bab ii tinjauan pustaka 2.1 pengertian investasi ii.pdfmenyatakan proporsi dana saham i dan n...

16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Investasi Menurut Fahmi dan Hadi (2009) investasi merupakan suatu bentuk pengelolaan dana guna memberikan keuntungan dengan cara menempatkan dana tersebut pada alokasi yang diperkirakan sehingga memberikan tambahan keuntungan atau coumpouding. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa investasi merupakan penanaman modal untuk mendapatkan suatu pendapatan yang diharapkan di masa yang akan datang. 2.2 Pengertian Return Menurut Jogiyanto (2010) menyatakan bahwa return merupakan hasil yang diperoleh dari investasi. Return dapat berupa return linier dan logreturn. Return linier dapat dihitung menggunakan rumus (Husnan, 2003) Agar return pada analisis statistik tidak bias maka digunakan logreturn dengan rumus (Husnan, 2003) ( ) dengan menyatakan return (tingkat pengembalian) saham i pada periode , menyatakan indeks harga saham i pada periode , menyatakan indeks harga saham i pada periode . 5

Upload: dinhthuy

Post on 01-Jul-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Investasi

Menurut Fahmi dan Hadi (2009) investasi merupakan suatu bentuk

pengelolaan dana guna memberikan keuntungan dengan cara menempatkan dana

tersebut pada alokasi yang diperkirakan sehingga memberikan tambahan

keuntungan atau coumpouding. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa

investasi merupakan penanaman modal untuk mendapatkan suatu pendapatan

yang diharapkan di masa yang akan datang.

2.2 Pengertian Return

Menurut Jogiyanto (2010) menyatakan bahwa return merupakan hasil

yang diperoleh dari investasi. Return dapat berupa return linier dan logreturn.

Return linier dapat dihitung menggunakan rumus (Husnan, 2003)

Agar return pada analisis statistik tidak bias maka digunakan logreturn dengan

rumus (Husnan, 2003)

(

)

dengan menyatakan return (tingkat pengembalian) saham i pada periode ,

menyatakan indeks harga saham i pada periode , menyatakan indeks

harga saham i pada periode .

5

Untuk nilai return portofolio secara umum sama dengan perhitungan

return saham, hanya saja portofolio merupakan sekumpulan investasi, sehingga

return portofolio berhubungan dengan proporsi dana yang ditanamkan pada

masing-masing saham dalam portofolio. Return portofolio dapat ditulis sebagai

(Husnan, 2003)

dengan menyatakan return portofolio saham pada periode t, menyatakan

suatu portofolio saham, menyatakan return saham i pada periode t dan

menyatakan proporsi dana saham i dan n menyatakan banyaknya data saham.

2.3 Pengertian Portofolio

Portofolio dinyatakan sebagai sekumpulan aset yang dimiliki untuk tujuan

ekonomis tertentu. Konsep dasar yang dinyatakan dalam portofolio adalah

bagaimana mengalokasikan sejumlah dana tertentu pada berbagai jenis investasi

yang akan menghasilkan keuntungan yang optimal (Harold, 1998). Hal yang

dipertimbangkan bagi investor dalam mengoptimalkan keputusan investasi adalah

memaksimumkan tingkat imbal hasil investasi (return) pada risiko (risk) investasi

tertentu (Saragih, 2006). Pembuatan kerangka keputusan investasi sangat

menentukan keberhasilan seorang investor mengoptimalkan tingkat imbal hasil

investasi dan mengurangi sekecil mungkin risiko yang dihadapi (Markowitz,

1952).

