bab ii tinjauan pustaka - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/18887/3/1220025097-3-bab ii_gung...
TRANSCRIPT
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Tulang Belakang
Menurut Pearce (2006) rangkaian tulang belakang adalah sebuah struktur
lentur yang dibentuk oleh sejumlah tulang yang disebut vertebrata atau ruas
tulang belakang. Diantara tiap dua ruas tulang belakang terdapat bantalan tulang
rawan. Panjang rangkaian tulang belakang pada orang dewasa mencapai 57
sampai 67 sentimeter. Seluruhnya terdapat 33 ruas tulang, 24 buah diantaranya
adalah tulang terpisah dan 9 ruas sisanya dikemudian hari menyatu menjadi
sakrum 5 buah dan koksigius 4 buah.
Gambar 2.1 Ruas-ruas Tulang Belakang (Pustekom Depdiknas dalam
Septiawan, 2012)
7
Tulang vertebra dikelompokkan sesuai dengan daerah yang ditempati, yaitu :
1. Vertebra Servikal
Vertebra servikal terdiri dari tujuh ruas tulang leher. Ruas tulang leher
pada umumnya mempunyai ciri badan yang kecil dan persegi panjang, lebih
panjang ke samping dari pada ke depan atau ke belakang. Lengkungannya
besar, prosesus spinosus atau taju duri ujungnya dua atau bivida. Prosesus
transverses atau taju sayap terdapat lubang karena banyak foramina untuk
lewatnya arteri vertebralis.
2. Vertebra Torakalis
Vertebra torakalis terdiri dari dua belas tulang yang mempunyai nama
lain yaitu ruas tulang punggung lebih besar dari yang servikal dan di sebelah
bawah menjadi lebih besar. Mempunyai ciri khas dengan badan yang
berbrntuk lebar lonjong dengan faset atau lekukan kecil di setiap sisi untuk
menyambung iga, lengkungannya agak kecil, taju duri panjang dan
mengarah ke bawah, sedangkan taju sayap yang membantu mendukung iga
adalah tebal dan kuat serta memuat faset persendian untuk iga.
3. Vertebra Lumbalis
Vertebra lumbalis terdiri dari lima ruas tulang atau ruas tulang
pinggang, ruas tulang pinggang adalah yang terbesar. Taju durinya lebar dan
berbentuk seperti kapak kecil. Taju sayapnya panjang dan langsing. Ruas
kelima membentuk sendi dan sacrum pada sendi lumbo sakral.
4. Vertebra Sakralis
Vertebra sakralis terdiri dari lima ruas tulang atau tulang kelangkang.
Tulang kelangkang berbentuk segi tiga dan terletak pada bagian bawah
kolumna vertebralis, terjepit diantara ke dua tulang inominata. Dasar dari
8
sakrum terletak di atas dan bersendi dengan vertebra lumbalis kelima dan
membentuk sendi intervertebral yang khas. Tapi anterior dari basis sakrum
membentuk promontorium sakralis.
5. Vertebra Kosigeus
Vertebra kosigeus atau tulang tungging. Tulang tungging terdiri dari
empat atau lima vertebra yang rudimenter yang bergabung menjadi satu
(Pearce, 2006).
Columna vertebralis atau rangkaian tulang belakang memiliki fungsi
bekerja sebagai pendukung badan yang kokoh atau sebagai penyangga dengan
perantaraan tulang rawan sakram intervertebralis yang lengkungannya memberi
fleksibilitas. Cakramnya berguna untuk menyerap goncangan yang terjadi bila
menggerakkan berat seperti saat berlari dan meloncat, dengan demikian otak dan
sumsum belakang terlindung dari goncangan. Gelang panggul yaitu penghubung
antara badan dan anggota bawah. Sebagian dari kerangka axial, atau tulang
sakrum dan tulang koksigeus, yang letaknya terjepit antara dua tulang koxa, turut
membentuk tulang ini. Dua tulang koxa itu bersendi satu dengan lainnya di
tempat simfilis pubis (Pearce, 2006)
2.2 Low Back Pain (LBP)
Low Back Pain (LBP) adalah nyeri yang dirasakan pada punggung bawah
yang bersumber dari tulang belakang daerah spinal (punggung bawah), otot,
saraf, atau struktur lainnya di sekitar daerah tersebut. Low Back Pain (LBP)
dapat disebabkan oleh penyakit atau kelainan yang berasal dari luar punggung
bawah misalnya, penyakit atau kelainan pada testis atau ovarium (Suma’mur,
2009). Pada umumnya LBP akan menimbulkan rasa nyeri pada seseornag yang
mengalaminya dan dapat digambarkan sebagai sensasi tidak menyenangkan
9
yang terjadi bila mengalami cedera atau kerusakan dalam tubuh. Nyeri dapat
menimbulkan rasa panas, gemetar, ataupun kesemutan. Nyeri dapat menjadi
suatu masalah kesehatan karena dapat mengganggu aktivitas yang akan
dilakukan oleh seseorang (Septiawan, 2012).
