bab ii tinjauan pustakaeprints.umm.ac.id/58848/4/bab ii.pdfgenitourinaria, kulit, sendi dan tulang,...

46
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis 2.1.1 Definisi dan Epidemiologi Tuberkulosis Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis (Lobue, Lademarco dan Gastro, 2014). Tuberkulosis (TB) sampai saat ini masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat didunia walaupun upaya pengendalian dengan strategi DOTS ( Directly Observed Treatment Short-course) telah diterapkan di banyak negara sejak tahun 1995. Menurut World Health Organization (WHO), terdapat 2-4 orang terinfeksi TB setiap detiknya dan hampir 4 orang setiap menit meninggal karena TB. Sebagian besar dari kasus TB ini terjadi di negara-negara yang sedang berkembang. Indonesia adalah negara dengan prevalensi TB ke-3 tertinggi di dunia setelah China dan India (Geneva, 2018). Jumlah pasien TB di Indonesia adalah sekitar 5,8% dari total jumlah pasien TB dunia. Berdasarkan Global Tuberculosis Report WHO, pada tahun 2017 angka insiden tuberkulosis Indonesia 391 per 100.000 penduduk dan angka kematian 42 per 100.000 penduduk. Angka prevalensi TB di Indonesia pada tahun 2017 ditemukan jumlah kasus tuberkulosis sebanyak 425.089 kasus, meningkat bila dibandingkan semua kasus tuberkulosis yang ditemukan pada tahun 2016 yang sebesar 360.565 kasus. Jumlah kasus tertinggi terdapat di provinsi dengan jumlah penduduk yang besar yaitu Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah (Kemenkes RI, 2011). Sedangkan berdasarkan umur, terlihat angka insidensi TB secara perlahan bergerak ke arah kelompok umur tua (dengan puncak pada 55 64 tahun),

Upload: others

Post on 05-Aug-2020

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58848/4/BAB II.pdfgenitourinaria, kulit, sendi dan tulang, selaput otak. 2.1.6.2 Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak (BTA) a. Tuberkulosis

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tuberkulosis

2.1.1 Definisi dan Epidemiologi Tuberkulosis

Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium

tuberculosis (Lobue, Lademarco dan Gastro, 2014). Tuberkulosis (TB) sampai

saat ini masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat didunia

walaupun upaya pengendalian dengan strategi DOTS (Directly Observed

Treatment Short-course) telah diterapkan di banyak negara sejak tahun 1995.

Menurut World Health Organization (WHO), terdapat 2-4 orang terinfeksi

TB setiap detiknya dan hampir 4 orang setiap menit meninggal karena TB.

Sebagian besar dari kasus TB ini terjadi di negara-negara yang sedang

berkembang. Indonesia adalah negara dengan prevalensi TB ke-3 tertinggi di

dunia setelah China dan India (Geneva, 2018). Jumlah pasien TB di Indonesia

adalah sekitar 5,8% dari total jumlah pasien TB dunia. Berdasarkan Global

Tuberculosis Report WHO, pada tahun 2017 angka insiden tuberkulosis Indonesia

391 per 100.000 penduduk dan angka kematian 42 per 100.000 penduduk. Angka

prevalensi TB di Indonesia pada tahun 2017 ditemukan jumlah kasus tuberkulosis

sebanyak 425.089 kasus, meningkat bila dibandingkan semua kasus tuberkulosis

yang ditemukan pada tahun 2016 yang sebesar 360.565 kasus. Jumlah kasus

tertinggi terdapat di provinsi dengan jumlah penduduk yang besar yaitu Jawa

Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah (Kemenkes RI, 2011).

Sedangkan berdasarkan umur, terlihat angka insidensi TB secara perlahan

bergerak ke arah kelompok umur tua (dengan puncak pada 55 – 64 tahun),

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58848/4/BAB II.pdfgenitourinaria, kulit, sendi dan tulang, selaput otak. 2.1.6.2 Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak (BTA) a. Tuberkulosis

6

meskipun saat ini sebagian besar kasus masih terjadi pada kelompok umur 15 – 64

tahun (Van Der Watt et al., 2011).

2.1.2 Etiologi Tuberkulosis

Tuberkulosis suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman dari

kelompok Mycobacterium yaitu Mycobacterium tuberculosis yang dikenal juga

sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA). Kelompok bakteri Mycobacterium selain

Mycobacterium tuberculosis yang bisa menimbulkan gangguan pada saluran nafas

dikenal sebagai MOTT (Mycobakterium Other Than Tuberkulosis) yang

terkadang bisa mengganggu penegakkan diagnosis dan pengobatan TB. Untuk itu

pemeriksaan bakteriologis yang mampu melakukan identifikasi terhadap

Mycobacterium tuberculosis menjadi sarana diagnosis ideal untuk TB. Secara

umum sifat kuman Mycobacterium tuberculosis antara lain adalah sebagai berikut

(Philips and Rubin, 2014) :

• Berbentuk batang dengan panjang 1-10 mikron, lebar 0,2 – 0,6 mikron

• Bersifat tahan asam dalam pewarnaan dengan metode Ziehl Neelsen

• Memerlukan media khusus untuk biakan, antara lain Lowenstein Jensen,

Ogawa.

• Kuman nampak berbentuk batang berwarna merah dalam pemeriksaan

dibawah mikroskop

• Tahan terhadap suhu rendah sehingga bertahan hidup dalam jangka waktu

lama pada suhu antara 4C sampai minus 70C

• Kuman sangat peka terhadap panas, sinar matahari dan sinar ultraviolet

• Paparan langsung terhadap sinar ultraviolet, sebagaian besar kuman akan

mati dalam waktu beberapa menit.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58848/4/BAB II.pdfgenitourinaria, kulit, sendi dan tulang, selaput otak. 2.1.6.2 Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak (BTA) a. Tuberkulosis

7

• Dalam dahak pada suhu antara 30 - 37C akan mati dalam waktu lebih

kurang 1 minggu

• Kuman dapat bersifat dormant (“tidur”/tidak berkembang)

2.1.3 Cara Penularan Dan Perjalanan Tuberkulosis

Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif melalui percik renik dahak

yang dikeluarkannya. Namun bukan berarti bahwa pasien TB dengan hasil

pemeriksaan BTA negatif tidak mengandung kuman dalam dahaknya. Hal

tersebut bisa saja terjadi oleh karena jumlah kuman yang terkandung dalam

contoh uji ≤ 5.000 kuman/cc dahak sehingga sulit dideteksi melalui pemeriksaan

mikroskopis langsung. Pasien TB dengan BTA negatif juga masih memiliki

kemungkinan menularkan penyakit TB. Tingkat penularan pasien TB BTA positif

adalah 65%, pasien TB BTA negatif dengan hasil kultur positif adalah 26%

sedangkan pasien TB dengan hasil kultur negatif dan foto toraks positif adalah

17%. Infeksi akan terjadi apabila orang lain menghirup udara yang mengandung

percik renik dahak yang terifeksius tersebut. Pada waktu batuk atau bersin, pasien

menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei).

Sekali batuk dapat mengasilkan sekitar 3000 percikan dahak (Philips and Rubin,

2014; Kemenkes RI 2011).

Tabel 2. 1 Perjalanan Alamiah TB

a. Paparan

Peluang peningkatan

paparan terkait dengan :

• Jumlah kasus menular di masyarakat

• Peluang kontak dengan kasus menular

• Tingkat daya tular dahak sumber penularan

• Intensitas batuk sumber penularan

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58848/4/BAB II.pdfgenitourinaria, kulit, sendi dan tulang, selaput otak. 2.1.6.2 Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak (BTA) a. Tuberkulosis

8

• Kedekatan kontak dengan sumber penularan

• Lamanya waktu kontak dengan sumber

penularan

• Faktor lingkungan : konsentrasi kuman

diudara (ventilasi, sinar ultraviolet,

penyaringan adalah faktor yang dapat

menurunkan konsentrasi)

Catatan : paparan kepada pasien TB menular merupakan syarat untuk terinfeksi.

Setelah terinfeksi, ada beberapa faktor yang menentukan seseorang akan

terinfeksi saja, menjadi sakit dan kemungkinan meninggal dunia karena TB.

b. Infeksi

Reaksi daya tahan tubuh akan terjadi setelah 6-14 minggu setelah infeksi

• Reaksi Immunologi (lokal)

Kuman TB memasuki alveoli dan ditangkap oleh makrofag dan

kemudian berlangsung reaksi antigen – antibody

• Reaksi Immunologis (umum)

Delayed hypersensitivity (hasil Tuberkulosis tes menjadi positif)

• Lesi umumnya sembuh total namun dapat saja kuman tetap hidup dalam

lesi tersebut (dormant) dan sutu saat dapat aktif kembali

• Penyebaran melalui aliran darah atau getah bening dapat terjadi sebelum

penyembuhan lesi

c. Sakit TB

Faktor risiko untuk

menjadi sakit TB adalah

tergantung dari :

• Konsentrasi/jumlah kuman yang terhirup

• Lamanya waktu sejak terinfeksi

• Usia seseorang yang terinfeksi

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58848/4/BAB II.pdfgenitourinaria, kulit, sendi dan tulang, selaput otak. 2.1.6.2 Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak (BTA) a. Tuberkulosis

9

• Tingkat daya tahan tubuh sesorang.

