bab ii tinjauan kasus a. tinjauan konsep kebutuhan …repository.poltekkes-tjk.ac.id/218/3/bab...

37
6 BAB II TINJAUAN KASUS A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar 1. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia Kebutuhan dasar manusia menurut Abraham Maslow atau yang disebut dengan Hierarki kebutuhan dasar Maslow yang meliputi lima kategori kebutuhan dasar, yakni: a. Kebutuhan Fisiologis (physiologic Needs) Kebutuhan fisiologis memiliki prioritas tertinggi dalam hierarki maslow. Umumnya, seseorang yang memiliki beberapa kebutuhan yang belum terpenuhi akan lebih dulu memenuhi kebutuhan fisiologisnya dibandingkan kebutuhan lainnya. Adapun macam-macam kebutuhan dasar menurut hierarki maslow adalah kebutuhan oksigen dan pertukaran gas, kebutuhan cairan dan elektolit, kebutuhan makanan, kebutuhan eliminasi urine dan alvi, kebutuhan istirahat tidur, kebutuhan aktivitas, kebutuhan kesehatan temperature tubuh, dan kebutuhan seksual. b. Kebutuhan Keselamatan dan Rasa Aman(Safety and Security Needs) Kebutuhan keselamatan dan rasa aman yang dimaksud adalah aman dari berbagai aspek baik fisiologis maupun psikologis. Kebutuhan ini meliputi kebutuhan perlindungan diri dari udara dingin, panas, kecelakaan, dan infeksi. Bebas dari rasa takut dan kecemasan, bebas dari perasaan terancam karena pengalaman yang baru atau asing. c. Kebutuhan rasa cinta, memiliki dan dimiliki (Love and Belonging Needs) Kebutuhan ini meliputi memberi dan menerima kasih sayang, perasaan dimiliki dan hubungan yang berarti dengan orang

Upload: others

Post on 21-Jun-2020

18 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

6

BAB II

TINJAUAN KASUS

A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar

1. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia

Kebutuhan dasar manusia menurut Abraham Maslow atau yang

disebut dengan Hierarki kebutuhan dasar Maslow yang meliputi lima

kategori kebutuhan dasar, yakni:

a. Kebutuhan Fisiologis (physiologic Needs)

Kebutuhan fisiologis memiliki prioritas tertinggi dalam

hierarki maslow. Umumnya, seseorang yang memiliki beberapa

kebutuhan yang belum terpenuhi akan lebih dulu memenuhi

kebutuhan fisiologisnya dibandingkan kebutuhan lainnya. Adapun

macam-macam kebutuhan dasar menurut hierarki maslow adalah

kebutuhan oksigen dan pertukaran gas, kebutuhan cairan dan

elektolit, kebutuhan makanan, kebutuhan eliminasi urine dan alvi,

kebutuhan istirahat tidur, kebutuhan aktivitas, kebutuhan kesehatan

temperature tubuh, dan kebutuhan seksual.

b. Kebutuhan Keselamatan dan Rasa Aman(Safety and Security

Needs)

Kebutuhan keselamatan dan rasa aman yang dimaksud

adalah aman dari berbagai aspek baik fisiologis maupun

psikologis. Kebutuhan ini meliputi kebutuhan perlindungan diri

dari udara dingin, panas, kecelakaan, dan infeksi. Bebas dari rasa

takut dan kecemasan, bebas dari perasaan terancam karena

pengalaman yang baru atau asing.

c. Kebutuhan rasa cinta, memiliki dan dimiliki (Love and Belonging

Needs)

Kebutuhan ini meliputi memberi dan menerima kasih

sayang, perasaan dimiliki dan hubungan yang berarti dengan orang

7

lain, kehangatan, persahabatan, mendapat tempat atau diakui dalam

keluarga, kelompok serta lingkungan sosial. (Mubarak, 2008)

d. Kebutuhan Harga Diri (Self-Esteem Needs)

Kebutuhan ini meliputi perasaan tidak tergantung pada

orang lain, kompeten, penghargaan terhadap diri sendiri dan orang

lain.

e. Kebutuhan Aktualisasi Diri (Needs for Self Actualization)

Kebutuhan ini meliputi dapat mengenal diri sendiri dengan

baik (mengenal dan memahami potensi diri), belajar memenuhi

kebutuhan diri sendiri, tidak emosional, mempunyai dedikasi yang

tinggi, kreatif, mempunyai kepercayaan diri yang tinggi dan

sebagainya.

Konsep hierarki diatas menjelaskan bahwa manusia

senantiasa berubah dan kebutuhannya terus berkembang. Jika

seseorang merasakan kepuasan, ia akan menikmati kesejahteraan

dan bebas untuk berkembang menuju potensi yang lebih besar.

Sebaliknya, jika proses pemenuhan kebutuhan terganggu, akan

timbul suatu kondisi patologis. Karenanya, dengan memahami

konsep kebutuhan dasar manusia Maslow, akan didapat persepsi

yang sama bahwa untuk beralih ketingkat kebutuhan yang lebih

tinggi, kebutuhan dasar yang ada dibawahnya harus terpenuhi lebih

dahulu. Artinya, terdapat suatu jenjang kebutuhan yang lebih tinggi

yang harus dipenuhi sebelum kebutuhan yang lainnya terpenuhi

(Mubarak, W.I, dkk, 2008 dalam Ernawati, 2012).

2. Pengertian Spiritual

Spiritual merupakan konsep kompleks yang unik pada tiap

individu, dan tergantung pada budaya, perkembangan, pengalaman

hidup, kepercayaan, dan ide-ide tentang kehidupan seseorang (Mauk

dan Schmidt, 2004 dalam Potter and Perry, 2010).

8

Spiritual memberikan individu energi yang dibutuhkan untuk

menemukan diri mereka, untuk beradaptasi dengan situasi yang sulit,

dan untuk memelihara kesehatan. Energi yang berasal dari spiritual

membantu klien merasa sehat dan membantu membuat pilihan

sepanjang kehidupan (Chiu et al., 2004 dalam Potter and Perry, 2010).

3. Karakteristik Spiritual

Adapun karakteristik spiritual menurut Hamid (2009) meliputi :

a. Hubungan dengan diri sendiri (kekuatan dalam atau self-reliance)

meliputi: pengetahuan diri (siapa dirinya, apa yang dapat

dilakukannya) dan sikap (percaya pada diri sendiri, percaya pada

kehidupan/masa depan, ketenangan pikiran, harmoni atau

keselarasan dengan diri sendiri.

b. Hubungan dengan alam (harmoni) meliputi: mengetahui tentang

tanaman, pohon, margasatwa, iklim dan berkomunikasi dengan

alam (bertanam, berjalan kaki), mengabadikan dan melindungi

alam.

c. Hubungan dengan orang lain (harmonis atau suportif) meliputi:

berbagi waktu, pengetahuan dan sumber secara timbal balik,

mengasuh anak, orang tua dan orang sakit, serta menyakini

kehidupan dan kematian (mengunjungi, melayat dll), dikatakan

tidak harmonis apabila: konflik dengan orang lain, resolusi yang

menimbulkan ketidakharmonisan dan friksi.

d. Hubungan dengan ketuhanan (agamais atau tidak agamais)

meliputi: sembahyang atau berdoa atau meditasi, perlengkapan

keagamaan dan bersatu dengan alam (Hamid, 2009).