LBP adalah gangguan muskuloskeletal yang terjadi pada daerah
punggung bawah yang disebabkan oleh berbagai penyakit dan aktivitas tubuh
yang kurang baik. LBP atau nyeri punggang bawah dapat dibagi dalam enam
jenis nyeri, yaitu:
1. Nyeri Punggung Lokal
Jenis ini paling sering ditemukan. Biasanya terdapat di garis tengah
dengan radiasi ke kanan dan ke kiri. Nyeri ini dapat berasal dari bagian-bagian
di bawahnya seperti fasia, otot-otot paraspinal, korpus vertebra, sendi dan
ligamen.
2. Iritasi pada Radiks
Rasa nyeri dapat berganti-ganti dengan parestesi dan dirasakan pada
dermatom yang bersangkutan pada salah satu sisi badan. Kadang-kadang dapat
disertai hilangnya perasaan atau gangguan fungsi motoris. Iritasi dapat
disebabkan oleh proses desak ruang pada foramen vertebra atau di dalam kanalis
vertebralis.
3. Nyeri Rujukan Somatic
Iritasi serabut-serabut sensoris dipermukaan dapat dirasakan lebih
dalam pada dermatom yang bersangkutan. Sebaliknya iritasi di bagian-bagian
dalam dapat dirasakan di bagian lebih superfisial.
10
4. Nyeri Rujukan Viserosomatis
Adanya gangguan pada alat-alat retroperitonium, intraabdomen atau
dalam ruangan panggul dapat dirasakan di daerah pinggang.
5. Nyeri karena Iskemia
Rasa nyeri ini dirasakan seperti rasa nyeri pada klaudikasio intermitens
yang dapat dirasakan di pinggang bawah, di gluteus atau menjalar ke paha.
Dapat disebabkan oleh penyumbatan pada percabangan aorta atau pada arteri
iliaka komunis.
6. Nyeri Psikogen
Rasa nyeri yang tidak wajar dan tidak sesuai dengan distribusi saraf dan
dermatom dengan reaksi wajah yang sering berlebihan (Rumawas dalam
Kantana, 2010).
Jenis nyeri punggung bawah atau LBP berdasarkan sumber :
a. Nyeri Punggung Bawah Spondilogenik
Nyeri yang disebabkan karena kelainan vertebrata, sendi, dan jaringan
lunaknya. Antara lain spondilosis, osteoma, osteoporosis, dan nyeri punggung
miofasial.
b. Nyeri Punggung Bawah Viserogenik
Nyeri yang disebabkan karena kelainan pada organ dalam, misalnya
kelainan ginjal, kelainan ginekologik, dan tumor retroperitoneal.
c. Nyeri Punggung Bawah Vaskulogenik
Nyeri yang disebabkan karena kelainan pembuluh darah, misalnya
anerisma, dan gangguan peredaran darah.
11
d. Nyeri Punggung Bawah Psikogenik
Nyeri yang disebabkan karena gangguan psikis seperti neurosis,
ansietas, dan depresi. Nyeri ini tidak menghasilkan definisi yang jelas, juga
tidak menimbulkan gangguan anatomi dari akar saraf atau saraf tepi. Nyeri ini
superficial tetapi dapat juga dirasakan pada bagian dalam secara nyata atau
tidak nyata, radikuler maupun non radikuler, berat atau ringan. Lama keluhan
tidak mempunyai pola yang jelas, dapat dirasakan sebentar ataupun bertahun–
tahun.
e. Nyeri Punggung Bawah Neurogenik
Nyeri punggung bawah neurogenik misalnya pada iritasi arachnoid
dengan sebab apapun dan tumor-tumor pada spinal durmater dapat
menyebabkan nyeri belakang (Nurmianto, 2003).
Nyeri punggung bawah atau low back pain (LBP) merupakan nyeri yang
terjadi pada regio lumbal, tetapi gejalanya muncul pada radiks saraf dan diskus
intervertebralis lumbal (Dachlan, 2009). Nyeri punggung bawah adalah nyeri
yang terjadi pada punggung bawah yang disebabkan oleh masalah saraf, iritasi
otot atau lesi tulang.
Nyeri punggung bawah dapat mengikuti cedera atau trauma punggung,
tapi rasa sakit juga dapat disebabkan oleh kondisi degeneratif, seperti penyakit
artritis, osteoporosis atau penyakit tulang lainnya, infeksi virus, iritasi pada sendi
dan cakram sendi, atau kelainan bawaan pada tulang belakang. Selain itu,
obesitas, merokok, berat badan saat hamil, stres, kondisi fisik yang buruk, postur
yang tidak sesuai untuk kegiatan yang dilakukan, serta posisi tidur yang buruk
juga dapat menyebabkan nyeri punggung bawah (Merulalia, 2010). Selain itu
LBP juga dipengaruhi oleh karakteristik individu itu sendiri, yang akan
12
berdampak pada tinggi rendahnya risiko kejadian LBP. Karakteristik individu
tersebut antara lain, usia, waktu kerja, tingkat pendidikan, IMT, masa kerja, dan
kebiasaan merokok.
2.3 Faktor Risiko Low Back Pain (LBP)
Kondisi dari seseorang yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan LBP
adalah sebagai berikut:
2.3.1 Masa Kerja
Masa kerja adalah panjangnya waktu terhitung mulai masuknya pekerja
hingga saat penelitian dilakukan. Dalam hal ini dapat dikaitkan antara masa
kerja dengan timbulnya keluhan LBP. Jadi semakin lama masa kerja dan/atau
semakin lama seseorang terpajan faktor risiko LBP ini maka semakin besar
pula risiko untuk mengalami LBP. Menurut penelitian Umami, dkk. (2014)
pada pekerja batik tulis paling banyak mengalami keluhan nyeri punggung
bawah adalah yang mempunyai masa kerja >10 tahun dan paling banyak
mengalami keluhan nyeri punggung bawah.
