bab ii landasan teori kebijakan sertifikasi guru

67
BAB II LANDASAN TEORI Kebijakan Sertifikasi Guru Dalam Undang-Undang Guru dan Dosen disebut sertifikat pendidik. Pendidik yang dimaksud disini adalah guru dan dosen. Proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru disebut sertifikasi guru, dan untuk dosen disebut sertifikasi dosen. Sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru. Sertifikat pendidik diberikan kepada guru yang telah memenuhi standar profesional guru. Guru profesional merupakan syarat mutlak untuk menciptakan sistem dan praktik pendidikan yang berkualitas. Sertifikat pendidik adalah sebuah sertifikat yang ditandatangani oleh perguruan tinggi penyelenggara sertifikasi sebagai bukti formal pengakuan profesionalitas guru yang diberikan kepada guru sebagai tenaga profesional. Sertifikasi guru bertujuan untuk : a. Menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional. b. Meningkatkan proses dan mutu hasil pendidikan c. Meningkatkan martabat guru d. Meningkatkan profesionalitas guru. Adapun manfaat sertifikasi guru adalah sebagai berikut : a. Melindungi profesi guru dari praktik-praktik yang tidak kompeten, yang dapat merusak citra profesi guru. b. Melindungi masyarakat dari praktik-praktik pendidikan yang tidak berkualitas dan tidak profesional. c. Meningkatkan kesejahteraan guru

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI Kebijakan Sertifikasi Guru

BAB II

LANDASAN TEORI

Kebijakan Sertifikasi Guru

Dalam Undang-Undang Guru dan Dosen disebut sertifikat pendidik. Pendidik yang

dimaksud disini adalah guru dan dosen. Proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru

disebut sertifikasi guru, dan untuk dosen disebut sertifikasi dosen. Sertifikasi guru adalah

proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru. Sertifikat pendidik diberikan kepada

guru yang telah memenuhi standar profesional guru.

Guru profesional merupakan syarat mutlak untuk menciptakan sistem dan praktik

pendidikan yang berkualitas. Sertifikat pendidik adalah sebuah sertifikat yang

ditandatangani oleh perguruan tinggi penyelenggara sertifikasi sebagai bukti formal

pengakuan profesionalitas guru yang diberikan kepada guru sebagai tenaga profesional.

Sertifikasi guru bertujuan untuk :

a. Menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran

dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

b. Meningkatkan proses dan mutu hasil pendidikan

c. Meningkatkan martabat guru

d. Meningkatkan profesionalitas guru.

Adapun manfaat sertifikasi guru adalah sebagai berikut :

a. Melindungi profesi guru dari praktik-praktik yang tidak kompeten, yang dapat

merusak citra profesi guru.

b. Melindungi masyarakat dari praktik-praktik pendidikan yang tidak berkualitas dan

tidak profesional.

c. Meningkatkan kesejahteraan guru

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI Kebijakan Sertifikasi Guru

20

Guru merupakan sebuah profesi seperti profesi lain: dokter, akuntan, pengacara,

sehingga proses pembuktian profesionalitas perlu dilakukan. Seseorang yang akan

menjadi akuntan harus mengikuti pendidikan profesi akuntan terlebih dahulu. Begitu pula

untuk profesi lainnya termasuk profesi guru.

Hakikat Sertifikasi Guru Dalam Jabatan Terkait Dengan Standar Nasional Pendidikan.

Sertifikasi merupakan sarana atau instrumen untuk mencapai suatu tujuan, bukan tujuan

itu sendiri. Perlu ada kesadaran dan pemahaman dari semua fihak bahwa sertifikasi

adalah sarana untuk menuju kualitas. Kesadaran dan pemahaman ini akan melahirkan

aktivitas yang benar, bahwa apapun yang dilakukan adalah untuk mencapai kualitas.

Kalau seorang guru kembali masuk kampus untuk meningkatkan kualifikasinya, maka

belajar kembali ini bertujuan untuk mendapatkan tambahan ilmu pengetahuan dan

ketrampilan, sehingga mendapatkan ijazah S-1. Ijazah S-1 bukan tujuan yang harus

dicapai dengan segala cara, termasuk cara yang tidak benar melainkan konsekuensi dari

telah belajar dan telah mendapatkan tambahan ilmu dan keterampilan baru.

Demikian pula kalau guru mengikuti sertifikasi, tujuan utama bukan untuk

mendapatkan tunjangan profesi, melainkan untuk dapat menunjukkan bahwa yang

bersangkutan telah memiliki kompetensi sebagaimana disyaratkan dalam standar

kompetensi guru. Tunjangan profesi adalah konsekuensi logis yang menyertai adanya

kemampuan yang dimaksud. Dengan menyadari hal ini maka guru tidak akan mencari

jalan lain guna memperoleh sertifikat profesi kecuali mempersiapkan diri dengan belajar

yang benar untuk menghadapi sertifikasi. Berdasarkan hal-hal tersebut, maka sertifikasi

akan membawa dampak positif, yaitu meningkatnya kualitas guru.

Dalam PP Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi

yang dimaksud sertifikasi guru Dalam Pasal 1 ayat (1) Peraturan Menteri Pendidikan

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI Kebijakan Sertifikasi Guru

21

Nasional Republik Iandonesia Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Bagi Guru

Dalam Jabatan disebutkan bahwa “Sertifikasi Bagi Guru Dalam Jabatan Adalah Proses

Pemberian Sertifikat Pendidik Untuk Guru Dalam Jabatan”.

Sertifikasi guru dalam jabatan pada hakikatnya merupakan penerapan standar

pendidik dan tenaga kependidikan. Sebagaimana kita ketahui, pasal 2 ayat (1) PP Nomor

19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menyebutkan 8 standar nasional

pendidikan, yakni (1) standar isi, (2) standar proses, (3) standar kompetensi lulusan, (4)

standar pendidik dan tenaga kependidikan, (5) standar sarana dan prasarana, (6) standar

pengelolaan, (7) standar pembiayaan, dan (8) standar penilaian pendidikan.

Pasal 8 UU Nomor 14 Tahun 2005 disebutkan bahwa guru wajib memiliki

kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta

memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Dengan kata lain,

guru merupakan profesi seperti profesi lain, misalnya dokter, akuntan, pengacara,

apoteker, dan sebagainya. Pembuktian profesionalitas guru perlu dilakukan. Seorang

akuntan harus mengikuti pendidikan profesi terlebih dahulu demikian juga untuk profesi

lainnya, termasuk profesi guru. Sedangkan bagaimana sertifikasi guru dalam jabatan

tersebut dilaksanakan oleh asesor di LPTK dijelaskan pada Pasal 2 ayat (1) dalam

Permendiknas tersebut menyatakan bahwa “sertifikasi guru dalam jabatan dilaksanakan

melalui uji kompetensi untuk memperoleh peserta didik” Selain itu, dalam ayat (2)

dinyatakan dengan tegas bahwa “sertifikasi bagi guru dalam jabatan dilaksanakan melalui

uji kompetensi untuk memperoleh sertifikat pendidik” Dalam ayat (3) juga dinyatakan

secara eksplisit bahwa “uji kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan

dalam bentuk penilaian portofolio”.

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI Kebijakan Sertifikasi Guru

22

Dasar-dasar Sertifikasi Guru

Dasar utama pelaksanaan sertifikasi adalah Undang-Undang Nomor 14 Tahun

2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD) yang disahkan tanggal 30 Desember 2005. Pasal

yang menyatakannya adalah Pasal 8 : guru wajib memiliki kualifikasi akademik,

kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan

untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

Pasal lainnya adalah Pasal 11, ayat (1) menyebutkan bahwa sertifikat pendidik

sebagaimana dalam pasal 8 diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan.

Landasan hukum lainnya adalah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional, dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun 2007

tentang Sertifikasi Bagi Guru Dalam Jabatan yang ditetapkan pada tanggal 4 Mei 2007.

Landasan yuridis lain diberlakukan sertifikasi guru dan dosen antara lain: (1)

peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan; (3)

Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen; (4) Draff Rancangan

Peraturan Pemerintah (RPP) yang rencananya Oktober 2006 akan segera diberlakukan

bahkan menurut Fasla Djalal, Dirjen Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga

Kependidikan (PMPTK) Depdiknas (Pikiran Rakyat, 6 Oktober 2006 hal. 12) mengatakan

bahwa: ‘’Awal Januari 2007 take home pay guru Minimal 3 juta”.

Tujuan Sertifikasi Guru

Sertifikasi guru mempunyai tujuan untuk: (1) menentukan kelayakan guru dalam

melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan

nasional, (2) meningkatkan profesionalitas guru, termasuk di dalamnya kesejahteraan

guru, (3) meningkatkan proses dan mutu hasil pendidikan, (4) meningkatkan martabat

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI Kebijakan Sertifikasi Guru

23

guru. Dalam Pasal 1 ayat (2) dinyatakan bahwa “sertifikasi sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dapat diikuti oleh guru dalam jabatan yang telah memiliki kualifikasi akademik

sarjana (S1) atau diploma empat (D-IV)”. Lembaga yang akan menyelenggarakan

kegiatan sertifikasi guru dalam jabatan tersebut seperti dijelaskan dalam Pasal 1 ayat (3)

dinyatakan dengan jelas bahwa “sertifikasi bagi guru dalam jabatan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang menyelenggarakan

program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Menteri

Pendidikan Nasional”.

Dijelaskan oleh Samani (2006:10) untuk menentukan tingkat kelayakan seseorang

guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran di sekolah dan sekaligus

memberikan sertifikat pendidik bagi guru yang telah memenuhi persyaratan dan lulus uji

sertifikasi. Dengan kata lain tujuan sertifikasi untuk meningkatkan mutu dan menentukan

kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dan mewujudkan

tujuan pendidikan nasional.

Menurut Fajar (2006: 3-4) manfaat uji sertifikasi guru dalam kerangka makro

upaya peningkatan kualitas layanan dan hasil pendidikan sebagai berikut: (1) melindungi

profesi guru dari praktik-praktik layanan pendidikan yang tidak kompeten sehingga dapat

merusak citra profesi guru itu sendiri; (2) melindungi masyarakat dari praktik-praktik

pendidikan yang tidak berkualitas dan profesional yang akan dapat menghambat upaya

peningkatan kualitas pendidikan dan mempersiapkan sumber daya manusia di negeri ini;

(3) menjadi wahana penjaminan mutu bagi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan

(LPTK) yang bertugas mempersiapkan calon guru dan juga berfungsi sebagai kontrol

mutu bagi pengguna layanan pendidikan; (4) menjaga lembaga penyelenggaran

pendidikan dari keinginan internal dan tekanan eksternal yang potensial dapat

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI Kebijakan Sertifikasi Guru

24

menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang berlaku; (5) memperoleh tunjangan profesi

bagi guru yang lulus ujian sertifikasi.

Manfaat Sertifikasi Guru

Manfaat sertifikasi guru antara lain adalah (1) melindungi profesi guru dari

praktek-praktek yang tidak kompeten (malpraktik), yang dapat merusak citra profesi guru,

(2) melindungi masyarakat dari praktik-praktik pendidikan yang tidak berkualitas dan

tidak profesional.

Pada Pasal 1 butir 1 UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen

menjelaskan bahwa “Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,

mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik

pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan

menengah”.Pertanyaan yang muncul, apakah pekerjaan guru memang telah memenuhi

syarat sebagai profesi?.

Terdapat dua pendapat agak mirip yang menjelaskan syarat-syarat guru sebagai

profesi. Kedua pendapat tersebut dapat dijelaskan dalam tabel berikut.syarat pekerjaan

disebut sebagai profesi.

Tabel: 1 Syarat Pekerjaan disebut sebagai Profesi

No. Sambas Suryadi (Westby Gybon, 1965)

Dedi Supriadi

1 Adanya pengakuan oleh masyarakat dan pemerintah

Mempunyai fungsi dan signifikansi sosial karena diperlukan oleh masyarakat

2 Memerlukan bidang ilmu pengetahuan sebagai landasan teknikdan prosedur kerja yang unik dan berbeda dengan bidang pekerjaan

Menuntut adanya keterampilan atau keahlian

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI Kebijakan Sertifikasi Guru

25

lain

3 Memerlukan persiapan yang sengaja dan sistematis untuk mengerjakan pekerjaan tersebut

Untuk memperoleh keterampilan dan keahlian tersebut didukung oleh disiplin ilmu tertentu

4 Memiliki mekanisme untuk melakukan seleksi secara efektif dankompetitif.

Memiliki kode etik yang menjadi pedoman bagi para anggotanya untuk melaksanakan tugas profesionalnya.

5 Mempunyai organisasi profesi untukmelindungi kepentingan anggotanya

Sebagai konsekuensi dari proses layanan profesional yang diberikan kepada masyarakat, mereka yang bertugas dalam bidang pekerjaan tersebut berhak memperoleh imbalan finansial dengan sistem penggajian yang memadai.

Berdasarkan dua pandangan tersebut, maka tampak jelas bahwa guru memang

sebagai profesi. Pertama, guru merupakan jenis pekerjaan yang memiliki fungsi dan

signifikansi dengan kebutuhan masyarakat. Dalam hal ini, bahkan masyarakat dan

pemerintah (presiden) telah memberikan pengakuan secara formal bahwa bahwa guru

sebagai profesi. Kedua, guru memang harus memiliki kemampuan ilmu pengetahuan,

keterampilan, dan keahlian yang diperoleh melalui proses pendidikan dan pelatihan dari

institusi pendidikan yang telah terakreditasi. Oleh karena itu, maka guru harus

mempunyai kualifikasi akademis dan kompetensi yang memadai. Ketiga, selain itu guru

memiliki organisasi profesi dan kode etik profesi yang harus dipedomani dalam

pelaksanaan tugas-tugas profesionalnya. Keempat, untuk mendukung kelancaran dan

keberhasilan pelaksanaan tugasnya dengan baik, maka guru atau pendidik berhak untuk

memperoleh kesejahteraan yang memadai.

Guru profesional adalah guru yang mampu menerapkan hubungan yang berbentuk

multidimensional. Guru yang demikian adalah guru yang secara internal memenuhi

kriteria administratif, akademis dan kepribadian. Menurut Muhamad Nurdin (2004:20)

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI Kebijakan Sertifikasi Guru

26

persyaratan guru yang profesional adalah sehat jasmani dan rohani, bertakwa, berilmu

pengetahuan, berlaku adil, berwibawa, ikhlas, mempunyai tujuan, mampu merencanakan

dan melaksanakan evaluasi pendidikan serta menguasai bidang yang ditekuninya.

Kesembilan syarat penting bagi guru profesional ini secara garis besar dapat

dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu persyaratan administratif, akademis dan

kepribadian. Persyaratan administratif adalah persyaratan yang harus dimiliki oleh

seorang guru yang ingin menjadi profesional dalam kaitannya dengan persyaratan legal

formal. Di Indonesia, persyaratan yang demikian ini (khususnya bagi lembaga pendidikan

formal) menjadi sangat menentukan. Bahkan kualitas seseorang dapat dilihat dari ijazah

serta sertifikat keilmuan yang dimilikinya. Dalam konteks ke-Indonesiaan, persyaratan

administratif merupakan alah satu persyaratan yang sangat penting. Persyaratan akademis

adalah persyaratan yang harus dimiliki seorang guru yang ingin menjadi profesional

dalam kaitannya dengan kapabilitas dan kualitas intelektual.

Persyaratan akademis juga merupakan syarat yang sangat penting bagi seorang

guru profesional. Persyaratan ini sangat menentukan keberhasilan proses pendidikan

yang dilaksanakannya. Kesuksesan pendidikan bukan hanya menjadi beban dan tanggung

jawab murid sebagai pencari ilmu, akan tetapi justru gurulah yang memegang peran

dominan. Karena jika guru secara akademis sudah tidak memadai, maka dengan

sendirinya keterampilan untuk mengajar, kemampuan penguasaan materi pengajaran, dan

bagaimana mengevaluasi keberhasilan murid tidak dimiliki secara akurat dan benar. Hal

ini jelas sangat merugikan proses pendidikan yang bukan hanya berakibat fatal bagi

seorang murid, melainkan bagi seluruh murid atau bahkan seluruh stakeholder

pendidikan.

