bab ii tinjauan umum tentang kontrak dan …erepo.unud.ac.id/16253/3/0890561062-3-bab_ii.pdf ·...

41
58 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONTRAK DAN KONTRAK PENGADAAN BARANG/JASA 2.1 Istilah Perikatan, Perjanjian dan Kontrak Buku III KUH Perdata tidak memberikan rumusan tentang perikatan. Menurut Ilmu pengetahuan Hukum Perdata, perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi antara 2 (dua ) orang atau lebih, yang terletak di dalam lapangan harta kekayaan, dimana pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi itu. 42 Perikatan merupakan suatu pengertian yang abstrak, yaitu suatu hal yang tidak dapat dilihat tetapi hanya dapat dibayangkan dalam pikiran kita. Perikatan banyak dilahirkan dari suatu peristiwa dimana dua orang atau pihak saling menjanjikan sesuatu. Peristiwa ini paling tepat dinamakan perjanjian, yaitu suatu peristiwa yang berupa suatu rangkaian janji-janji. 43 Istilah perjanjian yang sebelumnya dikenal dengan persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, yang bersumber dari Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata : 42 Mariam Darus Badrulzaman, 2001, “Kompilasi Hukum Perikatan”, Bandung, Citra Aditya Bhakti, hal. 1. 43 Subekti, 1980, “Aspek-aspek Hukum Perikatan Nasional”, Bandung, Alumni, hal.10.

Upload: hanhu

Post on 02-Feb-2018

229 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONTRAK DAN …erepo.unud.ac.id/16253/3/0890561062-3-BAB_II.pdf · Buku III KUH Perdata tidak memberikan rumusan tentang perikatan. Menurut Ilmu pengetahuan

58

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG

KONTRAK DAN KONTRAK PENGADAAN BARANG/JASA

2.1 Istilah Perikatan, Perjanjian dan Kontrak

Buku III KUH Perdata tidak memberikan rumusan tentang

perikatan. Menurut Ilmu pengetahuan Hukum Perdata, perikatan adalah

hubungan hukum yang terjadi antara 2 (dua ) orang atau lebih, yang

terletak di dalam lapangan harta kekayaan, dimana pihak yang satu

berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi itu.42

Perikatan merupakan suatu pengertian yang abstrak, yaitu suatu

hal yang tidak dapat dilihat tetapi hanya dapat dibayangkan dalam

pikiran kita. Perikatan banyak dilahirkan dari suatu peristiwa dimana dua

orang atau pihak saling menjanjikan sesuatu. Peristiwa ini paling tepat

dinamakan perjanjian, yaitu suatu peristiwa yang berupa suatu rangkaian

janji-janji.43

Istilah perjanjian yang sebelumnya dikenal dengan persetujuan

merupakan terjemahan dari overeenkomst, yang bersumber dari Pasal

1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata :

42 Mariam Darus Badrulzaman, 2001, “Kompilasi Hukum Perikatan”, Bandung, Citra

Aditya Bhakti, hal. 1. 43 Subekti, 1980, “Aspek-aspek Hukum Perikatan Nasional”, Bandung, Alumni, hal.10.

Page 2: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONTRAK DAN …erepo.unud.ac.id/16253/3/0890561062-3-BAB_II.pdf · Buku III KUH Perdata tidak memberikan rumusan tentang perikatan. Menurut Ilmu pengetahuan

59

“ Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan denga mana 1 (satu) orang

atau lebih mengikatkan dirinya terhadap 1 (satu) orang lain atau lebih.

Dalam bahasa aslinya berbunyi:

Eene overeenkomst is eene handeling waarbij een of meer

personen zich jegens een of meer andere verbinden.

Definisi perjanjian yang terdapat di dalam ketentuan pasal 1313 KUH

Perdata adalah tidak lengkap dan pula terlalu luas. Tidak lengkap karena

yang dirumuskan itu hanya mengenai perjanjian sepihak saja. Definisi itu

dikaatakan terlalu luas karena dapat mencakup perbutan di dalam

lapangan hukum keluarga, tetapi sifatnya berbeda dengan perjanjian yang

diatur dalam KUH Perdata Buku III. Perjanjian yang diatur dalam KUH

Perdata Buku III krterianya dapat dinilai secara materiil, dengan kata lain

dengan uang.44

Timbulnya perubahan istilah persetujuan ke perjanjian bersumber

dari KUHPerdata yang diterjemahkan Subekti dan Tjitrosudibio, dimana

pada awalnya kata overeenkomst diterjemahkan sebagai persetujuan.

Namun pada KUHPerdata cetakan ke-25 terbitan tahun 1992, Subekti

dan Tjitrosudibio mencantumkan kata perjanjian sebagai ganti kata

persetujuan.

Kamus hukum menterjemahkan istilah Overeenkomst dengan

persetujuan atau permufakatan yang juga sinonim dengan istilah

44 Mariam Darus Badrulzaman, Op-Cit, hal. 65.

Page 3: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONTRAK DAN …erepo.unud.ac.id/16253/3/0890561062-3-BAB_II.pdf · Buku III KUH Perdata tidak memberikan rumusan tentang perikatan. Menurut Ilmu pengetahuan

60

agreement atau conformity.45 Overeenkomst dalam struktur bahasa

belanda termasuk jenis kata benda dan bersifat tunggal, oleh karenanya

ketika berbicara tentang persetujuan maka yang digunakan adalah

overeenkomst. Sementara itu jika berbicara tentang segala persetujuan,

macam-macam persetujuan atau juga persetujuan-persetujuan,

dipergunakan overeenkomsten.

Overeenkomst dalam artinya sebagai persetujuan diperbedakan dengan

akkoord yang artinya setuju demikian juga dengan eenstemmig yaitu

sepakat, karena makna dari persetujuan adalah saling menyetujui atau saling

sepakat. Walaupun pengertian saling sepakat diartikan sebagai

persepakatan, dimana persepakatan adalah terjemahan overeenkomen, tidak

bisa semata-mata dipersamakan dengan persetujuan karena overeenkomst

lebih menekankan kepastian dalam sebuah kesepakatan. Oleh karenanya

terdapat kata verbinden didalam penjabaran pengertian overeenkomst yang

artinya membalut. Dalam KUHPerdata terjemahan Subekti dan

Tjitrosudibio, verbinden diterjemahkan sama dengan kata binden yang

artinya mengikat.

Perkembangan keilmuan tentang hukum perjanjian yang terjadi di

Indonesia diperoleh melalui proses penerjemahan ganda, karena terjadi dua

kali proses interpretasi dalam memahami satu masalah hukum yang

45 Yan Pramadya Puspa, 1977, Kamus Hukum Edisi Bahasa Belanda-Indonesia-Inggris,

Aneka Ilmu, Semarang, hlm. 248.

Page 4: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONTRAK DAN …erepo.unud.ac.id/16253/3/0890561062-3-BAB_II.pdf · Buku III KUH Perdata tidak memberikan rumusan tentang perikatan. Menurut Ilmu pengetahuan

61

bersumber dari Burgerlijk Wetboek. Hal ini berakibat pada apa yang

diterima oleh sarjana-sarjana hukum Indonesia saat ini, lebih dipengaruhi

oleh bagaimana sarjana-sarjana hukum sebelumnya menginterpretasikan isi

Burgerlijk Wetboek. Proses penerimaan tersebut diikuti pula dengan proses

pengembangan pemikiran hukum perjanjian yang dilakukan sarjana-sarjana

hukum Indonesia sendiri.

Harus diakui bahwa sebagai sebuah terjemahan yang bersumber dari

Burgerlijk Wetboek, pendapat hukum tentang pengertian perjanjian yang

berkembang saat ini amatlah beragam. Walaupun para sarjana hukum

menganggap keragaman interpretasi perjanjian bukanlah hal yang penting

untuk diperdebatkan, namun pada kenyataannya sering tercantum

pemahaman-pemahaman yang berbeda antara istilah persetujuan dengan

perjanjian.

Hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah, bahwa perikatan

itu dilahirkan dari suatu perjanjian. Dengan kata lain perjanjian adalah

sumber, bahkan sumber utama, dari perikatan. Suatu perikatan adalah suatu

pengertian abstrak (dalam arti tidak dapat dilihat dengan mata), maka

perjanjian adalah suatu peristiwa atau kejadian yang kongkrit.46

Berkaitan dengan istilah perjanjian, adalah hal yang tidak asing lagi

dikalangan sarjana hukum Indonesia bahwa terdapat istilah lain yang

cenderung dipersamakan dengan perjanjian, yaitu kontrak.

46 Subekti, Op-Cit, hal.11

Page 5: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONTRAK DAN …erepo.unud.ac.id/16253/3/0890561062-3-BAB_II.pdf · Buku III KUH Perdata tidak memberikan rumusan tentang perikatan. Menurut Ilmu pengetahuan

62

Adapun istilah kontrak lazim ditujukan pada suatu perjanjian yang

diadakan secara tertulis atau yang diadakan dikalangan bisnis (dunia

usaha).47

2.1.1 Pengertian Kontrak

Istilah kontrak berasal dari kata “contract” dalam bahasa Inggris.