Seseorang dengan daya tahan tubuh rendah

diantaranya infeksi HIV/AIDS dan

malnutrisi (gizi buruk) akan memudahkan

berkembangnya TB aktif (sakit TB).

Catatan : hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB. Namun

bila seseorang dengan HIV positif akan meningkatkan kejadian TB melalui

proses reaktifitas. TB umumnya terjadi pada paru (TB Paru). Namun

penyebaran mlalui aliran darah atau getah bening dapat menyebabkan

terjadinya TB diluar organ paru (TB ekstra paru). Apabila penyebaran secara

masif melalui aliran darah dapat menyebabkan semua organ tubuh terkena (TB

milier).

d. Meninggal dunia

Faktor risiko kematian

karena TB:

• Akibat keterlambatan diagnosis

• Pengobatan tidak adekuat

• Adanya kondisi kesehatan awal yng

buruk atau penyakit penyerta

Catatan : pasien TB tanpa pengobatan, 50% akan meninggal dan risiko ini

meningkat pada pasien dengan HIV positif.

(Kemenkes RI, 2011)

2.1.4 Risiko Menjadi Sakit Tuberkulosis

Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB. Dengan

Annual Risk Tuberculosis Infection (ARTI) 1%, diperkirakan diantara 100.000

penduduk rata-rata terjadi 1000 terinfeksi TB dan 10% diantaranya (100 orang)

akan menjadi sakit TB setiap tahun. Sekitar 50 diantaranya adalah pasien TB BTA

positif. Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB

adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan

malnutrisi (gizi buruk). HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58848/4/BAB II.pdfgenitourinaria, kulit, sendi dan tulang, selaput otak. 2.1.6.2 Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak (BTA) a. Tuberkulosis

10

terinfeksi TB menjadi sakit TB. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas

sistem daya tahan tubuh seluler (cellular immunity), sehingga jika terjadi infeksi

penyerta (oportunistic), seperti tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan

menjadi sakit parah bahkan bisa mengakibatkan kematian. Bila jumlah orang

terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah pasien TB akan meningkat, dengan

demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula (Kemenkes RI, 2011).

(Kemenkes RI, 2011)

Gambar 2. 1

Faktor Resiko Kejadian TB

2.1.5 Patogenesis Tuberkulosis

2.1.5.1 Tuberkulosis Primer

Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di

jaringan paru, dimana ia akan membentuk suatu sarang pneumonik, yang disebut

sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mugkin timbul di bagian mana

saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi (Van Der Watt et al., 2011).

Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus

(limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58848/4/BAB II.pdfgenitourinaria, kulit, sendi dan tulang, selaput otak. 2.1.6.2 Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak (BTA) a. Tuberkulosis

11

bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan

limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan

mengalami salah satu nasib sebagai berikut (PDPI, 2006; Karakousis and

Chaisson, 2014):

1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad

integrum)

2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis

fibrotik, sarang perkapuran di hilus)

3. Menyebar dengan cara :

a. Perkontinuitatum, menyebar kesekitarnya. Salah satu contoh adalah

epituberkulosis, yaitu suatu kejadian dimana terdapat penekanan

bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang

membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas

bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan

menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang atelektasis

dan menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis tersebut, yang

dikenal sebagai epituberkulosis.

b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke

paru sebelahnya. Penyebaran ini juga terjadi ke dalam usus.

c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Kejadian penyebaran ini

sangat bersangkutan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi

basil. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan

tetapibila tidak terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan

menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis milier,

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58848/4/BAB II.pdfgenitourinaria, kulit, sendi dan tulang, selaput otak. 2.1.6.2 Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak (BTA) a. Tuberkulosis

12

meningitis tuberkulosa, typhobacillosisLandouzy. Penyebaran ini juga

dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya

tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan

penyebaran ini mungkin berakhir dengan :

• Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan

terbelakang pada anak setelah mendapat ensefalomeningitis,

tuberkuloma) atau;

• Meninggal.

2.1.5.2 Tuberkulosis Post Primer

Dari tuberkulosis primer ini akan muncul bertahun-tahun kemudian

tuberkulosis post-primer, biasanya pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis post

primer mempunyai nama yang bermacam-macam yaitu tuberkulosis bentuk

dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk

tuberkulosis inilah yang terutama menjadi problem kesehatan rakyat, karena dapat

menjadi sumber penularan. Tuberkulosis post-primer dimulai dengan sarang dini,

yang umumnya terletak di segmen apikal dari lobus superior maupun lobus

inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumonik kecil (PDPI,

2006). Nasib sarang pneumonik ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai

berikut:

1. Diresorpsi kembali, dan sembuh kembali dengan tidak meninggalkan cacat

2. Sarang tadi mula mula meluas, tapi segera terjadi proses penyembuhan

dengan penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan membungkus diri

menjadi lebih keras, terjadi perkapuran, dan akan sembuh dalam bentuk

perkapuran. Sebaliknya dapat juga sarang tersebut menjadi aktif kembali,

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58848/4/BAB II.pdfgenitourinaria, kulit, sendi dan tulang, selaput otak. 2.1.6.2 Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak (BTA) a. Tuberkulosis

13

membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju

dibatukkan keluar.

3. Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa).

Kavitas akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kavitas

awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti

sklerotik). Nasib kavitas ini :

• Mungkin meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonik baru.

Sarang pneumonik ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang

disebutkan diatas

• Dapat pula memadat dan membungkus diri (encapsulated), dan disebut

tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tapi

mungkin pula aktif kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi

• Kaviti bisa pula menjadi bersih dan menyembuh yang disebut open

healed cavity, atau kavitas menyembuh dengan membungkus diri,

akhirnya mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang

terbungkus, dan menciut sehingga kelihatan seperti bintang (stellate

shaped) (PDPI, 2006).

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58848/4/BAB II.pdfgenitourinaria, kulit, sendi dan tulang, selaput otak. 2.1.6.2 Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak (BTA) a. Tuberkulosis

14

(PDPI, 2006)

Gambar 2. 2

Bagan patogenesis tuberkulosis

Catatan :

1. Penyebaran hematogen umumnya terjadi secara sporadik (occult

hematogenic spread) dapat juga secara akut dan menyeluruh. Kuman TB

kemudian membuat fokus koloni di berbagai organ dengan vaskularisasi

yang baik. Fokus ini berpotensi mengalami reaktivasi di kemudian hari.

2. Kompleks primer terdiri dari fokus primer (1), limfangitis (2), dan

limfadenitis regional (3)

3. TB primer adalah kompleks primer dan komplikasinya

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58848/4/BAB II.pdfgenitourinaria, kulit, sendi dan tulang, selaput otak. 2.1.6.2 Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak (BTA) a. Tuberkulosis

15

4. Sakit TB pada keadaan ini di sebut TB pasca primer karena mekanismenya

bisa melalui proses reaktivasi fokus lama TB (endogen) biasanya pada

orang dewasa, TB dewasa juga dapat, karena infeksi baru.

2.1.6 Klasifikasi Tuberkulosis

Tuberkulosis dibedakan berdasarkan beberapa klasifikasi, sebagai berikut

(PDPI, 2006; Kemenkes RI, 2011)

2.1.6.1 Berdasarkan Lokasi

a. TB paru, merupakan kasus TB yang melibatkan parenkim paru atau

trakeobronkial. TB milier diklasifikasikan sebagai TB paru karena terdapat

lesi di paru. Pasien yang mengalami TB paru dan ekstraparu harus

diklasifikasikan sebagai kasus TB paru.

b. TB ekstraparu, merupakan kasus TB yang melibatkan organ di luar

parenkim paru seperti pleura, kelenjar getah bening, abdomen, saluran

genitourinaria, kulit, sendi dan tulang, selaput otak.

2.1.6.2 Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak (BTA)

a. Tuberkulosis Paru BTA (+)

• Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA

positif

• Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan

kelainan radiologik menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif

• Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan

biakan positif

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58848/4/BAB II.pdfgenitourinaria, kulit, sendi dan tulang, selaput otak. 2.1.6.2 Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak (BTA) a. Tuberkulosis

16

b. Tuberkulosis Paru BTA (-)

• Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran

klinik dan kelainan radiologik menunjukkan tuberkulosis aktif serta tidak

respons dengan pemberian antibiotik spektrum luas.

• Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan

M.tuberculosis positif

• Jika belum ada hasil pemeriksaan dahak, tulis BTA belum diperiksa

2.1.6.3 Berdasarkan Riwayat Pengobatan

a. Kasus Baru

Adalah penderita yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT

atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian).

b. Kasus Kambuh (Relaps)

Adalah penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat

pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan

lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA

positif atau biakan positif.

c. Kasus Putus Obat

Adalah pasien yang pernah menelan OAT 1 bulan atau lebih dan tidak

meneruskannya selama lebih dari 2 bulan berturut-turut atau dinyatakan tidak

dapat dilacak pada akhir pengobatan.

d. Kasus Gagal

• Adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali

menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir

pengobatan)

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58848/4/BAB II.pdfgenitourinaria, kulit, sendi dan tulang, selaput otak. 2.1.6.2 Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak (BTA) a. Tuberkulosis

17

• Adalah penderita dengan hasil BTA negatif gambaran radiologik positif

menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan dan atau

gambaran radiologik ulang hasilnya perburukan

e. Kasus Bekas TB

• Hasil pemeriksaan dahak mikroskopik (biakan jika ada fasilitas) negatif

dan gambaran radiologik paru menunjukkan lesi TB inaktif, terlebih

gambaran radiologicserial menunjukkan gambaran yang menetap.

Riwayat pengobatan OAT yang adekuat akan lebih mendukung

• Pada kasus dengan gambaran radiologik meragukan lesi TB aktif, namun

setelah mendapat pengobatan OAT selama 2 bulan ternyata tidak ada

perubahan gambaran radiologik.

2.1.7 Diagnosis Tuberkulosis

2.1.7.1 Gambaran Klinik

Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala

lokal dan gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal

ialah gejala respiratori (gejala lokal sesuai organ yang terlibat) (PDPI, 2006;

Gupta et al., 2009; Karakousis dan Chaisson, 2014; Kemenkes RI, 2011)

1. Gejala respiratorik

- batuk > 2 minggu

- batuk darah

- sesak napas

- nyeri dada

Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai

gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58848/4/BAB II.pdfgenitourinaria, kulit, sendi dan tulang, selaput otak. 2.1.6.2 Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak (BTA) a. Tuberkulosis

18

pada saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses

penyakit, maka pasien mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama

terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk

membuang dahak ke luar.

2. Gejala sistemik

- Demam.

- Gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia dan berat

badan menurun.

3. Gejala tuberkulosis ekstraparu

Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat, misalnya

pada limfadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak

nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosis akan terlihat

gejala meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosis terdapat gejala sesak

napas dan kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.

2.1.7.2 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan

konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu demam (subfebris),

badan kurus atau berat badan menurun. Pada pemeriksaan fisis pasien sering tidak

menunjukan suatu kelainan pun terutama pada kasus-kasus dini, sementara

gambaran radiologis dan pemeriksaan sputum sudah menunjukkan adanya

penyakit TB (PDPI, 2006; Karakousis dan Chaisson, 2014).

Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks

(puncak) paru. Pada auskultasi, hanya akan ditemukan ronki basah halus sebagai

satu-satunya kelainan pemeriksaan jasmani. Bila dicurigai adanya infiltrat yang

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58848/4/BAB II.pdfgenitourinaria, kulit, sendi dan tulang, selaput otak. 2.1.6.2 Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak (BTA) a. Tuberkulosis

19

agak luas, maka didapatkan perkusi yang redup, fremitus yang menguat dan

auskultasi suara nafas bronkial (PDPI, 2006; Karakousis dan Chaisson, 2014).

Pada umumnya, selalu akan didapatkan ronki basah mengingat bahwa selalu

pula terbentuk sekret dan jaringan nekrotik. Makin banyak sekret dan makin besar

bronkus tempat sekret itu berada, makin kasarlah ronki yang didengar. Melihat ini

semua, makin nyatalah bahwa kelainan-kelainan yang ditemukan pada TB sangat

variabel, baik jenis, intensitas, jumlah maupun tempat ditemukannya (pleiomorfi)

(PDPI, 2006; Karakousis dan Chaisson, 2014).

2.1.7.3 Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi:

foto lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks,

tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform)

(Karakousis dan Chaisson, 2014).

(1) Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :

a. Bayangan berawan/ nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas

paru dan segmen superior lobus bawah.

b. Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak

berawan atau nodular.

c. Bayangan bercak milier

d. Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)

(2) Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif :

a. Fibrotik pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas.

b. Kalsifikasi atau fibrotik

c. Fibrosis parenkim paru dan atau penebalan pleura

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58848/4/BAB II.pdfgenitourinaria, kulit, sendi dan tulang, selaput otak. 2.1.6.2 Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak (BTA) a. Tuberkulosis

20

(3) Luluh Paru (Destroyed Lung ) :

a. Gambaran radiologik yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang

berat, biasanya secara klinis disebut luluh paru . Gambaran radiologik

luluh paru terdiri dari atelektasis, multikaviti dan fibrosis parenkim

paru. Sulit untuk menilai aktivitas lesi atau penyakit hanya berdasarkan

gambaran radiologik tersebut.

b. Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologik untuk memastikan aktivitas

proses penyakit

(4) Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan

dapat dinyatakan sebagai berikut (terutama pada kasus BTA dahak

negatif) :

a. Lesi minimal : Bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru

dengan luas tidak lebih dari volume paru yang terletak di atas

chondrostemal junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus dari

vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5 (sela iga 2) dan

tidak dijumpai kaviti.

b. Lesi luas: Bila proses lebih luas dari lesi minimal.

2.1.7.4 Pemeriksaan Laboratorium

a. Darah

Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik

untuk tuberkulosis. Laju endap darah (LED) jam pertama dan kedua sangat

dibutuhkan. Data ini sangat penting sebagai indikator tingkat kestabilan keadaan

nilai keseimbangan biologik penderita, sehingga dapat digunakan untuk salah satu

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58848/4/BAB II.pdfgenitourinaria, kulit, sendi dan tulang, selaput otak. 2.1.6.2 Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak (BTA) a. Tuberkulosis

21

respon terhadap pengobatan penderita serta kemungkinan sebagai predeteksi

tingkat penyembuhan penderita. Demikian pula kadar limfosit bisa

menggambarkan biologik/ daya tahan tubuh penderita, yaitu dalam keadaan

supresi/tidak. LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju endap darah

yang normal tidak menyingkirkan tuberkulosis. Limfositpun kurang spesifik.

Selain itu juga dapat ditemukan Anemia ringan dengan gambaran normokrom dan

normositik (Kreider dan Rossman, 2014).

b. Uji Tuberkulin

Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakkan

diagnosis tuberkulosis terutama pada anak-anak (balita). Tes tuberkulin hanya

menyatakan apakah seorang individu sedang atau pernah mengalami infeksi

M.tuberculosae, M.bovis, vaksinasi BCG dan Myvobacteria patogen lainnya. Di

Indonesia, dengan prevalensi tuberkulosis yang tinggi, pemeriksaan uji tuberkulin

sebagai alat bantu diagnostik kurang berarti, apalagi pada orang dewasa. Uji ini

akan mempunyai makna bila didapatkan konversi dari uji yang dilakukan satu

bulan sebelumnya atau apabila kepositifan dari uji yang didapat besar sekali atau

bula (PDPI, 2006; Kreider dan Rossman, 2014).

Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang cara

mantoux lebih sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada

½ bagian atas lengan bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam

kulit). Penilaian uji tuberkulin dilakukan 48–72 jam setelah penyuntikan dan

diukur diameter dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi:

1. Pembengkakan (Indurasi) : 0–4mm, uji mantoux negatif.

Arti klinis : tidak ada infeksi Mycobacterium tuberculosis.

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58848/4/BAB II.pdfgenitourinaria, kulit, sendi dan tulang, selaput otak. 2.1.6.2 Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak (BTA) a. Tuberkulosis

22

2. Pembengkakan (Indurasi) : 5–9mm, uji mantoux meragukan.

Hal ini bisa karena kesalahan teknik, reaksi silang dengan Mycobacterium

atypikal atau pasca vaksinasi BCG.