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI Kebijakan Sertifikasi Guru

27

Persyaratan kepribadian adalah persyaratan yang harus dimiliki guru yang ingin

menjadi profesional dalam kaitannya dengan sikap dan perilaku dalam kehidupan sehari-

hari. Guru adalah seseorang yang harus digugu dan ditiru, khususnya oleh murid. Sebagai

seseorang guru yang harus digugu dan ditiru, dengan sendirinya mensyaratkan secara

internal bahwa seorang guru harus memiliki kepribadian dan perilaku yang baik. Dalam

hal ini bukan hanya dalam kaitannya dengan tradisi, kesopanan, dan unggah-ungguh di

masyarakat setempat, akan tetapi juga nilai-nilai keagamaan. Sebagai seorang guru yang

profesional tidak ada alasan lain kecuali berakhlak yang mulia, baik dalam kaitannya

dengan orang lain (murid dan masyarakat), diri sendiri, lingkungan (alam sekitar), dan

tentunya dengan Allah SWT. Berakhlak baik dengan Allah belum menjadi jaminan

bahwa seoran guru telah berakhlak mulia dengan masyarakat, dengan dirinya atau dengan

lingkungan. Demikian juga sebaliknya, berakhlak baik dengan dirinya belum tentu

menjadi jaminan berakhlak mulia dengan lingkungan, masyarakat dan Allah swt.

Menurut Tatty S.B. Amran (1994:139) untuk mengembangkan profesional

diperlukan KASAH adalah akronim dari Knowledge (pengetahuan), Ability

(kemampuan), Skill (keterampilan), Attitude (sikap diri), dan Habit (kebiasaan diri).

Menurut Muhammad Hatta (1954:5), yang dimaksud pengetahuan adalah sesuatu

yang didapat dari membaca dan pengalaman. Sedangkan ilmu pengetahuan adalah

pengetahuan yang didapat dengan jalan keterangan (analisis).

Pengetahuan menurut Saefudin Ansari (1991:45) dapat dibedakan menjadi empat

macam yaitu (1) pengetahuan biasa, yaitu pengetahuan tentang hal-hal biasa, kejadian

sehari-hari, yang selanjutnya disebut pengetahuan; (2) pengetahuan ilmiah, yaitu

pengetahuan yang mempunyai sistem dan metode tertentu, yang selanjutnya disebut ilmu

pengetahuan; (3) pengetahuan filosofis, yaitu semacam “ilmu” istimewa yang mencoba

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI Kebijakan Sertifikasi Guru

28

menjawab istilah-istilah yang tidak terjawab oleh ilmu-ilmu biasa, yang sering disebut

sebagai filsafat; (4) pengetahuan teologis, yaitu pengetahuan tentang keagamaan,

pengetahuan tentang pemberitahuan dari Tuhan.

Dalam pengembangan profesionalisme guru, menambah ilmu pengetahuan adalah

hal yang mutlak. Kita harus mempelajari segala macam pengetahuan, akan tetapi kita

juga harus mengadakan skala prioritas. Karena dalam menunjang keprofesionalan sebagai

guru, menambah ilmu pengetahuan tentang keguruan sangat perlu. Namun bukan berarti

hanya mempelajari satu disiplin ilmu saja. Semakin banyak ilmu pengetahuan yang di

pelajari, semakin banyak pula wawasan kita tentang berbagai ilmu.

Kemampuan (Ability) terdiri dari dua unsur, yaitu yang biasa dipelajari dan yang

alamiah. Pengetahuan dan keterampilan adalah unsur kemampuan yang biasa dipelajari,

sedangkan yang alamiah orang menyebutnya dengan bakat. Jika orang hanya

mengandalkan bakat saja tanpa mempelajari dan membiasakan kemampuannya, maka dia

tidak akan berkembang. Karena bakat hanya sekian persen saja menuju keberhasilan.

Sedangkan orang yang berhasil dalam mengembangkan profesionalisme itu ditunjang

oleh ketekunan dalam mempelajari dan mengasah kemampuannya. Oleh karena itu,

potensi yang ada pada kita harus terus diasah.

Kemampuan paling dasar yang diperlukan adalah kemampuan dalam

mengantisipasi setiap perubahan terjadi. Oleh karena itu, seorang guru yang profesional

tentunya tidak ingin ketinggalan dalam percaturan global. Dengan demikian, ia harus

mengantisipasi perubahan itu dengan banyak membaca supaya bertambah ilmu

pengetahuannya. Menurut Jeannette Vos (2003:87), jika seoran guru ingin bertambah luas

pengetahuannya, maka ia harus menggunakan dunia ini sebagai ruang kelasnya. Untuk

mengembangkan profesionalisme guru supaya berpengetahuan luas tentunya dibutuhkan

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI Kebijakan Sertifikasi Guru

29

kemauan. Seperti sebuah ungkapan, ‘’kalau ada kemauan, pasti ada jalan’’, maka segala

sesuatu harus ditunjang terlebih dahulu oleh kemauan keras supaya berhasil.

Keterampilan (skill) merupakan salah satu unsur kemampuan yang dapat

dipelajari pada unsur penerapannya. Suatu keterampilan merupakan keahlian yang

bermanfaat untuk jangka panjang. Keterampilan merupakan the requisite knowledge and

ability. Sebetulnya banyak sekali keterampilan yang dibutuhkan dalam pengembangan

profesionalisme, tergantung pada jenis pekerjaan masing-masing. Keterampilan mengajar

merupakan pengetahuan (knowledge) dan kemampuan (ability) yang diperlukan untuk

melaksanakan tugas guru dalam pengajaran. Menurut Nurdin (2004:144-146) bagi

seorang guru yang tugasnya mengajar dan peranannya di dalam kelas, keterampilan yang

harus dimiliki anatar lain: pengajar, pemimpin kelas, pembimbing, pengatur lingkungan,

partisipan, ekspeditur, perencana, supervisor, motivator, penanya, evaluator dan konselor.

Sedangkan menurut Bafadal (1992:37) keterampilan yang harus dimiliki oelh

seorang guru adalah: (1) keterampilan merencanakan pengajaran, (2) keterampilan

mengimplementasikan pengajaran, (3) keterampilan menilai pengajaran.

Attitude (sikap diri) seseorang terbentuk oleh suasana lingkungan yang

mengitarinya. Seorang anak pasti mulai belajar tentang dirinya melalui lingkungan yang

terdekat, yaitu orang tua. Oleh karena itu, masa kecil adalah masa peniruan, di mana

setiap gerak gerik yang dilihatnya akan dia tiru. Oleh karena itu, sikap diri perlu

dikembangkan (tentunya yang baik). Salah satu contoh bila kita di rumah sangat ramah

terhadap keluarga, besar kemungkinan di sekolah pun kita akan bersikap ramah terhadap

anak didik dan teman sejawat. Dengan demikian, kita biasa melihat bahwa sikap diri

merupakan kepribadian seseorang.

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI Kebijakan Sertifikasi Guru

30

Menurut Zuhairini (1991:186) kepribadian adalah hasil dari sebuah proses

sepanjang hidup. Kepribadian bukan terjadi secara tiba-tiba, akan tetapi terbentuk melalui

perjuangan hidup yang sangat panjang. Apakah dia berkepribadian muslim, apakah

seseorang itu berkepribadian baik atau buruk, kuat atau lemah, beradab atau biadab,

semua itu sangat dipengaruhi oleh banyak faktor. Dengan demikian, faktor pendidikan

sangat mempengaruhi kualitas kepribadian seseorang, yang di dalamnya ada guru yang

juga mempunyai kepribadian yang baik.

Habit (kebiasaan diri) adalah suatu kegiatan yang terus menerus dilakukan yang

tumbuh dari dalam pikiran. Pengembangan kebiasaan diri harus dilandasi dengan

kesadaran bahwa usaha tersebut membutuhkan proses yang cukup panjang. Kebiasaan

positif di antaranya adalah menyapa dengan ramah, memberi pujian kepada anak didik

dengan tulus, menyampaikan rasa simpati, menyampaikan rasa penghargaan kepada

kerabat, teman sejawat atau anak didik yang berprestasi dan lain-lain.

Guru sebagai social worker (pekerja sosial) sangat dibutuhkan oleh masyarakat.

Namun, kebutuhan masyarakat akan guru belum seimbang dengan sikap sosial

masyarakat terhadap profesi guru. Berbeda bila dibandingkan dengan penghargaan

mereka terhadap profesi lain, seperti dokter, pengacara, insinyur, dan sebagainya.

Rendahnya pengakuan masyarakat terhadap guru, menurut Tabrani Rusyan (Nurdin,

2004:192), disebabkan beberapa faktor yaitu: adanya pandangan sebagian masyarakat

bahwa siapa pun dapat menjadi guru, asalkan ia berpengetahuan, walaupun tidak

mengerti didaktik metodik.

Berdasarkan pendapat di atas nampak jelas bahwa guru merupakan suatu jabatan

atau profesi yang menuntut suatu keahlian khusus. Memang tidak setiap orang bisa

menjadi guru, karena harus didukung dengan komponen-komponen yang menunjang

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI Kebijakan Sertifikasi Guru

31

profesi tersebut, seperti kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi

sosial dan kompetensi profesional. Untuk menjadi guru dibutuhkan keahlian khusus,

maka ia harus lulus pendidikan keguruan atau pendidikan profesi dan harus lulus ujian

sertifikasi, baik ujian tertulis, kinerja maupun portfolio.

Peran guru dalam pembelajaran seperti dijelaskan oleh Wina Sanjaya, (2005:13)

sebagai perencana, peran sebagai pengelola, dan peran guru sebagai evaluator. Peran guru

sebagai perencana pembelajaran sangat menentukan keberhasilan pencapaian kompetensi.

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 memberikan peluang kepada guru

untuk melaksanakan pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa serta kondisi

daerah masing-masing. Oleh karena itu dalam proses penyusunan perencanaan, guru

dituntut agar memahami kebutuhan dan kondisi daerah setempat, di samping memahami

karakteristik siswa. Melalui pemahaman itu selanjutnya guru mendesain pembelajaran

yang sesuai dengan kondisi lapangan dan kebutuhan.

Guru sebagai pengelola pembelajaran tujuannya agar terciptanya kondisi

lingkungan belajar yang menyenangkan bagi siswa, sehingga dalam proses pembelajaran

siswa tidak merasa terpaksa apalagi tertekan. Oleh karena itulah, peran dan tanggung

jawab guru sebagai pengelola pembelajaran (manager of learning) menciptakan iklim

pembelajaran yang kondusif, baik iklim sosial maupun iklim psikologis. Iklim sosial yang

baik ditunjukkan oleh terciptanya hubungan yang harmonis baik antara guru dan siswa,

guru-guru atau antar guru dan pimpinan sekolah; sedang hubungan psikologis

ditunjukkan oleh adanya saling menaruh kepercayaan dan saling menghormati antar

semua unsur di sekolah. Melalui iklim yang demikian, memungkinkan siswa untuk

berkembang secara optimal, terbuka dan demokratis.

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI Kebijakan Sertifikasi Guru

32

Guru sebagai fasilitator, tugas guru adalah membantu untuk mempermudah siswa

belajar. Dengan demikian guru perlu memahami karakteristik siswa termasuk gaya

belajar, kebutuhan kemampuan dasar yang dimiliki siswa. Melalui pemahaman itu guru

dapat melayani dan memfasilitasi setiap siswa. Sebagai seorang fasilitator guru harus

menempatkan diri sebagai orang yang memberi pengarahan dan petunjuk agar siswa

dapat belajar secara optimal. Dengan demikian yang menjadi sentral kegiatan

pembelajaran adalah siswa bukan guru. Guru tidak berperan sebagai sumber belajar yang

dianggap serba bisa dan serba tahu segala hal.

Guru sebagai seorang evaluator tidak kalah pentingnya dengan peran yang lain.

Dilihat dari fungsinya evaluasi terdiri dari formatif dan sumatif. Evaluasi formatif

berfungsi untuk melihat berbagai kelemahan guru dalam mengajar. Artinya hasil dari

evaluasi ini digunakan sebagai bahan masukan untuk memperbaiki kinerja guru. Evaluasi

sumatif digunakan sebagai bahan untuk menentukan keberhasilan siswa dalam melakukan

pembelajaran. Dengan demikian peran guru sebagai seorang evaluator, sesungguhnya

tidak boleh melepaskan dua hal, yaitu peran untuk melihat keberhasilannya dalam

mengajar dan peran untuk menentukan ketercapaian siswa dalam menguasai kompetensi

sesuai dengan kurikulum.

Menurut Charles E. Johnson (dalam Sanjaya, 2005:145-146) bahwa kompetensi

merupakan perilaku rasional guna mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan

kondisi yang diharapkan. Dengan demikian suatu kompetensi ditunjukkan oleh

penampilan atau unjuk kerja yang dapat dipertanggung jawabkan (rasional) dalam upaya

mencapai suatu tujuan. Sebagai suatu profesi, terdapat sejumlah kompetensi yang harus

dimiliki oleh seorang guru, yaitu meliputi kompetensi pribadi, kompetensi profesional

dan kompetensi sosial kemasyarakatan.

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI Kebijakan Sertifikasi Guru

33

Kompetensi Pribadi, guru sering dianggap sebagai sosok yang memiliki

kepribadian ideal. Oleh karena itu, pribadi guru sering dianggap sebagai model atau

panutan (yang harus digugu dan ditiru). Sebagai seorang model guru harus memiliki

kompetensi yang berhubungan dengan pengembangan kepribadian (personal

competencies), di antaranya:

(1). Kemampuan yang berhubungan dengan pengalaman ajaran agama sesuai dengan

keyakinan agama yang dianutnya;

(2). Kemampuan untuk menghormati dan menghargai antar umat beragama;

(3). Kemampuan untuk berperilaku sesuai dengan norma, aturan, dan sistem nilai yang

berlaku di masyarakat;

(4). Pengembangkan sifat-sifat terpuji sebagai seorang guru misalnya sopan santun dan

tata karma dan;

(5). Bersikap demokratis dan terbuka terhadap pembaruan dan kritik

Kompetensi profesional adalah kompetensi atau kemampuan yang berhubungan

dengan penyesuaian tugas-tugas keguruan. Kompetensi ini merupakan kompetensi yang

sangat penting. Sebab langsung berhubungan dengan kinerja yang ditampilkan. Oleh

sebab itu, tingkat keprofesionalan seorang guru dapat dilihat dari kompetensi sebagai

berikut:

(1). Kemampuan untuk menguasai landasan kependidikan, misalnya paham akan tujuan

pendidikan yang harus dicapai baik tujuan nasional, institusional, kurikuler dan tujuan

pembelajaran;

(2). Pemahaman dalam bidang psikologi pendidikan, misalnya paham tentang tahapan

perkembangan siswa, paham tentang teori-teori belajar;

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI Kebijakan Sertifikasi Guru

34

(3). Kemampuan dalam penguasaan materi pelajaran sesuai dengan bidang studi yang

diajarkannya;

(4).Kemampuan dalam mengaplikasikan berbagai metodologi dan strategi pembelajaran;

(5). Kemampuan merancang dan memanfaatkan berbagai media dan sumber belajar;

(6). Kemampuan dalam melaksanakan evaluasi pembelajaran;

(7). Kemampuan dalam menyusun program pembelajaran;

(8). Kemampuan dalam melaksanakan unsur penunjang, misalnya administrasi sekolah,

bimbingan dan penyuluhan dan;

(9).Kemampuan dalam melaksanakan penelitian dan berpikir ilmiah untuk

meningkatkan kinerja.

Kompetensi Sosial Kemasyarakatan, kompetensi ini berhubungan dengan

kemampuan guru sebagai anggota masyarakat dan sebagai makhluk sosial, meliputi:

1). Kemampuan untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan teman sejawat untuk

meningkatkan kemampuan profesional;

2). Kemampuan untuk mengenal dan memahami fungsi-fungsi setiap lembaga

kemasyarakatan dan;

3). Kemampuan untuk menjalin kerja sama baik secara individual maupun secara

kelompok.