Dalam bahasa Prancis “contrat” dan dalam bahasa Belanda

“overeenkomst” sekalipun kadang-kadang juga digunakan istilah

“contract”. Istilah kontrak lebih menunjukkan pada nuansa bisnis atau

komersial dalam hubungan hukum yang dibentuk, sedangkan istilah

perjanjian cakupannya lebih luas. 48

Dalam literatur-literatur yang berkaitan tentang hukum kontrak,

hukum bisnis dan hukum perjanjian, terdapat beberapa pemikiran yang

menganggap kedua istilah tersebut sama dan ada pula yang membedakan

pengertian antara keduanya :

a. Hasanudin berpendapat dalam tulisannya yang berjudul contract

drafting49, bahwa kontrak itu tidak lain adalah perjanjian itu sendiri

selama perjanjian yang dimaksud itu sifatnya mengikat. Dasar alasan

pendapat Hasanudin tersebut adalah Pasal 1233 KUH Perdata yang

menyebutkan bahwa perikatan itu dilahirkan dari perjanjian dan undang-

undang. Sedangkan dalam hukum perdata Indonesia, merujuk ke pasal

47 Subekti, ibid. 48 Hasanudin Rahman, op-cit, hlm. 2 49 Hasanudin Rahman, ibid.

Page 6: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONTRAK DAN …erepo.unud.ac.id/16253/3/0890561062-3-BAB_II.pdf · Buku III KUH Perdata tidak memberikan rumusan tentang perikatan. Menurut Ilmu pengetahuan

63

1313 KUH Perdata, maka kontrak itu diartikan dengan overeenkoms

yang bila diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia berarti perjanjian.

b. Ridwan Khairandy, dalam bukunya Itikad Baik dalam Kebebasan

Berkontrak, menyebutkan definisi kontrak yang juga sejajar dengan

pengertian perjanjian, yaitu:50

“Kontrak adalah suatu perbuatan hukum yang terjadi antara satu pihak

atau lebih mengikatkan dirinya kepada satu orang atau lebih atau dimana

keduanya saling mengikatkan diri.”

c. Munir Fuady berpendapat bahwa terdapat banyak definisi tentang

kontrak dan masing-masing bergantung pada bagian-bagian mana dari

kontrak tersebut yang dianggap penting, maka bagian itulah yang akan

ditonjolkan dalam definisi tersebut.51

d. Salim HS berpendapat kontrak adalah hubungan hukum antara subjek

hukum yang lain dalam bidang harta kekayaan. Perlu diketahi bahwa

subjek hukum yang satu berhak atas prestasi dan begitu juga subjek

hukum yang lain berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai

dengan yang telah disepakatinya.52

e. J.D. Karla berpendapat bahwa dalam pengertiannya yang luas, kontrak

adalah kesepakatan yang mendefinisikan hubungan antara dua pihak atau

50 Ridwan Khairandy, 2004, Itikad Baik dalam Kebebasan Berkontrak, Cetakan II, Program

Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, hal. 38 51 Munir Fuady, 2000, Arbitrase Nasional: Penyelesaian Sengketa Bisnis, Cetakan Pertama,

P.T. Citra Aditya Bhakti, Bandung, hal. 4 (Selanjutnya disebut Munir Fuady II) 52 Salim HS, 2005, “Perkembanga Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia (Buku

Kesatu), cet. Ketiga, Sinar Grafika, Jakarta, hal.17.

Page 7: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONTRAK DAN …erepo.unud.ac.id/16253/3/0890561062-3-BAB_II.pdf · Buku III KUH Perdata tidak memberikan rumusan tentang perikatan. Menurut Ilmu pengetahuan

64

lebih. Kontrak itu bisa bersifat tertulis maupun tidak tertulis dan untuk

kontrak yang bersifat tertulis dapat berupa memo, sertifikat, atau

kuitansi. Dikarenakan hubungan kontraktual dibuat oleh dua pihak atau

lebih yang berpotensi menimbulkan pertentangan kepentingan, maka

perlu adanya persyaratan-persyaratan dalam kontrak sebagai pembatasan

secara hukum. Fungsinya adalah untuk melindungi para pihak dalam

kontrak dan mendefinisikan hubungan khusus antar para pihak dalam

kontrak bila ketentuan dalam kontrak itu tidak jelas, mendua, atau tidak

lengkap.53

f. Hikmahanto berpendapat dalam tulisannya yang berjudul teknik

pembuatan dan penelaahan kontrak bisnis, bahwa pengertian kontrak

adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh dua atau lebih pihak dimana

masing-masing pihak yang ada didalamnya dituntut untuk melakukan

satu atau lebih prestasi. Hikamahanto selanjutnya menyimpulkan bahwa

dalam pengertian yang demikian itu, maka kontrak merupakan

perjanjian. Namun demikian kontrak merupakan perjanjian yang

berbentuk tertulis.54

Berdasarkan beberapa pendapat diatas, dapat ditarik kesimpulan,

bahwa timbulnya istilah kontrak dikarenakan adanya asumsi-asumsi sebagai

berikut:

53 J.D. Karla C. Shippey, 2001, “Menyusun Kontrak Bisnis Internasional”, Cetakan

Pertama, PPM, Jakarta, hal.1 54 Hikmahanto Juwana, 2001,”Teknik Pembuatan dan Penelaahan Kontrak Bisnis”,

Pascasarjana FH-UI, hal. 1

Page 8: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONTRAK DAN …erepo.unud.ac.id/16253/3/0890561062-3-BAB_II.pdf · Buku III KUH Perdata tidak memberikan rumusan tentang perikatan. Menurut Ilmu pengetahuan

65

a. Asumsi tuntutan kepastian hukum.

Asumsi yang dikenal dan melekat di masyarakat bahwa berbicara tentang

kontrak berarti berbicara tentang “surat kontrak”, yaitu sesuatu yang

diyakini sebagai “bukti hitam diatas putih”. Tuntutan masyarakat yang

menginginkan adanya jaminan kepastian hukum untuk memperoleh

perlindungan hukum atas harta bendanya, meyakini bahwa satu-satunya

bukti terkuat selain saksi adalah bukti yang tertulis.

b. Asumsi perdagangan, bisnis dan komersialisme. Praktek perdagangan

dan bisnis yang terjadi di Indonesia sering menggunakan istilah kontrak

dalam setiap transaksi dan umumnya bersifat tertulis.

c. Asumsi transaksi non-riil (tidak tunai). Dalam dunia perdagangan dan

bisnis, selain karena transaksi yang terjadi berpotensi pada kerugian

materiil yang tidak kecil sehingga diperlukan bukti tertulis dalam

perjanjiannya, pelaksanaan transaksi juga jarang dilakukan secara riil.

d. Asumsi kesepakatan antara dua pihak. Kontrak selain dipahami sebagai

surat perjanjian, dipahami juga sebagai hasil tertulis yang isinya tentang

kesepakatan diantara dua pihak, sangat janggal ditelinga masyarakat jika

terjadi hibah yang dimuat dalam suatu kontrak hibah.

e. Asumsi kesepadanan bahasa. Istilah kontrak sudah lama dikenal di

Indonesia, sejak istilah contract dalam bahasa Inggris berhasil

diterjemahkan sebagai kontrak dalam bahasa Indonesia dan merupakan

sinonim dari perjanjian. Demikian pula halnya dalam hukum perjanjian

dikenal asas kebebasan berkontrak yang merupakan terjemahan dari

Page 9: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONTRAK DAN …erepo.unud.ac.id/16253/3/0890561062-3-BAB_II.pdf · Buku III KUH Perdata tidak memberikan rumusan tentang perikatan. Menurut Ilmu pengetahuan

66

freedom of contract, sangat janggal bila diartikan dengan kebebasan

dalam perjanjian. Namun makna freedom of contract tetap dapat

diartikan secara lebih halus menjadi kebebasan dalam membuat

perjanjian, mengingat pengertian hukum dari kebebasan berkontrak

dalam kamus hukum perjanjian selalu mengarah pada tahap pra-kontrak

(pembuatan perjanjian).

Berdasarkan pendapat tersebut di atas, dapat dikemukakan unsur-

unsur dalam hukum perjanjian, yaitu:55

a. Adanya kaidah hukum.

Kaidah hukum kontrak terdiri atas dua macam, yaitu tertulis dan tidak

tertulis. Kaidah hukum kontrak tertulis adalah kaidah-kaidah hukum yang

terdapat dalam peraturan perundangan, traktat dan yurisprudensi.

Sedangkan kaidah hukum kontrak tidak tertulis adalah kaidah-kaidah

hukum yang timbul, tumbuh dan hidup dalam masyarakat.

b. Subyek hukum.

Istilah lain dari subyek hukum adalah rechtperson, yang diartikan

sebagai salah satu kategori yang dapat menimbulkan hak dan kewajiban.

