bab ii tinjauan pustaka -...
TRANSCRIPT
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Aterosklerosis
2.1.1 Pengertian Aterosklerosis
Aterosklerosis merupakan suatu proses inflamasi sehingga didapatkan
pembuluh arteri yang kaku. Hal tersebut secara patofisiologi melibatkan lipid,
thrombosis, dinding vaskuler dan sel-sel imun. Umumnya aterosklerosis
diawali dengan disfungsi endotel dan inflamasi. Keadaan tersebut
menyebabkan endotel vaskular secara homeostasis mengeluarkan zat-zat yang
dapat menyebabkan penggumpalan (clotting) atau anti penggumpalan (anti
clotting). Keluarnya zat-zat tersebut disebabkan oleh karena faktor pelindung
dari endotel yang telah rusak. Pelindung tersebut adalah nitrogen monoksida
(NO), bahan antiaterogenik yang utama dihasilkan oleh endotel. (Adi, 2014)
2.1.2 Epidemiologi Aterosklerosis
Aterosklerosis adalah penyakit yang menjadi masalah kesehatan paling
besar, terutama untuk negara - negara yang sudah maju dan negara-negara
yang sedang menuju ke arah negara industri. Pada tahun 2020, aterosklerosis
diramalkan sebagai penyebab utama morbiditas dan mortalitas di masyarakat
yang sedang berkembang dikarenakan adanya suatu perubahan pola hidup
yang tidak sehat (Rahman, 2012). Hampir seluruh kematian yang ada di
Amerika Serikat dan Eropa disebabkan oleh penyakit vaskular. Sekitar dua
pertiga kematian disebabkan oleh trombosis pada satu atau lebih arteri
koronaria. Satu pertiga lainnya disebabkan karena thrombosis pada daerah lain
6
seperti otak, hati, ginjal, saluran pencernaan, anggoota gerak dan lain
sebagainya (Guyton & Hall, 2012).
Di Indonesia dalam sepuluh tahun terakhir di 8 rumah sakit umum pusat
di Indonesia didapatkan data bahwa prevelensi penyakit jantung koroner telah
menggeser penyakit jantung reumatik sebagai penyakit jantung yang paling
banyak ditemukan. Hal tersebut juga terlihat di negara-negara Asia Tenggara
serta Afrika, Di Singapura dan Malaysia, kematian penyakit jantung koroner
meningkat dari yang tadinya tidak bermakna menjadi sekurangnya 10% dari
semua kematian (Madiyono, Rahayuningsih & Sukardi, 2011).
2.1.3 Faktor Resiko Aterosklerosis
Pada dasarnya, aterosklerosis adalah penimbunan lipid di dalam tunika
intima pembuluh darah. Penyebab yang pasti belum diketahui namun ada
sejumlah faktor resiko yang memungkinkan terjadinya aterosklerosis.
1. Faktor resiko major
a) Hiperkolesterolemia
Hiperlipidemia adalah tingginya kadar lemak (kolesterol, trigliserida
maupun keduanya) dalam darah. Kadar lemak yang abnormal dalam
sirkulasi darah (terutama kolesterol) bisa menyebabkan masalah jangka
panjang. Resiko terjadinya aterosklerosis dan penyakit arteri koroner atau
penyakit arteri karotis meningkat pada seseorang yang memiliki kadar
kolesterol total yang tinggi. Tidak semua kolesterol meningkatkan resiko
terjadinya penyakit jantung. Kolesterol yang dibawa oleh LDL (disebut
juga kolesterol jahat) menyebabkan meningkatnya resiko; kolesterol yang
dibawa oleh HDL (disebut juga kolesterol baik) menyebabkan
7
menurunnya resiko dan menguntungkan. Idealnya, kadar kolesterol LDL
tidak boleh lebih dari 130 mg/dL dan kadar kolesterol HDL tidak boleh
kurang dari 40 mg/dL. Kadar HDL harus meliputi lebih dari 25 % dari
kadar kolesterol total (LIPI, 2009).
Adapun beberapa penyebab hiperlipidemia menjadi faktor resiko pertama
pada kejadian aterosklerosis:
Pada pembuluh darah, terdapat bercak yang mengandung kolesterol
dan ester kolesterol. Hal ini terbukti berasal dari kolesterol darah
Diet yang mengandung banyak kolesterol seperti lemak hewan, kuning
telur, dan butter meningkatkan kolesterol plasma.
Resiko terkena penyakit jantung koroner makin meningkat pada
keadaan dimana kolesterol plasma makin tinggi (Lumongga, 2007).
b) Hipertensi
Pada penelitian membuktikan bahwa peningkatan tekanan sistole maupun
diatole merangsang pembentukan aterosklerosis. Hal ini akan
meningkatkan resiko aterosklerosis seiring dengan peningkatan derajad
dari hipertensi. Pada individu yang lebih tua, resiko ini akan bertambah
parah dikarenakan kekakuan dari ppembuluh darah pada individu diatas
usia 45 tahun (Lumongga, 2007).
c) Merokok
Mengisap rokok dengan kadar nikotin rendah tidak menurunkan risiko ini,
namun risiko ini secara bermakna akan berkurang apabila berhenti
merokok samasekali. Penyebab yang mungkin adalah nikotin yang
menyebabkan terangsangnya sistem saraf simpatis, oksigen yang
8
digantikan dalam molekul Hb dengan karbon monoksida, peningkatan
daya lekat trombosit dan peningkatan permeabilitas endotel yang
dirangsang oleh unsur pokok yang ada dalam rokok (Sibernagl, 2011).
