bab ii tinjauan pustaka 2.1 retardasi mental 2.1.1...

31
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Retardasi Mental 2.1.1 Definisi Retardasi Mental Retardasi mental merupakan keadaan dengan intelegensi kurang (abnormal) atau dibawah rata-rata sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa kanak-kanak). Retardasi mental ditandai dengan adanya keterbatasan intelektual dan ketidakcakapan dalam interaksi sosial (Sandra, 2010). Retardasi mental berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa edisi ke III adalah suatu keadaan perkembangan jiwa yang terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh terjadinya hendaya keterampilan selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada tingkat kecerdasan secara menyeluruh, misalnya kemampuan kognitif, bahasa, motorik, dan sosial. Retardasi mental juga dapat terjadi dengan atau tanpa gangguan jiwa atau gangguan fisik lainnya (Maslim, 2001). Klasifikasi menurut DSM IV (American Psychiatric Association, Washington, 1994) yang dikutip Lumbantobing (2001), bahwa terdapat empat tingkat gangguan intelektual, yaitu : ringan, sedang, berat dan sangat berat. A. Retardasi Mental Ringan Retardasi mental ringan ini secara kasar setara dengan kelompok retardasi yang dapat dididik (educable). Kelompok ini membentuk sebagian besar (sekitar 85%) dan kelompok retardasi mental. Pada usia prasekolah (0-5 tahun) dapat

Upload: hoangliem

Post on 12-May-2018

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Retardasi Mental 2.1.1 ...erepo.unud.ac.id/9938/3/61ab218f72520424d49e89150ff7b7cb.pdf · disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi otak mungkin

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Retardasi Mental

2.1.1 Definisi Retardasi Mental

Retardasi mental merupakan keadaan dengan intelegensi kurang (abnormal)

atau dibawah rata-rata sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa

kanak-kanak). Retardasi mental ditandai dengan adanya keterbatasan intelektual

dan ketidakcakapan dalam interaksi sosial (Sandra, 2010). Retardasi mental

berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa edisi ke III

adalah suatu keadaan perkembangan jiwa yang terhenti atau tidak lengkap, yang

terutama ditandai oleh terjadinya hendaya keterampilan selama masa

perkembangan, sehingga berpengaruh pada tingkat kecerdasan secara menyeluruh,

misalnya kemampuan kognitif, bahasa, motorik, dan sosial. Retardasi mental juga

dapat terjadi dengan atau tanpa gangguan jiwa atau gangguan fisik lainnya

(Maslim, 2001).

Klasifikasi menurut DSM IV (American Psychiatric Association,

Washington, 1994) yang dikutip Lumbantobing (2001), bahwa terdapat empat

tingkat gangguan intelektual, yaitu : ringan, sedang, berat dan sangat berat.

A. Retardasi Mental Ringan

Retardasi mental ringan ini secara kasar setara dengan kelompok retardasi

yang dapat dididik (educable). Kelompok ini membentuk sebagian besar (sekitar

85%) dan kelompok retardasi mental. Pada usia prasekolah (0-5 tahun) dapat

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Retardasi Mental 2.1.1 ...erepo.unud.ac.id/9938/3/61ab218f72520424d49e89150ff7b7cb.pdf · disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi otak mungkin

9

mengembangkan kecakapan sosial dan komunikatif, mempunyai sedikit hendaya

dalam bidang sensorimotor, dan sering tidak dapat dibedakan dan anak yang tanpa

retardasi mental, sampai pada usia yang lebih lanjut. Pada usia remaja, mereka

dapat memperoleh kecakapan akademik sampai setara kira-kira tingkat enam

(kelas 6 SD). Sewaktu masa dewasa, mereka biasanya dapat menguasai kecakapan

sosial dan vokasional cukup sekedar untuk berdikari, namun mungkin

membutuhkan supervisi, bimbingan dan pertolongan, terutama bila mengalami

tekanan sosial atau tekanan ekonomi. Dengan bantuan yang wajar, penyandang

retardasi mental ringan biasanya dapat hidup sukses didalam masyarakat, baik

secara berdikari atau dengan pengawasan.

B. Retardasi Mental Sedang

Retardasi mental sedang secara kasar setara dengan kelompok yang biasa

disebut: dapat dilatih (trainable). Kelompok individu dan tingkat retardasi ini

memperoleh kecakapan komunikasi selama masa anak dini. Mereka rnemperoleh

manfaat dan latihan vokasional, dan dengan pengawasan yang sedang dapat

mengurus atau merawat diri sendiri. Anak tersebut dapat memperoleh manfaat

dari latihan kecakapan sosial dan akupasional namun rnungkin tidak dapat

rnelampaui pendidikan akademik lebih dari tingkat dua (kelas dua SD). Mereka

dapat bepergian dilingkungan yang sudah dikenal.

C. Retardasi Mental Berat

Kelompok retardasi mental ini membentuk 3-4% dari kelompok retardasi

mental. Selama masa anak-anak sedikit saja atau tidak mampu berkomunikasi

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Retardasi Mental 2.1.1 ...erepo.unud.ac.id/9938/3/61ab218f72520424d49e89150ff7b7cb.pdf · disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi otak mungkin

10

bahasa. Sewaktu usia sekolah mereka dapat belajar bicara dan dapat dilatih dalam

kecakapan mengurus diri yang sederhana. Sewaktu usia dewasa mereka dapat

melakukan kerja yang sederhana bila diawasi secara ketat. Kebanyakan dapat

menyesuaikan diri pada kehidupan di masyarakat bersama keluarganya, jika tidak

didapatkan hambatan yang menyertai yang membutuhkan perawatan khusus.

D. Retardasi Mental Sangat Berat

Kelompok retardasi mental sangat berat membentuk sekitar 1-2% dan

kelompok retardasi mental. Pada sebagian besar individu dengan diagnosis ini

dapat diidentifikasi kelainan neurologik, yang rnengakibatkan retardasi

rnentalnya. Sewaktu masa anak-anak, menunjukkan gangguan yang berat dalam

bidang sensorimotor. Perkembangan motorik, mengurus diri dan kemampuan

komunikasi dapat ditingkatkan dengan latihan-latihan yang adekuat, Beberapa

diantaranya dapat melakukan tugas sederhana ditempat yang disupervisi dan

dilindungi.

Namun pada penelitian ini hanya khusus membahas tentang retardasi mental

ringan. Karena anak dengan retardasi mental ringan ini tidak mampu mengikuti

pada program sekolah biasa, namun ia masih memiliki kemampuan yang dapat

dikembangkan melalui pendidikan walaupun hasilnya tidak maksimal. Contoh

kemampuan yang dapat dikembangkan pada anak retardasi mental ringan, yaitu :

membaca, menulis, mengeja dan berhitung, dan menyesuaikan diri dan tidak

menggantungkan diri pada orang lain. Jadi, anak retardasi mental ringan ini

mampu dididik dan dapat dilatih secara minimal dalam bidang-bidang akademis,

sosial dan pekerjaan.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Retardasi Mental 2.1.1 ...erepo.unud.ac.id/9938/3/61ab218f72520424d49e89150ff7b7cb.pdf · disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi otak mungkin

11

2.1.2 Definisi Retardasi Mental Ringan

Retardasi mental ringan adalah individu yang masih mempunyai

kemungkinan memperoleh pendidikan akademis sampai kelas dasar empat atau

lima dan dapat mempelajari keterampilan sederhana. Anak retardasi mental ringan

memiliki karakteristik fisik yang tidak jauh berbeda dengan anak normal tetapi

motoriknya lebih rendah dibanding anak normal (Mumpuniarti, 2007).

Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder IV (American

Psychiatric Assosiation, Washington, 1994) dalam penelitian Fadlilah (2008)

menjelaskan individu dengan retardasi mental ringan ini secara kasar setara

dengan kelompok retardasi yang dapat dididik (educable). IQ berkisar 50-55

sampai sekitar 70. Pada usia prasekolah (0-5 tahun) mereka dapat

mengembangkan kecakapan sosial dan komunikatif, mempunyai sedikit hendaya

dalam bidang sensorimotor dan sering tidak dapat dibedakan dari anak yang tanpa

retardasi mental, sampai pada usia yang lebih lanjut. Pada anak usia remaja,

mereka dapat memperoleh kecakapan akademik sampai setara kira-kira tingkat

enam (kelas 6 SD). Sewaktu masa dewasa, mereka biasanya dapat menguasai

kecakapan sosial dan vokasional, bimbingan dan pertolongan, terutama bila

mengalami tekanan sosial atau tekanan ekonomi.

2.1.3 Penyebab Retardasi Mental Ringan

Menurut Laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memaparkan bahwa

30% dari anak-anak yang cacat mental serius disebabkan oleh ketidaknormalan

genetik, seperti down syndrom, 25% disebabkan oleh cerebrum palsy, 30%

disebabkan oleh meningitis dan masalah prenatal sedangkan 15% sisanya belum

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Retardasi Mental 2.1.1 ...erepo.unud.ac.id/9938/3/61ab218f72520424d49e89150ff7b7cb.pdf · disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi otak mungkin

12

dapat ditemukan (Muhammad, 2008). Anak yang mengalami retardasi mental

dapat disebabkan beberapa faktor diantara faktor genetik atau juga kelainan dalam

kromosom, faktor ibu selama hamil dimana terjadi gangguan dalam gizi atau

penyakit pada ibu seperti rubella, atau adanya virus lain atau juga faktor setelah

lahir dimana dapat terjadi kerusakan otak apabila terjadi infeksi seperti terjadi

meningitis, ensefalitis, dan lain-lain (Hidayat, 2005).

Retardasi mental disebabkan karena faktor keturunan (retardasi mental

genetik), dan mungkin juga tidak diketahui (retardasi mental simplex). Kedua-

duanya ini dinamakan juga retardasi mental primer. Retardasi mental sekunder

disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi otak mungkin pada waktu

prenatal, perinatal atau postnatal (Maramis, 1994). Lebih lanjut dalam Maramis,

1994 dikemukankan bahwa penyebab retardasi mental sebagai berikut :

A. Akibat infeksi dan atau intoxikasi

Yaitu retardasi mental yang disebabkan oleh kerusakan jaringan otak akibat

infeksi intraktrand karena serum, obat atau zat tosik lainnya.

B. Akibat rupadaksa dan atau sebab fisik lainnya

Rupadaksa sebelum lahir serta trauma seperti sinar X, bahan kontrasepsi dan

usaha melakukan abortus dapat menyebabkan kelainan retardasi mental.

C. Akibat gangguan metabolisme, pertumbuhan atau gizi

Pada kasus gangguan gizi berat dan berlangsung lama sebelum usia individu

empat tahun sangat mempengaruhi perkembangan otak yang dapat menyebabkan

kelainan retardasi mental.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Retardasi Mental 2.1.1 ...erepo.unud.ac.id/9938/3/61ab218f72520424d49e89150ff7b7cb.pdf · disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi otak mungkin

13

D. Akibat penyakit otak yang nyata (post natal)

Hal ini dapat dikarenakan neoplasma (tidak termasuk tumbuhan sekunder

karena rudapaksa atau keradangan) dan beberapa reaksi sel-sel otak yang nyata,

tetapi belum diketahui etiologinya (diduga hereditas/familial)

E. Akibat penyakit dan atau pengaruh prenatal yang tidak jelas

Keadaan ini biasanya sudah ada sejak sebelum lahir, namu tidak diketahui

secara jelas etiologinya.

F. Akibat kelainan kromosom

Terjadi kelainan kromosom dalam jumlah ataupun bentuknya.

G. Akibat prematurasi

Keadaan bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram, panjang

kurang atau sama dengan 45 cm, lingkaran dada kurang dari 30 cm, lingkar kepala

kurang dari 33 cm. Masa gestasi kurang dari 37 minggu. Kepala relatif besar dari

pada badannya, kulit tipis transparan. Rambut biasanya tipis. Tulang rawan dan

daun telinga belum cukup sehingga elastisitas daun telinga masih kurang. Kondisi

ini menunjukkan bahwa organ-organ tubuh pada bayi premature belum terbentuk

secara sempurna sehingga keadaan bayi seperti ini dapat mengalami retardasi

mental.

H. Akibat gangguan jiwa yang berat

Gangguan jiwa yang terjadi ketika masa kanak-kanak

I. Akibat deprivasi psikososial

Akibat faktor-faktor biomedik atau sosio budaya (uang berhubungan dengan

deprivasi sosial dan penyesuaian diri).

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Retardasi Mental 2.1.1 ...erepo.unud.ac.id/9938/3/61ab218f72520424d49e89150ff7b7cb.pdf · disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi otak mungkin

14

2.1.4 Ciri-ciri Anak dengan Retardasi Mental Ringan

Menurut klasifikasi retardasi mental berdasarkan Pedoman Penggolongan dan

Diagnosis Gangguan Jiwa edisi ke III (PPDGJ-III) yang diterbitkan oleh

Direktorat Kesehatan Jiwa Depkes RI tahun 1993 tercantum pada F70 sampai

dengan F79, dengan penjabaran, retardasi mental ringan bila menggunakan tes IQ

dengan baku yang tepat, angka IQ berkisaran antara 50 sampai 69. Ciri anak

retardasi mental ringan ini dalam pemahaman dan penggunaan bahasa cenderung

terlambat pada berbagai tingkat dan masalah kemampuan berbicara yang

mempengaruhi perkembangan kemandirian dapat menetap sampai dewasa, akan

tetapi mayoritas penderita retardasi mental ringan dapat mencapai kemampuan

berbicara dalam kehidupan sehari-hari. Kebanyakan juga mandiri penuh dalam

merawat diri sendiri dan mencapai ketrampilan praktis dan ketrampilan rumah

tangga, walau perkembangannya agak lambat dari anak normal. Secara umum

anak retardasi mental ringan mempunyai karakteristik sebagai berikut :

A. Karakteristik fisik anak tunagrahita ringan nampak seperti anak normal, hanya

sedikit mengalami kelambatan dalam kemampuan sensomotorik.