Subyek hukum di dalam hukum perjanjian terdiri dari dua pihak, yaitu

pihak yang berkewajiban (debitur) dan pihak yang berhak (kreditur).

55 Salim H.S., Loc - Cit.

Page 10: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONTRAK DAN …erepo.unud.ac.id/16253/3/0890561062-3-BAB_II.pdf · Buku III KUH Perdata tidak memberikan rumusan tentang perikatan. Menurut Ilmu pengetahuan

67

c. Prestasi.

Prestasi adalah sesuatu yang menjadi hak subyek hukum (hak kreditur)

dan disisi lain merupakan kewajiban subyek hukum yang lain (kewajiban

debitur). Prestasi terdiri dari: melakukan sesuatu dan tidak melakukan

sesuatu.

d. Kesepakatan.

Perjanjian yang sah secara hukum adalah perjanjian yang telah

memenuhi syarat-syarat keabsahannya (Pasal 1320 KUH Perdata), salah

satunya adalah tercapainya kata sepakat. Kesepakatan adalah persesuaian

pernyataan kehendak antara para pihak.

e. Hubungan hukum.

Hubungan tercipta antar para pihak yang sah secara hukum telah

menimbulkan akibat-akibat yang dikehendaki hukum.

f. Akibat Hukum.

Setiap perjanjian yang dibuat para pihak secara sah menurut hukum akan

menimbulkan akibat hukum dalam hubungan mereka. Akibat hukum

yang terjadi dalam hubungan antar pihak meliputi hak dan kewajiban.

Hak adalah suatu kenikmatan, sedangkan kewajiban adalah beban

tuntutan akibat dari adanya hak tersebut.

Perjanjian yang sah secara hukum adalah perjanjian yang

memenuhi syarat-syarat yang ditentukan menurut hukum, dimana

Page 11: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONTRAK DAN …erepo.unud.ac.id/16253/3/0890561062-3-BAB_II.pdf · Buku III KUH Perdata tidak memberikan rumusan tentang perikatan. Menurut Ilmu pengetahuan

68

persetujuan antar para pihak dilakukan berdasarkan 4 (empat) syarat

sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 1320 KUH Perdata:56

a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.

Kedua belah pihak dalam suatu perjanjian, harus mempunyai kemauan

yang bebas untuk mengikatkan diri dan kamauan itu harus dinyatakan.

Pernyataan dapat dilakukan dengan tegas atau secara diam-diam.

Kemauan yang bebas sebagai syarat pertama untuk suatu perjanjian yang

sah, dianggap tidak ada jika perjanjian itu telah terjadi karena paksaan

(dwang), kekhilafan (dwaling) atau penipuan (bedrog).

b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.

Kedua belah pihak harus cakap menurut hukum untuk bertindak sendiri.

orang yang dianggap cakap berbuat hukum adalah orang yang telah

dewasa, yaitu orang yang telah berumur 21 tahun penuh dan atau orang

yang telah kawin dan tidak berada di bawah pengampuan. Beberapa

golongan orang oleh Undang-undang dinyatakan ”tidak cakap” untuk

melakukan sendiri perbuatan-perbuatan hukum. Dalam Pasal 1330 KUH

Perdata, disebutkan tentang orang-orang yang tidak cakap membuat

perjanjian sebagai berikut :

1) Orang yang belum dewasa;

2) Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan;

56 Subekti, 1987, ”Hukum Perjanjian”, Cet. XI , Intermasa, Jakarta, hal. 17-18.

Page 12: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONTRAK DAN …erepo.unud.ac.id/16253/3/0890561062-3-BAB_II.pdf · Buku III KUH Perdata tidak memberikan rumusan tentang perikatan. Menurut Ilmu pengetahuan

69

3) Orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-

undang dan semua orang yang dilarang oleh undang-undang untuk

mengadakan perjanjian tertentu.

Apabila dilihat dari sudut rasa keadilan bahwa orang yang membuat

perjanjian dan nantinya akan terikat oleh perjanjian itu, harus

mempunyai cukup kemampuan untuk menyadari benar-benar akan

tanggung jawab yang dipikulnya dari perjanjian itu. Dilihat dari sudut

kepastian hukum, karena seseorang yang membuat suatu perjanjian itu

berarti mempertaruhkan seluruh harta kekayaannya, maka orang tersebut

harus seorang yang sungguh-sungguh berhak bebas berbuat dengan harta

kekayaannya itu. Orang yang ditaruh di bawah pengampuan menurut

hukum tidak dapat berbuat bebas dengan harta kekayaannya dan berada

di bawah pengawasan pengampuan. Kedudukannya sama dengan anak

yang belum dewasa. Kalau anak yang belum dewasa harus diwakili oleh

orang tua atau walinya, maka seorang dewasa yang ditaruh dibawah

pengampuan harus diwakili oleh pengampu atau kuratornya.57

c. Suatu hal tertentu.

Hal yang diperjanjikan dalam suatu perjanjian, haruslah suatu hal atau

suatu barang yang cukup jelas atau tertentu. Barang yang dimaksudkan

dalam perjanjian, paling sedikit harus ditentukan jenisnya.

57 Subekti, Ibid

Page 13: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONTRAK DAN …erepo.unud.ac.id/16253/3/0890561062-3-BAB_II.pdf · Buku III KUH Perdata tidak memberikan rumusan tentang perikatan. Menurut Ilmu pengetahuan

70

d. Suatu sebab yang halal.

Maksudnya adalah bahwa hal yang diperjanjiakan oleh para pihak

merupakan perbuatan yang dibenarkan dan bukan merupakan perbuatan

yang melanggar hukum.

Dua syarat yang pertama adalah syarat yang menyangkut

subyeknya. Apabila salah satu unsur tidak terpenuhi dapat dimintakan

pembatalan, sedangkan dua syarat yang terakhir menyangkut obyeknya dan

apabila salah satu unsur tidak terpenuhi maka akan batal demi hukum.

Setelah membahas pengertian kontrak dan syarat sahnya suatu

perjanjian, ada baiknya juga disinggung unsur-unsur yang harus dipenuhi

pada waktu menyusun suatu kontrak.

Unsur-unsur kontrak ada tiga, yaitu:

a. Essensialia, adalah unsur yang harus dipenuhi dalam suatu perjanjian

yang sifatnya mutlak harus ada, sebab tanpa adanya unsur ini suatu

perjanjian tidak mungkin ada.

b. Naturalia, adalah unsur yang lazimnya melekat pada perjanjian, artinya

bagian dari suatu perjanjian yang tanpa diperjanjikan dianggap ada dalam

perjanjian tersebut.

c. Accedentalia, Adalah unsur yang secara khusus dan tegas diperjanjikan

dalam perjanjian.

Page 14: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONTRAK DAN …erepo.unud.ac.id/16253/3/0890561062-3-BAB_II.pdf · Buku III KUH Perdata tidak memberikan rumusan tentang perikatan. Menurut Ilmu pengetahuan

71

2.1.2 Fungsi Kontrak Pada Umumnya

Kontrak merupakan bagian yang melekat dari transaksi bisnis baik

dalam skala besar maupun kecil, baik domestik maupun internasional.

Fungsinya sangat penting dalam menjamin bahwa seluruh harapan yang

dibentuk dari janji-janji dari para pihak dapat terlaksana dan dipenuhi.

Dalam hal terjadi pelanggaran maka terdapat kompensasi yang harus

dibayar. Kontrak dengan demikian merupakan sarana untuk memastikan

bahwa apa yang hendak dicapai oleh para pihak dapat diwujudkan .

Isi kontrak pada umumnya berkaitan dengan pertukaran ekonomi. Hukum

kontrak dengan demikian merupakan instrumen hukum yang mengatur

terjadinya pertukaran itu dan sekaligus memberikan bentuk perlindungan

bagi pihak yang dirugikan.

Menurut J Beatson dalam Yohanes Sogar Simamora terdapat dua fungsi

penting dari kontrak yaitu :58

1. Untuk menjamin terciptanya harapan atas janji yang telah

dipertukarkan;

2. Mempunyai fungsi konstitutif untuk memfasilitasi transaksi yang

direncanakan dan memberikan aturan bagi kelanjutannya kedepan.

Semakin kompleks suatu transaksi akan semakin tinggi kebutuhan mengenai

perencanaan dan semakin rinci pula ketentuan-ketentuan dalam kontrak

yang dibuat.

58 Yohanes Sogar Simamora, 2009,”Hukum Perjanjian, Prinsip Hukum Kontrak

Pengadaan Barang dan Jasa Oleh Pemerintah”, LaksBang, Yogyakarta, hal. 32

Page 15: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONTRAK DAN …erepo.unud.ac.id/16253/3/0890561062-3-BAB_II.pdf · Buku III KUH Perdata tidak memberikan rumusan tentang perikatan. Menurut Ilmu pengetahuan

72

Menurut P.S Atiyah dalam Yohanes Sogar Simamora, secara fundamental

terdapat tiga tujuan hukum kontrak, berikut ini :59

1. Hukum kontrak merupakan sarana bagi para pihak untuk

mengakomodasikan seluruh kepentingannya.

