bab ii sejarah dan masyarakat melayu langkat 2.1

16
BAB II SEJARAH DAN MASYARAKAT MELAYU LANGKAT 2.1 Sejarah Singkat Langkat Perkataan Langkat yang menjadi nama kabupaten yang ada di Sumatera Utara berasal dari nama sebuah pohon yang dikenal oleh masyarakat Melayu pada saat itu dengan istilah pohon langkat. Bentuk pohon langkat ini menyerupai pohon langsat, tetapi rasa buahnya pahit dan kelat. Oleh karena pusat kerajaan ini berada di sekitar tepi sungai Langkat, maka kerajaan ini disebut dengan Kerajaan Langkat. Luckman Sinar (2011:100), Kerajaan Langkat didirikan oleh Raja Kahar bertepatan tanggal 12 Rabiul Awal 1163 H, atau tanggal 17 Januari 1750. Setelah Raja Kahar wafat kepemimpina beliau diteruskan oleh putranya yang bernama Badiulzaman yang bergelar Sultan Bendahara yang dimulai pada tahun 17501823. Sebutan raja dengan sebutan sultan, dimulai pada masa Tengku Musa yang menjadi Sultan Langkat dengan gelar Sultan Musa Al-Muazzamsyah mulai tahun 18701896. Wilayah kekuasaan Tengku Musa sangat luas selain wilayah Kabupaten Langkat dan Kota Binjai kekuasaan beliau hingga ke wilayah Kabupaten Aceh Tamiang Provinsi Aceh yang pada masa itu bernama Langkat Tamiang. Sultan Musa yang dikenal sebagai pembangun Kerajaan Langkat yang cukup makmur dan kaya karena hasil alam yang sangat menguntungkan seperti banyaknya perkebunan, hasil hutan, dan ditemukannya sumur minyak di kawasan Universitas Sumatera Utara

Upload: dangkhue

Post on 12-Jan-2017

239 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II SEJARAH DAN MASYARAKAT MELAYU LANGKAT 2.1

BAB II

SEJARAH DAN MASYARAKAT MELAYU LANGKAT

2.1 Sejarah Singkat Langkat

Perkataan Langkat yang menjadi nama kabupaten yang ada di Sumatera

Utara berasal dari nama sebuah pohon yang dikenal oleh masyarakat Melayu pada

saat itu dengan istilah pohon langkat. Bentuk pohon langkat ini menyerupai pohon

langsat, tetapi rasa buahnya pahit dan kelat. Oleh karena pusat kerajaan ini berada

di sekitar tepi sungai Langkat, maka kerajaan ini disebut dengan Kerajaan

Langkat.

Luckman Sinar (2011:100), Kerajaan Langkat didirikan oleh Raja Kahar

bertepatan tanggal 12 Rabiul Awal 1163 H, atau tanggal 17 Januari 1750. Setelah

Raja Kahar wafat kepemimpina beliau diteruskan oleh putranya yang bernama

Badiulzaman yang bergelar Sultan Bendahara yang dimulai pada tahun 1750—

1823.

Sebutan raja dengan sebutan sultan, dimulai pada masa Tengku Musa yang

menjadi Sultan Langkat dengan gelar Sultan Musa Al-Muazzamsyah mulai tahun

1870—1896. Wilayah kekuasaan Tengku Musa sangat luas selain wilayah

Kabupaten Langkat dan Kota Binjai kekuasaan beliau hingga ke wilayah

Kabupaten Aceh Tamiang Provinsi Aceh yang pada masa itu bernama Langkat

Tamiang.

Sultan Musa yang dikenal sebagai pembangun Kerajaan Langkat yang

cukup makmur dan kaya karena hasil alam yang sangat menguntungkan seperti

banyaknya perkebunan, hasil hutan, dan ditemukannya sumur minyak di kawasan

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB II SEJARAH DAN MASYARAKAT MELAYU LANGKAT 2.1

15

Sungai Lepan di daerah Telaga Said pada tahun 1883. Pada tahun 1892 Sultan

Musa bekerja sama dengan perusahaan Belanda yang bernama Koninklijke

(Koninklijke Nederlandsche Maatschapij Tot Exploitatie van Petroliumbronnen in

Nederlandsche-Indie). Pada masa kepemimpinan Sultan Musa banyak kerajaan

kecil yang masih di bawah naungannya yaitu Stabat, Binjai, Selesai, Bahorok,

Besitang termasuk Kerajaan Tamiang dan Seruai.

