bab ii tinjauan pustaka -...

30
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aterosklerosis 2.1.1 Pengertian Aterosklerosis Aterosklerosis merupakan suatu proses inflamasi sehingga didapatkan pembuluh arteri yang kaku. Hal tersebut secara patofisiologi melibatkan lipid, thrombosis, dinding vaskuler dan sel-sel imun. Umumnya aterosklerosis diawali dengan disfungsi endotel dan inflamasi. Keadaan tersebut menyebabkan endotel vaskular secara homeostasis mengeluarkan zat-zat yang dapat menyebabkan penggumpalan (clotting) atau anti penggumpalan (anti clotting). Keluarnya zat-zat tersebut disebabkan oleh karena faktor pelindung dari endotel yang telah rusak. Pelindung tersebut adalah nitrogen monoksida (NO), bahan antiaterogenik yang utama dihasilkan oleh endotel. (Adi, 2014) 2.1.2 Epidemiologi Aterosklerosis Aterosklerosis adalah penyakit yang menjadi masalah kesehatan paling besar, terutama untuk negara - negara yang sudah maju dan negara-negara yang sedang menuju ke arah negara industri. Pada tahun 2020, aterosklerosis diramalkan sebagai penyebab utama morbiditas dan mortalitas di masyarakat yang sedang berkembang dikarenakan adanya suatu perubahan pola hidup yang tidak sehat (Rahman, 2012). Hampir seluruh kematian yang ada di Amerika Serikat dan Eropa disebabkan oleh penyakit vaskular. Sekitar dua pertiga kematian disebabkan oleh trombosis pada satu atau lebih arteri koronaria. Satu pertiga lainnya disebabkan karena thrombosis pada daerah lain

Upload: truongduong

Post on 22-Mar-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Aterosklerosis

2.1.1 Pengertian Aterosklerosis

Aterosklerosis merupakan suatu proses inflamasi sehingga didapatkan

pembuluh arteri yang kaku. Hal tersebut secara patofisiologi melibatkan lipid,

thrombosis, dinding vaskuler dan sel-sel imun. Umumnya aterosklerosis

diawali dengan disfungsi endotel dan inflamasi. Keadaan tersebut

menyebabkan endotel vaskular secara homeostasis mengeluarkan zat-zat yang

dapat menyebabkan penggumpalan (clotting) atau anti penggumpalan (anti

clotting). Keluarnya zat-zat tersebut disebabkan oleh karena faktor pelindung

dari endotel yang telah rusak. Pelindung tersebut adalah nitrogen monoksida

(NO), bahan antiaterogenik yang utama dihasilkan oleh endotel. (Adi, 2014)

2.1.2 Epidemiologi Aterosklerosis

Aterosklerosis adalah penyakit yang menjadi masalah kesehatan paling

besar, terutama untuk negara - negara yang sudah maju dan negara-negara

yang sedang menuju ke arah negara industri. Pada tahun 2020, aterosklerosis

diramalkan sebagai penyebab utama morbiditas dan mortalitas di masyarakat

yang sedang berkembang dikarenakan adanya suatu perubahan pola hidup

yang tidak sehat (Rahman, 2012). Hampir seluruh kematian yang ada di

Amerika Serikat dan Eropa disebabkan oleh penyakit vaskular. Sekitar dua

pertiga kematian disebabkan oleh trombosis pada satu atau lebih arteri

koronaria. Satu pertiga lainnya disebabkan karena thrombosis pada daerah lain

6

seperti otak, hati, ginjal, saluran pencernaan, anggoota gerak dan lain

sebagainya (Guyton & Hall, 2012).

Di Indonesia dalam sepuluh tahun terakhir di 8 rumah sakit umum pusat

di Indonesia didapatkan data bahwa prevelensi penyakit jantung koroner telah

menggeser penyakit jantung reumatik sebagai penyakit jantung yang paling

banyak ditemukan. Hal tersebut juga terlihat di negara-negara Asia Tenggara

serta Afrika, Di Singapura dan Malaysia, kematian penyakit jantung koroner

meningkat dari yang tadinya tidak bermakna menjadi sekurangnya 10% dari

semua kematian (Madiyono, Rahayuningsih & Sukardi, 2011).

2.1.3 Faktor Resiko Aterosklerosis

Pada dasarnya, aterosklerosis adalah penimbunan lipid di dalam tunika

intima pembuluh darah. Penyebab yang pasti belum diketahui namun ada

sejumlah faktor resiko yang memungkinkan terjadinya aterosklerosis.

1. Faktor resiko major

a) Hiperkolesterolemia

Hiperlipidemia adalah tingginya kadar lemak (kolesterol, trigliserida

maupun keduanya) dalam darah. Kadar lemak yang abnormal dalam

sirkulasi darah (terutama kolesterol) bisa menyebabkan masalah jangka

panjang. Resiko terjadinya aterosklerosis dan penyakit arteri koroner atau

penyakit arteri karotis meningkat pada seseorang yang memiliki kadar

kolesterol total yang tinggi. Tidak semua kolesterol meningkatkan resiko

terjadinya penyakit jantung. Kolesterol yang dibawa oleh LDL (disebut

juga kolesterol jahat) menyebabkan meningkatnya resiko; kolesterol yang

dibawa oleh HDL (disebut juga kolesterol baik) menyebabkan

7

menurunnya resiko dan menguntungkan. Idealnya, kadar kolesterol LDL

tidak boleh lebih dari 130 mg/dL dan kadar kolesterol HDL tidak boleh

kurang dari 40 mg/dL. Kadar HDL harus meliputi lebih dari 25 % dari

kadar kolesterol total (LIPI, 2009).

Adapun beberapa penyebab hiperlipidemia menjadi faktor resiko pertama

pada kejadian aterosklerosis:

Pada pembuluh darah, terdapat bercak yang mengandung kolesterol

dan ester kolesterol. Hal ini terbukti berasal dari kolesterol darah

Diet yang mengandung banyak kolesterol seperti lemak hewan, kuning

telur, dan butter meningkatkan kolesterol plasma.

