bab ii tinjauan pustaka a. pengertian
TRANSCRIPT
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Diare adalah gangguan fungsi penyerapan dan sekresi dari saluran
pencernaan, dipengaruhi oleh fungsi kolon dan dapat Sedangkan
diidentifikasikan dari perubahan jumlah, konsistensi, frekuensi, dan warna dari
tinja (Ridha,2014). Menurut FKUI (1991) dalam buku Ridha, 2014. Diare
adalah penyakit yang ditandai dengan meningkatnya frekuensi Buang Air Besar
(BAB) > 3 kali sehari disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi lebih cair
atau setengah padat) dengan atau tanpa lendir atau darah. (Kyle, Terri 2014)
Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali
perhari, disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa
lender dan darah yang berlangsung kurang dari satu minggu. Pada bayi yang
minum ASI sering frekuensi buang air besarnya lebih dari 3-4 kali perhari,
keadaan ini tidk dapat disebut diare, tetapi masih bersifat fisiologis atau normal.
Selama berat badan bayi meningkat normal, hal tersebut tidak tergolong diare,
tetapi merupakan intoleransi laktosa sementara akibat belum sempurnanya
perkembangan saluran cerna. Untuk bayi yang minum ASI secara eksklusif
definisi diare yang praktis adalah meningkatnya frekuensi buang air besar atau
konsistensinya menjadi cair yang menurut ibunya abnormal atau tidak seperti
biasanya. Kadang-kadang pada seorang anak buang air besar kurang dari 3
kali perhari, tetapi konsistensinya cair, keadaan ini sudah dapat disebut diare.
(IDAI, 2015 ;hal,88)
Diare adalah gejala yang terjadi karena kelainan yang melibatkan fungsi
pencernaan, penyerapan dan sekresi. Diare disebabkan oleh transportasi air
dan elektrolit yang abnormal dalam usus. Luasnya daerah permukaan saluran
cerna traktus gastrointestinal (GI) dan fungsi digestifnya menunjukkan betapa
pentingnya makna pertukaran antara organisme manusia dengan
lingkungannya. Kelainan inflamasi dan malabsorpsi ini beresiko akan
menganggu keutuhan fungsi traktus gastrointestinal, di samping itu karena
system rentan terhadap ancaman infeksi. Diare menular akut dapat
menyebabkan signifikan pada keseimbangan cairan serta elektrolit pada bayi
dan anak-anak. (Wong ; eds 6 ; 2009. h.995)
6
Dari beberapa pengertian tersebut diatas maka dapat disimpulkan
bahwa diare merupakan gangguan pencernaan dimana perut terasa mulas dan
feses penderita encer atau cair. Diare terjadi karena selaput dinding usus besar
mengalami iritasi. Adapun penyebab diare karena mengkonsumsi makanan
yang mengandung kuman sehingga gerakan peristaltik usus tidak terkendali
dan tidak terjadi penyerapan air di dalam usus besar.
B. Anatomi fisiologi
Gambar 2.1 Anatomi Sistem Pencernaan Manusia
Menurut pendapat Syaifuddin, 2015
a) Mulut
Mulut atau oris adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri atas
2 bagian yaitu :
1) Bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu ruang di antara
gusi, gigi, bibir, dan pipi
7
2) Bagian rongga mulut bagian dalam, yaitu rongga mulut yang
dibatasi sisinya oleh tulang maksilaris, palatun dan mandibularis,
di sebelah belakang bersambung dengan faring.
Selaput lendir muliut ditutupi epitelium yang berlapis-lapis, di
bawahnya terletak kelenjar-kelenjar halus yang mengeluarkan lendir.
Selaput ini kaya akan pembuluh darah dan juga memuat banyak ujung
akhir saraf sensoris. Disebelah luar mulut ditutupi oleh kulit dan di
sebelah dalam ditutupi oleh selaput lendir (mukosa). Otot orbikularis
oris menutup bibir. Levator anguli oris mengangkat dan depresor anguli
oris menelan ujung mulut.
Palatum, terdiri atas 2 bagian yatu :
1) Palatum durum (palatum keras) yang tersusun atas tajuk-tajuk
palatum dan sebelah depan tulang maksilaris dan lebih ke
belakang terdiri dari 2 tulang palatum
2) Palatum mole (palatum lunak) terletak di belakang yang
merupakan lipatan menggantung yang dapat bergerak, terdiri
atas jaringan fibrosa dan selaput lendir.
Gerakannya dikendalikan oleh ototnya sendiri, disebelah kanan dan
kiri tiang fauses terdapat saluran lendir yang menembus ke tonsil. Pipi
dilapisi dari dalam oleh mukosa yang mengandung papila, otot yang
terdapat pada pipi adalah otot buksinator. Di dalam rongga mulut
terdapat geligi, lidah, dan kelenjar ludah.
b) Geligi
Geligi, ada 2 macam :
1) Geligi sulung, mulai tumbuh pada anak-anak usia 6-7 bulan.
Lengkap pada umur 2 ½ tahun jumlahnya 20 buah disebut juga gigi
susu, terdiri dari : 8 buah gigi seri (dens insisivus), 4 buah gigi taring
(dens kaninus), dan 8 buah gigi geraham (molare).
2) Gigi tetap (gigi permanen) tumbuh pada umur 6-18 tahun, jumlahnya
32 buah, terdiri dari : 8 buah gigi seri, 4 buah gigi taring, 18 buah gigi
geraham (molare) dan 12 buah gigi geraham (premolare)
Fungsi gigi terdiri dari : gigi seri untuk memotong makanan, gigi taring
gunanya untuk memutuskan makanan yang keras dan liat, dan gigi
geraham gunanya untuk mengunyah makanan yang sudah dipotong-
potong.
8
c) Lidah
Lidah terdiri dari otot serat lintang dan dilapisi oleh selaput lendir, kerja
otot lidah ini dapat digerakkan ke seluruh arah. Lidah dibagi atas 3
bagian, radiks lingua (pangkal lidah), dorsum lingua (punggung lidah),
dan apeks lingua (ujung lidah). Pada pangkal lidah yang belakang
terdapat epiglotis yang berfungsi untuk menutup jalan nafas pada waktu
kita menelan makanan, supaya makanan jangan masuk kejalan nafas.
Punggung lidah (dorsum lingua) terdapat puting-puting pengecap atau
ujung syaraf pengecap. Frenulum lingua merupakan selaput lendir yang
terdapat pada bagian bawah kira-kira di tengah, jika lidah digerakkan ke
atas nampak selaput lendir. Flika sublingua terdapat di sebelah kiri dan
kanan frenulum lingua, disini terdapat pula lipatan selaput lendir. Pada
pertengahan flika sublingua ini terdapat saluran dari glandula parotis,
submaksilaris, dan glandula sublingualis. Fungsi lidah yaitu mengaduk
makanan, membentuk suara, sebagai alat pengecap dan menelan,
serta merasakan makanan.
d) Kelenjar ludah
Kelenjar ludah merupakan kelenjar yang mempunyai duktus yang
bernama duktus wartoni dan duktus stensoni. Kelenjar ludah ini ada 2
yakni :
1) Kelenjar ludah bawah rahang (kelenjar submaksilaris), yang terdapat
di bawah tulang rahang atas pada bagian tengah
2) Kelenjar ludah bawah lidah (kelenjar sublingualis) yang terdapat
disebelah depan dibawah lidah.
Kelenjar ludah (saliva) dihasilkan di dalam rongga mulut. Di sekitar
rongga mulut terdapat 3 buah kelenjar ludah yaitu :
1) Kelenjar parotis, letaknya dibawah depan telinga di antara prosesus
mastoid kiri dan kanan os mandibular, duktusnya duktus stensoni.
