bab ii tinjauan pustaka -...
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Pengertian Kecemasan
Gangguan ansietas menurut Stuart & Sundeen (1998) adalah sangat berkaitan
dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan ini tidak memiliki objek yang
spesifik. Kondisi dialami secara subjektif dan dikomunikasikan dalam hubungan
interpersonal. Ansietas berbeda dengan rasa takut, yang merupakan penilaian
intelektual terhadap sesuatu yang berbahaya. Ansietas adalah respon emosional
terhadap penilaian tersebut. Kapasitas untuk menjadi lemas untuk bertahan hidup,
tetapi tingkat ansietas yang parah tidak sejalan dengan kehidupan.
Kecemasan adalah sesuatu keadaan dimana individu atau kelompok
mengalami perasaan yang sulit dan aktivasi sistem syaraf otonom dalam berespon
terhadap ketidakjelasan(Carpenito,1998). Banyak ahli menganggap kecemasan
sebagai sumber segala macam nerosa.Kecemasan mengganggu dan mengancam
ketenangan setiap orang.Kecemasan menghilangkan rasa aman dan merupakan suatu
tanda bahaya. Reaksi manusia ialah menghilangkan kecemasan (Maramis,1998)
Kecemasan adalah suatu sinyal yang menyadarkan memperingatkan adanya
bahaya dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan untuk mengatasi
kecemasan. Kecemasan adalah respon terhadap suatu ancaman yang sumbernya tidak
diketahui internal samar- samar dan konflik. Pada teori biologis sistim
neurotransmitter gamma aminobutyric acid (GABA ) berperan kuat dalam
kecemasan. Penelitian pada primata menemukan bahwa gejala sistim syaraf otonomi
bisa timbul jika diberikan agunis kebalikan benzodiasepin. Data tersebut di atas
mewujudkan bahwa pasien dengan gangguan kecemasan memiliki fungsi reseptor
gaba yang abnormal walaupun hubungan tersebut belum terbukti secara langsung (
Kaplan dan Sadock ,1997 ). Menurut Layarus (1991 ) Kecemasan adalah sesuatu
yang tidak jelas, hal ini sebagai kunci pengembangan ketelitian bentuk perilaku untuk
mengatur sistim yang kurang efektif.
2. Pengertian Komunikasi
Komunikasi adalah Penyampaian pesan kepada orang lain dengan
menyertakan kode atau lambang penyampaian melalui suatu proses dengan adanya
berbagai komponen diantaranya pembawa berita dan penerima berita sehingga terjadi
umpan balik ( Kariyoso ,1994 )
3. Pengertian Komunikasi Terapeutik
Hubungan terapeutik adalah hubungan antara perawat dan klien dalam
bertukar pikiran, perasaan, dan pengalaman dalam membina hubungan intim yang
terapeutik dengan tujuan mengidentifikasi masalah dan membantu memecahkan
masalah. Komunikasi terapeutik adalah.hubungan antara perawat dan klien dalam
proses komunikasi sehingga terjadi penyampaian informasi, pertukaran perasaan dan
pikiran dengan mempengaruhi perilaku orang lain yang tujuannya merubah perilaku
dalam pencapain kesehatan yang optimal dengan beberapa elemen pada proses
komunikasi yaitu adanya pengiriman pesan , penerima pesan ,pesan media dan
adanya umpan balik. ( Keliat. B, 1996 ).
Dalam berkomunikasi perawat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya
hakikat kecakapan, sikap perawat dalam berkomunikasi ,pengetahuan dalam
berkomunikasi sangat mendukung peranan penting. Sikap perawat dalam komunikasi
menyangkut lima sikap diantaranya : berhadapan, pertahankan kontak mata,
membungkuk kearah pasien, pertahankan sikap kukuh, tetap rileks. Sedangkan dalam
rangkaian komunikasi seorang perawat mempunyai keharusan yaitu : Pengetahuan
tentang penjelasan dari masalah pasien, Ketulusan seorang perawat dalam
berkomunikasi, Semangat dalam pemberian penjelasan, Praktek dalam pelaksanaan
penjelasan komunikasi.(Kariyoso ,1994 )
Penelitian tentang kecemasan telah mewujudkan bahwa intervensi psikologi
menjadi terpenting dalam perawatan pasien menghadapi masalah utama untuk
diidentifikasikan. Masalah ini dapat menyebabkan ancaman serius ( Yasmin Asih
,1996)
Kecemasan dapat dikurangi dengan tindakan perawat yang berfokus pada
komunikasi terapeutik dan pendidikan kesehatan pada klien dan keluarga.