d) Diabetes Melitus
Diabetes militus dapan menjadi penyebab terjadinya PJK. Hal ini akibat
dari peningkatan kadar lemak sehingga meningkatkan faktor resiko
terjadinya aterosklerosis (Lumongga, 2007).
e) Inflamasi
Inflamasi berkaitan erat dengan aterogenesis melalui aktivasi dan
proliferasi makrofag, sel endotel, dan sel otot polos pembuluh darah. Pada
individu yang sehat, makrofag tersebar di semua jaringan. Inflamasi
umumnya berawal dari cedera endotel yang diakibatkan oleh suatu
mekanisme Vaskular Cell Adhesi Molekul 1 (VCAM-1) sehingga terdapat
banyak di dinding endotel yang cedera atau rusak. Dengan adanya
VCAM-1, maka monosit akan menempel di VCAM-1 kemudian masuk ke
sela endotel yang rusak. Saat itu monosit mengaktifkan sitokin dan
berubah menjadi makrofag (Peter, 2002).
Makrofag berfungsi sebagai pertahanan di wilayah yang rusak
dengan berpindah melalui jaringan. Setelah berpindah, makrofag akan
menelan dan membunuh patogen. Makrofag dirancang untuk menangkap
patogen karena permukaan mereka yang tidak teratur dengan reseptor
yang secara khusus mendeteksi, mengikat, dan menginternalisasi target
tersebut. Makrofag dilapisi dengan reseptor untuk menangkap dan
mencerna sel-sel mati dan berbagai macam puing-puing seluler yang
9
mereka temukan di sekitar mereka. Relevan dengan aterosklerosis,
makrofag memiliki reseptor khusus untuk mengidentifikasi dan
dimodifikasi (teroksidasi, asetat) partikel lipoprotein. (Cho, 2007).
2. Faktor resiko minor
a) Obesitas
Obesitas memicu terjadinya inflamasi tingkat rendah. Stress oksidative
juga ikut berperan penting dalam obesitas terkait dengan terjadinya efek
metabolik yang merugikan. Hal tersebut menyebabkan terjadinya
disregulasi adiponektin dan inflamasi sehingga terjadinya disfungsi
endotel yang berpengaruh dalam fase awal aterosklerosis. Pembentukan
aterosklerosis berhubungan dengan profil lipid dalam darah dimana
keadaan lemak darah yang dapat ditinjau dari kandungan total kolesterol
dan LDL dalam darah yang tinggi. Hal tersebut akan memicu awal
terbentuknya aterosklerosis (Imam, 2005).
b) Stress emosional
Stress berhubungan dengan aliran darah lokal yaitu aliran darah relatif
lambat tetapi mengalami oksilasi cepat yang dapat menyebabkan
terjadinya kerusakan dan berlanjut pada disfungsi endotel yang merupakan
cikal bakal aterosklerosis. Mudah rupturnya plak dipengaruhi oleh
beberapa faktor, seperti : plak yang eksentrik non kalsifikasi, tipisnya
fibrous cap, luasnya plak, jumlah sel radang yang berinfiltrasi,
neovaskularisasi, dan hemodinamik lokal (Fukumoto et al, 2008)
10
c) Kurangnya gerak fisik
Aktivitas fisik terutama aerobik atau gerak badan isotonic (berlari, jalan
kaki, senam aerobik low impact dll), akan meningkatkan aliran darah yang
bersifat gelombang yang mendorong peningkatan produksi nitrit oksida
(NO) serta merangsang pembentukan dan pelepasan endothelial derive.
Selain itu olahraga juga dapat merangsang pelebaran pembulu darah
sehingga aliran darah menjadi lebih lancar. Hal tersebut akan berbanding
terbalik jika olahraga yang dilakukan kurang (Ekawati, 2010).
d) Hiperuricemia
Asam urat adalah hasil akhir dari metabolisme purin. Hal tersebut
diperantarai oleh Xantin sebagai prekursor langsung dari asam urat yang
diubah menjadi asam urat oleh reaksi enzimatis yang melibatkan xantin
oksidase. Peningkatan kadar asam urat berpengaruh dengan terjadinya
disfungsi endotel, anti proliferatif, stress oksidatif yang tinggi,
pembentukan radikal bebas dan pembentukan trombus, yang kesemuanya
itu mengakibatkan proses aterosklerosis. Disfungsi endotel adalah
mekanisme utama dimana hiperurisemia dapat meningkatkan kejadian
aterosklerosis. Pasien dengan kadar asam urat yang persisten tinggi pada
darah memiliki angka kejadian yang lebih tinggi untuk penanda disfungsi
endotel, albuminuria dan endotelin plasma (Pramanik et al., 2015).
2.1.4 Patogenesis Aterosklerosis
Arterosklerosis merupakan sekumpulan kompleks yang melibatkan
darah dan kandungan materi didalamnya, endotel vaskular dan vasa vasorum.
Daerah yang sering terjadi yaitu di daerah aorta dan arteri koronaria.
11
Prosesnya diawali dengan perubahan kolestrol LDL yang mengalami
oksidasi menjadi LDL yang teroksidasi (Ox LDL). Kemudian hal tersebut
akan semakin beresiko jika pada pembuluh darah terdapat kemungkinan
kerusakan dari nitrogen monoksida (NO) yang berfunsi untuk melindungi
dinding endotel pembuluh darah dari bahan-bahan yang beresiko menempel
dan membentuk trombus seperti Ox LDL, trombosit dan monosit yang
berubah menjadi makrofag. Jika terdapat kerusakan, maka endotel dapat
menjadi aktif dan mengalami gangguan fungsi kemudian dapat terjadi
deendotelisasi dengan atau tanpa disertai proses adesi trombosit. Berdasarkan
ukuran dan konsentrasinya, molekul plasma dan molekul lain lipoprotein bisa
melakukan ekstravasasi melalui endotel yang rusak dan masuk melalui ruang
sub endotelial. Ox LDL yang tertahan akan berubah menjadi bersifat
sitotoksik, proinflamasi, khemotaktik dan proaterogenik. Karena keadaan
tersebut, endotel sulit untuk menghasilkan NO sebagai pelindung serta fungsi
dilatasi pun berkurang (Adi, 2014).