Duktus ini keluar dari glandula parotis menuju ke rongga mulut
melalui pipi (muskulus buksinator)
2) Kelenjar submaksilaris, terletak di bawah rongga mulut bagian
belakang, duktusnya bernama duktus wartoni, bermuara di rongga
mulut dekat dengan frenulum lingua
9
3) Kelenjar sublingualis, letaknya dibawah selaput lendir dasar rongga
mulut bermuara di dasar rongga mulut. Kelenjar ludah disarafi oleh
saraf-saraf taksadar.
Otot-otot ekstrinsik lidah berasal dari rahang bawah (M. Mandibularis,
os hioid dan prosesus stiloid) menyebar ke dalam lidah membentuk
anyaman bergabung dengan otot intrinsik yang terdapat pada lidah. M.
Genioglossus yang merupakan otot lidah yang terkuat berasal dari
permukaan tengah bagian dalam yang menyebar sampai ke radiks
lingua.
e) Faring
Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut
dengan kerongkongan (essofagus). Didalam lengkung faring terdapat
tonsil (amandel) yaitu kumpulan kelenjar limfe yang banyak
mengandung limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi. Di
sini terletak bersampingan antara jalan nafas dan jalan makanan,
letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung didepan ruas
tulang belakang. Ke atas bagian depan berhubungan dengan rongga
hidung dengan perantaraan lubang bernama koana. Keadaan tekak
berhubungan dengan rongga mulut dengan perantaraan lubang yang
disebut ismus fausium.Tekak terdiri dari bagian superior (bagian yang
sama tinggi dengan hidung), bagian media (bagian yang sama tinggi
dengan mulut), dan bagian inferior (bagian yang sama tinggi dengan
laring). Bagian superior disebut nasofaring, pada nasofaring bermuara
tuba yang menghubungkan tekak dengan ruang gendang telinga
f) Essofagus
Essofagus merupakan saluran yang menghubungan tekak
dengan lambung, panjangnya ±25 cm, mulai dari faring sampai pintu
masuk kardiak dibawah lambung. Lapisan dinding dari dalam ke luar:
lapisan selapiut lendir (mukosa), lapisan submukosa, lapisan otot
melingkar sirkuler, dan lapisan otot memanjang longitudina. Esofagus
terletak dibelakang trakea dan di depan tulang punggung, setelah
melalui toraks menembus diafragma masuk kedalam abdomen
menyambung dengan lambung
10
g) Lambung
Lambung atau geser merupakan bagian dari saluran yang dapat
mengembang paling banyak terutama di daerah epigaster. Lambung
terdiri dari bagian atas fundus uteri berhubungan dengan efosagus
melalui orifsiumpilorik, terletak dibawah diafragma di depan pankreas
dan limpa, menempel disebelah kiri fundus uteri.
Bagian lambung terdiri dari :
1. Fundus ventrikuli, bagian yang menonjol ke atas terletak sebalah kiri
osteum kardium dan biasanya penuh berisi gas.
2. Korpus ventrinkuli, setinggi osteum kardium, suatu lekukan pada
bagian bawah kurvatura minor
3. Antrum pilorus, bagian lambung berbentuk tabung mempunyai otot
yang tebal membentuk sfingter pilorus
4. Kurvatura minor, terdapat disebelah kanan lambung, terbentang dari
osteum kardiak sampai ke pilorus.
5. Kurvatura mayor, lebih panjang dari kurvatura minor, terbentang dari
sisi kiri osteum kardiak melalui fundus ventrikuli menuju ke kanan
sampai ke pilorus inferior. Ligamentum gastrolienalis terbentang dari
bagian atas kurvatura mayor sampai ke limpa.
6. Osteum kardiak, merupakan tempat esofagus bagian abdomen
masuk ke lambung. Pada bagian ini terdapat orifisium pilorik.
Susunan lapisan dari dalam keluar, terdiri dari :
1. Lapisan selaput lendir, apabila lambung ini dikosongkan, lapisan ini
akan berlipat-lipat yang disebut rugae.
2. Lapisan otot melingkar (muskulus aurikularis)
3. Lapisan otot miring (muskulus obliqus)
4. Lapisan otot panjang (muskulus longitudinal)
5. Lapisan jaringan ikat/serosa (peritoneum)
Sekresi getah lambung mulai terjadi pada awal orang makan. Bila
melihat makanan dan mencium bau makanan maka sekresi lambung
akan terangsang. Rasa makanan merangsang sekresi lambung karena
kerja saraf menimbulkan rangsangan kimiawi yang menyebabkan
dnding lambung melepaskan hormon yang disebut sekresi getah
lambung. Getah lambung dihalangi oleh sistem saraf simpatis yang
dapat terjadi pada waktu gangguan emosi seperti marah dan rasa takut.
11
h) Usus halus
Usus halus atau intestinum minor adalah bagian dari sistem
pencernaan makanan yang berpangkal pada pilorus dan berakhir pada
sekum panjangnya ±6 m, merupakan saluran paling panjang tempat
proses pencernaan dan absorpsi hasil pencernaan yang terdiri dari
lapisan usus halus (lapisan mukosa [sebelah dalam lapisan otot
melingkar [M. Sikuler], lapisan otot memanjang [M. Lgitidinal] dan
lapisan serosa [sebelah luar]).
i) Duodenum
Duodenum disebut juga usus 12 jari, panjangnya ± 25 cm,
berbentuk sepatu kuda melengkung ke kiri, pada lengkungan ini
terdapat pankreas. Pada bagian kanan duodenum ini terdapat selaput
lendir, yang membukit disebut papila vateri. Pada papila vateri ini
bermuara saluran empedu (duktus koledokus) dan saluran pankreas
(duktus wirsung/duktus pankreatikus).
Empedu dibuat di hati untuk dikeluarkan ke duodenum melalui
duktus koledokus yang fungsinya mengemulsikan lemak, dengan
bantuan lipase. Pankreas juga menghasilkan amilase yang berfungsi
mencerna hidrat arang menjadi disakarida, dan tripsin yang berfungsi
mencerna protein menjadi asam amino atau albumin dan
polipeptida.Dinding duodenum mempunyai lapisan mukosa yang
banyak mengandung kelenjar, kelenjar ini disebut kelenjar-kelenjar
Brunnerberfungsi untuk memproduksi getah intestinum.
j) Jejunum dan ileum
Jejunum dan ileum mempunyai panjang sekitar ± 6 m. Dua
perlima bagian atas adalah (jejunum) dengan panjang ± 23 m dan ileum
dengan panjang 4-5 m. Lekukan jejunum dan ileum melekat pada
dinding abdomen posterior dengan perantaraan lipatan peritonium yang
membentuk kipas dikenal sebagai mesenterium.
Akar mesenterium memungkinkan keluar dan masuknya
cabang-cabang arteri dan vena mesentrika superior, pembuluh limfe
dan saraf ke ruang antara 2 lapisan peritonium yang membentuk
mesenterium. Sambungan antara jejenum dan ileum tidak mempunyai
batas yang tegas. Ujung bawah ileum berhubungan dengan sekum dan
perantaraan lubang yang bernama orifisium ileosekalis. Orifisium ini
12
diperkuat oleh sfingter ileosekalis dan pada bagian ini terdapat katup
valvula sekalis atau valvula Baukhini yang berfungsi untuk mencegah
cairan dalam kolon assendens tidak masuk kembali ke ileum.
k) Usus besar
Usus besar atau intestium mayor panjangnya ± 1½ m, lebarnya
5-6 cm. Lapisan-lapisan usus besar dari dalam ke luar: selaput lendir,
lapisan otot melingkar, lapisan otot memanjang, jaringan ikat. Fungsi
usus besar adalah menyerap air dari makanan, tempat tinggal bakteri
koli, tempat feses
l) Sekum
Dibawah sekum terdapat apendiks vermiformis, yang berbentuk
seperti cacing sehingga disebut juga umbai cacing, panjangnya 6 cm,.