2. Kontrak merupakan janji yang mengikat dan janji tersebut

menimbulkan harapan-harapan yang layak.

3. Hukum kontrak merupakan instrumen hukum yang berfungsi untuk

menjamin pelaksanaan janji dan harapan itu.

Jadi dengan demikian fungsi kontrak dapat dibedakan menjadi dua macam,

yaitu fungsi yuridis dan fungsi ekonomis. Fungsi yuridis kontrak adalah

dapat memberikan kepastian hukum bagi para pihak. Sedangkan fungsi

ekonomis kontrak adalah menggerakkan sumber daya dari nilai penggunaan

yang lebih rendah menjadi nilai yang lebih tinggi.60

2.1.3 Asas-Asas Hukum Kontrak

Mariam Darus Badrulzaman mengemukakan bahwa sistem hukum

merupakan kumpulan asas-asas hukum yang terpadu di atas mana dibangun

tertib hukum.61 Sistem hukum dibangun berdasarkan asas-asas yang diakui

dan menjadi dasar pembentukan suatu peraturan, asas hukum diartikan

59 Ibid, hal. 33 60 Salim HS, 2005, “Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, Buku

Kesatu”, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 35 61 Mariam Darus Badrulzaman, 1990, “Hukum Benda Nasional”, Alumni, Bandung,

hal. 15.

Page 16: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONTRAK DAN …erepo.unud.ac.id/16253/3/0890561062-3-BAB_II.pdf · Buku III KUH Perdata tidak memberikan rumusan tentang perikatan. Menurut Ilmu pengetahuan

73

sebagai : suatu pikiran dasar yang umum sifatnya atau merupakan latar

belakang dari peraturan yang konkret yang terdapat didalam dan dibelakang

setiap sistem hukum yang terjelma dalam peraturan perundang-undangan dan

putusan hakim yang merupakan hukum positif dan dapat diketemukan dengan

mencari sifat umum dalam peraturan konkret tersebut.62“

Asas hukum bukanlah peraturan hukum, namun tidak ada hukum yang

bisa dipahami tanpa mengetahui asas-asas hukum yang ada didalamnya. Asas

hukum merupakan latar belakang dari peraturan yang konkret yang sifatnya

umum dan abstrak.

Asas hukum perjanjian adalah suatu pikiran mendasar tentang

kebenaran (waarheid, truth) untuk menopang norma hukum dan menjadi

elemen yuridis dari sebuah sistem hukum perjanjian. Jika norma hukum

perjanjian bekerja tanpa memperhatikan asas hukumnya maka norma hukum

itu akan kehilangan jati diri dan semakin memberikan percepatan bagi

runtuhnya norma hukum tersebut. Suatu norma hukum perjanjian yang baik

harus memuat rumusan pasal yang pasti (lex certa), jelas (concise) dan tidak

membingungkan (unambiguous).63

Dalam penyusunan suatu kontrak, harus didasari pada prinsip hukum

dan klausul tertentu. Dalam hukum perdata dikenal beberapa prinsip dasar

yang harus diterapkan dalam penyusunan kontrak sehingga akan terhindar dari

62 Sudikno Mertokusumo, 1999, “Mengenal Hukum (suatu Perjanjian)”, Liberty,

Yogyakarta, hal.32 63 Romli Atmasasmita, 2006, “Pengantar Hukum Kejahatan Bisnis”, Prenada Medan,

Jakarta, hal.17

Page 17: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONTRAK DAN …erepo.unud.ac.id/16253/3/0890561062-3-BAB_II.pdf · Buku III KUH Perdata tidak memberikan rumusan tentang perikatan. Menurut Ilmu pengetahuan

74

unsur-unsur yang dapat merugikan para pihak pembuat suatu kontrak yang

telah para pihak sepakati.

Asas-asas fundamental yang melingkupi hukum kontrak adalah sebagai

berikut :

a. Asas Kebebasan Berkontrak.

Asas kebebasan berkontrak dapat dilihat dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1)

KUH Perdata, yaitu ”Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku

sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”

Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan

kepada para pihak untuk :

1) membuat atau tidak membuat perjanjian;

2) mengadakan perjanjian dengan siapapun;

3) menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya, dan;

4) menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.

b. Asas Konsensualisme.

Asas konsensualisme dapat dilihat dari Pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata,

dimana dalam pasal itu ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya

perjanjian yaitu adanya kesepakatan kedua belah pihak. Asas ini

merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak

diadakan secara formal, tetapi cukup dengan adanya kesepakatan kedua

belah pihak. Kesepakatan merupakan persesuaian antara kehendak dan

pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak.

Page 18: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONTRAK DAN …erepo.unud.ac.id/16253/3/0890561062-3-BAB_II.pdf · Buku III KUH Perdata tidak memberikan rumusan tentang perikatan. Menurut Ilmu pengetahuan

75

c. Asas Kepastian Hukum.

Asas kepastian hukum dapat dilihat dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH

Perdata, yang berbunyi: ” Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku

sebagai undang-undang.”

Asas kepastian hukum disebut juga asas pacta sunt servanda. Asas ini

berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas ini merupakan asas bahwa

hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi perjanjian yang

dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang.

Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang

dibuat oleh para pihak.

d. Asas Iktikad Baik.

Asas iktikad baik dapat dilihat dalam Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata

yang berbunyi : ”Perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik”.

Asas iktikad baik merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak harus

melaksanakan subtansi perjanjian berdasarkan kepercayaan atau keyakinan

yang teguh atau kemauan baik para pihak. Asas ini dapat dibagi menjadi

dua macam, yaitu :

1) Iktikad baik nisbi;

Pada iktikad baik ini orang memperhatikan sikap dan tingkah laku

yang nyata dari subyek.

Page 19: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONTRAK DAN …erepo.unud.ac.id/16253/3/0890561062-3-BAB_II.pdf · Buku III KUH Perdata tidak memberikan rumusan tentang perikatan. Menurut Ilmu pengetahuan

76

2) Iktikad baik mutlak;

Pada iktikad baik ini penilaiannya terletak pada akal sehat dan

keadilan, dibuat ukuran yang obyektif untuk menilai keadaan

(penilaian tidak memihak) menurut norma-norma yang obyektif.

e. Asas Kepribadian.

Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang

yang akan melakukan dan atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan

perseorangan saja. Asas ini dapat dilihat dalam pasal 1315 dan pasal 1340

KUH Perdata. Pasal 1315 KUH Perdata berbunyi :

”pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau

perjanjian melainkan hanya untuk kepentingan dirinya sendiri”.

Sedangkan pasal 1340 KUH Perdata berbunyi :

“persetujuan-persetujuan hanya berlaku antara pihak-pihak yang

membuatnya. “

f. Asas Keseimbangan.

Sebagaimana dimaknai dalam bahasa sehari-hari, kata “seimbang”

(evenwicht) menunjuk pada pengertian suatu “keadaan pembagian beban

di kedua sisi berada dalam keadaan seimbang”. Keseimbangan

dimengerti sebagai “keadaan hening atau keselarasan karena dari

perbagai gaya yang bekerja tidak satu pun mendominasi yang lainnya,

atau karena tidak satu elemen menguasai lainnya”. Hal ini berarti bahwa

kata keseimbangan pada satu sisi, dibatasi oleh satu kehendak (yang

dimunculkan oleh atau keadaan yang menguntungkan), dan pada sisi

Page 20: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONTRAK DAN …erepo.unud.ac.id/16253/3/0890561062-3-BAB_II.pdf · Buku III KUH Perdata tidak memberikan rumusan tentang perikatan. Menurut Ilmu pengetahuan

77

lainnya, oleh keyakinan (akan kemampuan untuk) mengejawantahkan

hasil atau akibat yang dikehendaki.64 Hal ini berarti bahwa janji antara

para pihak hanya akan dianggap mengikat sepanjang dilandasi pada asas

adanya keseimbangan hubungan antara kepentingan perseorangan dan

kepentingan umum atau adanya keseimbang antara kepentingan kedua

belah pihak sebagaimana masing-masing pihak mengharapkannya.

Dengan adanya asas ini maka berarti bahwa para pihak mempunyai

kedudukan yang seimbang, tidak ada pihak yang memposisikan dirinya

sebagai pihak yang mendominasi atau didomisani oleh pihak yang lain.

2.2 Kontrak Pengadaan Barang/Jasa

2.2.1 Pengertian Kontrak Pengadaan Barang/Jasa.

Kontrak pengadaan barang/jasa bagi keperluan Pemerintah

merupakan jenis kontrak yang rutin dilakukan oleh pemerintah untuk

memenuhi aneka kebutuhan dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintahan.

Di Indonesia, batasan kontrak pengadaan barang/jasa bagi keperluan

Pemerintah dapat kita telusuri dari Perpres yang mengatur pedoman

pelaksanaan pengadaan barang/jasa bagi keperluan Pemerintah yaitu Perpres

No. 54 Tahun 2010.

