bab ii landasan teori tinjauan pustaka 1. tunagrahita · perkembangan fungsi intelektual anak...

29
5 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Tunagrahita a. Definisi American Association on Intellectual and Develpmental Disabilities (AAIDD) merumusakan nama baru untuk retardasi mental yaitu intellectual disability (ID) atau disabilitas intelektual (DI) pada tahun 2002 (AAIDD, 2002). Meskipun demikian DSM-IV-TR dan referensi lain masih menggunakan istilah retardasi mental. DI disebut juga tunagrahita di Indonesia. Tunagrahita adalah kecerdasan di bawah rata- rata dan memiliki kelemahan fungsi adaptif sejak masa anak atau sejak lahir. Tiga kriteria utama tunagrahita yaitu (1) IQ yang di bawah rata-rata secara signifikan; (2) defisit dalam perilaku adaptif; (3) onset sebelum usia 18 tahun (APA, 2000). b. Klasifikasi DSM IV-TR mengkategorikan retardasi mental menjadi 5 kelompok berdasarkan IQ (Intelligence Quotient) yaitu mild mental retardation (retardasi mental ringan) dengan IQ 50-55 atau mencapai 70, moderate mental retardation (retardasi mental sedang) dengan IQ 35-40 sampai 50-55, severe mental retardation (retardasi mental berat) dengan IQ 20- 25 sampai 35-40, profound mental retardation (retardasi mental sangat

Upload: votruc

Post on 13-Mar-2019

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI Tinjauan Pustaka 1. Tunagrahita · Perkembangan fungsi intelektual anak tunagrahita yang rendah dan disertai dengan perkembangan perilaku adaptif yang rendah

5

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Tunagrahita

a. Definisi

American Association on Intellectual and Develpmental Disabilities

(AAIDD) merumusakan nama baru untuk retardasi mental yaitu

intellectual disability (ID) atau disabilitas intelektual (DI) pada tahun

2002 (AAIDD, 2002). Meskipun demikian DSM-IV-TR dan referensi

lain masih menggunakan istilah retardasi mental. DI disebut juga

tunagrahita di Indonesia. Tunagrahita adalah kecerdasan di bawah rata-

rata dan memiliki kelemahan fungsi adaptif sejak masa anak atau sejak

lahir. Tiga kriteria utama tunagrahita yaitu (1) IQ yang di bawah rata-rata

secara signifikan; (2) defisit dalam perilaku adaptif; (3) onset sebelum

usia 18 tahun (APA, 2000).

b. Klasifikasi

DSM IV-TR mengkategorikan retardasi mental menjadi 5 kelompok

berdasarkan IQ (Intelligence Quotient) yaitu mild mental retardation

(retardasi mental ringan) dengan IQ 50-55 atau mencapai 70, moderate

mental retardation (retardasi mental sedang) dengan IQ 35-40 sampai

50-55, severe mental retardation (retardasi mental berat) dengan IQ 20-

25 sampai 35-40, profound mental retardation (retardasi mental sangat

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI Tinjauan Pustaka 1. Tunagrahita · Perkembangan fungsi intelektual anak tunagrahita yang rendah dan disertai dengan perkembangan perilaku adaptif yang rendah

6

berat) dengan IQ dibawah 20 atau 25, dan Mental retardation with

severity unspecified (retardasi mental yang tidak tergolongkan) (APA,

2000).

Pembagian lain oleh Maramis (2005) yang didasarkan atas tingkat

intelegensi yang dihubungkan dengan patokan sosial dan pendidikan

sebagai berikut:

1) Tunagrahita Taraf Perbatasan

Karakteristik tunagrahita taraf perbatasan adalah :

a) Intelligence Quotient : 68 - 85 (keadaan bodoh/bebal)

b) Patokan sosial : Tidak dapat bersaing dalam mencari nafkah

c) Patokan pendidikan : Beberapa kali tak naik kelas di SD

2) Tunagrahita Ringan

Karakteristik tunagrahita ringan adalah:

a) Intelligence Quotient : 52 – 67 (debil/moron/keadaan tolol)

b) Patokan sosial : Dapat mencari nafnah sendiri dengan

mengerjakan sesuatu yang sederhana dan mekanistis.

c) Patokan pendidikan : Dapat dididik dan dilatih tetapi pada

sekolah khusus (SLB)

3) Tunagrahita Sedang

Karakteristik tunagrahita sedang adalah:

a) Intelligence Quotient : 36 – 51 (taraf embisil/keadaan

dungu)

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI Tinjauan Pustaka 1. Tunagrahita · Perkembangan fungsi intelektual anak tunagrahita yang rendah dan disertai dengan perkembangan perilaku adaptif yang rendah

7

b) Patokan sosial : Tidak dapat mencari nafkah sendiri. Dapat

melakukan perbuatan untuk keperluan dirinya (mandi,

berpakaian, makan, dan sebagainya).

c) Patokan pendidikan : Tidak dapat dididik, hanya dapat

dilatih.

4) Tunagrahita Berat

Karakteristik tunagrahita berat adalah:

a) Intelligence Quotient : 20 – 35

b) Patokan sosial : Tidak dapat mencari nafkah sendiri.

Kurang mampu melakukan perbuatan untuk keperluan

dirinya. Dapat mengenal bahaya.

c) Patokan pendidikan : Tidak dapat dididik, dapat dilatih

untuk hal-hal yang sangat sederhana.

5) Tunagrahita Sangat Berat

Karakteristik tunagrahita sangat berat adalah:

a) Intelligence Quotient : Kurang dari 20 (idiot/keadaan

pander)

b) Patokan sosial : Tidak dapat mengurus diri sendiri dan tidak

dapat mengenal bahaya. Selama hidup tergantung dari

pihak lain.

c) Patokan pendidikan : Tidak dapat dididik dan dilatih.