Seluruhnya ditutupi oleh peritonium mudah bergerak walaupun tidak
mempunyai mesenterrium dan dapat diraba melalui dinding abdomen
pada orang yang masih hidup.
m) Colon assendens
Panjangnya 13 cm, terletak dibawah abdomen sebelah kanan,
membujur ke atas dari ileum ke bawah hati. Dibawah hati melengkung
ke kiri, lengkungan ini disebut fleksura hepatika, dilanjutkan sebagai
kolon transversum.
n) Apendiks (usus buntu)
Bagian dari usus besar yang muncul seperti corong dari ujung
sekum, mempunyai pintu keluar yang sempit tetapi masih
memungkinkan dapat dilewati oleh beberapa isi usus. Apendiks
tergantung menyilang pada linea terminalis masuk ke dalam rongga
pelvis minor, terletak horizontal di belakang sekum. Sebagai suatu
organ pertahanan terhadap infeksi kadang apendiks bereaksi secara
hebat dan hiperaktif yang bisa menimbulkan perforasi dindingnya ke
dalam rongga abdomen.
o) Kolon transversum
Panjangnya ± 38 cm, membujur dari kolon assendens sampai ke
kolon desendens berada di bawah abdomen, sebelah kanan terdapat
fleksura hepatika dan sebelah kiri terdapat fleksura linealis.
13
p) Kolon desendens
Panjangnya ± 25 cm, terletak dibawah abdomen bagian kiri
membujur dari atas ke bawah dan fleksura lienalis sampa ke depan
ileum kiri, bersam bung dengan kolon sigmoid.
q) Kolon sigmoid
Kolon sigmoid merupakan lanjutan dari kolon desendens,
terletak miring dalam rongga pelvis sebelah kiri, bentuknya menyerupai
huruf S, ujung bawahnya berhubungan dengan rektum.
r) Rektum
Rektum terletak di bawah kolon sigmoid yang menghubungkan
intestinum mayor dengan anus, terletak dalam rongga pelvis di depan
os sakrum dan os koksigis.
s) Anus
Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang
menghubungkan rektum dengan dunia luar (udara luar). Terletak di
dasar pelvis, dindingnya diperkuat oleh 3 sfingter:
• Sfingter ani intenus (sebelah atas), bekerja tidak menurut kehendak
• Sfingter levator ani, bekerja juga tidak menurut kehendak
• Sfingter ani eksternus (sebelah bawah), bekerja menurut kehendak.
C. Etiologi Pada saat ini, dengan kemajuan di bidang teknik laboratorium kuman-
kuman pathogen telah dapat diidentifikasikan dari penderita diare sekitar 80%
pada kasus yang dating disarana kesehatan dan sekitan 50% kasus ringan di
masyarakat. Pada saat ini telah dapat diidentifikasi tidak kurang dari 25 jenis
mikroorganisme yang dapat menyebabkan diare pada anak dan bayi.
Penyebab infeksi utama timbulnya diare umumnya adalah golongan virus,
bakteri dan parasit. Dua tipe dasar diare akut oleh karena infeksi adalah non
inflammatory dan inflammatory.
Enteropatogen menimbulkan diare melalui produksi enterotoksin oleh
bakteri, destruksi sel permukaan villi oleh virus, perlekatan oleh parasit,
perlekatan dan / atau translokasi dari bakteri. Sebaliknya inflammatory diare
biasanya disebabkan oleh bakteri yang menginvasi usus secara langsung atau
memproduksi sitotoksin.
14
Beberapa penyebab diare akut yang dapat menyebabkan diare pada manusia
adalah sebagai berikut :
Penyebab diare akut yang dapat menyebabkan diare pada manusia dari
golongan Bakteri : Aeromonas, Salmonella, Bacillus cereus, Shigella,
Campylobacter jejuni, Staphylococcus aureus, Clostridium perfringens, Vibrio
cholera, Clostridium defficile, Vibrio parahaemolyticus, Escherichia coli, Yersinia
enterocolitica, Plesiomonas shigeloides.
Penyebab diare akut yang dapat menyebabkan diare pada manusia dari
golongan virus : Astrovirus, Rotavirus, Calcivirus (norovirus, sapovirus),
Norwalk virus, Enteric adenovirus, Herpes simplex virus, Coronavirus,
Cytomegalovirus.
Penyebab diare akut yang dapat menyebabkan diare pada manusia dari
golongan parasit : Balantidium coli, Giardia lamblia, Blastocystis homonis,
Isospora bell, Cryptosporidium parvum, Strongyloides stercoralis, Entamoeba
histolytica, Trichuris trichiura.
Di Negara berkembang kuman patogen penyebab penting diare akut
pada anak-anak yaitu: Rotavirus, Escherichia coli enterotoksigenik, Shigella,
Campylobacter jejuni dan Cryptosporidium.
Pathogenesis terjadinya diare yang disebabkan virus yaitu virus yang
menyebabkan diare pada manusia secara selektif menginfeksi dan
menghancurkan sel-sel ujung-ujung villus pada usus halus. Biopsi usus halus
menunjukkan berbagai tingkat penumpulan villus dan infiltrasi sel bundae pada
lamina propria. Perubahan-perubahan patologis yang diamati tidak berkolerasi
dengan keparahan gejala-gejala klinis dan biasanya sembuh sebelum
penyembuhan diare. Mukosa lambung tidak terkena walaupun biasanya
digunakan istilah “gastroenteritis”, walaupun pengosongan lambung tertunda
telah didokumentasi selama infeksi virus Norwalk.
Virus akan menginfeksi lapisan epithelium di usus halus dan menyerang
villus di usus halus. Hal ini menyebabkan fungsi absorbs usus halus terganggu.
Sel-sel epitel usus halus yang rusak diganti oleh enterosit yang baru, berbentuk
kuboid yang belum matang sehingga fungsinya belum baik. Villus mengalami
atrofi dan tidak dapat terserap/tercerna akan meningkatkan tekanan koloid
osmotic usus dan terjadi hiperperistaltik usus sehingga cairan beserta makanan
yang tidak terserap terdorong keluar usus melalui anus, menimbulkan diare
osmotik dari penyerapan air dan nutrient yang tidak sempurna.
15
Pada usus halus, enterosit villus sebelah atas adalah sel-sel yang
terdiferensiasi, yang mempunyai fungsi pencernaan seperti hidrolis disakharida
dan fungsi penyerapan seperti transport air dan elektrolit melalui pengangkut
bersama (kotransporter) glukosa dan asam amino. Enterosit kripta merupakan
pensekresi (secretor) air dan elektrolit. Dengan demikian infeksi virus selektif
sel-sel ujung villus usus menyebabkan (1) ketidakseimbangan raiso
penyerapan cairan usus terhadap sekresi, dan (2) malabsrobsi karbohidrat
kompleks, terutama laktosa.
Pada hospes normal, infeksi ekstra-intestinal sangat jarang, walaupun
penderita terganggu imun dapat mengalami keterlibatan hati dan ginjal.
Kenaikan kerentanan bayi (disbanding dengan anak yang lebih tua dan orang
dewasa) sampai morbiditas berat dan mortalitas gastroenteritis virus dapat
berkaitan dengan sejumlah faktor termasuk penurunan fungsi cadangan usus,
tidak ada imunitas spesifik, dan penurunan mekanisme pertahanan hospes non
spesifik seperti asam lambung dan mucus. Enteritis virus sangat memperbesar
permeabilitas usus terhadap makromolekul lumen dan telah dirumuskan
menaikkan resiko alergi makanan.
Diare karena bakteri terjadi melalui salah satu mekanisme yang
berhubungan dengan pengaturan transport ion dalam sel-sel usus cAMP,
cGMP dan Ca dependen. Pathogenesis terjadinya diare oleh salmonella,
shigella, E coli agak berbeda dengan pathogenesis diare oleh virus, tetapi
prinsipnya hamper sama. Bedanya bakteri ini dapat menembus (invasi) sel
mukosa usus halus sehingga dapat menyebabkan reaksi sistemik. Toksin
shigella juga dapat masuk ke dalam serabut saraf otak sehingga menimbulkan
kejang. Diare oleh kedua bakteri ini dapat menyebabkan adanya darah dalam
tinja yang disebut disentri.
