bab ii landasan teori 2.1 definisi energi...
TRANSCRIPT
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Definisi Energi Angin
Angin merupakan udara yang bergerak akibat adanya rotasi bumi dan juga
karena adanya perbedaan tekanan udara dengan arah aliran angin dari tempat yang
memiliki tekanan tinggi ke tempat yang bertekanan rendah atau dari daerah yang
memiliki suhu atau temperatur rendah ke wilayah bersuhu tinggi. Apabila dipanaskan,
udara memuai. Udara yang telah memuai menjadi lebih ringan sehingga naik. Apabila
hal ini terjadi, tekanan udara turun karena udaranya berkurang. Udara dingin
disekitarnya mengalir ke tempat yang bertekanan rendah tadi. Udara menyusut menjadi
lebih berat dan turun ke tanah. Diatas tanah udara menjadi panas lagi dan naik kembali.
Aliran naiknya udara panas dan turunnya udara dingin ini dikarenakan konveksi.
Gambar I-1 Gerakan angin yang terlihat dari foto satelit (Wikipedia,2012)
Angin memiliki hubungan yang erat dengan sinar matahari karena daerah yang
terkena banyak paparan sinar matahari akan memiliki suhu yang lebih tinggi serta
tekanan udara yang lebih rendah dari daerah lain di sekitarnya sehingga menyebabkan
terjadinya aliran udara. Hal tersebut terbukti ketika siang hari angin akan bergerak lebih
cepat daripada malam hari dan juga pada daerah khatulistiwa angin akan bergerak lebih
cepat dikarenakan daerah sekitar khatulistiwa, yaitu pada busur 0°, adalah daerah yang
mengalami pemanasan lebih banyak dari matahari dibanding daerah lainnya di Bumi.
Angin juga dapat disebabkan oleh pergerakan benda sehingga mendorong udara
di sekitarnya untuk bergerak ke tempat lain. Seperti halnya dijalan tol, kendaraan yang
melintas di jalan tol dapat menimbulkan gerakan angin.
2.2 Turbin Angin
Turbin angin atau kincir angin merupakan alat yang dapat mengkonversi energi
angin menjadi energi mekanik. Dimana turbin digerakkan oleh angin dan kemudian
menggerakan generator untuk menghasilkan energi listrik.
Pada awalnya turbin angin banyak digunakan untuk mengakomodasi kebutuhan
para petani dalam melakukan penggilingan padi dan memompa air bagi keperluan
irigasi. Turbin angin atau kincir angin pertama kali digunakan untuk membangkitkan
listrik dibangun oleh P. La Cour dari Denmark diakhir abad ke-19. Turbin angin atau
lebih dikenal dengan sebutan windmill terdahulu banyak digunakan di Denmark,
Belanda, dan Negara-negara Eropa lainnya.
Penggunaan turbin angin saat ini terus mengalami perkembangan guna
memanfaatkan energi angin secara efektif, sebagai energi alternatif yang terbarukan.