4. Faktor yang Mempengaruhi Spiritual

Menurut Taylor dan Craven & Hirnle dalam Wahid, faktor penting

yang dapat mempengaruhi spiritual seseorang adalah:

9

a. Tahap perkembangan

Spiritual berhubungan dengan kekuasaan non material,

seseorang harus memiliki beberapa kemampuan berfikir abstrak

sebelum mulai mengerti spiritual dan menggali suatu hubungan

dengan yang Maha mengerti spiritual dan menggali suatu

hubungan dengan yang Maha Kuasa. Hal ini bukan berarti bahwa

Spiritual tidak memiliki makna bagi Kuasa. Hal ini bukan berarti

bahwa Spiritual tidak memiliki makna bagi seseorang.

b. Peranan keluarga penting dalam perkembangan spiritual individu

Tidak begitu banyak yang diajarkan keluarga tentang Tuhan

dan agama, kehidupan dan diri sendiri dari tapi individu belajar

tentang Tuhan, kehidupan dan diri sendiri dari tingkah laku

keluarganya. Oleh karena itu keluarga merupakan lingkungan

terdekat dan dunia pertama dimana individu mempunyai

pandangan, pengalaman terhadap dunia yang pengalaman tehadap

dunia yang diwarnai oleh pengalaman dengan iwarnai oleh

pengalaman dengan keluarganya.

c. Latar belakang etnik dan budaya

Sikap, keyakinan dan nilai dipengaruhi oleh latar belakang

etnik dan sosial budaya. Pada umumnya seseorang akan mengikuti

tradisi agama dan spiritual keluarga. Anak belajar pentingnya

menjalankan kegiatan agama, termasuk nilai moral dari hubungan

keluarga dan peran serta dalam berbagai bentuk kegiatan

keagamaan.

d. Pengalaman hidup sebelumnya

Pengalaman hidup baik yang positif maupun negatif dapat

mempengaruhi spiritual seseorang dan sebaliknya juga dipengaruhi

oleh bagaimana seseorang mengartikan secara spiritual

pengalaman tersebut. Peristiwa dalam kehidupan seseorang

dianggap sebagai suatu cobaan yang diberikan Tuhan kepada

manusia.menguji keimanannya.

10

e. Krisis dan perubahan

Krisis dan perubahan dapat menguatkan kedalam spiritual

seseorang. Krisis sering dialami ketika seseorang menghadapi

penyakit, penderitaan, proses penuaan, kehilangan, dan bahkan

kematian, khususnya pasien dengan penyakit terminal atau dengan

prognosis yang buruk. Perubahan dalam kehidupan dan krisis yang

dihadapi tersebut merupakan pengalaman spiritual yang bersifat

fiskal dan emosional.

f. Terpisah dari ikatan spiritual

Menderita sakit terutama yang bersifat akut, sering kali

membuat individu merasa terisolasi dan kehilangan kebebasan

pribadi dan sistem dukungan sosial. Kebiasaa hidup sehari-hari

juga berubah antara lain tidak dapat menghadiri acara resmi,

mengikuti kegiatan keagamaan atau tidak dapat berkumpul dengan

keluarga atau teman dekat yang bisa memberikan dukungan setiap

saat diinginkan.

g. Isu moral terkait dengan terapi

Pada kebanyakan agama, proses penyembuhan dianggap

sebagai cara Tuhan untuk menunjukkan kebesaran-Nya, walaupun

ada juga agama yang menolak intervensi pengobatan (Hamid,

2009).

5. Tahap Perkembangan Spiritual

Beberapa aspek perkembangan spiritual dan perilaku keagaamaan

yang sehat pada setiap tahap perkembangan yaitu seperti:

a. 0-3 tahun : Neonatus dan todler mendapat kualitas spiritual

keyakinan, mutulitas, keberanian, harapan, dan cinta yang

mendasar.

b. 3-7 tahun : Fase penuh fantasi dan imitatif ketika anak dapat

dipengaruhi oleh contoh, alam perasaan, dan tindakan. Imajinasi

11

dianggap sebagai realitas (Santa Claus, Tuhan sebagai kakek di

langit).

c. 7-12 tahun : Anak berusaha memilah fantasi dari fakta dengan

menuntut adanya bukti atau demonstrasi kenyataan. Anak

menerima cerita dan keyakinan secara harfiah. Kemampuan untuk

mempelajari keyakinan dan praktik budaya serta keagamaan.

d. Remaja : Pengalaman mengenai dunia saat ini di luar unit keluarga

dan keyakinan spiritual dapat membantu pemahaman terhadap

lingkungan yang luas. Secara umum menyesuaikan diri dengan

keyakinan orang di sekitar mereka; belum dapat menilai keyakinan

secara objektif.

e. Dewasa muda : Perkembangan indentitas diri dan pandangan

terhadap dunia berbeda dari orang lain. Individu membentuk

komitmen, gaya hidup, keyakinan, dan sikap yang mandiri. Mulai

mengembangkan makna personal terhadap simbol keagamaan dan

keyakinan.

f. Dewasa menengah : Menghargai masa lalu; lebih memerhatikan

suara hati; lebih waspada terhadap mitos, prasangka, dan citra yang

ada karena latar belakang sosial. Berusaha menyelesaikan

kontradiksi dalam pikiran dan pengalaman dan untuk tetap terbuka

terhadap kebenaran orang lain.

g. Dewasa menengah sampai Lansia : Mampu menyakini, dan

memiliki rasa partisipasi dalam, komunitas noneksklusif. Dapat

berusaha menyelesaikan masalah sosial, politik, ekonomi, atau

ideologi dalam masyarakat. Mampu merangkul kehidupan

meskipun masih longgar (Kozier, 2010).

6. Kesehatan Spiritual

Kesehatan spiritual adalah kondisi yang dalam pandangan sufistik

disebut sebagai terbebasnya jiwa dari berbagai penyakit ruhaniah,

seperti syirik (polytheist), kufur (atheist), nifaq atau munafik

12

(hypocrite), dan fusuq (melanggar hukum). Kondisi spiritual yang

sehat terlihat dari hadirnya ikhlas (ridha dan senang menerima

pengaturan Illahi), tauhid (meng-Esa-kan Allah), tawakal (berserah

diri sepenuhnya kepada Allah). Spiritualitas adalah pandangan

pribadi dan perilaku yang mengekspresikan rasa keterkaitan ke

dimensi transcendental atau untuk sesuatu yang lebih besar dari diri

(Asy’arie, 2012). Dubos memandang sehat sebagai suatu proses

kreatif dan menjelaskannya sebagai kualitas hidup, termasuk

kesehatan sosial, emosional,mental,spiritual,dan biologis dari

individu, yang disebabkan oleha daptasi terhadap lingkungan.

Kontinum sehat dan kesehatan mencakup enam dimensi sehat yang

mempengaruhi gerakan di sepanjang kontinum. Dimensi ini

diuraikan sebagai berikut :

a. Sehat fisik adalah ukuran tubuh, ketajaman sensorik, kerentanan

terhadap penyakit, fungsi tubuh, kebugaran fisik, dan

kemampuan sembuh.

b. Sehat intelektual adalah kemampuan untuk berfikir dengan

jernih dan menganalisis secara kritis untuk memenuhi

tantanganhidup.

c. Sehat sosial adalah kemampuan untuk memiliki hubungan

interpersonal dan interaksi dengan orang lain yang memuaskan.

d. Sehat emosional adalah ekspresi yang sesuai dan control emosi;

harga diri, rasa percaya dan cinta.

e. Sehat lingkungan adalah penghargaan terhadap lingkungan

eksternal dan peran yang dimainkan seseorang dalam

mempertahankan, melindungi, dan memperbaiki kondisi

lingkungan.

f. Sehat spiritual adalah keyakinan terhadap Tuhan atau cara hidup

yang ditentukan oleh agama; rasa terbimbing akan makna atau

nilai kehidupan.

13

Manusia terdiri dari dimensi fisik, emosi, intelektual, sosial dan

spiritual dimana setiap dimensi harus dipenui kebutuhannya.