NO yang berkurang juga mengakibatkan keluarnya sel-sel adesi
(Vascular Cell Adhesion Molecule-1, Intercelular Adhesion Molecule-1, E
selectin, P selectin) dan menangkap monosit dan sel T. kemudian monosit
tersebut melewati endotel memasuki lapisan intima dinding pembuluh dan
berdiferensiasi menjadi makrofag yang selanjutnya mencerna tumpukan Ox
LDL dan berubah menjadi sel busa (foam cell). Foam cell macrophage
kemudian menjadi satu pada pembuluh darah dan membentuk fatty streak
yang nampak. Jika dibiarkan terus menerus, fatty streak akan bertambah besar
seiring berjalannya waktu bersamaan dengan berproliferasinya jaringan ikat
12
fibrosa dan jaringan otot polos disekitarnya sehingga membentuk plak yang
makin lama makin membesar. Plak yang membesar menunjol kearah dalam
lumen arteri sehingga mengurangi aliran darah menyebabkan timbunan
sejumlah besar jaringan ikat padat dan arteri pun menjadi lebih kaku dan tidak
lentur. Selanjutnya, garam kalsium seringkali mengendap bersamaan dengan
kolesterol dan lipid yang lain sehingga menyebabkan arteri mengeras akibat
kalsifikasi (Guyton & Hall, 2012)
Guyton & Hall, 2012
Gambar 2.1 Perkembangan Plak Arterosklerosis
13
Dinding plak akan mengalami degenerasi sehingga mudah sekali untuk
robek. Pada robekan tersebut memungkinkan untuk trombosit menempel pada
permukaan tersebut sehingga dapat membentuk suatu bekuan darah dan
sewaktu-waktu dapat menyumbat aliran darah sehingga aliran darah dapat
terhenti secara tiba-tiba (Guyton & Hall, 2012).
2.1.5 Klasifikasi Lesi Aterosklerosis
Aterosklerosis dapat mengenai semua pembuluh darah sedang dan besar,
namun yang paling sering adalah aorta, pembuluh koroner, dan pembuluh
darah otak, sehingga infark miokard dan infark otak merupakan dua akibat
utama proses ini. Proses aterosklerosis dimulai sejak usis muda berjalan
perlahan dan jika tidak terdapat factor risiko yang mempercepat proses ini,
aterosklerosis tidak akan muncul sebagai penyakit sampai usia pertengahan
atau lebih. Aterosklerosis merupakan penyakit sampai usia pertengahan atau
lebih. Lesi utamanya berbentuk plak menonjol pada tunika intima yang
mempunyai inti berupa lemak (terutama kolesterol dan ester kolesterol) dan
ditutupi oleh fibrous cap.
1) Lesi aterosklerosis awal berupa fatty streak (Lapisan Lemak). Fatty streak
adalah area yang berwarna kuning pada pembuluh darah arteri,
membentuk bercak < 1 mm atau garis selebar 1-2 mm dan panjang
mencapai 1 mm. Secara mikroskopis fatty streak merupakan akumulasi
subendotelial dari sel yang dipenuhi lipid intra sel yang memberi
gambaran berbusa sebagai foam cell’s. Foam cell’s berasal dari makrofag
yang telah menelan lemak, walaupun beberapa berasal dari otot polos
(smooth muscle). Lesi ini tidak bermakna secara klinis, namun fatty streak
14
adalah precusor untuk terjadinya plak fibrosa yang lebih membahayakan.
(Japardi, 2002).
Frederick, 2009
Gambar 2.2 Aterosklerosis pada arteri koroner dengan plak kolesterol dan sel foam
2) Plak fibrosa Plak fibrosa adalah lesi patologis aterosklerosis yang paling
berbahaya karena memiliki bentuk yang tegas, pucat atau abu-abu yang
menebal dapat menonjol kelumen arteri. Jika plak membesar dapat
menyebabkan turunnya aliran darah. Secara mikroskopis, perubahan arteri
banyak terjadi ditunika intima, dimana terjadi akumulasi monosit,
limposit, foam cell’s dan jaringan ikat. Pada beberapa lesi, inti nekrosis
dari sel debris, foam cells dan kristal kolesterol dapat terlihat. Plak fibrosa
tidak terdistribusi homogen diseluruh pembuluh darah, terbanyak di aorta
abdominalis, arteri koroner, arteri poplitea, aorta torasikus desenden, arteri
karotis interna, dan pembuluh darah sircullus willisi di otak (Japardi,
2002).
15
Di dalam klinik yang penting adalah komplikasi yang dapat
membatasi aliran darah atau mempengaruhi integritas dinding pembuluh
darah, seperti hal-hal berikut:
1) Kalsifikasi plak fibrosa menyebabkan pipe like rigiditas dinding
pembuluh darah yang meningkatkan flagilitas
2) Jika plak bercelah atau berulcerasi, terjadi pembentukan super impose
materi trombus pada tempat tersebut. Trombus dapat menyumbat
lumen pembuluh darah sehingga dapat menyebabkan myokard infark
atau stroke
3) Pada pembuluh darah besar seperti aorta, fragmen trombus dapat
terdorong dan embolisasi ke pembuluh darah perifer
4) Perdarahan ke plak dapat disebabkan rupturnya lapisan endotel yang
menutupinya atau kapiler kecil yang memvascularisasi plak sehingga
beberapa hematome dapat mempersempit pembuluh darah
5) Plak fibrosa dapat menyebabkan atrofi dan menyebabkan dilatasi
aneurisma pembuluh darah (Japardi,2002).
