdf · ... sedangkan dalam KUH Perdata, pengertian istilah perjanjian ada dalam Pasal 1313 KUH Perdata yang bunyinya ... pengertian

35

menurut R. Soeroso yang dimaksud dengan penafsiran (interpretasi) adalah me

ncari dan menetapkan pengertian atas dalil-dalil yang tercantum dalam undang-

undang sesuai dengan yang dikehendaki serta yang dimaksud oleh pembuat

undang-undang.

2.3.2 Jenis-jenis penafsiran

Dalam melakukan penafsiran, hakim dapat menggunakan beberapa jenis

cara penafsiran, yaitu sebagai berikut.

1. Penafsiran Gramatikal

Penafsiran undang-undnag secara tata bahasa (gramatikal), yaitu suatu cara

penafsiran undang-undang menurut arti perkataan (istilah) yang terdapat

dalam undang-undang yang bertitik tolak pada arti perkataan-perkataan

dalam hubungannya satu sama lain dalam kalimat-kalimat yang dipakai

dalam undang-undang.14

Tidak jarang penafsiran gramatikal kemudian

membawa hakim untuk juga memakai penafsiran historis maupun

sistematis.

2. Penafsiran Sistematis

Penafsiran ini menitikberatkan pada pandangan bahwa antara satu undang-

undang dengan perundang-undangan lainnya memiliki hubungan yang

tidak terlepas, dan akan selalu berhubungan satu sama lain. Cara

penafsiran ini dilakukan yaitu dengan melihat hubungan perkataan yang

ingin ditafsirkan secara luas, yaitu dengan melihat juga kalimat

14

Arrasjid Chainur, 2008, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Cet.V, Sinar Grafika, Jakarta, h. 88.

Page 19: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, … II asri.pdf · ... sedangkan dalam KUH Perdata, pengertian istilah perjanjian ada dalam Pasal 1313 KUH Perdata yang bunyinya ... pengertian

36

keseluruhan pasal tersebut, atau bahkan melihat juga pasal lainnya yang

memiliki sangkut paut.

3. Penafsiran Historis

Setiap ketentuan peraturan perundang-undangan yang lahir pasti memiliki

sejarah pembentukannya sendiri. Penafsiran secara historis adalah

menafsirkan undang-undang dengan cara melihat sejarah terjadinya

undang-undang tersebut. Penafsiran secara historis ada dua macam, yaitu

sebagai berikut.

a. Penafsiran menurut sejarah hukum (rechthistorische interpretative).

Penafsiran menurut serah hukum merupakan suatu cara penafsiran

hukum dengan jalan menyelidiki dan mempelajari sejarah

perkembangan segala sesuatu yang berhubungan dengan hukum

seluruhnya. Penafsiran tersebut adalah penafsiran yang luas yang

meliputi penafsiran menurut sejarah penetapan perundang-undangan.15

b. Penafsiran menurut sejarah penetapan ketentuan perundang-undangan

(wetshistorische interpretative).

Penafsiran menurut sejarah penetapan ketentuan perundang-undangan

merupakan penafsiran undang-undang dengan menyelidiki

perkembangannya sejak dibuat dan untuk mengetahui apa maksud

ditetapkannya peraturan itu. Maksud tersebut dapat diketahui dengan

jalan melihat siding Dewan Perwakilan Rakyat dari surat-menyurat

15

Ishaq, 2009, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Cet.II, Sinar Grafika, Jakarta, h. 90.

Page 20: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, … II asri.pdf · ... sedangkan dalam KUH Perdata, pengertian istilah perjanjian ada dalam Pasal 1313 KUH Perdata yang bunyinya ... pengertian

37

antara menteri-menteri yang bersangkutan dan komisi DPR yang

bersangkutan (kenbron) dan sebagainya.16

4. Penafsiran Sosiologis (Teleologis)

Penafsiran sosiologis adalah salah satu cara penafsiran dengan jalan

mencari maksud atau tujuan pembuatan undang-undang di dalam

masyarakat. Pada dasarnya ketika hakim melakukan penafsiran gramatikal

maka harus selalu diakhiri dengan penafsiran sosiologis. Hal tersebut

karena hakim juga perlu meninjau kenyataan hukum yang ada

dimasyarakat saat itu.

5. Penafsiran Autentik

Panafsiran autentik adalah penafsiran resmi yang telah ditentukan oleh

pembuat undang-undang di dalam undang-udang itu sendiri.

6. Penafsiran Ekstensif

Penafsiran ekstensif artinya penafsiran dengan cara memperluas arti kata-

kata yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan sehingga suatu

peristiwa dapat dimasukkan kedalam arti kata yang bersangkutan.

7. Penafsiran Restriktif

Penafsiran udang-undnag secara restriktif adalah suatu penafsiran undang-

undang yang dilakukan dengan cara membatasi atau mempersempit arti

kata-kata yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan.17

8. Penafsiran Analogis

16

Ibid, h. 91 17

Ibid, h. 93.

Page 21: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, … II asri.pdf · ... sedangkan dalam KUH Perdata, pengertian istilah perjanjian ada dalam Pasal 1313 KUH Perdata yang bunyinya ... pengertian

38

Penafsiran analogis dilakukan dengan cara memberikan kias atau ibarat

terhadap kata-kata yang terdapat dalam suatu undang-undang sesuai

dengan asas hukumnya.

9. Penafsiran A Contrario

Penafsiran a contrario adalah salah satu penafsiran yang dilakukan dengan

memberikan perlawanan pengertian antara peristiwa konkret yang

dihadapi dan peristiwa yang diatur dalam undang-undang. Dengan begitu

maka dapat ditarik kesimpulan bahwa peristiwa yang dihadapi itu berada

diluar ketentuan perundang-undangan.