bab ii tinjauan pustaka faktor lingkungan yang ... filetinjauan pustaka faktor lingkungan yang...
TRANSCRIPT
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Faktor Lingkungan Yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan Padi Gogo
Curah Hujan
Curah hujan merupakan komponen iklim yang selalu berubah-ubah dan sulit
diramalkan. Setiap daerah mempunyai pola curah hujan berbeda-beda antara satu daerah
dengan daerah lain. Untuk mengetahui pola curah hujan di suatu daerah diperlukan data
curah hujan dari daerah tersebut selama 30 tahun (Santoso, 1984).
Berdasarkan distribusi curah hujan, Oldeman (1984) membagi pola curah hujan
atas tiga tipe yang berbeda :
1. Pola curah hujan merata sepanjang tahun dan tidak jelas perbedaan antara musim
hujan dan musim kering.
2. Pola curah hujan monomodal, yaitu dalam satu tahun hanya terdapat satu bulan yang
jumlah curah hujannya tertinggi ataupun terendah. Pola curah hujan tipe ini
dipengaruhi oleh musim, dan jelas ada musim hujan dan musim kering. Pola curah
hujan monomodal mempunyai beberapa bulan curah hujannya lebih dari 200 mm dan
beberapa bulan curah hujannya kurang dari 100 mm.
3. Pola curah hujan bimodal, yaitu selama satu tahun terjadi dua kali periode dengan
curah hujan yang tinggi dan di antara curah hujan tinggi tersebut terdapat musim
kering.
Kebutuhan curah hujan bulanan untuk memenuhi kebutuhan air bagi pertumbuhan
tanaman padi gogo dipengaruhi oleh kapasitas tanah menahan air dan keadaan suhu
udara. Semakin tinggi kapasitas menahan air dari tanah semakin rendah kebutuhan curah
hujan bulanan. Di Amerika Latin di daerah yang curah hujannya selama 6-8 bulan lebih
Universitas Sumatera Utara
10
dari 2000 mm, sangat sesuai untuk pertumbuhan padi gogo dan dapat menghasilkan
gabah kering 4-5 ton/ha (Ciat, 1984).
[
Cahaya Matahari.
Cahaya matahari merupakan sumber energi bagi pertumbuhan tanaman. Butir-butir
hijau daun mengabsorbsi panjang gelombang cahaya matahari 400 - 700 nm untuk
membentuk karbohidrat melalui proses fotosintesis. Cahaya matahari juga berpengaruh
terhadap produksi khlorofil tanaman, jumlah dan komposisi khloroplast, struktur daun,
bentuk daun dan gerak menutup dan membuka stomata (Weaver dan Clement, 1980).
Menurut Larcher (1975) pengaruh langsung cahaya matahari terhadap tanaman ada tiga
hal yaitu sumber energi (photodestrucnectic effects), mengatur perkembangan tanaman
(photocybernectic effects) dan merusak tanaman (photodestructiv effects). Pengaruh lain
adalah mengontrol transpirasi tanaman sehingga berpengaruh terhadap penyerapan unsur
hara dan air dari dalam tanah.
Kebutuhan intensitas cahaya matahari pada setiap fase pertumbuhan tanaman padi
gogo tidak sama. Intensitas cahaya matahari rendah pada fase vegetatif tidak
berpengaruh nyata tetapi pada fase reproduktif dan pematangan mengakibatkan
penurunan hasil gabah (Yoshida dan Parao, 1976 dalam De Datta, 1981).
Kebutuhan cahaya matahari bagi tanaman padi gogo di awal pertumbuhan, jumlahnya
kecil kemudian meningkat dan mencapai maksimal pada fase pembungaan dan kemudian
menurun sampai tanaman dipanen.
Hasil penelitian Stansel et al (1965) dan Stansel (1975) dalam De Datta, (1981)
menunjukkan bahwa masa kritis kebutuhan cahaya matahari bagi pertumbuhan tanaman
padi dimulai pada fase pembentukan primordia bunga sampai 10 hari sebelum
pematangan gabah.
Universitas Sumatera Utara
11
Suhu Udara.
Tanaman padi gogo untuk pertumbuhan normal membutuhkan suhu udara 20 – 30
°C. Di bawah suhu 20 °C dan di atas 35 ºC merupakan suhu kritis untuk pertumbuhan
tanaman padi gogo. Suhu kritis tersebut bervariasi menurut : varietas, lamanya suhu
kritis berlangsung, perubahan suhu harian siang dan malam, serta kondisi fisiologi
tanaman padi itu sendiri (Yoshida, 1981).
