bab ii kajian pustaka 2.1 stroke iskemikiskemik serebri fokal dibagi menjadi dua yaitu iskemik...

35
12 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Stroke Iskemik Penyakit serebrovaskuler termasuk stroke, menempati urutan ke dua sebagai penyebab kematian di seluruh dunia. Di negara maju secara hitungan kasar 1 dari 20 orang dewasa menderita stroke, dan kematian setelah melewati tahun pertama setelah menderita stroke pertama kali adalah sebanyak 20%. Beban ekonomi tidak berpengaruh terhadap angka kematian, tetapi pada penderita yang masih hidup sebagian besar mengalami masalah mental dan fisik. Perbandingan insiden stroke di negara dengan sosial ekonomi baik dan di negara dengan sosial ekonomi rendah sampai sedang menujukkan gejala yang membahayakan (Mukherjee et al., 2012). Insiden stroke di negara maju mengalami penurunan sebanyak 42%, sedangkan di negara dengan sosial ekonomi rendah dan sedang terjadi peningkatan sebanyak 100%. Sebanyak 80-85 % penyebab stroke yang paling sering adalah oklusi arteri, sedangkan perdarahan intra serebral primer, perdarahan subarahnoid dan tromobisi sinus serebri sebanyak 20-25% (Mukherjee and Patil, 2011). Di Asia stroke hemoragik kejadiannya lebih tinggi yaitu sebanyak 50% jika dibandingkan dengan di Eropa. Stroke terjadi bila tekanan darah terhenti karena oklusi oleh trombus atau emboli (stroke iskemik) atau perdarahan karena pecahnya pembuluh darah (stroke hemoragik) (Bacigaluppi et al., 2010; Mergenthaler et al., 2013)

Upload: others

Post on 29-Dec-2019

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

12

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Stroke Iskemik

Penyakit serebrovaskuler termasuk stroke, menempati urutan ke dua sebagai

penyebab kematian di seluruh dunia. Di negara maju secara hitungan kasar 1 dari 20

orang dewasa menderita stroke, dan kematian setelah melewati tahun pertama setelah

menderita stroke pertama kali adalah sebanyak 20%. Beban ekonomi tidak

berpengaruh terhadap angka kematian, tetapi pada penderita yang masih hidup

sebagian besar mengalami masalah mental dan fisik. Perbandingan insiden stroke di

negara dengan sosial ekonomi baik dan di negara dengan sosial ekonomi rendah

sampai sedang menujukkan gejala yang membahayakan (Mukherjee et al., 2012).

Insiden stroke di negara maju mengalami penurunan sebanyak 42%, sedangkan

di negara dengan sosial ekonomi rendah dan sedang terjadi peningkatan sebanyak

100%. Sebanyak 80-85 % penyebab stroke yang paling sering adalah oklusi arteri,

sedangkan perdarahan intra serebral primer, perdarahan subarahnoid dan tromobisi

sinus serebri sebanyak 20-25% (Mukherjee and Patil, 2011). Di Asia stroke

hemoragik kejadiannya lebih tinggi yaitu sebanyak 50% jika dibandingkan dengan di

Eropa. Stroke terjadi bila tekanan darah terhenti karena oklusi oleh trombus atau

emboli (stroke iskemik) atau perdarahan karena pecahnya pembuluh darah (stroke

hemoragik) (Bacigaluppi et al., 2010; Mergenthaler et al., 2013)

13

2.2 Binatang Coba dengan Stroke Iskemik

Sejak tahun 1970-an model binatang telah digunakn secara luas untuk mengetahui

mekanisme terjadinya kerusakan sel otak dan percobaan terapi pre-klinik stroke.

Binatang yang umum dipakai untuk model stroke adalah primata, babi, domba, anjing,

tikus, kelinci dan tikus Mongolia (Bacigaluppi et al., 2010). Tikus sering dipakai

sebagai model stroke, karena patofisiologinya mirip dengan manusia, bisa dibuat lesi

yang sesuai dengan yang dikehendaki, prosedur relatif sederhana dan tidak infasif, biaya

lebih murah, bisa memonitor parameter fisiologi dan menganlisis jaringan otak untuk

mengetahui hasil yang diharapkan, secara genetik strainnya homogen, dan secara etik

telah diterima secara luas (Sicard et al., 2009).

Iskemik serebri fokal dibagi menjadi dua yaitu iskemik menetap dan iskemik

sementara. Iskemik menetap terjadi sebagai akibat dari iskemik yang berat, yang intinya

dikelilingi oleh daerah yang kerusakannya lebih ringan. Reperfusi dalam 3 jam tidak

memperbaiki daerah yang rusak. Iskemik sementara, mengakibatkan banyak variasi

kerusakan tergantung dari lamanya iskemik. Iskemik selama 8 menit pada tikus

meyebabkan nekrosis yang selektif, sedangkan bila iskemik lebih dari 30 menit selalu

disertai infark. Setelah iskemik, kerusakan otak yang terjadi disebabkan oleh iskemik

dan reperfusi (Bacigalupi et al., 2010, Mergenthaler et al, 2013).

Model iskemik fokal pada tikus yang sering dipakai adalah oklusi atau emboli arteri

serebri media. Metode ini sudah sering dipakai untuk menilai perkembangan

pengobatan stroke (Sicard et al; 2009; Bacigaluppi et al., 2010).

2.3 Patofisiologi Stroke

Patofisiologi terjadinya stroke sangat kompleks mulai dari mekanisme kegagalan

pembentukan energi, kehilangan homeostasis seluler, asidosis, peningkatan kadar

14

kalsium intra seluler, eksitotoksik, reactive-oxygen species mediated toxycity, aktivasi

sel neuron dan sel glia, aktifasi komplemen, terputusnya sawar darah otak dan infiltrasi

leukosit (Woodruff et al., 2011).

Otak adalah organ yang tidak bisa menyimpan cadangan energi, sehingga otak

adalah organ yang sangat rentan terhadap terhadap iskemik. Penurunan aliran darah otak

akibat suatu iskemik menyebabkan penurunan glukose dan pembentukan ATP, yang

kemudian diikuti dengan kegagalan trasnport elektron, sehingga menyebabkan kadar ion

K lebih banyak mengalir ke ekstra seluler. Akibat lebih lanjut dari kekurangan oksigen

dan glukose adalah terganggunya oksidasi di mitokondria, sehingga jumlah energi

(ATP) yang dihasilkan menurun. Penurunan jumlah ATP mengakibatkan terjadi

peningkatan metabolisme glikogen dan glukose cadangan, sehingga menyebabkan

asidosis intra seluler. Penurunan jumlah ATP mengakibatkan kegagalan pompa Na-K-

ATP ase, sehingga Na masuk ke dalam sel dan K keluar sel. Akibat selanjutnya adalah

terjadi aktivasi kanal Ca2+ dan depolarisasi neuron dan astrosit. Akibat aktivasi kanal

Ca2+, terjadi peningkatan pelepasan kadar glutamat yang berlebihan di ekstraseluler

yang kemudian akan meningkatkan jumlah Ca2+, peningkatan pembentukan radikal

bebas, mitochondria permiability trasnsisition activation, dan eksitotoksik. Mekanisme

terjadinya kematian sel pada iskemik serebri adalah karena stres oksidatif atau nitrosatif,

eksitotoksik, ketidak seimbangan ion dan apoptosis. Stres oksidatif oleh karena

eksitotoksik telah terbukti merupakan mekanisme penting mengakibatkan kematian sel

pada iskemik serebri (Niizuma K et al., 2009; Kaur et al., 2011; Breton et al., 2012)

Stroke iskemik ditandai dengan dua area iskemia yaitu; pusat inti iskemik, dan

daerah sekelilingnya yang disebut iskemik penumbra (daerah peri infark) yang terjadi

karena hipoperfusi. Luasnya daerah inti iskemik dan penumbra tergantung pada lama

15

dan beratnya okluasi pembuluh darah dan kerentanan daerah otak yang mengalami

iskemik. Yang paling sensitif terhadap iskemik adalah nukleus CA 1 neuron piramid di

hipokampus dan korteks serebri (Kumar et al., 2010).