Dalam pasal 1 angka 22 Perpres Nomor 54 Tahun 2010 batasan kontrak

pengadaan barang/jasa adalah :

64 Herlien Budiono, 2006, “Asas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian Indonesia, Hukum

Perjanjian Berlandaskan Asas-Asas Wigati Indonesia”, Citra Aditya Bhakti, Bandung, hal. 304

Page 21: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONTRAK DAN …erepo.unud.ac.id/16253/3/0890561062-3-BAB_II.pdf · Buku III KUH Perdata tidak memberikan rumusan tentang perikatan. Menurut Ilmu pengetahuan

78

“ perjanjian tertulis antara PPK dengan penyedia barang/jasa atau pengelola

swakelola”.

Batasan pengadaan barang/jasa bagi keperluan pemerintah dirumuskan dalam

pasal 1 angka 1 Perpres Nomor 54 Tahun 2010 yang selengkapnya berbunyi :

“Pengadaan Barang/Jasa adalah kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa oleh

Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi lainnya yang

prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya

seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa.”

Dalam kajian tentang kontrak pengadaan barang/jasa bagi keperluan

Pemerintah, pemahaman tentang siapa yang dimaksud pemerintah merupakan

sasaran yang essensial, tidak saja karena kedudukan pemerintah yang

istimewa sebagai kontraktan tetapi juga untuk menentukan wilayah penerapan

hukum tentang pengadaan barang/jasa oleh instansi pemerintah.

Seperti yang diungkapkan oleh Sujan dalam Yohanes Sogar Simamora65

memahami apa yang dimaksud sebagai pemerintah mungkin tidak terlalu sulit,

tetapi memberikan definisi merupakan usaha yang tidak mudah karena difinisi

selalu saja tidak dapat mencakup seluruh sisi dan karenanya tidak pernah

memuaskan. Sering istilah pemerintahan digunakan sebagai sinonim untuk

negara, atau sebaliknya. Secara etimologis itu tidak benar, sekalipun memang

fungsi negara nampak jelas dari apa yang dilakukan oleh pemerintah. Oleh

sebab itu dalam konteks kajian kontrak pengadaan barang/jasa bagi keperluan

65Yohanes Sogar Simamora, Op-cit, hal.66.

Page 22: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONTRAK DAN …erepo.unud.ac.id/16253/3/0890561062-3-BAB_II.pdf · Buku III KUH Perdata tidak memberikan rumusan tentang perikatan. Menurut Ilmu pengetahuan

79

pemerintah, pengertian pemerintah harus dipahami dalam organisasi

pemerintahan atau kumpulan dari kesatuan-kesatuan pemerintahan dan bukan

dalam pengertian fungsi pemerintahan atau kegiatan memerintah.66

Sejauh ini belum ditemukan secara eksplisit batasan tentang

pemerintah baik dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 maupun undang-

undang. Pada pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang

Keuangan Negara memberi batasan pemerintah sebagai “pemerintah pusat

dan/atau pemerintah daerah”. Apa yang dimaksud pemerintah pusat dan

daerah masih memerlukan penjelasan lebih lanjut.

Sejauh yang menyangkut kontrak pengadaan barang/jasa bagi

keperluan pemerintah belum ditemukan ketentuan yang menentukan siapa

yang disebut pemerintah. Dalam Perpres Nomor 54 Tahun 2010, juga

Keppres-Keppres sebelumnya yang mengatur tentang pelaksanaan APBN

yang menjadi dasar hukum bagi pengadaan barang/jasa oleh Pemerintah, tidak

secara tegas menyebutkan pengertian pemerintah, kecuali pasal 1 angka 2

Keppres No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi yang menyebutkan,

”Instansi Pemerintah adalah Departemen, Lembaga Pemerintah Non

Departemen, Sekretariat Lembaga Tertinggi Negara, Lembaga Tinggi Negara,

Pemerintah Daerah Propinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, dan Instansi

Pemerintah lainnya”.

66 Philipus M Hadjon,dkk, 2002, “Pengantar Hukum Administrasi Indonesia”, Gajah Mada

University Press, cet. VIII, Yogyakarta, hal. 6-7.

Page 23: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONTRAK DAN …erepo.unud.ac.id/16253/3/0890561062-3-BAB_II.pdf · Buku III KUH Perdata tidak memberikan rumusan tentang perikatan. Menurut Ilmu pengetahuan

80

Telah disebutkan tadi, pengadaan barang/jasa bagi keperluan

Pemerintah yang dimaksud oleh Perpres Nomor 54 Tahun 2010 kegiatan

untuk memperoleh pengadaan Barang/Jasa oleh Kementerian/Lembaga/Satuan

Kerja Perangkat Daerah/Institusi lainnya yang prosesnya dimulai dari

perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk

memperoleh Barang/Jasa”, sedangkan kontrak didifinisikan sebagai

”perjanjian tertulis antara PPK dengan Penyedia Barang/Jasa atau pelaksana

Swakelola”.

Siapa yang dimaksud pengguna barang/jasa, dapat dijumpai dalam Pasal 1

angka 3 Perpres No. 54 Tahun 2010 yang selengkapnya berbunyi ”Pengguna

Barang/Jasa adalah Pejabat pemegang kewenangan penggunaan Barang

dan/atau Jasa milik Negara/Daerah dimasing-masing

Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi lainnya”.

Jadi yang dimaksud dengan pengguna barang/jasa, yaitu :

1) Kepala kantor;

2) Kepala Satuan Kerja;

3) Pemimpin Proyek;

4) Pemimpin Bagian Proyek;

5) Pengguna Anggaran Daerah;

6) Pejabat yang disamakan.

Sementara organisasi pengadaan barang/jasa terdiri dari :

1) Pengguna Anggaran (PA);

2) Pejabat Pembuat Komitmen (PPK);

Page 24: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONTRAK DAN …erepo.unud.ac.id/16253/3/0890561062-3-BAB_II.pdf · Buku III KUH Perdata tidak memberikan rumusan tentang perikatan. Menurut Ilmu pengetahuan

81

3) Unit Layanan Pengadaan (ULP);

4) Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP).

Sementara itu yang dimaksud sebagai Pengguna Anggaran (PA)

sebagaimana ditegaskan pada pasal 1 angka 5 Perpres No. 54 Tahun 2010

adalah Pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran

Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah atau Pejabat yang

disamakan pada Institusi lain Pengguna APBN/APBD.

Sedangkan dalam pasal 1 angka 7 Perpres No. 54 Tahun 2010,

yang dimaksud dengan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) adalah adalah

pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan PengadaanBarang/Jasa.

Yang dimaksud dengan Unit Layanan Pengadaan (ULP)

sebagaimana diatur dalam pasal 1 angka 8 Perpres No. 54 Tahun 2010 adalah

unit organisasi pemerintah yang berfungsi melaksanakan Pengadaan

Barang/Jasa di Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi

lainnya yang bersifat permanen, dapat berdiri sendiri atau melekat pada unit

yang sudah ada.

Sedangkan yang dimaksud dengan Panitia/Pejabat Penerima Hasil

Pekerjaan (PPHP) sebagaimana diatur dalam pasal 1 angka 10 adalah

panitia/pejabat yang ditetapkan oleh PA/KPA yang bertugas memeriksa dan

menerima hasil pekerjaan.

Page 25: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONTRAK DAN …erepo.unud.ac.id/16253/3/0890561062-3-BAB_II.pdf · Buku III KUH Perdata tidak memberikan rumusan tentang perikatan. Menurut Ilmu pengetahuan

82

2.2.2 Sejarah Perkembangan Kontrak Pengadaan Barang/Jasa.

Jika dikaitkan dengan wewenang untuk membentuk peraturan

perundang-undangan di Indonesia, maka yang dapat diklasifikasikan sebagai

pembentuk undang-undang orisinil adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat

(MPR) sebagai pembentuk konstitusi. Sedangkan yang diklasifikasikan

sebagai pembentuk Undang-Undang yang diwakilkan adalah Presiden yang

berdasarkan pada pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang

berbunyi “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan

menurut Undang-Undang Dasar”.

Ini berarti Presiden ialah kepala kekuasaan eksekutif dalam negara. Untuk

menjalankan undang-undang, ia mempunyai kekuasaan untuk menetapkan

peraturan pemerintah (pouvoir reglementair), dimana diciptakan wewenang-

wewenang pemerintahan kepada badan/pejabat TUN. Dalam hal ini

Presiden mendapat kewenangan delegasi dari Badan Legislatif untuk

membuat suatu undang-undang yang berlaku khusus dalam bidang

administrasi untuk menjalankan pemerintahan. Karena undang-undang yang

dibuat oleh Badan Legislatif pada dasarnya bersifat umum.