Klasifikasi tunagrahita dalam pendidikan merupakan tunagrahita

ringan sampai sedang. Yaitu tunagrahita ringan di kelompok kelas C dan

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI Tinjauan Pustaka 1. Tunagrahita · Perkembangan fungsi intelektual anak tunagrahita yang rendah dan disertai dengan perkembangan perilaku adaptif yang rendah

8

tunagrahita sedang di kelompok kelas C1. Tunagrahita berat biasanya

tidak masuk dalam jenjang pendidikan karena keterbatasannya yang sulit

dilatih di sekolah luar biasa.

c. Faktor-Faktor Penyebab Tunagrahita

Menurut Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa Ke-3

(Maramis, 2005) faktor-faktor penyebab tunagrahita adalah sebagai

berikut:

1) Infeksi dan intoksinasi

Infeksi yang terjadi pada masa prenatal dapat berakibat buruk pada

perkembangan janin, salah satunya yaitu rusaknya jaringan otak.

Begitu juga dengan terjadinya intoksinasi, jaringan otak juga dapat

rusak yang pada akhirnya menimbulkan tunagrahita. Infeksi dapat

terjadi karena masuknya bakteri ataupun virus ke dalam tubuh ibu

yang sedang mengandung. Intoksinasi dapat terjadi jika ibu

mengkonsumsi obat maupun makanan yang mengandung racun.

2) Terjadinya rudapaksa atau sebab fisik lain

Rudapaksa sebelum lahir serta trauma lainnya, seperti hiperradiasi,

alat kontrasepsi, dan usaha melakukan abortus dapat mengakibatkan

kelainan tunagrahita. Kepala bayi dapat mengalami tekanan saat

pross kelahiran sehingga timbul pendarahan di dalam otak. Mungkin

juga karena terjadi kekurangan oksigen yang kemudian

menyebabkan terjadinya degenerasi sel-sel korteks otak yang kelak

mengakibatkan tunagrahita.

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI Tinjauan Pustaka 1. Tunagrahita · Perkembangan fungsi intelektual anak tunagrahita yang rendah dan disertai dengan perkembangan perilaku adaptif yang rendah

9

3) Gangguan metabolisme, pertumbuhan atau gizi

Gangguan gizi yang berat dan berlangsung lama sebelum anak

berusia 4 tahun sangat mempengaruhi perkembangan otak dan dapat

mengakibatkan tunagrahita. Keadaan seperti itu dapat diperbaiki

dengan memberikan gizi yang mencukupi sebelum anak berusia 6

tahun, sesudah itu biarpun anak tersebut dibanjiri dengan makanan

yang bergizi, inteligensi yang rendah tersebut sangat sukar untuk

ditingkatkan.

4) Penyakit otak yang nyata

Dalam kelompok ini termasuk tunagrahita akibat beberapa reaksi

sel-sel otak yang nyata, yang dapat bersifat degeneratif, ataupun

radang. Penyakit otak yang terjadi sejak lahir atau bayi dapat

menyebabkan penderita mengalamai keterbelakangan mental.

5) Penyakit atau pengaruh prenatal

Keadaan ini dapat diketahui sudah ada sejak dalam kandungan,

tetapi tidak diketahui etiologinya, termasuk anomali kranial primer

dan defek kongenital yang tidak diketahui sebabnya.

6) Kelainan kromosom

Kelainan kromosom mungkin terjadi pada aspek jumlah maupun

bentuknya. Kelainan pada jumlah kromosom menyebabkan sindrom

down yang dulu sering disebut mongoloid.

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI Tinjauan Pustaka 1. Tunagrahita · Perkembangan fungsi intelektual anak tunagrahita yang rendah dan disertai dengan perkembangan perilaku adaptif yang rendah

10

7) Prematuritas

Tunagrahita yang termasuk ini termasuk tunagrahita yang

berhubungan dengan keadaan bayi yang pada waktu lahir berat

badannya kurang dari 2500 gram atau dengan masa kehamilan

kurang dari 38 minggu.

8) Akibat gangguan jiwa yang berat

Tunagrahita juga dapat terjadi karena adanya gangguan jiwa yang

berat pada masa kanak-kanak.

9) Deprivasi psikososial

Deprivasi artinya tidak terpenuhinya kebutuhan. Tidak terpenuhinya

kebutuhan psikososial awal-awal perkembangan ternyata juga dapat

menyebabkan terjadinya tunagrahita pada anak.

d. Karakteristik Anak Tunagrahita

a. Karakteristik Umum

Karakteristik anak tunagrahita yaitu: penampilan fisik tidak

seimbang; tidak dapat mengurus diri sendiri sesuai dengan usianya;

perkembangan bicara dan penguasaan bahasanya terhambat; kurang

perhatian pada lingkungan; koordinasi gerakannya kurang dan sering

mengeluarkan ludah tanpa sadar. James D Page yang dikutip oleh

Suhaeri H.N (Amin, 1995) menguraikan karakteristik anak tunagrahita

sebagai berikut:

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI Tinjauan Pustaka 1. Tunagrahita · Perkembangan fungsi intelektual anak tunagrahita yang rendah dan disertai dengan perkembangan perilaku adaptif yang rendah

11

a) Kecerdasan. Kapasitas belajarnya sangat terbatas terutama untuk

hal-hal yang abstrak. Mereka lebih banyak belajar dengan cara

membeo (rote-learning) bukan dengan pengertian.

b) Sosial. Dalam pergaulan mereka tidak dapat mengurus,

memelihara, dan memimpin diri. Ketika masih kanak-kanak

mereka harus dibantu terus menerus, disingkirkan dari bahaya, dan

diawasi waktu bermain dengan anak lain.

c) Fungsi-fungsi mental lain. Mengalami kesukaran dalam

memusatkan perhatian, pelupa dan sukar mengungkapkan kembali

suatu ingatan. Mereka menghindari berpikir, kurang mampu

membuat asosiasi dan sukar membuat kreasi baru.

d) Dorongan dan emosi. Perkembangan dan dorongan emosi anak

tunagrahita berbeda-beda sesuai dengan tingkat ketunagrahitaan

masing-masing. Kehidupan emosinya lemah, mereka jarang

menghayati perasaan bangga, tanggung jawab dan hak sosial.

e) Organisme. Struktur dan fungsi organisme pada anak tunagrahita

umumnya kurang dari anak normal. Dapat berjalan dan berbicara

diusia yang lebih tua dari anak normal. Sikap dan gerakannya

kurang indah, bahkan di antaranya banyak yang mengalami cacat

bicara.

