bab ii tinjauan pustaka -...
TRANSCRIPT
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tidur
2.1.1 Pengertian dan Fungsi Tidur
Menurut Harsono (1996), tidur merupakan kegiatan susunan saraf
pusat, dimana ketika seseorang sedang tidur bukan berarti bahwa
susunan saraf pusatnya tidak aktif melainkan sedang bekerja. Tidur
merupakan keadaan hilangnya kesadaran secara normal dan periodik
(Lanywati, 2001).
Menurut Potter & Perry (2005), tidur merupakan proses fisiologis
yang bersiklus bergantian dengan periode yang lebih lama dari keterjagaan.
Tidur adalah status perubahan kesadaran ketika persepsi dan reaksi
individu terhadap lingkungan menurun (Mubarak & Chayatin, 2008).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tidur adalah proses
fisiologis yang terjadi dalam keadaan bawah sadar dimana persepsi dan
reaksi individu terhadap lingkungan menurun, bersiklus bergantian dengan
periode yang lebih lama dari keterjagaan.
Fungsi tidur antara lain untuk melindungi tubuh, konservasi energi,
restorasi otak, homeostasis, meningkatkan fungsi immunitas, dan regulasi
suhu tubuh (Lumbantobing, 2004). Tidur menggunakan kedua efek
psikologis pada jaringan otak dan organ-organ tubuh manusia. Tidur dalam
9
beberapa cara dapat menyegarkan kembali aktifitas normal pada bagian
jaringan otak (Kozier, 2004).
Potter (2005) berpendapat bahwa, selama tidur NREM bermanfaat
dalam memelihara fungsi jantung dan selama tidur gelombang rendah yang
dalam NREM tahap IV tubuh melepaskan hormon pertumbuhan manusia
untuk memperbaiki dan memperbaharui sel epitel dan khusus seperti sel
otak. Selain itu, tubuh menyimpan energi selama tidur dan penurunan laju
metabolik basal menyimpan persediaan energi tubuh.
2.1.2 Fisiologi Tidur
Setiap makhluk memiliki irama kehidupan yang sesuai dengan masa
rotasi bola dunia yang dikenal dengan nama irama sirkadian. Irama
sirkadian bersiklus 24 jam antara lain diperlihatkan oleh menyingsing dan
terbenamnya matahari, layu dan segarnya tanam-tanaman pada malam dan
siang hari, awas waspadanya manusia dan binatang pada siang hari dan
tidurnya mereka pada malam hari (Harsono, 1996).
Sistem yang mengatur siklus atau perubahan dalam tidur adalah
reticular activating system (RAS) dan bulbar synchronizing regional (BSR)
yang terletak pada batang otak (Potter & Perry, 2005).
RAS merupakan sistem yang mengatur seluruh tingkatan kegiatan
susunan saraf pusat termasuk kewaspadaan dan tidur. RAS ini terletak
dalam mesenfalon dan bagian atas pons. Selain itu RAS dapat memberi
10
rangsangan visual, pendengaran, nyeri dan perabaan juga dapat menerima
stimulasi dari korteks serebri termasuk rangsangan emosi dan proses pikir.
Dalam keadaan sadar, neuron dalam RAS akan melepaskan katekolamin
seperti norepineprin. Demikian juga pada saat tidur, disebabkan adanya
pelepasan serum serotonin dari sel khusus yang berada di pons dan batang
otak tengah, yaitu BSR (Potter & Perry, 2005).
2.1.3 Tahapan Tidur
Tidur dibagi menjadi dua fase yaitu pergerakan mata yang cepat
atau Rapid Eye Movement (REM) dan pergerakan mata yang tidak cepat
atau Non Rapid Eye Movement (NREM). Tidur diawali dengan fase NREM
yang terdiri dari empat stadium, yaitu tidur stadium satu, tidur stadium dua,
tidur stadium tiga dan tidur stadium empat, lalu diikuti oleh fase REM
(Patlak, 2005). Fase NREM dan REM terjadi secara bergantian sekitar 4-6
siklus dalam semalam (Potter & Perry, 2005).