Angin.
Angin mempunyai dua fungsi dasar di alam yaitu memindahkan panas dari wilayah
lintang rendah ke lintang tinggi sehingga terjadi keseimbangan neraca cahaya matahari
antara lintang rendah dan lintang tinggi, dan memindahkan uap air hasil proses
evpotranspirasi. Dengan demikian angin berpengaruh langsung terhadap hilangnya air
melalui proses evapotranspirasi (Lawson dan Alluri, 1985).
Kondisi angin biasanya minimum pada waktu sekitar matahari terbit dan
maksimum menjelang sore hari, dan hal ini menyebabkan variasi kondisi angin harian.
Apabila angin hanya berhembus siang hari sedangkan pada malam hari kondisi udara
lembab maka laju evepotranspirasi sekitar 30 % lebih tinggi dibanding dengan keadaan
dimana kondisi angin hanya terpusat pada malam hari (Santoso, 1984).
Menurut Lawson dan Alluri (1985), karena sistem perakaran tanaman padi
termasuk dangkal pada lapisan tanah maka perlu dijaga keseimbangan antara penyerapan
air oleh tanaman dan kehilangan air dari tanaman dan untuk itu maka kecepatan angin
yang terbaik adalah kecepatan sedang. Bila kecepatan angin terlalu lambat, maka
transportasi air dan CO2 tidak efisien sehingga mengakibatkan proses fotosintesis
tanaman terbatas (Laowson, 1984). Sedangkan bila kecepatan angin terlalu cepat pada
kelembaban udara yang rendah maka akan mempercepat laju kehilangan air dari tanaman
dan tanah dan akibatnya akan terjadi kekeringan (Laowson dan Alluri, 1985). Angin
Universitas Sumatera Utara
12
kencang dapat mengakibatkan kerebahan tanaman serta mempercepat penyebaran
penyakit.
Ketersediaan Air Tanah
Tanaman padi gogo sumber airnya berasal dari air hujan yang diikat oleh tanah. Air
tanah yang tersedia yang dapat digunakan oleh akar tanaman padi gogo selain
dipengaruhi oleh jumlah curah hujan juga dipengaruhi oleh tekstur tanah (Garrity, 1984;
Oldeman, 1984: Steinmetz et al, 1985), jumlah air yang hilang melalui evapotranspirasi
(De Datta dan Vergara, 1975; Ciat, 1984; Laowson,1984; Oldeman, 1984), kedalaman
akar pada lapisan tanah (Yoshida, 1975; Forest dan Kalms, 1984), dan tinggi rendahnya
permukaan air tanah (Yoshida, 1975).
Air tanah yang tersedia bagi pertumbuhan tanaman padi gogo merupakan air yang
ditahan oleh tanah antara kapasitas lapang dan titik layu permanen dan kisarannya
ditentukan oleh tekstur tanah. Steimetz (1985) melaporkan bahwa air tersedia bagi
pertumbuhan tanaman padi gogo pada tipe tanah Latosol Kuning, Podsol Merah Kuning,
Latosol Merah Kekuningan dan Latosol Merah Gelap berturut-turut adalah 0.6, 0.95,
1.01 dan 1.02 mm/cm. Perbedaan tersebut disebabkan oleh perbedaan dalam kemampuan
tanah menahan air.
Yoshida (1975) melaporkan bahwa kemampuan menahan air pasir halus adalah 4.3
– 8.6 mm/cm sedangkan tanah liat 77.0 mm/30 cm. Hal tersebut disebabkan oleh
perbedaan kecepatan air naik ke permukaan tanah yaitu tekstur tanah yang kasar air naik
dengan cepat dan jaraknya pendek sedangakan pada tekstur halus air naik lambat dan
dapat melalui jarak yang panjang. Menurut Kramer (1969), tinggi muka air tanah
sedalam 60 cm, air naik 5 mm/hari pada tanah dengan tekstur kasar sedangkan pada
tanah dengan tekstur halus adalah 2 mm/hari.
Universitas Sumatera Utara
13
Kedalaman akar pada lapisan tanah juga mempengaruhi air tersedia bagi tanaman
oleh karena air yang tersedia akan meningkat pada lapisan tanah yang lebih dalam.
Varietas padi gogo yang memiliki sistem perakaran yang dalam lebih tahan terhadap
keadaan kekurangan air dibandingkan dengan yang akarnya lebih dangkal, oleh karena
jumlah air tanah yang tersedia lebih banyak bagi tanaman yang berakar dalam (Yoshida,
1975; Forest dan Kalms, 1984).