Resiko terkena penyakit jantung koroner makin meningkat pada

keadaan dimana kolesterol plasma makin tinggi (Lumongga, 2007).

b) Hipertensi

Pada penelitian membuktikan bahwa peningkatan tekanan sistole maupun

diatole merangsang pembentukan aterosklerosis. Hal ini akan

meningkatkan resiko aterosklerosis seiring dengan peningkatan derajad

dari hipertensi. Pada individu yang lebih tua, resiko ini akan bertambah

parah dikarenakan kekakuan dari ppembuluh darah pada individu diatas

usia 45 tahun (Lumongga, 2007).

c) Merokok

Mengisap rokok dengan kadar nikotin rendah tidak menurunkan risiko ini,

namun risiko ini secara bermakna akan berkurang apabila berhenti

merokok samasekali. Penyebab yang mungkin adalah nikotin yang

menyebabkan terangsangnya sistem saraf simpatis, oksigen yang

8

digantikan dalam molekul Hb dengan karbon monoksida, peningkatan

daya lekat trombosit dan peningkatan permeabilitas endotel yang

dirangsang oleh unsur pokok yang ada dalam rokok (Sibernagl, 2011).

d) Diabetes Melitus

Diabetes militus dapan menjadi penyebab terjadinya PJK. Hal ini akibat

dari peningkatan kadar lemak sehingga meningkatkan faktor resiko

terjadinya aterosklerosis (Lumongga, 2007).

e) Inflamasi

Inflamasi berkaitan erat dengan aterogenesis melalui aktivasi dan

proliferasi makrofag, sel endotel, dan sel otot polos pembuluh darah. Pada

individu yang sehat, makrofag tersebar di semua jaringan. Inflamasi

umumnya berawal dari cedera endotel yang diakibatkan oleh suatu

mekanisme Vaskular Cell Adhesi Molekul 1 (VCAM-1) sehingga terdapat

banyak di dinding endotel yang cedera atau rusak. Dengan adanya

VCAM-1, maka monosit akan menempel di VCAM-1 kemudian masuk ke

sela endotel yang rusak. Saat itu monosit mengaktifkan sitokin dan

berubah menjadi makrofag (Peter, 2002).

Makrofag berfungsi sebagai pertahanan di wilayah yang rusak

dengan berpindah melalui jaringan. Setelah berpindah, makrofag akan

menelan dan membunuh patogen. Makrofag dirancang untuk menangkap

patogen karena permukaan mereka yang tidak teratur dengan reseptor

yang secara khusus mendeteksi, mengikat, dan menginternalisasi target

tersebut. Makrofag dilapisi dengan reseptor untuk menangkap dan

mencerna sel-sel mati dan berbagai macam puing-puing seluler yang

9

mereka temukan di sekitar mereka. Relevan dengan aterosklerosis,

makrofag memiliki reseptor khusus untuk mengidentifikasi dan

dimodifikasi (teroksidasi, asetat) partikel lipoprotein. (Cho, 2007).

2. Faktor resiko minor

a) Obesitas

Obesitas memicu terjadinya inflamasi tingkat rendah. Stress oksidative

juga ikut berperan penting dalam obesitas terkait dengan terjadinya efek

metabolik yang merugikan. Hal tersebut menyebabkan terjadinya

disregulasi adiponektin dan inflamasi sehingga terjadinya disfungsi

endotel yang berpengaruh dalam fase awal aterosklerosis. Pembentukan

aterosklerosis berhubungan dengan profil lipid dalam darah dimana

keadaan lemak darah yang dapat ditinjau dari kandungan total kolesterol

dan LDL dalam darah yang tinggi. Hal tersebut akan memicu awal

terbentuknya aterosklerosis (Imam, 2005).

b) Stress emosional

Stress berhubungan dengan aliran darah lokal yaitu aliran darah relatif

lambat tetapi mengalami oksilasi cepat yang dapat menyebabkan

terjadinya kerusakan dan berlanjut pada disfungsi endotel yang merupakan

cikal bakal aterosklerosis. Mudah rupturnya plak dipengaruhi oleh

beberapa faktor, seperti : plak yang eksentrik non kalsifikasi, tipisnya

fibrous cap, luasnya plak, jumlah sel radang yang berinfiltrasi,

neovaskularisasi, dan hemodinamik lokal (Fukumoto et al, 2008)

10

c) Kurangnya gerak fisik

Aktivitas fisik terutama aerobik atau gerak badan isotonic (berlari, jalan

kaki, senam aerobik low impact dll), akan meningkatkan aliran darah yang

bersifat gelombang yang mendorong peningkatan produksi nitrit oksida

(NO) serta merangsang pembentukan dan pelepasan endothelial derive.

Selain itu olahraga juga dapat merangsang pelebaran pembulu darah

sehingga aliran darah menjadi lebih lancar. Hal tersebut akan berbanding

terbalik jika olahraga yang dilakukan kurang (Ekawati, 2010).

d) Hiperuricemia

Asam urat adalah hasil akhir dari metabolisme purin. Hal tersebut

diperantarai oleh Xantin sebagai prekursor langsung dari asam urat yang

diubah menjadi asam urat oleh reaksi enzimatis yang melibatkan xantin

oksidase. Peningkatan kadar asam urat berpengaruh dengan terjadinya

disfungsi endotel, anti proliferatif, stress oksidatif yang tinggi,

pembentukan radikal bebas dan pembentukan trombus, yang kesemuanya

itu mengakibatkan proses aterosklerosis. Disfungsi endotel adalah

mekanisme utama dimana hiperurisemia dapat meningkatkan kejadian

aterosklerosis. Pasien dengan kadar asam urat yang persisten tinggi pada

darah memiliki angka kejadian yang lebih tinggi untuk penanda disfungsi

endotel, albuminuria dan endotelin plasma (Pramanik et al., 2015).