B. Karakteristik psikis anak tunagrahita ringan meliputi: kemampuan berpikir

rendah, perhatian dan ingatannya lemah, sehingga mengalami kesulitan untuk

mengerjakan tugas-tugas yang melibatkan fungsi mental dan intelektualnya,

kurang memiliki perbendaharaan kata, serta kurang mampu berpikir abstrak.

C. Karakteristik sosial anak tunagrahita ringan yaitu mampu bergaul,

menyesuaikan diri dilingkungan yang tidak terbatas pada keluarga saja, namun

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Retardasi Mental 2.1.1 ...erepo.unud.ac.id/9938/3/61ab218f72520424d49e89150ff7b7cb.pdf · disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi otak mungkin

15

ada yang mampu mandiri dalam masyarakat, mampu melakukan pekerjaan

yang sederhana dan melakukannya secara penuh sebagai orang dewasa.

2.1.5 Penanganan Retardasi Mental Ringan

Menurut jevuska (2010), latihan dan pendidikan yang diberikan kepada anak

retardasi mental yaitu:

A. Mempergunakan dan mengembangkan sebaik-baiknya kapasitas yang ada

B. Memperbaiki sifat-sifat yang salah atau yang anti sosial

C. Mengajarkan suatu keahlian (skill) agar anak itu dapat mencari nafkah kelak

Latihan anak-anak ini lebih sulit dari pada anak-anak biasa karena perhatian

mereka mudah sekali tertarik kepada hal-hal yang lain. Harus diusahakan untuk

mengikat perhatian mereka dengan merangsang panca indera, misalnya dengan

alat permainan yang berwarna atau yang berbunyi, dan semuanya harus konkrit,

artinya dapat dilihat, didengar dan diraba. Prinsip-prinsip ini yang mula - mula

dipakai oleh Fiabel dan Pestalozzi, sehingga sekarang masih digunakan ditaman

kanak-kanak (Judarwanto, 2009). Latihan diberikan secara kronologis dan

meliputi :

A. Latihan rumah, yaitu pelajaran-pelajaran mengenai makan sendiri, berpakaian

sendiri, kebersihan badan.

B. Latihan sekolah, yaitu penting dalam hal ini ialah perkembangan sosial.

C. Latihan teknis, yaitu berikan sesuai dengan minat, jenis kelamin dan

kedudukan sosial.

D. Latihan moral, yaitu sejak kecil anak harus diberitahukan apa yang baik dan

apa yang tidak baik. Agar ia mengerti maka tiap-tiap pelanggaran disiplin

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Retardasi Mental 2.1.1 ...erepo.unud.ac.id/9938/3/61ab218f72520424d49e89150ff7b7cb.pdf · disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi otak mungkin

16

perlu disertai dengan hukuman dan tiap perbuatan yang baik perlu disertai

hadiah.

2.1.6 Pencegahan Retardasi Mental Ringan

Secara umum menurut Judarwanto (2009) pencegahan anak retardasi mental

yaitu:

A. Pencegahan primer

Dapat dilakukan dengan pendidikan kesehatan pada masyarakat, perbaikan

keadaan sosio-ekonomi, konseling genetik dan tindakan kedokteran (umpamanya

perawatan prenatal yang baik, pertolongan persalinan yang baik, kehamilan pada

wanita adolesen dan diatas 40 tahun dikurangi dan pencegahan peradangan otak

pada anak-anak).

B. Pencegahan sekunder

Yang meliputi diagnosa dan pengobatan dini peradangan otak, perdarahan

subdural, kraniostenosis (sutura tengkorak menutup terlalu cepat, dapat dibuka

dengan kraniotomi; pada mikrosefali yang kogenital, operasi tidak menolong).

C. Pencegahan tersier

Yang meliputi pendidikan penderita atau latihan khusus sebaiknya di sekolah

berkebutuhan khusus. Dapat diberi neuroleptika kepada yang gelisah, hiperaktif

atau dektrukstif.

Konseling kepada orang tua dilakukan secara fleksibel dan pragmatis dengan

tujuan antara lain membantu mereka dalam mengatasi frustrasi oleh karena

mempunyai anak dengan retardasi mental. Orang tua sering menghendaki anak

diberi obat, oleh karena itu dapat diberikan penjelasan bahwa sampai sekarang

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Retardasi Mental 2.1.1 ...erepo.unud.ac.id/9938/3/61ab218f72520424d49e89150ff7b7cb.pdf · disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi otak mungkin

17

belum ada obat yang dapat membuat anak menjadi pandai, hanya ada obat yang

dapat membantu pertukaran zat (metabolisme) sel-sel otak.

2.2 Mekanisme Koping

Menurut Nursalam (2003), menjelaskan mekanisme koping terbentuk melalui

proses belajar dan mengingat. Belajar yang dimaksud adalah kemampuan

menyesuaikan diri (adaptasi) pada pengaruh faktor eksternal dan internal.

2.2.1 Definisi Mekanisme Koping

Penyesuaian diri dalam menghadapi stres, dalam konsep kesehatan mental

dikenal dengan istilah koping. Koping dimaknai sebagai apa yang dilakukan oleh

individu untuk menguasai situasi yang dinilai sebagai suatu tantangan/ancaman.

Koping lebih mengarah pada yang orang lakukan untuk mengatasi tuntutan-

tuntutan yang penuh tekanan atau yang membangkitkan emosi. Atau dengan kata

lain, koping adalah bagaimana reaksi orang ketika menghadapi stres atau tekanan

Mekanisme koping adalah cara penyesuaian diri yang digunakan seseorang

untuk menghadapi perubahan yang diterima. Menurut Lazarus (1984) koping

merupakan strategi untuk memanajemen tingkah laku kepada pemecahan masalah

yang paling sederhana dan realistis, berfungsi untuk membebaskan diri dari

masalah yang nyata maupun tidak nyata, dan koping merupakan semua usaha

secara kognitif dan perilaku untuk mengatasi, mengurangi, dan tahan terhadap

tuntutan-tuntutan (Safaria dan Saputra 2009).

Mekanisme koping adalah cara yang dilakukan individu dalam

menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan, serta respon

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Retardasi Mental 2.1.1 ...erepo.unud.ac.id/9938/3/61ab218f72520424d49e89150ff7b7cb.pdf · disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi otak mungkin

18

terhadap situasi yang mengancam (Keliat, 1999). Apabila mekanisme koping

berhasil, maka orang tersebut akan dapat beradaptasi terhadap perubahan yang

terjadi. Mekanisme koping dapat dipelajari, sejak awal timbulnya stressor

sehingga individu tersebut menyadari dampak dari stressor tersebut. Kemampuan

koping individu tergantung dari tempramen, persepsi, dan kognisi serta latar

belakang budaya/norma tempatnya dibesarkan.