2) Karakteristik Khusus

Wardani (2002) mengemukakan karakteristik anak tunagrahita

menurut tingkat ketunagrahitaannya sebagai berikut:

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI Tinjauan Pustaka 1. Tunagrahita · Perkembangan fungsi intelektual anak tunagrahita yang rendah dan disertai dengan perkembangan perilaku adaptif yang rendah

12

a) Karakteristik Anak Tunagrahita Ringan

Meskipun tidak dapat menyamai anak normal yang seusia

dengannya, mereka masih dapat belajar membaca, menulis, dan

berhitung sederhana. Kecerdasannya berkembang dengan

kecepatan antara setengah dan tiga perempat kecepatan anak

normal dan berhenti pada usia muda. Mereka dapat bergaul dan

mempelajari pekerjaan yang hanya memerlukan semi skilled. Pada

usia dewasa kecerdasannya mencapai tingkat usia anak normal 9

dan 12 tahun.

b) Karakteristik Anak Tunagrahita Sedang

Anak tunagrahita sedang hampir tidak bisa mempelajari

pelajaran-pelajaran akademik. Namum mereka masih memiliki

potensi untuk mengurus diri sendiri dan dilatih untuk mengerjakan

sesuatu secara rutin, dapat dilatih berkawan, mengikuti kegiatan

dan menghargai hak milik orang lain. Sampai batas tertentu mereka

selalu membutuhkan pengawasan, pemeliharaan dan bantuan orang

lain. Setelah dewasa kecerdasan mereka tidak lebih dari anak

normal usia 6 tahun.

c) Karakteristik Anak Tunagrahita Berat dan Sangat Berat

Anak tunagrahita berat dan sangat berat sepanjang hidupnya

akan selalu tergantung pada pertolongan dan bantuan orang lain.

Mereka tidak dapat memelihara diri sendiri dan tidak dapat

membedakan bahaya dan bukan bahaya. Mereka juga tidak dapat

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI Tinjauan Pustaka 1. Tunagrahita · Perkembangan fungsi intelektual anak tunagrahita yang rendah dan disertai dengan perkembangan perilaku adaptif yang rendah

13

bicara, kalaupun bicara hanya mampu mengucapkan kata-kata atau

tanda sederhana saja. Kecerdasannya walaupun mencapai usia

dewasa berkisar seperti anak normal usia paling tinggi 4 tahun.

3) Karakteristik pada Masa Perkembangan

Pengenalan ciri-ciri pada perkembangan ini penting karena segera

dapat diketahui tanpa mendatangkan ahli terlebih dahulu. Beberapa

ciri yang dapat dijadikan indikator adanya kecurigaan berbeda dengan

anak pada umumnya menurut Triman Prasadio (Wardani, 2002)

adalah sebagai berikut:

a) Masa Bayi

Walaupun saat ini sulit untuk segera membedakannya tetapi para

ahli mengemukakan bahwa ciri-ciri bayi tunagrahita adalah:

tampak mengantuk saja, apatis, tidak pernah sadar, jarang

menangis, kalau menangis terus menerus, terlambat duduk, bicara,

dan berjalan.

b) Masa Kanak-kanak

Pada masa ini anak tunagrahita sedang lebih mudah dikenal

daripada anak tunagrahita ringan. Karena anak tunagrahita sedang

mulai memperlihatkan ciri-ciri klinis seperti mongoloid, kepala

besar, kepala kecil, dan lain-lain. Tetapi anak tunagrahita ringan

(yang lambat) memperlihatkan ciri-ciri: sukar memulai dan

melanjutkan sesuatu, mengerjakan sesuatu berulang-ulang tetapi

tidak ada variasi, penglihatannya tampak kosong, melamun,

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI Tinjauan Pustaka 1. Tunagrahita · Perkembangan fungsi intelektual anak tunagrahita yang rendah dan disertai dengan perkembangan perilaku adaptif yang rendah

14

ekspresi muka tanpa ada pengertian. Selanjutnya tunagrahita ringan

(yang cepat) memperlihatkan ciri-ciri: mereaksi cepat tetapi tidak

tepat, tampak aktif sehingga memberi kesan anak ini pintar,

pemusahatan perhatian sedikit, hiperaktif, bermain dengan

tangannya sendiri, cepat bergerak tanpa dipikirkan terlebih dahulu.

c) Masa Sekolah

Masa ini merupakan masa yang penting diperhatikan karena

biasanya anak tunagrahita langsung masuk sekolah dan ada di

kelas-kelas SD biasa. Ciri-ciri yang mereka munculkan adalah

sebagai berikut:

(1) adanya kesulitan belajar hampir pada semua mata pelajaran

(membaca, menulis, dan berhitung)

(2) prestasi yang kurang

(3) kebiasaan kerja tidak baik

(4) perhatian yang mudah beralih

(5) kemampuan motorik yang kurang

(6) perkembangan bahasa yang jelek

(7) kesulitan menyesuaikan diri

d) Masa Puber

Perubahan yang dimiliki remaja tunagrahita sama halnya dengan

remaja biasa. Pertumbuhan fisik berkembang normal, tetapi

perkembangan berpikir dan kepribadiannya berada di bawah

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI Tinjauan Pustaka 1. Tunagrahita · Perkembangan fungsi intelektual anak tunagrahita yang rendah dan disertai dengan perkembangan perilaku adaptif yang rendah

15

usianya. Akibatnya ia mengalami kesulitan dalam pergaulan dan

mengendalikan diri.

e. Masalah yang Dihadapi Anak Tunagrahita

Perkembangan fungsi intelektual anak tunagrahita yang rendah dan

disertai dengan perkembangan perilaku adaptif yang rendah pula akan

berakibat langsung pada kehidupan mereka sehari-hari, sehingga ia

banyak mengalami kesulitan dalam hidupnya. Masalah-masalah yang

dihadapi tersebut secara umum dikemukakan oleh Rochyadi dan Alimin

(2005) sebagai berikut:

1) Masalah Belajar

Aktivitas belajar berkaitan langsung dengan kemampuan

kecerdasan. Di dalam kegiatan sekurang-kurangnya dibutuhkan

kemampuan mengingat dan kemampuan untuk memahami, serta

kemampuan untuk mencari hubungan sebab akibat. Keadaan seperti

itu sulit dilakukan oleh anak tunagrahita karena mereka mengalami

kesulitan untuk dapat berpikir secara abstrak, belajar apapun harus

terkait dengan objek yang bersifat konkrit. Kondisi seperti itu ada

hubungannya dengan kelemahan ingatan jangka pendek, kelemahan

dalam bernalar, dan sukar sekali dalam mengembangkan ide.