Jaringan otak dalam keadaan fisiologis memerlukan paling sedikit 50ml darah/100

gram untuk memenuhi kebutuhan glukose dan oksigen, supaya keperluan energi (ATP)

terjamin. Bila aliran darah otak menurun kurang dari 10 ml/100 gram jaringan otak,

maka akan terbentuk inti iskemik. Daerah inti iskemik ini akan segera menjadi nekrotik

yang ireversibel dan selnya mengalami kematian (infark serebri). Bila aliran darah otak

antara 10-20 ml/100 gram jaringan otak, maka di daerah tersebut akan terbentuk daerah

iskemik yang disebut iskemik penumbra. Bila kemampuan menyediakan glukosa dan

aliran darah dari pembuluh darah kolateral tidak mencukupi maka daerah iskemik

penumbra ini akan menjadi infark, sehingga daerah infark akan bertambah (Mehta et al.,

2007; Moskowitz et al., 2010).

2.4 Mekanisme Kematian Sel pada Stroke Iskemik

2.4.1 Eksitotoksik dan iskemik

Terhentinya aliran darah ke otak selama serangan stroke, mengakibatkan terjadinya

berkurangnya oksigen dan glukose. Kekurangan oksigen dan glukose menyebabkan

otak mengalami kekurangan energi yang diperlukan untuk memelihara fungsi

homeostasis sel neuron, sehingga akan menyebabkan terjadinya depolarisasi neuron,

pelepasan neurotransmiter eksitotoksik, pengurangan ambilan kembali neurotranmiter

dari ruangan ekstraseluler. Semua proses ini mengakibatkan peningkatan Ca

ekstraseluler, yang merangsang aktivasi yang berlebihan beberapa enzim dan proses

signaling mengakibatkan kegagalan fungsi neuron yang akhirnya menyebabkan

kematian (Breton et al., 2012).

16

2.4.2 Stres oksidatif pada iskemik serebri

Stres oksidatif merupakan kunci terjadinya kelainan pada penyakit neurodegenratif

seperti penyakit Parkinson, Alzheimer, Amyitropic lateral sclerosis, multiple sclerosis

dan stroke (Allen et al., 2009). Stres oksidatif ditandai dengan terbentuknya radikal

bebas berlebihan, melebihi kapasitas antioksidan untuk mentralisasi. Antioksidan

berfungsi melindungi otak dari kerusakan yang disebabkan oleh radikal bebas. Iskemik

serebri akut menginduksi kaskade metabolik yang kompleks termasuk terbentuknya

radikal bebas seperti ROS dan reactive nitrogen species (RNS). Dalam keadaan

fisiologis ROS dan RNS terbentuk dalam jumlah kecil dan berfungsi untuk penting

untuk proses signaling dan metabolisme (Broughton et al., 2009).

Beberapa studi memperlihatkan sumber radikal bebas pada stroke iskemik adalah

stimulasi glutamat melalui mekanisme aktivasi reseptor nicotinic adenin dincleotide

phosphat dehydrogenase (NADPH), disfungsi mitokondria, aktivasi neuronal nitrix

oxide (nNOS), induksi nitrix oxid synthetase (NOS), atau cyclooxigenase (COX) auto-

oksidasi katekolamin, metabolisme asam lemak bebas, terutama yang dilepas oleh asam

arachidonat, migrasi leukosit dan neutropil yang membentuk anion superoksid dan

konversi xantin dehidrogenase ke xantin oksidase (Circu and AW, 2010, Cojocaru et al.,

2013).

Penurunan jumlah oksigen selama iskemik serebri juga menyebabkan penumpukan

asam laktat melalui metabolisme anaerob, dan mengakibatkan keadaan asidosis.

Asidosis adalah salah satu sumber ROS yang penting, karena selama asidosis H+ akan

merubah O2- menjadi H2O2 atau radikal hidroksil (0H) yang lebih reaktif (Woodruff et

al., 2011).

17

Penurunan aliran darah ke otak selama iskemik, mengakibatkan penurunan

produksi ATP. ATP diperlukan untuk semua kegiatan di dalam sel. Bila terjadi

penuruan ATP maka salah satu akibatnya adalah terjadi depolarisasi membran sel dan

pelepasan glutamat yang berlebihan ke ruang ekstra seluler yang akan mengakibatkan

eksisitotoksik. Glutamat akan berinteraksi dengan respetor N-methyl-D-aspartat

(NMDA) dan α-amino-3-hydroxy-5 methylisoxazole-4-propionic acid (AMPA) akan

mengakibatkan peningkatan Ca2+ dalam sel neuron. Selama iskemik serebri Ca2+ akan

mengaktifkan enzim proteolitik yang bertanggung jawab terhadap degradasi struktur

intra dan ekstra seluler, dan juga enszim phosfolipase A2 (PLA2) dan COX yang juga

memproduksi radikal bebas. Radikal bebas akan menyebabkan kematian sel melalui

mekanisme nekrosis atau apoptosis seperti terlihat pada Gambar 2.1 (Woodruff et al.,

2011, Jordan et al., 2012).

18

Gambar 2.1 Proses kematian sel pada stroke (Jordan et al., 2012)

Kematian sel

Radikal bebas, ROS calpain,

endonuklease, ATPase,dan

fosfolipase

Mitokondria terganggu

Apoptosis Nekrosis

Aliran darah ↓

↓ Metabolisme

aerobik

↑ Metabolisme anaerobik

ATP

Kegagaln ATP ion transport

Depolarisasi

↑[Ca2+]

intraseluler

Pelepasan glutamat

Stimulasi

Reseptor AMPA Reseptor NMDA

↑↑ [Ca2+] intraseluler

EKSITOTOKSISITAS

19

2.4.3 Pembentukan ROS di mitokondria

Mitokondria adalah sumber pembentukan energi bagi sel. Fungsi utama dari

mitokondria adalah pembentukan energi tinggi (ATP) melalui reaksi oksidasi-forforilasi

dengan mekanisme transport elektron, pada rantai respirasi I-IV. ROS terbentuk pada

rantai respirasi I dan III selama proses respirasi mitokondria (Niizuma et al., 2010).

ROS adalah istilah yang digunakan untuk menerangkan O2 yang membentuk radikal

bebas seperti anion superoksid (O2-), hidroksil (OH-), peroksil (RO2

-) dan alkoksil (RO-

). O2- juga membentuk spesies non radikal seperti hidrogen peroksidase (H2O2).

Mitokondria menggunakan O2 sebanyak 1-2% dan akan digunakan untuk pembentukan

ROS terutama pada kompleks I dan III. Anion superoksid yang terbentuk di

mitokondria akan dikonversi menjadi H2O2 oleh ensim superoksid dismutase yang

selanjutnya akan dikonversi menjadi H2O oleh enzim katalase. ROS terbentuk dari

molekul oksigen sebagai hasil metabolisme sel, dalam keadaan fisiologis jumlahnya

sangat sedikit (Allen and Bayraktutan, 2009, Olmez and Ozurt, 2012).

ROS dibagi menjadi 2 grup yaitu radikal bebas dan non radikal. Molekul yang

mengandung satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan dan memberikan reaksi

terhadap molekul itu disebut radikal bebas. Bila dua radikal bebas berbagi dengan

elektron yang tidak berpasangan maka akan terbentuk non radikal.Ada tiga grup ROS

yaitu anion superoksid (O2-), radikal hidroksil (OH-) dan hidrogen peroksida (H2O2).

Anion superoksid dibentuk dengan menambahkan satu elektron ke molekul oksigen.

Proses ini diperantarai oleh nicotine adenine dincleotide phosphate oxidase (NOX),

xantin oksidase atau sistem transport elektron mitokondria. Ensim pro-oksidan seperti

NADPH Oxidase (NOX) dan xanthin oxidase mengakatalise terbentuknya O2-, yang

kemudian bereaksi dengan nitrix oxide (NO) membentuk peroxynitrite (ONOO-) yang

20

merupakan suatu radikal okisidatif sangat kuat dan akan mengakibatkan nitratisasi

(Chen et al., 2011; Breton and Rodriguez 2012).

ROS terbentuk di mitokondria oleh karena pengurangan satu elektron dari O2,

sehingga terbentuk anion superoksid (O2-). Di dalam tubuh O2

- juga dibentuk dari proses

enzimatik yaitu NADPH oksidase, cytochrome p 450 dependent oxigenase, xantin

oksidase dan peroses non ensim yaitu ketika satu elektron ditransfer langsung ke O2.

Kemudian O2- bereaksi dengan radikal bebas lainnya yaitu NO, mebentuk RNS. Anion

superoksid (O2-) kemudian dikatalisis oleh superoxid dismutase (SODs), membentuk

H2O2, yang relatif stabil yang kemudian akan dieliminasi oleh ensim antioksidan yang

ada di mitkondria maupun di sitosol. Bila H2O2 tidak dimetabolisme maka jika tersedia

ion metal dengan reaksi Fenton akan terbentuk radikal hidroksil (OH-), yan merupakan

salah satu oksidan yang bisa merusak sel (Niizuma et al., 2009, Olmez and Ozyurt,

2012) (Gambar 2.2).