2.2.2 Proses Terjadinya Mekanisme Koping

Menurut Safaria dan Saputra (2009) yang mengutip pendapat Lazarus (1984),

mengatakan bahwa ketika individu berhadapan dengan lingkungan yang baru atau

perubahan lingkungan (situasi yang penuh tekanan), maka akan melakukan

penilaian awal (primary appraisal) untuk menentukan arti dari kejadian tersebut.

Kejadian tersebut dapat diartikan sebagai hal positif, netral, atau negatif. Setelah

penilaian awal terhadap hal-hal yang mempunyai potensi untuk terjadinya

tekanan, maka penilaian sekunder (secondary appraisal) akan muncul. Penilaian

sekunder adalah pengukuran terhadap kemampuan individu dalam mengatasi

tekanan yang ada.

Penilaian sekunder mengandung makna pertanyaan, seperti apakah saya

dapat menghadapi ancaman dan sanggup menghadapi tantangan terhadap

kejadian. Setelah memberikan penilaian primer dan sekunder, individu akan

melakukan penilaian ulang (re-appraisal) yang akhirnya mengarah pada

pemilihan strategi koping untuk penyelesaian masalah yang sesuai dengan situasi

yang dihadapinya.

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Retardasi Mental 2.1.1 ...erepo.unud.ac.id/9938/3/61ab218f72520424d49e89150ff7b7cb.pdf · disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi otak mungkin

19

Keputusan pemilihan strategi koping dan respon yang dipakai individu untuk

menghadapi situasi yang penuh tekanan tergantung dari dua faktor, yaitu faktor

eksternal dan internal. Faktor eksternal termasuk didalamnya adalah ingatan

pengalaman dari berbagai situasi dan dukungan sosial, serta seluruh tekanan dari

berbagai situasi yang penting dalam kehidupan. Dan faktor internal, yang

termasuk didalamnya adalah gaya koping yang biasa dipakai seseorang dalam

kehidupan sehari-hari dan kepribadian dari seseorang tersebut.

Setelah keputusan dibuat untuk menentukan strategi koping yang dipakai,

dengan mempertimbangkan dari faktor eksternal dan internal, individu akan

melakukan pemilihan strategi koping yang sesuai dengan situasi tekanan yang

dihadapinya untuk penyelesaian masalah, terdapat dua strategi koping yang

dipakai, yaitu pertama apakah strategi koping yang berfokus pada permasalahan

ataupun pemilihan strategi koping untuk mengatur emosi. Dan kedua strategi

koping tersebut dapat bertujuan untuk mereduksi ketegangan yang disebabkan

oleh situasi tekanan dari lingkungan maupun dapat mengatur hal-hal negatif,

sehingga hasil dari proses koping tersebut dapat menciptakan berfungsinya

kembali aktivitas yang biasa dilakukan oleh individu.

2.2.3 Jenis Mekanisme Koping

Mekanisme koping berdasarkan penggolongannya dibagi menjadi dua (Stuart

dan Sundeen, 1995) yaitu :

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Retardasi Mental 2.1.1 ...erepo.unud.ac.id/9938/3/61ab218f72520424d49e89150ff7b7cb.pdf · disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi otak mungkin

20

A. Mekanisme Koping Adaptif

Mekanisme koping yang mendukung fungsi terintegrasi, pertumbuhan,

belajar, dan mencapai tujuan. Kategorinya adalah berbicara dengan orang lain,

memecahkan masalah secara efektif, teknik relaksasi, latihan seimbang dan

aktivitas konstruktif. Menurut Lazarus dan Folkman (1984, dalam Safaria dan

Saputra, 2009), pada dasarnya mekanisme koping ada dua macam yaitu problem-

focused coping dan emotional-focused coping, yaitu usaha yang kuat melalui

pemikiran dan perilaku untuk mengurangi atau mereduksi tekanan berat dari luar

apapun dan dari dalam diri sendiri sehingga dapat mencari solusi, yaitu :

1. Koping yang berfokus untuk mengatur emosi (emotion-focused coping).

Adalah suatu usaha untuk mengontrol respon emosional terhadap situasi yang

sangat menekan. Emotion–focused coping cenderung dilakukan apabila individu

tidak mampu atau merasa tidak mampu mengubah kondisi yang stressful, yang

dilakukan individu adalah mengatur emosinya. Sebagai contoh, ketika seseorang

yang dicintai meninggal dunia, dalam situasi ini, orang biasanya mencari

dukungan emosi dan mengalihkan diri atau menyibukkan diri dengan melakukan

pekerjaan-pekerjaan rumah atau kantor. Aspek-aspek emotion focused coping

yaitu :

a. Seeking social emotional support

Mencoba memperoleh dukungan secara emosional maupun sosial dari orang

lain.

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Retardasi Mental 2.1.1 ...erepo.unud.ac.id/9938/3/61ab218f72520424d49e89150ff7b7cb.pdf · disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi otak mungkin

21

b. Distancing

Mengeluarkan upaya kognitif untuk melepaskan diri dari masalah atau

membuat sebuah harapan positif.

c. Escape avoidance

Menghayal mengenai situasi atau melakukan tindakan atau menghindar dari

situasi yang tidak menyenangkan. Individu melakukan fantasi andaikan

permasalahannya pergi dan mencoba untuk tidak memikirkan mengenai masalah

dengan tidur atau menggunakan alkohol yang berlebih.

d. Self control

Mencoba untuk mengatur perasaan diri sendiri atau tindakan dalam

hubungannya untuk menyelesaikan masalah.

e. Accepting responsibility

Menerima untuk menjalankan masalah yang dihadapinya sementara mencoba

untuk memikirkan jalan keluarnya.

f. Positive reappraisal

Mencoba untuk membuat suatu arti positif dari situasi dalam masa

perkembangan kepribadian, kadang-kadang dengan sifat yang religius.

2. Koping yang berfokus pada permasalahan (problem-focused coping)

Koping yang berfokus pada permasalahan (problem-focused coping) adalah

suatu usaha untuk mengurangi stressor, dengan mempelajari cara-cara atau

keterampilan-keterampilan yang baru untuk digunakan mengubah situasi,

keadaan, atau pokok permasalahan. Individu akan cenderung menggunakan

strategi ini apabila dirinya yakin akan dapat mengubah situasi (Smet, 1994).

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Retardasi Mental 2.1.1 ...erepo.unud.ac.id/9938/3/61ab218f72520424d49e89150ff7b7cb.pdf · disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi otak mungkin

22

Setiap hari dalam kehidupan kita secara tidak langsung problemed-focused

coping telah sering digunakan, saat kita bernegosiasi untuk membeli sesuatu di

toko, saat kita membuat jadwal pelajaran, mengikuti treatment-treatment

psikologis, atau belajar untuk meningkatkan keterampilan. Aspek-aspek problem

focused coping yaitu :

a. Confrontive coping

Melakukan penyelesaian masalah secara konkrit.

b. Planful problem solving

Menganalisis setiap situasi yang menimbulkan masalah serta berusaha

mencari solusi secara langsung terhadap masalah yang dihadapi. (Safaria dan

Saputra, 2009).

B. Mekanisme Koping Maladaptif

Mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi, memecah

pertumbuhan, menurunkan otonomi, dan cenderung menguasai lingkungan.