(Falk, 2006)
Gambar 2.3 Histologi Aterosklerosis Arteri Koronaria
16
2.1.6 Pencegahan dan Penatalaksanaan Aterosklerosis
Sebelum menjadi penyakit vaskular yang serius, ada beberapa tindakan
penting yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya aterosklerosis. Hal
tersebut ialah:
1. bertahan dengan berat badan yang ideal, beraktivitas fisik secara aktif,
konsumsi bahan makanan yang mengandung lemak tak jenuh dan sedikit
kolesterol
2. mengontrol hipertensi dengan melakukan diet yang sehat serta akktivitas
fisik yang rutin bila perlu ditambah dengan obat-obatan anti hipertensi
3. mengontrol kadar gula darah dengan cara yang sama
4. menghindari rokok (Guyton & Hall, 2012).
Pada dasarnya penatalaksanaan aterosklerosis dapat dibagi menjadi 2
yaitu terapi secara non medikamentosa dan terapi secara medikamentosa.
Terapi secara non medika mentosa bertumpu pada perubahan gaya hidup serta
ditambah dengan diet yang mengandung tinggi antioksidan. Hal tersebut
bertujuan untuk menahan terbentuknya radikal bebas yang berlebihan didalam
tubuh (Adi, 2014)
Untuk terapi medikamentosa ada dua cara yang dapat digunakan yaitu
dengan menurunkan kadar kolesterol LDL dan dengan memberikan obat-
obatan anti inflamasi. Ada beberapa obat yang dapat diberikan berkaitan
dengan mekanismenya untuk menghambat terbentuknya kolesterol LDL yaitu:
1. Statin Merupakan obat pilihan utama untuk menurunkan kadar kolesterol
LDL. Statin dapat menurunkan kadar LDL lebih dari 55% dan trigliserida
(TG) lebih dari 30%, dengan demikian diharapkan dapat menaikkan kadar
17
HDL lebih dari 15%. Target terapi harus sudah tercapai dalam 6 minggu.
Dapat terjadi efek samping pada liver namun jarang terjadi, sebaiknya
tetap dikontrol fungsi liver pada pasien.
2. Fibrat merupakan obat kombinasi yang paling efektif untuk menurunkan
kadar TG yang terlampau tinggi. Obat ini bisa sebagai obat tambahan jika
setelah penggunaan statin TG masih tetap tinggi. Efek samping yang
sering muncul yaitu pada gastrointestinal serta batu empedu. Obat ini
mudah berinteraksi dengan obat lain sehingga penggunaannya dapat
diganti dengan fenofibrat yang cenderung lebih kecil interaksi dengan obat
lain
3. Niasin (asam nikotinat) adalah salah satu pilihan lain dari obat penurun
kolesterol. Niasin dapat menurunkan TG maupun LDL lebih dari 25%.
Niasin dapat diminum tunggal ataupun sebagai kombinasi dengan statin
untuk pasien dengan dislipidemia aterogenik. Efek samping berupa
kemerahan dimuka (flushing) dan dibadan, juga terdapat efek samping
gastrointestinal. Dengan meningkatkan dosis secara perlahan akan
mengurani efek samping tersebut.
4. Bile acid squestrant bekerja di intestinum meningkatkan asam empedu dan
tidak di absorbsi. Obat ini aman untuk anak-anak, wanita hamil dan
menyusui. Obat ini tidak dianjurkan untuk pasien yang memiliki kadar TG
yang tinggi dikarenakan obat ini menurunkan kadar LDL namun dapat
meningkatkan kadar TG. Obat yang biasa digunakan yaitu Ezetemibi dapat
digunakan untuk pasien yang tidak bisa menggunakan statin. Obat ini
18
sangat baik untuk menurunkan kadar LDL bila dikombinasikan dengan
statin. Selain itu obat ini memiiki efek samping yang minimal (Adi, 2014).
Aterogenesis dapat berlajut disebabkan oleh karena adanya proses
inflamasi vaskular. Ada yang menyebutkan bahwa proses inflamasi berkaitan
dengan kadar kolesterol yang tinggi, namun bisa juga disebabkan oleh karena
kuman. Dari penelitian telah dibuktikan bahwa penyakit aterosklerosis
penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi imun (immune-mediated
inflammatory disease). Dengan demikian, pemberian obat-obatan anti
inflamasi di harapkan sangat berperan penting untuk menghambat menjadi
proses lebih lanjut. Beberapa obat yang dapat digunakan antara lain :
1. Statin. Memiliki efek utama yaitu menurunkan kadar kolesterol darah.
Namun statin juga memiliki efek anti oksidan sistemik yang kuat, anti
inflamasi dan anti proliferatif. Hal tersebut menjadikan statin menjadi obat
yang dapat mengurangi kejadian kardiovaskular.
2. Angiotensine Converting Enzyme Inhibitor (ACEI) dan Angiotensin
Receptor Bloker (ARB). Memiliki mekanisme kerja anti-oksidan, anti-
inflamasi dan anti-proliferatif yang bekerja secara langsung.
3. Aspirin. Bekerja dengan menurunkan aktifitas trombosit. Selain itu dapat
juga menurunkan aktifitas mediator inflamasi (misalnya:CRP, TNF, IL-6
dan I-CAM) dan menghambat proliferasi sel otot polos vaskular.