ROS di mitokondria bisa terbentuk di kompleks IV (sitokrome c oksidase), tetapi

secara historis tempat pembentukan ROS pertama kali adalah kompleks I yang terletak

di lapisan dalam membran mitokondria (kompleks ubiquinone-sitokrom c reduktase.

Kompleks II yang disebut suksinat dehidrogenase (SDH) secara teoritis juga mebentuk

ROS, tetapi sampai sat ini jumlah ROS yang dibentuk tidak dapat diukur. Kompleks III

mitokondria yang disebut NADH dehidrogenase juga merupakan sumber utama ROS.

Lewat kompleks ini merupakan pintu masuk transport elektron dalam rantai respirasi

(Niizuma et al., 2010, Olmez and Ozyurt 2012).

21

Gambar 2.2 Pembentukan ROS (Olmez and Ozyurt, 2012)

2.4.4 Sistem detoksifikasi di mitokondria

Mitokondria membentuk superoksid anion (O2-) dan hidrogen peroksida (H2O2)

selama proses rantai respirasi mitokondria. Enzim pro-oksidan seperti NOS, xantin

dehidrogenase, xantin oksidase, NADPH okisdase, mieloperoksidase dan

monoaminoksidase membentuk ROS seperti O2-, H2O2, nitrik oksid dan lipid

peroksidase. Sistem detoksifikasi seperti SOD, GSHPx dan katalase akan mengeluarkan

dan menetralisir ROS yang terbentuk. GSHPx akan mengubah H2O2 menjadi air dan

oksigen. Ada 3 isoform SOD yaitu Coper atau Zink SOD (SOD1), Mangan SOD

(SOD2) dan ekstraseluler SOD (SOD3). Ketiga isoform SOD ini akan mengubah O2-

menjadi H2O2 dan oksigen. Katalase juga merubah H2O2 menjadi air. Antioksidan non

enzim seperti vitamin E, dan C juga mempunyai efek detoksifikasi radikal bebas. Stres

oksidatif adalah keadaan produksi ROS berlebihan dibandingkan dengan kemampuan

pengelurannya dari sel. Dalam keadaan iskemik terjadi keadaan terbentuknya radikal

bebas berlebihan dibandingkan dengan kemampuan eliminasinya. Terbentuknya ROS

22

yang berlebihan akan mengakibatkan stres oksidatif dan merangsang sel signaling

kerusakan sel (Olmez and Ozyurt, 2012).

2.4.5 Reperfusion injury dan ROS

Reperfusion injury adalah kerusakan otak karena kembalinya aliran darah dari

pembuluh darah kolateral yang mengakibatan odem vasogenik, trasformasi hemoragik

dan meluasnya volume infark. Pada keadaan iskemik otak ROS terbentuk karena

peningkatan aktivitas ensim pro-oksidan mitokondria, dan tidak aktifnya sistem

detoksifikasi, dan kegagalan netralisasi ROS oleh antioksidan. Produkasi ROS yang

berlebihan menyebabkan kerusakan makro molekul dan aktivasi beberapa jalur kaskade

kematian sel. (Circu and Aw, 2010).

Mitokondria menjadi target utama ROS selama iskemia yang akan memulai

terjadinya kematian sel neuron, dengan mengeluarkan sitokrom c dari mitokondria.

Pelepasan sitokrom c ini dikontrol oleh protein Bcl-2 family yang terdiri atas protein

anti-apoptosis dan pro-apoptosis. ROS juga menginisiasi apotosis melalui jalur nuclear

factor kB (NF-kB) yang selanjutnya mengatifkan jalur mitogen activity protein kinase

(MAPK)/Jun kinase (JNK). Aktifasi NF-kB dapat dihambat oleh antioksidan.

Perubahan gen NF-kB, NOS, COX-2, Matrix metalloproteinase-9 (MMP-9), dan intra

celuler adhesion molecules (ICAM) yang juga terlibat dalam jalur kematian sel

(apoptosis), rusaknya sawar darah otak dan proses inflamasi (Pautz et al., 2010, (Hsieh

et al., 2010). Setelah berada di nukleus aktivasi JNK juga mengaktifkan faktor

transkripsi c-jun dan appoptosis transcription factor-2 (ATF-2) membentuk Jun-ATF-2

kompleks activator protein-1 (AP-1) yang mengatur regulasi gen proapoptosis seperti

TNF-α, Fas-L dan Bak (Fan et al., 2001).

23

2.4.6 NOS mitokondria

NOS terdiri atas neuronal NOS (nNOS), inducible NOS (iNOS) dan endotelial

NOS (eNOS). Saat ini mitokondria diketahui mempunyai NOS sendiri, yaitu

mitochondria NOS (mtNOS) yang terletak di lapisan dalam (inner membrane)

mitokondria. NOS mitokondria diproduksi di sitosol dan kemudian dipindahkan ke

mitokondria. Proses pemindahan ini belum diketahui dengan pasti. mtNOS ini selalu

aktif karena mengandung Ca+ dan terus mengkontrol respirasi mitokondria dan

merupakan molekul kunci pada reperfusion injury. Enzim yang mengaktifkan mtNOS

lebih aktif saat binatang dalam keadan hipoksia dibandingkan saat normal. mtNOS juga

dipakai sebagai penanda penuaan otak. Pada tikus yang tua mtNOS berkorelasi dengan

kemampuan untuk hidup. Selama mtNOs mengkontrol respirasi mitokondria dan

pembentukan nitriks oksida, mungkin berkorelasi dengan apoptosis setelah stroke

(Boveris et al., 2008; Finocchietto et al., 2009).

2.4.7 Peranan ROS dalam reperfusion injury.

Endotil pembuluh darah otak mempunyai fungsi unik yaitu sebagai barier yang

melindungi aliran ion secara bebas ke jaringan otak. Terganggunya barier ini saat stroke

mengakibatkan meningkatnya permiabilitas vaskuler yang akhirnya menyebakan odem

(Bektas et al,. 2010). Peningkatan reperfusi menyebabkan efek yang lebih buruk dari

pada saat iskemik oleh karena terjadi peningkatan pelepasan ROS dan akumulasi

neutropil. Keadaan ini disebut reperfusion injury. Kerusakan yang terjadi berkorelasi

dengan kadar ROS, dan peningkatan permiabilitas vaskuler juga berkorelasi dengan fase

awal dari reperfusi. Pada binatang percobaan keadaan ini dapat dikurangi dengan

menghambat produksi ROS. ROS juga menginduksi faktor lain yang bersifat sitotoksik,

yang juga berperan dalam ischemic/reperfusion injury seperti peningkatan Ca

24

intraseluler oleh karena disfungsi sarkolema retikulum dan asidosis, penurunan kadar

ATP, dan perubahan permiabiltas mitokondria (Chen et al., 2010).

NO mempunyai efek ganda yaitu bisa bermanfaat maupun merugikan. Efek

merugikan yaitu saat iskemik serebri akan menginduksi respon inflamasi dan terjadi

peningkatan pelepasan sitokin dan pembentukan iNOS, yang akan bereaksi dengan

anion superoksid membentuk peroksinitrit. Peroksinitrit dengan ROS lainnya akan

menyebabkan sel mengalami nekrosis melalui mekanisme peroksidasi lipid, kerusakan

DNA, memutus rantai respirasi mitokondria dan produksi ATP. Peroksinitrit dan ROS

lainnya juga menginduksi apoptosis melalaui peningkatan regulasi p53, yang akan

menurunkan regulasi protein Bcl-2 anti apoptopsis (Chen et al., 2010; Ola et al., 2011).

NO juga mempunyai peran menguntungkan yang diperankan oleh eNOS yaitu

melindungi sel neuron dalam keadaan iskemik sehingga tidak terjadi kerusakan sel

neuron. Efek menguntungkan ini adalah melalui mekanisme yaitu sebagai ko-faktor dari

ATP yang akan mengaktifkan kanal kalium yang mempunyai efek proteksi dan juga

melaui aktivasi posphoinisitide -3 kinae (PI-3 kinase) atau jalur Akt (Hausenloy et al.,

2006).

2.5 Apoptosis

ROS memegang peranan dalam apoptosis ketika sel mengalami stres oksidatif.