Kategorinya adalah makan berlebihan/tidak makan, bekerja berlebihan, dan lain-

lain. Koping yang efektif menghasilkan adaptasi yang menetap yang merupakan

kebiasaan baru dan perbaikan dari situasi yang lama, sedangkan koping yang tidak

efektif berakhir dengan maladapatif yaitu perilaku yang menyimpang dari

keinginan normatif dan dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain atau

lingkungan.

McRae dan Costa (dalam Carver, Scheier & Weintraub 1989) memandang

perilaku koping yang demikian merupakan perilaku yang tidak efektif,

diantaranya :

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Retardasi Mental 2.1.1 ...erepo.unud.ac.id/9938/3/61ab218f72520424d49e89150ff7b7cb.pdf · disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi otak mungkin

23

1. Focus and venting of emotion

Berupa kecenderungan untuk memusatkan diri pada pengalaman yang

menekan atau kekecewaan yang dirasakan. Respon ini terkadang berfungsi bila

individu menggunakan masa berkabung untuk mengakomodasi rasa kehilangan

dan selanjutnya melangkah maju. Mencurahkan emosi pada taraf tertentu dapat

membantu individu dalam mengurangi tekanan yang dirasakan namun jika

dilakukan secara berlebihan (terlalu berlarut-larut) maka akan memperoleh stress

itu sendiri. Selain itu akan menganggu perhatian individu dari usaha koping yang

aktif.

2. Behavior disengagement

Tampil dalam bentuk mengurangi atau berkurangnya usaha individu dalam

mengatasi stressor, bahkan menyerah/menghentikan usahanya. Perilaku ini

mencerminkan gejala yang dikenal dengan istilah ketidakberdayaan (helplessness)

yang biasanya terjadi pada sebagian besar orang yang kurang tidak percaya bahwa

koping aktif akan berhasil menyelesaikannya.

3. Mental disengagement

Usaha yang diilakukan individu dengan pengalihan perhatian dari masalah

yang dialami. Jenis koping ini merupakan variasi dari behavior disengagement,

dan terjadi bila kondisi individu tidak memungkinkan untuk melakukan behavior

disengagement. Dalam bentuk antara lain melamun/menghayal, tidur, terpaku,

menonton TV, dsb, sebagai cara individu untuk melarikan diri dari masalah yang

dialami.

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Retardasi Mental 2.1.1 ...erepo.unud.ac.id/9938/3/61ab218f72520424d49e89150ff7b7cb.pdf · disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi otak mungkin

24

4. Alcohol-drug disengagement

Individu yang berusaha mengalihkan perhatian dari masalah dengan

menyalahgunakan alkhohol atau obat-obatan terlarang.

2.2.4 Faktor yang Mempengaruhi Mekanisme Koping

Menurut Ahyar (2010) ada beberapa faktor yang memengaruhi strategi

koping, yaitu :

A. Kesehatan fisik

Kesehatan merupakan hal yang penting, karena selama usaha mengatasi stres

individu dituntut untuk mengerahkan tenaga yang cukup besar.

B. Keyakinan atau pandangan positif

Keyakinan menjadi sumberdaya psikologis yang sangat penting, seperti

keyakinan akan nasib (external locus of control) yang mengerahkan individu pada

penilaian ketidakberdayaan (helplessness) yang akan menurunkan kemampuan

strategi koping tipe problem-solving focused coping.

C. Keterampilan memecahkan masalah

Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk mencari informasi, menganalisa

situasi, mengidentifikasi masalah dengan tujuan untuk menghasilkan alternatif

tindakan, kemudian mempertimbangkan alternatif tersebut sehubungan dengan

hasil yang ingin dicapai, dan pada akhirnya melaksanakan rencana dengan

melakukan suatu tindakan yang tepat.

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Retardasi Mental 2.1.1 ...erepo.unud.ac.id/9938/3/61ab218f72520424d49e89150ff7b7cb.pdf · disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi otak mungkin

25

D. Keterampilan sosial

Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk berkomunikasi dan bertingkah

laku dengan cara-cara yang sesuai dengan nilai-nilai sosial yang berlaku di

masyarakat.

E. Dukungan sosial

Dukungan ini meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan informasi dan

emosional pada diri individu yang diberikan oleh orang tua, anggota keluarga lain,

saudara, teman, dan lingkungan masyarakat sekitarnya.

F. Materi

Meliputi sumberdaya berupa uang, barang, atau layanan yang biasanya dapat

dibeli.

Berdasarkan pemaparan jenis mekanisme koping diatas dapat ditarik

kesimpulan, mekanisme koping dibagi menjadi dua menurut Stuart dan Sundeen

(1998), yaitu : mekanisme koping adaptif dan mekanisme koping maladaptif.

Dalam kuisioner mekanisme koping membedakan antara koping adaptif dan

koping maladaptif ini dengan pertanyaan favorable dan unfavorable kemudian

skor yang digunakan merupakan skor yang dibuat oleh peneliti sendiri.

2.3 Pola Asuh Orang Tua

Pendidikan anak dalam keluarga merupakan awal dan pusat bagi seluruh

pertumbuhan dan perkembangan anak untuk menjadi dewasa, dengan demikian

menjadi hak dan kewajiban orang tua sebagai penanggung jawab yang utama

dalam mendidik anak-anaknya. Tugas orang tua adalah melengkapi anak dengan

memberikan pengawasan yang dapat membantu anak agar dapat menghadapi

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Retardasi Mental 2.1.1 ...erepo.unud.ac.id/9938/3/61ab218f72520424d49e89150ff7b7cb.pdf · disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi otak mungkin

26

kehidupan dengan sukses. Pola asuh pada dasarnya diciptakan oleh adanya

interaksi antara orang tua dan anak dalam hubungan sehari-hari yang berevolusi

sepanjang waktu, sehingga orang tua akan menghasilkan anak-anak sealiran,

karena orang tua tidak hanya mengajarkan dengan kata-kata tetapi juga dengan

contoh-contoh (Shochib, 1998).

2.3.1 Definisi Pola Asuh

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999) kata pola berarti cara kerja,

bentuk (struktur yang tetap), sistem. Selanjutnya kata asuh atau mengasuh artinya

menjaga (merawat dan membimbing anak). Mengasuh juga mengandung

pengertian membimbing yang meliputi membantu dan melatih supaya dapat

berdiri.

Pola asuh orang tua merupakan interaksi antara anak dan orang tua selama

mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orang tua mendidik,

membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak untuk mencapai

kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat. Pola asuh

orang tua adalah pola interaksi antara anak dengan orang tua yang termasuk

pemenuhan kebutuhan fisik dan kebutuhan psikologis, tetapi juga norma-norma

yang berlaku di masyarakat (Gunarsah, 2002).

Pola asuh orang tua adalah pola perilaku interaksi yang digunakan orang tua

untuk berhubungan dengan anak yang meliputi mendidik, membimbing,

mendisiplinkan dan melindungi anak sampai dewasa sesuai dengan norma-norma

yang ada dalam masyarakat (Hidayat, 2005).

