bab ii tinjauan pustaka 2.1 pengetahuan ...eprints.umm.ac.id/48909/3/bab ii.pdf11 bab ii tinjauan...

27
11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan Kesiapsiagaan Bencana 2.1.1 Definisi Pengetahuan Pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan indranya (Mahmud, 2010). Pengetahuan merupakan hasil seseorang dalam mengetahui sesuatu menggunakan penginderaannya. Pengindraan yang dimaksud di atas adalah panca indra manusia yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa, dan peraba (A. Wawan dan Dewi M., 2017). Menurut al-Ghazali manusia memperoleh pengetahuan melalui dua cara yaitu belajar di bawah bimbingan seorang guru dengan menggunakan indra dan akal serta belajar dengan memperoleh pengetahuan dari hati melalui ilham dan wahyu (yang bersifat rabbani atau belajar ladunni) (Mahmud, 2010). Pengetahuan atau kognitif memiliki peranan yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Berdasarkan pengalaman dan penelitian, perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih bertahan lama dibandingkan perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Proses kognitif dapat terjadi pada saat individu memperoleh informasi mengenai objek sikap. Proses kognitif ini dapat terjadi melalui pengalaman langsung (A. Wawan dan Dewi M., 2017). Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Damayanti dkk (2017) didapatkan bahwa setiap individu memiliki pengetahuan berbeda-beda sesuai pengalaman dan informasi yang didapatkan. Dapat disimpulkan bahwa ilmu pengetahuan dapat diterima dari berbagai sarana dan informasi sehingga pengetahuan terhadap manajemen bencana dapat diterima. Adapun karakteristik yang

Upload: others

Post on 21-Jan-2020

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan ...eprints.umm.ac.id/48909/3/BAB II.pdf11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan Kesiapsiagaan Bencana 2.1.1 Definisi Pengetahuan Pengetahuan

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengetahuan Kesiapsiagaan Bencana

2.1.1 Definisi Pengetahuan

Pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia

melalui pengamatan indranya (Mahmud, 2010). Pengetahuan merupakan hasil

seseorang dalam mengetahui sesuatu menggunakan penginderaannya.

Pengindraan yang dimaksud di atas adalah panca indra manusia yaitu

penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa, dan peraba (A. Wawan dan Dewi

M., 2017).

Menurut al-Ghazali manusia memperoleh pengetahuan melalui dua cara

yaitu belajar di bawah bimbingan seorang guru dengan menggunakan indra dan

akal serta belajar dengan memperoleh pengetahuan dari hati melalui ilham dan

wahyu (yang bersifat rabbani atau belajar ladunni) (Mahmud, 2010).

Pengetahuan atau kognitif memiliki peranan yang sangat penting dalam

membentuk tindakan seseorang. Berdasarkan pengalaman dan penelitian,

perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih bertahan lama dibandingkan

perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Proses kognitif dapat terjadi pada

saat individu memperoleh informasi mengenai objek sikap. Proses kognitif ini

dapat terjadi melalui pengalaman langsung (A. Wawan dan Dewi M., 2017).

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Damayanti dkk (2017) didapatkan

bahwa setiap individu memiliki pengetahuan berbeda-beda sesuai pengalaman

dan informasi yang didapatkan. Dapat disimpulkan bahwa ilmu pengetahuan

dapat diterima dari berbagai sarana dan informasi sehingga pengetahuan

terhadap manajemen bencana dapat diterima. Adapun karakteristik yang

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan ...eprints.umm.ac.id/48909/3/BAB II.pdf11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan Kesiapsiagaan Bencana 2.1.1 Definisi Pengetahuan Pengetahuan

12

mempengaruhi pengetahuan seseorang yaitu jenis kelamin, umur, riwayat

pendidikan, pekerjaan, pendidikan dan pelatihan, dan simulasi (Damayanti,

Wahyu RG, & Muhanni’ah, 2017).

2.1.2 Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan mempunyai beberapa tingkatan, yaitu (A. Wawan dan Dewi

M., 2017):

1. Tahu (Know)

Tahu dapat diartikan sebagai mengingat sesuatu yang telah

dipelajari sebelumnya. Termasuk didalamnya, mengingat kembali

(recall) bahan yang telah dipelajari atau rangsangan yang telah duterima.

Tingkatan ini merupakan tingkatan yag paling rendah. Kata kerja yang

dapat digunakan untuk mengukur tahu seseorang tentang apa yang

dipelajari yaitu dengan menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasi,

menyatakan, dan lain-lain.

2. Memahami (Comprehention)

Memahami merupakan suatu kemampuan untuk menjelaskan

tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterprestasikannya

dengan benar. Orang yang telah faham terhadap suatu objek dapat

menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, dan meramalkan

suatu objek yang dipelajari.

3. Aplikasi (Application)

Aplikasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk

menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi yang sebenarnya.

Aplikasi dapat menggunakan hukum, rumus, metode, prinsip, dan

sebagainya.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan ...eprints.umm.ac.id/48909/3/BAB II.pdf11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan Kesiapsiagaan Bencana 2.1.1 Definisi Pengetahuan Pengetahuan

13

4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menyatakan materi atau

suatu objek kedalam komponen-komponen tertentu. Akan tetapi,

masih ada kaitan satu sama lain.

5. Sintesis (Syntesis)

Sintesis yang dimaksud adalah menunjukkan kemampuan dalam

melaksanakan atau menghubungkan bagian-bagian dari suatu

keseluruhan kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari

formulasi yang sudah ada.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan justifikasi atau penilaian terhadap

kemampuan seseorang dalam mengusai suatu materi atau objek.

Penilaian ini berdasarkan kriteria yang ditentukan sendiri atau

menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

2.1.3 Faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan, diantaranya

yaitu (A. Wawan dan Dewi M., 2017):

1. Pendidikan

Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi.

Pendidikan dapat mempengaruhi perilaku seseorang terhadap pola

hidupnya terutama dalam memotivasi sikap untuk berperan serta dalam

kegiatan kemanusiaan. Pada umumnya, makin tinggi pendidikan

seseorang semakin mudah menerima informasi.