Berdasarkan uraian dan pendapat para ahli diatas, maka penelitian dapat

mensintesiskan bahwa sertifikasi guru dapat dipengaruhi oleh : Adminitrasi dan

perencanaan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), proses interaksi KBM, evaluasi dan

pengembangan profesi.

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI Kebijakan Sertifikasi Guru

35

Musnur Hery menjelaskan dalam sebuah orasi Ilmiah pada acara wisuda ke IX

STIT-YPI Lahat tahun 2010, bahwa prinsip-prinsip profesional yang harus dimiliki guru

adalah:

1. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;

2. Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan

akhlak mulia;

3. Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang

tugas;

4. Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;

5. Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan;

6. Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja;

7. Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan

dengan belajar sepanjang hayat;

8. Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan;

9. Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang

berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.

Persyaratan-persyaratan Sertifikasi Guru

Persyaratan Umum

a. Guru yang masih aktif mengajar di sekolah di bawah binaan Kementerian Pendidikan

Nasional yaitu guru yang mengajar di sekolah umum, kecuali guru Agama. Sertifikasi

guru bagi guru Agama dan semua guru yang mengajar di Madrasah diselenggarakan

oleh Kementerian Agama dengan kuota dan aturan penetapan peserta dari

Kementerian Agama. Sesuai Surat Edaran Bersama Direktur Jenderal PMPTK dan

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI Kebijakan Sertifikasi Guru

36

Sekretaris Jenderal Departemen Agama Nomor SJ/Dj.I/Kp.02/1569/2007, Nomor 4823/F/

SE/2007 Tahun 2007.

b.Guru bukan PNS harus memiliki SK sebagai guru tetap dari penyelenggara pendidikan,

sedangkan guru bukan PNS pada sekolah negeri harus memiliki SK dari Dinas

Pendidikan Provinsi/kabupaten/kota.

c. Pada tanggal 1 Januari 2011 belum memasuki usia 60 tahun.

d. Memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK).

Persyaratan Khusus untuk Uji Kompetensi melalui Penilaian Portofolio

a. Memiliki kualifikasi akademik sarjana (S-1) atau diploma empat (D-IV) dari program

studi yang memiliki izin penyelenggaraan

b. Memiliki masa kerja sebagai guru (PNS atau bukan PNS) minimal 5 tahun pada suatu

satuan pendidikan dan pada saat Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru

dan Dosen terbit yang bersangkutan sudah menjadi guru.

c. Guru dan guru yang diangkat dalam jabatan pengawas satuan pendidikan yang belum

memiliki kualifikasi akademik S-1/D-IV apabila sudah:

1) Pada 1 Januari 2010 mencapai usia 50 tahun dan mempunyai pengalaman kerja 20

tahun sebagai guru, atau

2) Mempunyai golongan IV/a atau memenuhi angka kredit kumulatif setara dengan

golongan IV/a.

Persyaratan Khusus untuk Guru yang diberi Sertifikat secara Langsung

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI Kebijakan Sertifikasi Guru

37

a. Guru yang diangkat dalam jabatan pengawas satuan pendidikan yang memiliki

kualifikasi akademik magister (S-2) atau doktor (S-3) dari perguruan tinggi terakreditasi

dalam bidang kependidikan atau bidang studi yang relevan dengan mata pelajaran atau

rumpun mata pelajaran yang dimilikinya, atau guru kelas dan guru bimbingan dan

konseling atau konselor, dengan golongan sekurang-kurangnya IV/b atau yang memenuhi

angka kredit kumulatif setara dengan golongan IV/b.

b. Guru yang diangkat dalam jabatan pengawas satuan pendidikan yang memiliki

golongan serendah-rendahnya IV/c atau yang memenuhi angka kredit kumulatif setara

dengan golongan IV/c.

Bab IV bagian kesatu UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen telah

menjelaskan tentang kualifikasi, kompetensi, dan sertifikasi guru sebagai berikut:

Pertama, guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik,

sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan

pendidikan nasional (pasal 8).

Kedua, kualifikasi akademik diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana

atau program diploma empat (pasal 9).

Ketiga, kompetensi guru sebagaimana meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi

kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui

pendidikan profesi (pasal 10).

Keempat, (1) sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud diberikan kepada guru yang

telah memenuhi persyaratan; (2) sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan

tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI Kebijakan Sertifikasi Guru

38

dan ditetapkan oleh Pemerintah; (3) sertifikasi pendidik dilaksanakan secara objektif,

transparan, dan akuntabel (pasal 11).

Kelima, setiap orang yang telah memperoleh sertifikat pendidik memiliki

kesempatan yang sama untuk diangkat menjadi guru pada satuan pendidikan tertentu

pasal 12).

Keenam, (1) pemerintah dan pemerintah daerah wajib menyediakan anggaran untuk

peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik bagi guru dalam jabatan

yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah,

Pemerintah Daerah, dan masyarakat (pasal 12)

Standar Kompetensi guru yang Profesional

Syafruddin Nurdin, dalam bukunya guru profesional dan implementasi kurikulum,

memberikan gambaran bahwa “ seorang guru yang profesional memahmi apa yang

diajarkannya, menguasai bagaimana mengajarkannya, dan yang tidak kalah pentingnya

menyadari benar mengapa ia menetapkan pilihan terhadap kegiatan belajar mengajar

tersebut “guru yang profesional sekurang-kurangnya menguasai ilmu pengetahuan bidang

studi yang ia ajarkan serta mampu menerapkan ilmu keguruannya dalam proses

pembelajaran”. Ada 10 kompetensi guru yang harus di kuasai dan dimiliki :

1). Menguasai bahan;

2). Mengelola program belajar mengajar;

3). Melaksanakan program belajar mengajar;

4). Mengenal kemampuan anak didik;

5). Menguasai landasan-landasan kependidikan;

6). Mengelola interaksi belajar mengajar;

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI Kebijakan Sertifikasi Guru

39

7). Menilai prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran;

8). Mengenal fungsi dan program bimbingan dan penyuluhan di sekolah dan;

9). Mengenal dan menyelenggakan administrasi sekolah.

Sedangkan Standar Kompetensi minimal yang harus dimiliki oleh seorang guru dapat

penulis tayangkan pada tabel 2 berikut ini :

Tabel:2 Standar Kompetensi Guru

No. Macam-macamKompetensi

Kompetensi Inti Guru

IKompetensi Pedagogik

1 Menguasai karakteristik peserta didik dari aspekfisik, moral, sosial, kultural, emosional, dan intelektual.

2 Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsippembelajaran yang mendidik.

3 Mengembangkan kurikulum yang terkait denganmata pelajaran/bidang pengembangan yangdimiliki.

4 Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik.5 Memanfaatkan teknologi informasi dan

komunikasi untuk kepentingan pembelajaran.6 Memfasilitasi pengembangan potensi peserta

didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensiyang dimiliki.

7 Berkomunikasi secara efektif, empatik, dansantun dengan peserta didik.

8 Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi prosesdan hasil belajar.

9 Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untukkepentingan pembelajaran.

10 Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatankualitas pembelajaran.

II Kompetensi Kepribadian

11 Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum,sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia.

12 Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur,berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta didikdan masyarakat.

13 Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap,stabil, dewasa, arif, dan berwibawa.

14 Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI Kebijakan Sertifikasi Guru

40

tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasapercaya diri.

15 Menjunjung tinggi kode etik profesi guru.

IIIKompetensi Sosial

16 Bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidakdiskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin,agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga,dan status sosial ekonomi.

17 Berkomunikasi secara efektif, empatik, dansantun dengan sesama pendidik, tenagakependidikan, orang tua, dan masyarakat.

18 Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayahRepublik Indonesia yang memiliki keragamansosial budaya.

19 Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiridan profesi lain secara lisan dan tulisan ataubentuk lain.

IVKompetensi Profesional

20 Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikirkeilmuan yang mendukung mata pelajaran yangdimiliki.

Kinerja Guru

Pengertian Kinerja

Adapun pengertian kinerja, yang dikemukakan oleh Agus Dharma dalam bukunya

“Manajemen Prestasi” yaitu sebagai berikut: “Kinerja guru adalah sesuatu yang dicapai

oleh guru, prestasi kerja yang diperhatikan oleh guru, kemampuan kerja berkaitan dengan

penggunaan peralatan kantor”. (Dharma,1991:105)

Sejalan dengan pengertian tersebut, A.A. Anwar Prabu Mangkunegara dalam

bukunya “Evaluasi Kinerja SDM”, mengatakan bahwa: “Kinerja Karyawan (Prestasi

Kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang

karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan

kepadanya”. (Mangkunegara,2005:9)

Page 23: BAB II LANDASAN TEORI Kebijakan Sertifikasi Guru

41

Sedangkan pengertian Kinerja guru menurut Bambang Kusriyanto yang dikutip

oleh Harbani Pasolong dalam bukunya “Teori Administrasi Publik” adalah “Kinerja guru

adalah hasil kerja perseorangan dalam suatu organisasi”. (Pasolong, 2007:175)

Adapun pengertian kinerja menurut Stephen Robbins yang diterjemahkan oleh

Harbani Pasolong : “ Kinerja adalah hasil evaluasi terhadap pekerjaan yang dilakukan

oleh guru dibandingkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya ” (Pasolong,2007:176)

Berdasarkan pengertian kinerja dari beberapa pendapat ahli diatas, dapat

ditafsirkan bahwa kinerja guru erat kaitannya dengan hasil pekerjaan seseorang guru pada

suatu lembaga pendidikan, hasil pekerjaan tersebut dapat menyangkut disiplin,

penguasaan materi ajar, penguasaan metodologi mengajar, kualitas hasil belajar siswa,

ketepatan waktu dan lain sebagainya. Kinerja guru tidak hanya dipengaruhi oleh

kemampuan dan keahlian dalam bekerja, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh kinerja dan

semangat kerjanya.

Pengukuran Kinerja

Kinerja adalah hasil kerja yang dihasilkan oleh guru atau perilaku nyata yang

ditampilkan sesuai dengan perannya dalam organisasi (Hariandja (2005: 195). Pada

penelitian ini kinerja guru adalah hasil kerja baik secara kualitas maupun kuantitas yang

dicapai oleh guru dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik.

Dengan mengetahui kinerja dirinya, maka individu tersebut dapat melihat

kemampuan dan kesanggupannya untuk melakukan suatu pekerjaan dibandingkan dengan

tanggung jawab yang diserahkan kepadanya atau terhadap orang lain. Melalui kinerja ini

juga seseorang dapat melihat konsep akuntabilitas yang menunjuk kepada tanggung

jawab dan kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap individu

Page 24: BAB II LANDASAN TEORI Kebijakan Sertifikasi Guru

42

Tabel: 3 Kinerja Guru

Variabel Dimensi Indikator

KinerjaGuru

Kualitas kerja

Penguasaan pengetahuan bidang yang diajar Memahami lingkup pekerjaan Memahami tanggung jawab dan wewenang Ketepatan Ketelitian Keterampilan Kebersihan

Kuantitas kerja Keluaran hasil/tulisan dll Kemampuan memenuhi target materi sesuai

waktu

Konsistensi

Selalu mengembangkan kemampuan dan aktualisasi diri

Memiliki kesehatan dan daya tahan tubuh yang prima

Mengikuti instruksi Inisiatif Hati-hati dalam bekerja Rajin waktu penyelesaian

Sikap guru Sikap terhadap instansi Bekerja keras Tanggap dalam mengerjakan tugas

Hariandja (2005: 195) mengemukakan arti pentingnya penilaian kinerja guru sebagai

berikut:

(1). Memberikan kesempatan kepada guru untuk mengambil tindakan-tindakan

perbaikan untuk meningkatkan kinerja melalui umpan balik yang diberikan

organisasi;

(2). Sebagai informasi untuk mengkompensasi guru secara layak sehingga dapat

meningkatkan kinerja mereka;

(3). Keputusan untuk penempatan, yaitu dapat dilakukannya penempatan guru sesuai

dengan keahliannya;

Page 25: BAB II LANDASAN TEORI Kebijakan Sertifikasi Guru

43

(4). Pelatihan dan pengembangan, yaitu melalui penilaian akan diketahui kelemahan-

kelemahan dari guru sehingga dapat dilakukan program pelatihan dan

pengembangan yang lebih efektif;

(5). Perencanaan karier, yaitu organisasi dapat memberikan bantuan perencanaan karier

bagi guru dan menyelaraskan dengan kepentingan organisasi;

(6). Mengidentifikasi kelemahan-kelemahan dalam proses penempatan;

(7). Mengidentifikasi adanya kekurangan dalam desain pekerjaan;

(8). Meningkatkan adanya perlakuan kesempatan yang sama pada guru, yaitu dengan

dilakukannya penilaian yang obyektif berarti meningkatkan perlakuan yang adil bagi

guru;

(9). Dapat membantu guru mengatasi masalah yang bersifat eksternal, yaitu dengan

penilaian kinerja atasan akan mengetahui apa yang menyebabkan terjadinya kinerja

yang jelek sehingga atasan dapat membantu menyelesaikannya;

(10).Umpan balik pada pelaksanaan fungsi manajemen sumber daya manusia, yaitu

dengan diketahuinya unjuk kerja guru secara keseluruhan akan menjadi informasi

sejauh mana fungsi sumber daya manusia berjalan dengan baik atau tidak.

Karakteristik Pengukuran Kinerja

Menurut Beverly dan Shelly (Hodgetts, 1988:438) bahwa penilaian atau

pengukuran yang tepat terhadap kinerja seseorang harus memiliki karakteristik sebagai

berikut :

1). Mengikat langsung kepada pekerjaan dan mengukur kemampuan seseorang untuk

melaksanakan tugasnya dengan sukses sesuai dengan posisi yang dipersyaratkan;

2). Untuk memahami pengukuran tentang semua aspek penting daripada sekedar

pengukuran satu atau dua karakteristik saja;

Page 26: BAB II LANDASAN TEORI Kebijakan Sertifikasi Guru

44

3). Nyata bahwa mengukur kinerja ternyata lebih dari sekedar hubungan mengukur antar

pribadi guru;

4). Di ukur berdasarkan standar kinerja yang telah diperkenalkan kepada guru;

5). Dirancang untuk menunjuk kepada masalah-masalah utama guru dan memberikan

penjelasan mengapa masalah itu muncul dan apa yang dapat dilakukan untuk

mengatasinya.

Pada bagian lain, Lady dan Faar (1983:3-4) menambahkan bahwa informasi

kinerja dalam lingkungan kerja mungkin dikumpulkan untuk tujuan administrasi,

pengarahan dan penyuluhan, serta penelitian. Tujuan administrasi adalah mencakup

promosi, mutasi kerja dan, penetapan tugas, keputusan bagi kompensasi gaji, tugas

program pelatihan, penetapan pemotongan prosedur. Tujuan pengarahan dan penyuluhan

menginformasikan kepada atasan mengenai kelemahan dan kekuatan bawahannya.

Informasi demikian dapat juga digunakan untuk persiapan dan perencanaan karier serta

merupakan bagian yang didapatkan dari validasi prosedur kerja, program pelatihan,

evalusi kinerja dan kepuasan yang berorientasi seperti perencanaan kompensasi dan

program pengadaan.

Menurut Steers (Magdalena, 1987;147), “prestasi kerja individu merupakan fungsi

gabungan dari tiga faktor penting : 1) kemampuan, perangai, dan penjelasan penentu

seorang pekerja; 2) kejelasan dan penerimaan atau kejelasan penentu seorang pekerja dan,

3) tingkat kinerja pekerja.

Kemampuan, perangai dan minat pekerja merupakan ciri-ciri individu yang sangat

menentukan. Kemampuan pekerja memberikan sumbangan pada suatu penyumbang.

Dinette (Sterrs, 1997:147).