Disamping itu penyebab diare non infeksi yang dapat menimbulkan
diare pada anak antara lain :
Kesulitan makan
penyebab diare non infeksi yang dapat menimbulkan diare pada anak
defek anatomis antara lain : Malrotasi, penyakit Hirchsprung, Short Bowel
Syndrome, Atrofi mikrovilli, Stricture
Penyebab diare non infeksi yang dapat menimbulkan diare pada anak
malabsorbsi antara lain : Defisiensi disakaridase, malabsorbsi glukosa-
galaktosa, cystic fibrosis, cholestosis, penyakit celiac.
16
Penyebab diare non infeksi yang dapat menimbulkan diare pada anak
endokrinopati antara lain : Thyrotoksikosis, penyakit Addison, sindroma
Adrenogenital.
Penyebab diare non infeksi yang dapat menimbulkan diare pada anak
keracunan makanan antara lain : Logam berat, mushrooms
Penyebab diare non infeksi yang dapat menimbulkan diare pada anak
neoplasma antara lain : Neuroblastoma, phaeochromocytoma, sindroma
zollinger ellison
Lain- lain dari penyebab diare non infeksi yang dapat menimbulkan
diare pada antara lain : Infeksi non gastrointestinal, alergi susu sapi, penyakit
crohn, defisiensi imun, colitis ulserosa, gangguan motilitas usus, pellagra
(IDAI, 2015 ;h.89)
D. Insiden Insiden diare di Indonesia adalah 7,0 % (kisaran provinsi 3,4%-14,7%).
Secara nasional angka kematian pada KLB diare pada tahun 2014 sebesar
1,14%. Target yang diharapkan <1% dengan demikian CFR KLB diare di
Indonesia tidak mencapai program (Kemenkes RI,2015).
Insiden diare balita Di Provinsi Jawa Tengah adalah 50 % (santoso,
2013). Penyakit diare masih merupakan permasalahan serius di Provinsi Jawa
Tengah, terbukti 35 kabupaten/kota sudah terjangkit penyakit diare. Pada tahun
2011, jumlah kasus diare di 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah sebanyak
839.555 penderita. Dengan cakupan penemuan penyakit diare sebesar 48,5%.
Data selama 5 tahun terahir menunjukkan bahwa cakupan penemuan diare
masih di bawa target yang diharapkan yaitu sebesar 80 %, Incidence Rate (IR)
sebesar 1,95% dengan Case Fatality Rate (CFR) sebesar 0,021%. Pada tahun
2012 cakupan penemuan dan penanganan diare sebesar 42,66% lebih rendah
disbanding tahun 2011 yaitu sebesar 57,9% (Mafazah, 2013).
Di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2009 angka kejadian diare pada
balita sebesar 1,95% per 1000 balita , mengalami peningkatan bila
dibandingkan dengan tahun 2011 sebesar 1,86% per 1000 balita. Sedangkan
CFR diare tahun 2011 sebesar 0,021% per 1000 balita, mengalami
peningkatan bila dibandingkan dengan CFR tahun 2011 sebesar 0,006% per
1000 balita. Jumlah kasus diare pada balita dari tahun 2009 sampai 2011
mengalami peningkatan setiap tahunnya. Ini menunjukkan bahwa kasus diare
17
pada balita masih tetap tinggi dibandingkan dengan golongan umur lainnya.
(Dinkes Provinsi Jateng, 2011).
Sedangkan insiden penyakit diare pada anak tahun 2015 dari bulan
Januari 2016 sampai dengan 30 Januari 2017 di Rumah Sakit Umum Daerah
Pandan Arang Boyolali sebanyak 108 kasus.
E. Patofisiologi Menurut Hidayat tahun 2009 patofisiologi pada pasien diare adalah sebagai
berikut:
Proses terjadinya diare dapat disebabkan oleh berbagai kemungkinan
faktor diantaranya pertama faktor infeksi, proses ini dapat diawali adanya
mikroorganisme (kuman) yang masuk ke dalam saluran pencernaan yang
kemudian berkembang dalam usus dan merusak sel mukosa usus yang dapat
menurunkan daerah permukaan usus. Selanjutnya terjadi perubahan kapasitas
usus yang akhirnya mengakibatkan gangguan fungsi usus dalam absorpsi
cairan dan elektrolit. Atau juga dikatakan adanya toksin bakteri akan
menyebabkan sistem transpor aktif dalam usus sehingga sel mukosa
mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan dan elektrolit meningkat.
Kedua, faktor malabsorpsi merupakan kegagalan dalam melakukan
absorpsi yang mengakibatkan tekanan osmotik meningkat sehingga terjadi
pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus yang dapat meningkatkan isi
rongga usus sehingga terjadilah diare. Ketiga, faktor makanan, ini dapat terjadi
apabila toksin yang ada tidak mampu diserap dengan baik. Sehingga terjadi
peningkatan peristaltik usus yang mengakibatkan penurunan kesempatan untuk
menyerap makan yang kemudian menyebabkan diare. Keempat, faktor
psikologis dapat memengaruhi terjadinya peningkatan peristaltik usus yang
akhirnya memengaruhi proses penyerapan makanan yang dapat menyebabkan
diare
18
Faktor infeksi Bakteri, virus,
parasit
Masuk kedalam tubuh bersama makanan & minuman yang
tercemar
Mencapai usus halus
Menyebabkan infeksi dan kerusakan jonjot
usus
Malabsorbsi makanan dan
cairan
Sitokin pirogen
Mempengaruhi hipothalamus
Aksi antipiretik
Mk : hipertermi
Kehilangan cairan dan elektrolit
Dehidrasi
Mk : kekurangan volume cairan
Faktor malabsorbsi : karbohidrat, protein, lemak
Makanan tidak terserap oleh vili
usus
Peningkatan tekanan osmotik
Pergeseran air dan elektrolit dalam usus
hiperperistaltik
Mk : Nyeri
Kontak antara makanan dan air peningkatan
dengan mukosa usus
Penyerapan makanan, air dan elektrolit
terganggu
Mk : Diare
Pengeluaran substansi nutrient berama feses
Mk : nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Faktor makanan basi, beracun, alergi makanan,
pedas/asam
Masuk dalam tubuh
Mencapai usus halus
Merangsang dinding usus halus
Peningkatan isi rongga lumen usus
Sering defekasi
Pengeluaran asam laktat berlebihan
Mk : kerusakan integritas kulit
F. Pathway
Bagan 2.4. pathway diare. Ilmu kesehatan anak FKUI (2014) dan Donna L.Wong,(2009)
19
G. Manifestasi klinis Mula-mula bayi dan anak menjadi cengeng, gelisah, suhu tubuh
biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak, kemudian timbul diare.