Signal apoptosis tidak secara langsung menyebabkan apoptosis, tetapi melalui regulasi

beberapa protein yang mengawali apotosis. Signal kematian sel menyebabkan apotosis

melalui jalur intrinsik maupuan ektrinsik (Azad and Iyer, 2014).

2.5.1 Jalur ekstrinsik

Apoptosis jalur ekstrinsik dimediasi oleh death receptor yang akan berikatan

dengan reseptor ligand dan akan mengaktifkan kaspase. Death receptor terdiri dari Fas

25

receptor (CD 95 atau APO-1), TNFR-1 dan TRAIL-R1 juga disebut DR4 dan TRAIL

receptor-2 (TRAIL-R2) juga disebut DR5. Death receptor kemudian berikatan dengan

ligands seperti FAS ligand, TNFα dan TRAIL. Ketiga reseptor ini berperan dalam

menginduksi apotosis dengan memberikan signal kematian sel dengan pembentukan

DISC. DISC merupakan kompleks reseptor dan ligand yang akan menginduksi pro-

kaspase 8 dan pro-kaspase 10 dan regulator lainnya sebagai ko- faktor, dan kemudian

akan mengaktifkan kaspase 3 dan 7 sebagai kaspase eksekutor (Schutze et al., 2008).

2.5.2 Jalur intrinsik

Apoptosis jalur intrinsik melibatkan mitokondria setelah menerima stimulus dari

anggota protein BH3 only seperti Bid, Bad dan Bim. Keadaan ini akan menyebabkan

oligomerisasi anggota protein pro-apptosis seperti Bax dan Bak yang terdapat

dipermukaan membran mitokondria dan akan mengakibatkan permiabilitas outer

membran mitochondria (OMM), yang akhirnya melepaskan mediator apoptosis seperti

HtrA2/Omi (mammalian serine protease) second nitochondrial activator of kaspase /

direct IAP binding protein with low pl) (Smac/diablo) sitokrom c, endonuclease G

(endo G) dan apoptosis induction factor (AIF). Sitokrom c dan APAF dan ATP/dioksi-

ATP membentuk apoptosome yang akan mengaktifkan prokaspase 9 menjadi kaspase 9,

yang selanjutnya mengaktifkan kaspase 3 sebagai eksekutor apoptosis. Peran Endo G

dan AIF adalah tidak tergantung pada kaspase, tetapi langsung menyebabkan kondensi

dan fragmentasi sel (Niizuma et al; 2009, Circu and Aw, 2010).

Inhibitor of apoptosis protein (IAP) berperan menghambat mediator apoptosis

seperti HtrA2/Omi/ Smac/diablo yang akan berikatan dengan kaspase3/7/9. Anggota

BH3 only yaitu Bid diaktifkan oleh kaspase 8 yang akan membentuk truncal Bid (tBid),

yang selanjutnya mengaktifkan Bax dan Bak. Hal ini memperlihatkan adanya hubungan

26

antara mekanisme ekstrinsik dan intrinsik dalam proses apoptosis seperti disajikan pada

gambar 2.3 (Westphal et al., 2011.

Gambar 2.3 Proses apoptosis (Westphal et al., 2011)

2.6 Bcl-2 family

Bcl-2 family adalah protein yang merupakan regulator kunci dari apoptosis, yang

meliputi pro dan anti-apoptosis. Semua anggota Bcl-2 mempunyai satu atau lebih

homology domain dengan label Bcl-2 homology (BH 1,-2,-3 dan -4). Anti apoptosis

Bcl-2 adalah Bcl-2, Bcl-xl (Bcl-extra long), A1, Bcl-w dan Boo (Bcl-2 homology of

ovary) berisi ke empat BH-domain (BH1-4). Bcl-2 da Bcl-xl mempunyai domain di

terminal karboksil hidrofobik transmembran sehingga membantu berada di lapisan luar

membran mitokondria (OMM), dengan pengecualian pada Bcl-2 juga berada di nukleus

27

dan retikulum endoplasmik dan akan bergeser ke OMM saat terjadi signal apoptosis.

Myeloid Cell leukemia factor-1 (Mcl-1) adalah anti-apoptosis yang mempunyai 3

domaian BH (BH 1-3) (Petros et al., 2004), Youle and Stresser, 2008). Bcl-2 pro-

apoptosis terdiri atas dua sub grup tergantung pada domain BH seperti Bax, Bak dan

Box, yang memiliki BH 1-3, yang hanya memiliki domain BH-3 adalah Bid, Bim dan

Bad, dengan perkecualian Bcl-xs mempunyai BH-3 dan BH-4. Ada 8 anggota BH3 only

protein yaitu harakiri (HrK), BH3 interacting domain death agonist (Bid), Bcl-2

interacting mediator cell (Bim), Bcl-2 modifying factor (Bmf), p53, promoter

upregulated modulator of apoptosis (Puma), Noxa (named for "damage"), Bcl-2

antagonist cell death (Bad) dan Bcl-2 interacting killer (Bik). Bid, Bad, dan Bim

berlokasi di sitosol dekat mitokondria. BH3 domain only juga disebut minimal death

domain yang dapat menetralisir atau menekan efek protein anti apoptosis sehingga

memungkinkan protein apoptosis seperti Bax/Bak merangsang terjadinya apoptosis

(Youle and Strsser, 2008, Ola et al.,2011) (Gambar 2,4).

Gambar 2.4 Famili Bcl-2 (Ola et al.,2011)

28

2.6.1 Peran Bcl-2 family dalam Apotosis

2.6.1.1 Bcl-2 family anti apoptosis

Setiap sel yang mempunyai nukleus paling tidak mempunyai satu anggota Bcl-2

homolog yang mengatur homeostasis pada sel dan jaringan mamalia. Ekspresi dari Bcl-

2 di organ hemopoitik mengakibatkan ekspresi sel T dan B dan sel mieloid, yang

memberi kesempatan sel progenitor untuk menghindari efek sitotoksik. Keadaan ini

terlihat jika ekspresi gen Bcl-2 pro-apoptosis pada sel yang spesifik meningkat,

disebabkan oleh rendahnya konsentrasi BCl-2 homolog anti apoptosis sehingga tidak

bisa mengimbangi Bcl-2 family proapoptosis. Bcl-2 adalah membran protein integral,

sedangkan Bcl-xl dan Bcl-w hanya berikatan secara kuat dengan membran setelah ada

signal apoptosis yang merangsang perubahan struktur untuk melindungi sel. Famili anti-

apoptosis Bcl-2 seperti Bcl-2 sendiri mencegah/menurunkan apoptosis dengan

mencegah peningkatan permiabilitas OMM, yaitu dengan menetralisir aktifitas famili

Bcl-2 pro-apotosis (BH3 only protein dan yang lainnya). Jika Bcl-2 dan Bcl-xl tidak

bisa mengaktifkan efek anti apoptosis, maka Bax mengalami oligomerisasi dan

mengambil tempat tersebut sehingga terjadi proses apoptosis (Youle and Strasser, 2008,

Brunelle et al., 2009).

2.6.1.2 Pro-apoptotik family Bcl-2

Protein anti-apoptotik seperti Bcl-2 berinterkasi dengan Bak dan Bax akan

menghambat oligomersisasnya atau berikatan dengan BH3 only untuk memblok

apoptosis. Perubahan Bak menjadi bentuk ganda Bak atau Bax mengakibatkan

fragmentasi mitokondria. Bak berhubungan Bax yang menyebabkan perubahan

permiabilitas membran luar mitokondria mengakibatkan kaskade apoptosis. Bak

29

menyebakan fragmentasi awal mitokondria, sedangkan Bax berperan dalam degenerasi

membran luar mitokondria (Brooks et al., 2007).

Dalam keadaan sehat Bak ada dalam bentuk tidak aktif di OMM, sedangkan Bax

dalam keadaan dorman di sitosol. Bila terdapat signal apoptosis maka akan merangsang

BH3 only-protein-dependent translocation dari Bax, diikuti oleh insersi ke OMM dan

terbentuknya Bak atau Bax homo-oligomer. Setelah terbentuk Bak/Bax homo-

oligomer maka akan terbentuk lubang di OMM, yang menyebabkan terjadi

permiabilitas OMM dan pelepasan isi dari intermembran space (IMS) seperti Smac

diablo, endo G dan sitokrome c ke dalam sitosol. Pelepasan protein ini akan

mengaktifkan kaskade kaspase (Wang, 2001).