Menurut Arifin (2008:33—34), Kesultanan Langkat mencapai

kejayaannya pada masa kepemimpinan Sultan Abdul Aziz dan dianggap Kerajaan

Melayu terkaya yang ada di Sumatera Timur bahkan satu-satunya Kerajaan

Melayu di Sumatera Timur yang memiliki kursi dan tahta kerajaan serta kereta

kencana yang terbuat dari emas.

Sultan Abdul Aziz turun tahta pada usia 53 tahun dan digantikan oleh

putranya Sultan Mahmud Abdul Aziz Abdul Jalil Rahmadsyah antara tahun 1926–

1946. Sultan Abdul Aziz wafat pada tanggal 1 Juli 1927 dalam usia 54 tahun,

setahun setelah menyerahkan tahtanya kepada putranya. Pada masa kesultanan

Sultan Mahmud Abdul Aziz Abdul Jalil Rahmadsyah keadaan Kerajaan Langkat

tidak semakmur masa kepemimpinan ayahandanya Sultan Abdul Aziz yang

banyak membangun sarana ibadah dan sarana pendidikan. Sultan Mahmud Abdul

Aziz Abdul Jalil Rahmadsyah hanya membangun sarana kesehatan yaitu Rumah

Sakit Tanjung Pura (dulu namanya Rumah Sakit T. Musa) pada tahun 1930 dan

memindahkan serta membangun istana barunya di Binjai.

2.1.1 Langkat Pada Masa Kependudukan Belanda

Kerajaan Langkat pada masa Kolonial Belanda dibagi dalam dua bentuk

yaitu, (1) Pemerintahan tradisional kesultanan yang dipimpin oleh Sultan Musa

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB II SEJARAH DAN MASYARAKAT MELAYU LANGKAT 2.1

16

dan (2) Pemerintahan ala Belanda yang dipimpin dengan sebutan residen yang

bernama Morrey yang berkedudukan di Binjai (Arifin, 2008:40—43).

Tugas dan kekuasan dari asisten residen Belanda hanyalah mendampingi

sultan bagi orang-orang asing, sedangkan Sultan Musa tetap berkuasa penuh

kepada rakyat pribumi, dengan pusat kerajaannya di Tanjung Pura. Agar

terlaksananya roda pemerintahan maka, pada tahun 1881 Langkat dibagi dua yaitu

(1) Langkat Hulu dan (2) Langkat Hilir. Sultan Musa berkedudukan di Langkat

Hilir, sedangkan untuk Langkat Hulu Sultan Musa menunjuk putra tertuanya

untuk menjadi wakil sultan di Langkat Hulu. Ketika Sultan Abdul Aziz berkuasa,

asisten residen Belanda dipindahkan dari Binjai ke Tanjung Pura.

2.1.2 Langkat Pada Masa Kependudukan Jepang

Rezim Jepang mulai berkuasa di Medan dan sekitarnya pada tanggal 13

Maret 1942 yang sekaligus mengambil alih kekuasaan atau jajahan Belanda

menjadi jajahan Jepang. Otomatis Kerajaan atau Kesultanan Langkat jatuh ke

tangan Jepang. Semua istilah-istilah Belanda ditukar menjadi istilah Jepang.

Istilah keresidenan ditukar menjadi ―Syu‖ yang dikepalai oleh Syu-tyokan yang

setarap dengan residen tetapi kekuasaan Syu-tyokan setaraf dengan gubernur yang

mempunyai wewenang penuh untuk mengurus dan mengatur daerahnya sendiri.