3. Pembengkakan (Indurasi) : >= 10mm, uji mantoux positif.

Arti klinis : sedang atau pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis

(PDPI, 2006; Kreider dan Rossman, 2014)

c. Pemeriksaan Sputum

Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman

BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Disamping itu, pemeriksaan

sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah

diberikan. Pemeriksaan ini mudah dan murah, sehingga dapat dikerjakan di

lapangan (puskesmas). Tetapi kadang-kadang tidak mudah untuk mendapat

sputum, terutama pasien yang tidak batuk atau batuk yang non produktif. Dalam

hal ini, dianjurkan satu hari sebelum pemeriksaan sputum, pasien dianjurkan

minum air sebanyak 2 liter dan diajarkan melakukan refleks batuk. Dapat juga

dengan menambahkan obat-obat mukolitik ekspektoran sebelumnya (PDPI, 2006)

Cara pengambilan dahak dilakukan 3 kali, setiap pagi 3 hari berturut-turut

atau dengan cara:

• Sewaktu/spot (dahak sewaktu saat kunjungan)

• Dahak pagi ( keesokan harinya )

• Sewaktu/spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi)

Pemeriksaan sputum BTA sebaiknya dilakukan 3x berturut-turut, namun bila hasil

pemeriksaan minimal 2x BTA positif maka pasien dapat dinyatakan sakit TB.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58848/4/BAB II.pdfgenitourinaria, kulit, sendi dan tulang, selaput otak. 2.1.6.2 Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak (BTA) a. Tuberkulosis

23

Interpretasi pemeriksaan mikroskopik dibaca dengan skala bronkhorst atau

IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease)

o Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif.

o Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah

kuman yang ditemukan.

o Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+)

o Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+)

o Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+)

(Kemenkes RI, 2016)

Gambar 2.3

Alur diagnosis TB

d. Pemeriksaan Cairan Pleura

Pemeriksaan analisis cairan pleura & uji Rivalta cairan pleura perlu

dilakukan pada penderita efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis.

Interpretasi hasil analisis yang mendukung diagnosis tuberkulosis adalah uji

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58848/4/BAB II.pdfgenitourinaria, kulit, sendi dan tulang, selaput otak. 2.1.6.2 Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak (BTA) a. Tuberkulosis

24

Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta pada analisis cairan pleura terdapat

sel limfosit dominan dan glukosa rendah (Gupta et al., 2009).

e. Pemeriksaan Khusus (Serologi)

a. Enzym linked immunosorbent assay (ELISA)

Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi respons

humoral berupa proses antigen-antibodi yang terjadi. Beberapa masalah

dalam teknik ini antara lain adalah kemungkinan antibodi menetap dalam

waktu yang cukup lama.

b. Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis)

Uji serologi untuk mendeteksi antibodi M.tuberculosis dalam serum. Uji

ICT merupakan uji diagnostik TB yang menggunakan 5 antigen spesifik

yang berasal dari membran sitoplasma M.tuberculosis, diantaranya antigen

M.tb 38 kDa. Ke 5 antigen tersebut diendapkan dalam bentuk 4 garis

melintang pada membran immunokromatografik (2 antigen diantaranya

digabung dalam 1 garis) disamping garis kontrol. Serum yang akan diperiksa

sebanyak 30 ml diteteskan ke bantalan warna biru, kemudian serum akan

berdifusi melewati garis antigen. Apabila serum mengandung antibodi IgG

terhadap M.tuberculosis, maka antibodi akan berikatan dengan antigen dan

membentuk garis warna merah muda. Uji dinyatakan positif bila setelah 15

menit terbentuk garis kontrol dan minimal satu dari empat garis antigen pada

membran.

c. Mycodot

Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia. Uji

ini menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM) yang direkatkan pada

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58848/4/BAB II.pdfgenitourinaria, kulit, sendi dan tulang, selaput otak. 2.1.6.2 Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak (BTA) a. Tuberkulosis

25

suatu alat yang berbentuk sisir plastik. Sisir plastik ini kemudian dicelupkan

ke dalam serum pasien, dan bila di dalam serum tersebut terdapat antibodi

spesifik anti LAM dalam jumlah yang memadai sesuai dengan aktivitas

penyakit, maka akan timbul perubahan warna pada sisir dan dapat dideteksi

dengan mudah.

d. Uji peroksidase anti peroksidase (PAP)

Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi yang

terjadi. Dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan serologi yang diperoleh,

para klinisi harus hati hati karena banyak variabel yang mempengaruhi

kadar antibodi yang terdeteksi.

e. Uji serologi yang baru (IgG TB/ Uji IgG)

Adalah salah satu pemeriksaan serologi dengan cara mendeteksi antibodi

IgG dengan antigen spesifik untuk Mycobacterium tuberculosis. Uji IgG

berdasarkan antigen mikobakterial rekombinan seperti 38 kDa dan 16 kDa

dan kombinasi lainnya akan menberikan tingkat sensitivitas dan spesifisitas

yang dapat diterima untuk diagnosis. Di luar negeri, metode

imunodiagnosis ini lebih sering digunakan untuk mendiagnosis TB

ekstraparu, tetapi tidak cukup baik untuk diagnosis TB pada anak.

Saat ini pemeriksaan serologi belum dapat dipakai sebagai pegangan untuk

diagnosis.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58848/4/BAB II.pdfgenitourinaria, kulit, sendi dan tulang, selaput otak. 2.1.6.2 Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak (BTA) a. Tuberkulosis

26

2.1.7.5 Alur Diagnosis TB pada Dewasa dan Anak

(Kemenkes RI, 2016)

Gambar 2.4

Alur diagnosis TB dan TB Resistan Obat di Indonesia

Keterangan alur:

Prinsip penegakan diagnosis TB:

• Diagnosis TB Paru pada orang dewasa harus ditegakkan terlebih dahulu dengan

pemeriksaan bakteriologis. Pemeriksaan bakteriologis yang dimaksud adalah

pemeriksaan mikroskopis, tes cepat molekuler TB dan biakan.

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58848/4/BAB II.pdfgenitourinaria, kulit, sendi dan tulang, selaput otak. 2.1.6.2 Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak (BTA) a. Tuberkulosis

27

• Pemeriksaan TCM digunakan untuk penegakan diagnosis TB, sedangkan

pemantauan kemajuan pengobatan tetap dilakukan dengan pemeriksaan

mikroskopis.

• Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks

saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang spesifik pada TB paru,

sehingga dapat menyebabkan terjadi overdiagnosis ataupun underdiagnosis.

• Tidak dibenarkan mendiagnosis TB dengan pemeriksaan serologis.

(Kemenkes RI, 2016)

Gambar 2.5

Alur diagnosis TB pada anak

Keterangan:

*) Dapat dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan sputum

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58848/4/BAB II.pdfgenitourinaria, kulit, sendi dan tulang, selaput otak. 2.1.6.2 Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak (BTA) a. Tuberkulosis

28

**) Kontak TB Paru Dewasa dan Kontak TB Paru Anak terkonfirmasi

bakteriologis

***) Evaluasi respon pengobatan. Jika tidak merespon baik dengan pengobatan

adekuat, evaluasi ulang diagnosis TB dan adanya komorbiditas atau rujuk.

Tabel 2. 2 Sistem skoring TB anak Parameter 0 1 2 3 Skor

Kontak TB Tidak

jelas -

Laporan

keluarga, BTA

(-) /BTA tidak

jelas/ tidak tahu

BTA (+)

Uji Tuberkulin

(Mantoux) Negatif - -

Positif

(≥10mm atau

≥5mm pada

imunokompr

omais)

Berat badan/

keadaan gizi -

BB/TB

<90% atau

BB/U<80%

Klinis gizi buruk

atau

BB/TB<70%

atau BB/U<60%

-

Demam yang tidak

diketahui

penyebabnya

- ≥2minggu - -

Batuk Kronik - ≥3minggu - -

Pembesaran kelenjar

limfekolli, aksila,

inguinal

-

≥1cm,

lebih dari 1

KGB, tidak

nyeri

- -

Pembengkakan

tulang/sendi

panggul, lutut,

falang

-

Ada

pembengka

kan

- -

Foto thoraks

Normal/

kelainan

tidak

jelas

Gambaran

sugestif

(mendukun

g) TB

- -

Skor Total

(Kemenkes RI, 2016)

Keterangan:

1. Pemeriksaan bakteriologis (mikroskopis atau tes cepat TB) tetap merupakan

pemeriksaan utama untuk konfirmasi diagnosis TB pada anak. Berbagai upaya

dapat dilakukan untuk memperoleh contoh uji dahak, di antaranya induksi

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58848/4/BAB II.pdfgenitourinaria, kulit, sendi dan tulang, selaput otak. 2.1.6.2 Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak (BTA) a. Tuberkulosis

29

sputum. Pemeriksaan mikroskopis dilakukan 2 kali, dan dinyatakan positif jika

satu contoh uji diperiksa memberikan hasil positif.

2. Observasi persistensi gejala selama 2 minggu dilakukan jika anak bergejala

namun tidak ditemukan cukup bukti adanya penyakit TB. Jika gejala menetap,

maka anak dirujuk untuk pemeriksaan lebih lengkap. Pada kondisi tertentu di

mana rujukan tidak memungkinkan, dapat dilakukan penilaian klinis untuk

menentukan diagnosis TB anak.

3. Berkontak dengan pasien TB paru dewasa adalah kontak serumah ataupun

kontak erat, misalnya di sekolah, pengasuh, tempat bermain, dan sebagainya.