2.7 Kaspase

Kaspase adalah Cystein aspartic proteases yang berkontribusi terhadap terjadinya

proses inflamasi, apoptosis dan proses vaskuler yang dominan pada stroke. Kaspase

dibedakan menurut struktur, mekanisme aktifasinya, fungsi seluler dan jalur yang

mengaktifkan apoptosis. Menurut strukturnya kaspase dibagi menjadi rantai pangjang

(casps-1, casps-2, casps-8, casps-9 dan casps-11) dan pendek (casps-3, casps-6, caps-7).

Ukuran dan komposisinya ditentukan oleh perlu tidaknya pemecahan untuk aktifitasnya

(Pop and Salvesen, 2009; Akpan and Troy 2013).

2.7.1 Mekanisme aksi kaspase

Kaspase dengan pro-domain yang panjang terdapat dalam bentuk zimogen

monomer. Aktifasi terjadi saat dimerisasi, karena perubahan struktur di inter subunit

yang lebih panjang memungkinkan bersentuhan dengan sisi katalitik yang aktif.

Pemecahan ikatan proteolitik di inter subunit diperlukan secara absolut untuk terjadinya

aktifasi (Broughton et al; 2009; Pop and Salvesen, 2009).

30

2.7.2 Fungsi seluler kaspase

Secara umum fungsi kaspase adalah: inflamasi, inisiator dan eksekutor apoptosis.

Kaspase -1 berperan dalam inflamasi pada stoke dengan mengaktifkan sitokin

proinflamasi menjadi IL-1β (Green, 2011). Struktur kaspase menentukan fungsinya

sebagai inisiator atau eksekutor. Kaspase dengan domain pendek berfungsi sebagai

eksekutor dan domain panjang sebagai inisiotor, kecuali kaspase-2 bisa beperan sebagai

eksekutor atau inisiator. Kaspase-2 sedikit berbeda meskipun mempunyai domain

panjang tetapi bentuknya adalah dimer zimogen (Parrish et al., 2013).

2.7.3 Jalur aktifasi kaspase

Kaspase berperan dalam apoptosis melalui kaskade signal kematian yaitu secara

ekstrinsik dan intrinsik. Apoptosis jalur ekstrinsik tergantung pada terbentuknya death-

inducing signaling complex (DISC), yang akan berikatan dengan ligand seperti Fas-

associated protein death dominant (FADD) yang akan mengaktifkan kaspase 8, yang

kemudian akan mengaktifkan kaspase 3 dan 7 yang bertindak sebagai eksekutor

terjadinya apoptosis. Lewat jalur ekstrinsik kaspase 8 akan memecah Bid, menjadi tBid

yang akan menyebabkan mitokondria melepaskan sitokrome c. Sitokrome c bersama

dengan apoptosis protein activator-1 (Apaf-1) dan prokaspase 9 membentuk

apoptosome. Apoptosome akan mengaktifkan pro-kaspase 3, mejandi kaspase-3, yang

akan beritndak sebagai eksekutor terjadinya apoptosis (Akpan et al., 2013, Parrish et al.,

2013).

Apoptosis jalur intrinsik di dirangsangan oleh stres oksidatif, sehingga terjadi

permiabilisasi membran luar mitokondria yang dipicu oleh famili Bcl-2 pro-apoptosis

yaitu Bax dan Bak. Dalam keadan sehat Bak berada di membran luar mitokondria

sedangkan Bax berada di sitosol. Bila terjadi signal kematian maka Bax akan bergerak

31

ke membran luar mitokondria dan akan terjadi perubahan bentuk Bax dan Bak menjadi

homo-oligomer, yang akan merubah permiabilitas membran luar mitkondria, sehingga

terjadi pelepasan sitokrome c, yang selanjutnya akan membentuk apoptosom dengan

APAF dan prokaspase 9. Prokaspase 9 berubah menjadi bentuk kaspase 9 yang akan

menstimulasi kaspase 3 sebagai eksekutor apoptosis. Mitokondria juga melepaskan

protein inhibisi yang menghambat kaspase -9, kaspase-7, kaspase 3 yaitu inhibitor of

apoptosis proteins (IAPs), terutama XIAPs. Protein lain yang dilepaskan oleh

mitokondria yaitu Smac dan Diablo yang akan memblok fungsi penghambatan dari

IAPs (Westphal et al., 2011; Niizuma et al., 2011).

2.8. Sitokrom c

Sitokrom c berperan aktif dalam biogenesis mitokondria yaitu dalam pembentukan

energi (ATP) dalam reaksi oksidasi porpolisasi. Kompleks I dari rantai respirasi yaitu

(NADH; ubiquinon oksidasereduktase) dan kompleks II (suksinat dehidrogenase) yang

berisi NADH dan FADH2, yang terbentuk dari siklus asam trikarbosilik di matrik

mitokondria. Donasi elektron dari ikatan ini melewati kompleks III (sitokrom bc1)

melalui ubiquinon. Sitokrom c menerima elektron tunggal dari kompleks III dan

membawa ke komokes IV (sitokrom c oksidase), yang merupakan batas akhir transport

elektron. Dengan menggunakan 4 elektron kompleks IV merubah oksigen menjadi air

dan merubah elektron melalui kompleks I,III dan IV ke inner membrane mitokondrial

(IMM). Pembentukan ATP (kompleks V) berasal dari masuknya proton ke matrik

mitokondria dan memerlukan membran potensial yang normal. Sitokrom c diperlukan

pada transport elektron di kompleks I dan IV. (Hosler et al., 2006; Vempati et al.,

2009)

32

Bila terjadi keadaan mitochondrial outer membrane permiabilzation (MOMP)

maka sitokrom c akan dilepaskan dari ruangan intermembran dan berikatan dengan

Apaf-1 dan dATP membentuk apoptosom, yang akan mengaktifasi prokaspase 9 dan

memicu kaskade kaspase, selanjutnya akan mengaktifkan kaspase 3 sebagai eksekutor

(Gamdo et al., 2006).

2.9. Terapi Stroke

Mortalitas dan morbiditas pasien dengan stroke masih sangat tinggi. Kesembuhan

pasien dalam 30 hari setelah stroke masih dalam tingkat sedang, hal ini terjadi sejak

tahun 1960. Sampai sat ini belum ada solusi untuk menangani kerusakan otak yang

progresif pada saat fase akut serangan stroke (Boysen et al., 2009).

2.9.1 Terapi stroke iskemik

Terapi stroke iskemik yang direkomendasikan FDA adalah rekanalisasi dengan

trombolisis yaitu dengan rTPA. Tetapi tidak banyak pasien yang mendapatkan terapi ini

karena waktu yang baik untuk pemberian rTPA adalah 3 jam setelah serangan, dan

harganya sangat mahal dan efek sampingnya terjadi perdarahan. Di Amerika Serikat

pasien yang mendapat terapi dengan rTPA adalah sebanyak 3% (Simith et al., 2008.,

Treier et al., 2011). Penelitian oleh Hacke et al., (2008), yang memberikan rtPA pada

penderita stroke dengan waktu 3-4,5 jam setelah serangan ternyata memberikan

perbaikan yang moderat yaitu perbaikan sebanyak 52,4% pada rTPA dan 45,2% pada

plasebo, tetapi insiden perdarahan meningkat. Pengobatan stroke iskemik lebin baik

dengan reperfusi seperti penggunaan rTPA ditambah dengan neuroprotektor untuk

mencegah kaskade iskemik yang terjadi selama fase akut stroke (Green et al., 2005).

Kaskade molekuler dan seluler pada ischemic-reperfusion inury pada otak adalah

sangat kompleks dan melalui bebrapa jalur. Glutamat adalah neurotransmiter utama di

33

susunan saraf pusat dan memainkan peranan utama pada sususnan saraf pusat (SSP).

Konsentasi glutamat yang berlebihan menyebabkan kerusakan neuron. Keadaan ini bisa

didapat pada penyakit neurodegeneratif, termasuk hipoksia atau iskemik serebri (Metha

et al., 2007).

Gambaran utama pada ischemia-reperfusion injury adalah terbentuknya ROS

berlebihan seperti anion superoksid (O2-) radikal hidroksil (OH-) dan hidrogen peroksida

(H2O2). Akumulasi ROS intra seluler menyebabkan oksidasi lipid, protein dan DNA

yang menyebabkan perubahan jalur signal dan menyebabkan kerusakan seluler yang

akhirnya berlanjut dengan kematian sel pada iskemik dan reperfusi serebri (Abramov et

al., 2007). Produksi ROS sangat berlebihan segera setelah iskemik, sehingga kemampun

antioksidan endogen untuk menetralisir berkurang, dan ROS yang sangat berlebihan,

akan menyebabkan kerusakan neuron. Berdasarkan mekanisme ini direkomendasikan

terapi dengan antioksidan eksogen (Margaill et al., 2005).