2.3.2 Usia
Santiasih (2013) menyatakan bahwa pada umumnya keluhan otot
skeletal mulai dirasakan pada usia kerja, yaitu 25-65 tahun. Keluhan pertama
biasanya dirasakan pada usia 35 tahun dan tingkat keluhan akan terus
meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Hal ini terjadi karena pada usia
setengah baya, kekuatan dan ketahanan otot mulai menurun sehingga risiko
terjadinya keluhan otot meningkat. Sebagai contoh, Betti’e dalam Santiasih
(2013) telah melakukan studi tentang kekuatan statik otot untuk pria dan wanita
dengan usia antara 20 sampai dengan di atas 60 tahun. Penelitian difokuskan
untuk otot lengan, punggung dan kaki Hasil penelitian menunjukkan bahwa
13
kekuataan otot maksimal terjadi pada saat usia antara 20-29 tahun, selanjutnya
terus terjadi penurunan sejalan dengan bertambahnya usia. Pada saat usia
mencapai 60 tahun, rerata kekuataan otot menurun sampai 20%. Menurut
penelitian Widjaya, dkk. (2013) pada pekerja furniture dari 43% pekerja yang
mengalami LBP sebanyak 37, 21% berasal dari kelompok usia lebih dari 45
tahun.
2.3.3 Kebiasaan Merokok
Sama halnya dengan faktor jenis kelamin, pengaruh kebiasaan merokok
terhadap risiko keluhan otot juga masih diperdebatkan dengan para ahli, namun
demikian, beberapa penelitian telah membuktikan bahwa meningkatnya
keluhan otot sangat erat hubungannya dengan lama dan tingkat kebiasaan
merokok. Semakin lama dan semakin tinggi frekuensi merokok, semakin tinggi
pula tingkat keluhan otot yang dirasakan (Tarwaka dan Sudiajen, 2004).
Kebiasaan merokok akan menurunkan kapasitas paru-paru, sehingga
kemampuannya untuk mengkonsumsi oksigen akan menurun. Beberapa
penelitian menemukan hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok
dengan keluhan otot pinggang, khususnya untuk pekerjaan yang memerlukan
pengerahan otot. Hal ini sebenarnya erat kaitannya dengan kondisi kesegaran
tubuh seseorang. Kebiasaan merokok akan menurunkan kapasitas paruparu,
sehingga kemampuan untuk mengkonsumsi oksigen menurun dan sebagai
akibatnya, tingkat kesegaran tubuh juga menurun. Apabila yang bersangkutan
harus melakukan tugas yang menuntut pengerahan tenaga, maka akan mudah
lelah karena kandungan oksigen dalam darah rendah, pembakaran karbohidrat
terhambat, terjadi tumpukan asam laktat dan akhirnya timbul rasa nyeri otot.
14
Menurut Bustan (dalam Septiawan, 2012) jenis perokok dapat dibagi
atas tiga kelompok, yaitu :
a. Perokok Ringan
Disebut perokok ringan apabila merokok kurang dari 10 batang/hari.
b. Perokok Sedang
Disebut perokok sedang jika menghisap 10 – 20 batang/hari.
c. Perokok Berat
Disebut perokok berat jika menghisap lebih dari 20 batang/hari.
Menurut penelitian Munir (2012) responden yang mempunyai kebiasaan
merokok lebih tinggi untuk mengalami nyeri punggung bawah dibanding
dengan responden yang tidak merokok dan ternyata 29,3% responden yang
merokok mengalami LBP.
2.3.4 Indeks Massa Tubuh (IMT)
Obesitas dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan yang menunjukkan
terjadinya penimbunan lemak berlebihan dijaringan lemak tubuh. Kondisi ini
disebabkan oleh ketidakseimbangan antara konsumsi kalori dengan kebutuhan
energi, dimana konsumsi terlalu berlebihan dibandingkan dengan kebutuhan.
Kelebihan tersebut disimpan dalam jaringan lemak. Seseorang dikatakan
obesitas apabila mempunyai berat badan lebih dari 20% berat badan ideal.
Indeks Masa Tubuh (IMT) merupakan petunjuk untuk menentukan kelebihan
berat badan berdasarkan indeks quatelet (berat badan dalam kilogram dibagi
dengan kuadrat tinggi badan dalam meter (kg/m2)). Formula IMT digunakan
di seluruh dunia sebagai alat diagnosa untuk mengetahui berat badan yang
kurus, normal, berlebih, dan obesitas.
15
Interprestasi IMT tergantung pada usia dan jenis kelamin seseorang
karena memiliki kadar lemak tubuh yang berbeda. IMT adalah cara termudah
untuk memperkirakan obesitas serta berkolerasi tinggi dengan massa lemak
tubuh, selain itu juga penting untuk mengidentifikasi pasien obesitas yang
mempunyai risiko komplikasi medis (Pudjiadi et al, 2010). Klasifikasi indeks
masa tubuh (IMT) adalah sebagai berikut: <18,5 dikatakan underweight, 18,5-
24,9 dikategorikan normal, IMT ≥25 dikategorikan overweight (kelebihan
berat badan) dan IMT ≥30 dikatakan obesitas.