Hal ini sejalan dengan pernyataan dari Jay A Sigler yang menyatakan

“legislative bodies often delegate considerable power to administrative

Page 26: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONTRAK DAN …erepo.unud.ac.id/16253/3/0890561062-3-BAB_II.pdf · Buku III KUH Perdata tidak memberikan rumusan tentang perikatan. Menurut Ilmu pengetahuan

83

agencies to effect the purposes of statutes. This has given rise to

administrative policies, since statutes are often quite general.67

Maka sejalan dengan hal tersebut diatas, Presiden akan

mengeluarkan peraturan-peraturan untuk menunjang dilaksanakannya

pembangunan, salah satunya adalah Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010

yang mengatur tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa

Pemerintah, agar pengadaan barang/jasa bagi keperluan pemerintah yang

dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah (APBN/APBD) dapat dilaksanakan dengan

efektif dan efisien dengan prinsip persaingan sehat, transparan, terbuka dan

perlakuan yang adil bagi semua pihak, sehingga hasilnya dapat

dipertanggungjawabkan baik dari segi fisik, keuangan maupun manfaatnya

bagi kelancaran tugas Pemerintah dan pelayanan kepada masyarakat.

Dewasa ini aturan yang secara khusus mengatur pengadaan

barang/jasa bagi keperluan Pemerintah adalah Perpres No. 54 Tahun 2010.

Perpres ini merupakan hasil penyempurnaan dari perjalanan panjang

ketentuan pengadaan barang/jasa oleh Pemerintah sejak Keputusan Presiden

No. 11 Tahun 1973 tentang Pedoman Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran

1973/1974 (Keppres No. 11 Tahun 1973). Setelah Keppres No. 11 Tahun

1973 berturut-turut hampir setiap tahun lahir keppres baru karena memang

67 Jay A Sigler and Benjamin R Beede, 1977, “The legal sources of public policy”,

Lexington Books, D.C Heath and Company, Massaehusetts, Toronto, page 27.

Page 27: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONTRAK DAN …erepo.unud.ac.id/16253/3/0890561062-3-BAB_II.pdf · Buku III KUH Perdata tidak memberikan rumusan tentang perikatan. Menurut Ilmu pengetahuan

84

keppres yang bersangkutan mengatur tentang pelaksanaan APBN. Namun

ketentuan pengadaan barang bagi pemerintah selalu disisipkan di dalamnya.

Baru setelah tahun 2000 lahir keppres yang secara khusus mengatur tentang

pengadaan. Keputusan Presiden yang terkait dengan pengadaan barang/jasa

bagi keperluan Pemerintah setelah Keppres No. 11 Tahun 1973 tersebut

adalah :

1. Keppres No. 17 Tahun 1974 tentang Pedoman Pelaksanaan APBN Tahun

Anggaran 1974/1975.

2. Keppres No. 7 Tahun 1975 tentang Pedoman Pelaksanaan APBN Tahun

Anggaran 1975/1976

3. Keppres No. 14 Tahun 1976 tentang Pedoman Pelaksanaan APBN Tahun

Anggaran 1976/1977.

4. Keppres No. 12 Tahun 1977 tentang Pedoman Pelaksanaan APBN.

5. Keppres No. 14 Tahun 1979 tentang Pedoman Pelaksanaan APBN.

6. Keppres No. 14 A Tahun 1980 tentang Pedoman Pelaksanaan APBN.

7. Keppres No. 18 Tahun 1981 tentang Penyempurnaan Keputusan

Presiden No. 14A Tahun 1980 tentang Pedoman Pelaksanaan APBN.

8. Keppres No. 29 Tahun 1984 tentang Pedoman Pelaksanaan APBN.

9. Keppres No. 16 Tahun 1994 tentang Pedoman Pelaksanaan APBN.

10. Keppres No. 24 Tahun 1995 tentang Perubahan Atas Keppres No. 16

Tahun 1994 tentang Pelaksanaan APBN.

Page 28: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONTRAK DAN …erepo.unud.ac.id/16253/3/0890561062-3-BAB_II.pdf · Buku III KUH Perdata tidak memberikan rumusan tentang perikatan. Menurut Ilmu pengetahuan

85

11. Keppres No. 6 Tahun 1999 tentang Penyempurnaan Keppres No. 16

Tahun 1994 sebagaimana telah diubah dengan Keppres No. 24 Tahun

1995 tentang APBN.

12. Keppres No. 17 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan APBN.

13. Keppres No. 18 Tahun 2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan

Barang/Jasa Instansi Pemerintah.

14. Keppres No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan

Barang/Jasa Pemerintah.

15. Keppres No. 61 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Keppres No. 80

Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa

Pemerintah.

16. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 32 Tahun 2005 tentang

Perubahan Ke Tiga Atas Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003

tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

17. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 8 Tahun 2006 tentang

Perubahan Ke Empat Atas Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003

tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

18. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 79 Tahun 2006 tentang

Perubahan Kelima Atas Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003

tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

19. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 85 Tahun 2006 tentang

Perubahan Keenam Atas Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003

tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Page 29: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONTRAK DAN …erepo.unud.ac.id/16253/3/0890561062-3-BAB_II.pdf · Buku III KUH Perdata tidak memberikan rumusan tentang perikatan. Menurut Ilmu pengetahuan

86

20. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 95 Tahun 2007 tentang

Perubahan Ketujuh Atas Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003

tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

21. Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa

Pemerintah.

Dari daftar diatas nampak bahwa Perpres tersebut merupakan

peraturan pelaksanaan lebih lanjut dari undang-undang tentang APBN.

Sebelum berlakunya Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan

Negara dan Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan

Negara, keppres-keppres itu juga mengacu pada Undang-Undang Dasar

Tahun 1945 khususnya Pasal 23 ayat (1) yang mengatur tentang keuangan.68

Keppres yang mengatur tentang pengadaan barang/jasa bagi keperluan

Pemerintah tersebut dapat dibagi ke dalam 2 (dua) kelompok, yaitu :69

1) Yang termuat dan menjadi bagian dari keppres tentang pelaksanaan

APBN;

2) Dalam keppres yang substansinya khusus tentang mengatur pengadaan

barang/jasa pemerintah.

Selanjutnya akan dipaparkan perkembangan aturan pengadaan

tersebut :70

68 Salim HS, 2006, “Perkembangan Hukum Kontrak Diluar KUH Perdata”, Ed I, Cet. 1,

Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 259 69 Yohanes Sogar Simamora, Op-cit, hal.127 70 Yohanes Sogar Simamora, Ibid, hal.128

Page 30: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONTRAK DAN …erepo.unud.ac.id/16253/3/0890561062-3-BAB_II.pdf · Buku III KUH Perdata tidak memberikan rumusan tentang perikatan. Menurut Ilmu pengetahuan

87

1. Periode 1973 - 2000

Keppres No. 11 Tahun 1973 merupakan pelaksanaan dari Undang-

Undang No. 3 Tahun 1973 tentang Anggaran Pendapatan Belanja Negara

Tahun 1973/1974 (LN 1973 No. 10, TLN No. 2998)

Ketentuan yang berhubungan dengan pengadaan barang/jasa

Pemerintah tertuang dalam Bab I tentang Pedoman Pokok khususnya

yang mengatur tentang Pengeluaran Negara. Dalam Keppres ini belum

ditentukan apa substansi yang harus dalam kontrak kecuali menetapkan

kontrak yang dilarang. Jenis kontrak yang dilarang adalah yang bersifat

cost-plus fee, yaitu jenis kontrak yang besarnya biaya pemborongan tidak

dinyatakan dengan pasti terlebih dahulu, melainkan baru akan ditetapkan

kemudian dengan menghitung biaya ditambah dengan upah atau

keuntungan.

Sampai dengan terbitnya Keppres No. 14 Tahun 1976 sejauh yang

menyangkut pengeluaran negara tidak banyak perubahan. Dengan

demikian aturan tentang pengadaan barang/jasa Pemerintah yang tertuang

dalam Keppres No. 17 Tahun 1974 dan Keppres No. 7 Tahun 1975 pada

dasarnya sama dengan apa yang tertuang dalam Keppres No. 11 Tahun

1973 kecuali tentang batas minimal nilai pekerjaan atau pembelian

barang yang harus dilelangkan karena memang diperlukan penyeseuaian

berhubung kenaikan harga pada tiap tahunnya.

Page 31: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONTRAK DAN …erepo.unud.ac.id/16253/3/0890561062-3-BAB_II.pdf · Buku III KUH Perdata tidak memberikan rumusan tentang perikatan. Menurut Ilmu pengetahuan

88

Perubahan yang signifikan adalah ketika tahun 1975 terdapat

keharusan untuk mengutamakan produksi dalam negeri dalam pengadaan

barang/jasa.

Dalam kurun waktu antara 1977 sampai 1980 aturan pengadaan

barang/jasa Pemerintah mengalami perubahan yang fundamental yakni :

Pertama, melalui Keppres No. 12 Tahun 1977, pengaturan tentang

pengutamaan produksi dalam negeri dalam pengadaan barang/jasa

berkembang menjadi lebih jelas dan diatur pula larangan perangkapan

fungsi pekerjaan (pelaksana pekerjaan tidak boleh merangkap sebagai

pengawas pelaksanaan).