Mitokondria menjadi target dari ROS, yang mengalami disfungsi selama iskemik

atau reperfusi, sehingga selanjutnya akan mengalami lagi kerusakan neuron. Mekanisme

yang pasti dari kerusakan neuron sangat kompleks dan belum sepenuhnya dimengerti,

sehingga memberi peluang untuk mengembangkan terapi dan diet melawan efek

kerusakan neuron akibat iskemik. Bukti yang ada bahwa diet pitofarmaka seperti

vitamin dan bahan yang mengandung fenolik mempunyai efek proteksi terhadap neuron

saat melawan stres oksidatif, dengan menekan reaksi neuroinflamasi dan memberi

perbaikan fungsi koginitf (Cherubini et al., 2008).

Studi oleh Hariri et al., (2013) memperlihatkan penurunan kejadian stroke dan

perbaikan fungsi pada pasien yang mengkomsumsi makanan yang kaya dengan vitamin

B. Asam folat, vitamin B6 dan vitamin B12 adalah ko-faktor dalam metabolisme

34

homosistin. Hiperhomosistein diketahui sebagai salah satu faktor risiko stroke. Studi

ekspremental memperlihatkan stres oksidatif memegang peranan penting terjadinya lesi

iskemik serebral, dan mengkonsumsi anti-oksidan dengan dosis yang tinggi

dihubungkan dengan risiko yang lebih rendah terjadinya kejadian stroke pada populasi.

2.9.2. Ubiungu

Ubiungu (Ipomoea batalas L), memiliki umbi dengan warna yang berbeda yaitu ada

yang berwarana ungu, putih, merah, atau kuning. Batangnya tidak berkayu dan

mengandung air, daunnya bulat seperti jantung (Anonim, 2012). Akarnya yang disebut

dengan ubiungu banyak digunakan sebagai obat tradisional. Akar dan kulitnya banyak

mengandung polivenol seperti antosianin dan asam penolik merupakan sumber dari

vitamin A,B,C, Fe, Ca dan fosfor (Suprapta et al., 2004 ; Panda and Sonkambe, 2012).

Ubiungu ungu saat ini banyak digunakan untuk kesehatan karena di dalamnya

banyak mengandung substrat yang berguna untuk kesehatan seperti vitamin C dan

antosianin yang bersifat sebagai antioksidan. Kandungan vitamin C yang tinggi didapat

pada umbi ketela rambat, kemudian talas, ubiaung dan ketala pohon. Umbi yang

berwarna unggu seperti ketela rambat, ubiungu dan tales mengandung antosianin lebih

tinggi dibandingkan dengan umbi berwarna lainnya. Warna ungu pada ubiungu

disebabkan karena ubi tersebut banyak mengandung antosianin. Antosinin yang tinggi

pada ubiungu ini menyebabkan stabilitasnya yang lebih tinggi dibandingkan dengan

antosianin dari sumber yang lain (Suprapta et al., 2004, Motila et al., 2011). Di

Indonesia dikenal beberapa varietas ubiungu ungu yaitu MSU 01022-12, MSU 03028-

10, dan RIS03063-05. Varietas MSU 0328-10 mempunyai kadar antosianin lebih tinggi

dari ubiungu ungu dari Jepang yaitu 560 mg/100g (Jusuf et al., 2011)

35

Di Bali ditemukan varietas ubiungu unggu, diantara jenis umbi yang paling banyak

mengandung antosianin adalah ketala rambat ungu kecil kulit putih (110,51

mg/100grm) dan ketela ungu kulit putih (209,8 mg/100gram) (Suprapta et al., 2004).

Gambar 2.5 Ekstrak dan Ubiungu Varietas Bali

2.9.3. Antosianin

Antosianin adalah pigmen alami yang banyak terdapat pada buah-buahan dan

sayuran. Kandungan antosianin berbeda pada beberapa tanaman per 100 gramnya

seperti blueberries mengandung 330 mg, chokeberries 660 mg, buah kemiri 500 mg,

buncis 790 mg, coklat 1630 mg, gandum 1.900 mg, bunga anggur 3.500 mg dan kayu

manis 8.100mg (Gu et al., 2004). Ubiunggi kultivar Bali mengandung 157 mg/100 gr

(Suprapta et al., 2004). Pigmen warna merah, orange dan ungu yang menyebabkan

industri farmasi tertarik untuk menggunakan ubi ungu sebagai bahan baku industri

makanan. Antosianin yang terdapat pada tumbuhan adalah pelargonidin, sianidin,

delphinidin, petunidin dan malvidin. Antosianin juga terdapat pada kacang, sayuran dan

buah-buahan. Antosianin yang terdapat pada kedelai hitam banyak mengandung

36

cyanidine-3-glucoside (C3G) bisa melewati sawar darah otak dan mempunyai efek anti

oksidan, sehingga bisa melindungi otak dari stres oksidatif (Kang et al., 2006; Lee et

al., 2009).

2.9.4. Struktur Antosianin

Antosianin termasuk dalam kelompok plavonoid, yang biosintesisnya dari 1

molekul 4-coumaryl-CoA dan 3 molekul malonyl-CoA, yang dengan bantuan enzim

chaclone synthase (CHS), membentuk chaclone yang kemudian mengalami isomerisasi

menjadi flavanones. Flavanone akan mengalami perubahan pada 2,3-dihydro-2-

phenylchrome-4 one skleton structure dan hidrosilasi dari C-3 pada cicin C akan

berdifrensiasi menjadi bebrapa jenis flavnoid. Enzim flavanone 3-hydroxilase (F3H)

akan mengkatalase stereospesipic 3β-hydroxilation of (2S) flavanones menjadi

dihydroplavanols. Pembentukan antosianin dilanjutkan dengan mengkalase

dihydroplavanols oleh dihydroplavanols reductase (DFR) menjadi falvan-3,4-diol

(leucoanyhocyanin) yang kemudian dikonversi menjadi antosianidin oleh enzim

anthocyanidine synthetase (ANS), yang oleh enzim UDP glucoseflavonoid 3-0-glucosyl

transferase (UFGT) dikonversi menjadi antosianin (Ghmasemzadeh et al., 2012).

Seperti terlihat pada Gambar 2.5

37

Gambar 2.6 Biosintesis Antosianin (sumber Ghasemzadeh et al., 2012, dengan

modifikasi)

Antosianin diklasifikasikan dalam bermacam tipe berdasarkan substitusi pada R'3,

R'4 dan R'5 cincin B, (seperti terlihat pada tabel 2.1) dan jumlah gula yang mengalami

konyugasi, ada/tidak grup asil. Ada 6 tipe antosianin yaitu: pelargonidins, delphinidins,

peonidins, petunidins dan malvidins. Warna antosianin tergantung dari substitusi yang

terjadi pada cincin B dan saturasi warna akan meningkat dengan jumlah grup hidroksil

dan terjadi pemurunan bila terjadi penambahan grup metoksi. Bila terjadi kondisi asam

yang tinggi maka warna antosianin akan merah dan realatif stabil. Apabila keasaman

yang lemah atau pH netral maka warna antosianain akan berkurang dan menjadi tidak

stabil. Antosianin yang terdapat pada ubiungu mengandung cyanidin dan peonidin yang

lebih banyak dibandingkan dari tanaman lainnya dalam penyerapan mengalami asetilasi

sehingga menjadi lebih stabil. Kandungan cyanidin yang lebih banyak akan

38

menyebabkan warna lebih dominan berwarna ungu atau disebut tipe cyanidin

(perbandingan peo/cy < 1) dan bila kandungan peonidin yang lebih banyak maka akan

dominan berwarna merah atau disebut tipe peonidin (perbandingan peo/cy > 1) .

Perbedaan struktur kimia antosiani/antosianidin terletak pada posisi cincin 3 dan 5

seperti tampak pada Gambar 2.7 (Montilla et al; 2011; de Pascual-Tresa, 2014).