Page 27: BAB II LANDASAN TEORI Kebijakan Sertifikasi Guru

45

Penilaian presatasi kerja untuk menentukan perilaku seseorang guru dari hasil

kerja seperti yang dapat diandalkan, kemampuan teknis, disiplin, kemampuan

berkomunikasi, serta inisiatif, disamping penilaian prestasi kerja yang berorientasi kepada

hasil kerja.

Mulia Nasution (1994:45), mengatakan bahwa penilaian yang bersifat tingkah

laku sangat cocok diterapkan untuk manajer tingkat bawah, sebab manajer tingkat

menengah ke atas sering meninggalkan pekerjaan pada waktu jam kerja, karena manajer

perlu mengadakan negosiasi keluar perusahaan.

Para manajer dapat dinilai prestasi kerja melalui penilaian perilaku bukan karena

sering meninggalkan tempat kerja, tetapi sifat pekerjaan mereka tidak langsung

berhubungan dengan output.

Para manajer melaksanakan fungsi-fungsi manajemen, yang hasil akhirnya dapat

dilihat dan hasil para pekerja dalam berproduksi, jadi mereka tidak menghasilkan produk

fisik (output) secara langsung.

Ukuran kemampuan besar kemungkinan akan menyebabkan terjadinya penilaian

yang sangat subjektif. Henrt dan Obsan (1991:59), menyatakan kemampuan pekerjaan

dapat mempengaruhi prestasi kerja dalam berbagai cara menurut Chisili (Steers,

1997:147). Keberhasilan manajemen sangat erat hubungannya dengan tingkat

kemampuan intelektual seseorang (seperti kemampuan memahami perkataan lisan,

penalaran secara induktif, daya ingat). Maka makin tinggi kedudukan seseorang dalam

hirarki organisasi, maka makin penting arti kemampuan intelektualnya bagi karya

manajer. Kecuali oleh kemampuan prestasi kerja dapat dipengaruhi oleh perangai pribadi

dan minat pekerja (Steers, 1997:48).

Page 28: BAB II LANDASAN TEORI Kebijakan Sertifikasi Guru

46

Tetapi perangai atau karakter seseorang tidak boleh dijadikan sebagai ukuran

prestasi kerja. Karena kalau perangai dijadikan sebagai prestasi secara formal

didefenisikan sebagai kuantitas dan kualitas pencapaian tugas-tugas, baik yang dialkukan

oleh individu, kelompok ataupun organisasi, aspek kuantitas menunjukkan pada beban

kerja yang telah ditetapkan dalam uraian pekerjaan, sedang kualitas kerja dapat dilihat

dari rapi atau tidaknya hasil pekerjaan yang telah dicapai.

Penilaian kinerja dalam rangka pengembangan sumber daya manusia adalah

sangat penting artinya. Hal ini mengingat bahwa dalam kehidupan organisasi yang

bersangkutan (Saokitdjo Nomoatmodjo, 1998 : 132).

Penilaian kinerja pada dasarnya merupakan salah satu faktor kunci guna

mengembangkan suatu organisasi secara efisien dan efektif (Susila Maryata, 1994 :83).

Lebih lanjut dikatakan penilaian kinerja adalah pross melalui mana organisasi-organisasi

mengevaluasi atau menilai kinerja guru (Sosilo Maryata, 1994:84).

Dalam suatu organisasi ada tiga macam kinerja, yaitu kinerja organisasi, kinerja

proses dan kinerja pekerja tersebut tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya,

kinerja organisasi sangat tergantng pada sukse tidaknya kinerja proses manajemen,

kinerja proses sangat tergzntung pada kinerja pekerja yaitu orang-orang yang

menggerakkan proses tersebut. Fluktuasi kinerja orang naik turun dalam

produktivitasnya, hal ini mempengaruhi kinerja proses dan kinerja organisasi. Adalah

tugas pengelola organisasi untuk menjaga stabilitas proses kerja untuk mencapai tujuan

organisasi.

Keberhasilan seseorang, kelompok atau organisasi dalam pencapaian sasaran atau

target yang telah ditetapkan merupakan kinerja yang telah dilakukan oleh individu,

kelompok atau organisasi tersebut. Landy dan Faar (1983:19) berpendapat :”A work

Page 29: BAB II LANDASAN TEORI Kebijakan Sertifikasi Guru

47

performance of criterion construct can be thought of characteristics of employees, not

directly observable, that is inferred from observable job behaviour in one situation or

occasion and that underlies performance in other situation or occasions”.

Terjemahannya sebagai berikut : "Sebuah kriteria kinerja membangun dapat dianggap

karakteristik karyawan, tidak secara langsung dapat diamati, yang disimpulkan dari

perilaku pekerjaan diamati dalam satu situasi atau kesempatan dan yang mendasari

kinerja dalam situasi lain atau kesempatan".

Dari pendapat di atas dapat diketahui bahwa kinerja dapat dianggap sebagai suatu

sifat atau karakteristik dari individu dalam melaksanakan tugas atau pekerjaannya yang

tidak bisa diamati atau diukur secara langsung. Hal itu baru bisa diamati dalam keadaan

atau situasi yang lain sehingga dapat mendasari kinerja tersebut.

Pendapat yang lain juga dikemukakan oleh Simamora (1995:327) yang

menyebutkan kinerja sebagai suatu keadaan atau tingkah laku seseorang yang harus

dicapai dengan persyaratan tertentu.

Soeprihatno (1996:7) mengatakan bahwa kinerja merupakan hasil kerja seseorang

guru dalam suatu periode tertentu dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, misalnya

standar target/tujuan, atau kinerja yang telah ditentukan terlebih dahulu.

Hariandja (2005: 195) mendefinisikan kinerja sebagai hasil kerja yang dihasilkan

oleh guru atau perilaku nyata yang ditampilkan sesuai dengan perannya dalam organisasi.

Griffin (1987:389) melihat paling tidak ada tiga hal yang menentukan kinerja

seseorang, yaitu kemampuan, kinerja, dan lingkungan. Yang dimaksud dengan

lingkungan disini adalah metodologi yang tepat, material serta alat-alat yang tersedia

untuk melaksanakan pekerjaan tersebut (Performance is determined by three things :

ability, motivation and environment. Environment are methodology, material and tools to

Page 30: BAB II LANDASAN TEORI Kebijakan Sertifikasi Guru

48

do the job). Kemampuan seseorang dalam melaksanakan pekerjaan merupakan kecakapan

untuk melakukan pekerjaan yang sesuai dengan kriteria yang tersedia. Kinerja berkaitan

dengan dorongan dalam diri individu untuk berbuat sesuatu, sedangkan lingkungan

merupakan karakteristik dari luar individu yang dapat membantu pekerjaan dengan

optimal berupa metodologi, material dan peralatan yang tersedia.

Bernardin & Russel (1993:379) mendefinisikan kinerja sebagai berikut: “the

record of outcomes produced on a specified job function or activity during specified time

period” (catatan output yang dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan tertentu atau kegiatan

selama satu periode waktu tertentu).

Sementara itu Milkovich dan Boudreau (1994: 65) menyatakan bahwa kinerja

adalah tingkatan dimana guru memenuhi/mencapai persyaratan kerja yang ditentukan.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, jelas bahwa kinerja merupakan sifat atau

karakteristik suatu pekerjaan yang dinyatakan dalam catatan-catatan kerja seseorang,

kelompok atau organisasi. Untuk mencapai kinerja yang baik, maka seseorang harus

memiliki kecakapan, kinerja dan lingkungan kerja yang diperlukan. Ketiga faktor ini

tidak dapat dipisah antara satu dengan yang lainnya sehingga merupakan faktor yang

saling ketergantungan untuk mendapatkan kinerja yang baik dan optimal dari seseorang.

Proses Pengukuran Kinerja

Hariandja (2005: 200) mengemukakan proses penilaian kinerja sebagai berikut:

a). Penentuan sasaran

b). Penentuan sasaran harus spesifik, terukur, menantang, dan didasarkan pada waktu

tertentu. Di samping itu perlu juga diperhatikan proses penentuan sasaran yang

dirumuskan secara bersama-sama antara atasan dengan bawahan;

c). Penentuan standar kinerja;

Page 31: BAB II LANDASAN TEORI Kebijakan Sertifikasi Guru

49

d). Pengukuran/penilaian terhadap kinerja menghendaki sifat objektif, artinya

mengukur kinerja guru yang sesungguhnya, yang disebut dengan job related. Artinya,

pelaksanaan pengukuran harus mencerminkan pelaksanaan unjuk kerja yang

sesungguhnya atau mengevaluasi perilaku yang mencerminkan keberhasilan

pelaksanaan pekerjaan. Untuk itu sistem penilaian kinerja harus mempunyai standar,

memiliki ukuran yang dapat dipercaya, dan mudah digunakan;

e). Penentuan metode dan pelaksanaan pengukuran;

f). Metode yang dimaksud di sini adalah pendekatan atau cara serta perlengkapan

yang digunakan seperti formulir dan pelaksanaannya. Metode-metode itu seperti

metode perbandingan tes, dan lain-lain dan;

g). Evaluasi pengukuran.

Evaluasi pengukuran merupakan pemberian umpan balik kepada guru mengenai

aspek-aspek unjuk kerja yang harus diubah dan dipertahankan serta berbagai tindakan

yang harus diambil, baik oleh organisasi maupun guru dalam upaya perbaikan kinerja

pada masa yang akan datang.

Berdasarkan uraian mengenai kinerja di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa

kinerja adalah hasil kerja baik secara kualitas maupun kuantitas dan perilaku nyata yang

ditampilkan oleh guru dalam menjalankan perannya dalam organisasi. Pada penelitian

ini, dimensi kinerja meliputi: 1) kualitas kerja, 2) kuantitas kerja, 3) supervisi, 4)

kehadiran, dan 5) konservasi. Definisi ini disimpulkan dari pendapat-pendapat para ahli

yang telah diuraikan pada pembahasan kinerja sebelumnya.

Berkenaan dengan kepentingan penilaian terhadap kinerja guru. Georgia Departemen of

Education telah mengembangkan teacher performance assessment instrument yang

Page 32: BAB II LANDASAN TEORI Kebijakan Sertifikasi Guru

50

kemudian dimodifikasi oleh Depdiknas menjadi Alat Penilaian Kemampuan Guru

(APKG). Alat penilaian kemampuan guru, meliputi:

(1). Rencana pembelajaran (teaching plans and materials) atau disebut dengann RPP

(Rencana Pelaksanaan Pembelajaran),;

(2). Prosedur pembelajaran (classroom procedure); dan

(3). Hubungan antar pribadi (interpersonal skill).

Indikator penilaian terhadap kinerja guru dilakukan terhadap tiga kegiatan pembelajaran

dikelas yaitu:

1. Perencanaan Program Kegiatan Pembelajaran

Tahap perencanaan dalam kegiatan pembelajaran adalah tahap yang

berhubungan dengan kemampuan guru menguasai bahan ajar. Kemampuan guru dapat

dilihat dari cara atau proses penyusunan program kegiatan pembelajaran yang

dilakukan oleh guru, yaitu mengembangkan silabus dan rencana pelaksanaan

pembelajaran(RPP). Unsur/komponen yang ada dalam silabus terdiri dari:

a. Identitas Silabus;

b. Stándar Kompetensi (SK);

c. Kompetensi Dasar (KD);

d. Materi Pembelajaran;

e. Kegiatan Pembelajaran;

f. Indikator;

g. Alokasi waktu; dan

h. Sumber pembelajaran.

Page 33: BAB II LANDASAN TEORI Kebijakan Sertifikasi Guru

51

Program pembelajaran jangka waktu singkat sering dikenal dengan sitilah RPP,

yang merupakan penjabaran lebih rinci dan specifik dari silabus, ditandai oleh adnya

komponen-komponen :

a. Identitas RPP;

b. Stándar Kompetensi (SK);

c. Kompetensi dasar (KD);

d. Indikator;

e. Tujuan pembelajaran;

f. Materi pembelajaran;

g. Metode pembelajaran;

h. Langkah-langkah kegiatan;

i. Sumber pembelajaran; dan

j. Penilaian.

2. Pelaksanaan Kegiatan Pembelajaran

Kegiatan pembelajaran di kelas adalah inti penyelenggaraan pendidikan yang

ditandai oleh adanya kegiatan pengelolaan kelas, penggunaan media dan sumber

belajar, dan penggunaan metode serta strategi pembejaran. Semua tugas tersebut

merupakan tugas dan tanggung jawab guru yang secara optimal dalam pelaksanaanya

menuntut kemampuan guru dalam :

a. Pengelolaan Kelas

Kemampuan menciptakan suasana kondusif di kelas guna mewujudkan

proses pembelajaran yang menyenangkan adalah tuntutan bagi seorang guru

dalam pengelolaan kelas. Kemampuan guru dalam memupuk kerjasama dan

disiplin siswa dapat diketahui melalui pelaksanaan piket kebersihan, ketepatan

Page 34: BAB II LANDASAN TEORI Kebijakan Sertifikasi Guru

52

waktu masuk dan keluar kelas, melakukan absensi setiap akan memulai

proses pembelajaran, dan melakukan pengaturan tempat duduk siswa.

Kemampuan lainnya dalam pengelolaan kelas adalah pengaturan

ruang/setting tempat duduk siswa yang dilakukan pergantian, tujuannya

memberikan kesempatan belajar secara merata kepada siswa.

b. Penggunaan Media dan Sumber Belajar

Kemampuan lainnya dalam pelaksanaan pembelajaran yang perlu dikuasi

guru di samping pengelolaan kelas adalah menggunakan media dan sumber belajar.

Media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan

(materi pembelajaran), merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemampuan

siswa, sehingga dapat mendorong proses pembelajaran. (R. Ibrahim dan Nana

Syaodih S., 1993: 78)

Sedangkan yang dimaksud dengan sumber belajar adalah buku pedoman.

Kemampuan menguasai sumber belajar di samping mengerti dan memahami buku

teks, seorang guru juga harus berusaha mencari dan membaca buku-buku/sumber-

sumber lain yang relevan guna meningkatkan kemampuan terutama untuk

keperluan perluasan dan pendalaman materi, dan pengayaan dalam proses

pembelajaran.

Kemampuan menggunakan media dan sumber belajar tidak hanya

menggunakan media yang sudah tersedia seperti media cetak, media audio, dan

media audio visual. Tatapi kemampuan guru di sini lebih ditekankan pada

penggunaan objek nyata yang ada di sekitar sekolahnya.

Dalam kenyataan di lapangan guru dapat memanfaatkan media yang sudah

ada (by utilization) seperti globe, peta, gambar dan sebagainya, atau guru dapat

Page 35: BAB II LANDASAN TEORI Kebijakan Sertifikasi Guru

53

mendesain media untuk kepentingan pembelajaran (by design) seperti membuat

media foto, film, pembelajaran berbasis komputer, dan sebagainya.

c. Penggunaan Metode Pembelajaran

Kemampuan berikutnya adalah penggunaan metode pembelajaran. Guru

diharapkan mampu memilih dan menggunakan metode pembelajaran sesuai dengan

materi yang akan disampaikan. Menurut R. Ibrahim dan Nana S. Sukmadinata

(1993: 74) ”Setiap metode pembelajaran memiliki kelebihan dan kelemahan dilihat

dari berbagai sudut, namun yang penting bagi guru metode manapun yang

digunakan harus jelas tujuan yang akan dicapai”.

Karena siswa memiliki interes yang sangat heterogen idealnya seorang

guru harus menggunakan multi metode, yaitu memvariasikan penggunaan metode

pembelajaran di dalam kelas seperti metode ceramah dipadukan dengan tanya

jawab dan penugasan atau metode diskusi dengan pemberian tugas dan seterusnya.

Hal ini dimaksudkan untuk menjembatani kebutuhan siswa, dan menghindari

terjadinya kejenuhan yang dialami siswa.