Menurut penelitian Septiawan (2012), bahwa Indeks Masa Tubuh (IMT)
responden yang berisiko mengalami keluhan nyeri punggung bawah sebanyak
23 orang (46,9%), sedangkan sebanyak 26 orang (51,1%) memiliki Indeks
Masa Tubuh tidak berisiko mengalami keluhan nyeri punggung bawah.
2.3.5 Sikap Kerja
Sikap kerja merupakan penilaian kesesuaian antara alat kerja yang
digunakan oleh pekerja dalam bekerja dengan ukuran antropometri pekerja
dengan ukuran-ukuran yang telah ditentukan (Budiono, 2005). Sikap kerja juga
diartikan sebagai kecenderungan pikiran dan perasaan puas atau tidak puas
terhadap pekerjaannya Septiawan (2012). Saat bekerja perlu diperhatikan
postur tubuh dalam keadaan seimbang agar dapat bekerja dengan nyaman dan
tahan lama (Merulalia, 2010). Terdapat 3 macam sikap dalam bekerja, yaitu :
a. Sikap Kerja duduk
Grandjean (dalam Taha, 2006) menyatakan bekerja dengan posisi duduk
mempunyai keuntungan yaitu pembebanan pada kaki yang minimal sehingga
pemakaian energi dan keperluan untuk sirkulasi darah dapat dikurangi.
Sedangkan menurut Clark dalam Taha (2006), posisi kerja duduk mempunyai
16
derajat stabilitas tubuh yang tinggi, dapat mengurangi kelelahan dan keluhan
subyektif bila bekerja lebih dari dua jam. Di samping itu, tenaga kerja juga
dapat mengendalikan tungkai dan kaki untuk melakukan gerakan. Sebaliknya,
kerja dengan posisi duduk yang terlalu lama dapat menyebabkan tonus otot
perut menurun dan tulang belakang akan melengkung sehingga dapat
menyebabkan pekerja mudah lelah.
b. Sikap Kerja Berdiri
Sutalaksana dalam Taha (2006) menjelaskan posisi kerja berdiri
merupakan posisi siaga baik fisik maupun mental sehingga aktivitas kerja yang
dilakukan lebih cepat, kuat dan teliti. Tetapi pada dasarnya berdiri itu sendiri
lebih melelahkan daripada duduk dan energy yang dikeluarkan untuk berdiri
10%-15% lebih banyak dibandingkan dengan duduk. Sikap kerja berdiri,
apabila tenaga kerja harus bekerja pada periode yang lama, maka sering
menimbulkan kelelahan.
Posisi/sikap kerja berdiri membutuhkan pengurangan beban fisiologis
tubuh pada periode panjang, utamanya pergerakan darah dan penumpukan
cairan tubuh di daerah paha (leg). Terkadang pembebanan berulang pada perut
dan leher untuk jenis gerak menjangkau meraih maupun memutar. Keluhan
biasanya terjadi karena lambat laun terasa berat pada otot vena, jarak raih di
luar toleransi jangkauan normal, luasan kerja yang ketinggian atau
kependekan, tidak tersedianya ruang gerak kaki (knee).
c. Sikap Kerja Membungkuk
17
Berdasarkan penelitian bahwa tenaga kerja bubut yang telah terbiasa
bekerja dengan posisi berdiri tegak dirubah menjadi posisi setengah duduk
tanpa sandaran dengan setengah duduk dengan sandaran menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan tingkat kelelahan otot biomekanik antar kelompok (Yeni
dalam Priyadi, 2011). Posisi duduk dapat mengontrol kekuatan kaki dalam
pekerjaan, akan tetapi harus memberi ruang yang cukup untuk kaki karena bila
ruang yang tersedia sangat sempit maka sangatlah tidak nyaman.
Gambar 2.2 Mekanisme rasa nyeri pada posisi membungkuk. Sumber. Priyadi,
2011
Sikap kerja dapat menjadi suatu potensi bahaya apabila tidak diterapkan
secara ergonomis. Sikap kerja yang alamiah yaitu sikap dalam proses kerja
yang sesuai dengan anatomi tubuh, sehingga tidak terjadi pergeseran atau
penekanan pada bagian tubuh yang penting seperti organ tubuh, syaraf, tendon,
dan tulang tidak menyebabkan keluhan Musculoskeletal Disorders dan sistem
tubuh lainnya (Baird dalam Merulalia, 2010). Menurut Saraswati (2015),
keadaan bagian-bagian tubuh yang ergonomis dijelaskan sebagai berikut :
a. Pada tangan dan pergelangan tangan
Bagian tangan dan pergelangan tangan mempunyai sikap normal yaitu
berada dalam keadaan garis lurus sejajar dengan jari tengah, tidak miring
ataupun mengalami fleksi atau ekstensi. Ketika penggunaan keyboard tidak
ada penekanan pada pergelangan tangan.