2.1.4 Patogenesis Aterosklerosis

Arterosklerosis merupakan sekumpulan kompleks yang melibatkan

darah dan kandungan materi didalamnya, endotel vaskular dan vasa vasorum.

Daerah yang sering terjadi yaitu di daerah aorta dan arteri koronaria.

11

Prosesnya diawali dengan perubahan kolestrol LDL yang mengalami

oksidasi menjadi LDL yang teroksidasi (Ox LDL). Kemudian hal tersebut

akan semakin beresiko jika pada pembuluh darah terdapat kemungkinan

kerusakan dari nitrogen monoksida (NO) yang berfunsi untuk melindungi

dinding endotel pembuluh darah dari bahan-bahan yang beresiko menempel

dan membentuk trombus seperti Ox LDL, trombosit dan monosit yang

berubah menjadi makrofag. Jika terdapat kerusakan, maka endotel dapat

menjadi aktif dan mengalami gangguan fungsi kemudian dapat terjadi

deendotelisasi dengan atau tanpa disertai proses adesi trombosit. Berdasarkan

ukuran dan konsentrasinya, molekul plasma dan molekul lain lipoprotein bisa

melakukan ekstravasasi melalui endotel yang rusak dan masuk melalui ruang

sub endotelial. Ox LDL yang tertahan akan berubah menjadi bersifat

sitotoksik, proinflamasi, khemotaktik dan proaterogenik. Karena keadaan

tersebut, endotel sulit untuk menghasilkan NO sebagai pelindung serta fungsi

dilatasi pun berkurang (Adi, 2014).

NO yang berkurang juga mengakibatkan keluarnya sel-sel adesi

(Vascular Cell Adhesion Molecule-1, Intercelular Adhesion Molecule-1, E

selectin, P selectin) dan menangkap monosit dan sel T. kemudian monosit

tersebut melewati endotel memasuki lapisan intima dinding pembuluh dan

berdiferensiasi menjadi makrofag yang selanjutnya mencerna tumpukan Ox

LDL dan berubah menjadi sel busa (foam cell). Foam cell macrophage

kemudian menjadi satu pada pembuluh darah dan membentuk fatty streak

yang nampak. Jika dibiarkan terus menerus, fatty streak akan bertambah besar

seiring berjalannya waktu bersamaan dengan berproliferasinya jaringan ikat

12

fibrosa dan jaringan otot polos disekitarnya sehingga membentuk plak yang

makin lama makin membesar. Plak yang membesar menunjol kearah dalam

lumen arteri sehingga mengurangi aliran darah menyebabkan timbunan

sejumlah besar jaringan ikat padat dan arteri pun menjadi lebih kaku dan tidak

lentur. Selanjutnya, garam kalsium seringkali mengendap bersamaan dengan

kolesterol dan lipid yang lain sehingga menyebabkan arteri mengeras akibat

kalsifikasi (Guyton & Hall, 2012)

Guyton & Hall, 2012

Gambar 2.1 Perkembangan Plak Arterosklerosis

13

Dinding plak akan mengalami degenerasi sehingga mudah sekali untuk

robek. Pada robekan tersebut memungkinkan untuk trombosit menempel pada

permukaan tersebut sehingga dapat membentuk suatu bekuan darah dan

sewaktu-waktu dapat menyumbat aliran darah sehingga aliran darah dapat

terhenti secara tiba-tiba (Guyton & Hall, 2012).

2.1.5 Klasifikasi Lesi Aterosklerosis

Aterosklerosis dapat mengenai semua pembuluh darah sedang dan besar,

namun yang paling sering adalah aorta, pembuluh koroner, dan pembuluh

darah otak, sehingga infark miokard dan infark otak merupakan dua akibat

utama proses ini. Proses aterosklerosis dimulai sejak usis muda berjalan

perlahan dan jika tidak terdapat factor risiko yang mempercepat proses ini,

aterosklerosis tidak akan muncul sebagai penyakit sampai usia pertengahan

atau lebih. Aterosklerosis merupakan penyakit sampai usia pertengahan atau

lebih. Lesi utamanya berbentuk plak menonjol pada tunika intima yang

mempunyai inti berupa lemak (terutama kolesterol dan ester kolesterol) dan

ditutupi oleh fibrous cap.

1) Lesi aterosklerosis awal berupa fatty streak (Lapisan Lemak). Fatty streak

adalah area yang berwarna kuning pada pembuluh darah arteri,

membentuk bercak < 1 mm atau garis selebar 1-2 mm dan panjang

mencapai 1 mm. Secara mikroskopis fatty streak merupakan akumulasi

subendotelial dari sel yang dipenuhi lipid intra sel yang memberi

gambaran berbusa sebagai foam cell’s. Foam cell’s berasal dari makrofag

yang telah menelan lemak, walaupun beberapa berasal dari otot polos

(smooth muscle). Lesi ini tidak bermakna secara klinis, namun fatty streak

14

adalah precusor untuk terjadinya plak fibrosa yang lebih membahayakan.

(Japardi, 2002).

Frederick, 2009

Gambar 2.2 Aterosklerosis pada arteri koroner dengan plak kolesterol dan sel foam

2) Plak fibrosa Plak fibrosa adalah lesi patologis aterosklerosis yang paling

berbahaya karena memiliki bentuk yang tegas, pucat atau abu-abu yang

menebal dapat menonjol kelumen arteri. Jika plak membesar dapat

menyebabkan turunnya aliran darah. Secara mikroskopis, perubahan arteri

banyak terjadi ditunika intima, dimana terjadi akumulasi monosit,

limposit, foam cell’s dan jaringan ikat. Pada beberapa lesi, inti nekrosis

dari sel debris, foam cells dan kristal kolesterol dapat terlihat. Plak fibrosa

tidak terdistribusi homogen diseluruh pembuluh darah, terbanyak di aorta

abdominalis, arteri koroner, arteri poplitea, aorta torasikus desenden, arteri

karotis interna, dan pembuluh darah sircullus willisi di otak (Japardi,

2002).