Kebutuhan Air Tanaman
Kebutuhan air tanaman adalah jumlah air yang dibutuhkan tanaman dari dalam
tanah untuk mengimbangi kehilangan air melalui evapotranspirasi dari tanaman sehat,
tumbuh di lahan luas, kondisi air tanah dan kesuburan tanah tidak dalam keadaan
terbatas, serta dapat mencapai produksi potensial pada lingkungan pertumbuhannya
(Doorenbos dan Pruitt, 1977). Menurut Sitaniapessy (1982) kebutuhan air tanaman
disebut koefisien transpirasi dan merupakan jumlah air yang diserap dari dalam tanah
dan diuapkan oleh tanaman untuk membentuk satu kilogram bahan kering yang
dinyatakan dalam satu kilogram air. Menurut Seeman (1979) kebutuhan air tanaman
selain dipengaruhi oleh faktor iklim dan faktor tanah, kebutuhan air tanaman sangat erat
hubungannya dengan evapotranspirasi.
Menurut Chabrolin (1970) kebutuhan air untuk pertumbuhan tanaman padi berkisar
antara 5 – 6 mm/hari. Di Ibadan (Afrika) kebutuhan air padi gogo varietas OS6 adalah
antara 4 – 4.5 sampai 5 – 6 mm/hari (IITA, 1984). Lawson (1984) melaporkan bahwa
kebutuhan air untuk pertumbuhan tanaman padi gogo lebih tinggi di daerah kering
dibandingkan di daerah basah yaitu 7.0 mm/hari untuk daearah kering dan 3.5 mm/hari
di daerah basah. Lebih lanjut Lawson (1984) menyatakan bahwa kisaran kebutuhan air
maksimum bagi pertumbuhan tanaman padi gogo adalah 4 - 6 mm/hari.
Universitas Sumatera Utara
14
Pengaruh Kekeringan terhadap Tanaman
Kekeringan adalah keadaan dimana jumlah air tanah yang tersedia tidak mencukupi
untuk kebutuhan pertumbuhan tanaman maksimum (Ghidyal dan Tomar, 1982). Ada dua
jenis kekeringan yaitu kekeringan atmosfir (atmospheric drought) dan kekeringan tanah
(soil drought). Kekeringan atmosfir disebabkan oleh suhu udara yang tinggi, kecepatan
angin tinggi, atau karena kelembaban udara yang rendah. Sedangkan kekeringan tanah
disebabkan oleh kandungan air tanah rendah akibat curah hujan yang rendah,
permeabilitas tanah lambat atau karena kapasitas menyimpan air tanah rendah (Troeh et
al, 1980).
Menurut Yoshida (1975) tanaman padi mengalami kekurangan air bila jumlah air
yang hilang melalui transpirasi lebih besar dari jumlah air yang diserab akar dari dalam
tanah. Kekurangan air tanah akan mengakibatkan cekaman air (water stress) pada
tanaman. Cekaman air terjadi bila evapotranspirasi maksimum atau bila air yang tersedia
dari tanah tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan tanaman.
Tanaman padi yang mengalami cekaman kekurangan air mengakibatkan
perkembangan komponen tumbuhnya tertekan (Yoshida, 1975; Ghidyal dan Tomar,
1982). Tinggi tanaman, jumlah anakan, berat kering jerami, jumlah akar, berat kering
akar tanaman padi semakin berkurang bila cekaman air meningkat. Tetapi panjang akar
meningkat bila cekaman air meningkat (Ghidyal dan Tomar, 1982).
Partohardjono dan Makmur (1993) menunjukan bahwa cekaman kekeringan
tanaman padi yang terjadi mulai pada fase primordia bunga sampai fase pematangan biji
akan menurunkan pertumbuhan tinggi tanaman, jumlah gabah berisi per malai, berat
1000 butir gabah, nisbah gabah dan jerami, hasil gabah per ha serta meningkatnya
jumlah gabah hampa per malai.
Universitas Sumatera Utara
15
Menurut Yoshida (1975) tanaman padi yang mengalami cekaman kekurangan air
hasilnya menurun karena jumlah anakan produktif rendah, persentase gabah hampa
tinggi, berbunga terlambat, nisbah jumlah malai terhadap jumlah anakan rendah. Oleh
karena persentase gabah hampa lebih tinggi pada keadaan cekaman kekurangan air maka
Yoshida (1975) menyimpulkan bahwa hasil yang rendah padi gogo bukan saja
diakibatkan oleh tertekannya pertumbuhan akibat cekaman kekurangan air tetapi juga
akibat tingginya persentase gabah hampa.