Kini turbin angin lebih banyak digunakan untuk mengakomodasi kebutuhan listrik
masyarakat, dengan menggunakan prinsip konversi energi. Cara kerja dari turbin angin
cukup sederhana, dimana energi angin yang memutar turbin, diteruskan untuk memutar
rotor pada generator dibelakang bagian turbin angin, sehingga akan menghasilkan
energi listrik. Energi listrik ini biasanya akan disimpan kedalam baterai sebelum dapat
dimanfaatkan. Secara sederhana sketsa kincir angin adalah sebagai berikut:
Gambar I-2 Sketsa sederhana kincir angin
2.3 Jenis-Jenis Turbin Angin
Jenis-jenis turbin angin berdasarkan letak sumbu atau poros perputarannya
dapat dibedakan menjadi dua tipe, yaitu :
1. Turbin angin sumbu horizontal
2. Turbin angin sumbu vertikal
2.3.1 Turbin Angin Sumbu Horizontal (TASH)
Turbin angin sumbu horizontal adalah turbin angin yang berputar mengelilingi
sumbu horizontal. Turbin jenis ini memiliki blade yang menghasilkan aerodynamic lift
pada saat angin melewatinya dan hanya dapat memanfaatkan aliran udara dari satu
arah. Turbin angin sumbu horizontal (TASH) memiliki poros rotor utama dangenerator
listrik di puncak menara. Turbin berukuran kecil diarahkan oleh sebuah baling-baling
angin (baling-baling cuaca) yang sederhana, sedangkan turbin berukuran besar pada
umumnya menggunakan sebuah sensor angin yang digandengkan ke sebuah servo
motor. Sebagian besar memiliki sebuah gearbox yang mengubah perputaran kincir
yang pelan menjadi lebih cepat berputar
Gambar I-3 Turbin angin sumbu horizontal
Karena sebuah menara menghasilkan turbulensi dibelakangnya, turbin angina
biasanya diarahkan melawan arah anginnya menara. Bilah-bilah turbin dibuat kaku
agar mereka tidak mendorong menuju menara oleh angina berkecepatan tinggi. Sebagai
tambahan, bilah-bilah itu diletakkan di depan menara pada jarak tertentu dan sedikit
dimiringkan. Karena turbulensi menyebabkan kerusakan struktur menara, dan
realibilitas begitupenting, sebagian besar TASH merupakan mesin upwind (melawan
arah angin). Meskimemiliki permasalahan turbulensi, mesin downwind (menurut
jurusan angin) dibuatkarena tidak memerlukan mekanisme tambahan agar mereka tetap
sejalan denganangin, dan karena di saat angin berhembus sangat kencang, bilah
bilahnya bisa ditekuk sehingga mengurangi wilayah tiupan mereka dan dengan
demikian juga mengurangi resintensi angin dari bilah-bilah itu.
2.3.1.1 Keunggulan Turbin Angin Sumbu Horizontal (TASH)
Dasar menara yang tinggi membolehkan akses ke angin yang lebih kuat di
tempat-tempat yang memiliki geseran angin (perbedaan antara laju dan arah angin
antara dua titik yang jaraknya relatif dekat di dalam atmosfer bumi. Di sejumlah lokasi
geseran angin, setiap sepuluh meter ke atas, kecepatan angin meningkat sebesar 20%.
2.3.1.2 Kelemahan Turbin Angin Sumbu Horizontal (TASH)
a. Menara yang tinggi serta bilah yang panjangnya bisa mencapai 90 meter sulit
diangkut.
b. TASH yang tinggi sulit dipasang.
c. Konstruksi menara yang besar dibutuhkan untuk menyangga bilah-bilah yang
berat, gearbox, dan generator.
d. TASH yang tinggi bisa mempengaruhi radar airport.
e. Ukurannya yang tinggi merintangi jangkauan pandangan dan mengganggu
penampilan lansekap.
f. Berbagai varian downwind menderita kerusakan struktur yang disebabkan
oleh turbulensi.
g. TASH membutuhkan mekanisme control yaw tambahan untuk membelokkan
kincir kea rah angin.
2.3.2 Turbin Angin Sumbu Vertikal
Sesuai dengan namanya, Turbin Angin Sumbu Vertikal (TASV) mempunyai
sumbu vertikal dengan bilah-bilah sudu paralel dengan sumbunya. Turbin angin ini
berputar mengelilingi sumbu vertical. Turbin angin sumbu vertikal memiliki efisiensi
yang lebih kecil dibandingkan dengan Turbin Angin Sumbu Horizontal (TASH). Tetapi
ada beberapa kelebihan yang dimiliki oleh turbin sumbu vertikal, antara lain : aman,
mudah membangunnya, bisa dipasang tidak jauh dari tanah, dan lebih baik dalam
menangani turbulensi angin. Turbin sumbu vertikal yang lazim digunakan adalah
Savonius dan Darrieus.