Dengan sistem kerja paksa (Romusha), bangsa Jepang membawa pemuda

Langkat untuk bekerja tanpa upah dalam menyelesaikan proyek mereka seperti

pembangunan lapangan terbang di Baguldah Padang Cermin Kecamatan Selesai

dan pembangunan lapangan terbang di Tanjung Beringin Hinai. Kekejaman

Jepang mengakibatkan terjadinya pemberontakan rakyat yang dikoordinir oleh

Aron. Para rakyat melawan tentara Jepang terutama pada ―Kempetai‖ di kampung

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB II SEJARAH DAN MASYARAKAT MELAYU LANGKAT 2.1

17

Belilir Kecamatan Kuala, Tanjungpura, Pangkalan Berandan, Besitang. Di

Besitang dikenal dengan perlawanan berdarah oleh H.O.K. Nurdin yang bergelar

Datuk Setia Bakti Besitang yang menghadang satu kompi pasukan Jepang dan

akhirnya beliau tewas oleh pengeroyokan puluhan serdadu Jepang. Pada masa itu

yang yang menjabat sebagai sultan di Langkat adalah Sultan Mahmud yang

memang kurang mampu dan kurang berani dalam membela rakyatnya, karena

setiap gerak dan langkahnya selalu diintai oleh pihak Jepang. Setiap keputusan

yang akan diambil oleh Sultan Mahmud harus diketahui dan disetujui oleh

pemerintahan Jepang (Arifin, 2008:43—46).

2.1.3 Langkat Era Kemerdekaan

Berita kemerdekaan Indonesia itu belum terdengar di Medan dan Langkat

karena pada masa itu belum ada televisi sedangkan radio juga masih sulit

dipunyai. Berita kemerdekaan Indonesia baru diterima melalui telegram pada

tanggal 6 September 1945 secara berantai dari Jakarta melalui Bukit Tinggi maka,

sejak itu berkibarlah Sang Merah Putih di tanah Langkat.

Negara Republik Indonesia untuk Provinsi Sumatera secara resmi

diumumkan pada tanggal 3 Oktober 1945 dengan gubernur dan wakilnya yaitu

Teuku Muhammad Hasan dan Dr. M. Amir. Untuk meyakinkan raja-raja di

Sumatera Timur tentang kemerdekaan Indonesia maka Dr. M. Amir melakukan

koordinasi dan pertemuan dengan Sultan Mahmud Abdul Aziz di Istana Sultan

Langkat di Tanjung Pura pada tanggal 24 Oktober 1945. Kedatangan Dr. M.

Amir disambut oleh Sultan Mahmud Abdul Aziz yang didampingi oleh T. Amir

Hamzah yang ketika itu merupakan pangeran kerajaan Langkat atau raja muda.

Pada pertemuan itu dijelaskan bahwa Kesultanan Langkat kedudukannya adalah

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB II SEJARAH DAN MASYARAKAT MELAYU LANGKAT 2.1

18

sebagai daerah istimewa, yang pada akhirnya melahirkan kesepakatan pertemuan

sebagai berikut, (1) Kesultanan Langkat berada di bawah perlindungan dan

naungan Pemerintah Republik Indonesia, yaitu Gubernur Sumatera, (2) Tengku

Amir Hamzah diangkat dan ditetapkan menjadi asisten residen Pemerintah

Kabupaten Langkat. Ibu kotanya berkedudukan di Binjai.

Kemudian pada tanggal 26 Oktober 1945 Gubernur Sumatera

mengeluarkan surat keputusan bahwa T. Amir Hamzah ditetapkan sebagai asisten

residen Republik Indonesia untuk wilayah Langkat (setingkat dengan Bupati pada

masa sekarang). Dengan adanya penetapan tersebut maka kunci utama untuk

melancarkan jalannya pemerintahan Republik Indonesia di daerah keresidenan

Sumatera Timur adalah Sultan Langkat.