18
b. Pada leher
Sikap atau posisi normal pada leher adalah lurus dan tidak miring
ataupun memutar. Posisi miring pada leher tidak melebihi 200 sehingga tidak
terjadi penekanan pada discus tulang cervical.
c. Pada bahu
Sikap atau posisi normal pada bahu adalah tidak dalam keadaan
mengangkat dan siku berada dekat dengan tubuh sehingga bahu kiri dan kanan
dalam keadaan lurus dan proporsional.
d. Pada punggung
Pada punggung sikap atau postur yang normal dari tulang belakang
untuk bagian toraks adalah kiposis dan untuk bagian lumbal adalah lordosis
serta tidak miring ke kanan atau ke kiri. Postur tubuh membungkuk tidak boleh
lebih dari 200.
Sedangkan sikap kerja tidak alamiah adalah pergeseran dari gerakan
tubuh atau anggota gerak yang dilakukan oleh pekerja saat melakukan aktifitas
dan postur atau posisi normal secara berulang-ulang dalam waktu yang relatif
lama. Gerakan dan postur janggal ini adalah suatu faktor risiko untuk terjadinya
gangguan, penyakit dan cedera pada sistem muskuloskeletal. Punggung
merupakan salah satu bagian tubuh yang berfungsi sebagai penopang otot.
Karena itu sikap kerja tidak alamiah pada tangan dan bahu juga dapat
mempengaruhi keadaan punggung dikarenakan punggung merupakan tempat
penopang otot-otot bahu. Bentuk sikap kerja tidak alamiah pada punggung
ditandai dengan gerakan punggung yang melakukan gerakan tidak alamiah
secara terus-menurus (Merulalia, 2010). Menurut penelitian Munir (2012)
19
terdapat 10,2% pekerja dari bagian part supply yang mengalami LBP karena
postur kerja janggal di PT.X.
2.3.6 Beban Angkat
Beban kerja adalah beban yang diterima pekerja untuk menyelesaikan
pekerjaannya seperti mengangkat, berlari dan lain-lain. Setiap pekerjaan
merupakan beban bagi pekerja itu sendiri. Beban tersebut dapat berupa fisik,
mental, atau sosial (Depkes RI, 2003).
Setiap tenaga kerja memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam
hubungan dengan beban kerja. Menurut rekomendasi ILO sebagai contoh,
beban kerja akibat memikul atau menjingjing suatu barang dapat dikurangi
dengan penggunaan kereta dorong. Dalam usaha menentukan beban maksimal,
beban fisik lebih mudah dirumuskan, yaitu misalnya 50 kg sebagai beban
tertinggi yang diperkirakan (Suma’mur PK, 1996).
Departmen Kesehatan (2009) memberikan rekomendasi mengenai
beban angkat sebaiknya tidak melebihi dari aturan yaitu laki-laki dewasa
sebesar 15-20 kg dan wanita (16-18 tahun) sebesar 12-15 kg. Berdasarkan pada
sejumlah eksperimen yang berupaya untuk mendapatkan berat pada berbagai
keadaan dan ketinggian beban yang berbeda-beda. Para pekerja memonitor dan
mengatur berat beban sampai menunjukkan kemampuan angkat maksimum.
Untuk mengetahui berat maksimal yang boleh diangkat dalam frekuensi satu
kali angkat adalah 95 kg dalam 30 menit, 85 kg dalam 5 menit, 66 kg dalam 12
menit, 50 kg dalam 10 menit sampai 15 menit serta 33 kg dalam 5 detik.
Tabel 2.1 Berat Beban Yang Dapat Diterima Untuk Aktivitas Angkat Sering
Frekuensi Angkat Berat yang Boleh Diangkat (Kg)
20
Satu kali dalam 30 menit 95 kg
Satu kali dalam 5 menit 85 kg
Satu kali dalam 12 menit 66 kg
Satu kali dalam 10-15 menit 50 kg
Satu kali dalam 5 detik 33 kg
Nurmianto, 2003
2.3.7 Jenis Kelamin
Seorang pria dan wanita bekerja dalam kemampuan fisik yang mereka
miliki. Kekuatan fisik tubuh wanita rata-rata 2/3 dari pria. Widjaya, dkk (2013)
menyebutkan wanita mempunyai kekuatan 65% dalam mengangkat di banding
rata-rata pria karena, wanita mengalami siklus biologi seperti haid, kehamilan
nifas, menyusui, dan lain-lain. Sebagai gambaran, wanita muda dan laki-laki
tua kemungkinan dapat mempunyai kekuatan yang hampir sama A.M. Sugeng
Budiono dalam Septiawan (2012). Beberapa penelitian secara signifikan
menunjukkan bahwa jenis kelamin sangat mempengaruhi tingkat risiko
keluhan otot. Hal ini terjadi karena secara fisiologis, kemampuan otot wanita
memang lebih rendah dari pria (Tarwaka dan Sudiajen, 2004).
2.3.8 Waktu Kerja
Lama seseorang bekerja pada umumnya 6-8 jam per hari.
Memperpanjang waktu kerja lebih dari kemampuan biasanya tidak disertai
efisiensi yang tinggi, bahkan dapat menurunkan produktivitas serta
kecenderungan untuk timbulnya kelelahan, penyakit, dan kecelakaan.