3. Evaluasi/Penilaian Pembelajaran

Penilaian hasil belajar adalah kegiatan atau cara yang ditujukan untuk

mengetahui tercapai atau tidaknya tujuan pembelajaran dan juga proses pembelajaran

yang telah dilakukan. Pada tahap ini seorang guru dituntut memiliki kemampuan

dalam menentukan pendekatan dan cara-cara evaluasi, penyusunan alat-alat evaluasi,

pengolahan, dan penggunaan hasil evaluasi. Pendekatan atau cara yang dapat

digunakan untuk melakukan evaluasi/ penilaian hasil belajar adalah melalui

Penilaian Acuan Norma (PAN) dan Penilaian Acuan Patokan (PAP). PAN adalah

cara penilaian yang tidak selalu tergantung pada jumlah soal yang diberikan atau

Page 36: BAB II LANDASAN TEORI Kebijakan Sertifikasi Guru

54

penilaian dimasudkan untuk mengetahui kedudukan hasil belajar yang dicapai

berdasarkan norma kelas. Siswa yang paling besar skor yang didapat di kelasnya,

adalah siswa yang memiliki kedudukan tertinggi di kelasnya.

Sedangkan PAP adalah cara penilaian, dimana nilai yang diperoleh siswa

tergantung pada seberapa jauh tujuan yang tercermin dalam soal-soal tes yang dapat

dikuasai siswa. Nilai tertinggi adalah nilai sebenarnya berdasarkan jumlah soal tes

yang dijawab dengan benar oleh siswa. Dalam PAP ada passing grade atau batas lulus,

apakah siswa dapat dikatakan lulus atau tidak berdasarkan batas lulus yang telah

ditetapkan.

Pendekatan PAN dan PAP dapat dijadikan acuan untuk memberikan penilaian

dan memperbaiki sistem pembelajaran. Kempuan lainnya yang perlu dikuasai guru

pada kegiatan evaluasi/ penilaian hasil belajar adalah menyusun alat evaluasi. Alat

evaluasi meliputi : tes tertulis, tes lisan, dan tes perbuatan. Seorang guru dapat

menentukan alat tes tersebut sesuai dengan materi yang disampaikan. Bentuk tes

tertulis yang banyak dipergunakan guru adalah ragam benar/salah, pilihan ganda,

menjodohkan, melengkapi, dan jawaban singkat.

Tes lisan adalah soal tes yang diajukan dalam bentuk pertanyaan lisan dan

langsung dijawab oleh siswa secara lisan. Tes ini umumya ditujukan untuk mengulang

atau mengetahui pemahaman siswa terhadap materi pelajaran yang telah disampaikan

sebelumnya.

Tes perbuatan adalah tes yang dilakukan guru kepada siswa. Dalam hal ini

siswa diminta melakukan atau memperagakan sesuatu perbuatan sesuai dengan materi

yang telah diajarkan seperti pada mata pelajaran kesenian, keterampilan, olahraga,

komputer, dan sebagainya. Indikasi kemampuan guru dalam penyusunan alat-alat tes

Page 37: BAB II LANDASAN TEORI Kebijakan Sertifikasi Guru

55

ini dapat digambarkan dari frekuensi penggunaan bentuk alat-alat tes secara variatif,

karena alat-alat tes yang telah disusun pada dasarnya digunakan sebagai alat penilaian

hasil belajar.

Di samping pendekatan penilaian dan penyusunan alat-alat tes, hal lain yang

harus diperhatikan guru adalah pengolahan dan penggunaan hasil belajar. Ada dua

hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan hasil belajar, yaitu:

a. Jika bagian-bagian tertentu dari materi pelajaran yang tidak dipahami oleh sebagian

kecil siswa, guru tidak perlu memperbaiki program pembelajaran, melainkan

cukup memberikan kegiatan remidial bagi siswa-siswa yang bersangkutan.

b. Jika bagian-bagian tertentu dari materi pelajaran tidak dipahami oleh sebagian

besar siswa, maka diperlukan perbaikan terhadap program pembelajaran,

khususnya berkaitan dengan bagian-bagian yang sulit dipahami.

Mengacu pada kedua hal tersebut, maka frekuensi kegiatan pengembangan

pembelajaran dapat dijadikan indikasi kemampuan guru dalam pengolahan dan

penggunaan hasil belajar. Kegiatan-kegiatan tersebut meliputi:

a. Kegiatan remedial, yaitu penambahan jam pelajaran, mengadakan tes, dan

menyediakan waktu khusus untuk bimbingan siswa.

b. Kegiatan perbaikan program pembelajaran, baik dalam program semesteran

maupun program satuan pelajaran atau rencana pelaksanaan pembelajaran, yaitu

menyangkut perbaikan berbagai aspek yang perlu diganti atau disempurnakan.

Indikator Abilitas Guru

Abilitas dapat dipandang sebagai suatu karakteristik umum dari seseorang yang

berhubungan dengan pengetahuan dan keterampilan yang diwujudkan melalui tindakan.

Page 38: BAB II LANDASAN TEORI Kebijakan Sertifikasi Guru

56

Abilitas seorang guru secara aplikatif indikatornya dapat digambarkan melalui delapan

keterampilan mengajar (teaching skills), yakni :

1. Keterampilan Bertanya (Questioning skills)

Dalam proses pembelajaran, bertanya memainkan peranan penting, hal ini

dikarenakan pertanyaan yang tersusun dengan baik dan teknik melontarkan

pertanyaan yang tepat akan memberikan dampak positif terhadap siswa, yiatu:

a. Meningkatkan pastisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran.

b. Membangkitkan minat dan rasa ingin tahu siswa terhadap sesuatu masalah yang

sedang dibicarakan.

c. Mengembangkan pola fikir dan cara belajar aktif dari siswa, karena pada

hakikatnya berpikir itu sendiri sesungguhnya adalah bertanya.

d. Menuntun proses berpikir siswa.

Indikator penilaian terhadap kinerja guru dilakukan terhadap tiga kegiatan

pembelajaran dikelas yaitu:

a. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) atau teaching plans and materials yang

baik akan membantu siswa agar dapat menentukan jawaban yang baik.

b. Prosedur Pembelajaran (classroom procedure),

c. Hubungan antar pribadi (interpersonal skill).

Memusatkan perhatian siswa terhadap masalah yang sedang dibahas. Pertanyaan yang

baik menurut Uzer Usman (1992: 67) adalah:

1. Jelas dan mudah dimengerti oleh siswa.

2. Berikan informasi yang cukup untuk menjawab pertanyaan.

3. Difokuskan pada suatu masalah atau tugas tertentu.

Page 39: BAB II LANDASAN TEORI Kebijakan Sertifikasi Guru

57

4. Berikan waktu yang cukup kepada siswa untuk berpikir sebelum menjawab

pertanyaan.

5. Berikan pertanyaan kepada seluruh siswa secara merata.

6. Berikan respon yang ramah dan menyenangkan sehingga timbul keberanian

siswa untuk menjawab dan bertanya.

7. Tuntunlah jawaban siswa sehingga mereka dapat menemukan sendiri jawaban

yang benar.

2. Keterampilan Memberi Penguatan (Reinforcement Skills)

Penguatan adalah segala bentuk respon apakah bersifat verbal (diungkapkan

dengan kata-kata langsung seperti: bagus, pintar, ya, betul, tepat sekali, dan

sebagainya), maupun nonverbal (biasanya dilakukan dengan gerak,isyarat, pendekatan,

dan sebagainya) merupakan bagian dari modifikasi tingkah laku guru terhadap tingkah

laku siswa yang bertujuan untuk memberikan informasi atau umpan balik (feedback )

bagi siswa atas perbuatannya sebagai suatu tindak dorongan atau koreksi.

Reinforcement dapat berarti juga respon terhadap suatu tingkah laku yang

dapat meningkatkan kemungkinan berulangnya kembali tingkah laku tersebut.

Tindakah tersebut dimaksudkan untuk memberikan ganjaran atau membesarkan hati

siswa agar mereka lebih giat berpartisipasi dalam interaksi pembelajaran.

Tujuan dari pemberian penguatan ini adalah untuk :

(1). Meningkatkan perhatian siswa terhadap pembelajaran.

(2). Merangsang dan meningkatkan kinerja belajar.

(3). Meningkatkan kegiatan belajar dan membina tingkah laku siswa yang produktif.

Ada 4 cara dalam memberikan penguatan (reinforcement) yaitu:

Page 40: BAB II LANDASAN TEORI Kebijakan Sertifikasi Guru

58

a. Penguatan kepada pribadi tertentu.

Penguatan harus jelas kepada siapa ditujukan, yaitu dengan cara menyebutkan

namanya, sebab bila tidak jelas akan tidak efektif.

b. Penguatan kepada kelompok siswa.

Penguatan dengan memberikan penghargaan kepada kelompok siswa yang dapat

menyelesaikan tugas dengan baik.

c. Pemberian penguatan dengan cara segera.

Penguatan seharusnya diberikan sesegera mungkin setelah muncul tingkah

laku/respon siswa yang diharapkan. Penguatan yang ditunda cenderung kurang

efektif.

d. Variasi dalam penggunaan.

Jenis penguatan yang diberikan hendaknya bervariasi, tidak terbatas pada satu

jenis saja karena akan menimbulkan kebosanan, dan lama kelamaan akan

kurang efektif.

3. Keterampilan Mengadakan Variasi

Variasi stimulus adalah suatu kegiatan guru dalam konteks proses interaksi

pembelajaran yang ditujukan untuk mengatasi kejenuhan siswa, sehingga dalam

situasi belajar mengajar, siswa menunjukkan ketekunan, antusiasme serta penuh

partisipasi.

Tujuan dan manfaat variation skills adalah untuk :

a. Menimbulkan dan meningkatkan perhatian siswa kepada aspek-aspek pembelajaran

yang relevan.

b. Memberikan kesempatan berkembangnya bakat yang dimiliki siswa

Page 41: BAB II LANDASAN TEORI Kebijakan Sertifikasi Guru

59

c. Memupuk tingkah laku yang positif terhadap guru dan sekolah dengan

berbagai cara mengajar yang lebih hidup dan lingkungan belajar yang lebih baik.

d. Memberi kesempatan kepada siswa untuk memperoleh cara menerima pe lajaran

yang disenangi.

Ada tiga prinsip penggunaan variation skills yang perlu diperhatikan guru

yaitu:

a. Variasi hendaknya digunakan dengan suatu maksud tertentu yang relevan dengan

tujuan yang hendak dicapai.

b. Variasi harus digunakan secara lancar dan berkesinambungan sehingga tidak akan

merusak perhatian siswa dan tidak mengganggu kegiatan pembelajaran.

c. Direncanakan secara baik, dan secara eksplisit dicantumkan dalam rencana

pelaksanaan pembelajaran (RPP).

4. Keterampilan Menjelaskan (Explaning skills)

Keterampilan menjelaskan dalam pembelajaran adalah penyajian informasi

secara lisan yang diorganisasi secara sistematis untuk menunjukkan adanya

hubungan yang satu dengan lainnya, misalnya sebab dan akibat. Penyampaian

informasi yang terencana dengan baik dan disajikan dengan urutan yang cocok

merupakan ciri utama kegiatan menjelaskan.

Pemberian penjelasan merupakan aspek yang sangat penting dari kegiatan

guru dalam berinteraksi dengan siswa di dalam kelas. Tujuan pemberian penjelasan

dalam pembelajaran adalah: (1). membimbing siswa untuk dapat memahami konsep,

hukum, dalil, fakta, dan prinsip secara objektif dan bernalar; (2). melibatkan siswa

untuk berfikir dengan memacahkan masalah-masalah atau pertanyaan; (3).

Page 42: BAB II LANDASAN TEORI Kebijakan Sertifikasi Guru

60

mendapatkan balikan dari siswa mengenai tingkat pemahamannya dan untuk

mengatasi kesalahpahaman siswa; dan (4). membimbing siswa untuk menghayati dan

mendapat proses penalaran dan menggunakan bukti-bukti dalam memecahkan

masalah.

a. Komponen-komponen dalam Menjelaskan (explaning skills)

1). Merencanakan

Penjelasan yang dilakukan guru perlu direncanakan dengan baik,

terutama yang berkenaan dengan isi materi dan siswa itu sendiri. Isi materi

meliputi analisis masalah secara keseluruhan, penentuan jenis hubungan yang

ada di antara unsur-unsur yang dikaitkan dengan penggunaan rumus, hukum,

generalisasi yang sesuai dengan hubungan yang telah ditentukan. Hal-hal

yang berhubungan dengan siswa hendaknya diperhatikan perbedaan individual

tiap siswa baik itu usia, tugas perkembangan, jenis kelamin, kemampuan,

interes, latar belakang sosial budaya, bakat, dan lingkungan belajar anak.

2). Penyajian Suatu Penjelasan

Penyajian suatu penjelasan dapat ditingkatkan hasilnya dengan

memperhatikan hal-hal berikut ini:

a). Kejelasan. Penjelasan hendaknya diberikan dengan menggunakan bahasa

yang mudah dimengerti oleh siswa, hindari penggunaan kata yang tidak

perlu.

b). Penggunaan Contoh dan Ilustrasi. Memberikan penjelasan sebaiknya

menggunakan contoh-contoh yang ada hubungannya dengan sesuatu yang

dapat ditemui oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari (kontekstual).

Page 43: BAB II LANDASAN TEORI Kebijakan Sertifikasi Guru

61

c). Pemberian Tekanan. Dalam memberikan penjelasan guru harus memusatkan

perhatian siswa kepada masalah/topik utama dan mengurangi informasi

yang tidak terlalu penting.

d). Penggunaan Balikan. Guru hendaknya memberikan kesempatan

kepadasiswa untuk menunjukkan pemahaman, keraguan, atau

ketidakmengertian siswa ketika penjelasan itu diberikan.

5. Keterampilan Membuka dan Menutup Pelajaran (Set Induction and Closure Skills).

Membuka pelajaran (set induction) adalah usaha atau kegiatan yang dilakukan

oleh guru dalam kegiatan pembelajaran untuk menciptakan pra-kondisi bagi siswa agar

mental maupun perhatiannnya terpusat pada apa yang akan dipelajarinya, sehingga

usaha tersebut akan memberikan efek yang positif terhadap kegiatan belajar.

Menutup pelajaran (closure skills) adalah kegiatan yang dilakukan oleh guru

untuk mengakhiri kegiatan pembelajaran. Kegiatan ini dimaksudkan untuk

memberikan gambaran menyeluruh tentang apa yang telah dipelajari oleh siswa,

mengetahui tingkat pencapaian siswa dan tingkat keberhasilan guru dalam proses

pembelajaran.

Komponen membuka dan menutup pelajaran sebagaimana dijelaskan M.

Uzer Usman (1992: 85) adalah sebagai berikut:

a. Membuka Pelajaran

Membuka Pelajaran, komponennya meliputi:

1). Menarik perhatian siswa. Gaya mengajar, penggunaan media pembelajaran

atau pola interaksi yang bervariasi.

Page 44: BAB II LANDASAN TEORI Kebijakan Sertifikasi Guru

62

2). Menimbulkan kinerja, disertasi kehangatan dan keantusiasan, menimbulkan

rasa ingin tahu, mengemukakan ide yang bertentangan dan memperhatikan

minat atau interest siswa.

3). Memberi acuan melalui berbagai usaha, seperti mengemukakan tujuan

pembelajaran dan batas-batas tugas, menyarankan langkah-langkah yang akan

dilakukan, mengingatkan masalah pokok yang akan dibahas dan

mengajukan beberapa pertanyaan.

4). Memberikan apersepsi (memberikan kaitan antara materi sebelumnya dengan

materi yang akan dipelajari) sehingga materi yang dipelari merupakan satu

kesatuan yang utuh yang tidak terpisah-pisah.

b. Menutup Pelajaran.

Dalam menutup pelajaran, cara yang harus dilakukan guru adalah:

1). Meninjau kembali penguasaan materi pokok dengan merangkum atau

menyimpulkan hasil pembelajaran.

2). Melakukan evaluasi. Bentuk evaluasi yang dilakukan oleh guru antara lain

adalah mendemonstrasikan keterampilan, mengaplikasikan ide baru pada

situasi lain, mengeksplorasi pendapat siswa sendiri dan memberikan soal-soal

tertulis.