Gambar I-4 Turbin angin sumbu vertikal
Turbin angin sumbu vertikal/tegak (atau TASV) memiliki poros/sumbu rotor
utama yang disusun tegak lurus. Kelebihan utama susunan ini adalah turbin tidak harus
diarahkan ke angin agar menjadi efektif. Kelebihan ini sangat berguna di tempat-tempat
yang arah anginnya sangat bervariasi. TASV mampu mendayagunakan angin dari
berbagai arah.
Dengan sumbu yang vertikal, generator serta gearbox bisa ditempatkan di dekat
tanah, jadi menara tidak perlu menyokongnya dan lebih mudah diakses untuk
keperluan perawatan. Tapi ini menyebabkan sejumlah desain menghasilkan tenaga
putaran yang berdenyut. Drag (gaya yang menahan pergerakan sebuah benda padat
melalui fluida (zat cair atau gas) bisa saja tercipta saat kincir berputar.
Karena sulit dipasang di atas menara, turbin sumbu tegak sering dipasang lebih
dekat ke dasar tempat ia diletakkan, seperti tanah atau puncak atap sebuah bangunan.
Kecepatan angin lebih pelan pada ketinggian yang rendah, sehingga yang tersedia
adalah energi angin yang sedikit. Aliran udara di dekat tanah dan obyek yang lain
mampu menciptakan aliran yang bergolak, yang bisa menyebabkan berbagai
permasalahan yang berkaitan dengan getaran, diantaranya kebisingan dan bearing wear
yang akan meningkatkan biaya pemeliharaan atau mempersingkat umur turbin angin.
Jika tinggi puncak atap yang dipasangi menara turbin kira-kira 50% dari tinggi
bangunan, ini merupakan titik optimal bagi energi angin yang maksimal dan turbulensi
angin yang minimal
2.3.2.1 Keunggulan Turbin Angin Sumbu Vertikall (TASV)
a. Tidak membutuhkan struktur menara yang besar.
b. Karena bilah-bilah rotornya vertical, tidak dibutuhkan mekanisme yaw
c. Sebuah TASV bisa diletakkan lebih dekat ke tanah, membuat pemeliharaan
bagian-bagiannya yang bergerak jadi lebih mudah.
d. TASV memiliki sudut airfoil (bentuk bilah sebuah baling-baling yang terlihat
secara melintang) yang lebih tinggi, memberikan keaerodinamisan yang
tinggi sembari mengurangi drag pada tekanan yang rendah dan tinggi.
e. TASV memiliki kecepatan awal angin yang lebih rendah daripada TASH.
f. TASV biasanya memiliki tip speed ratio (perbandingan antara kecepatan
putaran dari ujung sebuah bilah dengan laju sebenarnya angin) yang lebih
rendah sehingga lebih kecil kemungkinannya rusak di saat angin kencang.
g. TASV bisa didirikan pada lokasi-lokasi dimana struktur yang lebih tinggi
dilarang dibangun.
h. TASV tidak harus diubah posisinya jika arah angin berubah.
i. Kincir pada TASV mudah dilihat dan dihindari burung.
2.3.2.2 Kelemahan Turbin Angin Sumbu Vertikal (TASV)
a. Kebanyakan TASV memproduksi energi hanya 50% dari efisiensi TASH
karena drag tambahan yang dimilikinya saat kincir berputar.
b. TASV tidak mengambil keuntungan dari angin yang melaju lebih kencang di
elevasi yang lebih tinggi.
c. Kebanyakan TASV mempunyai torsi awal yang rendah, dan membutuhkan
energi untuk mulai berputar.
d. Sebuah TASV yang menggunakan kabel untuk menyanggahnya memberi
tekanan pada bantalan dasar karena semua berat rotor dibebankan pada
bantalan. Kabel yang dikaitkan ke puncak bantalan meningkatkan daya
dorong ke bawah saat angin bertiup.
2.4 Rotor Savonius
Turbin angin Savonius ditemukan oleh sarjana Finlandia bernama Sigurd J.