2. Pekerjaan

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan ...eprints.umm.ac.id/48909/3/BAB II.pdf11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan Kesiapsiagaan Bencana 2.1.1 Definisi Pengetahuan Pengetahuan

14

Pekerjaan merupakan hal yang harus dilakukan untuk menunjang

kehidupan seseorang. Pekerjaan seringkali dilakukan berulang dan

banyak tantangan. Sehingga akan menambah pengalaman seseorang

ketika akan melakukan sesuatu.

3. Umur

Usia adalah umur individu mulai dari kelahiran sampai berulang

tahun. Tingkat kematangan dan kekuatan seseorang dalam berkerja

maupun berfikir akan meningkat seiring dengan kecukupan umurnya.

Semakin cukup umur seseorang, semakin matang pula pola berfikir dan

bekerjanya. Pengalaman dan kematangan jiwa seseorang dapat dilihat

dari usia. Semakin bertambah usia seseorang, semakin matang dalam

berfikir.

4. Lingkungan

Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar

seseorang yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku

seseorang.

5. Sosial-budaya

Sosial-budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi

sikap seseorang dalam menerima informasi.

2.1.4 Kriteria Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan seseorang dapat diketahui dan diinterpretasikan dengan skala

yang bersifat kualitatif (A. Wawan dan Dewi M., 2017):

1. Baik : Hasil presentase 76% - 100%

2. Cukup : Hasil presentase 56% - 75%

3. Kurang : Hasil presentase > 56%

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan ...eprints.umm.ac.id/48909/3/BAB II.pdf11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan Kesiapsiagaan Bencana 2.1.1 Definisi Pengetahuan Pengetahuan

15

2.1.5 Pengetahuan tentang Kesiapsiagaan Bencana

Pengetahuan kebencanaan adalah kemampuan dalam mengingat peristiwa

yang mengancam dan mengganggu kehidupan serta penghidupan masyarakat

yang disebabkan oleh faktor alam atau faktor non-alam yang dapat

mengakibatkan timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta

benda, dan dampak psikologis (Pembriati, Santosa, & Sarwono, 2015).

Pengetahuan bencana dapat menumbuhkan pemahaman, kesadaran, dan

peningkatan pengetahuan tentang bencana dengan harapan terciptanya

manajemen bencana yang sistematis, terpadu, dan terkoordinasi (Mulyono,

2014). Selain itu, pengetahuan tentang bencana dan kesiapsiagaan dalam

menghadapi bencana sangat penting untuk mengurangi resiko yang ditimbulkan

akibat bencana. Kurangnya pengetahuan kebencanaan dapat menyebabkan

rendahnya kesiapsiaagaan saat terjadi bencana (Fauzi et al., 2017). Pengetahuan

merupakan kunci utama dalam meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi

bencana. Pengetahuan dapat mempengaruhi sikap dan kepedulian seseorang

agar siap mengantisipasi bencana (Kurniawati & Suwito, 2017).

Peran pendidikan sangat berpengaruh terhadap terwujudnya kesiapsiagaan

bencana. Edukasi merupakan salah satu media terbaik untuk mempersiapkan

komunitas untuk menghadapi bencana (Clust, Human, & Simpson, 2007).

Kesiapan individu terhadap bencana juga ditunjukkan oleh adanya pengetahuan,

keterampilan, dan kemampuan yang diperoleh melalui pembelajaran dari

pengalaman yang diaplikasikan secara nyata saat kondisi darurat (Kurniawati &

Suwito, 2017).

Kesiapsiagaan bencana merupakan tindakan kolaboratif integral dari

berbagai lembaga seperti rumah sakit, otoritas kesehatan setempat, pertahanan

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan ...eprints.umm.ac.id/48909/3/BAB II.pdf11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan Kesiapsiagaan Bencana 2.1.1 Definisi Pengetahuan Pengetahuan

16

sipil, dan lainnya (Naser & Saleem, 2018). Dalam siklus manajemen bencana

dibutuhkan adanya kolaborasi antara sektor publik, swasta, dan organisasi terkait

untuk membangun manajemen bencana yang efektif. Kolaborasi antara

pengetahuan dan tindakan dari tiap organisasi yang berbeda sangatlah penting

dalam mempersiapkan aspek pencegahan-kesiapsiagaan-mitigasi bencana, yang

terbukti efektif dalam mengurangi korban jiwa dan kerusakan sarana-prasarana

(Ulum, 2014).

Beberapa peran yang dapat dilakukan relawan untuk membantu dalam

proses kesiapsiagaan bencana, yaitu: membantu dalam kegiatan pemantauan,

evaluasi, dan pelaporan perkembangan akan ancaman bahaya dan kerentanan

masyarakat terhadap bencana yang mungkin akan muncul, mendukung

masyarakat dalam meningkatkan kesiapsiagaan bencana melalui pelatihan dan

simulasi bencana, menyediakan dan menyiapkan barang-barang guna memenuhi

kebutuhan dasar dari pada masyarakat yang rentan akan terdampak bencana,

mendukung dalam menyediakan dan menyiapkan barang dan peralatan untuk

memulihkan sarana-prasarana umum, dan mendukung dalam menyiapkan dan

mengelola lokasi evakuasi dan penampungan bagi para masyarakat yang

kemungkinan terdampak bencana.

Menurut Moe, Gehbauer, Senitz, & Mueller (2007) sangat penting bagi

praktisi di bidang manajemen bencana untuk inovatif dan belajar dari

pengalaman agar dapat mengambil pelajaran terbaik selama siklus manajemen

bencana. Praktisi dalam manajemen bencana harus meningkatkan keterampilan

dan pengetahuan mereka, sehingga dapat membangun kebiasaan belajar dari

pengalaman sebelumnya dan menerapkan implementasi terbaik.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan ...eprints.umm.ac.id/48909/3/BAB II.pdf11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan Kesiapsiagaan Bencana 2.1.1 Definisi Pengetahuan Pengetahuan

17

Baru-baru ini ditemukan bahwa latihan kesiapsiagaan bencana dapat efektif

dalam meningkatkan kompetensi dokter, persepsi kesiapsiagaan, kepercayaan

diri, pemahaman tentang peran individu, peran mitra, dan pengetahuan tentang

aktivitas serta prosedur darurat (Samardzic, Hreckovski, & Hasukic, 2015).