4. Pada anak yang pada evaluasi bulan ke-2 tidak menunjukkan perbaikan klinis

sebaiknya diperiksa lebih lanjut adanya kemungkinan faktor penyebab lain

misalnya kesalahan diagnosis, adanya penyakit penyerta, gizi buruk, TB resistan

obat maupun masalah dengan kepatuhan berobat dari pasien. Apabila fasilitas

tidak memungkinkan, pasien dirujuk ke RS. Yang dimaksud dengan perbaikan

klinis adalah perbaikan gejala awal yang ditemukan pada anak tersebut pada saat

diagnosis.

2.1.8 Tatalaksana Tuberkulosis

Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3

bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari

paduan obat utama dan tambahan (Kemenkes RI, 2011).

Obat yang dipakai:

1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:

• Rifampisin

• INH

• Pirazinamid

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58848/4/BAB II.pdfgenitourinaria, kulit, sendi dan tulang, selaput otak. 2.1.6.2 Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak (BTA) a. Tuberkulosis

30

• Streptomisin

• Etambutol

2. Kombinasi dosis tetap (Fixed dose combination)

Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari :

• Empat obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150

mg, isoniazid 75 mg, pirazinamid 400 mg dan etambutol 275 mg, dan

• Tiga obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg,

isoniazid 75 mg dan pirazinamid. 400 mg.

3. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2):

• Kanamisin

• Kuinolon

• Obat lain masih dalam penelitian ; makrolid, amoksilin + asam

klavulanat

• Derivat rifampisin dan INH

Tabel 2. 3 Jenis dan Dosis OAT

(Kemenkes RI, 2011)

Obat Dosis

(Mg/Kg

BB/Hari)

Dosis yg dianjurkan Dosis

Maks

(mg)

Dosis (mg) / berat

badan (kg)

Harian

(mg/kgBB

/hari)

Intermitten

(mg/Kg/BB/

kali)

< 40 40-60 >60

R 8-12 10 10 600 300 450 600

H 4-6 5 10 300 150 300 450

Z 20-30 25 35 750 1000 1500

E 15-20 15 30 750 1000 1500

S 15-18 15 15 1000 Sesuai BB 750 1000

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58848/4/BAB II.pdfgenitourinaria, kulit, sendi dan tulang, selaput otak. 2.1.6.2 Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak (BTA) a. Tuberkulosis

31

2.1.8.1 Panduan Obat Tuberkulosis

Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi:

• TB paru (kasus baru), BTA positif atau lesi luas

Paduan obat yang diberikan : 2 RHZE / 4 RH

Alternatif : 2 RHZE / 4R3H3 atau (program P2TB) 2 RHZE/ 6HE

Paduan ini dianjurkan untuk

a. TB paru BTA (+), kasus baru

b. TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologik lesi luas (termasuk

luluh paru)

c. TB di luar paru kasus berat.

Pengobatan fase lanjutan, bila diperlukan dapat diberikan selama 7

bulan, dengan paduan 2RHZE / 7 RH, dan alternatif 2RHZE/ 7R3H3,

seperti pada keadaan:

a. TB dengan lesi luas

b. Disertai penyakit komorbid (Diabetes Melitus, pemakaian obat

imunosupresi/ kortikosteroid)

c. TB kasus berat (milier, dll). Bila ada fasilitas biakan dan uji

resistensi, pengobatan disesuaikan dengan hasil uji resistensi

• TB Paru (kasus baru), BTA negatif

Paduan obat yang diberikan : 2 RHZ / 4 RH

Alternatif : 2 RHZ/ 4R3H3 atau 6 RHE

Paduan ini dianjurkan untuk :

a. TB paru BTA negatif dengan gambaran radiologik lesi minimal

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58848/4/BAB II.pdfgenitourinaria, kulit, sendi dan tulang, selaput otak. 2.1.6.2 Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak (BTA) a. Tuberkulosis

32

b. TB di luar paru kasus ringan

• TB paru kasus kambuh

Pada TB paru kasus kambuh minimal menggunakan 4 macam OAT

pada fase intensif selama 3 bulan (bila ada hasil uji resistensi dapat

diberikan obat sesuai hasil uji resistensi). Lama pengobatan fase

lanjutan 6 bulan atau lebih lama dari pengobatan sebelumnya, sehingga

paduan obat yang diberikan : 3 RHZE / 6 RH Bila tidak ada / tidak

dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan paduan obat : 2

RHZES/1 RHZE/5 R3H3E3 (Program P2TB)

• TB Paru kasus gagal pengobatan

Pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji resistensi, dengan minimal

menggunakan 4-5 OAT dengan minimal 2 OAT yang masih sensitif (

seandainya H resisten, tetap diberikan). Dengan lama pengobatan

minimal selama 1 - 2 tahun . Menunggu hasil uji resistensi dapat

diberikan dahulu 2 RHZES , untuk kemudian dilanjutkan sesuai uji

resistensi - Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka

alternatif diberikan paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 H3R3E3

(Program P2TB)

• Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil

yang optimal

• Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke ahli paru.

2.1.8.2 Efek Samping Obat

Sebagian besar penderita TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek

samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58848/4/BAB II.pdfgenitourinaria, kulit, sendi dan tulang, selaput otak. 2.1.6.2 Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak (BTA) a. Tuberkulosis

33

pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting dilakukan

selama pengobatan. Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat, bila efek

samping ringan dan dapat diatasi dengan obat simtomatik maka pemberian OAT

dapat dilanjutkan (PDPI, 2006; Visser et al., 2011).

Tabel 2. 4 Efek Samping Obat

(PDPI, 2006)

2.1.8.3 Cara Mengatasi Efek Samping Obat TB

Efek samping obat anti Tuberkulosis dapat ditanggulangi dengan obat-obat

simptomatik atau obat sederhana, tetapi kadang-kadang menetap untuk beberapa

waktu selama pengobatan. Dalam hal ini, pemberian OAT dapat

diteruskan.(Lawson et al., 2010)

1. Etambutol

Etambutol dapat menyebabkan gangguan pengelihatan berupa berkurangnya

ketajaman penglihatan, buta warna untuk warna merah dan hijau. Efek samping

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58848/4/BAB II.pdfgenitourinaria, kulit, sendi dan tulang, selaput otak. 2.1.6.2 Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak (BTA) a. Tuberkulosis

34

jarang terjadi bila dosisnya 15 – 25 mg/kgBB per hari atau 30 mg/KgBB yang

diberikan 3 kali seminggu. Gangguan penglihatan akan kembali normal dalam

beberapa minggu setelah obat dihentikan. Karena risiko kerusakan okuler sulit

dideteksi pada anak-anak, makan sebaiknya tidak diberikan pada anak-anak.

2. Isoniazid (INH)

Efek samping berat berupa hepatitis yang dapat timbul pada kurang lebih

0,5% penderita. Bila terjadi ikterus, hentikan pengobatan sampai ikterus

membaik. Bila tanda-tanda hepatitis berat maka penderita harus dirujuk ke UPK

spesialistik.

Efek samping INH yang ringan berupa :

- Tanda-tanda keracunan pada saraf tepi, kesemutan, dan nyeri otot. Efek ini

dapat dikurangi dengan pemberian piridoksin (vitamin B6 dengan dosis

5-10 mg/hari atau dengan vitamin B kompleks)

- Kelainan yang menyerupai defisiensi piridoksin (syndroma pellagra)

- Kelainan kulit yang bervariasi, antara lain gatal-gatal

Bila terjadi efek samping ini pemberian OAT dapat diteruskan sesuai dosis.

3. Pirazinamid

Efek samping utama dari pirazinamid adalah hepatitis. Juga dapat terjadi

nyeri sendi dan kadang-kadang dapat menyebabkan serangan arthritis Gout yang

kemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi dan penimbunan asam urat.

Kadang-kadang terjadi reaksi hipersensitas misalnya demam, mual, kemerahan

dan reaksi kulit yang lain.

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58848/4/BAB II.pdfgenitourinaria, kulit, sendi dan tulang, selaput otak. 2.1.6.2 Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak (BTA) a. Tuberkulosis

35

4. Rifampisin

Rifampisin bila diberikan sesuai dosis yang di anjurkan, jarang

menyebabkan efek samping, terutama pada pemakaian terus-menerus setiap hari.

Salah satu efek samping berat dan rifampisin adalah hepatitis. Bila terjadi ikterik

(kuning) maka pengobatan perlu dihentikan. Bila hepatitisnya sudah sembuh,

pemberian rifampisin dapat diulang lagi

5. Streptomisin

Streptomisin dapat menyebabkan gangguan keseimbangan dan pengengaran.

Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat segera dihentikan atau dosisnya dikurangi

dengan 0,25 gr. Jika pengobatan diteruskan maka kerusakan alat keseimbangan

makin parah dan menetap.

2.1.8.4 Pengobatan Simptomatik

Pengobatan yang diberikan kepada penderita TB perlu diperhatikan keadaan

klinisnya. Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat, dapat rawat jalan.