Gambar 2.7 Struktur Antosianin (Sonia de Pascual-Teresa, 2014)

Tabel 2.1 Jenis Antosianin

Anthocyanins R'3 R'4 R'5

Pelargonidin-3-glucoside

Cyanidin-3-glucoside

Peonidin-3-glucoside

Delphinin-3-glucoside

Petunidin-3-glucoside

Malvidin-3-glucoside

H

OH

OCH3

OH

OCH3

OCH3

OH

OH

OH

OH

OH

OH

H

H

H

OH

OH

OCH3

(Sumber Sonia de Pascual-Teresa, 2014)

2.9.5. Farmakokinetik Antosianin

Antosianin diabsorpsi di gaster dan intestinal dan berikatan dengan protein,

sehingga konsenstrasinya lebih tinggi dari pada plasma. Antosianin mengalami

metabolisme di hati dengan mengalami metilasi glukoronidasi, selanjutnya akan di

distribusikan ke seluruh tubuh, termasuk ke otak. Ekskresinya lewat urine (McGhie and

39

Stevenson, 2014). Antosianin ditemukan pada sel endotel otak dan parenkim otak

setelah pemberian dosis tunggal per oral pada rodensia, sehingga diduga antosianin bisa

melewati sawar darah otak (Youdin et al., 2003). Tranpotasinya ke otak sangat cepat

setelah makan dan dan dapat dijumpai dalam beberapa menit di jaringan. Antosianin

sampai ke otak lewat mekanisme mirip dengan absorsi di gaster dan saluran pencernaan

lainnya, yaitu ikatan dengan bilirubin yang memungkinkan antosianin sampai ke otak.

Ikatan antara antosianin dan bilirubun terjadi karena ikatan hidrogen yang tidak berubah

yang memungkinkan terjadinya mekanisme tranport ini (Karawjczyk et al., 2007).

Kadar antosianin yang dapat ditrasnport lewat membran basolateral berbanding terbalik

jumlah gugusan hidroksil pada cincin B, ini mengindikasikan perbedaan kadar

lipopilisiti yang membedakan selektifitas antosianin lewat sawar darah otak (Yi et al.,

2006).

Antosianin adalah suatu polivenol yang menarik perhatian untuk dikembangkan

sebagai terapi neurodegeneratif. Antosianin relatif hidrofilik, dibandingkan dengan

antioksidan lainnya tetapi antosianin bisa melewati sawar darah otak dan masuk ke

SSP. Distribusi antosianin di jaringan otak berbeda karena faktor perbedaan

pengantarannya, metabolisme dan retensi jaringan otak. Area otak yang banyak

mengandung antosianin (3-glukosid) adalah korteks, serebelum, batang otak dan

diensefalon (Milbury and Kalt, 2010)

Konsentrasi yang utuh di otak setelah pemberian per oral cukup rendah di bawah

konsentrasi yang mempunyai efek farmakologi dan neurprotktif. Secara in vivo

metabolitnya dipercaya mempunyai efek farmakologi, dan mempunyai efek lain

disamping sebagai antioksidan terhadap jaringan otak yaitu (Spencer, 2010):

40

1. Melalui interaksi dengan kaskade neuronal dan sel glia yang sangat diperlukan

untuk kehidupan sel otak terutama posfotidilinositol-3-kinase (P3IK)/Akt dan

mitogen activated-protein kinase (MAPK) famili ERK1/2, dan regulasi

prosurvival transcription factor dan ekspresi gen.

2. Kemampuannya memperbaiki aliran darah perifir dan serebral untuk

merangsang terjadinya angiogenessi dan neurogenesis di hipokampus.

3. Kemampuannya bereaksi secara langsung dengan dan agen neurorotoksis dan

pro-inflamasi yang diproduksi oleh otak yang normal maupun abnormal

2.9.6. Efek Antosianin Sebagai Antioksidan.

Efek antosianin sebagai antioksidan tergantung pada struktur dan substitusi cincin

heterocyclic dan cincin B, khususnya struktur O-di-OH pada cincin B, 2-3 double bond

dalam konyugasi dengan fungsi 4-oxo dan tambahan grup 3 dan 5-OH pada cincin

heterocyclic. Efek antioksidan sangat tergantung pada gugus hidroksil pada cincin B.

Efek antioksidan antosianin adalah melalui mekanisme: 1) Mencegah pembentukan

radikal bebas dengan enzim xanthine oksidase dan khelasi metal; 2) Mendonorkan

elektron dan menangkap radikal bebas, 3) Menghambat proses propogasi reaksi

oksidatif, 4) Menginduksi ekspresi antioksidan endogen (Montilla et al; 2010; de

Pascual-Teresa, 2014).

Antosianin menginduksi antioksidan endogen melalui aktifasi P13K/Akt, MAPK

dan Nrf2. Nrf-2 adalah faktor transkirpsi yang sangat sensitif terhadap ROS, dan

inflamsi. Antosianin akan mengaktifkan jalur Nrf2 dan dan meningkatkan ikatan dengan

antioxidant respon element (ARE ) di nukleus, sehingga menigkatkan ekspresi enszm

heme oxygenase 1 (HO-1), NADPH: quinone oxidoreductase-1 (NQO 1), glutamate

41

cystein ligase (GCL), peroxiredoxine 1 dan glutathione-S-transferase (GST) peroxidase

seperti terlihat pada Gambar 2.8 (Hwang et al., 2011; de Pascual-Teresa, 2014).

Gambar 2.8 aktivasi Nrf2 oleh antosianin. (Sumber : de Pascual-Teresa, 2014)

Penelitian Cyanindin-3-O-glucoside (CG) pada tikus dengan iskemik serebral fokal

memperoleh hasil CG dengan dosis 2mg/kg BB menurunkan volume infark sebanyak

27% yang diterapi sebelum dilakukan oklusi arteri serebri media permanen dan

menurunkan ukuran infark sebanyak 25% pada tikus yang diberikan CG dengan dosis 2

mg/kg BB 3 jam setelah oklusi arteri serebri media permanen. CG juga memblok

pengeluaran AIF dari mitokondria, tetapi tidak memblok penegeluaran sitokorm c (Min

et al., 2011).

Penelitian oleh Kang et al. (2006) mendapatkan hasil pada tikus yang dilakukan

oklusi arteri serebri media, kadar mieloperoksidase yang rendah pada otak tikus yang

diberikan CG dengan dosis 10 mg/kg BB jika dibandingkan dengan kontrol. Penelitian

oleh Giacomo et al. (2010) mendapatkan cyanidine-3-0-D-glucoside pada iskemik

/reperfusion injury pada tikus yaitu terjadi penurunan kadar lipid peroksidase, ekspresi

42

neuronal dan inducible NOS dan peningkatan kadar heme oxygenase (H0-1) dan γ -

glutamyl cystein synthetase secara bermakna antara kasus dan kontrol pada otak tikus

yang mengalami iskemik/reperfusion injury. Penelitian oleh Lu et al. ( 2010)

mendapatkan hasil PSPC menigkatkan kadar CuSOD, ZnSOD dan CAT pada oak tikus

secara bermakna (p<0,001) pada yang diberikan PSPC dibandingkan dengan kontrol

yang diinduksi dengan D-galaktose.

Percobaan pada binatang oleh Kesley et al. (2011) mendapatkan hasil bahwa

ekstrak antosianin (kalistepin dan kuromanin) mempunyai efek proteksi dari

mitochondrial oxidative stress pada culture cerebeler granule neurons (CGNs) tikus,

yaitu dengan cara menjaga ketersediaan GSH, kadar Bcl-2 pada mitokondria,

melindungi oksidasi kardiolipin dari stres oksidatif dan fragmentasi mitokondria. Studi

lain menunjukkan antosianin bisa melindungi hilangnya neuron dopaminergik yang

diinduksi dengan 6-hidroksi dopamin, melalui efek anti-oksidan dengan menekan

produksi ROS dan menjaga keseimbangan protein anti-apotosis (Bcl-2) dan protein

apoptosis (Bax), menstabilkan membran potensial mitokondria dan menghambat

aktivasi kaspase-3. Antosianin juga bisa menghambat efek 1-methyl-4-phenyl-1,2,3,6-

tetrahydroxypiridine (MPTP) yang bersifat toksik pada sel neuron dopaminergik (Kim

et al., 2010).

Hasil yang mirip diltunjukkan oleh Roghani et al., (2010), bahwa pemberian

pelargonidin yang diberikan per oral pada tikus bisa melindungi neuron dopamine dari

efek toksik, akibat 6-hidroksi dopamin, dengan menekan produksi MDA sehingga

disimpulkan antosianin merupakan efek terapi pada penyakit neurodegeneratif, seperti

penyakit Parkinson.