Seringkali permasalahan yang muncul pada klien ketika mengalami

suatu kondisi dengan penyakit tertentu (misalnya penyakit

fisik)mengakibatkan terjadinya masalah psikososial dan spiritual.

Ketika klien mengalami penyakit, kehilangan dan stress, kekuatan

spiritual dapat membantu individu tersebut menuju penyembuhan

dan terpenuhinya tujuan dengan atau melalui pemenuhan kebutuhan

spiritual (Yusuf. dkk, 2016).

7. Konsep Terkait Dalam Kesehatan Spiritual

Konsep yang menggambarkan kesehatan spiritual begitu beragam.

Untuk melaksanakan pelayanan spiritual yang suportif dan penuh arti,

penting bagi perawat untuk memahami konsep spiritual, kesejahteraan

spiritual, kepercayaan, agama, dan harapan.

Kesejahteraan Spiritual. Kesejahteraan spiritual memiliki efek yang

positif pada kesehatan. Semua yang mengalami kesejahteraan spiritual

merasa terhubung dengan orang lain dan dapat menemukan arti atau

tujuan dalam kehidupan mereka (Hammermeister et al., 2005 dalam

Potter & Perry, 2010). Kesejahteraan spiritual akan menciptakan

kesehatan spiritual. Semua yang sehat secara spiritual akan merasakan

kegembiraan, dapat memaafkan diri mereka dan orang lain, menerima

penderitaan dan kematian, melaporkan adanya peningkatan kualitas

hidup, dan memiliki pemahaman yang positif tentang kesejahteraan

fisik dan emosional (Fisch et al., 2003 dalam Potter and Perry, 2010).

Kepercayaan. Kepercayaan memberikan tujuan dan arti bagi

kehidupan seseorang, memperbolehkan tindakan. Banyak klien yang

sedang sakit memiliki pandangan yang positif tentang hidup dan

mengikuti kegiatan setiap harinya dibandingkan dengan menyerahkan

diri mereka pada gejala penyakit. Kepercayaan mereka biasanya

14

menjadi lebih kuat karena mereka memandang penyakit sebagai suatu

kesempatan untuk pengembangan diri.

Agama.Ketika menyelenggarakan pelayanan spiritual untuk klien,

penting bagi perawat untuk memahami perbedaan antara agama dan

spiritualitas. Banyak individu cenderung menggunakan istilah

spiritual dan agama secara terbalik. Meskipun sangat berhubungan,

istilah ini tidak sama. Praktik agama meliputi spiritualitas, tetapi

spiritual tidak harus melibatkan praktik agama. Pelayanan agama

membantu klien mempertahankan kesetiaan mereka terhadap sistem

kepercayaan dan praktik pemujaan.

Harapan. Harapan adalah energi, memberikan individu motivasi

untuk mencapai dan sumber daya yang digunakan untuk pencapaian

tersebut. Individu mengungkapkan harapan dalam semua aspek

kehidupan untuk membantu mereka mengatasi tekanan hidup. Harapan

adalah sumber daya personal yang berharga ketika seseorang

menghadapi kehilangan atau tantangan yang sulit.

8. Masalah Spiritual

Ketika sakit, kehilangan, duka cita, atau perubahan hidup yang

besar, individu menggunakan sumber daya spiritual untuk membantu

mereka beradaptasi atau menimbulkan kebutuhan dan masalah

spiritual.

Tekanan spiritual. Tekanan spiritual sering menyebabkan seseorang

merasa sendiri atau bahkan merasa diabaikan. Individu sering

mempertanyakan nilai-nilai spiritual mereka, menimbulkan pertanyaan

pertanyaan tentang jalan hidup mereka, tujuan kehidupan, dan sumber

pemahaman. Tekanan spiritual juga timbul saat ada konflik antara

kepercayaan seseorang dan regimen kesehatan yang diresepkan atau

ketidakmampuan untuk mempraktikan ritual seperti biasanya.

Penyakit Akut. Tiba-tiba, penyakit yang tidak diharapkan (baik

jangka pendek atau panjang) yang mengancam kehidupan klien,

15

kesehatan, dan/atau kesejahteraan terus-menerus menyebabkan

tekanan spiritual yang signifikan. Kekuatan spiritualitas klien

mempengaruhi bagaimana klien beradaptasi dengan penyakit yang

tiba-tiba dan seberapa cepat klien beralih ke masa pemulihan.

Penyakit Kronis. Banyak penyakit kronis yang mengancam

kebebasan seseorang menyebabkan ketakutan, kecemasan, dan tekanan

spiritual. Ketidakberdayaan dan kehilangan pemahaman tujuan hidup

mengganggu kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan pada

fungsi tubuh. Spiritualitas secara signifikan membantu klien dan

pemberi layanan untuk beradaptasi terhadap perubahan yang

diakibatkan oleh penyakit kronis. Klien yang memiliki pemahaman

kesejahteraan spiritual, merasakan hubungan dengan kekuatan tertinggi

dan orang lain, dan dapat menemukan arti dan tujuan hidup, akan dapat

beradaptasi lebih baik dengan penyakit kronis yang dimilikinya, di

mana membantu mereka mencapai potensi dan peningkatan kualitas

hidup mereka (Adegbola, 2006 dalam Potter & Perry, 2010).

Penyakit Terminal. Penyakit terminal biasanya menyebabkan

ketakutan terhadap nyeri fisik, isolasi, hal yang tak terduga, dan

kematian. Penyakit terminal menciptakan ketidakpastian tentang apa

arti kematian dan membuat klien rentan terhadap tekanan spiritual.

Pengalaman Mendekati Kematian. Beberapa perawat akan merawat

klien yang memiliki pengalaman mendekati kematian (Near-Death

Experience [NDE]). Setelah klien selamat dari NDE, penting untuk

tetap terbuka dan memberikan klien kesempatan untuk menggali apa

yang telah terjadi. Berikan dukungan jika klien memutuskan untuk

berbagi pengalaman dengan orang-orang terdekat (James, 2004 dalam

Potter & Perry, 2010).

16

9. Kepercayaan Keagamaan Tentang Kesehatan

Setiap agama mempunyai beberapa kepercayaan mengenai

kesehatan baik secara pelayanan kesehatan, respon penyakit dan

penerapan kesehatan dalam keperawatan.

Tabel 2.1 Kepercayaan Keagamaan Tentang Kesehatan

No. Kelompok

Agama

atau

Budaya

Kepercayaan

terhadap

Pelayanan

Kesehatan

Respon terhadap Penyakit Penerapannya

pada

Kesehatan dan

Keperawatan

1. Islam a. Harus

dapat

mempra

ktikkan

lima

hukum

Islam

b. Terkada

ng

memilik

i

pandang

an

kesehata

n yang

salah

a. Menggunakan kepercayaan

penyembuhan.

b. Anggota keluarga merupakan

sumber kenyamanan.

c. Berdoa kelompok bersifat

menguatkan.

d. Biasanya memperbolehkan

menarik diri dari pendukung

hidup.

e. Tidak melakukan eutanasia.

f. Percaya waktu kematian telah

ditentukan sebelumnya dan

tidak dapat diubah.

g. Memelihara rasa

pengharapan dan sering

menghindari diskusi tentang

kematian.

a. Wanita

memilih

penyelang

gara

kesehatan

wanita.

b. Selama

bulan

Ramadhan

, wanita

tidak

boleh

makan

sampai

matahari

terbenam.

c. Kesehatan

dan

spiritualita

s saling

berhubung

an.

d. Keluarga

dan teman

biasanya

berkunjun

17

g selama

waktu

sakit.

e. Biasanya

tidak

memperti

mbangkan

transplanta

si organ

atau donor

dan

pemeriksa

an pasca-

kematian.