6. Keterampilan Membimbing Diskusi Kelompok Kecil

Diskusi kelompok adalah suatu proses yang teratur yang melibatkan

sekelompok siswa dalam interaksi tatap muka yang informal dengan berbagai

pengalaman atau informasi, pengambilan kesimpulan dan pemacahan masalah. Siswa

berdiskusi dalam kelompok-kelompok kecil di bawah bimbingan guru atau

temannya untuk berbagi informasi, pemecahan masalah atau pengambilan

Page 45: BAB II LANDASAN TEORI Kebijakan Sertifikasi Guru

63

keputusan. Komponen-komponen yang perlu dikuasi guru dalam membimbing

diskusi kelompok yaitu:

a. Memusatkan perhatian siswa pada tujuan dan topik diskusi, dengan cara

merumuskan tujuan dan topik yang akan dibahas pada awal diskusi, kemukakan

masalah-masalah khusus, catat perubahan atau penyimpangan diskusi dari tujuan

dan merangkum hasil diskusi.

b. Memperjelas masalah, untuk menghindari kesalah pahaman dalam memimpin

diskusi seorang guru perlu memperjelas atau menguraikan permasalahan, meminta

komentar siswa, dan menguraikan gagasan siswa dengan memberikan informasi

tambahan agar kelompok peserta diskusi memperoleh pengertian yang lebih jelas.

c. Menganalisis pandangan siswa. Adanya perbedaan pendapat dalam diskusi,

menuntut seorang guru harus mampu menganalisis dengan cara memperjelas hal-

hal yang disepakati dan hal-hal yang perlu disepakati di samping meneliti apakah

suatu alasan mempunyai dasar yang kuat.

d. Meningkatkan urunan siswa, yaitu mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang

menantang, memberikan contoh dengan tepat, dan memberikan waktu untuk

berpikir dan memberikan urun pendapat siswa dengan penuh perhatian.

e. Memberikan kesempatan untuk berpartisipasi, dilakukan engan cara

memancing pertanyaan siswa yang enggan berpartisipasi, memberikan

kesempatan pada siswa yang belum bertanya (diam) terlebih dahulu, mencegah

monopoli pembicaraan, dan mendorong siswa untuk berkomentar terhadap

pertanyaan temannya.

f. Menutup diskusi, yaitu membuat rangkuman hasil diskusi, menindaklanjuti hasil

diskusi dan mengajak siswa untuk menilai proses maupun hasil diskusi.

Page 46: BAB II LANDASAN TEORI Kebijakan Sertifikasi Guru

64

g. Hal-hal yang perlu dihindari yaitu mendominasi/monopoli pembicaraan

dalam diskusi, membiarkan terjadinya penyimpangan dalam diskusi.

7. Keterampilan Mengelola Kelas

Pengelolaan kelas adalah keterampilan guru untuk menciptakan dan

memelihara kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya bila

terjadi gangguan dalam proses pembelajaran, seperti penghentian perilaku siswa

yang memindahkan perhatian kelas, memberikan ganjaran bagi siswa yang tepat

waktu dalam dalam menyelesaikan tugas atau penetapan norma kelompok yang

produktif. Komponen-komponen dalam mengelola kelas adalah sebagai berikut :

1) Keterampilan yang berhubungan dengan penciptaan dan pemeliharaan kondisi

belajar yang optimal, seperti menunjukkan sikap tanggap, memberikan perhatian,

memusatkan perhatian kelompok, memberikan petunjuk yang jelas, menegur bila

siswa melakukan tindakan menyimpang, memberikan penguatan

(reinforcement).

2) Keterampilan yang berhubungan dengan pengembalian kondisi belajar

yang optimal, yaitu berkaitan dengan respon guru terhadap gangguan siswa yang

berkelanjutan dengan maksud agar guru dapat melakukan tindakan remidial

untuk mengembalikan kondisi belajar yang optimal.

Guru dapat menggunakan strategi :

a) Modifikasi tingkah laku. Guru hendaknya menganalisis tingkah laku siswa yang

mengalami masalah/kesulitan dan berusaha memodifikasi tingkah laku tersebut

dengan mengaplikasikan pemberian penguatan secara sistematis.

Page 47: BAB II LANDASAN TEORI Kebijakan Sertifikasi Guru

65

b) Guru menggunakan pendekatan pemecahan masalah kelompok dengan cara

memperlancar tugas-tugas melalui kerjasama di antara siswa dan memelihara

kegiatan kegiatan kelompok.

c) Menemukan dan memecahkan tingkah laku yang menimbulkan masalah.

Disamping dua jenis keterampilan di atas, hal lain yang perlu diperhatikan oleh

guru dalam pengelolaan kelas adalah menghindari campur tangan yang berlebihan,

menghentikan penjelasan tanpa alasan, ketidaktepatan memulai dan mengakhiri

kegiatan, penyimpangan, dan sikap yang terlalu membingungkan.

8. Keterampilan Pembelajaran Perseorangan.

Pembelajaran ini terjadi bila jumlah siswa yang dihadapi oleh guru terbatas

yaitu antara 3 - 8 orang untuk kelompok kecil, dan seorang untuk perseorangan.

Hakikat pembelajaran perseorangan adalah:

a. Terjadinya hubungan interpersonal antara guru dengan siswa dan juga siswa dengan

siswa.

b. Siswa belajar sesuai dengan kecepatan dan kemampuan masing-masing.

c. Siswa mendapat bantuan dari guru sesuai dengan kebutuhannya.

d. Siswa dilibatkan dalam perencanaan kegiatan pembelajaran.

Peran guru dalam pembelajaran perseorangan ini adalah sebagai organisator,

narasumber, motivator, fasilitator, konselor dan sekaligus sebagai peserta kegiatan.

Komponen-komponen yang perlu dikuasi guru berkenaan dengan pembelajaran

perseorangan ini adalah :

a. Keterampilan mengadakan pendekatan secara pribadi.

b. Keterampilan mengorganisasi.

Page 48: BAB II LANDASAN TEORI Kebijakan Sertifikasi Guru

66

c. Keterampilan membimbing dan memudahkan belajar, yaitu memungkinkan guru

membantu siswa untuk maju tanpa mengalami frustasi. Hal ini dapat dicapai bagi

guru yang memiliki keterampilan dalam memberikan penguatan dan

mengembangkan supervisi.

d. Keterampilan merencanakan dan melaksanakan kegiatan pembelajaran,

mencakup membantu siswa menetapkan tujuan dan menstimulasi siswa

untuk tujuan tersebut, merencanakan kegiatan pembelajaran bersama siswa

yang mencakup kriteria keberhasilan, langkah-langkah kegiatan pembelajaran,

waktu serta kondisi belajar, bertindak sebagai supervisor dan membantu siswa

menilai pencapaiannya sendiri.

Hubungan Kinerja dengan Mutu Kerja

Kinerja merupakan terjemahan dari bahasa Inggris, work performance atau job

performance tetapi dalam bahasa Inggrisnya sering disingkat menjadi performance saja.

Kinerja dalam bahasa Indonesia disebut juga prestasi kerja. Kinerja atau prestasi kerja

(performance) diartikan sebagai ungkapan kemampuan yang didasari oleh pengetahuan,

sikap, ketrampilan dan kinerja dalam menghasilkan sesuatu.

Penilaian kinerja menurut Hendri Simamora adalah alat yang berfaedah tidak

hanya untuk mengevaluasi kerja dari para karyawan, tetapi juga untuk mengembangkan

dan mekinerja kalangan karyawan. Sejalan dengan pendapat tersebut Hasibuan

mengemukakan bahwa penilaian prestasi adalah kegiatan manajer untuk mengevaluasi

perilaku prestasi kerja karyawan serta menetapkan kebijaksanaan selanjutnya.

Dalam penilaian kinerja tidak hanya semata-mata menilai hasil fisik, tetapi

pelaksanaan pekerjaan secara keseluruhan yang menyangkut berbagai bidang seperti

Page 49: BAB II LANDASAN TEORI Kebijakan Sertifikasi Guru

67

kemampuan, kerajinan, disiplin, hubungan kerja atau hal-hal khusus sesuai bidang

tugasnya semuanya layak untuk dinilai. Prestasi kerja merupakan gabungan dari tiga

faktor penting. Semakin tinggi ketiga faktor tersebut, maka semakin besarlah prestasi

kerja karyawan bersangkutan. Adapun ketiga faktor tersebut adalah :

1. Kemampuan dan minat seorang pekerja,

2. Penerimaan atas penjelasan delegasi tugas,

3. Peran dan tingkat kinerja seorang pekerja.

Dari pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa apabila seorang guru telah

memiliki kemampuan dalam penguasaan bidang pekerjaannya, mempunyai minat untuk

melakukan pekerjaan tersebut, adanya kejelasan peran dan kinerja pekerjaan yang baik,

maka guru tersebut memiliki landasan yang kuat untuk berprestasi lebih baik.

Ukuran kinerja secara umum yang kemudian diterjemahkan ke dalam penilaian

prilaku secara mendasar meliputi: (1) kualitas kerja; (2) pengetahuan tentang pekerjaan;

(3) pendapat atau pernyataan yang disampaikan; (4) keputusan yang diambil; (5)

perencanaan kerja; (6) daerah organisasi kerja.

Jika kinerja adalah kuantitas dan kualitas pekerjaan yang diselesaikan oleh

individu, maka kinerja merupakan output pelaksanaan tugas. Kinerja mempunyai

hubungan yang erat dengan masalah produktivitas, karena merupakan indikator dalam

menentukan bagaimana usaha untuk mencapai tingkat produktivitas yang tinggi dalam

suatu organisasi.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Guru

Adapun Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja guru menurut para ahli adalah sebagai

berikut :

Page 50: BAB II LANDASAN TEORI Kebijakan Sertifikasi Guru

68

1. Kepribadian dan dedikasi

Setiap guru memiliki pribadi masing-masing sesuai ciri-ciri pribadi yang mereka

miliki. Ciri-ciri inilah yang membedakan seorang guru dari guru lainnya. Kepribadian

sebenarnya adalah suatu masalah abstrak, yang hanya dapat dilihat dari penampilan,

tindakan, ucapan, cara berpakaian dan dalam menghadapi setiap persoalan.

Hal tersebut sesuai dengan pendapat Zakiah Darajat (dalam Djamarah SB,

1994) bahwa kepribadian yang sesungguhnya adalah abstrak, sukar dilihat atau

diketahui secara nyata, yang dapat diketahui adalah penampilan atau bekasnya dalam

segala segi dan aspek kehidupan misalnya dalam tindakannya, ucapan, caranya

bergaul, berpakaian dan dalam menghadapi setiap persoalan atau masalah, baik yang

ringan maupun yang berat.

Kloges (dalam Suryabrata, 2001) mengemukakan bahwa ada tiga aspek

kepribadian yaitu : (1) Materi atau bahan yaitu semua kemampuan (daya) pembawaan

beserta talent-talentnya (keistimewaan-keistimewaan nya), (2) Struktur yaitu sifat-sifat

bentuknya atau sifat-sifat normalnya. (3) Kualitas atau sifat yaitu sistem dorongan-

dorongan. Sedangkan Menurut Freud (1950), kepribadian terdiri tiga aspek yaitu : (1)

Das Es (the id) yaitu aspek biologis, aspek ini merupakan sistem yang original dalam

kepribadian sehingga aspek ini merupakan dunia bathin subyektif manusia dan tidak

mempunyai hubungan langsung dengan dunia obyektif. (2) Das Ich (the ego) yaitu

aspek psikologis, aspek ini timbul karena kebutuhan individu untuk berhubungan

dengan dunia nyata, (3) Das Ueber Ich (the super ego) yaitu aspek sosiologis

kepribadian merupakan wakil dari nilai-nilai tradisional serta cita-cita masyarakat

sebagaimana ditafsirkan orang tua kepada anak-anaknya, yang dimasukkan dengan

berbagai perintah dan larangan.

Aspek-aspek tersebut di atas merupakan potensi kepribadian sebagai syarat

mutlak yang harus dimiliki oleh seorang guru dalam melaksanakan profesinya.

2. Pengembangan Profesi

Page 51: BAB II LANDASAN TEORI Kebijakan Sertifikasi Guru

69

Profesi guru kian hari menjadi perhatian seiring dengan perubahan Ilmu

Pengetahuan dan Teknologi yang menuntut kesiapan agar tidak ketinggalan. Menurut

Pidarta (1999) bahwa Profesi ialah suatu jabatan atau pekerjaan biasa seperti halnya

dengan pekerjaan-pekerjaan lain. Tetapi pekerjaan itu harus diterapkan kepada

masyarakat untuk kepentingan masyarakat umum, bukan untuk kepentingan

individual, kelompok, atau golongan tertentu.

Lebih lanjut Pidarta (1997) mengemukakan ciri-ciri profesi sebagai berikut :

(1) Pilihan jabatan itu didasari oleh motivasi yang kuat dan merupakan panggilan

hidup orang bersangkutan, (2) Telah memiliki ilmu, pengetahuan, dan keterampilan

khusus, yang bersifat dinamis dan berkembang terus. (3) Ilmu pengetahuan, dan

keterampilan khusus tersebut di atas diperoleh melalui studi dalam jangka waktu lama

di perguruan tinggi. (4) Punya otonomi dalam bertindak ketika melayani klien, (5)

Mengabdi kepada masyarakat atau berorientasi kepada layanan sosial, bukan untuk

mendapatkan keuntungan finansial. (6) Tidak mengadvertensikan keahlian-nya untuk

mendapatkan klien. (7) Menjadi anggota profesi. (8) Organisasi profesi tersebut

menetukan persyaratan penerimaan para anggota, membina profesi anggota,

mengawasi perilaku anggota, memberikan sanksi, dan memperjuangkan kesejahteraan

anggota.

Pengembangan profesional guru harus memenuhi standar sebagaimana yang

dikemukakan Stiles dan Horsley (1998) bahwa ada empat standar pengembangan

profesi guru yaitu:

(1) Standar pengembangan profesi A adalah pengembangan profesi untuk para guru

sains memerlukan pembelajaran isi sains yang diperlukan melalui perspektif-perspektif

dan metode-metode inquiri.; (2) Standar pengembangan profesi B adalah

pengembangan profesi untuk guru sains memerlukan pengintegrasian pengetahuan

sains, pembelajaran, pendidikan, dan siswa, juga menerapkan pengetahuan tersebut ke

pengajaran sains; (3) Standar pengembangan profesi C adalah pengembangan profesi

untuk para guru sains memerlukan pembentukan pemahaman dan kemampuan untuk

Page 52: BAB II LANDASAN TEORI Kebijakan Sertifikasi Guru

70

pembelajaran sepanjang masa.; (4) Standar pengembangan profesi D adalah program-

program profesi untuk guru sains harus koheren (berkaitan) dan terpadu.

Menurut Akadum (1999) bahwa ada lima penyebab rendahnya profesionalisme

guru yaitu : (1) Masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara total, (2)

Rentan dan rendahnya kepatuhan guru terhadap norma dan etika profesi keguruan, (3)

Pengakuan terhadap ilmu pendidikan dan keguruan masih setengah hati dari

pengambilan kebijakan dan pihak-pihak terlibat. Hal ini terbukti dari masih belum

mantapnya kelembagaan pencetak tenaga keguruan dan kependidikan, (4) Masih

belum smoothnya perbedaan pendapat tentang proporsi materi ajar yang diberikan

kepada calon guru, (5) Masih belum berfungsi PGRI sebagai organisasi profesi yang

berupaya secara maksimal meningkatkan profesionalisme anggotanya.

Upaya meningkatkan profesionalisme guru di antaranya melalui (1) Peningkatan

kualifikasi dan persyaratan jenjang pendidikan yang lebih tinggi bagi tenaga pengajar.