Tinja cair dan mungkin disertai lender dan atau darah. Warna tinja makin lama
berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur dengan empedu. Anus dan
daerah sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan tinja makin lama makin
asam sebagai akibat makin banyaknya asam laktat yang bersal dari laktosa yan
tidak dapat diabsorbsi usus selama diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelum
atau sesudah diare dan dapat disebabkan oleh lambung yang turut meradang
atau akibat gangguan keseimbangan asam-basa dan elektrolit. Bila penderita
telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, maka gejala dehidrasi makin
tampak. Berat badan menurun, turgor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun
membesar menjadi cekung, selaput lender bibir dan mulut serta kulit tampak
kering. Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dapat dibagi menjadi
dehidrasi ringan, sedang dan berat, sedangkan berdasarkan tonisitas plasma
dapat dibagi menjadi dehidrasi hipotonik, isotonic, hipertonik. Tanda diare tanpa
dehidrasi, bila terdapat 2 tanda dibawah ini atau lebih:
Keadaan umum : baik
Mata : normal
Rasa haus : normal, minum biasa
Turgor kulit : kembali cepat
20
Penentuan Derajat Dehidrasi WHO
Table 2.1 penentuan derajat No Tanda dan
Gejala
Dehidrasi Ringan Dehidrasi Sedang Dehidrasi Berat
1 Keadaan umum
Sadar, gelisah, haus
Gelisah, mengantuk
Mengantuk, lemas, anggota gerak dingin, berkeringat, kebiruan mungkin koma, tidak sadar
2 Denyut nadi
Normal kurang dari 120/menit
Cepat dan lemah 120-140/menit
Cepat, kadang-kadang tak teraba, kurang dari 140/menit
3 Pernafasan Normal Dalam, mungkin cepat
Dalam dan cepat
4 Ubun-ubun besar
Normal Cekung Sangat cekung
5 Kelopak mata
Normal Cekung Sangat cekung
6 Air mata Ada Tidak ada Sangat kering 7 Selaput
lender Lembab Kering Sangat kering
8 Elastisitas kulit
Pada pencubitan kulit secara elastis kembali secara normal
Lambat Sangat lambat (lebih dari 2 detik )
9 Air seni warnanya tua
Normal Berkurang Tidak kencing
(WHO, 2009)
H. Komplikasi Komplikasi diare mencakup potensial terhadap disritmia jantung akibat
hilangnya cairan dan elektrolit secara bermakna (khususnya kehilangan kalium).
Pengeluaran urin kurang dari 30 ml/jam selama 2 – 3 hari berturut-turut.
Kelemahan otot dan parastesia. Hipotensi dan anoreksia serta mengantuk
karena kadar kalium darah di bawah 3,0 mEq/liter (Satuan internasional: 3
mmol/L) harus dilaporkan, penurunan kadar kalium menyebabkan disritmia
jantung (talukardio atrium dan ventrikel, febrilasi ventrikel dan kontraksi ventrikel
premature) yang dapat menimbulkan kematian.(Ridha,2014)
I. Penatalaksanaan Medis Menurut Kemenkes RI (2011), prinsip tatalaksana diare pada balita
adalah LINTAS DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare), Untuk mencegah
terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah tangga dengan
memberikan oralitosmolaritas rendah, dan bila tidak tersedia berikan cairan
rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur, air matang. Oralit saat ini yang
beredar di pasaran sudah oralit yang baru dengan osmolaritas yang
21
rendah,yang dapat mengurangi rasa mual dan muntah. Oralit merupakan cairan
yang terbaik bagi penderita diare untuk mengganti cairan yang hilang. Bila
penderita tidak bisa minum harus segera di bawa ke sarana kesehatan untuk
mendapat pertolongan cairan melalui infus. Adapun program LINTAS Diare
(Lima Langkah Tuntaskan Diare) yaitu:
a. Berikan Oralit
Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah
tangga dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak
tersedia berikan cairan rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur, air
matang.Oralit saat ini yang beredar di pasaran sudah oralit yang baru
dengan osmolaritas yang rendah, yang dapat mengurangi rasa mual
dan muntah.Oralit merupakan cairan yang terbaik bagi penderita diare
untuk mengganti cairan yang hilang.Bila penderita tidak bisa minum
harus segera di bawa ke sarana kesehatan untuk mendapat
pertolongan cairan melalui infus.
Derajat dehidrasi dibagi dalam 3 klasifikasi :
1) Diare tanpa dehidrasi
Tanda diare tanpa dehidrasi, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau
lebih :
Keadaan Umum : baik
Mata : Normal
Rasa haus : Normal, minum biasa
Turgor kulit : kembali cepat
Dosis oralit bagi penderita diare tanpa dehidrasi sbb :
Umur < 1 tahun : ¼ - ½ gelas setiap kali anak mencret
Umur 1 – 4 tahun : ½ - 1 gelas setiap kali anak mencret
Umur diatas 5 Tahun : 1 – 1½ gelas setiap kali anak mencret
2) Diare dehidrasi Ringan/Sedang
Diare dengan dehidrasi Ringan/Sedang, bila terdapat 2 tanda di
bawah ini atau lebih:
Keadaan Umum : Gelisah, rewel
Mata : Cekung
Rasa haus : Haus, ingin minum banyak
Turgor kulit : Kembali lambat
22
Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kg bb dan
selanjutnya diteruskan dengan pemberian oralit seperti diare tanpa
dehidrasi.
3) Diare dehidrasi berat
Diare dehidrasi berat, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih:
Keadaan Umum : Lesu, lunglai, atau tidak sadar
Mata : Cekung
Rasa haus : Tidak bisa minum atau malas minum
Turgor kulit : Kembali sangat lambat (lebih dari 2 detik)
Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke
Fasilitas kesehatan untuk di infus.
Tabel 2.2 pemberian oralit Umur Jumlah Oralit yang
diberikan tiap BAB Jumlah oralit yang disediakan di rumah
< 12 bulan 1-4 tahun > 5 tahun dewasa
50 – 100 ml 100-200 ml 200-300 ml 300-400 ml
400 ml/hari (2 bungkus) 600-800 ml/hari (3-4 bungkus) 800-1000 ml/hari (4-5 bungkus) 1200-2800 ml/hari
b. Berikan obat Zinc
Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc
dapat menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase),
dimana ekskresi enzim ini meningkat selama diare dan mengakibatkan
hipersekresi epitel usus. Zinc juga berperan dalam epitelisasi dinding
usus yang mengalami kerusakan morfologi dan fungsi selama kejadian
diare.
Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan
tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar,
mengurangi volume tinja, serta menurunkan kekambuhan kejadian diare
pada 3 bulan berikutnya.
Penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa Zinc mempunyai efek
protektif terhadap diare sebanyak 11 % dan menurut hasil pilot study
menunjukkan bahwa Zinc mempunyai tingkat hasil guna sebesar 67 %.
Dosis pemberian Zinc pada balita:
Umur < 6 bulan : ½ tablet ( 10 Mg ) per hari selama 10 hari
Umur > 6 bulan : 1 tablet ( 20 mg) per hari selama 10 hari.
23
c. Pemberian ASI / Makanan :
Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi
pada penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta
mencegah berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum Asi
harus lebih sering di beri ASI. Anak yang minum susu formula juga
diberikan lebih sering dari biasanya. Anak uis 6 bulan atau lebih
termasuk bayi yang telah mendapatkan makanan padat harus diberikan
makanan yang mudah dicerna dan diberikan sedikit lebih sedikit dan
lebih sering.Setelah diare berhenti, pemberian makanan ekstra
diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan.
d. Pemberian Antibiotika hanya atas indikasi
Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian
diare pada balita yang disebabkan oleh bakteri.Antibiotika hanya
bermanfaat pada penderita diare dengan darah (sebagian besar karena
shigellosis), suspek kolera.