15

Di dalam klinik yang penting adalah komplikasi yang dapat

membatasi aliran darah atau mempengaruhi integritas dinding pembuluh

darah, seperti hal-hal berikut:

1) Kalsifikasi plak fibrosa menyebabkan pipe like rigiditas dinding

pembuluh darah yang meningkatkan flagilitas

2) Jika plak bercelah atau berulcerasi, terjadi pembentukan super impose

materi trombus pada tempat tersebut. Trombus dapat menyumbat

lumen pembuluh darah sehingga dapat menyebabkan myokard infark

atau stroke

3) Pada pembuluh darah besar seperti aorta, fragmen trombus dapat

terdorong dan embolisasi ke pembuluh darah perifer

4) Perdarahan ke plak dapat disebabkan rupturnya lapisan endotel yang

menutupinya atau kapiler kecil yang memvascularisasi plak sehingga

beberapa hematome dapat mempersempit pembuluh darah

5) Plak fibrosa dapat menyebabkan atrofi dan menyebabkan dilatasi

aneurisma pembuluh darah (Japardi,2002).

(Falk, 2006)

Gambar 2.3 Histologi Aterosklerosis Arteri Koronaria

16

2.1.6 Pencegahan dan Penatalaksanaan Aterosklerosis

Sebelum menjadi penyakit vaskular yang serius, ada beberapa tindakan

penting yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya aterosklerosis. Hal

tersebut ialah:

1. bertahan dengan berat badan yang ideal, beraktivitas fisik secara aktif,

konsumsi bahan makanan yang mengandung lemak tak jenuh dan sedikit

kolesterol

2. mengontrol hipertensi dengan melakukan diet yang sehat serta akktivitas

fisik yang rutin bila perlu ditambah dengan obat-obatan anti hipertensi

3. mengontrol kadar gula darah dengan cara yang sama

4. menghindari rokok (Guyton & Hall, 2012).

Pada dasarnya penatalaksanaan aterosklerosis dapat dibagi menjadi 2

yaitu terapi secara non medikamentosa dan terapi secara medikamentosa.

Terapi secara non medika mentosa bertumpu pada perubahan gaya hidup serta

ditambah dengan diet yang mengandung tinggi antioksidan. Hal tersebut

bertujuan untuk menahan terbentuknya radikal bebas yang berlebihan didalam

tubuh (Adi, 2014)

Untuk terapi medikamentosa ada dua cara yang dapat digunakan yaitu

dengan menurunkan kadar kolesterol LDL dan dengan memberikan obat-

obatan anti inflamasi. Ada beberapa obat yang dapat diberikan berkaitan

dengan mekanismenya untuk menghambat terbentuknya kolesterol LDL yaitu:

1. Statin Merupakan obat pilihan utama untuk menurunkan kadar kolesterol

LDL. Statin dapat menurunkan kadar LDL lebih dari 55% dan trigliserida

(TG) lebih dari 30%, dengan demikian diharapkan dapat menaikkan kadar

17

HDL lebih dari 15%. Target terapi harus sudah tercapai dalam 6 minggu.

Dapat terjadi efek samping pada liver namun jarang terjadi, sebaiknya

tetap dikontrol fungsi liver pada pasien.

2. Fibrat merupakan obat kombinasi yang paling efektif untuk menurunkan

kadar TG yang terlampau tinggi. Obat ini bisa sebagai obat tambahan jika

setelah penggunaan statin TG masih tetap tinggi. Efek samping yang

sering muncul yaitu pada gastrointestinal serta batu empedu. Obat ini

mudah berinteraksi dengan obat lain sehingga penggunaannya dapat

diganti dengan fenofibrat yang cenderung lebih kecil interaksi dengan obat

lain

3. Niasin (asam nikotinat) adalah salah satu pilihan lain dari obat penurun

kolesterol. Niasin dapat menurunkan TG maupun LDL lebih dari 25%.

Niasin dapat diminum tunggal ataupun sebagai kombinasi dengan statin

untuk pasien dengan dislipidemia aterogenik. Efek samping berupa

kemerahan dimuka (flushing) dan dibadan, juga terdapat efek samping

gastrointestinal. Dengan meningkatkan dosis secara perlahan akan

mengurani efek samping tersebut.

4. Bile acid squestrant bekerja di intestinum meningkatkan asam empedu dan

tidak di absorbsi. Obat ini aman untuk anak-anak, wanita hamil dan

menyusui. Obat ini tidak dianjurkan untuk pasien yang memiliki kadar TG

yang tinggi dikarenakan obat ini menurunkan kadar LDL namun dapat

meningkatkan kadar TG. Obat yang biasa digunakan yaitu Ezetemibi dapat

digunakan untuk pasien yang tidak bisa menggunakan statin. Obat ini

18

sangat baik untuk menurunkan kadar LDL bila dikombinasikan dengan

statin. Selain itu obat ini memiiki efek samping yang minimal (Adi, 2014).

Aterogenesis dapat berlajut disebabkan oleh karena adanya proses

inflamasi vaskular. Ada yang menyebutkan bahwa proses inflamasi berkaitan

dengan kadar kolesterol yang tinggi, namun bisa juga disebabkan oleh karena

kuman. Dari penelitian telah dibuktikan bahwa penyakit aterosklerosis

penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi imun (immune-mediated

inflammatory disease). Dengan demikian, pemberian obat-obatan anti

inflamasi di harapkan sangat berperan penting untuk menghambat menjadi

proses lebih lanjut. Beberapa obat yang dapat digunakan antara lain :

1. Statin. Memiliki efek utama yaitu menurunkan kadar kolesterol darah.

Namun statin juga memiliki efek anti oksidan sistemik yang kuat, anti

inflamasi dan anti proliferatif. Hal tersebut menjadikan statin menjadi obat

yang dapat mengurangi kejadian kardiovaskular.