Pelatihan merupakan elemen penting dari kesiapsiagaan bencana (Daily RN,

Padjen, & Birnbaum, 2010). Untuk memperkuat kemampuan profesional

kesehatan dalam hal penanganan darurat dan bencana, penyediaan program

pendidikan formal diperlukan, yakni program pelatihan jangka panjang yang

memiliki kurikulum komprehensif yang terstandarisasi (Peleg, Michaelson,

Shapira, & Aharonson-Daniel, 2003). Dalam hal ini perlu adanya pembahasan

mengenai perencanaan darurat bencana yang mana perencanaan darurat bencana

ini merupakan suatu rencana jangka panjang yang bersifat komprehensif, dimana

sumber daya akan diarahkan dan dialokasikan untuk mencapai tujuan dalam

kondisi darurat. Perencanaan sangat diperlukan untuk menentukan jenis dan

bentuk sumber daya yang diperlukan baik itu sumber daya manusia, peralatan,

dan material (Ulum, 2014).

2.2 Sikap Kesiapsiagaan Bencana

2.2.1 Definisi Sikap

Secara bahasa, sikap (attitude) berasal dari bahasa Italia attitude yaitu “Manner

of placing holding the body, dan Way feeling thinking or behaving”, artinya adalah cara

menempatkan atau membawa diri, atau cara merasakan, jalan pikiran, dan

perilaku. Sikap sebagai a complex mental state involving beliefs and feelings and values and

dispositions to act in certain ways. Dapat diartikan sebagai kondisi mental yang

kompleks yang melibatkan keyakinan dan perasaan, serta disposisi untuk

bertindak dengan cara tertentu (A. Wawan dan Dewi M., 2017).

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan ...eprints.umm.ac.id/48909/3/BAB II.pdf11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan Kesiapsiagaan Bencana 2.1.1 Definisi Pengetahuan Pengetahuan

18

Sikap merupakan pendapat maupun keyakinan seseorang mengenai objek

atau situasi yang relatif tetap, yang disertai adanya perasaan tertentu untuk

membuat respons atau berperilaku dengan cara yang dipilihnya (Walgito, 2003).

Sikap adalah sebuah tindakan seseorang terhadap suatu stimulus atau

rangsangan yang diberikan oleh seseorang ataupun benda berupa respons atau

tanggapan sebagai reaksinya. Sikap merupakan sesuatu yang dipelajari, dan sikap

menentukan bagaimana individu bereaksi terhadap suatu situasi serta

menentukan apa yang dicari individu dalam kehidupan (Slameto, 2010).

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa dengan bersikap seseorang

dapat memahami proses yang menentukan tindakan nyata dan tindakan yang

mungkin dilakukan individu dalam kehidupan sosialnya (A. Wawan dan Dewi

M., 2017).

Sikap bukanlah suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi merupakan

predisposisi dari tindakan atau perilaku yang mendasari dan mendorong ke arah

perbuatan yang saling berkaitan sehingga harus ada informasi pada seseorang

untuk mereka bersikap. Dari informasi tersebut akan timbul perasaaan positif

atau negatif pada suatu objek dan menimbulkan kecenderungan untuk

bertingkah laku tertentu, kemudian terjadilah sikap (Slameto, 2010).

Dari sikap akan muncul reaksi atau respon positif maupun negatif seseorang

terhadap suatu stimulus atau objek. Respon tersebut nantinya akan

memunculkan perasaan senang - tidak senang, suka - tidak suka atau reaksi

terhadap rangsangan yang datang dari luar (Notoatmodjo, 2012). Karena itu,

sikap dapat digambarkan melalui pilihan sikap positif atau negatif. Sikap negatif

dapat diidentikkan dengan tidak suka/tidak ada kemauan, sedang sikap positif

diwujudkan dengan rasa suka/ada kemauan (Adiwijaya, 2017).

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan ...eprints.umm.ac.id/48909/3/BAB II.pdf11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan Kesiapsiagaan Bencana 2.1.1 Definisi Pengetahuan Pengetahuan

19

2.2.2 Komponen Sikap

Menurut Notoatmodjo (2012) sikap mempunyai tiga komponen pokok,

yaitu:

1. Kepercayaan (keyakinan): ide dan konsep terhadap suatu obyek.

2. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu obyek.

3. Kecenderungan untuk bertindak (tred to behave).

Menurut Robins, Noftle, Trzesniewski, & Roberts (2005) mengandung tiga

komponen yang membentuk struktur sikap, yaitu:

1. Komponen kognitif (komponen persepsual), yakni komponen yang

berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, dan keyakinan. Hal ini

berkaitan dengan bagaimana orang mempersepsikan pada objek sikap.

2. Komponen afektif (komponen emosional), merupakan komponen

yang berhubungan dengan rasa senang atau tidak senang terhadap

objek sikap. Komponen afektif menunjukan arah sikap positif dan

negatif.

3. Komponen konatif (komponen perilaku), yaitu komponen yang

berhubungan dengan kecenderungan bertindak terhadap objek sikap.

Komponen konatif menunjukan intensitas sikap, yakni menunjukkan

besar kecilnya kecenderungan seseorang dalam bertindak atau

berperilaku terhadap objek sikap.

2.2.3 Tingkatan Sikap

Sikap terdiri dari berbagai tingkatan (Notoatmodjo, 2012):

1. Menerima (receiving)

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan ...eprints.umm.ac.id/48909/3/BAB II.pdf11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan Kesiapsiagaan Bencana 2.1.1 Definisi Pengetahuan Pengetahuan

20

Hal ini dapat diartikan bahwa seseorang (subjek) memiliki

keinginan dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

2. Merespon (responding)

Dalam hal ini seseorang memberikan jawaban apabila ditanya,

mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan.