(2) Program sertifikasi (Pantiwati, 2001). Selain sertifikasi, menurut Supriadi (1998)

yaitu mengoptimalkan fungsi dan peran kegiatan dalam bentuk PKG (Pusat Kegiatan

Guru), KKG (Kelompok Kerja Guru), dan MGMP (musyawarah Guru Mata

Pelajaran) yang memungkinkan para guru untuk berbagi pengalaman dalam

memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi dalam kegiatan mengajarnya. Hal

tersebut diperkuat pendapat dari Pidarta (1999) bahwa mengembangkan atau membina

profesi para guru yang terdiri dari : (1) Belajar lebih lanjut. (2) Menghimbau dan ikut

mengusahakan sarana dan fasilitas sanggar-sanggar seperti Sanggar Pemantapan Kerja

Guru. (3) Ikut mencarikan jalan agar guru-guru mendapatkan kesempatan lebih besar

mengikuti panataran-penataran pendidikan. (4) Ikut memperluas kesempatan agar

guru-guru dapat mengikuti seminar-seminar pendidikan yang sesuai dengan minat dan

bidang studi yang dipegang dalam usaha mengembangkan profesinya. (5) Mengadakan

diskusi-diskusi ilmiah secara berkala disekolah. (6) Mengembangkan cara belajar

berkelompok untuk guru-guru sebidang studi.

3. Kesejahteraan

Page 53: BAB II LANDASAN TEORI Kebijakan Sertifikasi Guru

71

Faktor kesejahteraan menjadi salah satu yang berpengaruh terhadap kinerja guru

di dalam meningkatkan kualitasnya sebab semakin sejahteranya seseorang makin

tinggi kemungkinan untuk meningkatkan kerjanya. Mulyasa (2002) menegaskan

bahwa terpenuhinya berbagai macam kebutuhan manusia, akan menimbulkan

kepuasan dalam melaksanakan apapun tugasnya.

Menurut Supriadi (1999) bahwa tingkat kesejahteraan guru di Indonesia sangat

memprihatinkan, hanya setara dengan kondisi guru di negara miskin di Afrika.

Rendahnya tingkat kesejahteraan tersebut akan semakin tampak bila dibandingkan

dengan kondisi guru di negara lain. Di negara maju, gaji guru umumnya lebih tinggi

dari pegawai yang lain, sementara di Indonesia justru sebaliknya.

Profesionalitas guru tidak saja dilihat dari kemampuan guru dalam

mengembangkan dan memberikan pembelajaran yang baik kepada peserta didik, tetapi

juga harus dilihat oleh pemerintah dengan cara memberikan gaji yang pantas serta

berkelayakan. Bila kebutuhan dan kesejahteraan para guru telah layak diberikan oleh

pemerintah, maka tidak akan ada lagi guru yang membolos karena mencari tambahan

diluar (Denny Suwarja, 2003). Hal itu tersebut dipertegas Pidarta (1999) yang

menyatakan bahwa rata-rata gaji guru di negara ini belum menjamin kehidupan yang

layak. Hampir semua guru bekerja di tempat lain sebagai sambilan disamping

pekerjaannya sebagai guru tetap disuatu sekolah. Malah ada juga guru-guru yang

melaksanakan pekerjaan sambilan lebih dari satu tempat bahkan ada yang bekerja

sambilan tidak di bidang pendidikan. Hal ini bisa dimaklumi karena mereka ingin

hidup layak bersama keluargannya.

Journal PAT (2001) menjelaskan bahwa di Inggris dan Wales dalam

meningkatkan profesionalisme guru pemerintah mulai memperhatikan pembayaran

gaji guru diseimbangkan dengan beban kerjanya. Analisa tingkat institusi menyatakan

bahwa hubungan antara kepuasan dan performan rasanya nyata, pendidik yang

terpuaskan pada tingkat yang lebih tinggi memiliki performan pada tingkat yang lebih

tinggi dari pendidik yang berada pada tingkat tidak terpuaskan.

Page 54: BAB II LANDASAN TEORI Kebijakan Sertifikasi Guru

72

Peningkatan kesejahteraan berkaitan erat dengan insentif yang diberikan pada

guru. Insentif dibatasi sebagai imbalan organisasi pada motivasi individu, pekerja

menerima insentif dari organisasi sebagai pengganti karena dia anggota yang produktif

dengan kata lain insentif adalah upah atau hukuman yang diberikan sebagai pengganti

kontribusi individu pada organisasi. Menurut Chester l. Barnard (dalam Sutaryadi,

2001) menyatakan bahwa insentif yang tidak memadai berarti mengubah tujuan

organisasi.

Dari uraian di atas disimpulkan bahwa untuk memaksimalkan kinerja guru

langkah strategis yang dilakukan pemerintah yaitu memberikan kesejahteraan yang

layak sesuai volume kerja guru, selain itu memberikan insentif pendukung sebagai

jaminan bagi pemenuhan kebutuhan hidup guru dan keluarganya. Program

peningkatan mutu pendidikan apapun yang akan diterapkan pemerintah, jika

kesejahteraan guru masih rendah maka besar kemungkinan program tersebut tidak

akan mencapai hasil yang maksimal. Jadi tidak heran kalau guru di negara maju

memiliki kualitas tinggi dan profesional, karena penghargaan terhadap jasa guru sangat

tinggi. Adanya Jaminan kehidupan yang layak bagi guru dapat memotivasi untuk

selalu bekerja dan meningkatkan kreativitas sehingga kinerja selalu meningkat tiap

waktu.

4. Kemampuan Mengajar

Untuk melaksanakan tugas-tugas dengan baik, guru memerlukan

kemampuan. Cooper (dalam Zahera, 1997) mengemukakan bahwa guru harus

memiliki kemampuan merencanakan pengajaran, menuliskan tujuan pengajaran,

menyajikan bahan pelajaran, memberikan pertanyaan kepada siswa, mengajarkan

konsep, berkomunikasi dengan siswa, mengamati kelas, dan mengevaluasi hasil belajar

Kompetensi guru adalah kemampuan atau kesanggupan guru dalam mengelola

pembelajaran. Titik tekannya adalah kemampuan guru dalam pembelajaran bukanlah

apa yang harus dipelajari (learning what to be learnt), guru dituntut mampu

menciptakan dan menggunakan keadaan positif untuk membawa mereka ke dalam

pembelajaran agar anak dapat mengembangkan kompetensinya (Rusmini, 2003). Guru

Page 55: BAB II LANDASAN TEORI Kebijakan Sertifikasi Guru

73

harus mampu menafsirkan dan mengembangkan isi kurikulum yang digunakan selama

ini pada suatu jenjang pendidikan yang diberlakukan sama walaupun latar belakang

sosial, ekonomi dan budaya yang berbeda-beda (Nasanius Y, 1998).

Kemampuan mengajar guru sebenarnya merupakan pencerminan penguasan guru

atas kompetensinya. Imron (1995) mengemukakan 10 Kompetensi dasar yang harus

dikuasai oleh guru yaitu : (1) Menguasai bahan, (2) Menguasai Landasan

kependidikan, (3) Menyusun program pengajaran, (4) Melaksanakan Program

Pengajaran, (5) Menilai proses dan hasil belajar, (6) Menyelenggarakan proses

bimbingan dan penyuluhan, (7) Menyelenggarakan administrasi sekolah, (8)

Mengembangkan kepribadian, (9) Berinterkasi dengan sejawat dan masyarakat, (10)

Menyelenggarakan penelitian sederhana untuk kepentingan mengajar.

5. Komunikasi

Komunikasi merupakan aktivitas dasar manusia, manusia dapat saling

berhubungan satu sama lain dalam kehidupan sehari-hari dirumah tangga, di tempat

kerja, di pasar, dalam masyarakat atau dimana saja manusia berada. Tidak ada manusia

yang tidak akan terlibat komunikasi.

Pentingnya komunikasi bagi organisasi tidak dapat dipungkiri, adanya

komunikasi yang baik suatu organisasi dapat berjalan dengan lancar dan berhasil dan

begitu pula sebaliknya. Misalnya Kepala Sekolah tidak menginformasikan kepada

guru-guru mengenai kapan sekolah dimulai sesudah libur maka besar kemungkinan

guru tidak akan datang mengajar. Contoh di atas menandakan betapa pentingnya

komunikasi. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Muhammad A. (2001) bahwa

kelupaan informasi dapat memberikan efek yang lebih besar terhadap kelangsungan

kegiatan.

Menurut Forsdale (1981) bahwa “communication is the process by which a

system is established, maintained, and altered by means of shared signals that operate

according to rules”. Sedangkan ahli lain berpendapat bahwa komunikasi

manusia adalah suatu proses melalui mana individu dalam hubungannya, dalam

Page 56: BAB II LANDASAN TEORI Kebijakan Sertifikasi Guru

74

kelompok, dalam organisasi dan dalam masyarakat menciptakan, mengirimkan, dan

menggunakan informasi untuk mengkoordinasi lingkungannya dan orang lain (Brent

D. Ruben, 1988).

6. Hubungan dengan Masyarakat

Sekolah merupakan lembaga sosial yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat

lingkungannya, sebaliknya masyarakat pun tidak dapat dipisahkan dari sekolah sebab

keduanya memiliki kepentingan, sekolah merupakan lembaga formal yang diserahi

mandat untuk mendidik, melatih, dan membimbing generasi muda bagi peranannya di

masa depan, sementara masyarakat merupakan pengguna jasa pendidikan itu.

Menurut Pidarta (1999) bahwa suatu sekolah tidak dibenarkan mengisolasi diri

dari masyarakat. Sekolah tidak boleh merupakan masyarakat tersendiri yang tertutup

terhadap masyarakat sekitar, ia tidak boleh melaksanakan idenya sendiri dengan tidak

mau tahu akan aspirasi–aspirasi masyarakat. Masyarakat menginginkan sekolah itu

berdiri di daerahnya untuk meningkatkan perkembangan putra-putra

mereka. Sekolah merupakan sistem terbuka terhadap lingkungannya termasuk

masyarakat pendukungnya. Sebagai sistem terbuka sudah jelas ia tidak dapat

mengisolasi diri sebab bila hal ini ia lakukan berarti ia menuju ke ambang kematian.

7. Kedisiplinan

Menurut Good’s (1959) dalam Dictionary of Education mengartikan disiplin

sebagai berikut :

a. Proses atau hasil pengarahan atau pengendalian keinginan, dorongan atau

kepentingan guna mencapai maksud atau untuk mencapai tindakan yang lebih

sangkil.

b. Mencari tindakan terpilih dengan ulet, aktif dan diarahkan sendiri, sekalipun

menghadapi rintangan

c. Pengendalian perilaku secara langsung dan otoriter dengan hukuman atau hadiah.

d. Pengekangan dorongan dengan cara yang tak nyaman dan bahkan menyakitkan.

Page 57: BAB II LANDASAN TEORI Kebijakan Sertifikasi Guru

75

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa disiplin adalah ketaatan dan

ketepatan pada suatu aturan yang dilakukan secara sadar tanpa adanya dorongan atau

paksaan pihak lain atau suatu keadaan di mana sesuatu itu berada dalam tertib, teratur

dan semestinya serta tiada suatu pelanggaran-pelanggaran baik secara langsung

maupun tidak langsung.

8. Iklim Kerja

Sekolah merupakan suatu sistem yang terdiri dari berbagai unsur yang membentuk

satu kesatuan yang utuh. Di dalam sekolah terdapat berbagai macam sistem sosial yang

berkembang dari sekelompok manusia yang saling berinteraksi menurut pola dan

tujuan tertentu yang saling mempengaruhi dan dipengaruhi oleh

lingkungannya sehingga membentuk perilaku dari hasil hubungan individu dengan

individu maupun dengan lingkungannya.

Menurut Davis, K & Newstrom J.W (1996) bahwa sekolah dapat dipandang dari

dua pendekatan yaitu pendekatan statis yang merupakan wadah atau tempat orang

berkumpul dalam satu struktur organisasi dan pendekatan dinamis merupakan

hubungan kerjasama yang harmonis antara anggota untuk mencapai tujuan bersama.

Interaksi yang terjadi dalam sekolah merupakan indikasi adanya keterkaitan satu

dengan lainnya guna memenuhi kebutuhan juga sebagai tuntutan tugas dan tanggung

jawab pekerjaannya. Untuk terjalinnya interaksi-interaksi yang melahirkan hubungan

yang harmonis dan menciptakan kondisi yang kondusif untuk bekerja diperlukan iklim

kerja yang baik.

Litwin dan Stringer (dalam Sergiovanni, 2001) mengemukakan bahwa Iklim

mempengaruhi kinerja guru. Iklim sebagai pengaruh subyektif yang dapat dirasakan

dari sistem formal, gaya informal pemimpin dan faktor-faktor lingkungan penting

lainnya, yang menyangkut sikap/keyakinan dan kemampuan memotivasi orang-orang

yang bekerja pada organisasi tersebut. Sedangkan menurut Henry A Marray dan Kurt

Lewin (dalam Sutaryadi, 1990) mengatakan bahwa Iklim kerja adalah seperangkat

karakteristik yang membedakan antara individu satu dengan individu lainnya yang

Page 58: BAB II LANDASAN TEORI Kebijakan Sertifikasi Guru

76

dapat mempangaruhi perilaku individu itu sendiri, perilaku merupakan hasil dari

hubungan antara individu dengan lingkungannya.

Masalah kinerja selalu mendapat perhatian dalam manajemen karena sangat

berkaitan dengan produktivitas lembaga atau organisasi. “performance = Ability x

motivation”. Dan faktor-faktor utama yang mempengaruhi kinerja adalah kemampuan

dan kemauan. Memang diakui bahwa banyak orang mampu tetapi tidak mau sehingga

tetap tidak menghasilkan kinerja. Demikian pula halnya banyak orang mau tetapi tidak

mampu juga tetap tidak menghasilkan kinerja apa-apa. Kinerja adalah sesuatu yang

dicapai atau prestasi yang diperlihatkan atau kemampuan bekerja, dengan kata lain bahwa

kinerja dapat diartikan sebagai prestasi kerja.

Dalam penilaian kinerja tidak hanya semata-mata menilai hasil fisik, tetapi

pelaksanaan pekerjaan secara keseluruhan yang menyangkut berbagai bidang seperti

kemampuan, kerajinan, disiplin, hubungan kerja atau hal-hal khusus sesuai bidang

tugasnya semuanya layak untuk dinilai.

Hasibuan menyatakan bahwa produktivitas adalah perbandingan antara keluaran

(output) dengan masukan (input), faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja menurut

Sedarmayanti (2001) antara lain: (1) sikap mental (kinerja kerja, disiplin kerja, etika

kerja); (2) pendidikan; (3) ketrampilan; (4) manajemen kepemimpinan; (5) tingkat

penghasilan; (6) gaji dan kesehatan; (7) jaminan sosial; (8) iklim kerja; (9) sarana pra

sarana; (10) teknologi; (11) kesempatan berprestasi.

Bertolak dari pendapat para ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa yang

dimaksud dengan kinerja guru atau prestasi kerja (performance) adalah hasil yang dicapai

oleh guru dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan

Page 59: BAB II LANDASAN TEORI Kebijakan Sertifikasi Guru

77

atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu dengan output yang dihasilkan

tercermin baik.

Dalam perspektif manajemen, agar kinerja guru dapat selalu ditingkatkan dan

mencapai standar tertentu, maka dibutuhkan suatu manajemen kinerja (performance

management). Tapi perlu definisi khusus tentang kinerja itu sendiri. Dengan mengacu

pada pemikiran Robert Bacal dalam bukunya Performance Management di bawah ini

akan dibicarakan tentang manajemen kinerja guru. Proses ini meliputi kegiatan

membangun harapan yang jelas serta pemahaman mengenai pekerjaan yang akan

dilakukan. Ini merupakan sebuah sistem. Artinya, ia memiliki sejumlah bagian yang

semuanya harus diikut sertakan, kalau sistem manajemen kinerja ini hendak memberikan

nilai tambah bagi organisasi, manajer dan karyawan.

Dalam mengembangkan manajemen kinerja guru, didalamnya harus dapat

membangun harapan yang jelas serta pemahaman tentang fungsi kerja esensial yang

diharapkan dari para guru:

1. Seberapa besar kontribusi pekerjaan guru bagi pencapaian tujuan pendidikan di sekolah

melakukan pekerjaan dengan baik.