Penurunan hasil akan semakin nyata bila periode cekaman air terjadi pada 11
sampai 13 hari sebelum pengisian biji (Yoshida, 1975) sedangkan tekanan terhadap
komponen tumbuh semakin nyata bila cekaman air terjadi lebih awal pada waktu fase
vegetatif (Chang dan De Datta, 1975).
Utomo dan Nazaruddin (1996) juga melaporkan bahwa cekaman kekurangan air
selama pertumbuhan tanaman padi mengakibatkan terjadinya hambatan terhadap
pembentukan dan pertumbuhan anakan, pembentukan malai, pembungaan dan
pembuahan yang berakibat bulir padi yang dihasilkan hampa
Tertekannya pertumbuhan dan rendahnya hasil padi gogo pada cekaman
kekurangan air terjadi karena menurunya nisbah transpirasi (transpiration ratio). Hal
tersebut terjadi karena pada cekaman kekurangan air stomata tertutup untuk menghindari
kehilangan air yang lebih banyak dari jaringan tanaman. Dengan tertutupnya stomata
maka laju transpirasi menurun sehingga pembentukan bahan kering menurun dan hasil
gabah rendah (Yoshida, 1975).
Lawson (1984) melaporkan bahwa hasil padi gogo varietas OS6 dan ANDY-11
pada keadaan cekaman kekurangan air masing-masing adalah sebesar 1.7 dan 2.6 ton/ha,
sedangkan bila ketersediaan air tanah cukup hasil yang dicapai masing-masing varietas
Universitas Sumatera Utara
16
adalah sebesar 3.2 dan 3.7 ton/ha. Dalam hal ini masing-masing varietas menurun
produksinya sebesar 47% dan 30% karena cekaman kekurangan air.
Pengaruh Naungan terhadap Tanaman
Tanaman padi gogo tergolong tanaman perlu cahaya banyak, sehingga kondisi
kekurangan cahaya berakibat terganggunya proses metabolisme yang berimplikasi
menurunnya laju fotosintesis dan sintesis karbohidrat (Murty et al., 1992; Watanabe et
al., 1993; Jiao et al., 1993; Yeo et al., 1994; Chowdury et al., 1994 ; Sopandie et al.,
2003). Faktor ini secara langsung mempengaruhi tingkat produktivitas padi gogo yang
rendah di bawah naungan.
Intensitas cahaya rendah mempengaruhi morfologi dan anatomi daun termasuk sel
epidermis dan tipe sel mesofil. Perubahan tersebut sebagai mekanisme untuk
pengendalian kualitas dan kwantitas cahaya yang dapat dimanfaatkan oleh kloroplas
daun. Daun genotipe padi gogo toleran berbeda dengan yang peka dilihat dari warna
kehijauan daun, luas, ketebalan, serta ketegakan dan bentuknya (Sopandie et al., 1999;
Chozin et al., 2000). Selain itu, anatomi daun seperti ukuran palisade, klorofil dan
stomata sangat menentukan efisiensi fotosintesis (Sahardi, 2000). Cruz (1997)
menyatakan naungan dapat mengurangi enzim fotosintetik yang berfungsi sebagai
katalisator dalam fiksasi CO2 dan menurunkan titik kompensasi cahaya.
Murty dan Sahu (1987) menjelaskan peningkatan kandungan total amino-N dan N
terlarut pada varietas padi yang sensitif intensitas cahaya rendah, menyebabkan
terganggunya sintesis protein dan rendahnya ketersediaan karbohidrat dan tingginya
kehampaan gabah.
Varietas toleran padi gogo memperlihatkan kandungan pati pada daun dan batang
lebih tinggi dari pada yang peka saat dinaungi 50 % saat vegetatif aktif (Sopandie et al.,
Universitas Sumatera Utara
17
1999 dan 2001a). Intensitas cahaya rendah pada kondisi naungan mempengaruhi
produksi dan mutu biji padi gogo (Steinway et al, 2003).
Taiz dan Zeiger (1991) menyatakan distribusi spektrum cahaya matahari yang
diterima daun di permukaan tajuk lebih besar dibanding dengan daun di bawah naungan.