Pada 3 Maret 1946 terjadi revolusi sosial di Sumatera Timur yang

dilakukan oleh rakyat. Rakyat menuntut agar Pemerintahan Istimewa (Sistem

Kerajaan di Sumatera Timur) dibubarkan. Revolusi ditujukan kepada golongan-

golongan yang berkhianat kepada bangsa dan tanah air Indonesia. Rakyat pun

mulai menyerang istana raja-raja yaitu Deli, Langkat, Asahan, Siantar, Tanah

Karo dan lain-lain. Namun Sultan Deli yang berada di Istana Maimoon terlindungi

dari amukan rakyat karena ketika itu pendudukan serdadu Inggris di mana

pasukan Sekutu menempatkan markas mereka di Istana Maimoon sehingga

gerakan revolusi sosial tidak dapat menyerang istana Maimoon.

Rakyat menculik tokoh-tokoh feodalis Kerajaan/Kesultanan Langkat di

antaranya adalah Sekretaris Sultan Langkat yaitu Datuk M. Jamil yang sangat

radikal memihak kepada Pemerintahan Kolonial Belanda dan akhirnya tewas

ketika melawan dan menghadang rombongan yang akan memasuki istana.

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB II SEJARAH DAN MASYARAKAT MELAYU LANGKAT 2.1

19

Penyerangan yang mengatasnamakan rakyat ini dipelopori oleh tokoh Partai

Komunis PKI Langkat serta Tokoh Pesindo Langkat.

Selain keluarga besar Sultan Mahmud yang menjadi korban revolusi

sosial, Tengku Amir Hamzah juga menjadi korban fitnah. Tengku Amir Hamzah

yang semasa hidupnya dikenal sebagai raja Penyair Pujangga Baru juga dikenal

sebagai politikus. Tengku Amir Hamzah dianggap tidak mampu bertindak tegas

sebagai seorang asisiten residen (Bupati). Maka pada tanggal 3 Maret 1945 ketika

ia bersama dengan istri dan anak tunggalnya T. Tahura Alautiah yang masih kecil

menunggu mobil jemputan, beberapa orang pemuda membawa paksa Tengku

Amir Hamzah dan dibawa sebagai tawanan di sebuah gudang di Perkebunan

Tembakau Kuala Begumit arah pedalaman Binjai. Beliau dituduh sebagai kaki

tangan Belanda dan pengkhianat Bangsa Indonesia. Maka setelah beberapa hari

beliau ditangkap dan ditawan, pada tanggal 20 Maret 1946 pukul 1.15 dini hari

Tengku Amir Hamzah dibawa ke arah Stabat dan dipancung mati di sebuah

lubang bersama 18 orang lainnya (Arifin, 2008:76).

2.1.4 Tanjung Pura dan Pangkalan Brandan Dibumihanguskan Pasca-

Kemerdekaan

Belanda menguasai kota Stabat pada tanggal 22 Juli 1947, untuk menjaga

agar Belanda tidak masuk ke Tanjung Pura untuk merusak atau membakar Istana

atau rumah-rumah kosong yang ditinggalkan penghuninya ketika terjadi revolusi

sosial para pejuang menjaga di pinggiran jembatan Sungai Wampu. Namun, pada

tanggal 30 Juli 1947 Istana Mahligai, Istana Kecil Mangkubumi, Gedung

Krapatan Sultan (sekarang Gedung Museum daerah Langkat) dan 17 rumah milik

para pembesar Sultan Langkat dibakar dan dibom oleh Laskar Font Tanjung Pura

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB II SEJARAH DAN MASYARAKAT MELAYU LANGKAT 2.1

20

yang terdiri atas Kesatria Pesindo, Barisan Merah, Laskar Mujahiddin, Laskar

Hisbullah, dan Sabilillah. Hanya Gedung Krapatan Sultan (sekarang Gedung

Museum daerah Langkat) dan sebahagian Istana Mahligai Sultan Mahmud yang

tidak hancur. Belanda menguasai Tanjung Pura pada tanggal 4 Agustus 1947,

pada tanggal 11 Agustus 1947 pasukan Komando Sektor Barat Oetara (KSBO)

meledakkan jembatan Securai agar dapat menghambat masuknya tentara Belanda

ke Pangkalan Brandan, namun pada tanggal 13 Agustus 1947 tambang minyak di

Pangkalan Brandan dibumihanguskan juga agar Belanda tidak dapat menguasai

tambang minyak tersebut (Arifin, 2008:90--105).