4. Agonist Peroxisome Proliferator Activated Receptor-ɣ (Agonist PPAR- ɣ).
Bekerja dengan menurunkan IL-4, IL-5 dan IL-13 serta menurunkan
ekspresi gen proinflamatori.
19
5. Suplemen anti-oksidan. Diyakini pemakaiannya dapat menurunkan radikal
bebas yang ada di dalam tubuh. Namun antioksidan yang ada selama ini
dosisnya masih kecil sehingga manfaatnya belum jelas (Adi, 2014).
2.2 Ubi Jalar Ungu
2.2.1 Taksonomi
Dalam taksonomi tumbuhan, ubi jalar diklasifikasikan sebagai berikut
(Rukmana, 1997) :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermathopyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Convolvulales
Famili : Convolvulaceae
Genus : Ipoema
Spesies : Ipomoea batatas L.
Balitkabi, 2013
Gambar 2.4 Ubi Jalar Ungu
20
2.2.2 Morfologi Tanaman
Ubi jalar ungu adalah tanaman dikotiledon (biji berkeping dua).
Tanaman ini dapat berbunga, berbuah dan berbiji. Panjang tanaman ini dapat
mencapai tiga meter dan pertumbuhannya terlihat seperti semak dan menjalar
pada permukaan tanah.
1. Akar
Akar pada ubi jalar ungu dibagi menjadi dua tipe, yaitu akar serabut dan
akar tunggang berwarna putih yang dapat menjadi besar hasil penyimpanan
energi hasil fotosintesis membentuk umbi atau akar lumbung.
2. Batang
Memiliki batang yang lunak, tidak berkayu dan banyak mengandung air.
Batang berbentuk bulat dan memiliki ruas sepanjang 1-3 cm, setiap ruasnya
tumbuh daun, akar, tunas atau cabang. Batang kadang terlihat gundul atau
berambut, kadang membelit, bergetah, berwarna hijau pucat kuning atau
keunguan.
3. Daun
Tumbuh pada ruas pada batang, tunggal berbentuk seperti jari tangan.
Bentuk ujungnya bervariasi, ada yang berbentuk runcing atau tumpul dengan
tepi rata berlekuk dangkal atau berlekuk dalam. Penulangan daun menyirip
dengan panjang 4-14 cm, lebar 4-11cm berwarna hijau atau keunguan.
4. Bunga
Bunganya berbentuk seperti terompet terletak di sela dari daun dengan
panjang 3-5 cm dan lebar bagian ujung antara 3-4 cm. memiliki benang sari
berjumlah lima buah melekat pada mahkota putik. Warna bunga ungu muda
21
pada bagian ujung dan ungu pada bagian pangkal. Kelopak terdiri dari tiga
hingga tujuh buah (Supadmi, 2009)
2.2.3 Varietas Ubi Jalar Ungu
Varietas ubi jalar dapat dibilang terlampau banyak, namun baru 142
jenis yang sudah diidentifikasi oleh para peneliti. Varietas yang digolongkan
sebagai varietas unggul harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a) berdaya hasil tinggi, di atas 30 ton/hektar,
b) berumur pendek antara 3-4 bulan,
c) rasanya enak dan manis,
d) tahan terhadap hama penggerek ubi (Cylas sp) dan penyakit kudis oleh
cendawan Elsinoe sp,
e) kadar karoten tinggi di atas 10 mg/100 g dan
f) keadaan serat ubi relatif rendah (Yufdy et al., 2006)
Masyarakat kali ini membutuhkan makanan yang berkualitas, salah
satunya dari segi kesehatan. Ubi jalar ungu mengandung kadar antosianin
yang cukup tinggi sekitar 90 – 96 % yang berfungsi sebagai pewarna ungu
pada ubi jalar. Berkembangnya industri pengolahan pangan akan memacu
penggunaan pewarna sintetis yang tidak aman untuk konsumsi karena
mengandung logam berat (timah, besi dan alumunium) yang berbahaya bagi
kesehatan. Untuk itu diperlukan pencarian alternative pewarna alami seperti
antosianin. Antosianin sebagai pewarna alami dapat digunakan pada minuman
ringan, permen, dan produk berbasis susu seperti yogurt, dan keju. Antosianin
cocok untuk mewarnai makanan dengan pH asam, hal ini disebabkan oleh
karena kestabilan antosianin terhadap kondisi asam (Yudiono, 2011).
22
2.2.4 Kandungan pada Ubi Jalar Ungu
2.2.4.1 Antosianin
Antosianin adalah zat pewarna alami yang masuk ke dalam
golongan benzopiran. Struktur utama turunan benzopiran ditandai
dengan adanya dua cincin aromatik benzena (C6H6) yang dihubungkan
dengan tiga atom karbon yang membentuk cincin. Antosianin
merupakan pigmen alami yang dapat menghasilkan warna biru, ungu,
violet, magenta dan kuning. Antosianin terdapat dalam vakuola sel
bagian tanaman. Vakuola adalah organel sitoplasmik yang berisikan air,
serta dibatasi oleh membran yang identik dengan membran tanaman
(Santoso, 2014).
Antosianin adalah senyawa flavonoid dan merupakan glikosida
dari antosianidin yang terdiri dari 2-phenyl benzopyrilium (Flavium)
tersubstitusi, memiliki sejumlah gugus hidroksil bebas dan gugus
hidroksil termetilasi yang berada pada posisi atom karbon yang berbeda.
Seluruh senyawa antosianin merupakan senyawa turunan dari kation
flavilium, dua puluh jenis senyawa telah ditemukan. Tetapi hanya enam
yang memegang peranan penting dalam bahan pangan yaitu
pelargonidin, sianidin, delfinidin, peonidin, petunidin, dan malvidin
(Santoso, 2014).