Pada kondisi ternaungi cahaya yang dapat dimanfaatkan untuk proses fotosintesis sangat
sedikit.
Pengaruh intensitas cahaya rendah terhadap hasil pada berbagai komoditi sudah
banyak dilaporkan. Naungan 50% pada padi genotipe peka menyebabkan jumlah
gabah/malai kecil serta persentase gabah hampa yang tinggi, sehingga produksi biji
rendah (Sopandie et al., 2003). Intensitas cahaya rendah pada saat pembungaan padi
dapat menurunkan karbohidrat yang terbentuk, sehingga menyebabkan meningkatnya
gabah hampa (Chaturvedi et al., 1994). Intensitas cahaya rendah menurunkan hasil
kedelai (Asadi et al., 1997), jagung (Andre et al., 1993), padi gogo (Supriyono et al.,
2000), ubi jalar (Nurhayati et al., 1985), dan talas (Caiger, 1986 ; Wirawati et al., 2002).
Toleransi tanaman untuk mempertahankan pertumbuhannya tetap baik pada
kondisi intensitas cahaya rendah karena naungan antara lain dapat dilakukan oleh
tanaman dengan mengurangi kecepatan respirasi, meningkatkan luas daun untuk
memperoleh permukaan daun yang lebih besar dalam melakukan absorbsi cahaya serta
meningkatan kecepatan fotosintesis setiap unit energi cahaya yang diterima tanaman
(Fitter and Hay, 1981; Gardener et al, 1985).
Hale dan Orcutt (1987) menyatakan bahwa toleransi tanaman terhadap naungan
dapat dilakukan melalui dua cara yaitu meningkatkan luas daun sebagai upaya
mengurangi penggunaan metabolit dan mengurangi jumlah cahaya yang ditransmisikan
dan direfleksikan oleh daun. Sopandie et al. (2003) menyatakan pada kondisi
kekurangan cahaya, tanaman berupaya untuk mempertahankan agar fotosintesis tetap
Universitas Sumatera Utara
18
berlangsung dalam kondisi intensitas cahaya rendah. Keadaan ini dapat dicapai apabila
respirasi juga efisien. Mohr dan Schopfer (1995) menyatakan kemampuan tanaman
untuk beradaptasi terhadap lingkungan ditentukan oleh sifat genetik tanaman. Secara
genetik, tanaman yang toleran terhadap naungan mempunyai kemampuan adaptasi yang
tinggi terhadap perubahan lingkungan.
Kekuatan melawan degradasi khlorofil akibat kurangnya cahaya sangat penting
bagi daya adaptasi tanaman terhadap naungan yaitu dengan meningkatkan jumlah
kloroplas per luas daun (Hale dan Orchut, 1987), dan peningkatan jumlah khlorofil
pada kloroplas (Okada et al., 1992). Hal ini ditunjukkan oleh genotipe toleran padi
gogo yang memiliki kadar klorofil a dan b lebih tinggi dibanding yang peka
(Chowdury et al., 1994; Sulistyono et al., 1999).
Lubis et al. (1993), menyatakan bahwa untuk pengembangan budidaya padi gogo
sebagai tanaman sela di bawah naungan tegakan, diperlukan varietas-varietas berumur
genjah hingga sedang (80 – 120 hari), tinggi tanaman berkisar 110 – 125 cm, jumlah
anakan sedang, bentuk batang agak serak, tahan blas, toleran Al, toleran kekeringan dan
naungan.
Pengaruh Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah (tillage) adalah setiap kegiatan manipulasi mekanis terhadap
sumberdaya tanah yang diperlukan untuk menciptakan kondisi tanah yang baik bagi
pertumbuhan tanaman. Tujuan utama pengolahan tanah adalah menciptakan kondisi
tanah yang baik di daerah perakaran tanaman, membrantas gulma dan membenamkan
sisa-sisa tanaman ke dalam tanah.
Moenandir (2004) mengatakan pengolahan tanah sesungguhnya ialah tindakan
penghancuran bongkahan tanah besar menjadi berukuran lebih kecil sehingga permukaan
partikel tanah yang mengakibatkan lebih luas hubungan antara akar tanaman dan tanah.
Universitas Sumatera Utara
19
Keadaan ini memungkinkan tanaman memperoleh nutrisi lebih dari cukup dan
mengakibatkan pertumbuhan tanaman baik dan hasilnya menjadi baik pula.