2. Angiotensine Converting Enzyme Inhibitor (ACEI) dan Angiotensin

Receptor Bloker (ARB). Memiliki mekanisme kerja anti-oksidan, anti-

inflamasi dan anti-proliferatif yang bekerja secara langsung.

3. Aspirin. Bekerja dengan menurunkan aktifitas trombosit. Selain itu dapat

juga menurunkan aktifitas mediator inflamasi (misalnya:CRP, TNF, IL-6

dan I-CAM) dan menghambat proliferasi sel otot polos vaskular.

4. Agonist Peroxisome Proliferator Activated Receptor-ɣ (Agonist PPAR- ɣ).

Bekerja dengan menurunkan IL-4, IL-5 dan IL-13 serta menurunkan

ekspresi gen proinflamatori.

19

5. Suplemen anti-oksidan. Diyakini pemakaiannya dapat menurunkan radikal

bebas yang ada di dalam tubuh. Namun antioksidan yang ada selama ini

dosisnya masih kecil sehingga manfaatnya belum jelas (Adi, 2014).

2.2 Ubi Jalar Ungu

2.2.1 Taksonomi

Dalam taksonomi tumbuhan, ubi jalar diklasifikasikan sebagai berikut

(Rukmana, 1997) :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermathopyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Convolvulales

Famili : Convolvulaceae

Genus : Ipoema

Spesies : Ipomoea batatas L.

Balitkabi, 2013

Gambar 2.4 Ubi Jalar Ungu

20

2.2.2 Morfologi Tanaman

Ubi jalar ungu adalah tanaman dikotiledon (biji berkeping dua).

Tanaman ini dapat berbunga, berbuah dan berbiji. Panjang tanaman ini dapat

mencapai tiga meter dan pertumbuhannya terlihat seperti semak dan menjalar

pada permukaan tanah.

1. Akar

Akar pada ubi jalar ungu dibagi menjadi dua tipe, yaitu akar serabut dan

akar tunggang berwarna putih yang dapat menjadi besar hasil penyimpanan

energi hasil fotosintesis membentuk umbi atau akar lumbung.

2. Batang

Memiliki batang yang lunak, tidak berkayu dan banyak mengandung air.

Batang berbentuk bulat dan memiliki ruas sepanjang 1-3 cm, setiap ruasnya

tumbuh daun, akar, tunas atau cabang. Batang kadang terlihat gundul atau

berambut, kadang membelit, bergetah, berwarna hijau pucat kuning atau

keunguan.

3. Daun

Tumbuh pada ruas pada batang, tunggal berbentuk seperti jari tangan.

Bentuk ujungnya bervariasi, ada yang berbentuk runcing atau tumpul dengan

tepi rata berlekuk dangkal atau berlekuk dalam. Penulangan daun menyirip

dengan panjang 4-14 cm, lebar 4-11cm berwarna hijau atau keunguan.

4. Bunga

Bunganya berbentuk seperti terompet terletak di sela dari daun dengan

panjang 3-5 cm dan lebar bagian ujung antara 3-4 cm. memiliki benang sari

berjumlah lima buah melekat pada mahkota putik. Warna bunga ungu muda

21

pada bagian ujung dan ungu pada bagian pangkal. Kelopak terdiri dari tiga

hingga tujuh buah (Supadmi, 2009)

2.2.3 Varietas Ubi Jalar Ungu

Varietas ubi jalar dapat dibilang terlampau banyak, namun baru 142

jenis yang sudah diidentifikasi oleh para peneliti. Varietas yang digolongkan

sebagai varietas unggul harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a) berdaya hasil tinggi, di atas 30 ton/hektar,

b) berumur pendek antara 3-4 bulan,

c) rasanya enak dan manis,

d) tahan terhadap hama penggerek ubi (Cylas sp) dan penyakit kudis oleh

cendawan Elsinoe sp,

e) kadar karoten tinggi di atas 10 mg/100 g dan

f) keadaan serat ubi relatif rendah (Yufdy et al., 2006)

Masyarakat kali ini membutuhkan makanan yang berkualitas, salah

satunya dari segi kesehatan. Ubi jalar ungu mengandung kadar antosianin

yang cukup tinggi sekitar 90 – 96 % yang berfungsi sebagai pewarna ungu

pada ubi jalar. Berkembangnya industri pengolahan pangan akan memacu

penggunaan pewarna sintetis yang tidak aman untuk konsumsi karena

mengandung logam berat (timah, besi dan alumunium) yang berbahaya bagi

kesehatan. Untuk itu diperlukan pencarian alternative pewarna alami seperti

antosianin. Antosianin sebagai pewarna alami dapat digunakan pada minuman

ringan, permen, dan produk berbasis susu seperti yogurt, dan keju. Antosianin

cocok untuk mewarnai makanan dengan pH asam, hal ini disebabkan oleh

karena kestabilan antosianin terhadap kondisi asam (Yudiono, 2011).

22

2.2.4 Kandungan pada Ubi Jalar Ungu

2.2.4.1 Antosianin

Antosianin adalah zat pewarna alami yang masuk ke dalam

golongan benzopiran. Struktur utama turunan benzopiran ditandai

dengan adanya dua cincin aromatik benzena (C6H6) yang dihubungkan

dengan tiga atom karbon yang membentuk cincin. Antosianin

merupakan pigmen alami yang dapat menghasilkan warna biru, ungu,

violet, magenta dan kuning. Antosianin terdapat dalam vakuola sel

bagian tanaman. Vakuola adalah organel sitoplasmik yang berisikan air,

serta dibatasi oleh membran yang identik dengan membran tanaman

(Santoso, 2014).