2.1.3.1 Tidur stadium satu
Sesuai dengan keadaan seorang yang baru saja terlena. Seluruh otot
skeletal menjadi lemas, kelopak mata menutupi mata dan kedua bola mata
bergerak bolak-balik ke kedua sisi. EEG yang direkam selama tahap tidur
pertama itu memperlihatkan penurunan voltase dengan
gelombanggelombang alfa yang makin menurun frekuensinya
(Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, 1996). Pada tahap ini
seseorang akan mengalami tidur yang dangkal dan dapat terbangun
11
dengan mudah oleh karena suara atau gangguan lain. Selama tahap
pertama tidur, mata akan bergerak peralahan-lahan, dan aktivitas otot
melambat (Patlak, 2005).
2.1.3.2 Tidur stadium dua
Keadaan tidur masuk tahap tidur kedua apabila timbul sekelompok
gelombang yang berfrekuensi 14-18 siklus per detik pada aktivitas dasar
yang berfrekuensi 3-6 per detik. Gelombang-gelombang 14-18 siklus per
detik itu dinamakan gelombang tidur atau sleep spindles. Dalam tahap tidur
kedua itu kedua bola mata berhenti bergerak dan tonus otot masih
terpelihara (Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, 1996).
Biasanya berlangsung selama 10 hingga 25 menit. Denyut jantung
melambat dan suhu tubuh menurun (Smith & Segal, 2010). Pada tahap ini
didapatkan gerakan bola mata berhenti (Patlak, 2005).
2.1.3.3 Tidur stadium tiga
Pada tahap tidur yang ketiga EEG memperlihatkan perubahan gelombang
dasar berfrekuensi 3-6 siklus per detik menjadi 1-2 siklus per detik, yang
sekali-sekali diselingi oleh timbulnya gelombang tidur. Keadaan fisik pada
tahap tidur ketiga dicirikan oleh lemah lunglai karena tonus muscular lenyap
sama sekali (Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, 1996). Tahap
ini lebih dalam dari tahap sebelumnya (Ganong, 1998). Pada tahap ini
individu sulit untuk dibangunkan, dan jika terbangun, individu tersebut tidak
12
dapat segera menyesuaikan diri dan sering merasa bingung selama
beberapa menit (Smith & Segal, 2010).
2.1.3.4 Tidur stadium empat
Pada tahap tidur keempat ini, EEG memperlihatkan hanya irama gelombang
yang berfrekuensi 1-2 per detik tanpa penyelingan dengan gelombang tidur.
Dalam tahap tidur keempat badan lemah seperti pada tahap tidur ketiga
(Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, 1996). Tahap ini
merupakan tahap tidur yang paling dalam. Gelombang otak sangat lambat.
Aliran darah diarahkan jauh dari otak dan menuju otot, untuk memulihkan
energi fisik (Smith & Segal, 2010). Kecepatan jantung dan pernafasan turun,
rileks, jarang bergerak dan sulit dibangunkan dan mengalami 4 sampai 6
kali siklus tidur dalam waktu 7 – 8 jam (Kozier, 2004).
Tahap tiga dan empat dianggap sebagai tidur dalam atau deep
sleep, dan sangat restorative karena merupakan bagian dari tidur yang
diperlukan untuk merasa cukup istirahat dan energik di siang hari (Patlak,
2005). Fase tidur NREM ini biasanya berlangsung antara 70 menit sampai
100 menit, setelah itu akan masuk ke fase REM.
Tahap tidur REM terjadi setelah 90–110 menit tertidur ditandai
dengan peningkatan denyut nadi, pernafasan dan tekanan darah, otot – otot
relaksasi (Maas, 2002) serta peningkatan sekresi gaster (Potter & Perry,
2003; Hidayat, 2006). Selama tidur baik NREM maupun REM, dapat terjadi
mimpi tetapi mimpi dari tidur REM lebih nyata dan diyakini penting secara
13
fungsional untuk konsolidasi memori jangka panjang (Potter & Perry, 2005).