2) Masalah Penyesuaian Diri

Anak tunagrahita mengalami kesulitan dalam memahami dan

mengartikan norma lingkungan. Oleh karena itu anak tunagrahita

sering melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan norma

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI Tinjauan Pustaka 1. Tunagrahita · Perkembangan fungsi intelektual anak tunagrahita yang rendah dan disertai dengan perkembangan perilaku adaptif yang rendah

16

lingkungan di mana mereka berada. Tingkah laku anak tunagrahita

sering dianggap aneh oleh sebagian masyarakat karena mungkin

tindakannya tidak lazim dilihat dari ukuran normatif atau karena

tingkah lakunya tidak sesuai dengan perkembangan umurnya.

Keganjilan tingkah laku yang tidak sesuai dengan ukuran normatif

lingkungan berkaitan dengan kesulitan memahami dan mengartikan

norma, sedangkan keganjilan tingkah laku lainnya berkaitan dengan

ketidaksesuaian antara perilaku yang ditampilkan dengan

perkembangan umur.

3) Gangguan Bicara dan Bahasa

Ada dua hal yang perlu diperhatikan berkenaan dengan gangguan

proses komunikasi, pertama; gangguan atau kesulitan bicara di mana

individu mengalami kesulitan dalam mengartikulasikan bunyi bahasa

dengan benar.

Kenyataan menunjukkan bahwa banyak anak tunagrahita yang

mengalami gangguan bicara dibandingkan dengan anak-anak

normal. Kelihatan dengan jelas bahwa terdapat hubungan yang

positif antara rendahnya kemampuan kecerdasan dengan

kemampuan bicara yang dialami. Kedua; hal yang lebih serius dari

gangguan bicara adalah gangguan bahasa, di mana seorang anak

mengalami kesulitan dalam memahami dan menggunakan kosa kata

serta kesulitan dalam memahami aturan sintaksis dari bahasa yang

digunakan.

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI Tinjauan Pustaka 1. Tunagrahita · Perkembangan fungsi intelektual anak tunagrahita yang rendah dan disertai dengan perkembangan perilaku adaptif yang rendah

17

4) Masalah Kepribadian

Anak tunagrahita memiliki ciri kepribadian yang khas, berbeda dari

anak-anak pada umumnya. Perbedaan ciri kepribadian ini berkaitan

erat dengan faktor-faktor yang melatarbelakanginya. Kepribadian

seseorang dibentuk oleh faktor organik seperti predisposisi genetik,

disfungsi otak dan faktor-faktor lingkungan seperti: pengalaman

pada masa kecil dan oleh lingkungan masyarakat secara umum.

2. Kecemasan

a. Definsi

Kecemasan atau ansietas merujuk kepada banyak definisi yang

variatif. Kecemasan pada umumnya merupakan perasaan takut yang

tidak jelas karena respon internal atau eksternal. Kecemasan tidak

dapat dihindari dalam kehidupan sehari-hari dan mempunyai pengaruh

yang positif untuk menyelesaikan masalah dan krisis. Kecemasan

masih dalam batas normal apabila dalam situasi tertentu yang

sewajarnya dan langsung hilang setelah masalahnya terselesaikan

(Videbeck, 2011). Hamilton (1969) membedakan antara kecemasan

sebagai reaksi normal dari bahaya, kecemasan sebagai perasaan yang

abnormal (patologis), dan kecemasan sebagai neurosis atau sindrom.

Kecemasan sebagai reaksi dari bahaya lebih ringan dari kecemasan

yang lain, tetapi lebih lama dari ketakutan biasa (fear) dan

individunya mengalami perubahan biologis yang sama seperti saat

mengahadapi stress. Lain halnya dengan kecemasan patologis yang

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI Tinjauan Pustaka 1. Tunagrahita · Perkembangan fungsi intelektual anak tunagrahita yang rendah dan disertai dengan perkembangan perilaku adaptif yang rendah

18

terjadi bukan karena stimulus eksternal melainkan stimulus internal,

selain itu, masih belum jelas hubungan antara kecemasan patologis

dengan kecemasan neurosis.

DSM-IV-TR mendefinisikan kecemasan sebagai sebuah

kekhawatiran dari bahaya masa depan atau ketidakberuntungan yang

disertai dengan perasaan disforia atau gejala somatik karena tertekan

(APA, 2000). Videbeck (2011) membedakan kecemasan sebagai

respon dari stres dan gangguan kecemasan. Kecemasan sebagai respon

dari stress beragam dari ringan sampai berat. Sedangkan gangguan

kecemasan merujuk pada DSM-IV-TR yaitu ketika kecemasan bukan

lagi sebagai respon dari bahaya atau perubahan, tetapi menjadi kronik

dan menjadi masalah utama dalam kehidupan seseorang yang

menjadikannya memiliki perilaku yang maladaptif dan gangguan

emosional (APA, 2000). Tipe gangguan kecemasan yaitu agoraphobia

dengan atau tidak dengan gangguan panik, gangguan panik fobia

spesifik, fobia sosial, gangguan obsesif kompulsif, gangguan stress

akut, dan gangguan pasca trauma.

b. Etiologi Cemas

Ada berbagai macam teori yang menjelaskan tentang penyebab

kecemasan. Kecemasan merupakan salah satu perilaku abnormal.