Semua antosianin merupakan turunan suatu struktur aromatik
tunggal, yaitu sianidin, dan terbentuk dari pigmen sianidin dengan
penambahan atau pengurangan gugus hidroksil, metilasi dan glikosilasi.
Antosianin memiliki sifat amfoter, yaitu mampu untuk bereaksi baik
23
dengan asam maupun basa. Dalam media asam, antosianin berwarna
merah seperti halnya saat dalam vakuola sel dan berubah menjadi ungu
dan biru jika media bertambah basa. Perubahan warna oleh karena
perubahan kondisi lingkungan tergantung dari gugus yang terikat pada
struktur dasar dari posisi ikatannya (Santoso, 2014).
(Fatimah, 2014)
Gambar 2.5 Rumus Struktur Kimia Antosianin
Antosianin adalah turunan garam flavilum atau benziflavilum.
Antosianin merupakan satuan gugus glikosida yang terbentuk dari gugus
aglikon dan glikon. Terdapat lima jenis gula yang ditemui pada molekul
antosianin, yaitu : glukosa, rhamnosa, galaktosa, xilosa dan arabinosa.
Klasifikasi antosianin berdasarkan jumlah gulanya dapat dibedakan
menjadi 3 yaitu monosida, biosida, dan triosida. Antosianin yang
mengandung satu gula dalam ikatannya disebut dengan monosida,
biasanya ikatan gula tersebut terdapat pada atom C nomor 3, terkadang
pada posisi 5 dan 7. Antosianin yang mengandung dua gula dalam
ikatannya disebut dengan biosida. Ikatan gula tersebut terdapat pada
atom C nomor 3 keduanya, pada posisi 3 dan 5, atau pada posisi 3 dan 7.
Antosianin yang mengandung tiga gula dalam ikatannya, dua ikatan
24
pada posisi 3 dan satu pada posisi 5. Seringkali juga ikatan gula terdapat
pada posisi 3. Pigmen antosianin dari ubi jalar ungu dapat menjadi
penangkal radikal yang kuat, antimutagenik, dan menurunkan tekanan
darah tinggi. Antosianin yang terdapat pada ubi jalar ungu antara lain
cyanidin, pelargonidin, peonidin dan malvidin (Santoso, 2014).
(Fatimah, 2014)
Gambar 2.6 Rumus Struktur Kimia Antosianidin
2.2.4.2 Asam Askorbat
Asam askorbat juga banyak terkandung di dalam ubi jalar ungu.
Asam askorbat dioksidasi menjadi asam dehidroaskorbat yang juga
dapat bertindak sebagai sumber vitamin. Dalam hal ini asam askorbat
berperan sebagai vitamin C. Ubi jalar ungu memiliki kandungan asam
askorbat sekitar 20-50 mg per 100 gram. Kandungan tersebut cukup
tinggi jika dibandingkan dengan vitamin lain yang terkandung
didalamnya seperti thiamin, riboflafin dan niasin (Koswara, 2008).
25
Kandungan asam askorbat pada ubi jalar ungu memiliki manfaat
sebagai antioksidan yang baik bagi tubuh dengan peran sebagai
pendonor elektron dan agen pereduksi. Disebut anti oksidan, karena
dengan mendonorkan elektronnya, dapat mencegah senyawa-senyawa
lain agar tidak teroksidasi (Padayatti, 2003).
Arixs, 2006
Tabel 2.1 Kandungan Gizi Ubi Jalar Ungu
Asam askorbat dapat dioksidasi oleh senyawa-senyawa lain. Jenis-
jenis senyawa yang menerima elektron dan direduksi oleh asam askorbat
dapat dibagi dalam beberapa kelas, antara lain:
1. Senyawa dengan elektron (radikal) yang tidak berpasangan,
seperti contoh radikal-radikal oksigen (superoksida, radikal
hidroksil, radikal peroksil, radikal sulfur, dan radikal
nitrogen-oksigen).
2. Senyawa-senyawa yang reaktif tetapi tidak radikal,
misalnya asam hipoklorit, nitrosamin, asam nitrat, dan
ozon.
26
3. Senyawa-senyawa yang dibentuk melalui reaksi senyawa
pada kelas pertama atau kelas kedua dengan vitamin C.
4. Reaksi transisi yang diperantarai logam (misalnya ferrum
atau cuprum)
Padayatty, 2003
Gambar 2.7 Reaksi Reduksi dan Oksidasi Asam Askorbat
Dalam perannya sebagai antioksidan, asam askorbat dapat
mencegah oksidasi yang akan di bentuk oleh protein maupun oleh lipid.
Radikal bebas akan terbentuk jika terdapar oksigen yang akan berikatan
langsung dengan protein maupun lipid. Namun sebelum oksigen tersebut
berikatan, asam askorbat akan mengikat oksigen tersebut terlebih
dahulu, sehingga tidak terbentuknya radikal bebas oleh karena tidak
terjadinya ikatan dengan oksigen. Sebagai contoh LDL, jika beraksi
dengan oksigen akan menjadi lipid peroksida. Reaksi berikutnya akan
menghasilkan lipid hidroperoksida, yang akan menghasilkan proses
radikal bebas. Asam askorbat akan bereaksi dengan oksigen sehingga
27
tidak terjadi interaksi antara lipid dan oksigen, dan akan mencegah
terjadinya pembentukan lipid hidroperoksida (Padayatti et.al, 2003).