Pembedahan selalu dipandang sebagai krisis hidup dan menimbulkan kecemasan
serta ketakutan. Tindakan dari komunikasi terapeutik yang dilakukan oleh perawat
diberikan pada fase pre operasi diantaranya bagaimana manajemen nyeri ,kegiatan
fisik untuk turunkan komplikasi dan proses penyembuhannya. Hal ini dilakukan 1
sampai 2 hari sebelum pasien menjalani operasi. Komunikasi terapeutik pada pasien
pre operasi telah terbukti bermanfaat untuk turunkan komplikasi post operasi
berdampak positif untuk penyembuhan (Taylor. C ; Lillis. C; Le Mone. P, 1997 )
Kecemasan bisa diatasi dengan Komunikasi Terapeutik melalui dimensi
respon perawat yang sangat penting pada awal berhubungan dengan kllien untuk
membina hubungan saling percaya dengan tindakan atau sikap keiklasan yaitu
perawat menyatakan ketulusan, kejujuran, keterbukaan dan berespon aktif. Perawat
tidak berpura-pura harus berespon dengan tulus dan mengekspresikan dengan
perasaan yang sebenarnya.Selanjutnya perawat harus bisa menghargai dan menerima
klien apa adanya, sikap tidak menghakimi, tidak mengkritik, tidak mengejek atau
menghina. Empati merupakan cara membina hubungan terapeutik untuk
mempengaruhi kecemasan klien yaitu perawat masuk dalam kehidupan dan perasaan
klien, perawat memandang melalui pandangan klien kemudian mengidentifikasi
masalah tersebut. ( Keliat,1998 ).
Dalam hubungan komunikasi antara perawat dan klien melalui berbagai
hubungan fase yaitu fase pra interaksi dimana tugas perawat menggali perasaan yang
memungkinkan untuk menganalisa data keterbatasan diri sendiri serta rencanakan
untuk pertemuan pertama dengan klien, sedang fase kedua yaitu perkenalan darimana
perawat menggali perasaan serta mencari alasan mengapa pasien mencari bantuan
dari tetapkan tujuan. Pada fase ini juga perawat bisa merumuskan kontrak yang saling
menguntungkan dengan tanggung jawab dan bisa menjaga kerahasiaan pasien.Fase
selanjutnya yaitu fase dimana perawat bisa menggali stressor yang relevan dan
meningkatkan pengembangan penghayatan dari penggunakan mekanisme mekanisme
koping pasien yang konstruktif. Fase terakhir dalam komunikasi terpeutik adalah
terminasi dimana perawat bisa mengungkap perasaan pasien secara timbal balik yang
meliputi penolakan, kehilangan, ketersediaan ,dan kemarahan serta perilaku yang
terkait lainnya ( Keliat, 1998 )
Teknik – teknik yang digunakan dalam komunikasi terapeutik yang harus
kerjakan oleh seorang perawat meliputi 2 persyaratan, komunikasi yang efektif yaitu
komunikasi menghormati baik pasien perawat dalam komunikasi tentang penerimaan
dan informasi yang lebih spesifik ( Stuart & Sundeen , 1998 ).