Maksimum waktu kerja tambahan yang efisien adalah 30 menit. Sedangkan
diantara waktu kerja harus disediakan istirahat yang jumlahnya antara 15-30%
dari seluruh waktu kerja (Tarwaka dan Sudiajen, 2004). Menurut Hasyim
(dalam Septiawan 2012) akibat lama bekerja yang menyebabkan beban statistik
yang terus menerus tanpa memperhatikan faktor-faktor ergonomi akan lebih
21
mudah menimbulkan keluhan nyeri punggung bawah, maka dianjurkan pada
para tenaga kerja untuk merelaksasikan badan diantara waktu kerja, jika
merasakan keluhan nyeri (Samara, dkk 2005). Apabila waktu kerja melebihi
dari ketentuan akan ditemukan hal-hal seperti penurunan kecepatan kerja,
gangguan kesehatan, angka absensi karena sakit meningkat, yang dapat
mengakibatkan rendahnya produktivitas kerja (Tarwaka dan Sudiajen, 2004).
Penelitian yang dilakukan oleh Kusiyono dalam Septiawan (2012)
mengenai beberapa faktor ergonomi yang berhubungan dengan keluhan nyeri
punggung bawah pada pengemudi angkutan kota jurusan Gunungsari-
Celangcang (PP) Cirebon menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara
lama kerja dengan keluhan nyeri punggung bawah (p=0,050).
2.4 Cara Pengukuran Low Back Pain (LBP)
2.4.1 Roland-Morris Disability Questionnaire (RMDQ)
Roland-Morris disability questionnaire (RMDQ) dikembangkan oleh
Martin Ronald, merupakan salah satu kuesioner yang paling banyak digunakan
untuk mengukur sakit punggung. Kuesioner ini telah terbukti menghasilkan
pengukuran akurat, sehingga dapat menyimpulkan tingkat kecacatan serta
sensitif terhadap perubahan dari waktu ke waktu untuk kelompok pasien nyeri
punggung bawah (Longan, dkk. 2010).
Roland-Morris disability questionnaire (RMDQ) adalah kuesioner yang
terdiri dari 24 pertanyaan dimana dalam proses pengerjaannya diberikan
langsung kepada responden untuk diisi sendiri (self-administered). 24
pertanyaan tersebut berhubungan dengan gangguan fungsi fisik yang mungkin
dirsakan akibat nyeri pinggang. Pada setiap item pertanyaan terdapat syarat
kalimat “karena sakit punggung saya” yang bertujuan untuk membedakan
22
kecacatan akibat nyeri punggung atau penyebab lainnya. Kemudian pasien akan
memberikan tanda centang pada bagian akhir pernyataan apabila keadaan
tersebut mereka alami pada hari itu juga. Selanjutnya pasien akan memberikan
nilai pada setiap pertanyaan yang kemudian akan dijumlahkan. Skor pada
penilaian ini, yaitu 0 (tidak ada kecacatan) sampai 24 (kecacatan maksimum).
Kelebihan dari kuesioner ini adalah pendek, sederhana, dan dapat dengan mudah
dimengerti oleh pasien, sedangkan kekurangan dari kuesioner ini adalah hanya
mengukur masalah fisik saja dan tidak mengukur masalah psikologis ataupun
masalah sosial yang dialami pasien. Selain itu RMDQ juga berguna untuk
memantau pasien dalam praktek klinis (Longan, dkk. 2010).
2.4.2 Numeric Pain Rating Scale (NPRS)
Numeric Pain Rating Scale (NPRS) adalah alat ukur yang digunakan
untuk mengetahui intensitas nyeri yang dirasakan oleh orang dewasa. Pada
kuesioner NPRS ini responden akan memilih bilangan bulat antara 0 sampai 10
yang paling mencerminkan presepsi ekstrimitas rasa sakit yang diderita, dimana
angka 0 berarti tidak ada rasa sakit sedangkan 10 melambangkan rasa yang
paling sakit yang dibayangkan (Roddriguez, 2001).
Gambar 2.3 Skala pengukuran rasa sakit Numeric Pain Rating Scale (NPRS).
Kekurangan dari metode ini, yaitu hanya dapat mengevaluasi satu
komponen bagian yang mengalami rasa nyeri, sehingga tidak dapat
23
mengidentifikasi kompleksitas dari riwayat rasa sakit atau perubahan
perkembangan gelaja. Sedangkan kelebihan dari metode ini antara lain hanya
membutuhkan waktu kurang dari satu menit untuk menyelesaikan, mudah dan
sederhana untuk dikerjakan, serta skala yang digunakan valid dan reliable untuk
mengukur intensitas nyeri (Langley dan Sheppeard, 1985).
2.4.3 Pain Self Efficacy Questionnaire (PSEQ)
Self efficacy menurut Bandura (1997) didefinisikan sebagai penilaian
orang tentang kemampuan mereka untuk mengatur dan melaksanakan tindakan
yang diperlukan untuk mencapai suatu tindakan yang ingin dicapai. Selain itu,
self efficacy merupakan dasar dalam motivasi manusia, kesejahteraan dan
prestasi individu, terutama karena tingkat motivasi pada manusia dan tindakan
yang lebih didasarkan pada apa yang mereka percaya daripada hal yang benar
secara objektif (Bandura, 1997).
Pain Self Efficacy Questionnaire (PSEQ) dikembangkan pada tahun 1980
oleh Michel Nicholas. Metode ini digunakan untuk mengukur tingkat
kemampuan seseorang dalam melakukan aktivitas dengan rasa nyeri. Kelebihan
dari metode ini yaitu sederhana, dapat dikerjakan dalam waktu singkat, dengan
hasil yang akurat (Nicholas, dkk. 2007). Beberapa faktor yang diukur seperti
kegiatan sosial, bekerja, kegiatan rumah tangga saat menghadapi rasa nyeri tanpa
pengobatan.