Kedua, dalam Keppres 14 Tahun 1979, aturan pengadaan barang/jasa

pemerintah khususnya yang berkaitan dengan aspek kontrak berkembang

lagi yaitu dengan diaturnya mengenai isi perjanjian, sesuatu yang tidak

diatur dalam Keppres sebelumnya, Pasal 18 ayat (4) Keppres No. 14

Tahun 1979 mensyaratkan hal-hal yang sekurang-kurangnya harus

dimuat dalam perjanjian, yakni :

- Pokok yang diperjanjikan;

- Harga dan syarat-syarat pembayaran;

- Persyaratan dan spesifikasi teknis;

- Jangka waktu penyelesaian;

- Sanski dan status hukum;

- Hak dan kewajiban.

Page 32: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONTRAK DAN …erepo.unud.ac.id/16253/3/0890561062-3-BAB_II.pdf · Buku III KUH Perdata tidak memberikan rumusan tentang perikatan. Menurut Ilmu pengetahuan

89

Keppres No. 14 Tahun 1979 juga memuat kebijakan pemerintah tentang

partisipasi golongan ekonomi lemah dalam pelaksanaan pengadaan

barang/jasa pemerintah secara kongkrit disamping keharusan untuk

mengutamakan produksi dalam negeri.

Ketiga, perkembangan yang dapat kita telusuri melalui Keppres 14A

Tahun 1980 yang kemudian disempurnakan dengan Keppres No. 18

Tahun 1981. Disamping lebih lengkap dalam mengatur lebih lengkap

daam mengatur perihal mekanisme pembayaran kepada rekanan dan

alam menentukan kriteria produksi dalam negeri, Keppres 14A Tahun

1980 juga menentukan kriteria perusahaan yang digolongkan sebagai

perusahaan golongan ekonomi lemah serta tugas bagi Tim Pengendali

Pengaaan Barang/Peralatan Pemerintah yang dibentuk melalui Keppres

No. 10 Tahun 1980 untuk menetapkan standar surat perjanjian/kontrak

bagi pelaksanaan pemborongan/pembelian.

Tahapan perkembangan berikutnya adalah dalam kurun waktu

antara 1984 sampai dengan 1994. Dengan diterbitkannya Keppres No. 29

Tahun 1984, aturan pengadaan barang/jasa oleh pemerintah mengalami

perubahan yang mendasar.

Terdapat empat hal yang patut diperhatikan dalam Keppres ini, yaitu :

Pertama, keharusan menggunakan hasil produksi dalam negeri dijadikan

salah satu prinsip dasar dalam pengeluaran anggaran.

Kedua, metode pengadaan berkembang menjadi empat jenis dari tiga

jenis yang sebelumnya diterapkan. Jenis yang keempat itu adalah

Page 33: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONTRAK DAN …erepo.unud.ac.id/16253/3/0890561062-3-BAB_II.pdf · Buku III KUH Perdata tidak memberikan rumusan tentang perikatan. Menurut Ilmu pengetahuan

90

pengadaan langsung yaitu bentuk pelaksanaan pemborongan/pembelian

yang dilakukan diantara pemborong/rekanan golongan ekonomi lemah

tanpa melalui pelelangan umum, pelelangan terbatas atau penunjukan

langsung. Tujuannya adalah untuk memberikan kesempatan yag lebih

luas kepada pemborong/rekanan golongan ekonomi lemah sebagai upaya

pembimbingan untuk meningkatkan kemampuan yang lebih besar dan

sekaligus usaha untuk menciptakan pemerataan kesejahteraan.

Ketiga, adalah tentang SPK yang dalam Keppres sebelumnya tidak

dijelaskan. Dalam pasal 20 ayat (1) Keppres No. 29 Tahun 1984 ini

ditentukan apa yang sekurang-kurangnya harus dimuat dalam SPK. Isi

SPK ternyata pada dasarnya sama dengan perjanjian tetapi lebih ringkas.

Bagian komparisilah yang membedakan dengan perjanjian, sebab

dibagian ini dituangkan pihak yang memerintahkan dan yang menerima

perintah pelaksanaan pekerjaan serta ditandatangani oleh kedua belah

pihak.

Keempat, Keppres ini melarang perumusan klausula sanksi ganti rugi

bagi pemerintah dalam perjanjian. Dengan demikian sanksi hanya

berlaku bagi pemborong/rekanan.

Sampai tahun 2000, aturan pengadaan barang/jasa pemerintah tidak

mengalami perubahan yang fundamental.

Page 34: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONTRAK DAN …erepo.unud.ac.id/16253/3/0890561062-3-BAB_II.pdf · Buku III KUH Perdata tidak memberikan rumusan tentang perikatan. Menurut Ilmu pengetahuan

91

2. Periode 2000 – 200771

Sebagai konsekuensi dari penerimaan Indonesia terhadap World

Trade Organization (WTO) yang ditandai dengan diratifikasinya melalui

Undang-Undang No. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement

Establishing the World Trade Organization, kebijakan dan aturan hukum

dan aturan hukum mengenai pengadaan barang/jasa bagi pemerintah

mengalami perubahan yang sangat mendasar. Isu transparansi dan

penolakan terhadap perlakukan yang diskriminatif yang bergaung kuat

sangat mempengaruhi pembentukan Keppres ini. Pengaruh ini nampak

dalam bagian yang memuat prinsip dasar dalam pengadaan barang/jasa

pemerintah dan aturan-aturan yang termuat di dalamnya. Pada periode

ini perkembangan aturan hukum pengadaan meliputi dua tahap yakni

dalam Keppres No. 18 Tahun 2000 dan Keppres No. 80 Tahun 2003,

yang kemudian disempurnakan dengan Keppres No. 61 Tahun 2004 dan

Perpres No. 32 Tahun 2005.

Keppres No. 18 Tahun 2000 merupakan tonggak sejarah dalam aturan

pengadaan barang/jasa di Indonesia. Melalui Keppres inilah kebijakan

dan aturan hukum pengadaan mengalami perubahan total pada seluruh

aspeknya termasuk yang menyangkut aspek kontrak pengadaan. Apabila

ketentuan tentang pengadaan yang sebelumnya hanya disisipkan dalam

Keppres pelaksanaan APBN maka dengan dikeluarkannya Keppres No.

71 Yohanes Sogar Simamora, Ibid, hal.140

Page 35: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONTRAK DAN …erepo.unud.ac.id/16253/3/0890561062-3-BAB_II.pdf · Buku III KUH Perdata tidak memberikan rumusan tentang perikatan. Menurut Ilmu pengetahuan

92

18 Tahun 2000, aturan pengadaan bersifat terpisah dan khusus.

Pemisahan aturan pelaksanaan pengadaan barang/jasa dari pelaksanaan

APBN ditegaskan dalam pasal 12 Keppres No. 17 Tahun 2000 yang

berbunyi : “Pelaksanaan pengadaan barang dan jasa diatur dengan

Keputusan Presiden”.72

Keppres ini juga menegaskan tentang prinsip-prinsip pengadaan

yang dianut, yaitu : efesien, efektif, bersaing, transparan, adil/tidak

diskriminatif dan bertanggungjawab. Prinsip-prinsip ini perlu ditekankan

agar dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah menjadi lebih

efisien, partisipasi dan persaingan yang sehat dan terbuka diantara

penyedia barang/jasa.

Dari sisi metode pengadaan juga dalam Keppres ini mengalami

perubahan yang prinsipil. Apabila dalam Keppres sebelumnya hanya

ditentukan empat jenis metode pengadaan yag meliputi pengadaan untuk

berbagai macam barang dan jasa, maka dalam keppres ini jenis metode

pengadaan disesuaikan dengan objek pengadaan. Untuk objek pengadaan

yang berupa pengadan barang dan jasa pemborongan, sesuai dengan

ketentuan pasal 12 ayat (2) Keppres No. 18 Tahun 2000 digunakan

metode pelelangan, pemilihan langsung, penunjukan langsung dan

swakelola. Sedangkan untuk objek pengadaan jasa konsultasi dilakukan

72 Keputusa Presiden No. 17 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara LN RI Tahun 2000 No. 14, TLN RI No. 3930

Page 36: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONTRAK DAN …erepo.unud.ac.id/16253/3/0890561062-3-BAB_II.pdf · Buku III KUH Perdata tidak memberikan rumusan tentang perikatan. Menurut Ilmu pengetahuan

93

dengan cara sesuai dengan yang diatur dalam pasal 17 ayat (1) Keppres

No. 18 Tahun 2000 yang berbunyi :

” Pelaksanaan pengadaan jasa konsultasi dilakukan dengan salah satu

cara : a. seleksi umum; b. seleksi langsung; c. penunjukan langsung”.