6

2.4 Varians

Risiko dapat diartikan sebagai kemungkinan tingkat keuntungan yang

diperoleh menyimpang dari tingkat keuntungan yang diharapkan. Ukuran

penyimpangan dalam teori statistika disebut standar deviasi atau dalam

bentuk kuadrat dinyatakan sebagai varians . Varians saham dapat ditentukan

sebagai berikut (Husnan, 2003):

1. Membentuk expected return saham yang diformulasikan sebagai

dengan merupakan expected return atau nilai harapan tingkat

pengembalian saham i, merupakan tingkat pengembalian saham pada

periode , merupakan peluang relatif untuk tiap keuntungan saham

pada periode dan merupakan banyaknya data saham. Berdasarkan

persamaan dapat dikatakan bahwa nilai harapan merupakan

rataan dari , selanjutnya dapat dinotasikan dengan .

Untuk mengetahui expected return dari portofolio saham diformulasikan

sebagai (Husnan, 2003)

dengan menyatakan proporsi dana yang diinvestasikan pada saham i,

menyatakan expected return portofolio saham dan merupakan

banyaknya data saham.

7

2. Jika peluang nilai harapan berdistribusi seragam, varians saham dapat

dihitung dengan rumus

[( )

]

∑( )

Pemilihan portofolio didekati dengan cara memilih portofolio yang

memberikan keuntungan maksimum dengan risiko tertentu. Untuk

menghitung risiko portofolio digunakan persamaan

∑∑

dengan menyatakan proporsi dana yang diinvestasikan pada saham i,

menyatakan variansi portofolio, menyatakan variansi saham i,

menyatakan kovarian saham i dengan saham j dan merupakan

banyaknya data saham (Husnan, 2003).

3. Menghitung nilai volatilitas pada saham dengan menggunakan rumus

√ ∑( )

dimana, menyatakan variansi saham i, menyatakan tingkat

pengembalian saham pada periode , menyatakan peluang relatif

untuk tiap keuntungan saham pada periode , menyatakan expected

return saham i dan merupakan banyaknya data saham.

8

Meramalkan volatilitas dipengaruhi oleh hubungan data saham yang

dimiliki dimana saat penutupan harga saham akan mencerminkan banyak sinyal

tentang peramalan volatilitas dibandingkan data lama atau sebelumnya.

2.4.1 Matriks Varian Kovarian

Komponen varian dan kovarian portofolio saham dapat disusun dalam

bentuk matriks untuk memudahkan perhitungan varian portofolio yang terdiri dari

banyak saham (Jones, 1996). Berikut adalah matriks varian kovarian dari suatu

portofolio (Jones, 1996):

[

]

Pada matriks tampak perkalian varian yang sama dan perkalian varian

yang lainnya beserta proporsi dana dari masing-masing saham yang dinotasikan

dengan . Sel matriks pada kolom dan baris pertama berisi

perkalian antara (pada baris pertama) dengan (pada kolom pertama)

begitu seterusnya dan juga pada kolom ketiga, baris pertama, berisi perkalian

antara dengan , dan seterusnya. Perkalian deviasi standar suatu saham

dengan deviasi standarnya sendiri adalah varian dari saham yang bersangkutan,

sedangkan perkalian deviasi standar suatu saham dengan deviasi standar

saham lain, biasa diartikan sebagai kovarian. Varian terletak pada sel-sel diagonal

matriks, sedangkan kovarian terletak pada bagian atas dan bawah sel-sel diagonal.

Jika diperhatikan, tampak bahwa kovarian pada sel-sel bagian atas diagonal sama

9

dengan kovarian pada bagian bawah diagonal. Oleh karena itu, dalam formula

varian portofolio akan ada dua kovarian yang sama untuk setiap dua saham dalam

portofolio tersebut.

2.4.2 Standar Deviasi

Standar deviasi merupakan ukuran untuk mengetahui risiko dari suatu

portofolio. Ini didapat dari korelasi antar deviasi return saham yang dapat

menimbulkan kovarian. Bila deviasi return saham positif digabungkan dengan

deviasi return saham yang negatif, maka akan menghasilkan kovarian negatif.