Karakteristik tidur REM adalah pernafasan ireguler, mata cepat tertutup dan
terbuka, sulit dibangunkan, sekresi gaster meningkat, metabolisme
meningkat dan biasanya disertai mimpi aktif (Hidayat, 2006).
2.1.4 Siklus Tidur
Selama tidur malam yang berlangsung rata-rata tujuh jam, REM dan
NREM terjadi berselingan sebanyak 4-6 kali. Apabila seseorang kurang
cukup mengalami REM, maka esok harinya ia akan menunjukkan
kecenderungan untuk menjadi hiperaktif, kurang dapat mengendalikan
emosinya dan nafsu makan bertambah. Sedangkan jika NREM kurang
cukup, keadaan fisik menjadi kurang gesit (Mardjono, 2008).
Gambar 2.1.4 Tahap-tahap siklus tidur (Potter & Perry, 2005)
14
Siklus ini merupakan salah satu dari irama sirkadian yang
merupakan siklus dari 24 jam kehidupan manusia. Keteraturan irama
sirkadian ini juga merupakan keteraturan tidur seseorang. Jika terganggu,
maka fungsi fisiologis dan psikologis dapat terganggu (Potter & Perry,
2005). Pada tahap REM aktivitas korteks cukup intensif, sedangkan non-
REM adalah dengan hilangnya aktifitas korteks yang digambarkan dengan
amplitudo yang besar berfrekuensi rendah pada osilasi elektroensefalografi
(EEG). Satu siklus tidur yang lengkap pada orang dewasa berlangsung
sekitar 90 menit, tetapi pada anak, terlebih bayi berlangsung lebih singkat
lagi (Tanjung & Sekartini, 2004).
2.1.5 Pola Tidur Normal
Tidur dengan pola yang teratur ternyata lebih penting jika
dibandingkan dengan jumlah jam tidur itu sendiri. Pada beberapa orang,
mereka merasa cukup dengan tidur selama 5 jam saja pada tiap malamnya
(Kozier, 2004). Secara umum, durasi atau waktu lama tidur mengikuti pola
sesuai dengan tahap tumbuh kembang manusia.
2.1.5.1 Bayi
Pada bayi baru lahir membutuhkan tidur selama 14–18 jam sehari,
pernafasan teratur, gerak tubuh sedikit 50% tidur NREM dan terbagi dalam
7 periode. Dan pada bayi tidur selama 12–14 jam sehari, sekitar 20–30 %
tidur REM, tidur lebih lama pada malam hari dan punya pola terbangun
sebentar (Asmadi, 2008).
15
2.1.5.2 Toddler
Kebutuhan tidur pada toddler (1-3 tahun) menurun menjadi 10–12 jam
sehari. Sekitar 20–30 % tidurnya adalah tidur REM, banyak. Tidur siang
dapat hilang pada usia 3 tahun, karena sering terbangun pada malam hari
yang menyebabkan mereka tidak ingin tidur pada malam hari (Asmadi,
2008).
2.1.5.3 Anak pra sekolah
Pada usia pra sekolah (4-6 tahun) tahun biasanya memerlukan waktu tidur
11–12 jam semalam. Kebanyakan pada usia ini tidak menyukai waktu tidur.
Bisa jadi anak usia 4–5 mengalami kurang istirahat tidur dan mudah sakit
jika kebutuhan tidurnya tidak terpenuhi. Sekitar 20 % tidurnya adalah tidur
REM (Asmadi, 2008).