Selain OAT kadang perlu pengobatan tambahan atau suportif/simtomatik untuk

meningkatkan daya tahan tubuh atau mengatasi gejala/keluhan(PDPI, 2006;

Kreider dan Rossman, 2014; (Kemenkes RI, 2011)

1. Penderita rawat jalan

a. Makan makanan yang bergizi, bila dianggap perlu dapat diberikan

vitamin tambahan (pada prinsipnya tidak ada larangan makanan untuk

penderita tuberkulosis, kecuali untuk penyakit komorbidnya).

b. Bila demam dapat diberikan obat penurun panas/demam

c. Bila perlu dapat diberikan obat untuk mengatasi gejala batuk, sesak

napas atau keluhan lain.

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58848/4/BAB II.pdfgenitourinaria, kulit, sendi dan tulang, selaput otak. 2.1.6.2 Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak (BTA) a. Tuberkulosis

36

2. Penderita rawat inap

a. Indikasi rawat inap : TB paru disertai keadaan/komplikasi sbb :

- Batuk darah (profus)

- Keadaan umum buruk

- Pneumotoraks

- Empiema

- Efusi pleura masif / bilateral

- Sesak napas berat (bukan karena efusi pleura) TB di luar paru yang

mengancam jiwa :TB paru milier

- Meningitis TB

b. Pengobatan suportif / simtomatik yang diberikan sesuai dengan keadaan

klinis dan indikasi rawat.

2.1.8.5. Evaluasi Pengobatan

Evaluasi penderita meliputi evaluasi klinik, bakteriologik, radiologik, dan

efek samping obat, serta evaluasi keteraturan berobat (PDPI, 2006; Kemenkes RI,

2011)

(1) Evaluasi Klinik

a. Penderita dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan

selanjutnya setiap 1 bulan

b. Evaluasi : respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta

ada tidaknya komplikasi penyakit

c. Evaluasi klinik meliputi keluhan, berat badan, pemeriksaan fisik.

(2) Evaluasi Bakteriologik (0 - 2 - 6 /9)

a. Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58848/4/BAB II.pdfgenitourinaria, kulit, sendi dan tulang, selaput otak. 2.1.6.2 Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak (BTA) a. Tuberkulosis

37

b. Pemeriksaan & evaluasi pemeriksaan mikroskopik

- Sebelum pengobatan dimulai

- Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif)

- Pada akhir pengobatan

c. Bila ada fasiliti biakan : pemeriksaan biakan (0 - 2 – 6/9)

(3) Evaluasi Radiologik (0 - 2 – 6/9)

Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada:

a. Sebelum pengobatan

b. Setelah 2 bulan pengobatan

c. Pada akhir pengobatan

(4) Evaluasi Efek Samping Secara Klinik

a. Bila mungkin sebaiknya dari awal diperiksa fungsi hati, fungsi ginjal

dan darah lengkap.

b. Fungsi hati; SGOT,SGPT, bilirubin, fungsi ginjal : ureum, kreatinin,

dan gula darah , asam urat untuk data dasar penyakit penyerta atau efek

samping pengobatan.

c. Asam urat diperiksa bila menggunakan pirazinamid.

d. Pemeriksaan visus dan uji buta warna bila menggunakan etambutol.

e. Penderita yang mendapat streptomisin harus diperiksa uji keseimbangan

dan audiometri.

f. Pada anak dan dewasa muda umumnya tidak diperlukan pemeriksaan

awal tersebut. Yang paling penting adalah evaluasi klinik kemungkinan

terjadi efek samping obat. Bila pada evaluasi klinik dicurigai terdapat

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58848/4/BAB II.pdfgenitourinaria, kulit, sendi dan tulang, selaput otak. 2.1.6.2 Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak (BTA) a. Tuberkulosis

38

efek samping, maka dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk

memastikannya dan penanganan efek samping obat sesuai pedoman

(5) Evaluasi Keteraturan Berobat

Yang tidak kalah pentingnya selain dari paduan obat yang digunakan

adalah keteraturan berobat. Diminum/ tidaknya obat tersebut. Dalam hal

ini maka sangat penting penyuluhan atau pendidikan mengenai penyakit

dan keteraturan berobat yang diberikan kepada penderita, keluarga dan

lingkungan. Ketidakteraturan berobat akan menyebabkan timbulnya

masalah resistensi.

2.2 Pelayanan Kesehatan Primer

2.2.1 Definisi Dan Jenis Pelayanan Kesehatan Primer

World Health Organization (WHO) dalam Deklarasi Alma Ata tahun 1978

merekomendasikan dua strategi dalam rangka mengatasi ketidakmerataan derajat

kesehatan dan akses pelayanan kesehatan di dunia, yaitu agar setiap negara

melakukan pendekatan pelayanan primer (Primary Health Care) dan menyusun

suatu sistem kesehatan nasional. Dalam deklarasi tersebut, Pelayanan Kesehatan

Dasar (Primary Health Care/PHC) diterjemahkan sebagai sejumlah pelayanan

kesehatan esensial yang secara ilmiah dapat dipertanggungjawabkan, dapat

diterima secara sosial, dapat diakses oleh setiap individu/keluarga,

diselenggarakan dengan peran serta masyarakat, secara ekonomis dapat

ditanggung oleh masyarakat dan negara, dan disertai dengan semangat

kemandirian (self reliance and self-determintation). PHC merupakan tingkat

pertama kontak individu, keluarga, dan masyarakat dengan sistem kesehatan

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58848/4/BAB II.pdfgenitourinaria, kulit, sendi dan tulang, selaput otak. 2.1.6.2 Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak (BTA) a. Tuberkulosis

39

nasional sehingga membawa pelayanan kesehatan sedekat mungkin dengan

tempat tinggal maupun tempat kerja.

Di Indonesia, pelayanan kesehatan dasar mengalami perkembangan yang

dinamis dari waktu ke waktu. Yang pertama, terdapat “18 program pokok” yang

harus dilaksanakan oleh Puskesmas. Beberapa di antara program pokok tersebut

adalah pelayanan dasar. Kedelapan belas program pokok tersebut sebagai berikut:

(1) Program kesehatan ibu dan anak (KIA);

(2) Program keluarga berencana (KB);

(3) Program gizi;

(4) Program pengobatan;

(5) Program pemberantasan penyakit;

(6) Program kesehatan lingkungan;

(7) Program perawatan kesehatan masyarakat;

(8) Program usaha kesehatan sekolah (UKS);

(9) Program usia lanjut (Usila);

(10) Program kesehatan kerja;

(11) Program kesehatan gigi dan mulut;

(12) Program kesehatan jiwa;

(13) Program kesehatan mata;

(14) Program penyuluhan kesehatan masyarakat;

(15) Program penanganan gawat darurat;

(16) Program kesehatan olahraga;

(17) Program laboratorium sederhana; dan

(18) Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP).

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58848/4/BAB II.pdfgenitourinaria, kulit, sendi dan tulang, selaput otak. 2.1.6.2 Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak (BTA) a. Tuberkulosis

40

Ke-18 pelayanan tersebut dikelompokkan menjadi tiga (3), yaitu (i)

pelayanan pengobatan; (ii) pelayanan kesehatan masyarakat; dan (iii) sistem

informasi untuk menunjang pelayanan.

Terdapat lima jenis pelayanan yang diselenggarakan oleh Puskesmas secara

terpadu dalam mendukung kegiatan Posyandu. Lima pelayanan tersebut adalah 1)

KB; 2) KIA (antenatal care, imunisasi tetanus toksoid (TT), pil besi dan nasihat

gizi); 3) Imunisasi bayi/balita; 4) Gizi (distribusi kartu menuju sehat (KMS)),

penimbangan, pemberian makanan tambahan (PMT) penyuluhan dan PMT

pengobatan; dan 5) pengobatan diare, utamanya pemberian oralit.

Permenkes No.75/2014 didalamnya ditetapkan 23 jenis pelayanan yang

dilakukan oleh Puskesmas, terdiri dari 6 pelayanan kesehatan masyarakat (PKM)

esensial, 8 PKM pengembangan dan 9 pelayanan kesehatan perorangan (PKP).

Tidak semua jenis pelayanan tersebut bersifat esensial dasar. Pada UU

No.23/2014 tentang Pemerintahan Daerah, ditetapkan bahwa daerah bertanggung

jawab melaksanakan sejumlah pelayanan dasar yang disebut Standar Pelayanan

Minimal (SPM). Standar Pelayanan Minimal meliputi 6 bidang dan untuk bidang

kesehatan ada 12 pelayanan yang dimasukkan sebagai SPM kesehatan. Sebelum

ditetapkannya Peraturan Pemerintah (PP) No.2/2018 tentang Standar Pelayanan

Minimal, SPM bidang kesehatan tersebut ditetapkan dengan Peraturan Menteri

Kesehatan No.43/2016 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan.