Sepanjang abad kedua puluh, terdapat empat teori besar yang

menjelaskan penyebab perilaku abnormal yaitu 1) paradigma biologis;

2) paradigma psikodinamik; 3) paradigma kognitif-behavioral; 4)

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI Tinjauan Pustaka 1. Tunagrahita · Perkembangan fungsi intelektual anak tunagrahita yang rendah dan disertai dengan perkembangan perilaku adaptif yang rendah

19

paradigma humanistik. Adanya paradigma-paradigma tersebut

menyebabkan faktor etiologi perilaku abnormal menjadi terkotak-

kotak, sehingga psikolog mengintegrasikan sebuah model dari

kombinasi faktor biologi, psikologi dan sosial, yaitu model

biopsikososial (Oltmanns dan Emery, 2013).

Etiologi kecemasan menurut McDowell (2006) ada berbagai

macam dan dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu 1) teori biologis

yang menekankan tentang level hormon, pola neurokimia, dan

genetika; 2) teori perilaku yang menekankan tentang kaitan antara

pengaruh pengajaran orang tua dan perkembangan masa awal

pertumbuhan; 3) Teori kognitif yang menekankan kaitan antara

kepercayaan dan persepsi untuk mengontrol reaksi kecemasan.

Videbeck (2011) dalam buku psychiatric mental health nursing,

menyebutkan 2 teori kecemasan, yaitu:

1) Teori biologis

a) Teori genetik

Kecemasan mungkin merupakan sesuatu yang diturunkan

karena kerabat dari penderita kecemasan memiliki resiko yang

tinggi mengalami kecemasan. Penelitian yang berkembang

sekarang, mengindikasikan kerentanan gangguan kecemasan

pada sebuah garis keturunan. Tetapi, faktor-faktor lainnya

masih banyak yang harus dikembangkan.

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI Tinjauan Pustaka 1. Tunagrahita · Perkembangan fungsi intelektual anak tunagrahita yang rendah dan disertai dengan perkembangan perilaku adaptif yang rendah

20

b) Teori neurokimia

Asam γ-aminobutirat (γ-aminobutyric acid [GABA]) adalah

neurotransmitter yang dipercaya berperan dalam gangguan

kecemasan. GABA berfungsi sebagai antiansietas alami.

Neurotransmiter ini berada pada satu dari tiga sinapsis saraf,

terutama ada di system limbik dan lokus seruleus. GABA

mengurangi kecemasan sedangkan norepinefrin

meningkatkannya. Peneliti percaya bahwa gangguan

kecemasan dipengaruhi oleh regulasi kedua neurotransmitter

ini.

2) Teori psikodinamik

a) Teori psikoanalitik

Freud (1936) mengatakan bahwa kecemasan pada dasarnya

merupakan suatu stimulus untuk berperilaku. Dia menjelaskan

mekanisme pertahanan (defense mechanism) sebagai upaya

manusia untuk mengendalikan kesadaran dan untuk

mengurangi kecemasan. Mekanisme pertahanan adalah distorsi

kognitif yang dilakukan seseorang secara tidak sadar untuk

mempertahankan keadaan yang terkendali, mengurangi

ketidaknyamanan, dan untuk mengatasi stres. Mekanisme

pertahanan merukapakan mekanisme alam bawah sadar,

sehingga manusia sering kali tidak sadar dalam

menggunakannya. Beberapa orang menggunakan mekanisme

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI Tinjauan Pustaka 1. Tunagrahita · Perkembangan fungsi intelektual anak tunagrahita yang rendah dan disertai dengan perkembangan perilaku adaptif yang rendah

21

pertahanan secara berlebihan sehingga mereka kehilangan

kendali dan berhenti untuk mempelajari berbagai macam

variasi dalam menyelesaikan keadaan yang menyebabkan

kecemasan. Hal ini menyebabkan ketergantungan pada satu

atau dua jenis mekanisme pertahanan saja sehingga orang

tersebut mengalami kesulitan dalam mengembangkan fungsi

emosionalnya. Selain itu, dapat menyebabkan kemampuan

penyelesaian masalah yang buruk dan kesulitan dalam sebuah

hubungan.

b) Teori Interpersonal

Harry Stack Sullivan (1952) melihat kecemasan sebagai

masalah dalam hubungan interpersonal. Pengasuh (Ibu atau

yang lain) dapat mengkomunikasikan sebuah kecemasan

kepada bayi atau anak melalui asuhan yang tidak adekuat,

agitasi saat memegang atau menggendong anak, dan pijatan

yang tidak benar. Komunikasi kecemasan semacam itu dapat

menyebabkan disfungsi seperti kegagalan dalam

perkembangan anak. Pada dewasa, kecemasan muncul dari

kebutuhan manusia untuk beradaptasi dengan norma dan nilai

dari kelompoknya masing-masing. Semakin tinggi tingkat

kecemasan, semakin rendah kemampuan untuk

mengkomunikasikan dan memecahkan masalah, dan semakin

tinggi gangguan kecemasannya berkembang. Hildegard Peplau

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI Tinjauan Pustaka 1. Tunagrahita · Perkembangan fungsi intelektual anak tunagrahita yang rendah dan disertai dengan perkembangan perilaku adaptif yang rendah

22

(1952) percaya bahwa manusia berada di ranah interpersonal

dan psikologis, sehingga klinisi dapat membantu klien dengan

kecemasan dengan memperhatikan kedua ranah tersebut.

c) Teori behavioral

Pakar teori behavioral melihat kecemasan sebagai sesuatu yang

dipelajari melalui serangkaian pengalaman. Sebaliknya,

manusia bisa mengubah atau “menghapus perilaku” dengan

pengalaman yang baru. Mereka percaya bahwa manusia dapat

memodifikasi perilaku buruknya tanpa mengetahui secara

endalam penyebab perilaku buruknya. Mereka juga

menyatakan bahwa mengubah sebuah perilaku atau menghapus

perilaku tersebut dapat dipelajari dengan melakukan

pengulangan pengalaman.

c. Bentuk Kecemasan

Kecemasan sebagai respon stress maupun patologis bisa

mempengaruhi seseorang dalam berbagai bentuk. Beberapa orang

menunjukkan kecemasannya secara psikologis dan fisiologis.