Kovarian yang negatif akan memberikan varian yang jauh lebih rendah daripada

varian dari masing masing saham dalam portofolio tersebut (Jones, 1996). Secara

umum standar deviasi dapat dirumuskan sebagai (Jones, 1996):

dengan menyatakan standar deviasi saham ke- , menyatakan return saham ,

menyatakan expected return saham .

2.4.3 Koefisien Korelasi

Koefisien korelasi merupakan hasil pembagian antara kovarian dengan

perkalian standar deviasi dari dua buah saham. Untuk koefesien korelasi

dirumuskan secara umum sebagai (Jones, 1996)

10

dengan menyatakan koefisien korelasi antara saham ke- dan saham ke- ,

menyatakan kovarian saham ke- dan saham ke- , menyatakan deviasi standar

saham ke- , menyatakan deviasi standar saham ke- .

2.5 Model Autoregressive (AR)

Model Autoregressive adalah model yang menggambarkan bahwa variabel

dependent dipengaruhi oleh variabel dependent itu sendiri pada periode-periode

dan waktu-waktu sebelumnya (Sugiarto, 2000). Secara umum model

autoregressive (AR) mempunyai bentuk (Sugiarto, 2000)

dengan menyatakan return saham pada periode t, menyatakan konstanta,

menyatakan koefisien atau parameter dari model autoregressive, menyatakan

nilai return saham pada periode , dan menyatakan residual pada periode t.

Orde dari model AR (yang diberi notasi p) ditentukan oleh banyaknya

periode variabel dependent yang masuk dalam model. Sebagai contoh:

adalah model AR orde 1 dengan notasi AR (1)

adalah model AR orde 2 dengan notasi AR (2)

Model di atas disebut sebagai model autoregressive (regresi diri sendiri)

karena model tersebut mirip dengan persamaan regresi pada umumnya, hanya saja

yang menjadi variabel independen bukan variabel yang berbeda dengan variabel

dependen melainkan nilai sebelumnya (lag) dari variabel dependen ( ) itu sendiri.

11

Banyaknya nilai lampau yang digunakan oleh model, yaitu sebanyak p,

menentukan tingkat model ini. Apabila hanya digunakan satu lag dependent,

maka model ini dinamakan model autoregressive tingkat satu (first-order

autoregressive) atau AR(1). Apabila nilai yang digunakan sebanyak p lag

dependen, maka model ini dinamakan model autoregressive tingkat p (p-th order

autoregressive) atau AR(p).

2.6 Generalized Autoregressive Conditional Heteroskedasticity (GARCH)

Model Generalized Autoregressive Conditional Heteroskedasticity

(GARCH) digunakan dalam mengestimasi volatilitas pada saham karena

volatilitas tidak konstan dan data finansial berupa fat tail atau ekor gemuk. Pada

tahun 1986, Bollerslev mengembangkan model Autoregressive Conditional

Heteroskedasticity (ARCH) setelah Engle yang kemudian berkembang menjadi

model GARCH. Model ARCH dan GARCH merupakan suatu model dalam data

runtun waktu yang dapat digunakan untuk memodelkan data return pada bidang

finansial, khususnya kondisi di mana data runtun waktu bidang finansial tersebut

memiliki dua sifat penting, yaitu:

1. Distribusi probabilitas dari return bersifat fat tails, memiliki kecendrungan

terjadinya kejadian ekstrim lebih besar dibandingkan dengan model

distribusi normal (Gaussian).

2. Adanya volatility clustering, yaitu terjadi variabilitas data relatif tinggi pada

waktu akan terjadi kecendrungan yang sama dalam kurun waktu

selanjutnya.