Antosianin adalah senyawa flavonoid dan merupakan glikosida

dari antosianidin yang terdiri dari 2-phenyl benzopyrilium (Flavium)

tersubstitusi, memiliki sejumlah gugus hidroksil bebas dan gugus

hidroksil termetilasi yang berada pada posisi atom karbon yang berbeda.

Seluruh senyawa antosianin merupakan senyawa turunan dari kation

flavilium, dua puluh jenis senyawa telah ditemukan. Tetapi hanya enam

yang memegang peranan penting dalam bahan pangan yaitu

pelargonidin, sianidin, delfinidin, peonidin, petunidin, dan malvidin

(Santoso, 2014).

Semua antosianin merupakan turunan suatu struktur aromatik

tunggal, yaitu sianidin, dan terbentuk dari pigmen sianidin dengan

penambahan atau pengurangan gugus hidroksil, metilasi dan glikosilasi.

Antosianin memiliki sifat amfoter, yaitu mampu untuk bereaksi baik

23

dengan asam maupun basa. Dalam media asam, antosianin berwarna

merah seperti halnya saat dalam vakuola sel dan berubah menjadi ungu

dan biru jika media bertambah basa. Perubahan warna oleh karena

perubahan kondisi lingkungan tergantung dari gugus yang terikat pada

struktur dasar dari posisi ikatannya (Santoso, 2014).

(Fatimah, 2014)

Gambar 2.5 Rumus Struktur Kimia Antosianin

Antosianin adalah turunan garam flavilum atau benziflavilum.

Antosianin merupakan satuan gugus glikosida yang terbentuk dari gugus

aglikon dan glikon. Terdapat lima jenis gula yang ditemui pada molekul

antosianin, yaitu : glukosa, rhamnosa, galaktosa, xilosa dan arabinosa.

Klasifikasi antosianin berdasarkan jumlah gulanya dapat dibedakan

menjadi 3 yaitu monosida, biosida, dan triosida. Antosianin yang

mengandung satu gula dalam ikatannya disebut dengan monosida,

biasanya ikatan gula tersebut terdapat pada atom C nomor 3, terkadang

pada posisi 5 dan 7. Antosianin yang mengandung dua gula dalam

ikatannya disebut dengan biosida. Ikatan gula tersebut terdapat pada

atom C nomor 3 keduanya, pada posisi 3 dan 5, atau pada posisi 3 dan 7.

Antosianin yang mengandung tiga gula dalam ikatannya, dua ikatan

24

pada posisi 3 dan satu pada posisi 5. Seringkali juga ikatan gula terdapat

pada posisi 3. Pigmen antosianin dari ubi jalar ungu dapat menjadi

penangkal radikal yang kuat, antimutagenik, dan menurunkan tekanan

darah tinggi. Antosianin yang terdapat pada ubi jalar ungu antara lain

cyanidin, pelargonidin, peonidin dan malvidin (Santoso, 2014).

(Fatimah, 2014)

Gambar 2.6 Rumus Struktur Kimia Antosianidin

2.2.4.2 Asam Askorbat

Asam askorbat juga banyak terkandung di dalam ubi jalar ungu.

Asam askorbat dioksidasi menjadi asam dehidroaskorbat yang juga

dapat bertindak sebagai sumber vitamin. Dalam hal ini asam askorbat

berperan sebagai vitamin C. Ubi jalar ungu memiliki kandungan asam

askorbat sekitar 20-50 mg per 100 gram. Kandungan tersebut cukup

tinggi jika dibandingkan dengan vitamin lain yang terkandung

didalamnya seperti thiamin, riboflafin dan niasin (Koswara, 2008).

25

Kandungan asam askorbat pada ubi jalar ungu memiliki manfaat

sebagai antioksidan yang baik bagi tubuh dengan peran sebagai

pendonor elektron dan agen pereduksi. Disebut anti oksidan, karena

dengan mendonorkan elektronnya, dapat mencegah senyawa-senyawa

lain agar tidak teroksidasi (Padayatti, 2003).

Arixs, 2006

Tabel 2.1 Kandungan Gizi Ubi Jalar Ungu

Asam askorbat dapat dioksidasi oleh senyawa-senyawa lain. Jenis-

jenis senyawa yang menerima elektron dan direduksi oleh asam askorbat

dapat dibagi dalam beberapa kelas, antara lain:

1. Senyawa dengan elektron (radikal) yang tidak berpasangan,

seperti contoh radikal-radikal oksigen (superoksida, radikal

hidroksil, radikal peroksil, radikal sulfur, dan radikal

nitrogen-oksigen).

2. Senyawa-senyawa yang reaktif tetapi tidak radikal,

misalnya asam hipoklorit, nitrosamin, asam nitrat, dan

ozon.

26

3. Senyawa-senyawa yang dibentuk melalui reaksi senyawa

pada kelas pertama atau kelas kedua dengan vitamin C.

4. Reaksi transisi yang diperantarai logam (misalnya ferrum

atau cuprum)

Padayatty, 2003

Gambar 2.7 Reaksi Reduksi dan Oksidasi Asam Askorbat

Dalam perannya sebagai antioksidan, asam askorbat dapat

mencegah oksidasi yang akan di bentuk oleh protein maupun oleh lipid.

Radikal bebas akan terbentuk jika terdapar oksigen yang akan berikatan

langsung dengan protein maupun lipid. Namun sebelum oksigen tersebut

berikatan, asam askorbat akan mengikat oksigen tersebut terlebih

dahulu, sehingga tidak terbentuknya radikal bebas oleh karena tidak

terjadinya ikatan dengan oksigen. Sebagai contoh LDL, jika beraksi

dengan oksigen akan menjadi lipid peroksida. Reaksi berikutnya akan

menghasilkan lipid hidroperoksida, yang akan menghasilkan proses

radikal bebas. Asam askorbat akan bereaksi dengan oksigen sehingga

27

tidak terjadi interaksi antara lipid dan oksigen, dan akan mencegah

terjadinya pembentukan lipid hidroperoksida (Padayatti et.al, 2003).