Menurut Suhardi (1983) dengan adanya pengolahan tanah akan diperolah kondisi
tanah yang baik ditinjau dari struktur tanah, porositas tanah, keseimbangan antara air,
udara dan suhu di dalam tanah. Maka dalam budidaya tanaman pengolahan tanah mutlak
perlu untuk menciptakan lingkungan tanah yang cukup baik. Lebih lanjut dijelaskan
bahwa dengan seluruh proses pengolahan tanah akan menghasilkan :
Meningkatkan sisfat-sifat fisik tanah yaitu menjamin memperbaiki struktur dan
porositas tanah, sehingga antara pemasukan air dan pengeluarannya menjadi
seimbang untuk kehidupan tanaman. Peredaran udara dalam tanah menjdi optimal
yang akan menjamin aktvitas biologi tanah menjadi optimal.
Pertumbuhan tanaman menjadi baik di areal pertanaman. Dengan adanya pengolahan
tanah memungkinkan peredaran air, udara, dan suhu di dalam tanah menjadi lebih
baik. Di dalam pertumbuhan tanaman di areal tanam diperlukan udara, suhu dan
ketersedian air tanah yang optimal yang dapat dibantu dengan adanya pengolahan
tanah.
Mempermudah pemanfaatan unsur hara atau pupuk yang diberikan di dalam tanah
oleh tanaman sehingga pertumbuahan tanaman akan lebih baik.
Menurut Arsyad (1983) dengan dilakukannya pengolahan tanah, maka tanah akan
menjadi gembur, dapat lebih cepat menyerap air hujan, serta mengurangi aliran
permukaaan atau run-off. Tetapi pada lahan yang bertofografi miring pengaruh tersebut
hanya bersifat sementara karena tanah yang diolah sampai gembur akan mudah tererosi.
Pengolalahan tanah dapat menekan pertumbuhan gulma dan perkembangannya serta
menciptakan aerasi tanah yang baik. Tetapi bila kondisi populasi gulma telah dapat
Universitas Sumatera Utara
20
ditekan dan aerasi tanah telah baik maka pengolahan tanah tidak diperlukan lagi, sebab
dapat mengakibatkan meningkatnya kehilangan air tanah dan kerusakan akar tanaman.
Moenandir (2004) juga mengatakan pengolahan tanah dapat pula merawat kelembaban
tanah dengan menghindari run-off. Di daerah semi arid, 88% air yang diperoleh dapat
hilang secara run-off. Tanah yang diolah dapat menahan air seperti itu dibanding tanah
tanpa olah.
Dalam proses pengolahan tanah, kedalamanan pembajakan tanah menurut Suhardi
(1983) dikelompokan atas empat golongan yaitu pembajakan ringan dengan kedalaman
berkisar 8 – 12 cm, sering dilakukan pada pertanaman padi sawah; pembajakan sedang
dengan kedalaman 15 – 20 cm, paling banyak dilakukan dalam budidaya tanaman
pangan, terutama pada tanaman padi gogo, jagung dan kentang; pembajakan dalam
dengan kedalaman 30 – 35 cm dan pembajakan sangat dalam dengan kedalaman lebih
dari 35 cm, ini digunakan terutama untuk tanaman keras.
Smith (1955) dalam Moenandir (2004) mengutarakan bahwa proses pengolahan
tanah ada dua tahap. Tahap pertama bertujuan untuk memotong-motong tanah sehingga
menjadi longgar dan mudah membalikannya (15 – 20 cm). Pengolahan tahap kedua ialah
untuk menghancurkan bongkahan tanah yang masih besar dan sisa tanaman dari
pengolahan tahap pertama menjadi lebih halus lagi. Sisa-sisa tanaman akan terpendam
dan melapuk merupakan sumber nutrisi berikutnya. Hasil akhir yang diperoleh ialah
terciptanya keadaan tanah yang baik dan sesuai unuk pertumbuhan tanaman serta bebas
gulma.
Berapa kali pengolahan tanah dilaksanakan tergantung dari kebutuhan dalam
mempertahankan struktur tanah (Moenandir, 2004)
Menurut Hayes (1982) dan Young (1983) dikenal ada tiga macam metode pengolahan
tanah dalam budidaya tanaman yaitu : pengolahan tanah sempurna (conventional tillage),
Universitas Sumatera Utara
21
pengolahan tanah minimum (minimum tillage) dan tanpa olah tanah (no-tillage).