2.2 Profil Kabupaten Langkat dan Masyarakat Melayu Langkat

Masyarakat Melayu Langkat merupakan satu kelompok etnis Melayu yang

hidup di dalam wilayah Kabupaten Langkat, yang terletak di Provinsi Sumatera

Utara, Indonesia. Ibu kotanya berada di Stabat, dan mempunyai motto ‗Bersatu

Sekata Berpadu Berjaya‘ Kabupaten Langkat terdiri atas 23 kecamatan, 240 desa

dan 37 kelurahan dengan luas 6.320 km². Berdasarkan hasil Sensus Kabupaten

Langkat Tahun 2010, Penduduknya berjumlah 966.133 jiwa, terdiri atas 486.567

laki-laki dan 479.566 perempuan. Rata-rata tingkat kepadatan penduduk

Kabupaten Langkat adalah sebesar 154 jiwa per kilo meter persegi, kecamatan

yang paling tinggi tingkat kepadatannya adalah Kecamatan Binjai dengan

kepadatan 1.005 jiwa per kilo meter persegi, sedangkan yang paling rendah

tingkat kepadatannya adalah Kecamatan Bahorok yaitu sebanyak 36 jiwa per kilo

meter persegi.

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB II SEJARAH DAN MASYARAKAT MELAYU LANGKAT 2.1

21

2.2.1 Letak Geografis

Secara Geografis Kabupaten Langkat terletak pada posisi 3o14' LU

(Lintang Utara) s.d. 4o13' LU (Lintang Utara) dan 97

o 52' BT (Bujur Timur) s.d.

98o 45' BT (Bujur Timur).

Kabupaten Langkat yang terletak di pesisir pantai Timur Provinsi

Sumatera Utara, berbatasan dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:

o Sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Aceh (Kabupaten Aceh

Tamiang) dan Selat Malaka.

o Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Karo.

o Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Deliserdang dan Kota Binjai.

o Sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Aceh (Kabupaten Aceh

Tenggara).

Tabel 2.1. Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis kelamin

No. Kecamatan Laki-Laki Perempuan Jumlah

1. Bahorok 19.971 19.855 39.826

2. Serapit 8.033 7.885 15.918

3. Salapian 13.043 12.934 25.977

4. Kutambaru 6.784 6.565 13.349

5. Sei Bingai 24.007 24.156 48.163

6. Kuala 19.479 19.541 39.020

7. Selesai 34.788 34.296 69.084

8. Binjai 21.493 20.777 42.270

9. Stabat 40.386 41.233 81.619

10. Wampu 20.604 19.977 40.581

11. Batang Serangan 18.069 17.296 35.365

12. Sawit Seberang 12.622 12.575 25.197

13. Padang Tualang 23.269 23.521 46.790

14. Hinai 24.086 23.770 47.856

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB II SEJARAH DAN MASYARAKAT MELAYU LANGKAT 2.1

22

No. Kecamatan Laki-Laki Perempuan Jumlah

15. Secanggang 32.718 32.508 65.226

16. Tanjung Pura 32.507 31.835 64.342

17. Gebang 21.417 20.995 42.412

18. Babalan 28.637 27.692 56.379

19. Sei Lepan 23.758 22.947 46.705

20. Brandan Barat 11.313 10.684 21.997

21. Besitang 22.139 21.676 43.815

22. Pangkalan Susu 20.746 20.500 41.246

23. Pematang Jaya 6.648 6.348 12.996

Jumlah 486.567 479.566 966.133

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Langkat 2010

Secara Geografis Kabupaten Langkat terletak pada posisi 3o14' LU

(Lintang Utara) s.d. 4o13' LU (Lintang Utara) dan 97

o 52' BT (Bujur Timur) s.d.

98o 45' BT (Bujur Timur). Topografi wilayahnya digolongkan dalam tiga

bahagian yaitu:

o Wilayah pesisir pantai dengan ketinggian 0–4 meter dari permukaan laut.

o Wilayah dataran rendah dengan kertinggian 4–30 meter dari permukaan

laut.

o Wilayah dataran tinggi dengan ketinggian 30–105 meter dari permukaan

laut.