2.2.4.3 Beta Glucan (Pati)

Pati adalah polisakarida yang tersusun dari unit-unit glukosa yang

saling berikatan membentuk rangkaian yang panjang. Jumlah molekul

glukosa yang terdapat pada pati bervariasi hingga ribuan molekul

tergantung jenis pati. Pati tersimpan sebagai sumber energi tumbuhan,

seperti glikogen pada hewan. Pati terdiri atas granula dengan ukuran

yang bervariasi antara 2 – 130 mikron. Ukuran dan bentuk granula pati

dipangaruhi oleh jenis tumbuhan asal dari granula pati tersebut. Struktur

granula pati berbentuk sedemikian rupa sehingga terlihat melingkar.

Honestin, 2007

Gambar 2.8 Bentuk Granula Pati

Granula pati ubi jalar berdiameter 2-25 μm. Granula pati ubi jalar

berbentuk polygonal dengan kandungan amilosa 20% dan amilopektin

80%. Pati ubi jalar memiliki derajat pembengkakan 20-27 ml/g,

kelarutan 15-35%, dan gelatinisasi pada suhu 75-88 C untuk granula

berukuran kecil. Pati ubi jalar ungu memiliki kekentalan tinggi dan

kemampuan membuat gel yang rendah. Hal ini disebabkan karena

28

kemampuan pembengkakan (swelling) dan kelarutan pati ubi jalar ungu

serta ukuran granula pati ubi jalar ungu (Moorthy & Balagopalan, 2010).

2.2.5 Ekstrak Ubi Jalar Ungu

Pembuatan ekstrak ubi jalar ungu dibuat dengan menggunakan dengan

pelarut campuran air, ethanol dan asam asetat dengan perbandingan tertentu.

Hal tersebut dilakukan dikarenakan kandungan antioksidan ubi jalar ungi

memiliki pigmen yang sifatnya polar. Agar kandungan antioksidan tetap utuh

pada ubi jalar ungu, harus diberikan pelarut yang memiliki sifat polar sama

seperti antioksidan pada ubi jalar ungu. Pada pembuatannya, kandungan

terbesar antioksidan terdapat pada daging dari ubi jalar ungu sehingga diambil

dagingnya dan akan dibuang untuk kulitnya. Setelah itu akan dilakukan

berbagai tahapan sebagai berikut :

1. Diiris dengan tebal ±0,3 cm kemudian ditimbang sebesar 100 gr

2. Irisan daging ubi jalar ungu dihancurkan dengan blender + pelarut (1:

2 = bahan : pelarut) selama 3 menit. Pelarut tersebut berupa ethanol,

asam asetat dan air dengan perbandingan (25 : 1 : 5)

3. Ekstrak disaring dengan kain saring sehingga didapatkan filtrat

pigmen.

4. Filtrat pigmen diuapkan dengan water bath suhu 50°C untuk

menguapkan ethanol sehingga didapat filtrat pigmen kental

5. Kemudian disaring dengan kertas saring untuk memisahkan endapan

yang terbentuk sehingga didapatkan pewarna ubi jalar ungu

6. Pewarna Ubi jalar ungu dianalisa kimiawi, meliputi analisa pH pelarut,

analisa konsentrasi antosianin serta intensitas warna

29

Setelah didapatkan ekstrak ubi jalar ungu, akan dilakukan berbagai

macam uji untuk mengetahui stabilitasnya terhadap pengaruh pH, kadar gula,

kadar garam, suhu pemanasan dan waktu pemanasan (Winarti, Ulya & Dhini,

2008).

2.2.6 Aktifitas Antioksidan

Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat spesies

oksigen reaktif, spesies nitrogen, dan radikal bebas lainnya sehingga mampu

mencegah penyakit-penyakit seperti kardiovaskular, kanker, dan penuaan.

Senyawa antioksidan merupakan substansi yang diperlukan tubuh untuk

menetralisir radikal bebas dan mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh

radikal bebas terhadap sel normal, protein, dan lemak. Senyawa ini memiliki

struktur molekul yang dapat memberikan elektronnya kepada molekul radikal

bebas tanpa terganggu sama sekali fungsinya dan dapat memutus reaksi

berantai (Halliwell dan Gutteridge, 2000).

Antioksidan dibagi menjadi tiga tipe yaitu:

1) Antioksidan primer

Antioksidan primer mampu memutus rantai reaksi pembentukan radikal

bebas dengan memberikan ion 29embrane atau elektron pada radikal bebas

sehingga menjadi produk yang stabil. Senyawa yang digolongkan sebagai

antioksidan primer adalah kelompok senyaw polifenol, asam askorbat

(vitamin C), kelompok senyawa asam galat, BHT, BHA, TBHQ, PG, dan

tokoferol.

30

2) Antioksidan sekunder

Antioksidan sekunder berfungsi untuk mencegah terbentuknya radikal

bebas, menginaktifkan singlet oksigen, menyerap radiasi ultraviolet dan

bekerja sinergis dengan antioksidan primer. Senyawa yang digolongkan

sebagai antioksidan sekunder adalah asam tiodipropionat, dilauril dan distearil

ester.

3) Chelator sequestransts

Chelator berfungsi sebagai pengikat logam-logam yang dapat mengkatalis

reaksi oksidasi lemak seperti Fe dan Cu. Terikatnya logam-logam tersebut

oleh chelating agent mampu meningkatkan efisiensi reaksi antioksidan,

menghambat oksidasi asam askorbat dan vitamin-vitamin yang larut lemak.

Senyawa yang digolongkan sebagai chelating agent adalah asam sitrat,

suksinat, oksalat, laktat, malat, tartarat, asam polifosfat,

ethylenediaminetetraacetic acid (EDTA), dan asam amino. Senyawa golongan

asam karboksilat seperti asam sitrat, asam nikotinat, asam salisilat dan asetil

salisilat disamping berfungsi sebagai chelator, juga memiliki keaktifan sebagai

antioksidan. Dari keempat senyawa golongan asam karboksilat tersebut, asam

sitrat merupakan antioksidan yang paling efektif dan memiliki sifat sebagai

radioprotektor (Gromovaya et al., 2002).