Kecemasan secara psikologis atau emosional terwujud dalam gejala-

gejala kejiwaan seperti tegang, bingung, khawatir, sukar berkontraksi,

perasaan tidak menentu dan sebagainya. Sadock dan Sadock (2010)

mengatakan bahwa kecemasan menimbulkan kebingungan dan distorsi

persepsi, sehingga dapat mengganggu proses pembelajaran dengan

menurunkan konsentrasi, mengurangi daya ingat, dan mengganggu

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI Tinjauan Pustaka 1. Tunagrahita · Perkembangan fungsi intelektual anak tunagrahita yang rendah dan disertai dengan perkembangan perilaku adaptif yang rendah

23

kemampuan membuat asosiasi. Sedangkan secara fisiologis terwujud

dalam gejala-gejala fisik terutama pada sistem saraf misalnya tidak

dapat tidur, jantung berdebar-debar, gemetar, perut mual-muntah,

diare, nafas sesak disertai tremor pada otot (Videbeck, 2011).

d. Tingkat Kecemasan

Kecemasan sebagai respon stress memiliki dua aspek yang sehat

dan aspek membahayakan, yang bergantung pada tingkat kecemasan,

lama kecemasan yang dialami, dan seberapa baik indivudu melakukan

koping terhadap kecemasan. Kecemasan dapat dilihat dalam rentang

ringan, sedang, berat sampai panik. setiap tingkat menyebabkan

perubahan fisiologis dan emosional pada individu. Kecemasan ringan

adalah cemas yang normal menjadi bagian sehari-hari dan

menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan, tetapi

individu masih mampu memecahkan masalah. Cemas ini dapat

memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas

yang ditandai dengan terlihat tenang percaya diri, waspada,

memperhatikan banyak hal, sedikit tidak sabar, ketegangan otot ringan,

sadar akan lingkungan, rileks atau sedikit gelisah.

Kecemasan sedang adalah cemas yang memungkinkan seseorang

untuk memusatkan pada hal-hal yang penting dan mengesampingkan

yang tidak penting atau bukan menjadi prioritas yang ditandai dengan

perhatian menurun penyelesaian masalah menurun, tidak sabar, mudah

tersinggung, ketegangan otot sedang, tanda-tanda vital meningkat,

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI Tinjauan Pustaka 1. Tunagrahita · Perkembangan fungsi intelektual anak tunagrahita yang rendah dan disertai dengan perkembangan perilaku adaptif yang rendah

24

mulai berkeringat, sering mondar-mandir, sering berkemih dan sakit

kepala.

Kecemasan berat adalah cemas ini sangat mengurangi persepsi

individu, cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan

spesifik, dan tidak dapat berfikir tentang hal yang lain. Semua perilaku

ditunjukkan untuk mengurangi ketegangan individu memerlukan

banyak pengesahan untuk dapat memusatkan pada suatu area lain

ditandai dengan sulit berfikir , penyelesaian masalah buruk, takut,

bingung, menarik diri, sangat cemas, kontak mata buruk, berkeringat,

bicara cepat, rahang menegang, menggertakkan gigi, mondar mandir

dan gemetar.

Panik adalah tingkat panik dari suatu ansietas berhubungan dengan

ketakutan dan teror, karena mengalami kehilangan kendali. Orang yang

mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan

pengarahan, panik melibatkan disorganisasi kepribadian, dengan panik

terjadi peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk

berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang dan

kehilangan pemikiran yang tidak dapat rasional. Tingkat ansietas ini

tidak sejalan dengan kehidupan dan jika berlangsung terus dalam

waktu yang lama, dapat terjadi kelelahan yang sangat bahkan kematian

(Struat, 2007).

Sisi negatif kecemasan atau sisi yang membahayakan ialah rasa

khawatir yang berlebihan tentang masalah yang nyata atau potensial.

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI Tinjauan Pustaka 1. Tunagrahita · Perkembangan fungsi intelektual anak tunagrahita yang rendah dan disertai dengan perkembangan perilaku adaptif yang rendah

25

Hal ini menghabiskan tenaga, menimbulkan rasa takut, dan

menghambat individu melakukan fungsinya dengan adekuat dalam

situasi interpersonal, situasi kerja, dan situasi sosial. Individu selalu

khawatir tentang sesuatu atau semua hal tanpa alasan yang nyata,

merasa gelisah lelah dan tegang. (Videbeck, 2011)

3. Depresi

a. Definisi

Semua orang mengalami beberapa emosi negatif seperti kesedihan,

ketakutan, dan kemarahan. Reaksi ini biasanya hanya berlangsung

selama beberapa saat, dan berguna bagi kehidupan manusia, khususnya

dalam berhubungan dengan orang lain. Reaksi emosional berfungsi

sebagai sinyal untuk orang lain tentang perasaan dan hubungan saat itu.

Mereka juga mengkoordinasikan respon seseorang terhadap perubahan

di lingkungan terdekat orang tersebut. Kesedihan merupakan perasaan

universal, berbeda dengan sindrom depresi. Depresi dikatakan normal

apabila terjadi dalam situasi tertentu, bersifat ringan dan dalam waktu

yang singkat. Bila depresi tersebut terjadi di luar kewajaran dan

berlanjut maka depresi tersebut dianggap abnormal (Atkinson et al.,

1993). Depresi yang abnormal sering disebut depresi klinis atau

sindrom depresi, yang pada bab ini selanjutnya disebut “depresi” saja.

Depresi adalah gangguan perasaan atau mood yang disertai

komponen psikologi berupa sedih, susah, tidak ada harapan dan putus

asa disertai komponen biologis atau somatik misalnya anoreksia,

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI Tinjauan Pustaka 1. Tunagrahita · Perkembangan fungsi intelektual anak tunagrahita yang rendah dan disertai dengan perkembangan perilaku adaptif yang rendah

26

konstipasi dan keringat dingin. Maramis (2005) memasukkan depresi

sebagai gangguan afek dan emosi. Afek ialah ”nada” perasaan,

menyenangkan atau tidak (seperti kebanggaan, kekecewaan, kasih

sayang), yang menyertai suatu pikiran dan biasanya berlangsung lama

serta kurang disertai oleh komponen fisiologis. Afek mengacu pada

pola perilaku yang dapat diobservasi, seperti ekspresi wajah, yang

berkaitan dengan perasaan subjektif. Sedangkan emosi merupakan

manifestasi afek keluar dan disertai oleh banyak komponen fisiologis,

biasanya berlangsung relatif tidak lama (misalnya ketakutan,

kecemasan, depresi dan kegembiraan). Afek dan emosi dengan aspek-

aspek yang lain seorang manusia (proses berpikir, psikomotor, persepsi,

ingatan) saling mempengaruhi dan menentukan tingkat fungsi dari

manusia itu pada suatu waktu.

b. Etiologi

Saddock & Saddock pada tahun 2010 menyatakan bahwa sebab

depresi dapat ditinjau dari beberapa aspek, antara lain: aspek biologi,

aspek genetik, aspek psikologi dan aspek lingkungan sosial.