Daerah ini dialiri oleh 26 sungai besar dan kecil, melalui kecamatan dan

desa-desa. Keberadaan sungai-sungai itu menyebabkan kondisi tanah subur,

sehingga memberikan iklim kondusif untuk pertanian dan perkebunan.Menurut

cerita rakyat setempat, selain sebagai sumber air bagi para petani, sungai-sungai

tersebut sejak abad ke-14 sudah berfungsi sebagai jalur transportasi yang

menghubungkan antara Kesultanan Langkat dengan para pedagang dari negeri

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB II SEJARAH DAN MASYARAKAT MELAYU LANGKAT 2.1

23

Cina.Ketika itu, Kesultanan Langkat menjalin hubungan dalam hal

perniagaan.Kini, sungai-sungai itu hanya difungsikan sebagai jalur pengantar

kayu dan bambu dari daerah hulu ke hilir.

Pada masa dahulu, keberadaan sungai-sungai itu juga mempengaruhi

bentuk atau corak hunian milik orang Melayu Langkat.Rumah panggung didirikan

oleh masyarakat Melayu Langkat mengikuti alur jalan dan bukit-bukit karena

dipandang dapat menghindari luapan air dari berbagai sungai yang terdapat di

dekat daerah hunian mereka.

Nama Langkat diambil dari nama Kesultanan Langkat yang dulu pernah

ada di tempat yang kini merupakan kota kecil bernama Tanjung Pura, sekitar 20

km dari Stabat. Wilayah kecamatan yang terdapat di daerah Kabupaten Langkat

terbagi ke dalam tiga wilayah, yaitu:

I. Wilayah Langkat Hulu, yang merupakan daerah berdataran tinggi

meliputi: Kecamatan Kuala, Kecamatan Sei Bingai, Kecamatan Salapian,

Kecamatan Bahorok, Kecamatan Serapit, Kecamatan Kutambaru,

Kecamatan Selesai, dan Kecamatan Binjai.

II. Wilayah Langkat Hilir, yang merupakan daerah berdataran rendah

meliputi: Kecamatan Stabat, Kecamatan Wampu, Kecamatan Secanggang,

Kecamatan Hinai, Kecamatan Padang Tualang, Kecamatan Batang

Serangan, Kecamatan Sawit Seberang, dan Kecamatan Tanjung Pura.

III. Wilayah Teluk Haru yang merupakan daerah pantai yang meliputi:

Kecamatan Babalan, Kecamatan Gebang, Kecamatan Brandan Barat,

Kecamatan Sei Lepan, Kecamatan Pangkalan Susu, Kecamatan Besitang,

dan Kecamatan Pematang Jaya.

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB II SEJARAH DAN MASYARAKAT MELAYU LANGKAT 2.1

24

Orang Melayu Langkat menetap di ketiga wilayah tersebut.Disebabkan

wilayah domisili mereka, masyarakat Langkat dianggap sebagai bagian dari

bangsa Melayu di Pulau Sumatera.Komunitas ini terbentuk karena migrasi atau

berpindahnya orang-orang Batak Karo yang datang dari Tanah Karo yang terletak

di selatan Kabupaten Langkat. Dengan demikian, masyarakat Melayu Langkat

memiliki garis yang sama dengan nenek moyang orang Batak Karo, terutama bagi

masyarakat Melayu Langkat di daerah Langkat Hulu (Langkat bagian barat-

selatan). Hijrahnya sekelompok orang Batak Karo ke tanah Langkat tersebut

secara otomatis menyebabkan terjadinya kontak budaya secara intens dalam

waktu relatif lama dengan masyarakat Langkat yang berada di sisi utara yang

lebih dekat dengan budaya orang Aceh. Proses asimilasi ini berangsur membuat

mereka mulai meninggalkan sistem sosial dan religi Batak Karo dan beralih

memeluk Islam.