Pengolahan tanah sempurna atau pengolahan tanah maksimum adalah pengolahan tanah
dengan melakukan pembajakan tanah dua atau tiga kali kemudian dilakukan penggaruan
untuk penghalusan tanah, baru ditanami. Pengolahan tanah minimum atau disebut juga
pengolahan tanah terbatas adalah pengolahan tanah yang hanya dilakukan pada lokasi
yang sangat memerlukan saja misalnya pada barisan tanaman atau pada piringan
tanaman saja atau pengolahan tanah hanya dilakukan satu kali saja. Pada metode tanpa
pengolahan tanah benih atau bibit tanaman yang akan ditanam ditempatkan dalam tanah
pada celah yang sangat sempit atau pada parit kecil yang dibuat sedemikian rupa
sehingga lebar dan dalamnya hanya untuk menutupi benih tanaman. Pada sistem tanpa
olah tanah sisa-sisa tanaman dibiarkan dipermukaan tanah yang berfungsi sebagai mulsa.
Hasil penelitian Blevin et al, (197) menunujukan bahwa kandungan air tanah pada sistem
no-tillage lebih tinggi dibandingkan dengan conventional tillage maupun minimum
tillage. Perbedaan kandungan air tanah terutama terjadi pada lapisan kedalaman tanah
antara 0 – 15 cm.
Barber (1971) melaporkan bahwa akar tanaman jagung sampai ke dalaman tanah
antara 0 – 15 cm lebih panjang dan lebih berat pada sistem no-tillge dibanding
conventional tillage, akan tetapi pada kedalaman di atas 15 cm, terdapat hal yang
sebaliknya yaitu akar lebih berat dan lebih panjang pada sisitem conventional tillage.
Pada lahan padi gogo pengolahan tanah yang berlebihan tidak diperlukan bila gulma
dapat dikendalikan dengan herbisida pratanam (Seth et al, 1971 dalam De datta dan
Liagas, 1983).
Hasil penelitian di Way Abung, Lampung (Anonimous, 1979) menunjukukkan
bahwa tinggi tanaman, jumlah anakan produktif, hasil gabah kering, persentase gabah
berisi dan berat 1000 butir gabah pada padi gogo varietas IET-1444 lebih tinggi pada
Universitas Sumatera Utara
22
lahan yang diolah satu atau dua kali dibanding tanpa olah tanah ataupun tanah hanya
dikik.. Pengolahan tanah satu kali lebih baik dibandingkan dengan pengolahan tanah dua
kali.
Pengaruh Bahan Organik
Bahan orgnaik sebgai bahan pupuk berpengaruh terhadap sifat-sifat tanah (sifat
fisik, kimia dan biologi tanah) dan pertumbuhan tanaman (Hardjowigeno,1986; Sutanto,
2002). Pupuk organik berperan sebagai granulator yaitu memperbaiki sruktur tanah,
sumber unsur hara makro dan unsur mikro terhadap tanaman walaupun dalam jumlah
yang rendah, menambah kemampuan tanah menahan air dan menahan unsur-unsur hara
tanah (kapasitas tukar kation (KTK) tanah menjadi tinggi) serta sebagai sumber energi
bagi mikroorganisme tanah sehingga kegiatan biologi tanah meningkat. Semua tanaman
dapat menjadi lebih baik pertumbuhannya bila diberi pupuk organik. Pada tanah masam
pupuk organik dapat meningkatkan pH tanah (menetralkan Al dengan membentuk
kompleks Al-organik), dan dapat meningkatkan ketersediaan unsur mikro dalam tanah
melalui khelat unsur mikro dengan bahan organik.
Noor (1996) mengatakan pengelolaan bahan organik dalam budidaya pertanian
lahan kering sangat penting. Disebutkan bahwa fungsi bahan organik dalam pertanian
lahan kering : meningkatkan jumlah dan stabilitas agreagat tanah, memperbaiki struktur
tanah, meningkatkan laju infiltrasi dan daya simpan air tanah, memperkaya hara dalam
tanah dan menigkatkan aktivitas biologi tanah.
Menurut Rosmarkam dan Yuwono (2002) sifat-sifat baik pupuk organik terhadap
kesuburan tanah disebutkan :
Bahan organik dalam proses mineralisasi akan melepaskan hara tanaman yang
lengkap (N, P, K, Ca, Mg, S serta hara mikro) dalam jumlah tidak tentu dan relatif
kecil.
Universitas Sumatera Utara
23
Memperbaiki struktur tanah, menyebabkan tanah menjadi ringan untuk diolah dan
mudah ditembus akar.
Mempermudah pengolahan tanah-tanah yang berat.