Komunikasi terapeutik dipengaruhi oleh kondisi fisiologis dan psikologis dari
partisipan. Jika perawat mengevaluasi proses komunikasi terapeutik, maka sangat
berpengaruh pada kecemasan pasien dan masalah – masalah spesifik atau kesalahan
yang potensial dapat teridentifikasi karena keterbukaan antara pasien perawat dan
klien dapat menurunkan tingkat kecemasan klien ( Keliat,1998 )
Hubungan komunikasai terapeutik dilakukan dengan interaksi sosial untuk
menciptakan hubungan saling percaya yang lebih akrab, tahapan ini sebagai tahapan
awal dari proses keperawatan.Dalam rangka mengidentifikasi kebutuhan kesehatan
dalam menentukan prioritas dan tindakan keperawatan serta menentukan apa yang di
inginkan pasien berkaitan dengan keperawatan ( Arwani, 2003 )
Adapun bentuk komunikasi terapeutik ada 2 cara yaitu: komunikasi verbal dan
non verbal dimana bentuk dari komunikasi verbal dilakukan dengan menggunakan
kata – kata yang dilakukan dengan lisan dan bahasa yang terpenting dalam proses
komunikasi ini. Karena dengan bahasa lisan dapat mewakili kenyataan konkrit dalam
dunia sekeliling dan juga dapat mewakili hal – hal yang abstrak .Pada komunikasi
non verbal perawat bisa mengungkapkan dengan sikap gerak – gerik ekspresi wajah
dan penampilan. (Kariyoso , 1998 )
B. Faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan Pre Operasi
Terdapat beberapa teori yang dapat menyebabkan terjadinya kecemasan
berhubungan dengan pre operasi dilihat dari faktor :
1. Predisposisi antara lain :
a. Teori Psikoanalisa oleh Sigmund Freud
Kecemasan terjadi karena adanya konflik yang emosional antara Id dan super ego
dalam emosional elemen kepribadian
b. Teori Interpersonal menurut (Stuart dan Sundeen , 1998 )
Kecemasan timbul karena adanya rasa takut terhadap tidak adanya penerimaan
dan penolakan yaitu dengan tindakan pembedahan pasien merasa cemas.
c. Teori Behavior
Mengatasi kecemasan merupakan produk frustasi, dikaitkan dengan tindakan
pembedahan, tindakan ini sebagai sesuatu yang mengganggu dan diinginkan pada
pencapaian yang diinginkan.
d. Teori Fisiologis
Operasi adalah merupakan stressor pada tubuh yng memicu pada
neuroendokrine.Respon terdiri dari syaraf simpatik dan respon hormonal yang
bertugas melindungi menjaga tubuh dari ancaman cedera ( Long ,1996 ).
2. Faktor faktor presipitasi:
Menurut Stuart & Sundeen 1998,faktor-faktor disini terdiri dari:
1. Eksternal :
Faktor yang dapat terjadi dan menyebabkan gangguan fisik yaitu
misalnya:masuknya kuman ,virus,polusi udara,bahaya lingkungan.
2. Internal :
Kegagalan dari organ tubuh fisiologi, misal:jantung,sistem imun,pengaturan
suhu,dll.
Faktor-faktor penyebab timbulnya kecemasan menurut ( Fattah Nur Aeni, 2002
),faktor penyebab kecemasan masih belum jelas, yang sangat mendukung dari penyebab
ini adalah faktor biologi dan psikologi bekerja sama sebagai faktor pencetus.
C. Deskripsi Kecemasan Pasien Pre Ope Operasi.
Tindakan pembedahan akan menimbulkan ketakutan dan kecemasan pada
pasien walaupun respon individu terhadap tindakan tersebut berbeda-beda.Beberapa
pasien menyatakan takut dan menolak dilakukan tindakan pembedahan ,tapi klien
mengatakan tidak tahu yang jadi penyebabnya,namun ada beberapa pasien yang
menyatakan ketakutannya dengan lebih jelas dan spesifik ( Long,1998 ).
Sedangkan menurut ( Smeltzer & Bare, 2002 ) segala bentuk prosedur
pembedahan selalu didahului dengan reaksi emosional klien baik tersembunyi atau
jelas,normal dan abnormal , kecemasan pasien pre operasi merupakan suatu respon
antisipasi terhadap suatu pengalaman yang dianggap pasien sebagai suatu ancaman
terhadap perannya dalam hidup. Integritas tubuh bahkan kehidupannya , kecemasan
sangat mempengaruhi fungsi tubuh pada tindakan operasi , oleh karena itu perawat
perlu mengidentifikasi kecemasan yang dialami pasien. Kecemasan dan reaksi ini
bisa didasarkan pada banyak faktor yang meliputi :ketidaknyamanan dan perubahan
–perubahan yang diantisipasi baik fisik , finansial psikologi spiritual,sosial dan akhir
dari pembedahan tersebut.
Sedang menurut seorang peneliti , kecemasan adalah keadaan tak
menyenangkan yang meliputi interprestasi subyektif atau respon fisiologis yang bisa
diketahui dengan tanda –tanda : nafas cepat , jantung berdebar-debar , keringat dingin
(Ollendick, 1985 ).