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Retardasi Mental 2.1.1 ...erepo.unud.ac.id/9938/3/61ab218f72520424d49e89150ff7b7cb.pdf · disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi otak mungkin

27

Berdasarkan uraian diatas jelas bahwa orang tua sebagai pengasuh dan

pembimbing dalam keluarga sangat berperan dalam meletakkan dasar-dasar

perilaku bagi anak-anaknya. Sikap, perilaku, dan kebiasaan orang tua sehari-hari

akan dilihat, dinilai, dan ditiru oleh anak-anaknya yang kemudian semua itu

secara sadar atau tidak sadar akan diresapi dan menjadi kebiasaan pula bagi anak-

anaknya. Hal demikian disebabkan karena anak mengidentifikasikan diri dengan

orang lain. Walaupun tidak dapat disangkal bahwa faktor lingkungan juga

berpengaruh sangat besar terhadap perkembangan tingkah laku individu

khususnya masa kanak-kanak sampai remaja, sebab pada masa itu mereka mulai

berpikir kritis.

2.3.2 Jenis Pola Asuh

Pola asuh orang tua ada bermacam-macam sebagaimana dikemukakan oleh

Baumrind (1971) dalam Santrock (2007) menjelaskan empat jenis gaya

pengasuhan. Keempat pola tersebut adalah:

A. Pola Asuh Otoriter

Adalah pola asuh yang membatasi dan menghukum, dimana orang tua

mendesak anak untuk mengikuti arahan mereka dan menghormati pekerjaan dan

upaya mereka. Orang tua yang otoriter menerapkan batasan dan kendali yang

tegas pada anak dan meminimalisir perdebatan verbal. Pola asuh otoriter ditandai

dengan adanya aturan-aturan yang kaku dari orang tua. Kebebasan anak sangat

dibatasi, orang tua memaksa anak untuk berperilaku seperti yang diinginkannya.

Bila aturan-aturan ini dilanggar, orang tua akan menghukum anak, biasanya

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Retardasi Mental 2.1.1 ...erepo.unud.ac.id/9938/3/61ab218f72520424d49e89150ff7b7cb.pdf · disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi otak mungkin

28

hukuman yang bersifat fisik. Tapi bila anak patuh, orang tua tidak memberikan

hadiah karena dianggap sudah sewajarnya bila anak menuruti kehendak orang tua.

Menurut Danny I. Yatim dan Irwanto (1991) ciri-ciri orang tua yang berpola asuh

otoriter menurut adalah sebagai berikut:

1. Suka menghukum

2. Kurang kasih sayang

3. Amat berkuasa

4. Semua perintahnya harus ditaati

5. Tak ada toleransi / kaku

6. Kontrol terhadap perilaku anak sangat ketat

7. Suka mendikte

8. Anak tidak boleh berpendapat

9. Pelit pujian

10. Banyak larangan

B. Pola Asuh Demokratis

Adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak

ragu-ragu mengendalikan mereka. Tindakan verbal memberi dan menerima

dimungkinkan, dan orang tua bersikap hangat dan penyayang terhadap anak. Pola

asuh demokratis ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orang tua dengan

anaknya. Mereka membuat aturan-aturan yang disetujui bersama. Anak diberi

kebebasan untuk mengemukakan pendapat, perasaan, dan keinginannya dan

belajar untuk dapat menanggapi pendapat orang lain. Dengan pola asuh ini, anak

mampu mengembangkan kontrol terhadap perilakunya sendiri dengan hal-hal

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Retardasi Mental 2.1.1 ...erepo.unud.ac.id/9938/3/61ab218f72520424d49e89150ff7b7cb.pdf · disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi otak mungkin

29

yang dapat diterima oleh masyarakat. Hal ini mendorong anak untuk mampu

berdiri sendiri, bertanggung jawab dan yakin terhadap diri sendiri. Daya

kreativitasnya berkembang dengan baik karena orang tua selalu merangsang

anaknya untuk mampu berinisiatif. Menurut Danny I. Yatim dan Irwanto (1991)

ciri-ciri orang tua berpola asuh demokratis adalah sebagai berikut:

1. Suka berdiskusi dengan anak

2. Mendengarkan keluhan anak

3. Memberi tanggapan

4. Menghargai pandangan / pendapat anak

5. Keputusan dipertimbangkan dengan anak-anak

6. Tidak kaku / luwes

C. Pola Asuh Permisif

Adalah pola asuh dimana orang tua sangat terlibat dengan anak, namun tidak

terlalu menuntut atau mengontrol mereka. Orang tua macam ini membiarkan apa

yang ia inginkan. Hasilnya, anak tidak pernah belajar mengendalikan perilakunya

sendiri dan selalu berharap mendapatkan keinginannya. Pola asuh ini ditandai

dengan adanya kebebasan tanpa batas pada anak untuk berperilaku sesuai dengan

keinginannya sendiri. Orang tua tidak pernah memberi aturan dan pengarahan

kepada anak. Semua keputusan diserahkan kepada anak tanpa adanya

pertimbangan orang tua. Anak tidak tahu apakah perilakunya benar atau salah

karena orang tua tidak pernah membenarkan atau menyalahkan anak. Akibatnya

anak berperilaku sesuai dengan keinginannya sendiri, tidak peduli apakah hal itu

sesuai dengan norma masyarakat atau tidak. Keadaan lain pada pola asuh ini

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Retardasi Mental 2.1.1 ...erepo.unud.ac.id/9938/3/61ab218f72520424d49e89150ff7b7cb.pdf · disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi otak mungkin

30

adalah anak-anak bebas bertindak dan berbuat. Sifat-sifat pribadi anak yang

permisif biasanya agresif, tidak dapat bekerjasama dengan orang lain, sukar

menyesuaikan diri, emosi kurang stabil, serta mempunyai sifat selalu curiga.

Menurut Danny I. Yatim dan Irwanto (1991) ciri-ciri orang tua berpola asuh

permisif adalah sebagai berikut :

1. Memberi kebebasan penuh

2. Bersikap longgar ( berbuat serba boleh )

3. Tidak pernah menghukum ataupun memberi ganjaran pada anak

4. Kurang kontrol terhadap anak

5. Kurang membimbing

6. Anak lebih berperan dari pada orang tua

7. Kurang tegas

8. Hanya berperan sebagai pemberi fasilitas

9. Kurang komunikasi

10. Tidak peduli terhadap kelakuan anak

D. Pola Asuh Penelantar

Adalah pola asuh dimana orang tua sangat tidak terlibat dalam kehidupan

anak. Anak yang memiliki orang tua yang mengabaikan merasa bahwa aspek lain

kehidupan orang tua lebih penting daripada diri mereka. Anak-anak ini cenderung

tidak memiliki kemampuan mandiri. Mereka seringkali memiliki harga diri yang

rendah, tidak dewasa dan mungkin terasing dari keluarga. Dalam masa remaja,

mereka mungkin menunjukkan sikap suka membolos dan nakal.