2. Hindu Menerima

ilmu

pengetahuan

medis

terkini.

a. Dosa masa lalu menyebabkan

penyakit.

b. Hidup yang lama merupakan

hal yang menakutkan.

a. Mengizin

kan

waktu

untuk

berdoa

dan ritual

suci.

b. Mengizin

kan klien

untuk

menggun

akan

jimat,

ritual,

dan

simbol.

3. Buddha Menerima

ilmu

pengetahuan

medis

terkini.

a. Terkadang menolak

pengobatan pada hari-hari

suci.

b. Roh non-manusia yang

menyerang tubuh akan

menyebabkan penyakit.

c. Biasanya menerima kematian

a. Kesehatan

merupaka

n bagian

terpenting

dari

kehidupan.

b. Menjaga

18

sebagai tahap akhir kehidupan

dan biasanya

memperbolehkan menarik diri

dari pendukung hidup.

d. Tidak melakukan eutanasia.

e. Tidak sering mengambil

waktu cuti dari pekerjaan atau

tanggung jawab keluarga

ketika sedang sakit.

kesehatan

yang baik

dengan

merawat

dirinya

dan orang

lain.

c. Tidak

selalu

menerima

obat-

obatan

karena

percaya

bahwa

substansi

kimia

dalam

tubuh itu

berbahaya.

4. Kristiani a. Meneri

ma ilmu

pengeta

huan

medis

terkini.

b. Banyak

yang

mengiku

ti

pengoba

tan

alternati

f atau

pelengk

ap.

a. Menggunakan doa,

kepercayaan penyembuhan.

b. Menghargai kunjungan

pendeta.

c. Beberapa akan menggunakan

fungsi tangan.

d. Komuni suci terkadang

dilakukan.

e. Minyak orang sakit diberikan

ketika klien sedang sakit atau

mendekati kematian (Katolik).

a. Biasanya

mendukun

g donor

organ.

b. Kesehatan

merupaka

n hal yang

penting

untuk

dipelihara.

c. Mengizink

an waktu

bagi klien

untuk

berdoa

dengan

dirinya

19

sendiri,

keluarga,

atau

teman.

10. Spiritual dan Proses Penyembuhan

Menurut Florence Nightingale, Spirituality adalah proses kesadaran

menanamkan kebaikan secara alami, yang mana meemukan kondisi

terbaik bagi kualitas perkembangan yang lebih tinggi. Spiritualitas

mewakili totalitas keberadaan seseorang dan berfungsi sebagai

perspektif pendorong yang menyatukan berbagai aspek individual.

Spiritualitas dalam keperawatan adalah konsep yang luas meliputi

nilai, makna dan tujuan, menuju inti manusia seperti kejujuran, cinta,

peduli, bijaksana, penguasaan diri dan rasa kasih; sadar akan adanya

kualitas otoritas yang lebih tinggi, membimbing spirit atau transenden

yang penuh dengan kebatinan, mengalir dinamis seimbang dan

menimbulkan kesehatan tubuh-pikiran-spirit.

Keterkaitan spiritualitas dengan proses penyembuhan dapat

dijelaskan dengan konsep holistik dalam keperawatan. Konsep holistik

merupakan sarana petugas kesehatan dalam membantu proses

penyembuhan klien secara keseluruhan.Pelayanan holistik yang

dimaksud adalah dalam memberikan pelayanan kesehatan semua

petugas harus memperhatikan klien dari semua komponen seperti

biologis, psikologis, sosial,kultural bahkan spiritual.

Model holistik adalah model yang komprehensif dalam

memandang berbagai respon sehat sakit. Dalam model holistik, semua

penyakit mengandung komponen psikosomatik, biologis, psikologis,

sosial, spiritual. Penyakit dapat disebabkan faktor bio-psiko-sosial-

spiritual, demikian juga respons akibat penyakit (Dossey,2005 dalam

Yusuf, dkk, 2016).

20

11. Distress Spiritual

a. Gangguan pada keyakinan atau sistem nilai berupa kesulitan

merasakan makna dan tujuan hidup melalui hubungan dengan diri,

orang lain, lingkungan atau Tuhan.

Penyebab:

1) Menjelang ajal

2) Kondisi penyakit kronis

3) Kematian orang terdekat

4) Perubahan pola hidup

5) Kesepian

6) Pengasingan diri

7) Pengasingan sosial

8) Gangguan sosio-kultural

9) Peningkatan ketergantungan pada orang lain

10) Kejadian hidup yang tidak diharapkan

b. Gejala dan tanda mayor

1) Subjektif

a) Mempertanyakan makna/tujuan hidupnya

b) Menyatakan hidupnya terasa tidak/kurang bermakna

c) Merasa menderita/tidak berdaya

2) Objektif

a) Tidak mampu beribadah

b) Marah pada Tuhan

c. Gejala dan tanda minor

1) Subjektif

a) Menyatakan hidupnya terasa tidak/kurang tenang

b) Mengeluh tidak dapat menerima (kurang pasrah)

c) Merasa bersalah

d) Merasa terasing

e) Menyatakan telah diabaikan

21

2) Objektif

a) Menolak berinteraksi dengan orang terdekat/pemimpin

spiritual

b) Tidak mampu berkreativitas (mis. Menyanyi,

mendengarkan musik, menulis)

c) Koping tidak efektif

d) Tidak berminat pada alam/literatur spiritual

d. Kondisi klinis terkait

1) Penyakit kronis (mis. Arthritis rheumatoid, sklerosis multiple)

2) Penyakit terminal

3) Retardasi mental

4) Kehilangan bagian tubuh

5) Sudden infant death syndrome (SIDS)

6) Kelahiran mati, kematian janin, keguguran

7) Kemandulan

8) Gangguan psikiatrik

(SDKI edisi 1, 2017).

B. Tinjauan Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian Arthritis Reumatoid

a. Identitas

Identitas klien yang biasa di kaji pada penyakit sistem

muskuloskeletal adalah usia, karena ada beberapa penyakit

muskuloskeletal banyak terjadi pada klien di atas usia 60 tahun.

b. Keluhan utama

Keluhan utama yang sering ditemukan pada klien dengan penyakit

muskuloskeletal seperti: Rheumatoid Arthritis, Gout Arthtritis,

Osteoarthritis dan Osteopororis adalah klien mengeluh nyeri pada

persendian yang terkena karena adanya keterbatasan gerak yang

menyebabkan keterbatasan mobilitas.

22

c. Riwayat penyakit sekarang

Riwayat kesehatan saat ini berupa uraian mengenai penyakit yang

diderita oleh klien dari mulai timbulnya keluhan yang dirasakan

sampai kelayan dibawa ke Rumah Sakit, dan apakah pernah

memeriksakan diri ke tempat lain selain Rumah Sakit Umum serta

pengobatan apa yang pernah diberikan dan bagaimana

perubahannya dan data yang didapatkan saat pengkajian.

d. Riwayat penyakit dahulu

Riwayat kesehatan yang lalu seperti riwayat penyakit

muskuloskeletal sebelumnya, riwayat pekerjan pada pekerja yang

berhubungan dengan adanya riwayat penyakit muskuloskeletal,

penggunaan, obat-obatan, riwayat mengkonsumsi alkohol dan

merokok.

e. Riwayat penyakit keluarga

Yang perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang menderita

penyakit yang sama karena faktor genetik/keturunan.

f. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum

Keadaan umum klien lansia yang mengalami gangguan

muskuloskeletal biasanya lemah.

2) Kesadaran

Kesadaran klien biasanya Composmentis dan Apatis.

3) Tanda-tanda vital

a) Suhu meningkat (>370 C).

b) Nadi meningkat (N : 70-82x/menit).

c) Tekanan darah meningkat atau dalam batas normal.

d) Pernafasan biasanya mengalami normal atau meningkat.