Obat-obatan Anti diare juga tidak boleh diberikan pada anak yang
menderita diare karena terbukti tidak bermanfaat.Obat anti muntah tidak
di anjurkan kecuali muntah berat.Obat-obatan ini tidak mencegah
dehidrasi ataupun meningkatkan status gizi anak, bahkan sebagian
besar menimbulkan efek samping yang bebahaya dan bisa berakibat
fatal.Obat anti protozoa digunakan bila terbukti diare disebabkan oleh
parasit (amuba, giardia).
e. Pemberian Nasehat
Ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan balita harus diberi
nasehat tentang :
1) Cara memberikan cairan dan obat di rumah
2) Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila :
a) Diare lebih sering
b) Muntah berulang
c) Sangat haus
d) Makan/minum sedikit
e) Timbul demam
f) Tinja berdarah
g) Tidak membaik dalam 3 hari
24
Bagan 2.2
Rencana Terapi A : Penanganan Diare Tanpa Dehidrasi
(World Health Organization, 2009. 145)
Jelaskan kepada Ibu tentang perawatan di rumah : Beri cairan tambahan, beri tablet zinc, lanjutkan pemberian makan, kapan harus kembali
1. Beri cairan tambahan (sebanyak yang anak mau) a. Jelaskan pada ibu
Pada bayi muda, pemberian ASI merupakan pemberian cairan tambahan yang utama. Beri ASI sering dan lebih lama pada setiap kali pemberian. Jika anak memperoleh asi eksklusif beri oralit atau air matang sebagai tambahan. Jika anak tidak memperoleh ASI eksklusif, beri 1 atau lebih cairan berikut ini : oralit, cairan makanan (kuah, sayur, air tajin) atau air matang. Anak harus diberi larutan oralit jika : Anak telah diobati dengan rencana terapi B dan C dalam kunjungan ini. Anak tidak dapat kembali keklinik jika diarenya bertambah parah.
b. Ajari ibu mencampur dan memberikan oralit. Beri ibu 6 bungkus oralit (200 ml) untuk digunakan dirumah)
c. Tunjukkan kepada ibu berapa banyak cairan termasuk oralit yang harus diberikan sebagai tambahan bagi kebutuhan cairannya sehari-hari : < 2 tahun : 50-100 ml setiap kali BAB ≥ 2 tahun : 100-200 ml setiap kali BAB Katakan kepada ibu : - Agar meminumkan sedikit-sedikit tetapi sering dari mangkuk atau cangkir
atau gelas - Jika anak muntah, tunggu 10 menit, kemudian lanjutkan lagi dengan lebih
lambat - Lanjutkan pemberian cairan sampai diare berhenti
2. Beri tablet Zinc Pada anak berumur 2 bulan ke atas, beri tablet Zinc selama 10 hari dengan dosis : umur
< 6 bulan :1/2 tablet (10 mg) per hari.
3. Lanjutkan pemberian Makan atau ASI
4. Kapan harus kembali atau kunjungan ulang
25
Bagan 2.3
Rencana Terapi B untuk Terapi Diare Dehidrasi Ringan/Sedang
:
(Kemenkes RI, 2011)
Jumlah oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama di Sarana Kesehatan Oralit yang diberikan =75 ml x Berat Badan Anak Bila BB tidak diketahui berikan oralit berikan oralit sesuai petunjuk berikut : Umur < 1 tahun : 300 ml Umur 1-4 tahun : 600 ml Umur > 5 tahun :1.200 ml
1. Bila anak menginginkan lebih banyak oralit berikanlah 2. Bujuk ibu untuk meneruskan ASI 3. Untuk bayi < 6 bulan yang tidak mendapat ASI berikan juga 100-200 ml air masak selama masa ini 4. Untuk anak > 6 bulan, tunda pemberian makan selama 3 jam kecuali ASI dan oralit 5. Beri obat Zinc selama 10 hari berturut-turut
Amati anak dengan seksama dan bantu ibu memberikan oralit :
1. Tunjukkan jumlah cairan yang harus diberikan 2. Berikan sedikit demi sedikit tapi sering dari gelas 3. Periksa dari waktu ke waktu bila ada masalah 4. Bila kelopak mata anak bengkak, hentikan pemberian oralit dan berikan air masak atau ASI 5. Beri oralit sesuai rencana terapi A bila pembengkakan telah hilang
Setelah 3-4 jam, nilai kembali anak menggunakan bagan penilaian, kemudian pilih rencana terapi A , B dan C untuk melanjutkan terapi.
1. Bila ada dehidrasi, ganti rencana terapi A bila dehidrasi telah hilang biasanya anak kencing kemudian mengantuk dan tidur
2. Bila tanda menunjukkan dehidrasi ringan atau sedang, ulangi rencana terapi B 3. Anak mulai diberi makan, susu dan sari buah 4. Bila tanda menunjukkan dehidrasi berat, ganti rencana terapi C
Bila ibu harus pulang sebelum selesai rencana terapi B:
1. Tunjukkan jumlah oralit yang harus dihabiskan dalam terapi 3 jam dirumah 2. Berikan oralit 6 bungkus untuk persediaan dirumah 3. Jelaskan 5 langkah rencana terapi A untuk mengobati anak dirumah
26
Bagan 2.4
Rencana Tearapi C Penanganan Dehidrasi Berat dengan Cepat
(World Health Organization, 2009.137)
MULA
Dapatkah sel darah segera member cairan intravena
Apakah ada fasilitas pemberian cairan intravena
yang terdekat (dalam 30 menit)
Apakah ibu telah dilatih menggunakan pipa
nasogastrik untuk rehidrasi ?
Apakah anak masih bisa minum ?
Rujuk SEGERA ke rumah sakit untuk pengobatan IV
atau NGT atau OGT
1. Beri cairan intravena secepatnya jika anak bisa minum, beri oralit melalui mulut, sementara infuse disiapakn. Beri 100 ml/kgBB cairan ringer laktat atau ringer asetat ( jika tak tersedia, gunakan larutan NaCl) yang dibagi sebagai berikut : a. Periksa kembali anak setiap 15 sampai 30 menit. Jika status
hidrasi belum membaik, beri tetesan intravena lebih cepat. b. Juga beri oralit (kira-kira 5 ml/kg/jam) segera setelah anak mau
minum, biasanya sudah 3 sampai 4 jam bayi atau 1 sampai 2 jam anak dan beri anak tablet zinc sesuai dosis dan jadwal yang dianjurkan.
c. Periksa kembali bayi sesudah 6 jam atau anak sesudah 3 jam. Klasifikasikan dehidrasi kemudian pilih rencana terapi yang sesuai A, B, atau C untuk melanjutkan penanganan.
1. Rujuk SEGERA untuk pengobatan intravena 2. Jika anak bisa minum, beri ibu larutan oralit dan tunjukkan cara
meminumkan pada anak sedikit demi sedikit selama dalam perjalanan.
1. Mulailah melakukan rehidrasi dengan oralit melalui pipa nasogastrik atau mulut: beri 20 ml/kg/jam selama 6 jam (120 ml/kg).
a. Periksa kembali anak setiap 1 sampai 2 jam. Jika anak muntah terus menerus atau perut semakin kembung beri cairan lebih lambat. Jika setelah 3 jam keadaan hidrasi tidak membaik, rujuk anak untuk pengobatan intravena
b. Sesudah 6 jam, periksa kembali anak. klasilitasikan dehidrasi, kemudian tentukan rencana terapi yang sesuai A,B atau C untuk melanjutkan penanganan.
CATATAN : Jika mungkin amati anak sekurang – kurangnya 6 jam setelah rehidrasi untuk meyakinkan bahwa ibu dapat mempertahankan hidrasi dengan pemberian cairan oralit per oral.
27
J. Konsep Asuhan Keperawatan Pengkajian pada pasien diare menurut Wong (2009) meliputi :
1. Pengkajian
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2
tahun pertama kehidupan. Insiden paling adalah golongan umur 6-11
bulan. Kebanyakan kuman usus merangsang kekebalan terhadap
infeksi, hal ini membantu menjelaskan penurunan insiden penyakit
pada anak yang lebih besar. Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas
aktif mulai terbentuk. Kebanyakan kasus karena infeksi usus
asimptomatik dan kuman enteric menyebar terutama klien tidak
menyadari adanya infeksi. Status ekonomi juga berpengaruh
terutama dilihat dari pola makan dan perawatannya.
Pengkajian keperawatan terhadap diare dimulai dengan
mengamati keadaan umum dan perilaku bayi atau anak. Pengkajian
fisik meliputi semua parameter yang dijelaskan, untuk pengkajian
dehidrasi seperti berkurangnya haluran urine, menurunnya berat
badan, membrane mukosa yang kering, turgor kulit yang jelek, ubun-
ubun yang cekung, dan kulit yang pucat, dingin serta kering. Pada
dehidrasi yang lebih berat, gejala meningkatkan frekuensi nadi dan
respirasi, menurunnya tekanan darah, dan waktu pengisian ulang
kapiler yang memanjang (normal : < 2 detik) dapat menunjukkan syok
yang mengancam.