Masyarakat Langkat menjadi bagian dari bangsa Melayu karena dua hal:

(1) lokasi bermukim dan (2) agama yang dipeluk. Hal itu termaktub dalam sebuah

pantun mengenai transformasi orang Melayu Langkat ini:

Bukan kapak sembarang kapak

Kapak untuk membelah kayu

Bukan Batak sembarang Batak

Batak sudah menjadi Melayu

Sejalan dengan ditinggalkannya tradisi Batak Karo, sementara kebudayaan

Islam mempengaruhi cara pandang hidup mereka, maka hal-hal tersebut sedikit

banyak mempengaruhi bentuk-bentuk kesenian yang muncul. Sebut saja kasidah,

marhaban, gambus, kompang, dan lain sebagainya.Selain itu, mereka juga

mengenal seni oral (tradisi lisan) dalam melantunkan hikayat, dongeng, atau syair

yang juga bernapaskan Islam.Di kalangan mereka juga berkembang kesenian

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB II SEJARAH DAN MASYARAKAT MELAYU LANGKAT 2.1

25

berbalas pantun.Tradisi ini biasanya dilakukan mulai dari alam kandungan, lahir,

besar, akil baligh, pernikahan, sampai kematian, dan lain-lainnya.

Bahasa Melayu Langkat memiliki dialek tersendiri yang berbeda dengan

ragam dialek bahasa Melayu yang ada di Sumatera maupun Semenanjung Malaka

pada umumnya.Ciri khusus yang paling nampak ialah pada pelafalannya, seperti

penekanan dan intensitas pemakaian pada huruf /e/ lebih kentara di akhir kalimat.

Selain itu, irama tutur (intonasi) yang berbeda dengan aksen Melayu dari daerah

lain. Kendati demikian, model dialek atau gaya bahasa seperti ini kini sudah

jarang ditemui, kecuali pada orang-orang tua asli Melayu Langkat.

Selanjutnya, dalam struktur sosial masyarakat Melayu Langkat, sebuah

desa (kampung) terdiri atas beberapa dusun yang letaknya mengelompok dalam

pola tertentu.Setiap dusun dipimpin oleh seorang Kepala Lorong.Pada masa

Kesultanan Langkat, berlaku stratifikasi sosial yang membedakan antara

keturunan bangsawan dan tidak. Golongan bangsawan ialah keturunan raja yang

ditandai dengan gelar-gelar kehormatan tertentu, seperti tengku, sultan, datuk, dan

lain sebagainya.Golongan ini sangat dihormati dan disegani karena, selain

memegang kendali pemerintahan, para bangsawan inilah yang berkuasa atas

keputusan-keputusan yang berkaitan dengan praktik peradatan masyarakat

Langkat.Begitu pula dengan hak atas kepemilikan tanah dan modal produksi

lainnya. Sementara bagi orang yang non-gelar bangsawan, mereka hanya bisa

menjalankan apa yang telah diputuskan dan ditetapkan para pemangku adat dan

sultan (http://www.Langkatkab.go.id, di akses 8 Maret 2012).

Universitas Sumatera Utara

Page 13: BAB II SEJARAH DAN MASYARAKAT MELAYU LANGKAT 2.1

26

2.2.2 Peta Kabupaten Langkat

Gambar 2.1. Peta Kabupaten Langkat

2.2.3 Lambang Kabupaten Langkat

Gambar 2.2. Lambang Kabupaten Langkat

Motto: Bersatu Sekata Berpadu Berjaya

Universitas Sumatera Utara

Page 14: BAB II SEJARAH DAN MASYARAKAT MELAYU LANGKAT 2.1

27

2.3 Profil Kecamatan Tanjung Pura

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Tanjung Pura, Kabupaten Langkat,