4) Pemeriksaan Review Of System (ROS)

a) Sistem pernafasan (B1: Breathing)

Dapat ditemukan peningkatan frekuensi nafas atau masih

dalam batas normal.

23

b) Sistem sirkulasi (B2: Bleeding)

Kaji adanya penyakit jantung, frekuensi nadi apikal,

sirkulasi perifer, warna, dan kehangatan.

c) Sistem pernafasan (B3: Brain)

Kaji adanya hilangnya gerakan/sensasi, spasme otot,

terlihat kelemahan/hilang fungsi. Pergerakan

mata/kejelasan, melihat, dilatasi pupil. Agitasi (mungkin

berhubungan dengan nyeri/ansietas).

d) Sistem perkemihan (B4: Bleder)

Perubahan pola berkemih, seperti inkontinensia urin,

distensi kandung kemih, warna dan bau urin, dan

kebersihannya.

e) Sistem pencernaan (B5: Bourel)

Konstipasi, konsisten feses, frekuensi eliminasi, auskultasi

bising, usus, anoreksia, adanya distensi abdomen, nyeri

tekan abdomen.

f) Sistem muskuloskeletal (B6: Bone)

Kaji adanya nyeri berat tiba-tiba/mungkin terlokalisasi pada

area jaringan, dapat berkurang pada imobilisasi, kekuatan

otot, kontraktur, atrofi otot, laserasi kulit dan perubahan

warna.

5) Pola fungsi kesehatan

Yang perlu dikaji adalah aktivitas apa saja yang biasa

dilakukan sehubungan dengan adanya nyeri pada persendian,

ketidakmampuan mobilisasi.

a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

Menggambarkan persepsi, pemeliharaan, dan penanganan

kesehatan.

24

b) Pola nutrisi

Menggambarkan masukan nutrisi, balance cairan, dan elektolit,

nafsu makan, pola makan, diet, kesulitan menelan,

mual/muntah, dan makanan kesukaan.

c) Pola eliminasi

Menjelaskan pola fungsi ekskresi, kandung kemih, defekasi,

ada tidaknya masalah defekasi, masalah nutrisi, dan

penggunaan kateter.

d) Pola tidur dan istirahat

Menggambarkan pola tidur, istirahat, dan persepsi terhadap

energi, jumlah jam tidur pada siang dan malam, masalah tidur,

dan insomnia.

e) Pola aktivitas dan istirahat

Menggambarkan pola latihan, aktivitas, fungsi pernafasan, dan

sirkulasi, riwayat penyakit jantung, frekuensi, irama dan

kedalaman pernafasan. Pengkajian Indeks KATZ.

f) Pola hubungan dan peran

Menggambarkan dan mengetahui hubungan dengan peran

kelayan terhadap anggota keluarga dan masyarakat tempat

tinggal, pekerjaan, tidak punya rumah, dan masalah keuanan.

Pekajian APGAR Keluarga (Tabel APGAR Keluarga).

g) Pola sensori dan kognitif

Menjelaskan persepsi sensori dan kognitif. Pola persepsi

sensori meliputi pengkajian penglihatan, pendengaran,

perasaan, dan pembau. Pada klien katarak dapat ditemukan

gejala gangguan penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan

kerja dengan merasa diruang gelap. Sedangkan tandanya adalah

tampak kecoklatan atau putih susu pada pupil, peningkatan air

mata. Pengkajian Status Mental menggunakan tabel Short

Portable Mental StatusQuisionare (SPMSQ).

h) Pola persepsi dan konsep diri

25

Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi

terhadap kemampuan konsep diri. Konsep diri menggambarkan

gambaran diri, harga diri, peran, identitas diri. Manusia sebagai

sistem terbuka dan makhluk bio-psiko-sosio-kultural-spiritual,

kecemasan, ketakutan, dan dampak terhadap sakit.

Pengkajian tingkat Depresi menggunakan Tabel Inventaris

Depresi Back.

i) Pola seksual dan reproduksi

Menggambarkan kepuasan/masalah terhadap seksualitas.

j) Pola mekanisme/penanggulangan stress dan koping

Menggambarkan kemampuan untuk menangani stress.

k) Pola tata nilai dan kepercayaan

Menggambarkan dan menjelaskan pola, nilai keyakinan

termasuk spiritual (Allen, 1998 dalam Aspiani, 2014).

Data mengenai keyakinan spiritual klien diperoleh dari riwayat

umum klien (pilihan agama atau orientasi agama); pengkajian

riwayat keperawatan yang menyeluruh, dan observasi klinis

perilaku klien, verbalisasi, alam perasaan, dan sebagainya.

g. Pemeriksaan penunjang

1) Faktor reumatoid : positif pada 80 – 95% kasus.

2) Fiksasi lateks : positif pada 75% dari kasus-kasus khas.

3) Reaksi-reaksi aglutinasi : positif pada lebih dari 50% kasus-

kasus khas.

4) LED : umumnya meningkat pesat (80-100 mm/h) mungkin

kembali normal sewaktu gejala-gejala meningkat.

5) Protein C-reaktif : positif selama masa eksaserbasi.

6) SDP : meningkat pada waktu timbul proses inflamasi.

7) Ig (Ig M dan Ig G) : peningkatan besar menunjukkan proses

autoimun sebagai penyebab AR.

26

8) Sinar X dari sendi yang sakit : menunjukkan pembekakan pada

jaringan lunak, erosi sendi dan osteoporosis dari tulang yang

berdekatan (perubahan awal) berkembang menjadi formasi kista

tulang, memperkecil jarak sendi dan subluksasio. Perubahan

osteoartistik yang terjadi secara bersamaan.

9) Scan radionuklida : identifikasi peradangan sinovium.

10) Artoskopi Langsung : visualisasi dari area yang menunjukkan

irregularitas / degenerasi tulang pada sendi.

11) Aspirasi cairan sinovial : mungkin menunjukkan volume yang

lebih besar dari normal : buram, berkabut, munculnya warna

kuning (respon inflamasi, produk-produk pembuangan

degeneratif); elevasi SDP dan lekosit, penurunan viskositas dan

komplemen (C3 dan C4).

12) Biopsi membran sinovial : menunjukkan perubahan inflamasi

dan perkembangan panas.

2. Pengkajian Kebutuhan Spiritual

a. Pengkajian data subjektif

Pedoman pengkajian yang disusun oleh Stoll (dalam

Kozier, 2010) mencakup:

1) konsep tentang ketuhanan,

2) sumber kekuatan dan harapan,

3) praktik agama dan ritual, dan

4) hubungan antara keyakinan spiritual dan kondisi kesehatan.

b. Pengkajian data objektif

Isyarat mengenai pilihan, kekuatan, kekhawatiran, atau

distres spiritual dan agama dapat terungkap melalui satu (atau

lebih) faktor berikut:

1) Lingkungan. Apakah klien memiliki Alquran, Injil, Taurat,

atau kitab suci yang lain, literatur keagamaan, liontin

keagamaan, salib, rosario, bintang David, atau kartu-kartu

27

keagamaan untuk kesembuhan dalam ruangan? Apakah

klien menerima kiriman tanda simpati dari unsur

keagamaan dan apakah klien memakai tanda keagamaan

(misalnya memakai jilbab?).

2) Perilaku. Apakah klien tampak berdoa sebelum makan atau

pada waktu lain atau membaca kitab suci atau buku

keagamaan? Apakah klien mengalami mimpi buruk dan

gangguan tidur atau mengekspresikan rasa marah terhadap

perwakilan keagamaan atau terhadap Tuhan?

3) Verbalisasi. Apakah klien menyebutkan Tuhan atau Yang

Maha Kuasa, doa-doa, keyakinan, rumah ibadah, atau

topik-topik keagamaan? Apakah klien pernah minta

dikunjungi oleh pemuka agama? Atau apakah klien

mengekspresikan rasa takutnya terhadap kematiannya?