Riwayat penyakit akan memberikan informasi penting mengenai
kemungkinan agen penyebabnya seperti pengenalan makanan yang
baru, kontak dengan agen yang menular, berwisata ke daerah yang
berpotensi infeksi menular tinggi, kontak dengan makanan yang
mungkin terkontaminasi dan kontak dengan hewan yang diketahui
sebagai sumber infeksi enteric. Riwayat alergi, penggunan obat dan
makanan dapat menunjukkan kemungkinan alergi terhadap
makanan, penggunaan obat pencahar atau antibiotic atau konsumsi
makanan yang banyak mengandung sorbitol dan fruktosa (missal jus
apel).
28
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa : berat badan, suhu tubuh,
frekuensi denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah.
Selanjutnya perlu dicari tanda-tanda utama dehidrasi : kesadaran, rasa
haus dan turgor kulit abdomen dan tanda-tanda tambahan lainnya : ubun-
ubun besar cekung atau tidak, mata cowong atau tidak, ada atau tidak
adanya airmata, bibir, mukosa mulut, dan lidah kering atau basah.
Pernafasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolik.
Bising usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemi.
Pemeriksaan ekstermitas perlu karena perfusi dan capillery refill dapat
menentukan derajat dehidrasi yang terjadi.
( UKK Gastrointestinal-hepatologi IDAI,2015)
a. Pemeriksaan laboratrium dan diagnostik
Pemeriksaan laboratrium lengkap pada diare akut pada
umumnya tidak diperlukan misalnya penyebab dasarnya tidak diketahui
atau ada sebab-sebab lain selain diare akut atau pada penderita
dengan dehidrasi berat. Contoh : pemeriksaan darah lengkap, kultur
urine dan tinja pada sepsis atau infeksi saluran kemih.
Pemeriksaan laboratrium yang kadang-kadang diperlukan pada
diare akut: Kultur feses : dapat mengindikasikan adanya bakteri, Feses
untuk adanya ovum dan parasit (O&P) : dapat mengindikasikan adanya
parasit, Feses untuk panel atau kultur virus : untuk menentukan adanya
rotasi virus atau virus lain, Feses untuk darah samar : dapat positif jika
inflamasi atau ulserasi terdapat di saluran GI, Feses untik lekosit : dapat
positif pada kasus inflamasi atau infeksi , pH feses atau mengurangi zat:
untuk melihat apakah diare disebabkan oleh intoleransi karbohidrat,
panel elektroklit : dapat mengindikasikan dehidrasi, radiografi abdomen
(KUB): adanya feses diusus dapat mengindikasikan konstipasi atau
impikasi feses ( massa fese yang imobil dan mengeras); tingkat cairan-
udara dapat mengindikasikan obstruksi usus.
(Kyle, Terri, 2014)
29
K. Diagnosa Keperawatan Menurut Wong (2009) beberapa macam diagnose yang mungkin muncul
dalam pasien diare : a. Diare berhubungan dengan proses infeksi sekunder b. Kekurangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan
cairan dari traktus GI ke dalam feses ( Diare) c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan asupan nutrisi yang tidak adekuat d. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi sekunder terhadap
diare, proses perjalanan penyakit e. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury biologis f. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan iritasi karena
defekasi yang sering dan feses cair
30
L. Intervensi Tabel 2.3 Rencana Keperawatan, NANDA.NOC-NIC, 2015
No Diagnose keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
1.
Diare berhubungan dengan proses infeksi sekunder Definisi : pasase feses yang lunak dan tidak berbentuk. Batasan karakteristi : 1. Nyeri abdomen
sedikitnya 3 kali defekasi per hari
2. Kram 3. Bising usus
hiperaktif 4. Ada dorongan
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24jam diare dapat berkurang dengan kriteria hasil : NOC Bowel elimination
1. Feses berbentuk, BAB sehari sekali 3 hari
2. Menjaga daerah sekitar rectal dari iritasi
3. Tidak mengalami diare
4. Menjelaskan penyebab diare dan rasional tindakan
5. Mempertahankan turgor kulit
NIC:Elimination Management
1. Observasi turgor kulit secara rutin
2. Kaji pola defekasi pasien konsistensi dan warna feses
3. Kaji peristaltic usus
4. Kaji tanda-tanda dehidrasi
5. Kaji tanda-tanda vital
6. Anjurkan minum banyak
7. Jaga kebersihan lingkungan
NIC:Elimination Management
1. untuk mengetahui elastisitas kulit
2. untuk mengetahui konsistensi feses menjadi normal
3. untuk mengetahui perkembangan bising usus
4. untuk mengetahui kondisi diare pasien
5. untuk mengetahui perkembangan keadaan klien
6. untuk menghindari kekurangan volume cairan
7. untuk menghindari dari kuman, bakteri, dll
2. Kekurangan cairan
dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan dari traktus GI ke dalan feses (diare) Definisi : Penurunan cairan intravaskuler, interstisial, dan atau intraselule. Ini mengacu pada dehidrasi, kehilangan cairan tanpa perubahan pada natrium. Batasan karakteristik : 1. Perubahan status
mental 2. Penururnan
turgor kulit 3. Membrane
mukosa kering 4. Kulit kering 5. Haus 6. Kelemahan
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24jam kekurangan volume cairan dapat berkurang dengan kriteria hasil : NOC Fluid balance 1. Mempertahankan urine
output sesuai dengan usia dan BB, BJ, urine normal, HT normal
2. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
3. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor baik, membrane mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan
NIC : Fluid Management 1. Berikan larutan oralit
2. Berikan dan pantau pemberian cairan infuse sesuai program
3. Berikan oralit secara bergantian dengan cairan rendah natrium seperti air, asi atau susu formula
4. Pertahankan catatan asupan dan haluaran cairan (urine, feses, dan muntahan)
5. Timbang berat badan setiap hari
NIC : Fluid Management 1. Untuk rehidrasi
maupun penggantian cairan yang hilang lewat feses
2. Untuk mengatasi dehidrasi dan vomitus yang berat
3. Untuk terapi cairan rumatan (kebanyakan pakar mengatakan bahwa susu formula yang diberikan harus bebas laktosa jika bayi tidak dapat menoleransi susu formula biasa)
4. Untuk mengevaluasi ke efektifan intervensi
5. Untuk menilai keadaan dehidrasi
31
No Diagnose keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan nutrisi yang tidak adekuat. Definisi : asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolic Batasan karakteristik :
1. Nyeri abdomen 2. Diare 3. Bising usus
hiperaktif 4. Membrane mukosa
pucat 5. Ketidakmampuan
memakan makanan
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24jam ketidakseimbangan nutrisi dapat berkurang dengan kriteria hasil : NOC Nutritional status : food and fluid intake 1. Adanya peningkatan
berat badan sesuai tujuan
2. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
3. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
4. Tidak ada tanda tanda malnutrisi
5. Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan
6. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
NIC : Nutrition management
1. Kaji adanya alergi makanan
2. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi
3. Beri tahu keluarga agar menerapkan diet yang tepat
4. Gali kekhawatiran dan prioritas anggota keluarga
NIC : Nutrition management
1. Untuk menilai toleransi anak terhadap makanan
2. Untuk mencegah konstipasi
3. Untuk menghasilkan kepatuhan terhadap program terapeutik
4. Untuk meningkatkan kepatuhan terhadap program terapeutik
4. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi sekunder terhadap diare, proses perjalanan penyakit. Definisi : peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal Batasan karakteristik :
1. Peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal
2. Kejang 3. Takikardi 4. Takipnea 5. Kulit terasa hangat
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24jam hipertermi dapat berkurang dengan kriteria hasil : NOC Thermogulation 1. Suhu tubuh dalam