Pain Self Efficacy Questionnaire (PSEQ) terdiri dari 10 pertanyaan yang
menggunakan skala differensial semantik dengan skor antara 0 sampai 6. Skor
0 menggambarkan pasien tidak yakin sedangkan 6 menggambarkan pasien
sangat yakin. Pasien diminta untuk menunjukkan pada skala seberapa yakin
pasien diminta untuk menunjukkan pada skala seberapa yakin pasien mampu
24
melakukan hal yang disebutkan dalam setiap pernyataan pada kuesioner. Total
skor antara 0-60 dihitung dengan menjumlahkan skor dari setiap pertanyaan.
Skor yang lebih tinggi mencerminkan keyakinan efikasi diri yang lebih kuat
(Tonkin, 2008).
2.4.4 Oswestry Disability Index (ODI)
Oswestry Disability Index (ODI) mempunyai 10 item pertanyaan tentang
aktivitas sehari-hari yang mungkin akan mengalami gangguan atau hambatan
pada pasien yang mengalami Low Back Pain (LBP). Metode pengukuran ODI
terjadi dari beberapa faktor utama, antara lain intensitas nyeri, perawatan diri,
mengangkat, berjalan, duduk, berdiri, tidur, kegiatan seksual, kehidupan sosial,
serta rekreasi (Longan, dkk. 2010).
Setiap pertanyaan mempunyai enam respon alternative mulai dari yang
“no problem” sampai dengan “not possible”. Skor ODI kemudian dihitung
dengan cara dijumlahkan setiap itemnya 0-5 jadi total nilai maksimal adalah 50,
kemudian dikalikan 100. Jika ada salah satu item yang tidak dijawab, maka yang
dihitung hanya yang dijawab saja. Total skor antara 0-100%, dimana 0
menggambarkan tidak ada ketidakmampuan dan 100 berarti ketidakmampuan
maksimal. Interpretasi skor pada kuesioner Oswestry Disability Index (ODI)
adalah sebagai berikut (Longan, dkk. 2010) :
Tabel 2.2 Skor, Kategori, dan Kemampuan Kegiatan Berdasarkan Oswestry Disability
Index (ODI)
25
Skor Kategori Kemampuan kegiatan
0% - 20% Minimal
disability
Pasien dapat menjalankan hampir semua aktivitas
sehari-hari dan tidak memerlukan tindakan
pengobatan hanya anjuran bagaimana cara
mengangkat, posisi duduk, latihan, dan diet.
21%-40% Moderate
disability
Pasien merasa sakit dan kesulitan dengan duduk,
mengangkat, dan berdiri. Mereka mungkin tidak
bekerja. Perawatan pribadi, aktivitas seksual dan tidur
yang tidak terlalu berpengaruh dan biasanya dapat
dikelola dengan konservatif.
41%-60% Severe
disability
Pasien mengalami nyeri sebagai keluhan utama pada
aktivitas sehari-hari, sehingga memerlukan
pemeriksaan lebih lanjut.
61%-80% Crippled
Sakit punggung ini membebani pada semua aspek
kehidupan pasien sehingga memerlukan intervensi
positif.
81%-
100% Bed Bound
Pasien ini baik tidur-terikat atau melebih-lebihkan
gejala mereka, sehingga memerlukan perawatan dan
pengawasan khusus selama pengobatan.
Sumber : Longan, dkk. 2010.
2.4.5 Patient-Specific Functional Scale (PSFS)
Patient-specific functional scale (PSFS) adalah metode pengukuran yang
didefinisikan, dirancang untuk merekam dan mengukur daftar cacat spesifik
untuk setiap pasien (Longan, dkk. 2010). Kuesioner ini memiliki tiga bagian,
yaitu pertanyaan mengenai nyeri, keterbatasan akibat rasa nyeri dan intensitas
rasa nyeri. Bagian pertama berisi daftar kegiatan yang dipilih oleh pasien. Pasien
diminta untuk mengidentifikasi lima kegiatan yang paling terkena dampak di
dalam kehidupan sehari-hari akibat rasa nyeri pinggang yang diderita. Terdapat
sedikit perbedaan versi yang menjelaskan gangguan leher dalam daftar kegiatan
termasuk tiga item untuk kegiatan tambahan. Untuk mengukur tingkat kecacatan
masing-masing, item digunakan skala, mulai dari 0 (dapat melakukan kegiatan)
sampai 10 (mampu melakukan aktivitas saat setelah mengalami cedera). Bagian
26
kedua menilai keterbatasan fungsional dari rasa sakit dalam 24 jam.
Keterbatasan nyeri juga diberi skor dengan skala mulai dari 0 (kegiatan sangat
terbatas) sampai 10 (kegiatan belum terbatas). Pada bagian ketiga mengukur
intensitas nyeri selama 24 jam terakhir. Penilaian dilakukan dengan memberikan
skor 0 yang berarti tidak nyeri sampai dengan 10 yang berarti sangat nyeri.