Ketentuan yang menyangkut kontrak pengadaan ditempatkan pada

Bab V, yang mengatur tentang isi kontrak dan jenisnya, juga diatur

tentang keharusan adanya pendapat hukum (legal opinión) dari ahli

hukum kontrak sebelum kontrak ditutup untuk jenis kontrak yang

kompleks dan atau bernilai diatas Rp. 50.000.000.000,-.

Ketentuan mengenai sanksi yang sebelumnya selalu bersifat sepihak,

dengan Keppres ini ditegaskan bahwa klausula sanksi dalam kontrak

pengadaan berlaku bagi kedua belah pihak. Dengan demikian pengguna

jasa yang note bene adalah pemerintah juga dapat dikenai sanksi jika lalai

dalam melaksanakan kewajibannya. Dengan adanya klausula sanksi bagi

kedua belah pihak maka sekaligus ini mencerminkan bahwa dalam

kontrak pengadaan barang/jasa pemerintah setidaknya, secara normatif,

telah terdapat keseimbangan kewajiban kontraktual bagi para pihak.

Selanjutnya pada tanggal 3 November 2003, diterbitkanlah Keppres

No. 80 Tahun 2003. Pada Keppres No. 80 Tahun 2003, juga disyaratkan

adanya sertifikasi keahlian yaitu tanda bukti pengakuan atas kompetensi

dan kemampuan profesi dibidang pengadaan barang/jasa pemerintah

yang merupakan persyaratan seseorang untuk diangkat sebagai pengguna

barang/jasa atau panitia/pejabat pengadaan.

Page 37: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONTRAK DAN …erepo.unud.ac.id/16253/3/0890561062-3-BAB_II.pdf · Buku III KUH Perdata tidak memberikan rumusan tentang perikatan. Menurut Ilmu pengetahuan

94

Pejabat pengadaan sebagaimana didefinisikan dalam pasal 1 angka 9

Keppres ini adalah personil yang diangkat oleh pengguna barang/jasa

untuk melaksanakan pemilihan penyedia barang/jasa dengan nilai

sampai dengan Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).

Sedangkan panitia pengadaan adalah tim yang diangkat oleh pengguna

barang/jasa untuk melaksanakan pemilihan penyedia barang/jasa (pasal 1

angka 8 Keppres No. 80 Tahun 2003).

Syarat yang diperlukan dalam pengangkatan seseorang sebagai anggota

panitia pengadaan sebagaimana diatur dalam Bab I huruf B angka 2

Lampiran I Keppres No. 80 Tahun 2003 adalah yang memiliki

kemampuan dalam memahami :

1) Tata cara pengadaan;

2) Substansi pekerjaan/kegiatan yang bersangkutan; dan

3) Hukum-hukum perjanjian/kontrak.

Dari syarat bahwa anggota panitia pengadaan harus memiliki

pemahaman dan menguasai hukum perjanjian/kontrak, hal ini

menunjukkan bahwa Keppres ini menempatkan aspek kontrak sebagai

bagian yang sangat penting dalam keseluruha proses pengadaan

barang/jasa pemerintah.

Perihal kontrak pengadaan barang/jasa dalam Keppres ini diatur

dalam Bab II Bagian Kesebelas. Terdapat sepuluh pasal yang secara

khusus mengatur tentang kontrak pengadaan barang/jasa bagi

pemerintah, yaitu mulai pasal 29 sampai dengan pasal 38. Dalam kaitan

Page 38: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONTRAK DAN …erepo.unud.ac.id/16253/3/0890561062-3-BAB_II.pdf · Buku III KUH Perdata tidak memberikan rumusan tentang perikatan. Menurut Ilmu pengetahuan

95

ini yang diatur sesuai dengan urutan pasal adalah menyangkut : isi

kontrak, jenis kontrak, penandatanganan kontrak, pembayaran uang

muka dan prestasi pekerjaan, perubahan kontrak, penghentian dan

pemutusan kontrak, serah terima pekerjaan, sanksi apabila para pihak

tidak memenuhi kewajibannya dan penyelesaian perselisihan.

Keppres ini membedakan tiga jenis dasar pembentukan kontrak

pengadaan, yaitu :

1) berdasarkan bentuk imbalannya :

♦ kontrak lumpsum;

♦ kontrak harga satuan;

♦ kontrak gabungan lumpsum dan harga satuan;

♦ kontrak terima jadi (turn key);

♦ kontrak persentase.

2) berdasarkan jangka waktunya :

♦ kontrak tahun tunggal;

♦ kontrak tahun jamak (multi years).

3) jumlah pengguna barang/jasanya :

♦ kontrak pengadaan tunggal;

♦ kontrak pengadaan bersama.

Keppres-keppres setelah Keppres No. 80 Tahun 2003 tidak

mengalami perubahan yang mendasar, sehingga dalam pembuatan kontrak

pengadaan tetap berpedoman pada Keppres No. 80 Tahun 2003.

Page 39: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONTRAK DAN …erepo.unud.ac.id/16253/3/0890561062-3-BAB_II.pdf · Buku III KUH Perdata tidak memberikan rumusan tentang perikatan. Menurut Ilmu pengetahuan

96

Pada tanggal 6 Agustus 2010, ditetapkanlah Peraturan Presiden No.

54 Tahun 2010 tentang Pedoman Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah untuk

mengganti Keppres No. 80 Tahun 2003 tentang pedoman Pengadaan

Barang/Jasa Bagi Pemerintah.

Dengan dikeluarkannya Perpres No. 54 Tahun 2010 ini diharapkan

dapat meningkatkan iklim investasi yang kondusif, efisiensi belanja negara,

dan percepatan pelaksanaan APBN/ PBD. Selain itu, Pengadaan Barang/Jasa

Pemerintah yang berpedoman pada Peraturan Presiden ini ditujukan untuk

meningkatkan keberpihakan terhadap industri nasional dan usaha-usaha

kecil, serta menumbuhkan industri kreatif, inovasi, dan kemandirian bangsa

dengan mengutamakan penggunaan industri strategis dalam negeri.

Selanjutnya, ketentuan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dalam Peraturan

Presiden ini diarahkan untuk meningkatkan ownership Pemerintah Daerah

terhadap proyek/kegiatan yang pelaksanaannya dilakukan melalui skema

pembiayaan bersama (cofinancing) antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Daerah.73

Perihal kontrak pengadaan barang/jasa dalam Perpres No. 54

Tahun 2010 tersebar dalam beberapa bab yakni :

- Bab IV, Bagian Ketiga pada paragraf keenam, pasal 50 – pasal 55

mengatur tentang jenis kontrak pengadaan barang/jasa;

73 Penjelasan Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentatang Pengadaan Barang/Jasa

Pemerintah, hal. 1

Page 40: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONTRAK DAN …erepo.unud.ac.id/16253/3/0890561062-3-BAB_II.pdf · Buku III KUH Perdata tidak memberikan rumusan tentang perikatan. Menurut Ilmu pengetahuan

97

- Bab VI, bagian keenam, pasal 64 mengatur tentang penyusunan dokumen

pengadaan barang/jasa;

- Bab VI, bagian kesepuluh, paragraph 11, pasal 86 mengatur tentang

penandatanganan kontrak pengadaan barang/jasa;

- Bab VI, bagian kesebelas pada pasal 87 hingga pasal 95 mengatur

tentang pelaksanaan kontrak;

- Bab XV, bagian keempat mengatur tentang sanksi baik sanksi yang

dijatuhkan kepada penyedia barang maupun kepada pemerintah dalam

hal ini diwakili oleh PPK maupun ULP.

Pada Perpres No. 54 Tahun 2010 membedakan 4 jenis kontrak

dalam pengadaan barang/jasa untuk keperluan pemerintah sebagai berikut :

a. Kontrak berdasarkan cara pembayaran;

b. Kontrak berdasarkan Tahun Anggaran;

c. Kontrak berdasarkan sumber pendanaan; dan

d. Kontrak berdasarkan jenis pekerjaan.

Kontrak pengadan barang/jasa berdasarkan cara pembayaran dibedakan

menjadi :

a. Kontrak lumpsum;

b. Kontrak harga satuan;

c. Kontrak gabungan lumpsum dan harga satuan;

d. Kontrak persentase; dan

e. Kontrak terima jadi (turn key).

Page 41: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONTRAK DAN …erepo.unud.ac.id/16253/3/0890561062-3-BAB_II.pdf · Buku III KUH Perdata tidak memberikan rumusan tentang perikatan. Menurut Ilmu pengetahuan

98

Kontrak berdasarkan pembebanan Tahun Anggaran dibedakan menjadi :

a. Kontrak tahun tunggal;

b. Kontrak tahun jamak.

Kontrak berdasarkan sumber pendanaan dibedakan menjadi :

a. kontrak pengadaan tunggal;

b. kontrak pengadaan jamak;

c. Kontrak payung (framework contract).

Kontrak berdasarkan jenis pekerjaan dibedakan menjadi :

a. Kontrak pengadaan pekerjaan tunggal;

b. Kontrak pengadaan pekerjaan terintegrasi.