43

2.9.7. Efek Antosianin Terhadap Homeostasis Ion Ca2+

Kalsium memegang peranan penting untuk terjadinya eksitotoksik di sel neuron.

Antosianin memperlihatkan efek mencegah gangguan Ca2+ di intra seluler pada

penyakit neurodegenratif dan peroses penuaan. Pada percobaan oleh Shih et al. ( 2011)

dengan memberikan Aβ peptida pada beberapa jenis sel neuroblastoma terjadi

peningkatan kadar Ca2+, ketika diberikan bersamaan dengan malvidin-3-0-glucoside

pada sel neuroblastoma, maka terjadi penurunan kadar Ca2+, dibandingkan dengan

hanya pemberian Aβ peptida. Antosianin dari ekstrak ubiungu memperbaiki kerusakan

membran potensial sel yang mengakibatkan terjadinya apoptosis pada sel PCL2 yang

diinduksi dengan Aβ peptida (Ye et al., 2010)

2.9.8 Efek antosianin terhadap apoptosis.

Efek sebagai anti apoptosis, karena antosianin mempengaruhi signal protein yang

merangsang terjadinya pertumbuhan, dan mengatur jalur apoptosis yang tergantung dan

tidak tergantung dari kaspase (Reddivari et al., 2007). Peneltian oleh Lu et al., (2010)

mendapatkan jumlah sel hipokampus dan korteks serebri yang mengalami apoptosis

meningkat pada tikus yang diberikan D-galaktose, tetapi pada tikus yang diberikan D-

galaktose dan antosianin dari ekstrak ubi ungu ternyata jumlah sel hipokampus dan

korteks yang mengalami apoptosis lebih rendah secara bermakna (p<0,001). Juga terjadi

penurunan aktifasi kaspse-3 yang diperiksa dengan Western blotting pada otak tikus

yang diberikan ekstrak ubi ungu (p<0,001 Penelitian oleh Shin et al 2006

membuktikan antosianin bisa menghambat jalur apaoptosis melalui signal P53 dan

JNK pada tikus dengan iskemil serebri. Antosisnin mencegah pelepasan Aipoptosis-

inducing factor (AIF) dari mitokondria yang merupakan jalur apoptosis tidak

tergantung pada kaspase (Min et al., 2011). Penelitian oleh Kim et al. ( 2010)

44

antosianin mempunyai efek meningkatkan ekspresi protein anti-apoptosis seperti Bcl-2

dan menekan ekspresi protein pro-apoptis Bax, pada model penyakit Parkinson yang

diinduksi dengan sat toksik 6-S

2.9.9. Antosianin dan iskemik serebri

Antosianin mempunyai efek mengurangi lesi pada iskemik baik in vitro maupun in

vivo. Secara in vitro antosianin mempunyaai efek neuroprotektif. Penelitian oleh Kang

et al. (2006) membuktikan antosianin dari ekstrak buah mulbery dan cyanidine-3-0 -

glucoside mempunyai efek menurunkan lesi iskemik pada sel PC12, terutama pada sel

yang diinduksi dengan stres oksidatif dengan oxygen glucose devripation (OGD). Hasil

peneltian yang hampir sama diperoleh oleh Bhuiyan et al., (2011), yaitu pemberian

cyanidin-3-0-glucoside bisa melindungi sel neuron korteks yang diinduksi dengan

OGD dan reperfusi. Percobaan in vivo terhadap iskemik selama oklusi maupun reperfusi

pada tikus yang dilakukan penyumbatan arteri serebri media dan reperfusi, antosianin

mempunyai efek neuroprotektif karena dengan pemberian antosianin maka infark yeng

terjadi lebih ringan dibandingkan denga kontrol (Shin et al., 2006; Ritz et al., 2008a).

Studi oleh Ritz et al. (2008a) (2008b) menunnjukkan antosianin dari anggur merah

memperlihatkan efek neuroprotektif selama oklusi pada tikus karena terjadi penurunan

kadar asam amino eksitotoksik seperti glutamat, yang terjadi selama iskemik serebri.

Studi in vivo oleh Nade et al. (2010) menunjukkan bahwa antosianin memiliki efek

proteksi terhadap kerusakan karena iskemik dan berefek terhadap perbaikan fungsi

kognisi akibat iskemik pada pemberian jangka panjang. Tikus dengan oklusi arteri

serebri media dan reperfusi yang diberikan antosainin dari ekstrak akar Hibiscus rosa

sinesis mempunya kapasitas kemampuan belajar dan memori lebih baik.

45

Antosianin mempunyai beberapa efek lain seperti penurunan lipid di sel hepar,

lewat interkasi dengan peroxisome proliferator-activated receptor gamma (PPARY).

Cyanidin mempunyai efek seperti obat yang menurunkan lipid seperti lovastatin atau

fenofibrate. Mekanisme ini dijelaskan pada studi epidemiologi klinik bahwa dengan diet

tinggi antosianin mempunyai efek terhadap kekakuan arteri dan homeostasis kolesterol

(Jennings et al., 2012).

2.9.10. Efek terhadap inflamasi

Studi in vivo menunjukkan bahwa antosianin mempunyai efek anti inflamasi yang

bermakna. Seperti contoh pada tikus yang diberikan lipopolisakarida, ternyata

antosianin dari ubi ungu manis secara bermakna menekan efek lipopalisakarida untuk

mengekpresikan COX, iNOS, TNF-alpha, interleukin 1 betha (IL-1β), interleukin-6

(IL-6) pada otak tikus (Wang et al., 2010). Antosianin yang diekstrak dari ubi jalar

manis berwarna ungu mempunyai efek menekan ekspresi iNOS dan COX-2 pada liver

tikus yang diinduksi dengan dimetilnitrosamin (Hwang et al., 2011).

2.9.11 Efek neuroprotektif

Mekanisme yang telah diketahui sebelumnya yaitu efek neuroprotektif antosianin

terhadap lesi oksidatif adalah melalui induksi dari NF-E2-related factor-2(NRF-

2)/antioxidant response element (ARE). NRF-2 aktif selama stress oksidatif dan

meningkatkan transkripsi antioksidan. NRF-2 mempunayi efek neuroprotektif pada

bermacam model dari lesi neuronal (Johnson et al., 2008; Greco et al., 2010).

Mekanisme lain dari efek neuroprotektif dari antosianin adalah melalui pengaturan

beberapa jalur signaling seperti kaskade jalur exstracelluler signaling -regulated kinase

(ERK1/2), c AMP respon elemen binding protein (CREB), brain-drived neurotrophic

46

factor (BDNF), sama seperti jalur P13K/AKT. Sehingga antosianin mempunyai efek

pleotropik baik in vitro dan in vivo (Wlliam et al., 2008; Lu et al., 2010).

Penelitian antosianin yang diekstrak dari ubiungu kultivar Bali, pada mencit yang

mengalami stres oksidatif, dapat menurunkan kadar malondialdehyde (MDA), yang

merupakan suatu pertanda oksidasi lipid pada membran atau organ (Jawi et al., 2008).

Penelitian oleh Jawi et al. (2012a) memperlihatkan ekstrak ubiungu yang mengandung

antosianin pada tikus yang diberikan streptozotocin untuk menginduksi terjadinya

diabetes melitus, terdapat peningkatan total kadar antioksidan yang bermakna (p<0,05)

pada tikus yang diberikan ekstrak ubujalar ungu, serta terjadi perbedaan yang bermakna

(p<0,05) peningkatan glukose darah dan kadar MDA pada tikus yang tidak diberikan

ekstrak ubiungu. Ekstrak ubiungu kultivar Bali juga mempunyai efek antihipertensi

dan peningkatan ekspresi eNOS pada tikus yang diinduksi hipertensi (Jawi et al.,

2012b). Efek ekstrak ubiungu terhadap proteksi stres oksidatif pada endotil aorta kelinci

diteliti oleh Jawi et al. (2014). Hasil dari penelitian ini adalah terjadi peningkatan yang

bermakna (p<0,05) kadar SOD-2, NRF2, dan penurunan yang bermakna (p<0,05) kadar

vascular celluler adhesion molecule-1 (VCAM-1).

Berdasarkan efek antosianin seperti disebutkan oleh peneliti di atas yang

mempunyai efek anti inflamasi, proteksi terhadap stres oksidatif sehingga memberi

perlindungan terjadinya apoptosis, maka penulis ingin meneliti ekstrak ubiungu

terhadap apoptosis dengan melihat ekspresi protein pro atau anti-apoptosis.