D. Gejala Kecemasan
Kecemasan mempunyai gejala baik secara fisiologis,emosional maupun
kognitif.Gejala secara fisiologis meliputi peningkatan denyut nadi,peningkatan
tekanan darah,peningkatan frekwensi nafas,mata bergetar gemetar,palpitasi, mual,
sering kencing, badan terasa sakit, pusing, panas dingin, parastesia. Gejala cemas
secara emosional ditandai dengan : individu mengatakan merasa takut, kehilangan
rasa percaya diri, kehilangan kontrol ,tegang , tidak dapat rilek dan antisipasi
kemalangan .Selain itu individu juga memperlihatkan peka rangsang tidak sabar ,
marah meledak-ledak ,menangis , cenderung menyalahkan orang lain ,reaksi terkejut ,
mengkritik diri sendiri dan orang lain.Sedangkan berdasarkan reaksi kognitif
kecemasan ditandai dengan tidak mampu konsentrasi, disorientasi lingkungan,
pelupa, termenung, orientasi masa lalu, dan pada saat ini serta masa yang akan
datang, memblok pemikiran dan perhatian yang berlebihan.
Reaksi fisiologis terhadap kecemasan merupakan reaksi yang pertama timbul
pada sistem saraf otonom, meliputi peningkatan frekuensi nadi dan pernafasan,
pergerakan tekanan darah dan peningkatan suhu tubuh, relaksasi otot polos pada
kandung kemih dan usus, kulit dingin dan lembab, peningkatan respirasi dan dilatasi
pupil dan mulut kering ( Smeltzer. & Bare, 2002 )
Fisiologi cemas dapat dibedakan menjadi 3, yaitu:
a. Interpretasi stimuli oleh otak
Respon fisiologi terhadap stressor merupakan mekanisme protektif dan adaptif
untuk pelihara keseimbangan oleh hipotalamus yang berpusat diotak dan
dikelilingi oleh sistem limbik dan hemisfer serebri, hipotalamus ini
mengitegrasikan mekanisme sistem saraf otonom yang memelihara kestabilan
kimia internal tubuh. Hipotalamus ini mengatur emosi dan beberapa kegiatan
viseral yang diperlukan untuk bertahan hidup.
b. Respon neuroendokrin
Jalur neural dan neuroaendokrin dibawah kontrol hipotalamus akan diaktifkan
dalam respon stress,akan disekresi oleh saraf simpati diikuti oleh sekresi simpati
adrenal medular dan sistem hipotalamus pituitary akan diaktifkan. Respon ini
bersifat cepat dan singkat, kerjanya Norepineprin akan dikeluarkan pada ujung
saraf yang berhubungan langsung dengan ujung organ yang dituju. Akibatnya
fungsi organ vital frekuensi jantung meningkat, terjadi vasokonstrisi perifer
sehingga tekanan darah meningkat. Glukosa meningkat dan sumber energi yang
siap lebih banyak , pupil berdilatasi , aktifitas mental meningkat. Secara subyektif
akan merasa kaki dingin , kulit dan tangan lembab , menggigil, berdebar dan
kejang perut. Secara khas kita akan merasa tegang dengan otot leher, punggung
atas dan bahu menegang,nafas dangkal dan cepat dengan diagfragma yang
menegang ( Brunner & Suddarth ,2001).
c. Stres dan sistem imun
Glukosa akan mendepresi sistem imun. Bila konsentrasi cukup tinggi akan
terjadi penurunan respon inflamasi terhadap infeksi. Tahap infeksi akan
terhambat, limposit akan dihancurkan dalam jaringan limpoid dan produksi
antibody akan menurun,akibatnya seseorang akan menahan infeksi berkurang
( Smeltzer.& Bare, 2002 ).
E. Tingkat Kecemasan
Menurut (Long,1996) tingkat kecemasan pada pasien dapat diklasifikasikan :
Tingkatan Pola perilaku
Kecemasan Ringan Waspada, gerakan mata, ketajaman bertambah, dan kesadaran meningkat
Kecemasan Sedang Berfokus pada dirinya (penyakitnya) menurunnya perhatian terhadap lingkungan secara terperinci.
Kecemasan Berat Perubahan pola pikir, Ketidakselarasan pikiran, tindakan dan perasaan lapang persepsi menyempit.
Panik Persepsi terhadap lingkungan mengalami distorsi ketidakmampuan memahami situasi, Respon tidak dapat diduga, Aktivasi motorik yang tidak menentu.