Sebagian besar kegiatan dalam SPM adalah upaya kesehatan masyarakat yang

dilaksanakan diluar gedung dan memerlukan keterlibatan aparat kecamatan dan

desa, serta keterlibatan masyarakat. Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58848/4/BAB II.pdfgenitourinaria, kulit, sendi dan tulang, selaput otak. 2.1.6.2 Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak (BTA) a. Tuberkulosis

41

Republik Indonesia Nomor 100 Tahun 2018 tentang penerapan standar pelayanan

minimal, jenis pelayanan dasar/ publik yang berhak diterima, yaitu:

(1) Pelayanan kesehatan ibu hamil

(2) Pelayanan kesehatan ibu bersalin

(3) Pelayanan kesehatan bayi baru lahir

(4) Pelayanan kesehatan balita

(5) Pelayanan kesehatan pada usia pendidikan dasar

(6) Pelayanan kesehatan pada usia produktif

(7) Pelayanan kesehatan pada usia lanjut

(8) Pelayanan kesehatan penderita Hipertensi

(9) Pelayanan kesehatan penderita Diabetes Melitus

(10) Pelayanan kesehatan orang dengan gangguan jiwa berat

(11) Pelayanan kesehatan orang terduga Tuberkulosis

(12) Pelayanan kesehatan orang dengan resiko terinfeksi HIV

Dalam rangka menerapkan paradigma pendekatan keluarga, Kemenkes

menetapkan kebijakan Program Indonesia Sehat melalui Pendekatan Keluarga

(PISPK). Bentuk pelaksanaan program ini adalah kunjungan rumah oleh staf

Puskesmas dan melakukan pencatatan tentang beberapa masalah kesehatan

penting yang terdiri dari 12 indikator sebagai berikut:

(1) PUS dalam rumah tangga tersebut sudah menjadi akseptor KB;

(2) Persalinan dilakukan di fasilitas kesehatan;

(3) Balita sudah mendapat imunisasi lengkap;

(4) Bayi diberikan ASI ekslusif;

(5) Anak balita ditimbang untuk pemantauan gizi dan pertumbuhannya;

Page 38: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58848/4/BAB II.pdfgenitourinaria, kulit, sendi dan tulang, selaput otak. 2.1.6.2 Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak (BTA) a. Tuberkulosis

42

(6) Penderita TBC diobati;

(7) Penderita hipertensi diobati;

(8) Penderita gangguan jiwa dipelihara oleh keluarga tersebut;

(9) Tidak ada anggota keluarga yang merokok;

(10) Mempunyai akses terhadap air bersih;

(11) Memiliki jamban; dan

(12) Menjadi peserta JKN.

Dengan melaksanakan PISPK, Puskesmas mendapat peta masalah kesehatan

di tingkat keluarga. Informasi ini berguna bagi Puskesmas untuk perencanaan dan

pelaksanaan pelayanan kesehatan.

2.2.2 Tugas Dan Fungsi Puskesmas

Fungsi utama Puskesmas adalah membina kesehatan wilayah dalam arti luas

yaitu menyehatkan wilayah kerjanya dan menyehatkan penduduk dalam wilayah

tersebut. Untuk melaksanakan fungsi utama tersebut, Puskesmas melaksanakan

tiga sub-fungsi sebagai berikut:

(1) Mengobati penduduk yang sakit secara perorangan yang disebut Upaya

Kesehatan Perorangan (UKP);

(2) Mengurangi atau menghilangkan faktor-faktor yang menyebabkan orang

sakit yang disebut Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM); dan

(3) Melaksanakan fungsi manajemen untuk mendukung butir (1) dan (2).

Walaupun UKM dan UKP tidak dapat dipisahkan dalam menangani masalah

kesehatan, dalam pelaksanaannya terdapat beberapa perbedaan sebagai berikut:

1. Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM)

Page 39: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58848/4/BAB II.pdfgenitourinaria, kulit, sendi dan tulang, selaput otak. 2.1.6.2 Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak (BTA) a. Tuberkulosis

43

(1) Dilaksanakan dengan cara (i) menggerakkan mesin birokrasi (pemerintah

daerah, kecamatan, dan desa); dan (ii) menggerakkan mesin sosial (kader,

tokoh masyarakat, tokoh agama, pranata/sistem sosial setempat).

(2) Mengutamakan upaya promotif dan preventif.

(3) Sasaran UKM adalah penduduk beserta lingkungannya.

(4) Dari perspektif komoditas ekonomi, UKM adalah public goods.

2. Upaya Kesehatan Perorangan (UKP)

(1) Dilaksanakan dengan mengoperasikan unit atau institusi pelayanan

kesehatan (klinik Puskesmas, Rumah Sakit, dan lain-lain).

(2) Mengutamakan penyembuhan orang sakit.

(3) Sasaran UKP adalah perorangan dan keluarganya.

(4) Dari perspektif komoditas ekonomi, UKP adalah private goods.

Deskripsi perbedaan antara UKM dan UKP perlu dipahami karena

membawa konsekuensi perbedaan dalam hal jenis tenaga yang melakukannya dan

dalam hal cara pembiayaannya. Namun perlu ditegaskan bahwa dalam

pelaksanaan pelayanan atau upaya kesehatan bagi masyarakat, UKM dan UKP

tidak dapat dipisahkan. Sehingga, tidak ada dikotomi antara UKM dan UKP.

Misalnya, penderita DBD perlu diobati (UKP), tetapi nyamuk Aedes

Aegypti perlu diberantas dengan kegiatan fogging dan pembasmian jentik (UKM).

Penderita hipertensi perlu diobati (UKP), tetapi untuk menghilangkan atau

menurunkan kejadian hipertensi perlu dilakukan skrining dan penyuluhan tentang

gaya hidup sehat (UKM).

Page 40: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58848/4/BAB II.pdfgenitourinaria, kulit, sendi dan tulang, selaput otak. 2.1.6.2 Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak (BTA) a. Tuberkulosis

44

3. Fungsi Manajemen

Untuk mendukung fungsi UKM dan UKP, Puskesmas juga melaksanakan

fungsi manajemen. Untuk Puskesmas di Indonesia, fungsi manajemen Puskesmas

sudah dikembangkan dan terstandar, yaitu

(1) Fungsi perencanaan;

a. Perencanaan 5 tahun yang disebut micro-planning

b. Perencanaan tahunan

(2) Fungsi pengorganisasian;

a. Penyusunan Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) Puskesmas

b. Pembagian tugas dalam struktur organisasi Puskesmas

(3) Fungsi penggerakkan;

a. Minilokakarya untuk menyusun Planning of Action (PoA)

(4) Fungsi monitoring dan evaluasi;

a. Pelaksanaan Sistem Pencatatan dan Pelaporan Puskesmas Terpadu

(SP2TP)

b. Akreditasi Puskesmas.

2.2.3 Penanganan Kasus TB Pada Pelayanan Kesehatan Primer

Menurut Permenkes RI No.67 Tahun 2016, Pengendalian kasus TB di

Indonesia dilaksanakan dengan strategi nasional setiap 5 tahun yang ditetapkan

oleh Menteri, meliputi:

(1) Penguatan kepemimpinan program TB berbasis kab/kota;

(2) Peningkatan akses layanan TB yang bermutu;

(3) Pengendalian faktor resiko TB;

(4) Penguatan kemitraan TB;

Page 41: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58848/4/BAB II.pdfgenitourinaria, kulit, sendi dan tulang, selaput otak. 2.1.6.2 Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak (BTA) a. Tuberkulosis

45

(5) Peningkatan kemandirian masyarakat dalam penanggulangan TB; dan

(6) Memperkuat sistem informasi, strategi, dan manajemen program TB.

Penanggulanan TB ini dilaksanakan oleh seluruh Fasilitas Kesehatan

Tingkat Pertama (FKTP) yang meliputi Puskesmas, Klinik Pratama, dan Dokter

Praktik Mandiri (DPM) serta Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut

(FKRTL) yang meliputi Rumah Sakit (pemerintah dan swasta), Rumah Sakit Paru

(RSP), dan Balai Besar/Balai Kesehatan Paru Masyarakat (B/BKPM) diiringi

dengan kemitraan lintas program atau sektor terkait dan layanan keterpaduan

pemerintah dan swasta (Public Private Mix).