3. Menghargai (valving)

Dalam hal ini seseorang mengajak orang lain untuk mengerjakan

atau mendiskusikan suatu masalah dengan orang lain.

4. Bertanggung jawab (responsible)

Hal ini ditunjukkan dengan bentuk tanggung jawab seseorang

atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko yang ada.

2.2.4 Sifat Sikap

Sifat sikap dibagi menjadi dua, yaitu (A. Wawan dan Dewi M., 2017):

1. Sikap positif terdapat kecenderungan untuk mendekati, menyayangi,

dan mengharapkan objek tertentu.

2. Sikap negative terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari,

membenci, dan tidak menyukai objek tertentu.

2.2.5 Ciri-ciri Sikap

Ciri-ciri sikap adalah (A. Wawan dan Dewi M., 2017):

1. Sikap dibentuk atau dipelajari

2. Sikap dapat berubah-ubah apabila terdapat keadaan dan syarat tertentu.

3. Sikap tidak berdiri sendiri, namun mempunyai hubungan tertentu

terhadap suatu objek.

4. Objek sikap merupakan suatu hal atau merupakan kumpulan dari hal-

hal tersebut.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan ...eprints.umm.ac.id/48909/3/BAB II.pdf11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan Kesiapsiagaan Bencana 2.1.1 Definisi Pengetahuan Pengetahuan

21

5. Sikap mempunyai segi motivasi dan segi perasaaan.

2.2.6 Faktor yang mempengaruhi Sikap

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi sikap (A. Wawan dan Dewi M.,

2017):

1. Pengalaman Pribadi

Sikap akan mudah terbentuk apabila pengalaman yang terjadi

melibatkan faktor emosional.

2. Pengaruh orang lain yang dianggap penting

Orang yang dianggap penting dapat mempengaruhi sikap

seseorang.

3. Pengaruh Kebudayaan

Kebudayaan sangat berpengaruh dalam pembentukan sikap

manusia.

4. Media Massa

Komunikasi merupakan sarana untuk pembentukan opini dan

kepercayaan individu.

5. Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama

Dua hal ini mempunyai sistem dalam pembentukan sikap karena

meletakkan pengetahuan dan moral pada diri seseorang.

6. Faktor Emosional

Merupakan penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk

mekanisme pertahanan ego.

2.2.7 Pengukuran Sikap

Beberapa teknik pengukuran sikap, antara lain (A. Wawan dan Dewi M.,

2017):

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan ...eprints.umm.ac.id/48909/3/BAB II.pdf11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan Kesiapsiagaan Bencana 2.1.1 Definisi Pengetahuan Pengetahuan

22

1. Skala Thrustona

Metode ini menempatkan sikap seseorang pada sebuah rangkaian

dari yang unfavorable sampai dengan favorable terhadap suatu objek sikap.

Untuk menghitung nilai skala dan memilih pernyataan sikap, pembuat

skala perlu membuat sampel pernyataan sikap sebanyak 100 atau lebih.

Pernyataan-pernyataan ini kemudian diberikan kepada beberapa orang

(penilai) yang bertugas untuk menentukan derajat favorabilitas masing-

masing pernyataan. Favorabilitas diekspresikan melalui titik skala

dengan rentang 1-11. Rata-rata perbedaan penilaian antar penilai

terhadap item kemudian dijadikan nilai skala masing-masing item.

Kemudian, pembuat skala menyusun item mulai dari item yang

memiliki nilai skala terendah hingga tertinggi. Dari item yang sudah

dipilih, pembuat skala memilih item yang akan digunakan untuk

kuisioner yang sesungguhnya.

2. Skala Likert

Metode ini lebih sederhana dari pada skala thrustona. Skala

thrustona terdiri dari 11 poin yang disederhanakan menjadi dua

kelompok, yaitu favorable dan unfavorable. Namun, item yang

menunjukkan netral tidak disertakan. Skala likert menggunakan teknik

lain untuk mengatasi hilangnya netral pada skala thrustona, yang mana

responden diminta untuk melakukan agreement atau disagreement

untuk masing-masing item dalam skala yang terdiri dari lima poin, yaitu

sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju, dan sangat tidak setuju.

Semua item yang favorable diubah nilainya dalam angka, yaitu sangat

setuju angka 5 dan sangat tidak setuju angka 1. Sedangkan, untuk

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan ...eprints.umm.ac.id/48909/3/BAB II.pdf11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan Kesiapsiagaan Bencana 2.1.1 Definisi Pengetahuan Pengetahuan

23

unfavorable nilai skala sangat setuju adalah 1 dan sangat tidak setuju

adalah 5. Skala ini juga disusun dan diberi skor sesuai dengan

intervalnya.

3. Unobstrutive Measures

Metode ini menekankan bahwa seseorang dapat mencatat aspek-

aspek perilakunya sendiri atau memilih pernyataan dalam kuisioner

sesuai dengan sikapnya

4. Multidimensional Scaling

Metode ini lebih pada mendeskripsikan sikap seseorang dari pada

melakukan pengukuran sikap yang bersifat angka.

5. Pengukuran Involuntary Behavior

Pengukuran ini dapat diartikan sebagai pengukuran terselubung,

dimana pengukuran dapat dilakukan jika memang diinginkan dan

responden rela untuk berpartisipasi dalam penelitian. Pengukuran lebih

kepada observasi terhadap reaksi fisiologis yang terjadi tanpa disadari

dilakukan oleh individu yang bersangkutan. Dalam hal ini, observer

dapat meninterpretasikan sikap individu mulai dari facial reaction, voice

tones, body gesture, keringat, dilatasi pupul mata, detak jantung, dan

beberapa aspek fisiologis lainnya.