Gambar 2.1 Tingkat Kecemasan ( Long,1996)
Sedangkan menurut ( Stuart & Sundeen 1998 ) kecemasan dibagi dalam
beberapa klasifikasi yaitu:
a. Kecemasan ringan
Kecemasan yang berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-
hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan
persepsinya yang dapat memotivasi minat belajar dan menghasilkan pertumbuhan-
pertumbuhan kreatifitas.
b. Kecemasan sedang.
Seseorang dimungkinkan untuk mengesampingkan yang lain sehingga
seseorang mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang
lebih terarah. Manifestasi pada kecemasan ini : kelelahan meningkat ,bicara dengan
volume tinggi dan cepat ,lahan persepsi menyempit , irama jantung cepat dan
pernafasan meningkat ,ketegangan otot meningkat,bisa belajar tapi tidak optimal
,mudah tersinggung , mudah lupa , marah dan menangis
c. Kecemasan panik.
Sangat mengurangi lahan persepsi seseorang ,cenderung untuk memusatkan
sesuatu yang terinci dan spesifik dan tidak berpikir tentang hal lain. Orang tersebut
biasanya mondar-mandir dan melamun.
d. Panik.
Berhubungan dengan ketakutan yang terus menerus dan mengalami
kehilangan kendali, pasien ini tidak dapat melakukan sesuatu walaupun dengan
pengarahan.
Menurut ( Hawari, 2001 ), tingkat kecemasan yang tinggi dapat merupakan
respon mal adaptif yang dapat terganggunya fungsi fisiologis , intelek menurun dan
mengganggu konsentrasi. Pasien yang mengalami pembedahan minor dengan cemas
sedang lebih berhasil saat post operasinya bila dibanding dengan cemas berat dan
cemas ringan. Halminton Rating Scala for Anxiety , mempunyai parameter masing-
masing memberi skort 0-100, adapun parameter tersebut yaitu tidak cemas, tidak
tegang, tidak takut, bisa tidur, konsentrasi baik dan tidak depresi. Kemudian skor
tingkat kecemasan adalah :
<150 : tidak ada cemas
150 - 200 : Cemas ringan
200 – 300 : Cemas sedang
300 – 400 : Cemas berat
> 400 : Cemas Panik
Analog Anxiety Scala ( AAS ) merupakan skala kecemasan yang standar dan dapat di
terima secara internasional(Iskandar,1984), skala ini merupakan modifikasi
Halminton Rating scala for Anxiety yang mencakup 6 gejala psikis dari kecemasan
yang disebutkan diatas
F. Proses Terjadinya Kecemasan Pre Operasi
Proses terjadinya kecemasan pada pasien pre operasi adalah ketika penyakit tidak
kunjung sembuh dan kecemasan meningkat ketika tim medis menginformasikan tindakan
pembedahan sebagai therapy medis yang harus dijalani. Dalam keadaan ini peran orang
terdekat sangat penting termasuk perawat mengingat salah satu faktor pendukung yang
mempengaruhi tingkat kecemasan adalah sistem pendukung(Long, 1996). Meski
demikian kecemasan pasien pre operasi mungkin terjadi dan bila kecemasan ini berlanjut
sampai detik-detik operasi akan berdampak yang signifikan terhadap keberhasilan
tindakan pembedahan .Tetapi lain halnya dengan pasien yang memiliki kemantapan yang
baik selama proses dan paska operasi memungkinkan memperoleh tingkat keberhasilan
yang lebih dibandingkan dengan pasien yang dilanda kecemasan sehingga kecemasan
yang seharusnya timbul dapat ditanggulangi sebagai motivasi karena keinginan untuk
seluruh tubuh dan terbebas dari penyakit.
G. Dampak Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi
Pada tingkat-tingkat kecemasan pada pasien pre operasi akan sangat berpengaruh
pada keberhasilan pembedahan sehingga kesiapan mental pasien sebagai tolak ukur yang
penting bagi keberhasilan pembedahan baik dari tim medis sendiri maupun perawat
dalam pemberian asuhan keperawatan.