16
Gambar 2.1.4 Pola tidur berdasarkan usia (Horne J. Images of lost sleep,
2004) dalam (Tanjung & Sekartini, 2004)
2.1.6 Kualitas Tidur
Kualitas tidur adalah kepuasan seseorang terhadap tidur, sehingga
seseorang tersebut tidak memperlihatkan perasaan lelah, mudah
terangsang dan gelisah, lesu dan apatis, kehitaman di sekitar mata, kelopak
mata bengkak, konjungtiva merah, mata perih, perhatian terpecah-pecah,
sakit kepala dan sering menguap atau mengantuk (Hidayat, 2006). Selain
itu, menurut Hidayat kualitas tidur seseorang dikatakan baik apabila tidak
menunjukkan tanda-tanda kekurangan tidur dan tidak mengalami masalah
dalam tidurnya. Tanda-tanda kekurangan tidur dapat dibagi menjadi tanda
fisik dan tanda psikologis. Di bawah ini akan dijelaskan apa saja tanda fisik
dan psikologis yang dialami.
17
2.1.6.1 Tanda fisik
Ekspresi wajah (area gelap di sekitar mata, bengkak di kelopak mata,
konjungtiva kemerahan dan mata terlihat cekung), kantuk yang berlebihan
(sering menguap), tidak mampu untuk berkonsentrasi (kurang perhatian),
terlihat tanda-tanda keletihan seperti penglihatan kabur, mual dan pusing.
2.1.6.2 Tanda psikologis
Menarik diri, apatis dan respons menurun, merasa tidak enak badan, malas
berbicara, daya ingat berkurang, bingung, timbul halusinasi, dan ilusi
penglihatan atau pendengaran, kemampuan memberikan pertimbangan
atau keputusan menurun.
2.1.8 Gangguan Tidur
2.1.8.1 Insomnia
Insomnia adalah ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan tidur
baik kualitas maupun kuantitas. Jenis insomnia ada 3 macam yaitu
insomnia inisial atau tidak dapat memulai tidur, insomnia intermitten atau
tidak bisa mempertahankan tidur atau sering terjaga dan insomnia terminal
atau bangun secara dini dan tidak tidak dapat tidur kembali (Potter, 2005).
2.1.8.2 Hipersomnia
Hipersomnia merupakan kebalikan dari insomnia. Hipersomnia
merupakan kelebihan tidur lebih dari 9 jam di malam hari dan biasanya
18
berkaitan dengan gangguan psikologis seperti depresi atau kegelisahan,
kerusakan sistem saraf pusat dan gangguan pada ginjal, hati atau
gangguan metabolisme.
2.1.8.3 Parasomnia
Parasomnia merupakan suatu rangkaian gangguan yang
mempengaruhi tidur anak-anak seperti somnabulisme (tidur berjalan),
ketakutan dan enuresis (mengompol). Gangguan ini sering dialami anak
secara bersama, diturunkan dalam keluarga atau genetis dan cenderung
terjadi pada tahap III dan IV tidur NREM.
2.1.9 Efek Tidur Pada Kesehatan
Suatu penelitian eksperimental yang dilakukan pada tahun 1896
yang membiarkan subyek penelitiannya tidak tertidur selama 90 jam. Pada
subyek ini ditemukan penurunaan ketajaman sensoris, reaksi, kecepatan
motorik dan memori. Kurangnya tidur terutama mempengaruhi fungsi
korteks serebral. Perubahan mood, gangguan fungsi kognitif dan performa
motorik serta perubahan hormonal merupakan akibat yang mungkin dari
kurangnya waktu tidur. (Tanjung & Sekartini, 2004).
Hasil penelitian Smaldone et all (2007) di Amerika menunjukkan
bahwa sekitar 15 juta anak di amerika mengalami tidur yang tidak terpenuhi.