rentang normal 2. Nadi dan RR dalam
rentang normal, tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing
NIC : Fever treatment 1. Kaji tanda-tanda
infeksi
2. Kaji tanda-tanda vital
3. Berikan kompres hangat
4. Berikan cairan
sesuai kebutuhan
5. Kolaborasi dalam pemberian antipiretik
NIC : Fever treatment 1. Untuk
menghindari adanya kemerahan
2. Untuk mengetahui keadaan umum pasien
3. Agar suhu tubuh dalam batas normal
4. Agar tidak terjadi kekurangan volume cairan
5. Untuk memberikan obat kepada pasien
32
No Diagnose keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
5. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury biologis Definisi : pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa (international association for the study of pain) awitan yang tiba – tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung <6 bulan Batasan karakteristik :
1. Perubahan selera makan
2. Perubahan frekuensi pernafasan
3. Sikap melindungi area nyeri
4. Mengekspresikan perilaku (mis., gelisah, merengek, menangis, waspada, iritabilitas, mendesah)
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24jam di harapkan pasien dapat mengontrol nyeri dan nyeri dapat berkurang dengan kriteria hasil : NOC Pain control
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik non farmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda gejala)
4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
NIC : Pain management
1. Kaji nyeri secara komprehenshif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
2. Observasi tanda-tanda vital
3. Ajarkan tentang
teknik non farmakologi
4. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
5. Kolaborasi dengan tim medis jika ada keluhan dan tindakan relaksasi bermain tidak berhasil
NIC : Pain management 1. untuk mengetahui
daerah nyeri, kualitas, kapan nyeri dirasakan, faktor pencetus, berat ringannya nyeri yang dirasakan
2. untuk mengetahui keadaan umum pasien
3. untuk mengajarkan pasien apabila nyeri timbul
4. untuk mengurangi rasa nyeri
5. untuk mengurangi rasa nyeri
6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan iritasi karena defekasi yang sering dan feses cair Definisi : perubahan atau gangguan epidermis dan atau dermis Batasan karakteristik : 1. kerusakan lapisan
kulit (dermis) 2. gangguan
permukaan kulit (epidermis)
3. invasi struktur tubuh
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan kerusakan integritas kulit dapat berkurang dengan KH : NOC Tissue integrity : skin and mucous membranes
1. Integritas kulit yang baik bias dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperature,hidrasi, pigmentasi)
2. Tidak ada luka/ lesi pada kulit
3. Perfusi jaringan baik 4. Menunjukkan
pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cidera berulang
NIC : Pressure management
1. Kaji warna kulit, turgor kulit dan integritas
2. Pantau kelembaban dan kekeringan yang berlebih
3. Kaji kulit adanya ruam, lecet, dan kerusakan
4. Kaji tanda-tanda vital
5. monitor kulit adanya kemerahan
6. Anjurkan pasien menggunakan pakaian yang longgar
7. Oleskan lotion/ minyak baby oil pada daerah yang terkena
NIC : Pressure management 1. untuk mengetahui
keadaan pasien
2. untuk meminimalis kelembaban kulit
3. untuk menghindari infeksi dan bakteri lain
4. untuk mengetahui perkembangan keadaan klien
5. untuk mengetahui adanya infeksi
6. untuk membuat pasien nyaman
7. mencegah penyebaran lesi kulit
33
M. Implementasi Penatalaksanaan sebagian besar kasus diare akut dapat dilaksanakan
dirumah dengan pemberian pendidikan yang benar kepada pengasuh anak
tentang penyebab diare, komplikasi yang potensial, dan terapi yang tepat.
Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai
tujuan yang spesifik. Implementasi dimulai setelah rencana tindakan disusun
dan ditunjukan pada nursing order untuk membantu klien mencapai tujuan yang
diharapkan. Tujuan dari implementasi adalah membantu klien dalam mencapai
tujuan yang telah di tetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan,
pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping. (Wong,
2009)
N. Evaluasi Wong (2009) keefektifan intervensi keperawatan ditentukan oleh
pengkajian ulang yang terus menerus menurut pedoman observasi berikut ini :
1. Memantau kehilangan cairan dengan mengukur asupan serta haluran
cairan dengan cermat dan menimbang berat badan anak setiap hari
2. Memantau asupan makanan, khususnya jumlah kalori dari makanan
3. Mengamati tanda-tanda yang membuktikan adanya komplikasi dari
penyakit yang mendasari
4. Mengamati dan mewawancarai keluarga untuk menentukan derajat dan
keefektifan perawatan atau asuhan
66
DAFTAR PUSTAKA Dinkes Provinsi Jawa Tengah. (2014). Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun.
Jawa Tengah: Dinkes Jawa Tengah
Fauzi, Ahmad. et.al.(2011). Characteristic Profiles of Parasitic and Fungal Infections in
Acute Diarrhea. Volume.12, No.3. http://dx.doi.org/10.24871/1232011146-150, 15
Desember 2011
Gloria M. Bulechek, .(2015). Nursing Interventions Classifications (NIC) 6th Edition.
Missouri: Mosby Elsevier
Hendrayanti, Arum. (2013). Hubungan cuci tangan, tempat sampah, kepemilikan
SPAL, sanitasi makanan dengan diarrhea. Jurnal Pena Medika, ISSN: 2086-843x.
Vol.6, No.1, Juni 2013 : 34-45,
http://jurnal.unikal.ac.id/index.php/medika/article/view/376/347 , 22 Mei 2013
Ikatan Dokter Anak Indonesia. (2015). Buku Ajar Gastroentologi & Hepatologi. Jakarta:
IDAI; 2015
Kementerian Kesehatan RI. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
021/MENKES/SK/1/2011 tentang Rencana Strategi Kementerian Kesehatan
Tahun 2010 2014.Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 2011
Kementerian Kesehetan RI.(2011). Data dan Jendela Situasi Diare di Indosia. Jakarta
Kementerian Kesehatan RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar, Riskesdas 2013. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI
Kyle, Terri. (2014).Buku Ajar Keperawatan Pediatric Edisi 2. Jakarta.
Kyle, Terri. (2014). Pediatric Nursing Clinical Guide. Jakarta
Malik, F.A,et.al.(2017). Viral associated diarrhea in immunocompromised and cancer
patients at a large comprehensive cancer center. Volume 51 - Issue 3 - p 228–234.
http://dx.doi.org/10.1080/23744235.2016.1224384, 02 maret 2017
67
Meiyanti, Meiyanti.et.al.(2016). Antibiotic susceptibility of Salmonella, Shigella and
Vibrio isolated from diarrhea. Volume.7, No.3, e-ISSN : 2527-2950. http://dx.doi.org/10.20885/JKKI.Vol7.Iss3.art4, 06 februari 2016
Moorhed,et.al. (2015). Nursing Outcomes Classifications (NOC) 5th Edition. Missouri:
Mosby Elsevier
NANDA International. (2015). Diagnosis Keperawatan: Definisi, Dan Klasifikasi 2012-
2014/Editor, T. Heather Herdman; Alih Bahasa, Made Sumarwati, Dan Nike
Budhi Subekti ; Editor Edisi Bahasa Indonesia, Barrah Bariid, Monica Ester,
Dan Wuri Praptiani. Jakarta; EGC
Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi asuhan keperawatan
berdasarkan diagnosa medis & NANDA NIC-NOC.Yogyakarta: Media action
publishing
Ridha, H. Nabiel. (2014).Buku Ajar Keperawatan Anak. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.h.427-439
Sodikin. (2011).Asuhan Keperawatan Anak: Gangguan Sistem Gastrointestinal dan
Hepatobilier. Jakarta: Salemba medika
Sudoyo Aru,dkk (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid 1,2,3, edisi keempat.
Jakarta: Internal Publishing
Syaifuddin. 2012. Anatomi Fisiologi, Edisi 4. Jakarta: EGC
WHO, (2009). Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah Sakit. Jakarta : WHO
Wong, D. L. (2009). Buku ajar keperawatan pediatrik Wong. Volume 2. Jakarta: EGC;
2009.