Penelitian tentang kecemasan pasien telah menunjukkan bahwa intervensi
psikologi menjadi bagian terpenting dalam perawatan pasien menghadapi masalah utama
untuk diidentifikasi masalah ini dapat menyebabkan ancaman serius terhadap persiapan
pasien dalam pembedahan dan setelah paska operasi.. Dalam masalah komunikasi ini
perawat memerlukan waktu khusus untuk menanyakan dan mendengarkan ketakutan
,kekawatiran,keyakinan mengenai kesehatan dan keadaan pasien sendiri. Kekhawatiran
atau kecemasan mengenai apa yang akan terjadi dan dirasakan sebelum dan setelah
tindakan operasi dapat dikurangi dengan komunikasi terapeutik. Kecemasan ini bisa
terjadi karena kurangnya informasi dan akan menjadi lebih buruk dari pada kenyataan
yang sebenarnya ( Yasmin Asih,1996 )
Informasi ini meliputi :
1. Informasi prosedur ,yang diharapkan pasien tahu dan pas apa yang sebenarnya terjadi
secara prosedur berjalan
2. Informasi sensasi, yang membantu pasien mengantisipasi bagaimana atau apa yang
akan dirasakan sebenarnya selama prosedur atau sesudah suatu prosedur
3. Informasi relaksasi,membantu mengurangi ketegangan otot dan membantu rilek
secara perlahan lahan
4. Latihan penanggulangan kognitif, membuat pasien mengantisipasi dan menghargai
respon respon psikologi (Yasmin Asih,1996 )
H. Kerangka Teori
Faktor faktor yang mempengaruhi komunikasi terapeutik • Persepsi • Keyakinan sesorang • Latar belakang pendidikan • Pola hubungan • Emosi • Pengetahuan
- Pengetahuan penjelasan masalah klien - Praktek dalam pelaksanaan penjelasan
komunikasi
Komunikasi terapeutik • Pendidikan • Sensasi • Manajemen nyeri • Kegiatan fisik
menurunkan komplikasi
Gambar 2.2: Kerangka Teori
Referensi : (Arwani , 2003 )
(Long , 1996 )
( Stuart & Sunndeen ,1998)
I. Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen
Faktor – faktor yang mempengaruhi kecemasan a. Predisposisi
- Emosi - Tipe Kepribadian - Ras takut - Frustasi
b. Presipitasi - Eksternal (Masuknya kuman
,virus ,polusi udara, bahaya lingkungan )
- Internal (Kegagalan dari organ fisiologi, misal sistem kardiovaskuler,sistem immune)
Tingkat Kecemasan pasien Pre operasi
Komunikasi terapeutik
Gambar 2.3: Kerangka Konsep
Area yang diteliti yaitu Pemberian k
dan tingkat kecemasan pasien pre op
design penelitian sebagai berikut:
Pre test
Kelompok Eksperimen K
Kelompok kontrol X2 KK
Gambar 2.4: Design Penelitian
J. Hipotesa
Berdasarkan teori yang telah diur
adalah adanya perbedaan tingka
dilakukan komunikasi terapeutik d
Definisi Operasional
DO Kriteria
Komunikasi
Terapeutik
Adalah hubunga
klien dengan
sehingga ter
- - - - -
Usia Tingkat Pendidikan Pengetahuan Pengalaman masa laluSosek
Variabel Penganggu
Penelitian
omunikasi terapeutik sebagai variabel independent
erasi sebagai variabel dependen. Adapun kerangka
Post test
omunikasi Terapeutik 02
uesioner I uesioner II
X2
Pre dan Post test quasi eksperimen
aikan diatas maka rumusan hipotesa penelitian ini
t kecemasan pada pasien preoperasi antara yang
an yang tidak dilakukan Komunikasi terapeutik
Skala
n antara perawat dan
proses komunikasi
jadi penyampaian
Nominal
- Kelompok kontrol
diberikan
informasi, pertukaran perasaan dan
pikiran dengan maksud mempengaruhi
perilaku orang lain
komunikasi
terapeutik
- Kelompok
Eksperimen tidak
dilakukan
komunikasi
terapeutik
Kecemasan Adalah reaksi emosional yang tidak
spesifik dan tidak mempunyai obyek
yang pasti serta dirasakan sebagai
suatu ancaman terhadap integritas
tubuh yang dinilai berdasarkan
Anxiety Analog Scale
Ordinal
< 150: Tidak ada cemas
150-200: Cemas ringan
200-300:Cemas sedang
300- 400: Cemas berat
> 400 : Cemas panik
Gambar 2.5: Definisi Operasional