4) Afek dan sikap. Apakah klien tampak sendiri, depresi,

marah, cemas, agitasi, apatis, atau khusyuk?

5) Hubungan interpersonal. Siapa yang berkunjung?

Bagaimana respon klien terhadap pengunjung? Apakah

pemuka agama dapat mengunjungi klien? Dan bagaimana

klien berhubungan dengan klien yang lain dan juga dengan

personel keperawatan?

3. Diagnosis Keperawatan

Dalam mendiagnosis kesehatan spiritual, perawat dapat

menemukan bahwa masalah spiritual dapat dijadikan judul diagnostic,

atau bahwa distress spiritual adalah etiologi masalah. Standar

Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI, 2016) mengakui satu

diagnosis yang berhubungan dengan spiritual: Distress Spiritual.

28

4. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan yang diberikan pada klien dengan gangguan

kebutuhan spiritual menurut SIKI dilakukan dengan menggunakan intervensi

utama dan intervensi pendukung.

Tabel 2.2 Intervensi Masalah Keperawatan Distress Spiritual

Diagnosa Keperawatan Perencanaan Keperawatan

Intervensi Utama Intervensi Pendukung

Distress Spiritual

Definisi:

Gangguan pada keyakinan

atau sistem nilai berupa

kesulitan merasakan makna

dan tujuan hidup melalui

hubungan dengan diri, orang

lain, lingkungan atau Tuhan.

Penyebab:

1) Menjelang ajal

2) Kondisi penyakit kronis

3) Kematian orang terdekat

4) Perubahan pola hidup

5) Kesepian

6) Pengasingan diri

7) Pengasingan sosial

8) Gangguan sosio-kultural

9) Peningkatan

ketergantungan pada

orang lain

10)Kejadian hidup yang

tidak diharapkan

Batasan karakteristik

1. Gejala dan tanda mayor

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan di harapkan pasien

menunjukkan peningkatan spiritual

ditandai dengan kriteria hasil:

1. Klien mampu beristirahat dengan

tenang

2. Menyatakan penerimaan

moral/etika

3. Mengekspresikan rasa damai

berhubungan dengan Tuhan

4. Menunjukkan hubungan yang

hangat dan terbuka

5. Menunjukkan sikap efektif tanpa

rasa marah, rasa bersalah dan

ansietas

6. Menunjukkan perilaku lebih

positif

7. Mengekspresikan arti postitif

terhadap situasi dan

keberadaannya

1. Dukungan Spiritual

Observasi

a. Identifikasi perasaan

khawatir, kesepian dan

ketidakberdayaan

b. Identifikasi pandangan

tentang hubungan antara

1. Dukungan

Emosional

2. Dukungan

Keyakinan

3. Dukungan

Memaafkan

4. Dukungan

Pengambilan

Keputusan

5. Dukungan

Pelaksanaan Ibadah

6. Dukungan

Pengungkapan

Kebutuhan

7. Dukungan

Pengungkapan

Perasaan

8. Dukungan Perasaan

Bersalah

9. Dukungan

Perlindungan

Penganiayaan

Agama

10. Dukungan

Perkembangan

Spiritual

11. Dukungan

29

Subjektif

d) Mempertanyakan

makna/tujuan

hidupnya

e) Menyatakan

hidupnya terasa

tidak/kurang

bermakna

f) Merasa

menderita/tidak

berdaya

Objektif

c) Tidak mampu

beribadah

d) Marah pada Tuhan

2. Gejala dan tanda minor

Subjektif

f) Menyatakan

hidupnya terasa

tidak/kurang tenang

g) Mengeluh tidak dapat

menerima (kurang

pasrah)

h) Merasa bersalah

i) Merasa terasing

j) Menyatakan telah

diabaikan

Objektif

1. Menolak berinteraksi

dengan orang

terdekat/pemimpin spiritual

2. Tidak mampu

berkreativitas (mis.

Menyanyi, mendengarkan

musik, menulis)

spiritual dan kesehatan

c. Identifikasi harapan dan

kekuatan pasien

d. Identifikasi ketaatan dalam

beragama

Terapeutik

a. Berikan kesempatan

mengekspresikan perasaan

tentang penyakit dan

kematian

b. Berikan kesempatan

mengekspresikan dan

meredakan marah secara

tepat

c. Yakinkah bahwa perawat

bersedia mendukung selama

masa ketidakberdayaan

d. Sediakan privasi dan waktu

tenang untuk aktivitas

e. Diskusikan keyakinan

tentang makna dan tujuan

hidup, jika perlu

f. Fasilitasi melakukan

kegiatan ibadah

Edukasi

a. Anjurkan berinteraksi

dengan keluarga, teman,

dan/atau orang lain

b. Anjurkan berpartisipasi

dalam kelompok pendukung

c. Ajarkan metode relaksasi,

meditasi, dan imajinasi

terbimbing

Kolaborasi

a. Atur kunjungan dengan

rohaniawan (mis. Ustadz,

Perlindungan

Penganiayaan

Lansia

12. Dukungan Proses

Berduka

13. Konseling

14. Manajemen Stres

15. Mediasi Konflik

16. Pelibatan Keluarga

17. Promosi Harapan

18. Promosi Dukungan

Spiritual

19. Promosi Sistem

Pendukung

20. Teknik Imajinasi

Terbimbing

21. Teknik

Menenangkan

22. Terapi Reminisens

30

3. Koping tidak efektif

4. Tidak berminat pada

alam/literatur spiritual.

pendeta, romo, biksu)

2. Promosi Koping

Observasi

a. Identifikasi kegiatan jangka

pendek dan panjang sesuai

tujuan

b. Identifikasi kemampuan

yang dimiliki

c. Identifikasi sumber daya

yang tersedia untuk

memenuhi tujuan

d. Identifikasi pemahaman

proses penyakit

e. Identifikasi dampak situasi

terhadap peran dan

hubungan

f. Identifikasi metode

penyelesaian masalah

g. Identifikasi kebutuhan dan

keinginan terhadap

dukungan sosial

Terapeutik

a. Diskusikan perubahan peran

yang dialami

b. Gunakan pendekatan yang

tenang dan menyakinkan

c. Diskusikan alasan

mengkritik diri sendiri

d. Diskusikan untuk

mengklarifikasi

kesalahpahaman dan

mengevaluasi perilaku

sendiri

e. Diskusikan konsekuensi

tidak menggunakan rasa

bersalah dan rasa malu

31

f. Diskusikan risiko yang

menimbulkan bahaya pada

diri sendiri

g. Fasilitasi dalam memperoleh

informasi yang dibutuhkan

h. Berikan pilihan realitas

mengenai aspek-aspek

tertentu dalam perawatan

i. Motivasi untuk menentukan

harapan yang realistis

j. Tinjau kembali kemampuan

dalam pengambilan

keputusan

k. Hindari mengambil

keputusan saat pasien berada

di bawah tekanan

l. Motivasi terlibat dalam

kegiatan sosial

m. Motivasi mengidentifikasi

sistem pendukung yang

tersedia

n. Dampingi saat berduka (mis.

penyakit kronis, kecacatan)

o. Perkenalkan dengan orang

atau kelompok yang berhasil

mengalami pengalaman

sama

p. Dukung penggunaan

mekanisme pertahanan yang

tepat

q. Kurangi rangsangan

lingkungan yang

mengancam

Edukasi

a. Anjurkan menjalin

hubungan yang memiliki

kepentingan dan tujuan

32

sama

b. Anjurkan penggunaan

sumber spiritual, jika perlu

c. Anjurkan mengungkapkan

perasaan dan persepsi

d. Anjurkan keluarga terlibat

e. Anjurkan membuat tujuan

yang lebih spesifik

f. Ajarkan cara memecahkan

masalahsecara konstruktif

g. Latih penggunaan teknik

relaksasi

h. Latih keterampilan sosial,

sesuai kebutuhan

i. Latih mengembangkan

penilaian obyektif

33

4. Implementasi

Implementasi merupakan kategori dari perilaku keperawatan dimana

tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang

diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan (Potter

& Perry, 2009). Implementasi merupakan pelaksanaan perencanaan

keperawatan oleh perawat. Hal-hal yang perlu di perhatikan ketika

melakukan implementasi adalah intervensi dilakukan sesuai rencana

setelah dilakukan validasi, penguasaan keterampilan interpersonal,

intelektual dan teknikal, intervensi harus dilakukan dengan cermat dan

efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologi dilindungi

dan didokumentasi keperawatan berupa pencataan dan pelaporan (Rohman

dan Walid, 2016).