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Retardasi Mental 2.1.1 ...erepo.unud.ac.id/9938/3/61ab218f72520424d49e89150ff7b7cb.pdf · disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi otak mungkin

31

Keempat klasifikasi pola asuh ini melibatkan kombinasi antara penerimaan

dan sikap responsif disatu sisi serta tuntutan dan kendali disisi lain (Sacharin,

1996) :

A. Kendali orang tua

Cara yang digunakan orang tua dengan memberikan aturan-aturan yang tegas

dalam proses pengasuhan.

B. Sikap demokrasi

Orang tua menetapkan batas dan kontrol dengan bersikap mendukung anak

pada tindakan konstruktif, pendengar aktif bagi anaknya.

C. Tuntutan berprestasi

Suatu kewajiban yang harus dipenuhi anak untuk mendapatkan reward dari

orang tuanya

D. Kasih sayang

Kasih sayang sebagai sebuah ikatan psychobiology antara anak dengan orang

tua, kecenderungan pada anak diekspresikan dalam pola perilakunya. Pengasuh

harus seseorang yang berkarakter lembut, hangat, dan memberikan rasa aman

yang sering digambarkan sebagai cinta.

2.3.3 Faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh Orang Tua

Setiap orang mempunyai sejarahnya sendiri-sendiri dan latar belakang

berbeda. Entah itu latar belakang keluarga, lingkungan tempat tinggal ataupun

pengalaman pribadinya selama ini. Perbedaan ini sangat memungkinkan

terjadinya pola asuh yang berbeda terhadap anak. Ada beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi orang tua dalam memilih pola asuh (Hurlock, 1992), yaitu :

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Retardasi Mental 2.1.1 ...erepo.unud.ac.id/9938/3/61ab218f72520424d49e89150ff7b7cb.pdf · disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi otak mungkin

32

A. Usia orang tua

Usia orang tua muda (< 20 tahun) lebih memilih pola asuh permisif

dibandingkan orang tua yang usianya lebih tua.

B. Persamaan pola asuh orang tua masa lalu

Orang tua yang merasa bahwa pengalaman masa lalu, dimana telah dididik

dan diasuh dengan baik, maka mereka akan menggunakannya kepada anak-anak

mereka.

C. Penyesuaian diri dalam kelompok

Orang tua dalam memberikan pendidikan dan pengasuhan pada anak-anak

dapat dipengaruhi dari kelompoknya (teman-temannya).

D. Pelatihan pada orang tua

Orang tua yang pernah mengikuti pelatihan mengenai perawatan anak lebih

mengerti tentang anak-anak dan kebutuhannya. Kebanyakan mereka

menggunakan pola asuh yang lebih demokratis dibandingkan orang tua yang tidak

pernah mengikuti pelatihan.

E. Jenis kelamin orang tua

Dimana seorang wanita lebih mengerti tentang kebutuhan dan kondisi

anaknya.

F. Status sosial ekonomi

Orang tua menengah kebawah cenderung lebih keras dan lebih memaksa dan

sedikit toleransinya dibandingkan keluarga menengah keatas.

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Retardasi Mental 2.1.1 ...erepo.unud.ac.id/9938/3/61ab218f72520424d49e89150ff7b7cb.pdf · disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi otak mungkin

33

G. Konsep mengenai peran orang tua

Orang tua yang memiliki konsep tradisional mengenai peran orang tua

cenderung lebih authoritative dibandingkan orang tua yang menerima konsep

modern.

H. Jenis kelamin anak

Orang tua kebanyakan lebih keras terhadap anak perempuannya

dibandingkan terhadap anak laki-laki.

I. Usia anak

Pola asuh otoriter lebih banyak digunakan untuk mendidik anak pada masa

kanak-kanak.

J. Situasi

Seorang anak yang mengalami ketakutan dan kecemasan seringkali ditangani

oleh orang tua dengan lebih ringan dan tidak pernah diberi hukuman.

Menurut Gunarsah (2006), dalam mengasuh dan mendidik anak, sikap orang

tua ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya adalah :

A. Pengalaman masa lalu

Yang berhubungan erat dengan pola asuh ataupun sikap orang tua mereka.

Biasanya dalam mendidik anaknya, orang tua cenderung untuk mengulangi sikap

atau pola asuh orang tua mereka dahulu apabila hal tersebut dirasakan

manfaatnya. Sebaliknya mereka cenderung pula untuk tidak mengulangi sikap

atau pola asuh orang tua mereka bila tidak dirasakan manfaatnya.

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Retardasi Mental 2.1.1 ...erepo.unud.ac.id/9938/3/61ab218f72520424d49e89150ff7b7cb.pdf · disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi otak mungkin

34

B. Tipe kepribadian dari orang tua

Misalnya : orang tua yang selalu cemas dapat mengakibatkan sikap yang

terlalu melindungi terhadap anak

C. Nilai-nilai yang dianut oleh orang tua

Contoh : orang tua yang mengutamakan segi intelektual dalam kehidupan

mereka, atau segi rohani dan lain-lain. Hal ini tentunya akan berpengaruh pula

dalam usaha mendidik anak-anaknya.

D. Kehidupan perkawinan orang tua

E. Alasan orang tua mempunyai anak

Menurut Petranto (2006) Faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh

diantaranya adalah :

A. Sosial ekonomi

Orang tua yang berasal dari kelas sosial ekonomi menengah cenderung lebih

bersifat hangat dibandingkan orang tua yang berasal dari sosial ekonomi rendah

dimana cenderung menggunakan hukuman fisik dan menunjukkan kepuasan

mereka. Orang tua dengan sosial ekonomi menengah lebih menekankan pada

perkembangan keingintahuan anak, kontrol dalam diri anak, kemampuan untuk

menunda keinginan, bekerja untuk jangka panjang dan kepekaan anak dalam

hubungannya dengan orang lain. Orang tua dari golongan ini lebih bersikap

terbuka terhadap hal-hal yang baru (Prasetyo, 2003).

B. Tingkat pendidikan

Orang tua yang demokratis cenderung memiliki pandangan mengenai

persamaan hak antara orang tua dengan anak yang cenderung berkepribadian

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Retardasi Mental 2.1.1 ...erepo.unud.ac.id/9938/3/61ab218f72520424d49e89150ff7b7cb.pdf · disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi otak mungkin

35

tinggi. Orang tua dengan latar belakang pendidikan yang tinggi dalam praktek

pola asuhnya tampak sering membaca artikel ataupun mengikuti kemajuan

mengenai perkembangan anak dalam mengasuh anak mereka menjadi lebih siap

dalam memiliki latar belakang pengetahuan luas. Sedangkan orang tua dengan

latar belakang pendidikan rendah memiliki pengetahuan dan pengertian yang

terbatas tentang kebutuhan perkembangan anak, kurang menunjukkan pengertian

dan cenderung mendominasi anak (Prasetyo, 2003).

C. Jumlah anak

Orang tua yang hanya mempunyai dua atau tiga anak akan menunjukkan pola

asuh otoriter, dengan digunakannya pola asuh ini orang tua beranggapan dapat

tercipta ketertiban dalam rumah tangga (Petranto, 2006).