2.2.4.3 Beta Glucan (Pati)
Pati adalah polisakarida yang tersusun dari unit-unit glukosa yang
saling berikatan membentuk rangkaian yang panjang. Jumlah molekul
glukosa yang terdapat pada pati bervariasi hingga ribuan molekul
tergantung jenis pati. Pati tersimpan sebagai sumber energi tumbuhan,
seperti glikogen pada hewan. Pati terdiri atas granula dengan ukuran
yang bervariasi antara 2 – 130 mikron. Ukuran dan bentuk granula pati
dipangaruhi oleh jenis tumbuhan asal dari granula pati tersebut. Struktur
granula pati berbentuk sedemikian rupa sehingga terlihat melingkar.
Honestin, 2007
Gambar 2.8 Bentuk Granula Pati
Granula pati ubi jalar berdiameter 2-25 μm. Granula pati ubi jalar
berbentuk polygonal dengan kandungan amilosa 20% dan amilopektin
80%. Pati ubi jalar memiliki derajat pembengkakan 20-27 ml/g,
kelarutan 15-35%, dan gelatinisasi pada suhu 75-88 C untuk granula
berukuran kecil. Pati ubi jalar ungu memiliki kekentalan tinggi dan
kemampuan membuat gel yang rendah. Hal ini disebabkan karena
28
kemampuan pembengkakan (swelling) dan kelarutan pati ubi jalar ungu
serta ukuran granula pati ubi jalar ungu (Moorthy & Balagopalan, 2010).
2.2.5 Ekstrak Ubi Jalar Ungu
Pembuatan ekstrak ubi jalar ungu dibuat dengan menggunakan dengan
pelarut campuran air, ethanol dan asam asetat dengan perbandingan tertentu.
Hal tersebut dilakukan dikarenakan kandungan antioksidan ubi jalar ungi
memiliki pigmen yang sifatnya polar. Agar kandungan antioksidan tetap utuh
pada ubi jalar ungu, harus diberikan pelarut yang memiliki sifat polar sama
seperti antioksidan pada ubi jalar ungu. Pada pembuatannya, kandungan
terbesar antioksidan terdapat pada daging dari ubi jalar ungu sehingga diambil
dagingnya dan akan dibuang untuk kulitnya. Setelah itu akan dilakukan
berbagai tahapan sebagai berikut :
1. Diiris dengan tebal ±0,3 cm kemudian ditimbang sebesar 100 gr
2. Irisan daging ubi jalar ungu dihancurkan dengan blender + pelarut (1:
2 = bahan : pelarut) selama 3 menit. Pelarut tersebut berupa ethanol,
asam asetat dan air dengan perbandingan (25 : 1 : 5)
3. Ekstrak disaring dengan kain saring sehingga didapatkan filtrat
pigmen.
4. Filtrat pigmen diuapkan dengan water bath suhu 50°C untuk
menguapkan ethanol sehingga didapat filtrat pigmen kental
5. Kemudian disaring dengan kertas saring untuk memisahkan endapan
yang terbentuk sehingga didapatkan pewarna ubi jalar ungu
6. Pewarna Ubi jalar ungu dianalisa kimiawi, meliputi analisa pH pelarut,
analisa konsentrasi antosianin serta intensitas warna
29
Setelah didapatkan ekstrak ubi jalar ungu, akan dilakukan berbagai
macam uji untuk mengetahui stabilitasnya terhadap pengaruh pH, kadar gula,
kadar garam, suhu pemanasan dan waktu pemanasan (Winarti, Ulya & Dhini,
2008).
2.2.6 Aktifitas Antioksidan
Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat spesies
oksigen reaktif, spesies nitrogen, dan radikal bebas lainnya sehingga mampu
mencegah penyakit-penyakit seperti kardiovaskular, kanker, dan penuaan.
Senyawa antioksidan merupakan substansi yang diperlukan tubuh untuk
menetralisir radikal bebas dan mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh
radikal bebas terhadap sel normal, protein, dan lemak. Senyawa ini memiliki
struktur molekul yang dapat memberikan elektronnya kepada molekul radikal
bebas tanpa terganggu sama sekali fungsinya dan dapat memutus reaksi
berantai (Halliwell dan Gutteridge, 2000).
Antioksidan dibagi menjadi tiga tipe yaitu:
1) Antioksidan primer
Antioksidan primer mampu memutus rantai reaksi pembentukan radikal
bebas dengan memberikan ion 29embrane atau elektron pada radikal bebas
sehingga menjadi produk yang stabil. Senyawa yang digolongkan sebagai
antioksidan primer adalah kelompok senyaw polifenol, asam askorbat
(vitamin C), kelompok senyawa asam galat, BHT, BHA, TBHQ, PG, dan
tokoferol.
30
2) Antioksidan sekunder
Antioksidan sekunder berfungsi untuk mencegah terbentuknya radikal
bebas, menginaktifkan singlet oksigen, menyerap radiasi ultraviolet dan
bekerja sinergis dengan antioksidan primer. Senyawa yang digolongkan
sebagai antioksidan sekunder adalah asam tiodipropionat, dilauril dan distearil
ester.
3) Chelator sequestransts
Chelator berfungsi sebagai pengikat logam-logam yang dapat mengkatalis
reaksi oksidasi lemak seperti Fe dan Cu. Terikatnya logam-logam tersebut
oleh chelating agent mampu meningkatkan efisiensi reaksi antioksidan,
menghambat oksidasi asam askorbat dan vitamin-vitamin yang larut lemak.
Senyawa yang digolongkan sebagai chelating agent adalah asam sitrat,
suksinat, oksalat, laktat, malat, tartarat, asam polifosfat,
ethylenediaminetetraacetic acid (EDTA), dan asam amino. Senyawa golongan
asam karboksilat seperti asam sitrat, asam nikotinat, asam salisilat dan asetil
salisilat disamping berfungsi sebagai chelator, juga memiliki keaktifan sebagai
antioksidan. Dari keempat senyawa golongan asam karboksilat tersebut, asam
sitrat merupakan antioksidan yang paling efektif dan memiliki sifat sebagai
radioprotektor (Gromovaya et al., 2002).