2.3 Radikal Bebas

Radikal bebas yaitu atom atau kumpulan dari atom (molekul) yang yang

memiliki elektron yang tidak berpasangan (unpaired electron). Di dalam sel

hidup, radikal bebas terbentuk pada plasma, mitokondria, peroksisom,

31

endoplasma dan sitosol melalui reaksi-reaksi enzimatis yang berlangsung dalam

proses metabolism (Winarsi, 2007).

Tubuh setiap saat dapat menghasilkan radikal bebas, namun didalamnya

terdapat pula mekanisme untuk menetralisir radikal tersebut dengan menggunakan

enzim-enzim superoksida dismutase (SOD), katalase, dan peroksidase. Walaupun

demikian adakalanya dimana tubuh menghasilkan jumlah radikal bebas yang

berlebihan (Winarsi, 2007). Jika produksi radikal bebas melebihi kemampuan

antioksidan di dalam sel untuk menetralkannya maka kelebihan radikal bebas

sangat berpengaruh besar menyebabkan kerusakan sel. Kerusakan sel ini disebut

sebagai kerusakan oksidatif, yaitu kerusakan biomolekul penyusun sel yang

disebabkan oleh reaksinya dengan radikal bebas (Suarsana, 2013).

Pada intinya, senyawa atau molekul yang memiliki elektron yang tidak

berpasangan tersebut akan sangat reaktif berusaha untuk mencari pasangan

dengan cara mengikat elektron molekul yang ada di sekitarnya. Besarnya bahaya

yang di timbulkan tergantung dari senyawa yang diikat oleh radikal bebas

tersebut. Bila yang diikat adalah senyawa non kovalen, dampak yang akan

ditimbulkan tidak begitu berbahaya. Akan tetapi jika senyawa yang diikat adalah

senyawa yang berikatan kovalen, maka dampaknya akan sangat berbahaya bagi

tubuh. Umumnya senyawa yang berikatan kovalen adalah senyawa yang memiliki

molekul besar (biomakromolekul) seperti lipid, protein maupun DNA. Dari target-

target tersebut, yang paling rentan adalah asam lemak tak jenuh (Winarsi, 2007).

2.3.1 Peroksidasi Lipid

Peroksidasi lipid merupakan proses yang bersifat kompleks akibat reaksi

asam lemak tak jenuh jamak, berkemampuan sebagai penyusun fosfolipid sel

32

dengan senyawa oksigen reaktif (ROS), kemudian membentuk

hidroperoksida. Beberapa spesies oksigen reaktif yang dijumpai dalam tubuh

adalah:

· Superoxide radical (O2-)

· Hydroxyl radical (OH-)

· Nitric oxide radical (NO-)

· Peroxyl radical (ROO-)

· Lipid peroxyl radical (LOOH)

· Hydrogen peroxide (H2O2)

· Singlet oxygen (IO2)

· Hypochlorous acid (HOCl)

Oksidasi lemak terdiri dari tiga tahap utama, yaitu inisiasi, propagasi dan

terminasi. Lemak yang terkena bisa dari berbagai tempat yaitu aliran darah

(kolesterol), lemak netral, dan juga dari asupan makanan yaitu lemak tidak

jenuh. Pada tahap inisiasi akan terbentuk radikal asam lemak yaitu senyawa

turunan asam lemak bersifat tidak stabil dan reaktif oleh karena hilangnya satu

atom hydrogen dari salah satu gugus metilen –CH2- membentuk radikal

karbon. Rangkap karbon tersebut melemahkan ikatan karbon dan

memfasilitasi pengambilan atom hydrogen. Pada tahap propagasi,

penghilangan atom hydrogen mengakibatkan penyusunan kembali ikatan

sebagai stabilisasi dengan membentuk konjugasi diena, yang mudah diserang

oleh oksigen membentuk radikal peroksil ROO•. Radikal peroksil akan

menyerang asam lemak lain menghasilkan hidroperoksida (ROOH) dan

radikal asam lemak baru melalui reaksi berantai. Hingga menghasilkan

33

hidroperoksida lebih banyak lagi. Target utama peroksidasi oleh ROS adalah

asam lemak tak jenuh majemuk (PUFA) dalam lipid. PUFA didegradasi oleh

radikal-radikal bebas sehingga menghasilkan produk akhir yang disebut

dengan Malonaldehida (MDA) (Retno, 2012).

(Winarsih, 2007)

Gambar 2.9 Tahap inisiasi, propagasi, dan terminasi pada peroksidasi lipid

2.3.2 Malondialdehid (MDA)

Malon dialdehid (MDA) merupakan dialdehid tiga karbon reaktif

yang dapat diperoleh dari hidroksilasi pentosa, deoksiribosa, heksosa,

beberapa asam amino dan DNA. Senyawa ini dapat berinteraksi dengan thiol

protein, gugus asam amino, crosslink lipid dan protein, dan agregasi protein.

Selain itu, dapat dihasilkan alkenal seperti 4-hidroksialkenal dan senyawa

alkanal (Retno, 2012).

MDA adalah produk akhir yang dapat digunakan untuk mengetahui

derajat kerusakan oksidatif yang disebabkan oleh peroksidasi lipid.

Peroksidasi lipid hasil dari radikal bebas ini akan selalu membentuk reaksi

berantai yang terus berlanjut sampai radikal bebas ini dihilangkan oleh radikal

bebas lain dan oleh sistem antioksidan dari tubuh. Antioksidan bereaksi

34

dengan antioksidan sehingga mengurangi kapasitas untuk menimbulkan

kerusakan (Retno, 2012).

(Winarsih, 2007)

Gambar 2.10 Proses pembentukan malondialdehid