D. Nilai-nilai yang dianut

Paham equilitarium menempatkan kedudukan anak sama dengan orang tua,

dianut oleh banyak orang tua dengan latar belakangnya budaya barat, sedangkan

pada budaya timur orang tua masih menghargai kepatuhan anak (Petranto, 2006).

Berdasarkan beberapa uraian diatas dapat ditarik kesimpulan, faktor-faktor

yang mempengaruhi pola asuh orang tua antara lain hubungan orang tua dan anak,

sikap penolakan orang tua, figur orang tua, ketergantungan berlebihan terhadap

orang tua, pengalaman masa lalu, kehidupan perkawinan orang tua, tingkat sosial

ekonomi, tingkat pendidikan, jumlah anak dan nilai yang dianut.

2.3.4 Aspek – aspek Pengukuran Pola Asuh Orang Tua

Menurut Iswantini (2002) dalam (Setianingsih, 2007) pola asuh orang tua

dapat ditunjukkan melalui aspek-aspek :

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Retardasi Mental 2.1.1 ...erepo.unud.ac.id/9938/3/61ab218f72520424d49e89150ff7b7cb.pdf · disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi otak mungkin

36

A. Peraturan, penerapan aturan yang harus dipatuhi dalam kegiatan sehari-hari.

B. Hukuman, pemberian sanksi terhadap ketentuan atau aturan yang dilanggar.

C. Hadiah, pemberian hadiah terhadap kegiatan yang dilakukan anak.

D. Perhatian, tingkat kepedulian orang tua terhadap aktivitas dan kehendak anak.

E. Tanggapan, cara orang tua menanggapi sesuatu dalam kaitannya dengan

aktivitas dan keinginan anak.

Baumrind (1971) dalam Setianingsih (2007) mengemukakan ada beberapa

aspek dalam pola asuh orang tua, yaitu :

A. Kontrol, merupakan usaha mempengaruhi aktivitas anak secara berlebihan

untuk mencapai tujuan, menimbulkan ketergantungan pada anak, menjadikan

anak agresif, serta meningkatkan aturan orang tua secara ketat.

B. Tuntutan kedewasaan, yaitu menekan kepada anak untuk mencapai suatu

tingkat kemampuan secara intelektual, sosial dan emosional tanpa memberi

kesempatan pada anak untuk berdiskusi.

C. Komunikasi anak dan orang tua, kurangnya komunikasi anak dan orang tua

yaitu orang tua tidak menanyakan bagaimana pendapat dan perasaan anak bila

mempunyai persoalan yang harus dipecahkan.

D. Kasih sayang, yaitu tidak adanya kehangatan, cinta, perawatan dan perasaan

kasih, serta keterlibatan yang meliputi penghargaan dan pujian terhadap

prestasi anak.

Berdasarkan beberapa uraian diatas ditarik kesimpulan, aspek-aspek dalam

pola asuh orang tua antara lain peraturan, hukuman, hadiah, perhatian dan

tanggapan. Adapun aspek-aspek yang digunakan sebagai indikator alat ukur untuk

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Retardasi Mental 2.1.1 ...erepo.unud.ac.id/9938/3/61ab218f72520424d49e89150ff7b7cb.pdf · disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi otak mungkin

37

mengungkap pola asuh orang tua dalam pada penelitian ini mengacu pada

pendapat yang dikemukakan oleh Baumrind (Setianingsih, 2007) yaitu kontrol

yang berlebihan pada anak, tuntutan kedewasaan yang berupa tekanan, kurangnya

komunikasi dan kasih sayang. Kecenderungan pola asuh orang tua yang dinilai

berdasarkan kehidupan sehari-hari. Skor yang digunakan pada penelitian ini

dibuat oleh peneliti.

2.4 Hubungan Mekanisme Koping Dengan Pola Asuh Orang Tua Anak

Retardasi Mental

Mekanisme koping merupakan suatu cara yang digunakan individu dalam

menyesuaikan diri untuk menghadapi suatu perubahan yang terjadi. Setiap orang

tua menggunakan mekanisme koping yang berbeda-beda dalam menghadapi suatu

masalah. Koping adaptif dapat membantu seseorang untuk mengatasi masalah

atau stress secara efektif dan dapat meminimalkan masalah-masalah yang dialami.

Sedangkan koping maladaptif menimbulkan stress bagi individu dan keluarganya.

Sering kali reaksi-reaksi orang tua terhadap anak yang mengalami retardasi

mental dapat menghalangi usaha-usahanya dalam mencapai kemampuan untuk

menyesuaikan diri yang normal.

Terciptanya hubungan yang hangat, memberikan perhatian yang khusus dan

kasih sayang kepada anak yang mengalami retardasi mental ini akan membantu

anak dalam meningkatkan kepercayaan diri dan mampu menyesuaikan diri dengan

lingkungan. Orang tua dalam pola asuhnya harus dapat menciptakan relasi atau

hubungan sehat dengan anak dan menyediakan kebutuhan fisik, serta keamanan

bagi anak sehingga tercipta keluarga yang harmonis. Orang tua menyadari bahwa

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Retardasi Mental 2.1.1 ...erepo.unud.ac.id/9938/3/61ab218f72520424d49e89150ff7b7cb.pdf · disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi otak mungkin

38

anaknya yang mengalami retardasi mental memerlukan tempat aman bagi

perkembangan jiwa anak. Dengan demikian pola asuh orang tua terhadap anak

retardasi mental sangat penting diperhatikan. Pola asuh adalah bentuk perilaku

yang diterapkan orang tua untuk berhubungan dengan anak yang meliputi

mendidik, membimbing, mendisiplinkan dan melindungi anak sampai dewasa

sesuai dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat.

Berdasarkan hasil penelitian Suri dan Daulay (2012), mekanisme koping

pada orang tua yang memiliki anak Down Syndrome di SDLB Negeri 107708

Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang, menyimpulkan bahwa koping yang

digunakan oleh orang tua yang memiliki anak Down Syndrome mayoritas

menggunakan koping adaptif. Hasil tersebut menunjukkan bahwa mekanisme

koping adaptif (positif) memang sangat diperlukan oleh orang tua dalam mendidik

anaknya. Penelitian lainnya oleh Suriyani (2012), mengenai hubungan pola asuh

orang tua dengan tingkat prestasi akademik anak retardasi mental ringan di

Sekolah Luar Biasa C (SLB-C) Sumber Dharma Malang, memaparkan bahwa

pola asuh otoriter dan permisif lebih berpengaruh positif dibandingkan dengan

pola asuh demokratis terhadap tingkat prestasi akademik. Namun pola asuh yang

digunakan masih dalam batas-batas yang masih ditolerin oleh anak dan tidak

mengakibatkan efek negatif bagi prestasi belajar anak, atau dapat diartikan bahwa

pola asuh otoriter yang diterapkan pada anak retardasi mental dapat diterima anak

secara wajar dalam tataran menekankan aspek pendidikan dan peningkatan

kedisiplinan belajar.