Savonius (1922). Turbin dengan konstruksi sederhana ini termasuk dalam kategori
TASV. Turbin Savonius memiliki rotor dengan bentuk dasar setengah silinder. Konsep
turbin angin Savonius cukup sederhana, prinsip kerjanya berdasarkan differential drag
windmill. Pada perkembangan selanjutnya, Savonius rotor tidak lagi berbentuk setengah
silinder tetapi telah mengalami modifikasi guna peningkatan performance dan efisiensi.
Gambar I-5 Turbin Savonius berbentuk setengah silinder
2.4.1 Rotor Savonius L
Rotor turbin Savonius L memiliki dua sudu dengan dua bentuk yang merupakan
hasil modifikasi dari savonius U dengan kombinasi datar dan lengkungan seperempat
lingkaran. Pada rancangan rotor Savonius L ini, angin yang menumbuk salah satu bilah
rotor diharapkan mengalir ke bilah rotor lainnya melalui celah dekat poros sehingga
menyediakan daya dorong tambahan pada bilah rotor ini.
Gambar I-6 Rotor Savonius U dan rotor Savonius L (Soelaiman, 2006)
Melalui penambahan diameter, titik pusat gaya dorong angin pada rotor angin
pada rotor akan bergerak menjauh poros rotor. Hal ini dimaksudkan untuk
mendapatkan torsi yang lebih besar. Rancangan rotor Savonius tipe L diinspirasi oleh
paten pengembangan rotor Savonius oleh Sadaaki dengan nomor paten JP2003293928
seperti ditunjukkan oleh gambar II-7. Dari gambar paten ini jelas terlihat bahwa bentuk
rotor Savonius setengah lingkaran (Savonius U), aliran udara di kedua sisi bilah sama
besar, sementara pada rancangan kedua (Savonius L) aliran udara pada sisi bilah yang
lurus lebih besar dibandingkan pada sisi bilah lengkung seperempat lingkaran.
Gambar I-7 Rotor Savonius L (Sadaaki, et al.,2003)
2.5 Sistem Konversi Energi Angin (SKEA)
Sistem konversi energi angin merupakan suatu sistem yang bertujuan untuk
mengubah energi potensial angin menjadi energi mekanik poros oleh rotor untuk kemudian
diubah lagi oleh alternator menjadi energi listrik. Prinsip utamanya adalah mengubah
energi listrik yang dimiliki angin menjadi energi kinetik poros. Besarnya energi yang dapat
ditransferkan ke rotor tergantung pada massa jenis udara, luas area dan kecepatan angin.
Hal ini selanjutnya akan dibahas melalui persamaan-persamaan pada dasar-dasar
perhitungan rotor savonius.
2.6 Dasar - Dasar Perhitungan Rotor Savonius
Energi kinetik untuk suatu massa angin m yang bergerak dengan kecepatan v yang
nantinya akan diubah menjadi energi poros dapat dirumuskan sebagai berikut:
⁄ [ ⁄ ........................................................... (2.1)
Keteranagan :
= energi kinetik (N/m)
= massa udara yang bergerak (kg)
= kecepatan angin (m/s)
Energi kinetik yang terkandung dalam angin inilah yang ditangkap oleh turbin
angin untuk memutar rotor.