5. Evaluasi

Dengan menggunakan hasil yang diharapkan dan dapat diukur, yang

ditetapkan pada tahap perencanaan, perawat mengumpulkan data yang

diperlukan untuk memutuskan apakah tujuan dan hasil klien tercapai

(Kozier, 2010). Menurut Diniarti, Aryani, Nurheni, Chairani & Tutiany

(2013), evaluasi asuhan keperawatan didokumentasikan dalam bentuk

SOAP (subjektif, objektif, assesment, planning). Komponen SOAP yaitu S

(subjektif) dimana perawat menemukan keluhan klien yang masih

dirasakan setelah dilakukan tindakan. O (objektif) adalah data yang

berdasarkan hasil pengukuran atau observasi klien secara langsung dan

dirasakan setelah selesai tindakan keperawatan. A (assesment) adalah

kesimpulan dari data subjektif dan objektif (biasanya ditulis dalam bentuk

masalah keperawatan). P (planning) adalah perencanaan keperawatan yang

akan dilanjutkan dihentikan, dimodifikasi atau ditambah dengan rencana

kegiatan yang sudah ditentukan sebelumnya.

34

C. Tinjauan Konsep Penyakit

1. Definisi lansia

a. Definisi lansia

Lansia atau menua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam

kehidupan manusia. Menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak

hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak

permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang

berarti seseorang telah melalui 3 tahap kehidupannya, yaitu anak,

dewasa dan tua. 3 tahap ini berbeda baik secara biologis, maupun

psikologis. Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran,

misalnya kemunduran fisk, yang ditandai dengan kulit yang

mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong, pendengaran

kurang jelas, penglihatan semakin memburuk, gerakan lambat dan

figur tubuh yang tidak proporsional.

b. Batas-batasan lanjut usia

Menurut WHO lanjut usia meliputi

1) Usia pertengahan (middle age), adalah kelompok usia (45-59

tahun);

2) Lanjut usia (eldery) antara (60-74 tahun);

3) Lanjut usia (old) antara (75 dan 90 tahun); dan

4) Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.

Menurut Prof DR. Ny.Sumiati Ahmad Muhammad (Alm), Guru

Besar Universitas Gajah Mada Fakultas Kedokteran, periodesasi

biologis perkembangan manusia dibagi sebagai berikut

1) Usia 0-1 tahun (masa bayi);

2) Usia 1-6 tahun (masa prasekolah);

3) Usia 6-10 tahun (masa sekolah);

4) Usia 10-20 tahun (masa pubertas);

5) Usia 40-65 tahun (masa setegah umur, prasenium); dan

6) Usia 65 tahun keatas (masa lanjut usia, senium).

35

Menurut Dra. Ny. Jos Masdani (pisikolog dari Universitas

Indonesia), lanjut usia merupakan kelanjutan usia dewasa.

Kedewasaan dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu

1) Fase iuventus, antara usia 25-40 tahun;

2) Fase verilitas, antara usia 40-50 tahun;

3) Fase praesenium, antara usia 55-65 tahun; dan

4) Fase senium, antara usia 65 tahun hingga tutup usia.

2. Definisi Artritis Reumatoid

Artritis rheumatoid. Kata artritis berasal dari dua kata Yunani.

Pertama, arthron yang berarti sendi. kedua, itis yang berarti peradangan.

Secara harfiah, artritis berarti radang sendi. sedangkan rheumatoid arthritis

adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian (biasanya sendi tangan

dan kaki) mengalami peradangan, sehingga terjadi pembekakan, nyeri dan

seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi (Gordon,

2002 dalam Ernawati 2012).

3. Klasifikasi Artritis Reumatoid

Buffer (2010) mengklasifikasikan artritis rheumatoid menjadi 4 tipe,

yaitu:

a. Rheumatoid arthritis klasik pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria

tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling

sedikit dalam waktu 6 minggu.

b. Rheumatoid arthritis deficit pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria

tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling

sedikit dalam waktu 6 minggu.

c. Probable rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria

tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling

sedikit dalam waktu 6 minggu.

36

d. Possibler rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria

tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling

sedikit dalam waktu 3 bulan.

4. Etiologi

Penyebab artritis reumatoid belum diketahui secara pasti walaupun

banyak hal mengenai patogenesisnya telah terungkap. Factor genetik dan

beberapa faktor lingkungan telah lama diduga berperan dalam timbulnya

penyakit ini. Kecenderungan wanita untuk menderita arthritis rheumatoid

dan sering dijumpainya remisi pada wanita yang sedang hamil

menimbulkan dugaan terdapatnya faktor keseimbangan hormonal sebagai

salah satu faktor yang berpengaruh terhadap penyakit ini. Walaupun

demikian karena pembenaran hormon esterogen eksternal tidak pernah

menghasilkan perbaikan sebagaimana yang diharapkan, sehingga kini

belum dipastikan bahwa factor hormonal memang merupakan penyebab

penyakit ini.

Sejak tahun 1930, infeksi telah diduga merupakan penyebab

arthritis rheumatoid. Dugaan factor infeksi timbul karena umumnya

omset penyakit ini terjadi secara mendadak dan timbul dengan disertai

oleh gambaran inflamasi yang mencolok. Walaupun hingga kini belum

berhasil dilakukan isolasi suatu organisme dari jaringan synovial, hal ini

tidak menyingkirkan kemungkinan bahwa terdapat suatu komponen

peptidoglikan atau endotoksin mikroorganisme yang dapat mencetuskan

terjadinya arthritis rheumatoid. Agen infeksius yang diduga merupakan

penyebab arthritis rheumatoid antara lain bakteri, mikroplasma atau

virus.

Hipotesis terbaru tentang penyebab penyakit ini adalah adanya

faktor genetik yang akan menjurus pada penyakit setelah terjangkit

beberapa penyakit virus, seperti infeksi virus Epstein-Barr. Heat Shock

Protein (HSP) adalah sekelompok protein berukuran sedang (60-90 kDa)

yang dibentuk oleh sel seluruh spesies sebagai respon terhadap stress.

37

Walaupun telah dikeatahui terdapat hubungan antara Heat Shock Protein

dan sel T pada pasien Arthritis Reumatoid namun mekanisme hubungan

ini belum diketahui secara jelas (Aspiani, 2014).

5. Patofisiologi

Pada rheumatoid arthritis, reaksi autoimun (yang dijelaskan

sebelumnya) terutama terjadi dalam jaringan synovial. Proses fagositosis

menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim-enzim akan memcah

kolagen sehingga terjadi edema, poliferasi membrane synovial dan

akhirnya pembentukan pannus. Pannus akan menghancurkan tulang

rawan dan menimbulkan erosi tulang. Akibatnya adalah menghilangnya

permukaan sendi yang akan mengganggu gerak sendi. otot akan turut

terkena serabut otot akan mengalami perubahan degenerative dengan

menghilangnya elastisitas otot dan kekakuan konstraksi otot.