2.2.8 Sikap Dalam Kesiapsiagaan Bencana

Sikap kesiapsiagaan merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan untuk

mengurangi risiko bencana. Pengurangan risiko bencana antara lain rencana

penanggulangan bencana, penyuluhan tentang bencana, sistem peringatan dini,

lokasi evakuasi sampai penyediaan barang pasokan pemenuhan kebutuhan dasar

(Ningtyas, 2015). Meskipun kemajuan dalam sains dan teknologi saat ini terus

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan ...eprints.umm.ac.id/48909/3/BAB II.pdf11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan Kesiapsiagaan Bencana 2.1.1 Definisi Pengetahuan Pengetahuan

24

berkembang, masih ada beberapa bencana alam yang tidak dapat diprediksi

secara akurat. Namun, dengan pengetahuan yang tepat, perencanaan yang akurat,

dan prediksi yang diperlukan dapat mengurangi kematian dan kerugian finansial

akibat bencana. Oleh karena itu, sikap dan kesiapsiagaan personil terhadap

bencana dapat memiliki peran penting dalam meningkatkan kesiapsiagaan

(Asadzadeh, Aryankhesal, Seyedin, & Babaei, 2013).

Studi yang dilakukan oleh Ahayalimudin et al. (2012) menunjukkan bahwa

pelatihan penting untuk dilakukan guna memastikan kesiapan personel dalam

menghadapi bencana, karena ada hubungan yang signifikan antara kehadiran

pendidikan/pelatihan dengan praktik terkait bencana. Personil yang menghadiri

pendidikan atau pelatihan bencana dan terlibat dalam respons bencana memiliki

lebih banyak kepercayaan diri dan peningkatan kesadaran akan pentingnya

manajemen bencana. Personel harus dilatih untuk meningkatkan kinerja mereka

agar dapat merespons secara efektif terhadap bencana (Lynn, Gurr, Memon, &

Kaliff, 2006).

Penelitian yang dilakukan Naser & Saleem (2018) mengungkapkan sikap

positif responden yang menunjukkan kesiapan mereka untuk belajar mengenai

manajemen bencana dan keinginan untuk berersiap menghadapi bencana. Selain

itu, pengalaman yang panjang tidak berpengaruh pada sikap profesional terhadap

manajemen bencana. Namun, mereka yang telah bekerja lebih lama tampak

sedikit lebih bersemangat untuk pelatihan dan implementasi rencana darurat di

tempat kerja mereka. Mereka juga menganggap bahwa latihan dan lokakarya

langsung atau lapangan adalah metode yang tepat dalam pelatihan bencana

daripada ceramah dan presentasi.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan ...eprints.umm.ac.id/48909/3/BAB II.pdf11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan Kesiapsiagaan Bencana 2.1.1 Definisi Pengetahuan Pengetahuan

25

Penelitian yang dilakukan oleh Nofal et al. (2018) didapatkan hasil bahwa

dokter dan perawat memiliki sikap yang positif dalam kesiapsiagaan bencana

dengan skor persentase 68,87%. Sekitar 12 (6,3%) peserta tidak tertarik untuk

mengetahui rencana operasional darurat (bencana), dan sekitar 21 (11%) sepakat

bahwa manajemen dan perencanaan bencana hanya untuk beberapa orang di

rumah sakit. Lebih lanjut, 66 (34,9%) peserta percaya bahwa bencana tidak

mungkin terjadi di rumah sakit mereka. Konsensus lengkap diperoleh di antara

peserta tentang perlunya memiliki rencana operasional darurat (bencana) serta

untuk melakukan latihan di rumah sakit, sementara 186 (98,4%) pasien percaya

bahwa pelatihan diperlukan untuk semua petugas kesehatan.

2.3 Kesiapsiagaan Bencana

2.3.1 Definisi Kesiapsiagaan Bencana

Kesiapsiagaan merupakan salah satu elemen penting dalam pencegahan dan

pengurangan risiko sebelum terjadinya bencana (Kurniawati & Suwito, 2017).

Kesiapsiagaan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari manajemen bencana.

Kesiapsiagaan adalah setiap aktivitas sebelum terjadinya bencana yang bertujuan

untuk mengembangkan kapasitas operasional dan memfasilitasi respon yang

efektif ketika terjadi bencana (Paripurno & Jannah, 2018). Kesiapan merupakan

serangkaian kegiatan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian

serta langkah-langkah yang tepat dan efektif untuk membangun kesiagaan dan

ketahanan dalam menghadapi datangnya bencana (Anies, 2017). Kesiapsiagaan

bertujuan untuk meminimalkan efek samping bahaya melalui tindakan

pencegahan yang efektif, tepat waktu, dan memadai untuk tindakan tanggap

darurat dan bantuan saat bencana (Dodon, 2013).

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan ...eprints.umm.ac.id/48909/3/BAB II.pdf11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan Kesiapsiagaan Bencana 2.1.1 Definisi Pengetahuan Pengetahuan

26

Kesiapsiagaan bencana merupakan upaya-upaya yang dilakukan agar dapat

mengatasi bahaya dari peristiwa alam melalui pembentukan struktur dan

mekanisme tanggap darurat yang sistematis. Hal ini untuk meminimalkan korban

jiwa dan kerusakan sarana pelayanan umum (Anies, 2017). Selain itu, juga

berguna untuk mempersiapkan masyarakat dari ancaman bencana, juga bagi

pihak yang akan menolong. Tanpa mengenali hazard-nya, akan tidak jelas

preparedness untuk bencana yang mana yang harus dilakukan, karena setiap

bencana memiliki masalah yang spesifik (Pusponegoro & Sujudi, 2016).

Tidak semua bencana dapat diprediksi sebelumnya. Oleh karena itu,

diperlukan langkah-langkah untuk dapat mengatasi dampak bencana dengan

cepat dan tepat, agar jumlah korban manusia maupun harta benda dapat ditekan

seminimal mungkin. Langkah penting yang perlu disiapkan sebelum bencana

terjadi adalah peringatan dini. Peringatan dini merupakan langkah penting untuk

menyebarkan informasi dengan segera kepada semua pihak, khususnya

masyarakat yang terancam terkena bencana (Anies, 2017). Dalam hal

kesiapsiagaan ini dilakukan penguatan sistem peringatan dini (early warning system),

yaitu upaya untuk memberikan tanda peringatan bahwa bencana kemungkinan

akan segera terjadi. Pemberian peringatan dini harus dapat menjangkau dan

dipahami (accessible), segera (immediate), tidak membingungkan (coherent), dan

bersifat resmi (official) (Paripurno & Jannah, 2018).