Meningkatkan daya menahan air sehingga kemampuan tanah untuk menyediakan air
menjadi lebih banyak. Kelengasan air tanah lebih terjaga.
Membuat permeabilitas tanah menjadi lebih baik; menurunkan permeabilitas pada
tanah bertekstur kasar dan meningkatkan permeabilitas pada tanah bertekstur sangat
lembut (lempungan).
Meningkatkan KTK (kapasitas tukar kation) sehingga kemampuan mengikat kation
menjadi lebih tinggi. Akibatnaya jika tanah yang dipupuk dengan bahan organik
dengan dosis tinggi, hara tanaman tidak mudah tercuci.
Memperbaiki kehidupan biologi tanah (baik hewan tingkat tinggi maupun tingkat
rendah) menjadi lebih baik karena ketersediaan makanan lebih terjamin.
Dapat meningkatkan daya sangga (buffering capasity) terhadap goncangan perubahan
drastis sifat tanah.
Mengandung mikroba dalam jumlah cukup yang berperan dalam proses dekomposisi
bahan organik.
Greenland dan Dart (1972) dalam Sanchez (1992) memberikan beberapa
keuntungan bahan organik tanah bagi pertanian yaitu menyediakan sebagian besar
nitrogen dan belerang yang diserab tanaman, menyediakan sebagian besar kapsitas tukar
kation tanah, membantu pengagregatan tanah dengan demikian memperbaiki sifat fisika
tanah dan mengurangi kerentanan terhadap pengikisan tanah, mengubah sifat menambat
air tanah, bahan organik dapat membentuk gabungan dengan unsur hara yang mencegah
pencucian unsur tersebut. Dilaporkan, di Ghana daya tanah untuk menambat air menurun
dari 57% menjadi 37% apabila bahan organik tanah menurun dari 5% menjadi 3%.
Universitas Sumatera Utara
24
Sutanto (2002) juga menjelaskan bahwa bahan organik yang ditambahkan ke dalam
tanah akan menjadi sumber energi dan makanan untuk bermacam-macam
mikroorganisme di dalam tanah. Mikroorganisme tanah yang bermacam-macam menjadi
aktif melalui rantai makanan, kemudian mengalami proses dekomposisi menghasilkan
bermacam-macam senyawa organik dan anorganik. Senyawa organik dan anorganik
tersebut disemat atau diikat oleh partikel lempung yang bermuatan negatif atau senyawa
organik hasil proses dekomposisi. Senyawa-senyawa tersebut mengutungakan
pertumbuhan tanaman sebagai hara dan senyawa pengatur pertumbuhan.
Mori (1986) menjelaskan beberapa senyawa organik berfungsi sebagai bahan
sementasi dalam mengikat partikel tanah sehingga terbentuk agregat tanah. Agregat
tanah dan tanah yang berstruktur merupakan habitat yang menguntungkan untuk
bermacam-macam mikro-flora dan fauna tanah. Keanekaragaman komunitas
mikroorganisme di dalam tanah kemungkinan akan menekan terjadinya ledakan patogen
yang merusak tamanan. Tanah yang mempunyai struktur yang baik mempunyai
kemampuan mengikaat air dan permeabilitas yang baik. Perubahan tanah yang bersifat
serbacakup akan menghasilkan perbaikan kondisi perakaran tanaman dan memperbaiki
hasil dan kualitas tanaman
Pichot (1971) dalam Sanchez (1992) telah juga menunjukan penggunaan pupuk
organik meningkatkan kandungan tanah akan karbon organik, nitrogen organik dan
kalsium dapat ditukar sehingga mengakibatkan kenaikan pH tanah secara nyata.
Nakada (1981) dalam Sutanto (2002) melaporkan terjadinya kenaikan N, P, K, dan Si
tanah karena pemberian bahan organik kompos dalam jangka panjang. Pemberian
kompos mampu meningkatkan mikroba penyemat nitrogen melalui peningkatan
kandungan bahan organik tanah yang mudah terdekomposisi, meningkatkan
pembentukan agregat yang stabil dan kapasitas pertukaran kation.
Universitas Sumatera Utara
25
Mlguno (1996) dalam Sutanto (2002) menggambarkan secara ringkas perubahan
sifat fisika, kimia dan biologi tanah dengan adanya pemberian bahan organik seperti
disajikan pada Gambar 1 berikut :
Gambar 1. Pengaruh Bahan Organik terhadap Perubahan Sifat Tanah (Sumber : Sutanto, 2002)
Universitas Sumatera Utara