Dengan menganggap suatu penampang melintang A, dimana udara dengan
kecepatan v mengalami pemindahan volume untuk setiap satuan waktu, yang disebut
dengan aliran volume V sebagai persamaan:
[ ⁄ ] ..................................................................... (2.2)
Keteranagan :
= laju volume ( ⁄ )
= kecepatan angin (m/s)
= luas area sapuan rotor (
Jika massa jenis udara yang mengalir yaitu ρ, maka debit massa udara dapat
dihitung :
[ ⁄ ] ................................................................................ (2.3)
Karena nilai ρ merupakan fungsi tekanan serta temperatur udara, maka dapat
diketahui dari persamaan 2.4 berikut :
⁄ (exp) [ ⁄ ] [ ⁄ ] .......................... (2.4)
Keteranagan :
= Air density as a function of altitude ( ⁄ )
= Standard sea level atmospheric density ( ⁄ )
R = Specific gas constant for air ( ⁄ )
= Gravity constant ( ⁄ )
T = Temperature (K)
Z = Altitude above sea level (m)
Persamaan-persamaan diatas menunjukkan energi kinetik dan aliran massa yang
melewati suatu penampang melintang A sebagai energi P yang ditunjukkan dengan
mensubstitusi persamaan (2.3) ke persamaan (2.1) menjadi:
P = ⁄ [W] ............................................................... (2.5)
Besar daya yang diperoleh dari persamaan 2.5 merupakan daya murni
maksimum yang dihasilkan oleh aliran angin. Sedangkan daya yang dapat dibangkitkan
dari putaran rotor suatu turbin angin Savonius dapat dihitung melalui pendekatan teori
Betz.
2.6.1.1 Teori Betz
Teori Betz atau lebih dikenal dengan batas Betz (Betz limitm diambil dari
ilmuan Jerman Albert Betz) merupakan angka batas 16/27 = 59.3%. Angka ini secara
teori menunjukkan efisiensi maksimum yang dapat dicapai oleh rotor turbin angin.
Percobaan Betz dapat dilihat pada Gambar I-8 berikut.
Gambar I-8 Performance of main conventional wind machine
Berdasarkan teori Betz yang divisualisasikan dalam bentuk grafik pada Gambar
I-8, menjelaskan ketidakmungkinan suatu desain turbin angin yang memiliki coeffisien
power (Cp) diatas 59.3%. Hal ini dapat diartikan bahwa desain turbin angin terbaik tipe
apapun tidak akan menghasilkan efisiensi rotor diatas 59.3%. Suatu turbin angin tidak akan
mampu menyerap seluruh energi kinetik yang berada dalam aliran angin, dan kapasitas
penyerapan maksimal hanya 59.3%. Nilai efisiensi 59.3%. inilah yang sering disebut Betz
Limit.
Nilai Cp untuk satu tipe turbin angin tidak selalu sama karena nilai Cp merupakan
fungsi dari tip speed ratio atau λ. Untuk mengetahui nilai Cp maksimal yang mampu
dihasilkan oleh sebuah turbin angin, maka perlu diketahui terlebih dahulu berapa nilai tip
speed ratio yang dihasilkan. Melalui persamaan 2.6 dapat dilakukan perhitungan terhadap
nilai tip speed ratio.
λ = ⁄ ................................................................................. (2.6)
Keteranagan :
= kecepatan sudut = 2 π rpm / 60
R = Radius rotor (m)
V = kecepatan aliran angin ( ⁄ )
Dengan diketahuinya nilai λ dapat ditarik suatu garis lurus vertikal untuk
mengetahui berapa nilai Cp maksimum. Pada turbin angin Savonius dengan tinggi rotor H
serta radius rotor R, dikenai aliran angin berkecepatan V, diketahui memiliki daya teoritis
maksimum sebagai berikut :
[W] .................................................... (2.7)
merupakan daya maksimum yang dihasilkan oleh poros rotor turbin angin
Savonius ketika menyerap energi kinetik aliran angin. Dengan demikian dapat diketahui
efisiensi sebuah turbin angin Savonius sebagai berikut :
=
× 100% ............................................................ (2.8)
Harga Torsi ( ) dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
= [Nm] .............................................. (2.9)
Keteranagan :
= momen torsi rotor Savonius (Nm)
= koefisien momen torsi rotor Savonius
= massa jenis udara ( ⁄ )
= kecepatan angin ( ⁄ )
= diameter rotor Savonius (m)
= tinggi rotor Savonius (m)
2.7 Autodesk Inventor
Autodesk Inventor merupakan sebuah perangkat lunak permodelan 3D mekanik
untuk menciptakan prototype digital 3D yang biasa digunakan dalam visualisasi, desain
dan simulasi produk. Autodesk Inventor bersaing dengan SolidWork dan SolidEdge
serta dengan Pro/ENGINEER, CATIA dan NX (Unigraphics).