2.3.2 Upaya Kesiapsiagaan Bencana

Upaya yang dapat dilakukan dalam kegiatan Kesiapsiagaan bencana meliputi

(Anies, 2017):

1. Menilai resiko.

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan ...eprints.umm.ac.id/48909/3/BAB II.pdf11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan Kesiapsiagaan Bencana 2.1.1 Definisi Pengetahuan Pengetahuan

27

Pengkajian risiko bencana adalah langkah yang diperlukan untuk

penerapan kebijakan dan upaya pengurangan risiko bencana yang

efektif dengan cara mengidentifikasi, mengkaji, dan memantau risiko

bencana yang akan terjadi serta menerapkan sistem peringatan dini.

Dalam hal ini, juga penting untuk mengembangkan, memperbarui, dan

menyebarluaskan peta risiko beserta informasi terkait kepada para

pengambil kebijakan dan masyarakat umum. Penilaian risiko bencana

dapat dimasukkan dalam kebijakan, perencanaan, dan program-

program pembangunan yang berkelanjutan dan efektif, dengan

menekankan pada pencegahan, mitigasi, persiapan, dan pengurangan

kerentanan bencana (UNDP, 2009).

2. Perancanaan darurat bencana.

Perencanaan darurat bencana adalah suatu rencana jangka

panjang yang bersifat komprehensif, dimana sumber daya akan

diarahkan dan dialokasikan untuk mencapai tujuan dalam kondisi

darurat. Perencanaan darurat bencana juga merupakan suatu proses

untuk mempertimbangkan tujuan organisasi, penentuan strategi,

kecakapan, dan program strategi untuk perncanaan darurat tersebut.

Perencanaan sangat diperlukan untuk menentukan jenis dan bentuk

sumber daya yang diperlukan baik itu sumber daya manusia, peralatan,

dan material (Ulum, 2014).

3. Koordinasi.

Dalam siklus manajemen bencana dibutuhkan adanya kolaborasi

antara sektor publik, swasta, dan organisasi terkait untuk membangun

manajemen bencana yang efektif. Kolaborasi antara pengetahuan dan

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan ...eprints.umm.ac.id/48909/3/BAB II.pdf11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan Kesiapsiagaan Bencana 2.1.1 Definisi Pengetahuan Pengetahuan

28

tindakan dari tiap organisasi yang berbeda sangatlah penting dalam

mempersiapkan aspek pencegahan-kesiapsiagaan-mitigasi bencana,

yang terbukti efektif dalam mengurangi korban jiwa dan kerusakan

sarana-prasarana (Ulum, 2014).

Dalam hal ini, perlu adanya dialog dan pertukaran informasi serta

koordinasi antar lembaga yang menangani peringatan dini,

pengurangan risiko bencana, tanggap darurat, pembangunan, dan

sebagainya pada semua tingkatan. Memperkuat dan membangun

koordinasi antar wilayah sangat diperlukan guna meningkatkan

kebijakan regional melalui mekanisme operasional dan sistem

komunikasi perencanaan untuk menyiapkan respons yang efektif

(UNDP, 2009).

4. Mekanisme respon.

Kegiatan yang dapat dilakukan untuk memperkuat kesiapan

menghadapi bencana agar respon yang dilakukan lebih efektif, meliputi:

a. Memperkuat kebijakan, kemampuan teknis, dan

kelembagaan dalam penanggulangan bencana, termasuk

yang berhubungan dengan teknologi, pelatihan, sumber

daya manusia, dan lain-lain.

b. Mendukung dialog atau pertukaran informasi dan

koordinasi antara lembaga-lembaga yang menangani

peringatan dini, pengurangan risiko bencana, tanggap

darurat, pembangunan, dan sebagainya pada semua

tingkatan.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan ...eprints.umm.ac.id/48909/3/BAB II.pdf11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan Kesiapsiagaan Bencana 2.1.1 Definisi Pengetahuan Pengetahuan

29

c. Memperkuat dan membangun koordinasi antar wilayah

serta meningkatkan kebijakan regional melalui

mekanisme operasional dan sistem komunikasi

perencanaan untuk menyiapkan respons yang efektif.

d. Menyiapkan dan memperbarui rencana kesiapan bencana

serta kebijakan dan rencana tanggap darurat.

e. Mengupayakan diadakannya dana darurat, logistik, dan

peralatan untuk mendukung langkah-langkah

kesiapsiagaan bencana.

f. Membangun mekanisme khusus untuk menggalang

partisipasi aktif dan rasa memiliki dari para pemangku

kepentingan terkait termasuk masyarakat.

5. Manajemen informasi.

Penyediaan informasi yang tepat waktu dan efektif dapat

mendorong pihak yang terkena bahaya untuk mengidentifikasi dan

mengambil tindakan. Akses informasi harus bersifat komprehensif

yang dapat diakses tepat waktu oleh semua pihak yang bersangkutan.

Masalah yang sering terjadi di kalangan pemegang kekuasaan adalah

kurangnya informasi penting yang berguna untuk setiap fase dalam

manajemen bencana. Tersedianya informasi yang mudah diakses oleh

mereka yang terlibat dalam pengambilan keputusan akan terwujud jika

ada kolaborasi, kemitraan, dan jaringan di antara elemen pemerintah,

yaitu negara, sektor swasta, dan masyarakat sipil (Ulum, 2014).

6. Simulasi.

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan ...eprints.umm.ac.id/48909/3/BAB II.pdf11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan Kesiapsiagaan Bencana 2.1.1 Definisi Pengetahuan Pengetahuan

30

Simulasi merupakan hal yang sangat penting untuk meningkatkan

kemampuan semua personel di berbagai bidang yang akan terlibat

dalam penanggulangan bencana. Simulasi akan menghasilkan orang-

orang yang andal dalam memberikan penanggulangan bencana,

termasuk kesiapsiagaannya (Pusponegoro & Sujudi, 2016).