Penelitian ini juga mengungkapkan bahwa gangguan tidur pada anak dapat
mempengaruhi fisik dan psikologis, disfungsi keluarga maupun ancaman
19
buruk bagi aktifitasnya disekolah maupun komunitas. Penelitian yang
dilakukan Kabadayi (2013) terhadap remaja di Turkey melaporkan bahwa
tidur yang baik dan teratur dapat mengontrol berat badan. Journal Essay
dari Solyom et all (2013) mengenai gangguan tidur yang dirangkum dari
berbagai tinjauan pustaka menunjukkan bahwa gangguan tidur dapat
menjadi pelopor terjadinya penyakit kronis pada anak-anak. Menurut artikel
jurnal oleh Jianghong et all (2012) yang meninjau bukti dari 25 literatur
terpilih 5 tahun terakhir (2006-2011) mengenai hubungan antara durasi tidur
dan kelebihan berat badan atau obesitas anak melaporkan bahwa meskipun
modifikasi gaya hidup untuk mencegah obesitas tidak secara khusus
termasuk kebutuhan akan tidur yang cukup, namun banyak literatur dan
bukti menunjukkan bahwa durasi tidur memang harus dipertimbangkan
sebagai faktor risiko yang dapat menyebabkan obesitas.
2.2 Balita
Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia di atas satu
tahun atau lebih popular dengan pengertian usia anak di bawah lima tahun
(Muaris, 2006). Menurut Sutomo dan Anggraeni (2010), Balita adalah istilah
umum bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak prasekolah (3-5 tahun).
Saat usia batita, anak masih tergantung penuh kepada orang tua untuk
melakukan kegiatan penting, seperti mandi, buang air dan makan.
Perkembangan berbicara dan berjalan sudah bertambah baik. Namun
kemampuan lain masih terbatas.
20
Kemampuan anak untuk menjalankan segala kegiatannya
tergantung dari seberapa banyak tidur yang didapatnya. Bila anak tidak
cukup tidur, dia mudah lelah sehingga rewel, menangis dan sulit mengerti
keadaan disekelilingnya. Setiap anak memerlukan waktu tidur yang
berbeda, jadi berapa banyak waktu tidur yang diperlukan oleh setiap anak
akan bervariasi. Ada anak yang memerlukan waktu tidur lebih banyak
dibandingkan yang lain (Suririnah, 2010).
Umumnya, anak setelah berusia satu tahun membutuhkan waktu
tidur sekitar 13-14 jam sehari yang terbagi menjadi 11-12 jam tidur malam
hari dan 2-3 jam tidur siang. Waktu tidur siang ini biasanya terbagi kembali
menjadi 2 kali waktu tidur, pagi dan sore hari, dengan waktu yang bervariasi
antara 1 sampai 1,5 jam. Namun ada juga anak usia satu tahun yang
menunjukkan bahwa dia siap hanya tidur satu kali di siang hari, biasanya
setelah selesai makan siang dengan waktu yang lebih panjang. Memasuki
usia 2 tahun anak masih memerlukan tidur selama 11-12 jam per hari
dengan satu kali tidur selama 1-2 jam di sore hari. Memasuki usia 3 tahun,
kebutuhan tidur anak semakin berkurang secara bertahap, mereka jarang
tidur siang (Suririnah, 2010). Balita usia 3-5 tahun dan anak usia 6 tahun
memerlukan waktu tidur 10-12 jam per hari. Waktu tidur siang mereka
makin lama makin sedikit dan umumnya pada usia 5 tahun, anak tidak lagi
tidur siang (Benaroch, 2012).
21
Pada anak terdapat tiga jenis gangguan tidur yakni disomnia,
parasomnia dan gangguan tidur sekunder. Istilah disomnia berhubungan
dengan masalah jumlah tidur, saat mulai dan mempertahankan tidur.
Parasomnia terdiri dari sekelompok masalah yang berhubungan dengan
keadaan terjaga, terjaga sebagian atau transisi tahapan tidur. Masalah ini
dapat mengganggu tidur, tetapi biasanya tidak menyebabkan keadaan
mengantuk yang berlebihan. Gangguan tidur sekunder dihubungkan dengan
gangguan psikiatri, neurologis atau masalah medis lainnya (Tanjung &
Sekartini, 2004). Jurnal Solyom & Baghiu (2013) juga menyebutkan bahwa
gangguan tidur dapat terjadi akibat kondisi medis diantaranya penyakit
psikiatris, penyakit saraf, penyakit lain dan gangguan tidur yang disebabkan
karena mengkonsumsi zat tertentu.