Lamanya rheumatoid arthritis berbeda pada setiap orang ditandai

dengan adanya masa serangan dan tidak adanya serangan. Sementara ada

orang yang sembuh dari serangan dan selanjutnya tidak diserang lagi.

Namun pada sebagian kecil individu terjadi progresif yang cepat ditandai

dengan kerusakan sendi yang terus menerus dan terjadi vaskulitis yang

difus (Smeltzer dan Bare, 2002 dalam Ernawati, 2012).

38

6. Pathway

Gambar 2.1 Pathway Artritis Reumatoid

Kekuatan sendi Ankilosis tulang

Reaksi faktor R dengan

antibody, faktor metabolic,

infeksi dengan

kecenderungan virus

Kekauan sendi Hambatan mobilitas fisik

Reaksi peradangan Nyeri

Kurangnya informasi

tentang penyakit

Pennus Synovial menebal

Nodul Infiltrasi dalam os.

subcondria

Defisiensi pengetahuan

ansietas

Deformitas sendi

Gangguan body image

Mudah luksasi dan subluksasi

Resiko cidera

Hambatan nutrisi pada

kartilago artikularis

Kerusakan kartilago dan

tulang

Tendon dan ligament

melemah

Hilangnya kekuatan otot

Kartilago nekrosis

Erosi kartilago

Adhesi pada permukaan

sendi

Ankilosis fibrosa

Hambatan mobilitas fisik Distress spiritual

Keterbatasan gerakan sendi

39

7. Tanda dan Gejala

Pada pasien-pasien dnegan artritis rheumatoid akan menunjukkan

tanda dan gejala seperti :

a. Nyeri persendian.

b. Bengkak (rheumatoid nodule).

c. Kekakuan pada sendi terutama setelah bangun tidur pada pagi hari.

d. Terbatasnya pergerakan

e. Sendi-sendi terasa panas.

f. Demam (pireksia).

g. Anemia.

h. Berat badan menurun.

i. Kekuatan berkurang.

j. Tampak warna kemerahan di sekitar sendi.

k. Perubahan ukuran pada sendi dari ukuran normal.

l. Pasien tampak anemis.

Pada tahap yang lanjut akan ditemukan tanda dan gejala seperti :

a. Gerakan menjadi terbatas.

b. Adanya nyeri tekan.

c. Deformitas bertambah pembekakan.

d. Kelemahan.

e. Depresi (Ernawati, 2012).

8. Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan laboratorium terdapat:

a. Tes faktor rheumatoid biasanya positif pada lebih dari 75% pasien

artritis rheumatoid terutama bila masih aktif. Sisanya dapat

dijumpai pada pasien leprae, tuberculosis paru, sirosis hepatis, hepatitis

infeksiosa, endocarditis bakterialis, penyakit kolagen dan sarkoidosis.

b. Protein C reaktif biasanya meningkat.

c. LED meningkat.

d. Leukosit normal atau meningkat sedikit.

40

e. Anemia normositik hipokrom akibat adanya inflamasi yang kronik.

f. Trombosit meningkat.

g. Kadar albumin serum turun dan globulin naik.

h. Pada pemeriksaan rontgen, semua sendi dapat terkena, tetapi yang

tersering adalah metatarsofalang dan biasanya simetris. Sendi

sakroiliaka juga sering terkena. Pada awalnya terjadi pembekakan

jaringan lunak dan dimeneralisasi jukstra artikular kemudian terjadi

penyempitan ruang sendi dan erosi.

9. Penatalaksanan

Setelah diagnosis AR ditegakkan, pendekatan pertama yang harus

dilakukan adalah segera berusaha untuk membina hubungan yang baik

antara pasien dengan keluarganya dengan dokter atau tim pengobatan yang

merawatnya.

a. Pendidikan pada pasein mengenai penyakitnya dan penatalaksanaan

yang akan dilakukan dilakukan sehingga terjalin hubungan baik dan

terjamin ketaatan pasien untuk berobat dalam jangka waktu yang lama.

b. OAINS (Obat Anti Inflamasi Non Steroid) diberikan sejak dini untuk

mengatasi nyeri sendi akibat inflamasi yang sering dijumpai. OAINS

yang diberikan:

1) Aspirin, pasien dibawah umur 65 tahun dapat dimulai dengan dosis

3 – 4 x 1 g/hr, kemudian dinaikkan 0,3 – 0,6 perminggu sampai

terjadi perbaikan atau gejala toksik. Dosis terapi 20 – 30 mg/dl.

2) Ibuprofen, naproksen, piroksikam, diklofenak, dan sebagainya.

c. DMARD (Disease Modifying Antirheumatoid Drugs) digunakan untuk

melindungi rawan sendi dan tulang dari proses destruksi akibat arthritis

rheumatoid. Keputusan penggunaannya bergantung pada pertimbangan

risiko manfaat oleh dokter. Umumnya segera diberikan setelah

diagnosis artritis rheumatoid ditegakkan, atau bila respon OAINS tidak

ada, meski masih dalam status tersangka.

1) Klorokuin fosfat 250 mg/hr atau hidroksiklorokuin 400 mg/hr.

41

2) Sulfasalazin dalam bentuk tablet bersalut enteric digunakan dalam

dosis 1 x 500 mg/hari, ditinggikan 500 mg/minggu, sampai

mencapai dosis 4 x 500 mg.

3) D – penisilamin, kurang disukai karena bekerja sangat lambat.

Digunakan dalam dosis 250-300 mg/hari, kemudian dosis

ditingkatkan setiap 2-4 minggu sebesar 250-300 mg/hari untuk

mencapai dosis total 4 x 250-300 mg/hari.

4) Garam emas adalah gold standart bagi DMARD.

5) Obat imunosupresif atau imunoregulator; metotreksat dosis

dimulai 5-7,5 mg setiap minggu. Bila dalam 4 bulan tidak

menunjukkan perbaikan, dosis harus ditingkatkan.

6) Kortikosteroid, hanya dipakai untuk pengobatan arthritis

rheumatoid dengan komplikasi berat dan mengancam jiwa seperti

vaskulitis, karena obat ini memiliki efek samping yang sangat

berat.

d. Rehabilitasi

Bertujuan meningkatkan kualitas harapan hidup pasien. Caranya

antara lain dengan mengistirahakan sendi yang terlibat, latihan,

pemanasan dan sebagainya. Fisioterapi dimulai segera setelah rasa sakit

pada sendi berkurang atau minimal. Bila tidak juga berhasil, mungkin

diperlukan pertimbangan untuk tindakan operatif. Sering pula

diperlukan alat-alat, karena itu pengertian tentang rehabilitasi:

1) Pemakaian alat bidai, tongkat penyangga, kursi roda, sepatu dan

alat.

2) Alat ortotik protetik lainnya.

3) Terapi mekanik.

4) Pemanasan: baik hidroterapi maupun eletroterapi.

5) Occupational therapy.

e. Pembedahan

Jika berbagai cara pengobatan telah dilakukan dan tidak berhasil

serta terdapat alas an yang cukup kuat, dapat dilakukan pengobatan

42

pembedahan. Jenis pengobatan ini pada pasien atritis rheumatoid

umumnya bersifat orthopedic, misalnya sinovektomi, artodesis,

memperbaiki deviasi ulnar.

Untuk melihat kemajuan pengobatan dipakai parameter:

1) Lamanya morning stiffness.

2) Banyaknya sendi yang nyeri bila digerakkan atau berjalan.

3) Kekuatan menggenggam (dinilai dengan tensimetera).

4) Waktu yang diperlukan untuk berjalan 10 -15 meter.

5) Peningkatan LED.

6) Jumlah obat-obatan yang digunakan.