2.3.3 Peran Relawan dalam Kesiapsiagaan Bencana

Pada saat tidak terjadi bencana/ berpotensi akan terjadi bencana, relawan

dapat berperan melalui kegiatan kesiapsiagaan bencana, antara lain melalui

(BNPB, 2014):

1. Pemantauan perkembangan ancaman dan kerentanan masyarakat.

Relawan dapat membantu dalam kegiatan pemantauan, evaluasi,

dan pelaporan perkembangan akan ancaman bahaya dan kerentanan

masyarakat terhadap bencana yang mungkin akan muncul.

2. Penyuluhan, pelatihan, dan geladi tentang mekanisme tanggap darurat

bencana.

Dalam hal ini relawan dapat mendukung masyarakat dalam

meningkatkan kesiapsiagaan bencana melalui pelatihan, geladi, dan

simulasi bencana.

Pelatihan, termasuk simulasi, merupakan hal yang sangat penting

karena dapat meningkatkan kemampuan masyarakat terkait dengan

tanggap darurat bencana. Apabila di suatu daerah banyak anggota

masyarakat yang mendapat pelatihan maka akan meningkatkan local

capacity building (pengembangan kemampuan daerah). Dengan

sejumlah informasi, sosialisasi, dan pendidikan terhadap masyarakat,

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan ...eprints.umm.ac.id/48909/3/BAB II.pdf11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan Kesiapsiagaan Bencana 2.1.1 Definisi Pengetahuan Pengetahuan

31

idealnya masyarakat bisa mengetahui bencana apa yang kemungkinan

akan menimpa mereka, serta bagaimana menghindarinya (Pusponegoro

& Sujudi, 2016).

3. Penyediaan dan penyiapan barang pasokan pemenuhan kebutuhan

dasar.

Dalam hal ini relawan menyediakan dan menyiapkan barang-

barang guna memenuhi kebutuhan dasar dari pada masyarakat yang

rentan akan terdampak bencana. Relawan dapat membantu dalam

mengelola penerimaan, penyimpanan, dan distribusi logistik, termasuk

pencatatan dan pelaporannya. Selain itu, relawan juga dapat membantu

dalam menjaga kecukupan pangan dan status nutrisi masyarakat yang

rentan terdampak bencana, termasuk menjaga kecukupan, kualitas, dan

kehigienisan makanan yang disiapkan.

Relawan yang terdidik dalam bidang kesehatan dan/atau

memiliki pengalaman dalam bidang medis dapat mendukung dalam

menjaga kesehatan dan mencegah timbulnya penyakit para masyarakat

yang rentan terdampak bencana, termasuk dalam penyelenggaraan

pelayanan kesehatan keliling, pengelolaan air bersih, sanitasi, dan

kesehatan lingkungan.

4. Penyediaan dan penyiapan bahan, barang, dan peralatan untuk

pemenuhan pemulihan prasarana dan sarana.

Dalam hal ini relawan dapat mendukung dalam menyediakan dan

menyiapkan bahan, barang, dan peralatan untuk memulihkan sarana-

prasarana umum, seperti infrastruktur/ fasilitas publik lainnya dan

hunian sementara untuk para korban bencana.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan ...eprints.umm.ac.id/48909/3/BAB II.pdf11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan Kesiapsiagaan Bencana 2.1.1 Definisi Pengetahuan Pengetahuan

32

5. Penyiapan lokasi evakuasi.

Dalam hal ini relawan dapat mendukung dalam menyiapkan dan

mengelola lokasi evakuasi dan penampungan bagi para masyarakat yang

kemungkinan terdampak bencana. Selain itu, relawan juga dapat

mendukung dalam mengelola posko penanggulangan bencana.

2.3.4 Keefektifan Kesiapsiagaan Bencana

Efektivitas adalah keaktifan dan keefektifan yang mana terdapat kesesuaian

antara orang yang melaksanakan tugas dengan sasaran yang dituju. Efektivitas

pada dasarnya tertuju pada hasil dari tercapainya suatu tujuan (Sutrisno, 2009).

Efektivitas dari suatu program dapat dilihat dari beberapa aspek, antara lain

(Muasaroh, 2010):

1. Aspek tugas atau fungsi, yaitu dikatakan efektif jika dilaksanakan

dengan baik sesuai tugas dan fungsinya.

2. Aspek rencana atau program, yaitu seluruh rencana dapat dilaksanakan

dengan baik.

3. Aspek ketentuan dan peraturan. Aspek ini dapat dilihat dari berfungsi

atau tidaknya aturan yang telah dibuat dalam rangka menjaga

berlangsungnya proses kegiatan.

Indikator yang dapat dijadikan acuan dalam mengukur efektivitas

manajemen bencana dilihat dari segi kesiapsiagaan dan pelayanan publik yaitu

(Sutrisno, 2009):

1. Pemahaman Program

Yang dimaksud dengan pemahaman program ini adalah sejauh

mana relawan bencana memahami dan mengerti akan tugas dan

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan ...eprints.umm.ac.id/48909/3/BAB II.pdf11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan Kesiapsiagaan Bencana 2.1.1 Definisi Pengetahuan Pengetahuan

33

tanggung jawabnya dalam melaksanakan tugas saat terjadi bencana di

suatu Daerah.

2. Tepat Sasaran

Tepat sasaran yang dimaksud adalah kemampuan relawan

bencana dalam mengambil keputusan, memberi arahan, atau perintah

dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab di lapangan pada saat

terjadi bencana di daerah.

3. Tepat Waktu

Yang dimaksud dengan tepat waktu adalah melihat efektivitas

dan kedisiplinan yang ditunjukan oleh relawan bencana apakah tepat

waktu dalam melaksanakan tugas pelayanan pada saat status

kebencanaan, tidak mengulur-ulur waktu dalam bekerja, dan melakukan

tindakan sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) yang telah

ditetapkan.