2.3 Terapi Cairan Intravena (Pemasangan Infus)
2.3.1 Pengertian dan Tujuan Terapi Intravena
Pemberian cairan intravena merupakan pemberian cairan melalui
alat intravena untuk memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit, obat-obatan,
pemantauan hemodinamik, serta mempertahankan fungsi jantung dan ginjal
(Schaffer, dkk, 2000). Menurut Perry & Potter (2006), pemberian cairan
intravena adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh ke dalam
pembuluh vena untuk memperbaiki atau mencegah gangguan cairan dan
elektrolit, darah, maupun nutrisi.
22
Terapi intravena adalah salah satu cara atau bagian dari
pengobatan untuk memasukkan obat atau vitamin ke dalam tubuh pasien
(Darmawan, 2008). Menurut Lukman (2007), terapi intravena adalah
memasukkan jarum atau kanula ke dalam vena (pembuluh balik) untuk
dilewati cairan infus atau pengobatan, dengan tujuan agar sejumlah cairan
atau obat dapat masuk ke dalam tubuh melalui vena dalam jangka waktu
tertentu. Tindakan ini sering merupakan tindakan life saving seperti pada
kehilangan cairan yang banyak, dehidrasi dan syok, karena itu keberhasilan
terapi dan cara pemberian yang aman diperlukan pengetahuan dasar
tentang keseimbangan cairan dan elektrolit serta asam basa.
Menurut Hidayat (2008), tujuan utama terapi intravena adalah
mempertahankan atau mengganti cairan tubuh yang mengandung air,
elektrolit, vitamin, protein, lemak dan kalori yang tidak dapat dipertahankan
melalui oral, mengoreksi dan mencegah gangguan cairan dan elektrolit,
memperbaiki keseimbangan asam basa, memberikan tranfusi darah,
menyediakan medium untuk pemberian obat intravena, dan membantu
pemberian nutrisi parenteral.
23
2.3.2 Keuntungan dan Kerugian
Menurut Perry dan Potter (2005), keuntungan dan kerugian terapi
intravena adalah :
2.3.2.1 Keuntungan
Keuntungan terapi intravena antara lain : Efek terapeutik segera dapat
tercapai karena penghantaran obat ke tempat target berlangsung cepat,
absorbsi total memungkinkan dosis obat lebih tepat dan terapi lebih dapat
diandalkan, kecepatan pemberian dapat dikontrol sehingga efek terapeutik
dapat dipertahankan maupun dimodifikasi, rasa sakit dan iritasi obat-obat
tertentu jika diberikan intramuskular atau subkutan dapat dihindari, sesuai
untuk obat yang tidak dapat diabsorbsi dengan rute lain karena molekul
yang besar, iritasi atau ketidakstabilan dalam traktus gastrointestinalis.
2.3.2.2 Kerugian
Kerugian terapi intravena adalah : tidak bisa dilakukan “drug recall” dan
mengubah aksi obat tersebut sehingga resiko toksisitas dan sensitivitas
tinggi, kontrol pemberian yang tidak baik bisa menyebabkan “speed shock”
dan komplikasi tambahan dapat timbul, yaitu : kontaminasi mikroba melalui
titik akses ke sirkulasi dalam periode tertentu, iritasi vascular, misalnya
flebitis kimia, dan inkompabilitas obat dan interaksi dari berbagai obat
tambahan.
24
Berdasarkan tinjauan pustaka dan hasil penelitian-penelitian
sebelumnya diatas dapat dilihat dan diketahui dengan jelas bahwa
pemenuhan kebutuhan tidur sangatlah penting untuk pertumbuhan dan
perkembangan manusia khususnya anak baik itu secara fisik maupun
psikis. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa gangguan tidur pada anak
dapat menyebabkan dampak buruk untuk kesehatan maupun aktifitas anak
sehari-hari. Untuk itu pemenuhan kebutuhan tidur anak harus diperhatikan
dengan baik.