2.8 CFD (Computational Fluid Dynamic)
Semua jenis CFD pada dasarnya menggunakan persamaan dasar dinamika
fluida yaitu persamaan kontinuitas, momentum dan energi. Persamaan-persamaan ini
merupakan pernyataan matematis untuk tiga prinsip dasar fisika :
1. Hukum kekekalan massa (the cinservation of mass)
2. Hukum kedua newton (newton’s second law of motion)
3. Hukum kekekalan energi
Filosofi berikut selalu diikuti guna mendapatkan persamaan dasar gerak fluida :
1. Memiliki prinsip fisika dasar dari hukum-hukum fisika (hukum kekekalan
massa, hukum kedua newton, hukum kekekalan energi)
2. Menerapkan prinsip-prinsip fisika di dalam model aliran
Dari penerapan, dapat diuraikan persaam matematis yang meliputi prinsip-
prinsip fisika dasar.
CFD merupakan ilmu sains dalam penyelesaian numerik dinamika fluida. CFD
adalah pendekatan ketiga dalam studi dan pengembangan dinamika selain pendekatan
teori dan eksperimen murni.
Adapun beberapa keuntunngan yang dapat diperoleh dengan menggunakan
perangkat lunak CFD yaitu :
a. Meminimalisasi waktu dan biaya dalam mendesain produk, bila proses desain
tersebut dilakukan dengan uji eksperimen dengan akurasi yang tinggi.
b. Memiliki kemampuan sistem studi yang dapat mengendalikan percobaan sulit
atau tidak mungkin bila dilakukan dengan eksperimen.
c. Memiliki kemampuan studi dibawah kondisi berbahaya pada saat atau sesudah
melewati titik kritik (termasuk studi keselamatan dan skenario kecelakaan).
d. Keakuratannya akan selalu dikontrol dalam proses desain.
Aplikasi dari CFD untuk penyelesain masalah aliran pada turbin telah
mengalami kemajuan cukup pesat pada belakangan ini. Dengan CFD memungkinkan
untuk memprediksi fenomena aliran fluida yang jauh lebih kompleks dengan tingkat
akurasi yang berbeda-beda.
Dalam desain kerjanya, problem yang ada perlu dideskripsikan keadaan
software CFD dengan menggambarkan model yang akan dianalisis. Selanjut, dalam
solver problem yang akan dihitung dengan pendekatan persamaan Navier Strokes. Dari
hasil perhitungan kemudian didapatkan hasil output dari running program CFD
CFD merupakan analisa sistem yang mencakup aliran fluida, perpindahan
panas, dan fenomena yang terkait. Seperti reaksi kimia dengan menggunakan
simmulasi berbasis computer (numeric). Teknik ini sangat berguna dan dapat
diaplikasikan pada bidang industri maupun non-industri. Kode CFD terstrukur atas
logaitma numerik, sehingga dapat digunakan untuk menyelesaikan problem pada suatu
aliran fluida. Code Computational Fluida Dynamic terbagi atas tiga elemen utama yaitu
:
1. Pre Processor (CFX Build)
2. Solver Manager
3. Post Processor (Visualize)
Pre Processor Solver Manager Post Processor
2.9 CFD-Numeca
Sofware CFD-Numeca adalah perangkat lunak yang biasa digunakan untuk
simulasi, desain, dan pengoptimalan aliran fluida dan perpindahan panas di sekitar
struktur seperti psawat, mobil, dan bangunan. New cluster akan menggunakan software
Numeca dan peelitian engineer untuk menjalankan simulasi CFD yang lebih besar
untuk konsumen dasar Numeca internasional dan untuk banyak proyek penelitian
partner Numeca dengan universitas departemen, laboratorium penelitian, dan industri.