4. Tujuan Tercapai

Pencapaian tujuan ini dimaksudkan sebagai dasar penyusunan

kebijakan, program, kegiatan, dan indikator kinerja kegiatan dalam

mencapai asas dan prinsip kerja relawan.

2.4 Hubungan Pengetahuan dan Sikap Manajemen Bencana

Pengetahuan (masalah teoritis), sikap (kepercayaan), dan perilaku (praktik

dan pengalaman) tentang bencana adalah komponen yang tidak terpisahkan dan

memiliki dampak langsung untuk manajemen bencana (Zhiheng et al., 2012).

Pengetahuan bencana bermanfaat untuk mempengaruhi sikap dan kepedulian

seseorang untuk siap dan siaga dalam mengantisipasi bencana (Fauzi et al., 2017).

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan ...eprints.umm.ac.id/48909/3/BAB II.pdf11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan Kesiapsiagaan Bencana 2.1.1 Definisi Pengetahuan Pengetahuan

34

Pelatihan menciptakan kesiapan untuk mengelola dampak bencana. selain

itu, pelatihan dapat meningkatkan pengetahuan dan praktik personil, sehingga

meningkatkan sikap mereka terhadap manajemen bencana (Ahayalimudin &

Osman, 2016).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ahayalimudin & Osman (2016)

menunjukkan bahwa pendidikan/pelatihan terkait bencana signifikan dan

bermanfaat untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan praktik personel medis

darurat khususnya perawat. Studi yang dilakukan oleh Ahayalimudin et al. (2012)

menunjukkan bahwa pelatihan penting untuk memastikan bahwa personel

memiliki kesiapsiagaan untuk menghadapi bencana, karena ada hubungan yang

signifikan antara kehadiran pendidikan/pelatihan dan praktik terkait bencana.

Personil yang menghadiri pendidikan atau pelatihan bencana dan terlibat dalam

respons bencana memiliki kepercayaan diri yang tinggi dan peningkatan

kesadaran akan pentingnya manajemen bencana. Dari penjelasan tersebut dapat

disimpulkan bahwa pelatihan dapat menciptakan kesiapan relawan untuk

mengelola dampak bencana (Ahayalimudin & Osman, 2016).

2.5 Relawan

2.5.1 Pengertian Relawan

Relawan bencana merupakan individu ataupun kelompok yang meluangkan

waktu dan tenaga untuk menjamin kehidupan dan keselamatan korban bencana

yang secara sukarela, mandiri, dan kreatif mengembangkan aksi tanggap bencana

(Kumamoto, 2016).

Relawan adalah seorang atau sekelompok orang yang memiliki kemampuan

dan kepedulian untuk bekerja secara sukarela dan ikhlas dalam upaya

penanggulangan bencana (BNPB, 2014).

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan ...eprints.umm.ac.id/48909/3/BAB II.pdf11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan Kesiapsiagaan Bencana 2.1.1 Definisi Pengetahuan Pengetahuan

35

2.5.2 Panca Darma Relawan Bencana

Menurut peraturan kepala BNPB Nomor 17 tahun 2011 panca darma

relawan bencana adalah sebagai berikut:

a. Mandiri

b. Profesional

c. Solidaritas

d. Sinergi

e. Akuntabel

2.5.3 Prinsip kerja relawan bencana

Prinsip Kerja Relawan menurut peraturan kepala BNPB Nomor 17 Tahun

2011, yaitu:

a. Cepat dan tepat

b. Prioritas

c. Koordinasi

d. Berdaya guna dan berhasil guna

e. Transparansi

f. Akuntabilitas

g. Kemitraan

h. Pemberdayaan

i. Non-diskriminasi

j. Tidak menyebarkan agama

k. Kesetaraan gender

l. Menghormati kearifan lokal

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan ...eprints.umm.ac.id/48909/3/BAB II.pdf11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan Kesiapsiagaan Bencana 2.1.1 Definisi Pengetahuan Pengetahuan

36

2.5.4 Kecakapan Relawan

Menurut Peratura Kepala BNPB No. 17 tahun 2011 Kecakapan relawan

dalam kesiapsiagaan bencana adalah sebagai berikut:

1. Perencanaan

Dalam hal ini relawan yang telah menerima pelatihan atau

pernah terlibat dalam perencanaan penanggulangan bencana dapat

mendukung proses perencanaan dalam keadaan yang tidak pasti,

perencanaan tanggap darurat, dan perencanaan rehabilitasi serta

rekonstruksi pasca bencana.

2. Sistem Informasi Geografis dan Pemetaan

Relawan yang berpengalaman dalam bidang Sistem Informasi

Geografis (SIG) dan pemetaan dapat membantu dalam mengadakan

pemetaan dengan menggunakan sistem informasi geografis dalam

situasi tidak ada bencana, saat tanggap darurat, maupun pada tahap

pasca bencana.

3. Pelatihan, Geladi, dan Simulasi Bencana

Relawan yang telah menerima pelatihan atau berpengalaman

dalam bidang pelatihan, geladi, dan simulasi bencana dapat membantu

masyarakat dalam peningkatan kesiapsiagaan bencana melalui

pelatihan, geladi, dan simulasi bencana.

4. Informasi dan Komunikasi

Relawan yang telah menerima pelatihan atau berpengalaman

dalam bidang ini dapat membantu dalam pengelolaan informasi,

termasuk informasi peringatan dini jika bahaya masih mengancam, dan

mendukung kelancaran komunikasi dalam situasi darurat bencana.

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan ...eprints.umm.ac.id/48909/3/BAB II.pdf11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan Kesiapsiagaan Bencana 2.1.1 Definisi Pengetahuan Pengetahuan

37

5. Hubungan Media dan Masyarakat

Relawan yang telah menerima pendidikan dan pelatihan atau

berpengalaman dalam bidang ini dapat membantu dalam

menyampaikan informasi kepada media dan masyarakat, termasuk

menampung keluhan-keluhan dari pihak media dan masyarakat korban

bencana maupun penduduk yang tinggal di sekitar lokasi penampungan

sementara.