12

Model ARCH diperkenalkan oleh Engle pada tahun 1982, model ini

digunakan untuk memperkirakan volatilitas dengan nilai residual ( ) tidak saling

berautokorelasi. Residual mengikuti model ARCH yang dimodelkan sebagai

(Bollerslev,1986)

dengan adalah parameter dari model ARCH dan merupakan parameter

konstan. Walaupun model ARCH cukup sederhana, namun dalam keadaan khusus

dibutuhkan ordo yang cukup tinggi untuk menggambarkan suatu volatilitas. Untuk

mengatasi masalah ini, Bollerslev mengembangkan model ARCH menjadi model

GARCH di mana residual ( ) mengikuti model GARCH dengan

merupakan orde ARCH dan merupakan orde dari GARCH yang dapat

dimodelkan sebagai (Bollerslev, 1986)

dengan adalah nilai parameter GARCH ke dimana sedangkan

adalah nilai varians pada periode . Masalah yang dihadapi dalam

memodelkan data acak melalui model GARCH adalah menentukan koefisien

13

berdasarkan data acak yang sudah ada. Jika koefisien ini telah diperoleh,

maka nilai bisa diramalkan dengan tingkat kesalahan tertentu.

Langkah-langkah pengujian dalam menyusun model GARCH (Surya,

Hokky , Yun, & Rendra, 2004):

1. Hal pertama yang dilakukan adalah melakukan tahap estimasi pada

koefisien-koefisien model GARCH. Sebelum melakukan estimasi terlebih

dahulu menghadirkan model GARCH yang mampu menggambarkan

kondisi data yang akan dimodelkan, model GARCH tersebut bisa linear

maupun nonlinear. Sebagai contoh model sederhana GARCH

2. Tahap selanjutnya disebut tahap pra-estimasi. Pada tahap ini dilakukan uji

autokorelasi. Uji autokorelasi dilakukan untuk mengetahui apakah model

GARCH baik diterapkan, karena asumsi yang digunakan mengharuskan

adanya autokorelasi antar data. Autokorelasi dikembangkan untuk melihat

apakah suatu data memiliki perilaku yang benar-benar acak atau tidak.

a. Fungsi Autokorelasi (ACF)

Fungsi autokorelasi digunakan untuk mengukur ketergantungan bersama

(mutual dependen) antara nilai-nilai suatu runtun waktu yang sama pada

periode waktu yang berlainan. ACF sebagai perbandingan antara

kovarians pada lag dengan variannya. Sehingga ACF pada lag

dapat ditulis sebagai (Wei, 2006)

14

dengan nilai berkisar antara -1 sampai 1.

Persamaan (2.15) merupakan ACF untuk data populasi, sehingga

diperlukan estimasi ACF melalui Fungsi Autokorelasi Parsial (PACF).

b. Fungsi Autokorelasi Parsial (PACF)

Fungsi autokorelasi parsial digunakan untuk menunjukkan besarnya

hubungan nilai suatu peubah saat ini dengan nilai sebelumnya dari

peubah yang sama dengan menganggap pengaruh dari lag waktu lainnya

adalah konstan. Fungsi autokorelasi parsial menyatakan korelasi antara

dan setelah ketergantungan linear dengan peubah

dihilangkan (Wei, 2006). Untuk runtun waktu

stasioner dan jika adalah runtun waktu berdistribusi normal, maka

( | )

dengan adalah koefisien autokorelasi parsial pada lag

Untuk lag yang diberikan, memenuhi persamaan Yulle-Walker

(Wei, 2006)

dengan

Nilai estimasi dari adalah persamaan (Wei, 2006)

15

dengan untuk

Secara formal berautokorelasi atau tidaknya suatu data dapat

dilakukan dengan uji statistika berdasarkan standar errornya. Selain uji

secara individual terhadap nilai koefisien k dapat dilakukan uji secara

serentak terhadap semua koefisien ACF sampai pada lag tertentu.

c. Uji Ljung-Box

Pada uji Ljung-Box, akan dilakukan pengujian terhadap data apakah

mempunyai unsur autokorelasi atau tidak. Tahapan-tahapan yang

dilakukan adalah

a. Menetapkan hipotesis

: data tidak berautokorelasi

: data memiliki autokorelasi

b. Menghitung uji statistik Ljung-Box (Wei, 2006)

∑ (

)

dengan LB menyatakan statistik Ljung Box, menyatakan banyaknya

data pengamatan, merupakan taksiran autokorelasi, dan adalah

panjang lag.

c. Daerah penolakan

Kriteria uji dilakukan ditolak jika LB > atau . Apabila

ditolak maka akan dipilih yang berarti data berautokorelasi.