2. Bagaimana guru dan kepala Madrasah bekerja sama untuk mempertahankan,

memperbaiki, maupun mengembangkan kinerja guru yang sudah ada sekarang.

3. Bagaimana prestasi kerja akan diukur.

4. Mengenali berbagai hambatan kinerja dan berupaya menyingkirkannya.

Robert Bacal mengemukakan pula bahwa dalam manajemen kinerja diantaranya

meliputi perencanaan kinerja, komunikasi kinerja yang berkesinambungan dan evaluasi

kinerja. Perencanaan kinerja merupakan suatu proses di mana guru dan kepala Madrasah

bekerja sama merencanakan apa yang harus dikerjakan guru pada tahun mendatang,

Page 60: BAB II LANDASAN TEORI Kebijakan Sertifikasi Guru

78

menentukan bagaimana kinerja harus diukur, mengenali dan merencanakan cara

mengatasi kendala, serta mencapai pemahaman bersama tentang pekerjaan itu.

Komunikasi yang berkesinambungan merupakan proses di mana kepala Madrasah

dan guru bekerja sama untuk saling berbagi informasi mengenai perkembangan kerja,

hambatan dan permasalahan yang mungkin timbul, solusi yang dapat digunakan untuk

mengatasi berbagai masalah, dan bagaimana kepala Madrasah dapat membantu guru. Arti

penting dari komunikasi terletak pada kemampuan mengidentifikasi dan menanggulangi

kesulitan atau persoalan sebelum permasalahan menjadi besar.

Evaluasi kinerja adalah salah satu bagian dari manajemen kinerja, yang

merupakan proses di mana kinerja perseorangan dinilai dan dievaluasi. Ini dipakai untuk

menjawab pertanyaan, “Seberapa baikkah kinerja seorang guru pada suatu periode

tertentu?” Metode apapun yang dipergunakan untuk menilai kinerja, penting sekali bagi

kita untuk menghindari dua masalah. Pertama, tidak mengasumsikan masalah kinerja

terjadi secara terpisah satu sama lain, atau “selalu salahnya guru”. Kedua, tiada satu pun

taksiran yang dapat memberikan gambaran keseluruhan tentang apa yang terjadi dan

mengapa.

Penilaian kinerja hanyalah sebuah titik awal bagi diskusi serta diagnosis lebih

lanjut. Sementara itu, Karen Seeker dan Joe B. Wilson memberikan gambaran tentang

proses manajemen kinerja dengan apa yang disebut dengan siklus manajemen kinerja,

yang terdiri dari tiga fase yakni perencanaan, pembinaan, dan evaluasi.

Perencanaan merupakan fase pendefinisian dan pembahasan peran, tanggung

jawab, dan ekpektasi yang terukur. Perencanaan tadi membawa pada fase pembinaan, di

mana guru dibimbing dan dikembangkan, mendorong atau mengarahkan upaya mereka

melalui dukungan, umpan balik, dan penghargaan.

Page 61: BAB II LANDASAN TEORI Kebijakan Sertifikasi Guru

79

Kemudian dalam fase evaluasi, kinerja guru dikaji dan dibandingkan dengan

ekspektasi yang telah ditetapkan dalam rencana kinerja. Rencana terus dikembangkan,

siklus terus berulang, dan guru, kepala Madrasah, dan staf administrasi, serta organisasi

terus belajar dan tumbuh.

Setiap fase didasarkan pada masukan dari fase sebelumnya dan menghasilkan

keluaran, yang pada gilirannya, menjadi masukan fase berikutnya. Semua dari ketiga fase

Siklus Manajemen Kinerja sama pentingnya bagi mutu proses dan ketiganya harus

diperlakukan secara berurut. Perencanaan harus dilakukan pertama kali, kemudian diikuti

pembinaan, dan akhirnya evaluasi.

Dengan tidak mengesampingkan arti penting perencanaan kinerja dan pembinaan

atau komunikasi kinerja. Dibawah ini akan dipaparkan tentang evaluasi kinerja guru.

Agar kinerja guru dapat ditingkatkan dan memberikan sumbangan yang siginifikan

terhadap kinerja guru secara keseluruhan maka perlu dilakukan evaluasi terhadap kinerja

guru.

Menurut Ronald T.C. Boyd mengemukakan bahwa evaluasi kinerja guru didesain

untuk melayani dua tujuan, yaitu : (1) untuk mengukur kompetensi guru dan (2)

mendukung pengembangan profesional.

Sistem evaluasi kinerja guru hendaknya memberikan manfaat sebagai umpan

balik untuk memenuhi berbagai kebutuhan di kelas (classroom needs), dan dapat

memberikan peluang bagi pengembangan teknik-teknik baru dalam pengajaran, serta

mendapatkan konseling dari kepala Madrasah, pengawas pendidkan atau guru lainnya

untuk membuat berbagai perubahan di dalam kelas.

Untuk mencapai tujuan tersebut, seorang evaluator terlebih dahulu harus

menyusun prosedur spesifik dan menetapkan standar evaluasi. Penetapan standar

Page 62: BAB II LANDASAN TEORI Kebijakan Sertifikasi Guru

80

hendaknya dikaitkan dengan : (1) keterampilan-keterampilan dalam mengajar; (2)

bersifat seobyektif mungkin; (3) komunikasi secara jelas dengan guru sebelum penilaian

dilaksanakan dan ditinjau ulang setelah selesai dievaluasi, dan (4) dikaitkan dengan

pengembangan profesional guru.

Para evaluator hendaknya mempertimbangkan aspek keragaman keterampilan

pengajaran yang dimiliki guru. dan menggunakan berbagai sumber informasi tentang

kinerja guru, sehingga dapat memberikan penilaian secara lebih akurat. Beberapa

prosedur evaluasi kinerja guru yang dapat digunakan oleh evaluator, diantaranya :

1. Mengobservasi kegiatan kelas (observe classroom activities).

Ini merupakan bentuk umum untuk mengumpulkan data dalam menilai kinerja guru.

Tujuan observasi kelas adalah untuk memperoleh gambaran secara representatif

tentang kinerja guru di dalam kelas. Kendati demikian, untuk memperoleh tujuan ini,

evaluator dalam menentukan hasil evaluasi tidak cukup dengan waktu yang relatif

sedikit atau hanya satu kelas. Oleh karena itu observasi dapat dilaksanakan secara

formal dan direncanakan atau secara informal dan tanpa pemberitahuan terlebih

dahulu sehingga dapat diperoleh informasi yang bernilai (valuable).

2. Meninjau kembali rencana pengajaran dan catatan-catatan dalam kelas.

Rencana pengajaran dapat merefleksikan sejauh mana guru dapat memahami tujuan-

tujuan pengajaran. Peninjauan catatan-cataan dalam kelas, seperti hasil test dan tugas-

tugas merupakan indikator sejauhmana guru dapat mengkaitkan antara perencanaan

pengajaran , proses pengajaran dan testing (evaluasi).

3. Memperluas jumlah orang-orang yang terlibat dalam evaluasi.

Jika tujuan evaluasi untuk meningkatkan pertumbuhan kinerja guru maka kegiatan

evaluasi sebaiknya dapat melibatkan berbagai pihak sebagai evaluator, seperti :

Page 63: BAB II LANDASAN TEORI Kebijakan Sertifikasi Guru

81

siswa, rekan sejawat, dan tenaga administrasi. Bahkan self evaluation akan

memberikan perspektif tentang kinerjanya. Namun jika untuk kepentingan pengujian

kompetensi, pada umumnya yang bertindak sebagai evaluator adalah kepala Madrasah

dan pengawas. Setiap hasil evaluasi seyogyanya dilaporkan. Konferensi pasca-

observasi dapat memberikan umpan balik kepada guru tentang kekuatan dan

kelemahannya.

Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh evaluator : (1) penyampaian umpan

balik dilakukan secara positif dan bijak; (2) penya mpaian gagasan dan mendorong untuk

terjadinya perubahan pada guru; (3) menjaga derajat formalitas sesuai dengan keperluan

untuk mencapai tujuan-tujuan evaluasi; (4) menjaga keseimbangan antara pujian dan

kritik; (5) memberikan umpan balik yang bermanfaat secara secukupnya dan tidak

berlebihan.

Andi Kirana sebagaimana dikutip oleh Wannef Jambak mengatakan bahwa

kepemimpinan yang memberdayakan mengimplikasikan suatu keinginan untuk

melimpahkan tanggung jawab dan berusaha membantu dalam menentukan kondisi

dimana orang lain dapat berhasil.

Tugas kepala Madrasah selaku manager terhadap guru salah satunya adalah

melakukan penilaian atas kinerjanya. Penilaian ini mutlak dilaksanakan untuk mengetahui

kinerja yang telah dicapai oleh guru. Apakah kinerja yang dicapai setiap guru baik,

sedang atau kurang. Penilaian ini penting bagi setiap guru dan berguna bagi sekolah

dalam menetapkan kegiatannya. Dengan penilaian berarti guru mendapat perhatian dari

atasannya sehingga dapat mendorong mereka untuk semangat bekerja, tentu saja jika

penilaian ini dilakukan secara obyektif dan jujur serta ada tindak lanjutnya. Tindak lanjut

penilaian ini guru memungkinkan untuk memperoleh imbalan balas jasa dari sekolah

Page 64: BAB II LANDASAN TEORI Kebijakan Sertifikasi Guru

82

seperti memperoleh kenaikan jabatan seperti menjadi wakil, ketua jurusan, modal untuk

mendapatkan kenaikan pangkat dengan sistem kredit.

Untuk menilai kinerja guru, unsur-unsur yang telah dipaparkan di atas dapat

digunakan oleh kepala Madrasah untuk melakukan penilaian namun tentu saja berkaitan

dengan profesinya sebagai guru dengan utamanya sebagai pengajar.

Dalam melaksanakan tugasnya, guru tidak berada dalam lingkungan yang kosong.

Ia bagian dari dari sebuah “mesin besar” pendidikan nasional, dan karena itu ia terikat

pada rambu-rambu yang telah ditetapkan secara nasional mengenai apa yang mesti

dilakukannya. Dalam konteks profesionalisme guru dimana mengajar dianggap sebagai

pekerjan profesional, maka guru dituntut untuk profesional dalam melaksanakan

tugasnya. Makin kuatnya tuntutan akan profesionalisme guru bukan hanya terjadi di

negara Indonesia saja, melainkan di negara-negara maju. Misalnya, di Amerika Serikat

isu tentang profesionalisasi guru ramai dibicarakan mulai pertengahan tahun 1980-an. Hal

itu masih berlangsung hingga sekarang.

Dalam jurnal pendidikan, Educational Leadership edisi 1993 menurunkan laporan

utama tentang soal ini. Menurut jurnal itu untuk menjadi profesional, seorang guru

dituntut untuk memiliki lima hal : Pertama, guru mempunyai komitmen kepada siswa dan

proses belajarnya. Ini berarti bahwa komitmen tertinggi guru adalah kepada kepentingan

siswa; Kedua, guru menguasai secara mendalam bahan/mata pelajaran yang diajarkannya

serta cara mengajarkannya kepada para siswa. Bagi guru, hal ini merupakan dua hal yang

tidak dapat dipisahkan; Ketiga, guru bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa

melalui berbagai teknik evaluasi, mulai cara pengamatan dalam perilaku siswa sampai tes

hasil belajar; Keempat, guru mampu berpikir sistematis tentang apa apa yang akan

dilakukaknnya , dan belajar dari pengalamannya. Artinya, harus selalu ada waktu untuk

Page 65: BAB II LANDASAN TEORI Kebijakan Sertifikasi Guru

83

guru guna mengadakan refleksi dan koreksi terhadap apa yang dilakukannya. Untuk bisa

belajar dari pengalaman, ia harus tahu mana yang benar dan salah, serta baik dan buruk

dampaknya pada proses belajar siswa; Kelima, guru seyogianya merupakan bagian dari

masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya, misalnya PGRI dan organisasi profesi

lainnya.

Untuk menciptakan guru yang profesional tersebut, diperlukan adanya bimbingan

dan supervisi dari kepala Madrasah. Tanpa adanya supervisi, peningkatan mutu

pendidikan akan sulit tercapai. Hal ini disebabkan karena kinerja guru tergantung

bagaimana gaya kepemimpinan kepala Madrasah dalam memimpin. Bila kepala

Madrasah bersifat otokratik, maka guru akan cenderung bersikap pasif dan menunggu

komando dari pimpinan. Dalam kepemimpinan yang laissez faire, guru akan melakukan

inisiatif sebisanya atau akan mencoba bereksperimen dalam kegiatan belajar mengajar

sesuai dengan kemampuannya. Sedangkan dalam kepemimpinan yang demokratis, guru

dapat berdiskusi dan memberi masukan kepada kepala Madrasah dalam peningkatan mutu

pendidikan. Kinerja guru dipengaruhi oleh faktor-faktor yang melingkupinya dan masing-

masing individu berbeda satu sama lain.. Secara garis besar perbedaan kinerja ini

disebabkan oleh dua faktor, yaitu : faktor individu dan situasi kerja. Faktor individu

menentukan bagaimana ia dapat mengaktualisasikan dirinya dalam lingkungan pekerjaan,

sementara faktor situasi kerja mempengaruhi bagaimana individu dapat

mengaktualiasikan diri sesuai dengan lingkungan sekitarnya.

Menurut Gibson, et al dalam Srimulyo ada tiga perangkat variabel yang

mempengaruhi perilaku dan prestasi kerja atau kinerja, yaitu:

1. Variabel individual, terdiri dari:

a. Kemampuan dan ketrampilan: mental dan fisik

Page 66: BAB II LANDASAN TEORI Kebijakan Sertifikasi Guru

84

b. Latar belakang: keluarga, tingkat sosial, penggajian

c. Demografis: umur, asal-usul, jenis kelamin.

2. Variabel organisasional, terdiri dari:

a. Sumberdaya

b. Kepemimpinan

c. Imbalan

d. Struktur

e. Desain pekerjaan.

3. Variabel psikologis, terdiri dari:

a. Persepsi

b. Sikap

c. Kepribadian

d. Belajar

e. Kinerja.

Ketiga variabel tersebut berhubungan satu sama lain dan saling pengaruh-

mempengaruhi. Gabungan variabel individu, organisasi, dan psikologis sangat

menentukan bagaimana seseorang mengaktualisasikan diri. Menurut Tiffin dan Me.

Cormick dalam Srimulyo, ada dua variabel yang dapat mempengaruhi kinerja, yaitu:

1. Variabel individual, meliputi: sikap, karakteristik, sifat-sifat fisik, minat dan kinerja,

pengalaman, umur, jenis kelamin, pcndidikan, serta faktor individual lainnya.

2. Variabel situasional:

- Faktor fisik dan pekerjaan, terdiri dari; metode kerja, kondisi dan desain

perlengkapan kerja, penataan ruang dan lingkungan fisik (penyinaran, temperatur,

dan fentilasi)

Page 67: BAB II LANDASAN TEORI Kebijakan Sertifikasi Guru

85

- Faktor sosial dan organisasi, meliputi: peraturan-peraturan organisasi, sifat

organisasi, jenis latihan dan pengawasan, sistem upah dan lingkungan sosial.

Sutemeister dalam Srimulyo mengemukakan pendapatnya, bahwa kinerja

dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu:

1. Faktor Kemampuan

a. Pengetahuan : pendidikan, pengalaman, latihan dan minat

b. Ketrampilan : kecakapan dan kepribadian.

2. Faktor Kinerja

a. Kondisi sosial : organisasi formal dan informal, kepemimpinan dan

b. Serikat kerja kebutuhan individu : fisiologis, sosial dan egoistic.

c. Kondisi fisik : lingkungan kerja.

Dari paparan di atas dapat dilihat bahwa banyak faktor dan variabel yang

mempengaruhi kinerja guru. Faktor-faktor tersebut bisa berasal dari dalam diri, dan juga

dapat berasal dari luar atau faktor situasional.