2.3 Radikal Bebas
Radikal bebas yaitu atom atau kumpulan dari atom (molekul) yang yang
memiliki elektron yang tidak berpasangan (unpaired electron). Di dalam sel
hidup, radikal bebas terbentuk pada plasma, mitokondria, peroksisom,
31
endoplasma dan sitosol melalui reaksi-reaksi enzimatis yang berlangsung dalam
proses metabolism (Winarsi, 2007).
Tubuh setiap saat dapat menghasilkan radikal bebas, namun didalamnya
terdapat pula mekanisme untuk menetralisir radikal tersebut dengan menggunakan
enzim-enzim superoksida dismutase (SOD), katalase, dan peroksidase. Walaupun
demikian adakalanya dimana tubuh menghasilkan jumlah radikal bebas yang
berlebihan (Winarsi, 2007). Jika produksi radikal bebas melebihi kemampuan
antioksidan di dalam sel untuk menetralkannya maka kelebihan radikal bebas
sangat berpengaruh besar menyebabkan kerusakan sel. Kerusakan sel ini disebut
sebagai kerusakan oksidatif, yaitu kerusakan biomolekul penyusun sel yang
disebabkan oleh reaksinya dengan radikal bebas (Suarsana, 2013).
Pada intinya, senyawa atau molekul yang memiliki elektron yang tidak
berpasangan tersebut akan sangat reaktif berusaha untuk mencari pasangan
dengan cara mengikat elektron molekul yang ada di sekitarnya. Besarnya bahaya
yang di timbulkan tergantung dari senyawa yang diikat oleh radikal bebas
tersebut. Bila yang diikat adalah senyawa non kovalen, dampak yang akan
ditimbulkan tidak begitu berbahaya. Akan tetapi jika senyawa yang diikat adalah
senyawa yang berikatan kovalen, maka dampaknya akan sangat berbahaya bagi
tubuh. Umumnya senyawa yang berikatan kovalen adalah senyawa yang memiliki
molekul besar (biomakromolekul) seperti lipid, protein maupun DNA. Dari target-
target tersebut, yang paling rentan adalah asam lemak tak jenuh (Winarsi, 2007).
2.3.1 Peroksidasi Lipid
Peroksidasi lipid merupakan proses yang bersifat kompleks akibat reaksi
asam lemak tak jenuh jamak, berkemampuan sebagai penyusun fosfolipid sel
32
dengan senyawa oksigen reaktif (ROS), kemudian membentuk
hidroperoksida. Beberapa spesies oksigen reaktif yang dijumpai dalam tubuh
adalah:
· Superoxide radical (O2-)
· Hydroxyl radical (OH-)
· Nitric oxide radical (NO-)
· Peroxyl radical (ROO-)
· Lipid peroxyl radical (LOOH)
· Hydrogen peroxide (H2O2)
· Singlet oxygen (IO2)
· Hypochlorous acid (HOCl)
Oksidasi lemak terdiri dari tiga tahap utama, yaitu inisiasi, propagasi dan
terminasi. Lemak yang terkena bisa dari berbagai tempat yaitu aliran darah
(kolesterol), lemak netral, dan juga dari asupan makanan yaitu lemak tidak
jenuh. Pada tahap inisiasi akan terbentuk radikal asam lemak yaitu senyawa
turunan asam lemak bersifat tidak stabil dan reaktif oleh karena hilangnya satu
atom hydrogen dari salah satu gugus metilen –CH2- membentuk radikal
karbon. Rangkap karbon tersebut melemahkan ikatan karbon dan
memfasilitasi pengambilan atom hydrogen. Pada tahap propagasi,
penghilangan atom hydrogen mengakibatkan penyusunan kembali ikatan
sebagai stabilisasi dengan membentuk konjugasi diena, yang mudah diserang
oleh oksigen membentuk radikal peroksil ROO•. Radikal peroksil akan
menyerang asam lemak lain menghasilkan hidroperoksida (ROOH) dan
radikal asam lemak baru melalui reaksi berantai. Hingga menghasilkan
33
hidroperoksida lebih banyak lagi. Target utama peroksidasi oleh ROS adalah
asam lemak tak jenuh majemuk (PUFA) dalam lipid. PUFA didegradasi oleh
radikal-radikal bebas sehingga menghasilkan produk akhir yang disebut
dengan Malonaldehida (MDA) (Retno, 2012).
(Winarsih, 2007)
Gambar 2.9 Tahap inisiasi, propagasi, dan terminasi pada peroksidasi lipid
2.3.2 Malondialdehid (MDA)
Malon dialdehid (MDA) merupakan dialdehid tiga karbon reaktif
yang dapat diperoleh dari hidroksilasi pentosa, deoksiribosa, heksosa,
beberapa asam amino dan DNA. Senyawa ini dapat berinteraksi dengan thiol
protein, gugus asam amino, crosslink lipid dan protein, dan agregasi protein.
Selain itu, dapat dihasilkan alkenal seperti 4-hidroksialkenal dan senyawa
alkanal (Retno, 2012).
MDA adalah produk akhir yang dapat digunakan untuk mengetahui
derajat kerusakan oksidatif yang disebabkan oleh peroksidasi lipid.
Peroksidasi lipid hasil dari radikal bebas ini akan selalu membentuk reaksi
berantai yang terus berlanjut sampai radikal bebas ini dihilangkan oleh radikal
bebas lain dan oleh sistem antioksidan dari tubuh. Antioksidan bereaksi