1) Aspek biologi

Penyebabnya adalah gangguan neurotransmiter di otak dan

gangguan hormonal. Neurotransmiter antara lain dopamin, histamin,

dan noradrenalin.

Page 23: BAB II LANDASAN TEORI Tinjauan Pustaka 1. Tunagrahita · Perkembangan fungsi intelektual anak tunagrahita yang rendah dan disertai dengan perkembangan perilaku adaptif yang rendah

27

a) Dopamin dan norepinefrin

Keduanya berasal dari asam amino tirosin yang terdapat

pada sirkulasi darah. Pada neuron dopaminergik, tirosin diubah

menjadi dopamin melalui 2 tahap: perubahan tirosin menjadi

DOPA oleh tirosin hidroksilase (Tyr-OH). DOPA tersebut akan

diubah lagi menjadi dopamin (DA) oleh enzim dopamin beta

hidroksilase (DBH-OH). Pada jaringan interseluler, DA yang

bebas yang tidak disimpan pada vesikel akan dioksidasi oleh

enzim MAO menjadi DOPAC. Sedangkan pada jaringan

ekstraseluler (pada celah sinap) DA akan menjadi HVA dengan

enzim MAO dan COMT.

b) Serotonin

Serotonin yang terdapat pada susunan saraf pusat berasal

dari asam amino triptofan, proses sintesis serotonin sama dengan

katekolamin, yaitu masuknya triptofan ke neuron dari sirkulasi

darah, dengan bantuan enzim triptofan hidroksilase akan

membentuk 5-hidroksitriptofan dan dengan dekarboksilase akan

membentuk 5-hidroksitriptamin (5-HT).

2) Aspek genetik

Pola genetik penting dalam perkembangan gangguan mood,

akan tetapi pola pewarisan genetik melalui mekanisme yang sangat

kompleks, didukung dengan penelitian-penelitian sebagai berikut:

Page 24: BAB II LANDASAN TEORI Tinjauan Pustaka 1. Tunagrahita · Perkembangan fungsi intelektual anak tunagrahita yang rendah dan disertai dengan perkembangan perilaku adaptif yang rendah

28

a) Penelitian keluarga

Dari penelitian keluarga secara berulang ditemukan bahwa

sanak keluarga turunan pertama dari penderita gangguan bipoler I

berkemungkinan 8-18 kali lebih besar dari sanak keluarga turunan

pertama subjek kontrol untuk menderita gangguan bipoler I dan

2-10 kali lebih mungkin untuk menderita gangguan depresi berat.

Sanak keluarga turunan pertama dari seorang penderita berat

berkemungkinan 1,5-2,5 kali lebih besar daripada sanak keluarga

turunan pertama subjek kontrol untuk menderita gangguan bipoler

I dan 2-3 kali lebih mungkin menderita depresi berat.

b) Penelitian adopsi

Penelitian ini telah mengungkapkan adanya hubungan faktor

genetik dengan gangguan depresi. Dari penelitian ini ditemukan

bahwa anak biologis dari orang tua yang menderita depresi tetap

beresiko menderita gangguan mood, bahkan jika mereka

dibesarkan oleh keluarga angkat yang tidak menderita gangguan.

c) Penelitian kembar

Penelitian terhadap anak kembar menunjukkan bahwa angka

kesesuaian untuk gangguan bipoler I pada anak kembar

monozigotik 33-90 persen; untuk gangguan depresi berat angka

kesesuaiannya 50 persen. Sebaliknya, angka kesesuaian pada

kembar dizigotik adalah kira-kira 5-25 persen untuk gangguan

bipoler I dan 10-25 persen untuk gangguan depresi berat.

Page 25: BAB II LANDASAN TEORI Tinjauan Pustaka 1. Tunagrahita · Perkembangan fungsi intelektual anak tunagrahita yang rendah dan disertai dengan perkembangan perilaku adaptif yang rendah

29

3) Aspek psikologi

Sampai saat ini tak ada sifat atau kepribadian tunggal yang

secara unik mempredisposisikan seseorang kepada depresi. Semua

manusia dapat dan memang menjadi depresi dalam keadaan tertentu.

Tetapi tipe kepribadian dependen-oral, obsesif-kompulsif, histerikal,

mungkin berada dalam resiko yang lebih besar untuk mengalami

depresi daripada tipe kepribadian antisosial, paranoid, dan lainnya

dengan menggunakan proyeksi dan mekanisme pertahanan

mengeksternalisasikan yang lainnya. Tidak ada bukti hubungan

gangguan kepribadian tertentu dengan gangguan bipolar I pada

kemudian hari. Tetapi gangguan distimik dan gangguan siklotimik

berhubungan dengan perkembangan gangguan bipoler I di kemudian

harinya

4) Aspek lingkungan sosial

Berdasarkan penelitian, depresi dapat membaik jika klinisi

mengisi pada pasien yang terkena depresi suatu rasa pengendalian

dan penguasaan lingkungan.

c. Tanda dan Gejala Depresi

Tanda terpenting gangguan perasaan dapat dibagi menjadi 4 bidang

umum: tanda emosional; tanda kognitif; tanda somatik; dan tanda

perilaku. (Oltmanns dan Emery, 2013)

Page 26: BAB II LANDASAN TEORI Tinjauan Pustaka 1. Tunagrahita · Perkembangan fungsi intelektual anak tunagrahita yang rendah dan disertai dengan perkembangan perilaku adaptif yang rendah

30

1) Tanda Emosional

Suasana perasaan disforik (tidak menyenangkan) adalah tanda

yang paling jelas. Penderita depresi mengeluhkan persaan yang

muram, sedih dan putus asa. Seringkali penderitanya mudah

tersinggung, kemarahannya sering ditujukan untuk diri sendiri.