Patient-specific functional scale (PSFS) dapat dikerjakan dalam waktu
kurang lebih 4 menit. Itu harus dilakukan dengan memberikan anamnesis
sebelum pemeriksaan fisik. Petugas medis harus membaca instruksi untuk pasien
dan merekam aktivitas, serta memberikan nilai sesuai dengan tanggal penilaian.
Pada pengukuran ulang berikutnya akan dilakukan hal yang sama (Longan, dkk.
2010). Menurut Mannion, dkk (2007) untuk mengukur intensitas nyeri pada LBP
dilakukan penilaian terhadap 5 indikator yaitu :
1. Fungsi Hidup
Dalam bahasan ini akan diukur dalam seminggu sebelumnya seberapa
banyak nyeri mengganggu pekerjaan secara normal (termasuk pekerjaan di
dalam maupun di luar rumah). Skala ukurnya terdiri dari :
a. Tidak sama sekali
b. Sedikit
c. Cukup
d. Cukup sering
e. Sangat sering
2. Kepuasan Hidup
27
Dalam bahasan ini akan diukur seberapa puas yang akan dirasakan bila
harus menghabiskan sisa hidup anda dengan gejala yang dimiliki. Skala
ukurnya terdiri dari :
a. Sangat puas
b. Agak puas
c. Netral
d. Agak tidak puas
e. Sangat tidak puas
3. Kualitas Hidup
Dalam bahasan ini akan diukur seberapa baik kualitas hidup dalam
seminggu terakhir dengan gejala yang dimiliki. Skala ukurnya terdiri dari :
a. Sangat baik
b. Baik
c. Cukup
d. Buruk
e. Sangat buruk
4. Kehidupan sosial
Bahasan ini akan mengukur dalam 4 minggu terakhir seberapa banyak hari
yang tidak terdapat aktivitas sehari-hari termasuk rekreasi karena sakit.
Skala ukurnya terdiri dari :
a. Tidak ada
b. Antara 1 dan 7 hari
c. Antara 8 dan 14 hari
d. Antara 15 dan 21 hari
e. Lebih dari 22 hari
28
5. Kehidupan dalam pekerjaan
Bahasan ini akan mengukur dalam 4 minggu terakhir seberapa banyak hari
yang mengakibatkan absen karena sakit. Skala ukurnya terdiri dari :
a. Tidak ada
b. Antara 1 dan 7 hari
c. Antara 8 dan 14 hari
d. Antara 15 dan 21 hari
e. Lebih dari 22 hari
2.5 Cara Pencegahan Low Back Pain (LBP)
Berikut akan diuraikan cara pencegahan terjadinya LBP dan cara
mengurangi nyeri apabila LBP telah terjadi (Khaizun, 2013).
a. Latihan punggung setiap hari
1. Berbaringlah terlentang pada lantai atau matras yang keras. Tekukan satu
lutut dan gerakkanlah menuju dada lalu tahan beberapa detik. Kemudian
lakukan pada kaki yang lain.
2. Berbaringlah terlentang dengan kedua kaki ditekuk lalu luruskanlah ke
lantai. Kencangkanlah perut dan bokong lalu tekanlah punggung ke
lantai, tahanlah beberapa detik kemudia relaks.
3. Berbaringlah terlentang dengan kaki ditekuk dan telapak kaki berada flat
di lantai. Lakukan sit up parsial dengan melipatkan tangan dan
mengangkat bahu setinggi 6-12 inci dari lantai.
b. Berhati-hatilah saat mengangkat
1. Gerakkanlah tubuh kepada barang yang akan diangkat sebelum
mengangkatnya.
29
2. Tekukkan lutut, bukan punggung untuk mengangkat benda yang lebih
rendah.
3. Peganglah benda dekat perut dan dada.
4. Tekukan lagi kaki saat menurunkan benda.
5. Hindari memutarkan punggung saat mengangkat suatu benda.
c. Lindungi punggung saat duduk dan berdiri
1. Hundari duduk dikursi yang empuk dalam waktu lama.
2. Jika memerlukan waktu yang lama untuk duduk saat bekerja, pastikan
bahwa lutut sejajar dengan paha.
3. Jika memang harus berdiri terlalu lama, letakkanlah salah satu kaki pada
bantalan kaki secara bergantian. Beranjaklah sejenak untuk mengubab
posisi secara periodic.
4. Tegakkanlah kursi mobil sehingga lutut dapat tertekuk dengan baik tidak
teregang.
5. Gunakanlah bantal di punggung bila tidak cukup menyangga pada saat
duduk di kursi.
d. Tetaplah aktif dan hidup sehat
1. Berjalanlah setiap hari dengan menggunakan pakaian yang nyaman dan
sepatu berhak rendah.
2. Makanlah makanan seimbang dan banyak mengkonsumsi sayur dan
buah.
3. Tidurlah di kasur yang nyaman.
4. Hubungilah petugas kesehatan bila nyeri memburuk atau terjadi trauma.
30
e. Coping dengan nyeri leher
Kakukan leher, nyeri leher dan bahu bisa disebabkan oleh akut injury,
regangan kronik, arthritis dan masalah serta tulang lainnya. Nyeri yang muncul
dapat berhubungan dengan aktifitas sehari-hari dengan cara tidur. Bila terasa
semakin tegang, kaku atau tertarik maka latihan leher harus dihentikan untuk
mencegah cidera.