Puskesmas sebagai Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes) primer

bertanggung jawab terhadap pelaksanaan program penanggulangan TB. Peran

aktif puskesmas diselenggarakan melalui beberapa kegiatan, diantaranya:

a. Promosi kesehatan

Yaitu kegiatan menginformasikan, mempengaruhi, dan membantu

masyarakat agar berperan aktif dalam rangka mencegah penularan TB,

meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat, serta menghilangkan

diskriminasi terhadap pasien TB.

b. Surveilans TB

Merupakan pemantauan dan analisis sistematis terus menerus terhadap

data dan informasi tentang kejadian penyakit TB atau masalah kesehatan

dan kondisi yang mempengaruhinya untuk mengarahkan tindakan

penanggulangan yang efektif dan efisisien.

c. Pengendalian faktor resiko

Pengendalian faktor risiko TB ditujukan untuk mencegah, mengurangi

penularan dan kejadian penyakit TB. Pengendalian faktor risiko TB

Page 42: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58848/4/BAB II.pdfgenitourinaria, kulit, sendi dan tulang, selaput otak. 2.1.6.2 Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak (BTA) a. Tuberkulosis

46

dilakukan dengan cara: (a) membudayakan perilaku hidup bersih dan

sehat; (b) membudayakan perilaku etika berbatuk; (c) melakukan

pemeliharaan dan perbaikan kualitas perumahan dan lingkungannya sesuai

dengan standar rumah sehat; (d) peningkatan daya tahan tubuh; (e)

penanganan penyakit penyerta TB; dan (f) penerapan pencegahan dan

pengendalian infeksi TB di fasyankes, dan di luar fasyankes.

d. Penemuan dan penanganan kasus TB

1. Penemuan kasus TB dilakukan secara aktif dan pasif melalui: (a)

investigasi dan pemeriksaan kasus kontak; (b) skrining secara massal

terutama pada kelompok rentan dan kelompok berisiko; dan (c)

skrining pada kondisi situasi khusus. Penemuan kasus TB ditentukan

setelah dilakukan penegakan diagnosis, penetapan klasifikasi dan tipe

pasien TB.

2. Penanganan kasus TB dalam penanggulangan TB dilakukan melalui

kegiatan tata laksana kasus untuk memutus mata rantai penularan

dan/atau pengobatan pasien. Tatalaksana kasus terdiri dari: pengobatan

dan penanganan efek samping di fasyankes; pengawasan kepatuhan

menelan obat; pemantauan kemajuan pengobatan dan hasil

pengobatan; dan/atau pelacakan kasus mangkir. Tatalaksana kasus TB

dilaksanakan sesuai pedoman nasional pelayanan kedokteran

tuberkulosis dan standar lain sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

e. Pemberian kekebalan

Pemberian kekebalan dalam rangka Penanggulangan TB dilakukan

melalui imunisasi BCG terhadap bayi. Penanggulangan TB melalui

Page 43: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58848/4/BAB II.pdfgenitourinaria, kulit, sendi dan tulang, selaput otak. 2.1.6.2 Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak (BTA) a. Tuberkulosis

47

imunisasi BCG terhadap bayi dilakukan dalam upaya mengurangi risiko

tingkat keparahan TB.

f. Pemberian obat pencegahan

Pemberian obat pencegahan TB ditujukan pada: (a) anak usia di bawah 5

(lima) tahun yang kontak erat dengan pasien TB aktif; (b) orang dengan

HIV dan AIDS (ODHA) yang tidak terdiagnosa TB; atau (c) populasi

tertentu lainnya. Pemberian obat pencegahan TB pada anak dan orang

dengan HIV dan AIDS (ODHA) dilakukan selama 6 (enam) bulan.

2.3 Gambaran Umum Puskesmas Kendal Kerep

2.3.1 Sejarah Puskesmas Kendal Kerep

Puskesmas Kendal Kerep beralamat lengkap di Jalan Sulfat 100, Kelurahan

Bunulrejo, Kecamatan Blimbing, Kota Malang. Puskesmas Kendal Kerep terletak

di dataran tinggi dengan kondisi tanah yang subur serta letak yang strategis.

Puskesmas Kendal Kerep berdiri tahun 1982 – 1983 merupakan puskesmas

pembantu dari Puskesmas Cisadea. Pada tahun 1984, puskesmas pembantu beralih

fungsi menjadi puskesmas induk dengan nama Puskesmas Kendal Kerep. Pada

tahun 1987, Puskesmas Kendal Kerep memiliki sebuah puskesmas pembantu

yaitu Puskesmas Pembantu Polehan.

Hingga tahun 1994 luas area Puskesmas Kendal Kerep hanya seluas 57m2.

Berturut-turut pada tahun 1994, Puskesmas Kendal Kerep dilakukan perluasan

pembangunan antara lain pembangunan ruang poli gigi (9m2), ruang tata usaha

seluas 36m2. Pada Tahun 1997 dilakukan pembangunan Ruang KIA dan

Fisioterapi seluas 65m2 serta membangun teras seluas 84m2 , tahun 2000 dibangun

lagi sebuah gudang dan ruang komputer seluas 32m2. Pada tahun 2007

Page 44: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58848/4/BAB II.pdfgenitourinaria, kulit, sendi dan tulang, selaput otak. 2.1.6.2 Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak (BTA) a. Tuberkulosis

48

dibangunlah puskesmas baru yang berada di sebelah barat puskesmas lama

dengan luas 500 m2 dan berlantai dua. Sejak akhir tahun 2008 semua kegiatan

pelayanan dilaksanakan di puskesmas yang baru. Pada tahun 2011 bangunan

puskesmas lama dibongkar dan dibuat bangunan baru yang peruntukannya

digunakan sebagai Unit Rawat Inap. Sejak awal tahun 2012, unit rawat inap

tersebut telah difungsikan.

2.3.2 Data Wilayah Puskesmas Kendal Kerep

Puskesmas Kendalkerep terletak disebelah utara kota Malang, dengan luas

wilayah 5,57 km2a, dan berada di wilayah kecamatan Blimbing yang terdiri dari 4

kelurahan yaitu:

a. Kelurahan Bunulrejo

b. Kelurahan Kesatrian

c. Kelurahan Polehan

d. Kelurahan Jodipan

Tabel 2. 5 Data Kependudukan

No Kelurahan Jumlah

RW Jumlah RT Jumlah KK

Jumlah

Penduduk

1 Bunulrejo 21 135 6.446 25.785

2 Kesatrian 12 70 2.746 10.985

3 Polehan 7 65 4.448 17.792

4 Jodipan 8 85 2.935 11.742

JUMLAH 48 355 16.576 66.304

(Data kependudukan, 2018)

Page 45: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58848/4/BAB II.pdfgenitourinaria, kulit, sendi dan tulang, selaput otak. 2.1.6.2 Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak (BTA) a. Tuberkulosis

49

2.3.3 Visi dan Misi Puskesmas Kendal Kerep

1. Visi Strategis

Dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, permasalahan, tantangan dan

peluang yang ada di Puskesmas Kerep serta mempertimbangkan budaya yang

hidup dalam masyarakat, maka Visi yang dicanangkan pada tahun 2017 sampai

2020 adalah: “Mewujudkan Masyarakat Diwilayah Puskesmas Kendalkerep Yang

Mandiri Untuk Hidup Sehat”

Penjabaran makna dari Visi di atas adalah sebagai berikut:

(1) Mewujudkan: Suatu tindakan untuk menghasilkan sesuatu yang

diharapkan

(2) Masyarakat: Satu kesatuan penduduk dengan segala potensi dalam sistem

pemerintahan di wilayah kerja Puskesmas Kendal Kerep

(3) Mandiri: Suatu keadaan dimana masyarakat mau dan mampu berperan

serta secara aktif didalam setiap usaha untuk meningkatkan derajat

kesehatan.

(4) Hidup Sehat: Suatu keadaan dimana seseorang terbebas dari penyakit baik

yang bersifat menular ataupun tidak menular serta terbebas dari kelainan

kejiwaan.

Masyarakat Yang Mandiri Untuk Hidup Sehat adalah gambaran masyarakat

di wilayah kerja Puskesmas Kendal Kerep yang mau dan mampu berperan serta

secara aktif dalam setiap upaya kesehatan sehingga terwujud derajat kesehatan

yang setinggi-tingginya.

Page 46: BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58848/4/BAB II.pdfgenitourinaria, kulit, sendi dan tulang, selaput otak. 2.1.6.2 Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak (BTA) a. Tuberkulosis

50

2. Misi Strategis

Misi adalah rumusan umum tentang upaya yang akan dilaksanakan untuk

mewujudkan Visi dengan mengantisipasi kondisi dan permasalahan yang ada

serta memperhatikan tantangan ke depan dengan memperhitungkan peluang yang

dimiliki.

Misi berfungsi sebagai pemersatu gerak, langkah dan tindakan nyata bagi

segenap komponen penyelanggara pemerintahan tanpa mengabaikan mandat yang

diberikannya.

Untuk mencapai Visi yang telah ditetapkan maka Puskesmas Kendalkerep

merumuskan 4 Misi sebagai berikut:

(1) Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan yang berkualitas dan

komprehensif melalui upaya promotif dan prefentif dengan sasaran

individu, keluarga, dan masyarakat. (Upaya Kesehatan Masyarakat)

(2) Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bersifat kuratif dan

rehabilitatif secara holistik melalui peningkatan pelayanan yang

berkualitas (Upaya Kesehatan Perorangan).

(3) Menyelenggarakan administrasi dan manajemen yang bersifat transaparan

dan akuntabel.

(4) Memelihara dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan secara merata

dan terjangkau oleh masyarakat.