Tetapi sering pula kemarahannya ditujukan kepada orang lain.

Penderita juga mengeluhkan merasa tegang, dan tidak santai.

2) Tanda Kognitif

Selain melibatkan suasana emosinya, depresi melibatkan

perubahan tentang bagaimana orang memikirkan tentang dirinya dan

sekitarnya. Orang yang secara klinis depresi sering mengeluhkan

bahwa pikirannya melambat, sulit berkonsentrasi dan mudah

terdistraksi. Selain itu, rasa bersalah dan perasaan tidak berharga

adalah preokupasi yang lazim dialami. Penderitanya sering

menyalahkan diri sendiri, mereka memfokuskan banyak perhatian

pada kenegatifan dirinya, lingkungannya, dan masa depannya (triad

depresi) (Beck, 1967). Preokupasi tentang rasa bersalahnya

menyebabkan pikiran bunuh diri.

3) Tanda Somatik

Tanda somatik berhubungan dengan fungsi fisiologis tubuh

dasar. Tanda ini termasuk kelelahan, sakit, nyeri, dan perubahan

serius dalam pola tidur dan makan.

Page 27: BAB II LANDASAN TEORI Tinjauan Pustaka 1. Tunagrahita · Perkembangan fungsi intelektual anak tunagrahita yang rendah dan disertai dengan perkembangan perilaku adaptif yang rendah

31

4) Tanda Perilaku

Tanda perilaku merujuk pada retardasi psikomotor. Yaitu

penderitanya menunjukkan perilaku yang melambat. Gerakann yang

melambat, bicara yang melambat, bahkan tidak bergerak dan

berbicara sama sekali.

Depresi menurut PPDGJ-III dalam Maslim (2013), dibagi dalam

empat tingkatan yaitu depresi ringan, sedang, berat tanpa psikotik, dan

berat dengan psikotik. Dimana perbedaan antara episode terletak pada

penilaian klinis yang kompleks yang meliputi jumlah bentuk dan

keparahan gejala yang ditemukan. Gejala utamanya adalah afek

depresif, kehilangan minat dan kegembiraan, dan berkurangnya energi

yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah dan menurunnya

aktivitas. Gejala lainnya adalah konsentrasi dan perhatian berkurang,

harga diri dan kepercayaan diri berkurang, gagasan tentang rasa

bersalah dan tidak berguna, pandangan masa depan yag suram dan

pesimistis, gagasan atau perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh

diri, tidur terganggu, dan nafsu makan berkurang.

4. Hubungan Kecemasan dan Depresi Ibu dengan Anak Tunagrahita

Melahirkan dan mengurus anak dengan penyakit fisik dan mental

dapat meningkatkan syok, penolakan, rasa bersalah, kesedihan, dan merasa

tidak tertolong (Olshansky, 1962; Valman, 1981). Perasaan ini dapat

Page 28: BAB II LANDASAN TEORI Tinjauan Pustaka 1. Tunagrahita · Perkembangan fungsi intelektual anak tunagrahita yang rendah dan disertai dengan perkembangan perilaku adaptif yang rendah

32

menetap dan biasa ditangani dengan cara yang berbeda-beda tergantung

penderita kebutuhan khusus dan keluarga. Misal, pada keluarga dengan

anak autis, level stress biasanya tinggi dan semakin tinggi jika anak

bertambah tua.

Orangtua dengan anak berkebutuhan khusus sering memiliki depresi

dan kecemasan. Di United Kingdom, 59% dari orangtua yang mengasuh

anak autis memiliki skor tinggi pada kuesioner kesehatan umum pada

kategori psikiatri. Pengeluaran untuk penderita penyakit jiwa pada

keluarga dengan penghasilan rata-rata bisa jadi membengkak. Banyak

faktor yang menyebabkan tingginya level penyakit jiwa pada orangtua

dengan anak tunagrahita. Dua faktor utama yaitu tidak adekuatnya

dukungan sosial dan menetapnya masalah perilaku anak (Ryde-Brandt,

1990).

Gejala kecemasan dan depresi dilaporkan terdapat pada orang tua

dengan anak tunagrahita di negara-negara maju (Gallagher et al., 2008).

Ibu lebih menghadapi stress yang lebih banyak dibandingkan ayah karena

ibu menghabiskan banyak waktunya untuk mengurus anak tunagrahita di

rumah selain melakukan pekerjaan rumah lainnya. Ibu dengan anak

tunagrahita dilaporkan memiliki keadaan emosional yang negatif serta

cenderung lebih depresi. Anak tunagrahita juga menyebabkan depresi pada

orang tua khususnya ibu. Derajat perilaku anak menaikkan tingkat depresi

pada ibu. (Motamedi et al., 2007; Baker et al., 2000). Penelitian tersebut

dilakukan di negara-negara maju. Di Indonesia, terdapat penelitian

Page 29: BAB II LANDASAN TEORI Tinjauan Pustaka 1. Tunagrahita · Perkembangan fungsi intelektual anak tunagrahita yang rendah dan disertai dengan perkembangan perilaku adaptif yang rendah

33

deskriptif yang menggambarkan tingginya persentasi kecemasan pada ibu

dengan anak tunagrahita (Norhidayah et al., 2013).

B. Kerangka Pemikiran

Gambar 2.1 Skema Kerangka Penelitian

C. Hipotesis

Terdapat perbedaan skor kecemasan dan sor depresi antara ibu penderita

tunagrahita ringan dan sedang di SLB Negeri Surakarta.

Tunagrahita

Tunagrahita

Ringan Tunagrahita

Sedang

Dapat dididik dan dilatih di

SLB

(Maramis, 2005)

Beban merawat

lebih kecil

Ibu kurang cemas

Ibu kurang depresi

Tidak dapat dididik, tetapi

dapat dilatih di SLB

(Maramis, 2005)

Beban merawat

lebih besar

Ibu lebih cemas

Ibu lebih depresi