16

Uji statistika Ljung-Box ini sebagaimana uji statistik mengikuti

distribusi chi square . Jika nilai statistik LB lebih kecil dari nilai

kritis statistik dari tabel distribusi chi square maka data tidak

memiliki autokorelasi. Sebaliknya jika nilai satistik LB lebih besar dari

nilai kritis statistik dari tabel distribusi chi square maka data

memiliki autokorelasi.

Kemudian pada tahap ini pula dilakukan uji terhadap kehadiran unsur

heteroscedasticity atau efek GARCH. Uji ini biasa dikenal sabagai Uji

ARCH LM.

a. Menetapkan hipotesis

Hipotesis dari uji ARCH LM adalah

: homoscedasticity, tidak ada efek ARCH-GARCH

: heteroscedasticity, terdapat efek ARCH-GARCH

b. Menghitung nilai statistik uji ARCH LM (Danielson, 20011)

merupakan koefisien determinasi, banyaknya data dan

panjang lag.

c. Daerah penolakan

Kriteria uji dilakukan apabila tolak jika > atau -value < ,

maka akan dipilih yang berarti ada efek ARCH-GARCH pada data.

Uji statistika ARCH LM ini sebagaimana uji statistik mengikuti

distribusi chi square . Jika nilai statistik ARCH LM lebih kecil dari

nilai kritis statistik dari tabel distribusi chi square maka residual

17

data tidak terdapat efek ARCH-GARCH. Sebaliknya jika nilai statistik

ARCH LM lebih besar dari nilai kritis statistik dari tabel distribusi chi

square maka residual terdapat efek ARCH-GARCH

3. Tahap estimasi model GARCH menggunakan MLE. Metode ini dapat

digunakan karena residual tidak mengikuti distribusi normal. Diberikan

model regresi linier sederhana yaitu:

variabel dependen mempunyai distribusi normal dengan mean

dan varian . Distribusi peluang menggunakan mean dan varian dapat

ditulis sebagai

√ [

]

Fungsi likelihood adalah perkalian dari probabilitas setiap kejadian

individual pada semua observasi . Dengan demikian fungsi likelihood

dapat dituliskan sebagai berikut:

√ [ ∑

]

Tahapan estimasi parameter dengan model GARCH:

1. Mengubah persamaan fungsi likelihood ke dalam bentuk logaritma

natural

18

2. Memaksimumkan fungsi likelihood dengan mencari turunan pertama

terhadap masing-masing parameter

adalah variabel dependen dari data pengamatan, adalah variabel

dependen data pengamatan, dan adalah nilai parameter estimasi dan

adalah varians.

4. Pemilihan model terbaik dapat dilakukan dengan beberapa kriteria yaitu

sebagai

a. Akaike’s Information Criterion (AIC)

Model terbaik di mana parameternya menyatakan pencocokan suatu

model terhadap suatu data harus seminimalnya. Persamaan untuk

menghitung nilai AIC dapat dinyatakan sebagai (Wei, 2006)

merupakan banyaknya observasi, adalah estimasi maksimum

likelihood dari , merupakan banyaknya parameter dalam model dan

merupakan jumlah data. Jika nilai AIC semakin kecil maka model

semakin baik digunakan.

b. Bayesian Information Criterion (BIC)

Selain menggunakan AIC, penentuan model terbaik juga dapat dilihat

dari nilai BIC terkecil. Persamaan untuk menghitung BIC dapat

dinyatakan sebagai (Wei, 2006)

(

)

19

dengan merupakan Sum Square Error, adalah banyaknya parameter,

adalah banyaknya residual dan = 3,14.

20