Sumatera Utara. Berlokasi sekitar 60 km dari Kota Medan. Luas Kecamatan

Tanjung Pura adalah 165,78 km2, dengan jumlah kelurahan sebanyak 5 kelurahan

yaitu (1) Kelurahan Lalang (2) Kelurahan Paya Perupuk (3) Kelurahan Pekan

Tanjung Pura (4) Kelurahan Pekubuan (5) Kelurahan Pematang Tengah dan

jumlah desa sebanyak 14 yaitu (1) Desa Baja Kuning (2) Desa Bubun (3) Desa

Karya Maju (4) Desa Kwala Langkat (5) Desa Kwala Serapuh (6) Desa Pantai

Cermin (7) Desa Pematang Cengal (8) Desa Pematang Cengal Barat (9) Desa

Pematang Serai (10) Desa Pulau Banyak (11) Desa Serapuh Asli (12) Desa Suka

Maju (13) DesaTapak Kuda (14) Desa Teluk Bakung. Jumlah penduduk

sebanyak 64.342 jiwa dengan jumlah laki-laki 32.507 jiwa dan jumlah penduduk

perempuan lebih sedikit yaitu 31.835 jiwa, kepadatan penduduknya 358 jiwa/km2.

Tanjung Pura merupakan salah satu titik yang dilewati oleh jalan raya

lintas Sumatera, merupakan juga kota kecil penuh kenangan bagi sebagian orang

yang pernah tinggal di sana, selain terkenal sebagai kota pendidikan, sejak zaman

dahulu Tanjungpura dikenal juga sebagai kota budaya. Kesemuanya itu terbukti

dengan adanya pahlawan nasional Tengku Hamir Hamzah penyair sederhana yang

dimakamkan di Masjid Azizi Tanjung Pura yang bertempat di depan Jalan Lintas

Sumatera atau Jalan Masjid, Tanjung Pura.

Masjid Azizi Tanjung Puraadalah salah satu masjid bersejarah dengan

arsitektur yang begitu indah dan megah di Sumatera Utara.Masjid yang dibangun

oleh Sultan Abdul Aziz, Sultan langkat pada masa itu, berdiri pada tahun 1902

Universitas Sumatera Utara

Page 15: BAB II SEJARAH DAN MASYARAKAT MELAYU LANGKAT 2.1

28

dengan luas areal ± 24.000 m2. Masjid dengan arsitektur yang indah dan anggun

ini dipercantik dengan hiasan-hiasan mozaik-mozaik Persia. Masjid yang berada

di pinggir jalan jurusan Medan–Banda Aceh ini setiap harinya banyak disinggahi

orang untuk shalat, bahkan tak jarang mereka mengambil kesempatan untuk

berziarah ke makam Tengku Amir Hamzah yang dikenal sebagai Raja Pujangga

Baru dunia Sastra Indonesia. Makamnya terletak persis di sisi kiri masjid

ini.Untuk mengembalikan kemegahan dan kemasyuran masjid ini, Pemerintah

Kabupaten Langkat melaksanakan Festival Azizi setiap tahunnya. Kegiatan ini

sudah merupakan kalender/event Kantor Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten

Langkat. Berbagai kegiatan seperti Bazaar/Pameran dan Perlombaan Seni Budaya

Islami digelar diseputar lokasi masjid. Kegiatan ini setiap tahunnya dilakukan

bersamaan waktunya dengan acara Haul Tuan Guru Besilam. Beberapa

Pemerintah Kabupaten/Kota juga turut berpartisipasi pada festival ini.

Tanjung Pura adalah pusat kerajaan lama, selain berdiri Masjid Azizidi

arealnya fasilitas penunjang kelangsungan kota terdapat pula, Lembaga

Permasyarakatan, Rumah Sakit Umum dan Kantor Pos serta bersemanyam pula

Makam Syeikh Rokan, mahaguru dari Tariqah Nasbandiah di desa Besilam

(diambli dari kata Babussalam). Hingga di zaman pembangunan silih berganti

orang-orang yang terkenal berzirah ke makam Syeih Rokan di Desa Besilam

tersebut untuk mencari ―Tuah‖.Penduduk Tanjung Pura mayoritas bersuku

Melayu 80% selebihnya pendatang terdiri atas Tionghoa, Aceh, Minang. dan

Banten.

Universitas Sumatera Utara

Page 16: BAB II SEJARAH DAN MASYARAKAT MELAYU LANGKAT 2.1

29

Gambar 2.3. Masjid Azizi

(Dibangun 13 Rabiul Awal 1320H, 1902 M)

Universitas Sumatera Utara